PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI SOAL CERITA PLSV DI KELAS VII SMPN 4 PALU | Gobel | AKSIOMA : Jurnal Pendidikan Matematika 8638 28340 1 PB

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
NUMBERED HEADS TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI SOAL CERITA PLSV DI
KELAS VII SMPN 4 PALU
Iis Ariska R. Gobel
E-mail: iisariskagobel@gmail.com
Dasa Ismaimuza
E-mail: dasaismaimuza@yahoo.co.uk
Idrus Puluhulawa
E-mail: idruspuluhulawa@gmail.com
Abstrak: Tujuan penelitian ini ialah untuk mendeskripsikan penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yang dapat meningkatkan hasil belajar
siswa pada materi soal cerita PLSV di kelas VII SMPN 4 Palu. Jenis penelitian yaitu Penelitian
Tindakan Kelas (PTK). Rancangan penelitian mengacu pada desain penelitian Kemmis dan
Mc. Taggart, yaitu: 1) perencanaan, 2) tindakan, 3) pengamatan, dan 4) refleksi. Subjek
penelitian ini ialah siswa kelas VII Cut Nyak Dien SMPN 4 Palu yang berjumlah 30 siswa.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu observasi, tes, wawancara, dan catatan
lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan mengikuti fase-fase: 1) fase penyampaian
tujuan dan pemotivasian siswa, 2) fase penyajian informasi, 3) fase pengorganisasian
kelompok belajar dan penomoran, 4) fase pengajuan pertanyaan, 5) fase berpikir bersama,

6) fase pemberian jawaban.
Kata kunci: numbered heads together, hasil belajar, soal cerita PLSV
Abstract: The aim of this research was to described the application of Cooperative Learning
Type Numbered Heads Togethet (NHT) that can improved learning outcomes on PLSV story
assignment material in Classs VII SMPN 4 Palu. This research was a Classroom Action
Research (CAR). As the research design refers to Kemmis and Mc. Taggart that were:
1) planning, 2) acting, 3) observatingand 4) reflecting. The subject were students of class VII
Cut Nyak Dien SMPN 4 Palu totaling 30 students. The data were collected by the researcher
through observation, test, interview, and field-note taking. The result of the research showed
that the applying of Cooperative Learning Type NHT can improved student learning outcomes
according the phases, they were: 1) conveying the learning objective and motivating,
2) presenting information, 3) organizing study group and numbering, 4) questioning or
probleming, 5) heads together and 6) answering.
Keywords: numbered heads together, learning outcomes, one variable linear equatins story
assigment.

Tujuan pembelajaran matematika ialah membentuk kemampuan bernalar pada diri
siswa yang tercermin melalui kemampuan berpikir logis, kritis, sistematis, dan memiliki
sifat objektif, jujur, disiplin dalam memecahkan suatu permasalahan dalam bidang
matematika maupun dalam kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2006). Oleh karena itu

matematika merupakan matapelajaran yang potensial diajarkan pada semua jenjang
pendidikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi.
Satu diantara materi matematika yang dipelajari siswa tingkat SMP berdasarkan
silabus Kurikulum 2013 ialah persamaan linear satu variabel (PLSV). Materi ini sangat
penting untuk dipelajari sebab berkaitan dengan materi-materi lain dalam matematika
seperti materi persamaan linear dua variabel sehingga materi PLSV harus dipahami siswa
dengan baik. Namun kenyataannya masih terdapat siswa yang mengalami kesulitan dalam

314 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016
Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016

menyelesaikan soal pada materi PLSV khususnya menyelesaikan soal cerita. Hal ini sejalan
dengan (Utami, 2009) yang menyatakan bahwa siswa sering kali melakukan kesalahan
dalam menyelesaikan permasalahan PLSV terutama dalam penerapan yang berbentuk soal
cerita.
Berdasarkan kondisi tersebut, peneliti menduga bahwa siswa di SMPN 4 Palu juga
mengalami kesulitan pada materi PLSV. Oleh karena itu peneliti melakukan dialog kepada
guru matematika di sekolah tersebut. Hasil dialog dengan guru matematika diperoleh
informasi bahwa siswa kurang memahami materi PLSV. Siswa mengalami kesulitan dalam
mengubah bentuk soal cerita kedalam bentuk kalimat matematika. Selain itu diperoleh

informasi bahwa siswa menganggap materi yang diberikan sulit, siswa takut bertanya
kepada guru, kurangnya rasa tanggung jawab terhadap soal-soal yang diberikan, siswa
menerima pengetahuan yang bersumber dari guru sepenuhnya. Hal ini mengakibatkan hasil
belajar siswa rendah
Informasi yang diperoleh dari hasil dialog ditindaklanjuti dengan memberikan tes
kemampuan untuk mengidentifikasi masalah kepada siswa kelas VIII Cempedak SMPN 4.
Satu diantara soal yang diberikan yaitu sebuah persegi panjang mempunyai panjang p cm
dan lebarnya 5 cm kurang dari panjangnya. Jika kelilingnya 75 cm tentukan nilai p! Jawaban
siswa terhadap soal tersebut dikelompokan sebagaimana ditunjukan oleh Gambar 1 dan 2.
AST11

RST11
RST12

AST12
RTS13
Gambar 1: Jawaban AS pada
tes kemampuan

Gambar 2: jawaban RS pada

tes kemampuan

Gambar 1 menunjukan bahwa siswa AS tidak menuliskan apa yang diketahui pada soal,
siswa AS tidak memahami kalimat lebarnya 5 cm kurang dari panjangnya sehingga siswa AS
salah dalam mensubtitusi lebarnya (AST11), seharusnya l = p 5 dan hasil akhirnya salah
(AST12), seharusnya p = 21,25. Gambar 2 menunjukan bahwa siswa RS menuliskan apa
yang diketahui, namun siswa RS juga salah dalam memahami kalimat lebarnya 5 cm
kurang dari panjangnya sehingga siswa RS salah menuliskan Lebar = 5 (RST11) dan
berakibat salah dalam menentukan nilai p. Jawaban siswa menunjukan bahwa siswa tidak
memahami soal sehingga salah dalam merubah soal bentuk cerita PLSV kedalam model
matematikanya.
Berdasarkan hasil dialog dengan guru matematika dan hasil tes kemampuan perlu
adanya untuk mengatasi permasalahan yang terjadi. Upaya yang dilakukan peneliti yaitu
dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).
Sukmayasa (2013) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan
sebuah varian diskusi kelompok dengan ciri khasnya adalah guru menunjuk seorang siswa
yang mewakili kelompoknya, tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang mewakili
kelompok itu. Cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa sehingga sangat baik untuk
meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok. Model pembelajaran
kooperatif tipe NHT menawarkan enam tahapan pembelajaran, yaitu: 1) penyampaian


Iis Ariska Gobel, Dasa Ismaimuza, dan Idrus Puluhulawa, Penerapan Model … 315
tujuan dan memotivasi siswa, 2) penyajian informasi, 3) pengorganisasian kelompok
belajar dan penomoran, 4) pengajuan pertanyaan atau permasalahan, 5) berpikir bersama
dan 6) pemberian jawaban. Peneliti mengharapkan siswa dapat memahami materi PLSV
dan dapat merubah soal bentuk cerita PLSV kedalam model matematika, sehingga hasil
belajar siswa dapat meningkat melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dapat meningkatkan hasil belajar
siswa pada materi soal cerita PLSV di kelas VII SMPN 4 Palu? Tujuan penelitian ini yaitu
untuk mendeskripsikan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi soal cerita PLSV di
kelas VII SMPN 4 Palu.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini ialah penelitian tindakan kelas yang mengacu pada alur desain
penelitian yang dikemukakan oleh Kemmis dan Mc. Taggart (2013) yang terdiri atas empat
komponen yaitu 1) perencanaan, 2) tindakan, 3) pengamatan, dan 4) refleksi. Tahap
pelaksanaan tindakan dan observasi dilakukan pada satu waktu yang sama. Subjek
penelitian yakni siswa kelas VII SMPN 4 Palu yang berjumlah 30 dan dipilih 3 orang siswa
sebagai informan yaitu AN siswa berkemampuan tinggi, SRA siswa berkemampuan sedang

dan JN siswa berkemampuan rendah.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini meliputi: observasi, tes, wawancara, dan
catatan lapangan. Analisis data dilakukan dengan mengacu pada analisis data kualitatif model
Miles dan Huberman (1992) yang terdiri dari reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan.
Tindakan pembelajaran dikatakan berhasil apabila aktivitas guru dalam mengelola
pembelajaran dan aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran minimal berkategori baik
untuk setiap aspek pada lembar observasi dan meningkatnya hasil belajar siswa. Hasil
belajar siswa dikatakan meningkat apabila telah memenuhi indikator keberhasilan
penelitian pada siklus I yaitu siswa dapat mengubah soal bentuk cerita PLSV kedalam
bentuk matematika dan indikator keberhasilan pada siklus II yaitu siswa dapat
menyelesaikan soal bentuk cerita PLSV.
HASIL PENELITIAN
Peneliti memberikan tes awal kepada siswa yang bertujuan untuk mengetahui
kemampuan awal siswa. Materi tes awal yang diberikan ialah penjumlahan dan pengurangan
bentuk aljabar. Tes awal ini diikuti oleh 30 siswa kelas VII SMPN 4 Palu. Hasil analisis tes
awal menunjukkan bahwa dari 30 siswa terdapat 23 siswa yang mencapai nilai ketuntasan
sedangkan 7 siswa lainnya masih kesulitan dalam menyelesaikan soal yang diberikan
khususnya soal yang mengandung operaasi dan penjumlahan sekaligus. Hasil tes awal juga
digunakan sebagai pedoman dalam menentukan informan dan membentuk kelompok belajar

yang heterogen.
Penelitian ini terdiri atas dua siklus. Setiap siklus dilaksanakan dalam dua kali
pertemuan. Pertemuan pertama pada siklus I melaksanakan pembelajaran dengan materi
membuat model matematika persamaan linear satu variabel. Pertemuan kedua memberikan
tes akhir tindakan siklus I. Pertemuan pertama pada siklus II melaksanakan pembelajaran
dengan materi menyelesaikan soal cerita persamaan linear satu variabel. Pertemuan kedua

316 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016
Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016

memberikan tes akhir tindakan siklus II. Pertemuan pertama pada siklus I dan siklus II
dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu: 1) kegiatan pendahuluan, 2) kegiatan inti, dan 3)
kegiatan penutup. Pelaksanaan tindakan setiap siklus mengikuti fase-fase model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together, yaitu: 1) penyampaian tujuan dan
pemotivasian siswa, 2) penyajian informasi, 3) pengorganisasian kelompok belajar dan
penomoran, 4) pengajuan pertanyaan atau permasalahan, 5) berpikir bersama, dan 6)
pemberian jawaban.
Kegiatan pendahuluan dimulai dengan peneliti membuka pembelajaran dengan
mengucapkan salam, mengajak siswa untuk berdoa bersama, mengecek kehadiran siswa
dan menyiapkan siswa untuk belajar. Hal ini dapat dilihat saat siswa memberikan respon

balik terhadap kegiatan yang dilakukan oleh peneliti. Pertemuan pertama pada siklus I
dihadiri oleh 28 siswa karena 2 orang siswa izin mengikuti lomba porseni yaitu MGP dan
NA dan pertemuan kedua dihadiri oleh 27 siswa karena 2 orang izin mengikuti lomba
porseni yaitu MGP dan NA, 1 orang sakit yaitu AW, sedangkan pertemuan pertama pada
siklus II dihadiri oleh 30 siswa dan pertemuan kedua dihadiri oleh 28 siswa, karena 2 izin
mengikuti karantina putra putri batik tingkat SMP yaitu VS dan KSR. Kemudian peneliti
menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Tujuan pembelajaran pada siklus
I yaitu siswa dapat membuat model matematika dari soal cerita persamaan linear satu
variabel, sedangkan tujuan pembelajaran pada siklus II yaitu: siswa dapat menentukan
penyelesaian soal cerita persamaan linear satu variabel.
Peneliti memotivasi siswa untuk bersemangat terlibat aktif dalam pembelajaran
serta member penjelasan bahwa sangat penting mempelajari materi PLSV karena banyak
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Satu diantaranya alasan penting mempelajari
PLSV yaitu memudahkan untuk menentukan biaya yang harus dibayar saat melakukan
transaksi jual-beli. Setelah siswa mengetahui manfaat mempelajari PLSV, siswa termotivasi
mengikuti pembelajaran. Kemudian, peneliti melakukan apersepsi dengan mengingatkan
kembali kepada siswa mengenai materi prasyarat. Materi prasyarat pada siklus I ialah
operasi bentuk aljabar, sedangkan materi prasyarat pada siklus II ialah materi konsep
PLSV. Siswa yang menguasai materi prasyarat tidak mengalami kesulitan dalam
mempelajari materi soal cerita PLSV.

Kegiatan inti pembelajaran dari setiap siklus menerapkan fase penyajian informasi,
fase pengorganisasian kelompok belajar dan penomoran, fase pengajuan pertanyaan atau
masalah, fase berpikir bersama, dan fase menjawab. Aktivitas pada fase penyajian
informasi guru mendeskripsikan secara singkat fase-fase model pembelajaran kooperatif
tipe NHT yang diterapkan dalam pembelajaran. Pada siklus I siswa masih kebingungan
dikarenakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan model pembelajaran
yang baru bagi mereka, sedangkan pada siklus II siswa sudah memahami model
pembelajaran yang diterapkan.
Aktivitas pada fase pengorganisasian kelompok belajar dan penomoran yaitu
peneliti mengelompokan siswa ke dalam 6 kelompok belajar dengan masing-masing
kelompok beranggotakan 5. Kemudian peneliti membagikan nomor pada setiap anggota
kelompok dan memberikan nama pada masing-masing kelompok yaitu kelompok 1,
kelompok 2, kelompok 3, kelompok 4, kelompok 5, dan kelompok 6. Masing-masing
anggota kelompok memperoleh nomor 1, 2, 3, 4 dan 5. Selanjutnya, peneliti mengatur
tempat duduk masing-masing anggota kelompok sesuai nomor urutnya.
Aktivitas pada fase pengajuan pertanyaan atau masalah, peneliti membagikan bahan
ajar dan lembar kerja peserta didik (LKPD) pada masing-masing kelompok. LKPD yang

Iis Ariska Gobel, Dasa Ismaimuza, dan Idrus Puluhulawa, Penerapan Model … 317
diberikan memuat 5 soal yang dibagikan pada masing-masing anggota kelompok, sehingga

setiap anggota kelompok memiliki tugas dan tanggungjawab mengerjakan soal. Kelompok
yang beranggotakan 4 siswa yaitu kelompok 1 dan 4, terdapat seorang siswa yang
bertanggung jawab mengerjakan 2 soal. Setelah itu, peneliti menjelaskan tanggungjawab
siswa dalam kelompok yaitu siswa harus bersungguh-sungguh memahami materi dan saling
membantu dalam mengerjakan tugas yang diberikan.
Aktivitas pada fase berpikir bersama, peneliti meminta siswa untuk membaca dan
memahami materi pelajaran terlebih dahulu secara berkelompok sebelum mengerjakan
LKPD. Ketika siswa sedang membaca dan berusaha memahami materi, peneliti berkeliling
untuk mengamati dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan untuk bertanya atau
mendiskusikan kepada teman kelompoknya terlebih dahulu. Namun pada siklus I beberapa
siswa seperti SRA dari kelompok 3, AT dari kelompok 5 dan WAS dari kelompok 1
langsung bertanya kepada peneliti tanpa mendiskusikan terlebih dahulu dengan anggota
kelompoknya mengenai kesulitan yang mereka temukan dan pada siklus II siswa lebih sering
mendiskusikan dengan teman kelompoknya daripada bertanya dengan peneliti sehingga
siswa lebih aktif dan saling membantu untuk memahami materi maupun mengerjakan soal
dalam LKPD. Selanjutnya siswa bekerjasama di dalam kelompok untuk memperoleh
jawaban yang tepat serta memastikan setiap anggota kelompok dapat mengerjakan LKPD
dan memahami jawabannya. Setiap siswa bertanggung jawab mengerjakan soal dalam
LKPD, sehingga siswa fokus memahami materi. Selain itu interaksi siswa dengan siswa dan
juga interaksi siswa dengan guru saat berpikir bersama menciptakan suasana belajar yang

aktif dan efektif.
Aktivitas pada fase pemberian jawaban atau evaluasi yaitu peneliti meminta satu
orang siswa melakukan pengundian untuk menentukan siswa yang mempresentasikan hasil
diskusi kelompoknya. Pengundian dilakukan dengan melemparkan sebuah dadu yang telah
disediakan. Saat proses pengundian, terlebih dahulu diundi nomor siswa kemudian diundi
nomor kelompok yang akan maju mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Hasil undian
siklus I diperoleh siswa bernomor 3 dari kelompok 2 yaitu DN mempresentasikan jawaban
soal nomor 1 dan siswa bernomor 5 dari kelompok 6 yaitu RAR mempresentasikan jawaban
soal nomor 2 dan 3 dan hasil undian siklus II diperoleh siswa bernomor 2 dari kelompok 3
yaitu BPG mempresentasikan jawaban soal nomor 1 dan 2, dan siswa benomor 4 dari
kelompok 1 yaitu NT mempresentasikan jawaban nomor 3 dan 4. Satu di antara jawaban siswa
yang dituliskan di papan tulis saat presentasi dapat dilihat pada Gambar 3.

BPG05

BPG01

BPG06

BPG02

BPG07

BPG03

BPG08

BPG04

Gambar 3: Jawaban BPG saat presentasi
5 (BPG02).
Ketika presentasi BPG menuliskan dik: lebar (BPG01), panjang =
Kemudian menuliskan rumus keliling persegi panjang
(BPG03). Kemudian
mensubtitusikan nilai yang diketahui 42 = 2(x+5) + 2(x) (BPG04), dengan hasil perolehan

318 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016
Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016

8 (BPG05). Kemudian subtitusikan lagi ke persamaan
5 (BPG06). Hasil
subtitusi yang diperoleh yaitu 13 (BPG07) maka disimpilkan bahwa panjang sawah Pak
Rian yaitu 13 m dan lebar sawah Pak Rian yaitu 8 m (BPG08). Setelah BPG
mempresentasikan jawabannya peneliti meminta tanggapan dari siswa bernomor 2 dari
kelompok 2 yaitu AN. Tanggapan AN yaitu jawaban mereka sama, namun BPG tidak
lengkap menuliskan apa yang diketahui, yang tidak ditulis BPG yaitu keliling sawah = 42 m
dan BPG tidak menuliskan yang ditanyakan. Kemudian peneliti memberikan penegasan
terhadap jawaban siswa dan mangarahkan siswa untuk membuat kesimpulan pelajaran.
Hasil yang diperoleh pada fase pemberian jawaban yaitu siswa dapat mempertanggung
jawabkan jawaban kelompoknya masing-masing yang termuat dalam LKPD. Selain itu
siswa dapat menjelaskan jawabannya sendiri dengan keberanian dan rasa percaya diri.
Kegiatan akhir pembelajaran yaitu peneliti memberikan pekerjaan rumah dan
menyampaikan agar siswa belajar di rumah karena akan dilakukan tes pada pertemuan
berikutnya. Selanjutnya peneliti menutup kegiatan pembelajaran dengan salam.
Aspek-aspek yang diamati pada aktivitas peneliti selama pembelajaran langsung pada
siklus I dan siklus II yaitu: 1) mengucapkan salam, berdoa bersama, dan mengecek kehadiran
siswa, 2) menyiapkan siswa untuk mengikuti pembelajaran, 3) menyampaikan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut, 4) memberikan motivasi kepada
siswa, 5) melakukan apersepsi, 6) menyajikan informasi tentang model pembelajaran yang
diterapkan, 7) mengelompokkan siswa dalam kelompok belajar secara heterogen dan
melakukan penomoran pada anggota kelompok, 8) membagikan materi pembelajaran dan
LKPD kepada setiap kelompok, 9) memberikan petunjuk dan mengontrol kerja siswa dalam
kelompok, 10) mengecek pemahaman siswa dengan menyebutkan salah satu nomor anggota
kelompok untuk menjawab pertanyaan di depan kelas, 11) mengarahkan siswa untuk membuat
kesimpulan pelajaran hari ini dan memberi penegasan terhadap jawaban siswa, 12)
memberikan PR, 13) menutup kegiatan pembelajaran, 14) efektivitas Pengelolaan waktu, 15)
penglibatan siswa dalam proses pembelajaran, dan 16) penampilan guru dalam proses
pembelajaran. Hasil yang diperoleh pada siklus I, aspek 1, 2, 3, 5, 7, 9, 13, dan 16 berkategori
sangat baik dan aspek 4, 6, 8, 10, dan 12 berkategori baik. Sedangkan aspek 14 dan 15
berkategori kurang dan aspek 11 berkategori sangat kurang.Aspek yang berkategori kurang dan
sangat kurang menjadi bahan refleksi bagi peneliti untuk diperbaiki pada siklus II.Sehingga
hasil yang diperoleh pada siklus II mengalami perbaikan yaituaspek 1, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 14, 15
dan 16 berkategori sangat baik dan aspek 2, 3, 10, 11, dan 13 berkategori baik.
Aspek-aspek yang diamati pada aktivitas siswa pada saat mengikuti pembelajaran siklus
I dan siklus II, yaitu: (1) membalas salam guru dan berdoa bersama, (2) mempersiapkan diri
untuk mengikuti pembelajaran, (3) memperhatikan penjelasan guru, (4) menjawab
pertanyaan yang diajukan guru, (5) memperhatikan informasi dari guru tentang model
pembelajaran yang diterapkan, (6) siswa duduk berdasarkan kelompok dan sesuai nomor
yang telah ditentukan, (7) memahami materi pembelajaran dan mengerjakan LKPD secara
berkelompok dan berpikir besama untuk meyakinkan agar semua anggota kelompok tahu
jawabannya, (8) siswa yang disebutkan nomornya mempresentasikan hasil kerja
kelompoknya, (9) menyimpulkan jawaban akhir dari setiap pertanyaan dalam kegiatan
diskusi kelas, dan (10) mencatat PR. Hasil yang diperoleh pada siklus I, aspek 1, 2, dan 6
berkategori sangat baik dan aspek 3, 4, 5, 7 dan 8 berkategori baik. Sedangkan, aspek 10
berkategori kurang dan aspek 9 berkategori sangat kurang.Aspek yang berkategori kurang
dan sangat kurang menjadi bahan refleksi bagi peneliti untuk diperbaiki pada siklus

Iis Ariska Gobel, Dasa Ismaimuza, dan Idrus Puluhulawa, Penerapan Model … 319
II.Sehingga hasil yang diperoleh pada siklus II mengalami perbaikan yaitu aspek 1, 5, 6, 8,
9 dan 10 berkategori sangat baik dan aspek 2, 3, 4 dan 7 berkategori baik.
Pertemuan kedua, peneliti memberikan tes akhir tindakan kepada siswa kelas VII
SMPN 4 Palu. Tes akhir tindakan yang diberikan kepada siswa pada siklus I terdiri dari 5
nomor soal. Berikut soal nomor 3 yang diberikan: harga sepasang sandal lebih murah Rp
20.000,00 dari harga sepasang sepatu. Harga 2 pasang sepatu dan sandal Rp 160.000,00.
buatlah model matematika dalam y. Jawaban siswa dapat dilihat pada Gambar 5.
Hasil tes akhir tindakan siklus I yaitu dari 27 siswa yang mengikuti tes, 22 orang siswa
tuntas atau memperoleh nilai 75 dan 5 siswa lainnya tidak tuntas atau memperoleh nilai
75. Satu diantara siswa tersebut adalah JN. JN sudah menuliskan yang diketahui harga
sepasang sepatu
(JNS101). Namun JN kurang tepat menuliskan yang diketahui harga
20.000 (JNS102). Seharusnya siswa JN menuliskan harga sepasang
sepasang sandal
sandal
2. Kesalahan selanjutnya yang terlihat pada jawaban JN adalah
160.000 (JNS103). Seharusnya siswa JN menuliskan y + 2x = 160.000 dan mensubtitusikan
. Sehingga jawaban akhir JN salah dalam membuat model matematika. Jawaban yang
benar adalah 2y + (y – 20.000) = 160.000. Kebanyakan siswa salah dalam memahami soal
sehingga mengakibatkan salah dalam membuat model matematika hingga jawaban akhir.
JNS101

JNS201

JNS102

JNS202

JNS103

JNS203
JNS204

Gambar 4 : Jawaban JN pada tes
Akhir tindakan siklus I

JNS205
JNS206
JNS207
JNS208

Gambar 5 : Jawaban JN pada tes Akhir tindakan
siklus II

Setelah memeriksa hasil tes akhir tindakan siklus, peneliti melakukan wawancara
dengan JN untuk memperoleh informasi lebih lanjut. Berikut kutipan wawancara dengan
JN pada siklus I.
JNSI 06 P
JNSI 06 S
JNSI 07 P
JNSI 07 S

:
:
:
:

JNSI 08 P

:

JNSI 08 S

:

JNSI 09 P

:

JNSI 09 S

:

JNSI 10 P

:

Perhatikan jawabanmu mengenai hal yang diketahui.
Iya bu (melihat jawaban) mengapa dengan jawabanku bu?
Kenapa kamu tidak menuliskan permisalan harga sepasang sepatu?
Karena menurut saya hal tersebut tidak perlu lagi dituliskan bu, jadi saya
20.000
langsung menuliskan harga sepasang sepatu
itu yang membuat kamu salah. Kalau begitu coba baca kembali soal
nomor 3 dan perhatikan jawaban kamu.
(sambil membaca soal berulang-ulang) iya bu. Saya salah membuat
model matematikanya bukan
160.000. saya tidak perhatikan bu
karena terburu-buru.
jawaban kamu salah (sambil menunjuk jawaban JN). Coba kamu kerjakan
kembali soalnya.
iya bu salah. Saya kerjakan dulu. bu model matematikanya
2y + (y – 20.000) = 160.000, apakah sudah benar jawabannya bu?
iya benar. Jawabannya seperti itu dan harus lebih teliti lagi.

320 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016
Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016

Berdasarkan hasil wawancara siklus I diperoleh informasi bahwa siswa salah dalam
memahami maksud soal sehingga salah dalam membuat model matematika (JNSI06S). siswa
melakukan kesalahan dalam membuat model matematika karena tidak teliti (JNSI07S). Namun
setelah diberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya dengan memahami kembali
maksud soal, kemudian siswa mengerjakan kembali soal dengan memahami maksud soal
berulang-ulang hingga memperoleh jawaban yang benar (JNSI08S).
Berdasarkan tes akhir tindakan siklus I diperoleh bahwa siswa kurang tepat menuliskan
apa yang diketahui sehingga salah dalam membuat model matematika. Hal ini disebabkan
karena siswa tidak memahami maksud soal. Namun saat diwawancarai, siswa dapat menjawab
kembali soal dengan benar. Hal ini menunjukan bahwa siswa sudah mampu memahami materi
yang diberikan.
Berdasarkan tes akhir tindakan siklus II diperoleh bahwa dari 28 siswa yang
mengikuti tes, 25 siswa tuntas atau memperoleh nilai 75 dan 3 siswa lainnya tidak tuntas
75. Berikut satu di antara soal yang diberikan: Seorang petani
atau memperoleh nilai
mempunya sebidang tanah berbentuk persegi panjang, dengan panjang 6 m lebih panjang
dari lebarnya. Jika keliling tanah tersebut adalah 80 m. Tentukan luas tanah tersebut!
Berdasarkan soal tersebut ditemukan beberapa siswa melakukan kesalahan. Satu diantara
siswa tersebut adalah JN. JN menuliskan diketahui lebar
(JNS201) dan panjang
6
(JNS203).
(JNS202). Selanjutnya JN menuliskan rumus keliling persegi panjang K =
Kemudian mensubtitusikan lebar dan panjang kedalam rumus keliling persegi panjang
80 = 2(x + (x + 6)) (JNS204). Siswa menuliskan nilai yang diperoleh = 17 (JNS206).
6 (JNS207)
Selanjutnya JN mensubtitusikan nilai yang diperoleh kepersamaan
dan memperoleh nilai
23 (JNS208). Siswa belum lengkap menulisnya yang diketahui
seharusnya menuliskan keliling = 80. Setelah menuliskan yang diketahui seharusnya siswa
menuliskan yang ditanyakan. Siswa juga salah dalam mensubtitusikan nilai panjang dan
lebar pada keliling persegi panjang (JNS204). Seharusnya 80 = 2((x + 6) + x ). Siswa juga
tidak menyelesaikan soal hanya sampai mendapatkan nilai panjang dan lebar, siswa tidak
menghitung luas sebidang tanah (JNS206) dan (JNS207). Beberapa siswa tidak teliti dalam
penulisan dan melakukan kesalahan dalam mensubtitusiakan. Kesalahan siswa tersebut
dapat dilihat pada Gambar 5.
Setelah memeriksa hasil tes akhir tindakan, peneliti melakukan wawancara dengan JN
untuk memperoleh informasi lebih lanjut. Berikut kutipan wawancara dengan JN pada siklus II.
JNS2 06 P

JNS2 06 S

JNS2 07 P

JNS2 07 S

: sebaiknya kamu menuliskan yang ditanyakan kemudian mensubtitusi
yang diketahui ke dalam rumus keliling persegi panjang. Coba kamu
tulis kembali jawabanmu yang benar.
: dik: lebar x
Panjang x + 6
dit: luas sebidang tanah?
K = 2 (p + l)
80 = 2((x+6) + x)
: iIya benar. Sekarang lihat pekerjaanmu sebelumnya, kenapa kamu
menuliskan 80 = 2 (x + (x + 6)? dan kenapa kamu tidak mencari
luasnya?
: saya salah mensubtitusikan nilai panjang dan lebarnya bu. Saya tidak
memperhatikan apa yang ditanyakan soal sehingga saya hanya mencari
panjang dan lebar tanah bu, dan tidak mencari luasnya

Iis Ariska Gobel, Dasa Ismaimuza, dan Idrus Puluhulawa, Penerapan Model … 321
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa JN sudah paham
dengan materi yang diberikan setelah mengetahui dan memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam
menjawab soal yang diberikan. Siswa tidak teliti dalam penulisan karena terburu-buru dan ingin
cepat selesai sehingga tidak ada waktu lagi untuk memeriksa kembali jawabannya sebelum
dikumpulkan.
Berdasarkan tes akhir tindakan siklus II diperoleh bahwa siswa menuliskan apa yang
diketahui tetapi tidak menuliskan apa yang ditanyakan. Kemudian siswa tidak mengerjakan
soal sampai selesai. Hal ini disebabkan karena siswa tidak teliti dan tidak memeriksa kembali
jawabannya. Namun saat diwawancarai, siswa menyadari kesalahan jawaban dan dapat
menjelaskan jawaban dengan benar. Hal ini juga menunjukan bahwa siswa sudah mampu
memahami materi yang diberikan.
PEMBAHASAN
Sebelum pelaksanaan tidakan, peneliti terlebih dahulu memberikan tes awal yang
bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa pada materi prasyarat. Hal ini sejalan dengan
pendapat Sutrisno (2012) yang menyatakan bahwa pelaksanaan tes sebelum perlakuan
dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Pemberian tes awal digunakan untuk
pembentukan kelompok belajar yang heterogen dan penentuan informan.
Pelaksanaan tindakan pada siklus I dan siklus II dimulai dengan kegiatan pendahuluan
yaitu peneliti mengawali pembelajaran dengan mengucapkan salam, berdoa bersama, dan
mengecek kehadiran siswa. Selanjutnya peneliti menyiapkan siswa untuk mengikuti
pembelajaran dengan meminta siswa untuk merapikan pakaiannya terlebih dahulu. Selanjutnya
meminta siswa untuk menyiapkan buku dan alat tulis yang akan digunakan.
Aktivitas pada fase penyampaian tujuan pembelajaran dan pemberian motivasi, peneliti
menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai agar siswa terarah dalam
pembelajaran. Kemudian peneliti memberikan motivasi kepada siswa dengan cara
menjelaskan manfaat mempelajari materi persamaan linier satu variabel. Satu di antara
manfaatnya yaitu memudahkan siswa untuk menentukan biaya yang harus dibayar saat
melakukan transaksi jual-beli dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga membuat siswa siap dan
termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Hal ini didukung pendapat Wahid (2012) yang
menyatakan bahwa memotivasi peserta didik akan terpelihara apabila mereka menganggap apa
yang dipelajari memenuhi kebutuhan pribadi, atau bermanfaat dan sesuai dengan nilai yang
dipegang. Kemudian peneliti melakukan apersepsi untuk mengingatkan kembali pengetahuan
prasyarat siswa dengan melakukan tanya jawab mengenai materi operasi penjumlahan dan
pengurangan bentuk aljabar pada siklus I, dan materi konsep persamaan linier satu variabel
pada siklus II. Apersepsi yang dilakukan membuat siswa dapat memahami materi prasyarat
sebelum mempelajari materi selanjutnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Hudojo (1990:26)
yang menyatakan bahwa sebelum mempelajari konsep B, seseorang perlu memahami lebih
dulu konsep A yang mendasari konsep B. Sebab tanpa memahami konsep A, tidak mungkin
orang itu memahami konsep B.
Kegiatan inti dimulai dengan fase penyajian informasi, peneliti mendeskripsikan
secara singkat tentang fase-fase model pembelajaran kooperatif tipe NHT, sehingga siswa
mengetahui fase-fase pembelajaran yang diterapkan dan lebih tertarik untuk mengikuti
pembelajaran. Kemudian peneliti menyampaikan subpokok materi yang akan dipelajari. Fase
penomoran, peneliti mengatur siswa untuk bergabung ke dalam kelompok yang telah dibentuk
dua hari sebelumnya yang terbagi atas 6 kelompok belajar. Setiap kelompok terdiri atas 4
sampai 5 siswa. Anggota kelompok pada siklus I sama dengan anggota kelompok pada siklus

322 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016
Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016

II. Kemudian peneliti membagikan nomor kepala kepada siswa dan memastikan bahwa setiap
siswa duduk berdasarkan urutan nomor anggotanya. Hal ini sejalan dengan pendapat
Paembonan (2014) yang menyatakan bahwa tempat duduk siswa dalam kelompok diatur
sesuai urutan nomor. Fase pengajuan pertanyaan, peneliti membagikan materi ajar dalam
bentuk print out serta membagikan LKPD yang berisi pertanyaan atau permasalahan kepada
setiap kelompok sesuai dengan tujuan pembelajaran. Kemudian peneliti menjelaskan kepada
siswa bahwa setiap anggota kelompok bertanggung jawab mengerjakan soal pada LKPD
yang dibagikan.
Aktivitas pada fase berpikir bersama peneliti meminta siswa untuk membaca dan
memahami materi pelajaran terlebih dahulu secara berkelompok sebelum mengerjakan LKPD.
Kemudian, siswa berdiskusi dan bekerjasama dengan teman kelompoknya dalam menyatukan
pendapat untuk menyelesaikan soal pada LKPD. Sehingga setiap anggota kelompok
mengetahui jawaban dari masing-masing pertanyaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Alie
(2013) yang menyatakan bahwa setiap siswa dapat menyatukan pendapatnya terhadap jawaban
pertanyaan itu dan meyakinkan setiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu. Saat
siswa mengerjakan LKPD, guru bertindak sebagai fasilitator untuk mengontrol kerjasama
siswa dan memberikan bimbingan yang bersifat terbatas kepada kelompok yang mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan soal.
Aktivitas pada fase pemberian jawaban atau evaluasi, peneliti meminta masing-masing
kelompok untuk mengumpulkan LKPD. Kemudian peneliti mengundi nomor untuk
menentukan siswa yang akan maju mempresentasikan jawaban kelompoknya. Peneliti
mengundi nomor siswa yang akan maju telebih dahulu. Setelah itu, peneliti mengundi nomor
kelompok yang akan maju. Kemudian, peneliti memanggil nomor tersebut. Siswa yang
disebutkan nomornya mengacungkan tangan dan mempresentasikan jawaban kelompoknya.
Siswa lain yang beromor sama berdiri dikelompoknya masing-masing untuk memperhatikan
dan menanggapi jawaban yang dipresentasikan dalam kegiatan diskusi kelompok. Setelah itu,
penelti meminta siswa untuk memuat kesimpulan pelajaran. Kemudian peneliti memberikan
penegasan terhadap kesimpulan pelajaran yang diberikan siswa.
Berdasarkan hasil observasi terhadap aktivitas peneliti, pada siklus I hal-hal yang
menjadi kekurangan peneliti yaitu ketika membimbing siswa yang mengalami kesulitan
dalam mengerjakan LKPD, mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan pelajaran,
mengelola waktu dan melibatkan siswa. Aspek-aspek tersebut masih berkategori kurang.
Namun pada siklus II, aspek-aspek tersebut sudah berada pada kategori baik. Berdasarkan
hasil observasi aktivitas siswa pada siklus I, aspek-aspek yang berkategori kurang yaitu
keaktifan siswa dalam kerjasama kelompok dan memberikan kesimpulan pelajaran. Hal ini
disebabkan karena masih ada siswa yang kurang berpartisipasi dalam mengerjakan LKPD dan
siswa kurang memperhatikan saat temannya melakukan presentasi di depan kelas. Sedangkan
aspek yang lainnya sudah berkategori baik. Saat siklus II, keaktifan siswa dan perhatian
siswa dalam proses pembelajaran sudah berada dalam kategori baik, siswa juga mampu
memberikan kesimpulan pelajaran dengan baik.
Hasil tes akhir tindakan pada siklus II juga mengalami peningkatan dari siklus I.
pada tes akhir tindakan siklus I diperoleh presentase ketuntasan klasikal siswa sebesar
81,16%. Sedangkan, pada tes akhir tindakan siklus II diperoleh presentase ketuntasan
klasikal siswa sebesar 89,28%. Hal ini didukung oleh wawancara bahwa siswa mampu
memahami materi yang diberikan dan mengerjakan soal dengan benar namun masih
kurang teliti dalam penulisannya. Hasil yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa
perbaikan-perbaikan yang peneliti lakukan dalam pelaksanaan siklus II memberikan hasil

Iis Ariska Gobel, Dasa Ismaimuza, dan Idrus Puluhulawa, Penerapan Model … 323
yang baik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keberhasilan tindakan sudah
tercapai dan penelitian tindakan berakhir pada siklus II.
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan tersebut, diperoleh bahwa
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yang dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada soal cerita PLSV di kelas VII SMPN 4 Palu yaitu
mengikuti fase-fase: 1) penyampaian tujuan dan pemotivasian, 2) fase penyajian informasi,
3) fase pengorganisasian kelompok belajar dan penomoran, 4) fase pengajuan pertanyaan atau
permasalahan, 5) fase berpikir bersama, dan 6) fase pemberian jawaban. Hal ini juga didukung
oleh Paembonan (2014) yang menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi penarikan kesimpulan logika
matematika di kelas X SMA GPID Palu dengan mengikuti fase-fase pembelajaran kooperatif
tipe NHT. Selanjutnya Lumentut (2014) juga menemukan bahwa hasil belajar siswa meningkat
dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yang dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada materi soal cerita PLSV di kelas VII SMPN 4 Palu
yaitu dengan mengikuti fase-fase sebagai berikut: (1) fase penyampaian tujuan dan
pemotivasian siswa, (2) fase penyajian informasi, (3) fase pengorganisasian kelompok
belajar dan penomoran, (4) fase pengajuan pertanyaan atau masalah, (5) fase berpikir
bersama, (6) fase pemberian jawaban.
Fase penyampaian tujuan dan pemotivasian siswa, guru menyampaikan tujuan
pembelajaran secara lisan dan memotivasi siswa untuk bersemangat dan terlibat aktif dalam
pembelajaran. Selain itu, guru melakukan apersepsi dengan cara tanya jawab tentang materi
prasyarat. Pada fase penyajian informasi, guru mendeskripsikan secara singkat tentang fasefase model pembelajaran kooperatif tipe NHT yang diterapkan dalam pembelajaran. Pada
fase pengorganisasian kelompok belajar dan penomoran, siswa dikelompokkan ke dalam 6
kelompok belajar yang beranggotakan 4 atau 5 siswa. Setelah itu setiap anggota kelompok
diberi nomor yaitu 1, 2, 3, 4 dan 5. Pada fase pengajuan pertanyaan atau masalah, guru
membagikan bahan ajar dan LKPD pada masing-masing kelompok. LKPD yang diberikan
memuat 5 soal yang dibagikan pada masing-masing anggota kelompok.Pada fase berpikir
bersama, peneliti meminta siswa untuk membaca dan mendiskusikan materi pembelajaran
terlebih dahulu sebelum mengerjakan LKPD. Selanjutnya, siswa mengerjakan tugas mereka
masing-masing dan berdiskusi bersama untuk memperoleh jawaban yang tepat serta
memastikan setiap anggota kelompok dapat mengerjakan dan memahami jawabannya.Pada
fase pemberian jawaban, guru bersama siswa melakukan pengundian untuk menentukan
siswa yang maju mempresentasikan hasil kerja kelompoknya.Pengundian dilakukan dengan
menggunakan dadu undian yang bertuliskan angka 1, 2, 3, 4, 5 dan coba lagi pada sisisisinya.Selanjutnya, siswa yang nomornya diperoleh dari hasil undian mengacungkan
tangan dan maju mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Sedangkan siswa lainnya
menyimak dan menanggapi hasil pekerjaan yang dipresentasikan dalam kegiatan diskusi
kelompok. Setelah berdiskusi, guru memberi penegasan terhadap jawaban siswa dan
mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan pelajaran.

324 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016
Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016

SARAN
Berdasarkan kesimpulan, peneliti dapat memberikan saran yaitu pembelajaran
matematika dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat dijadikan
alternatif oleh guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Guru yang ingin menerapkan
model pembelajaran kooperatif hendaknya memperhatikan alokasi waktu, aktivitas siswa
dan tahapan-tahapan dalam pembelajaran. Sebaiknya siswa juga diberikan lebih banyak
latihan soal untuk dikerjakan secara berkelompok sehingga setiap anggota kelompok
memiliki tanggung jawab serta dapat bekerjasama dan berdiskusi dengan maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Alie, N. H. (2013). Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X2 SMA Neg. 3 Gorontalo pada Materi Jarak
pada Bangun Ruang. Jurnal Entropi 8.01 [Online], Vol.7, No.1, 10 halaman. Tersedia:
http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/JE/article/view/1167.pdf [15 Oktober 2016].
Afrianur, M. (2015). Penerapan Kooperatif Tipe Numbered Heads Together pada Materi
Persamaan Linear Satu Variabel Siswa Kelas VII SMP Muhamadiyah 4 Banjarmasin.
[Online]. Dalam skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Antasari. Banjarmasin:
Diterbitkan. Tersedia:http://idr.iain-antasari.ac.id/114/ [18 Oktober 2015].
Depdiknas. (2006). Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.22
Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Hudojo, H. (1990). Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang: IKIP Malang.
Kemdikbud. (2014). Buku Siswa Matematika SMP/MTS Kelas VII Semester 2 (Edisi Revisi).
Jakarta: Kemdikbud.
Kemmis, S dan Taggart, R. Mc. (2013). The Action Research Planner: Doing Critical
Participatory Action Research. Singapore: Springer Sience [Online]. Tersedia:
https://books.google.co.id/books?id=GB3IBAAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=ke
mmis+and+mctaggart&hl=en&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=kemmis%20and%2
0mctaggart&f=false [26 Oktober 2016].
Lumentut, C. P. (2014). Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 14 Palu
dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Berbantuan Blok Aljabar pada
Materi Perkalian Faktor Bentuk Aljabar. Skripsi Tidak Diterbitkan: FKIP Untad.
Miles, M dan Huberman, A. M. (1992). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tantang
Metode-Metode Baru. Jakarta: UI Press.
Muaifah, U. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads
Together untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Operasi Hitung
Campuran Bilangan Bulat di Kelas VII I SMPN 15 Palu. Skripsi Tidak Diterbitkan:
FKIP Universitas Tadulako.
Nurmu’ani. (2010). Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan Pembelajaran Kooperatif
Numbered Heads Together di SMP Negeri 21 Surabaya. E-Jurnal Dinas Pendidikan

Iis Ariska Gobel, Dasa Ismaimuza, dan Idrus Puluhulawa, Penerapan Model … 325
Kota Surabaya [Online]. Vol.4, 8 halaman. Tersedia: http://dispendik.surabaya.
go.id/surabayabelajar/jurnal/199/4.2.pdf [08 Agustus 2016].
Paembonan, R. D. (2014). Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Penarikan Kesimpulan
Logika Matematika di Kelas X SMA GPID Palu. Dalam Jurnal Elektronik Pendidikan
Matematika Tadulako [Online], Vol.2, No.1, 11 halaman. Tersedia:
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JEPMT/article/view/3235 /2290 [25 Oktober
2016].
Panjaitan, R. (2008). Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Number Heads
Together) pada pokok bahasan Relasi Himpunan [Online], Tersedia:
http://matematikaclub.wordpress.com/ [18 Oktober 2015].
Purwanto. (2013). Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Sukmayasa, Hendra, I. M., L. dan sariyasa. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe NHT berbantuan Senam Otak terhadap Keaktifan dan Prestasi Belajar Matematika.
E-Jurnal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha. [Online], Vol.3, 11
halaman. Tersedia: http://pasca.undiksha.ac.id/ejurnal/indeks.php/jurnalpendas/article/
view/504/2 [9 November 2016].
Wahid, I. (2012). Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Peserta Didik Melalui
Pembelajaran Menyenangkan Secara Islami Berbasis Learning Community Materi
Pesamaan Lingkaran Kelas XI IPA MA NU Nurul Huda Semarang Tahun Ajaran
2011/2012. Skripsi Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo.
Semarang: Diterbitkan. Tersedia: http://library.walisongo. ac.id/digilib/files /disk1/140
/jtptiain--ibnuwahid 0-6996-1-ibnuwah-d.pdf [9 November 2016].
Sutrisno. (2012). Efektivitas Pembelajaran dengan Metode Penemuan Terbimbing Terhadap
Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika [Online], Vol.1,
No.4, 16 halaman. Tersedia: http://fkip.unila.ac.id/ojs/data/journals/II/JPMUVol1No4/
016-Sutrisno.pdf [25 Oktober 2016].
Utami, S. (2014). Pengaruh Creatif Problem Solving Terhadap Pemahaman Konsep Persamaan
Linear Satu Variabel di Kelas VII SMP Nusantara Plus Ciputat. [Online]. Skripsi
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Islam Negeri syarif Hidayatullah. Jakarta:
Diterbitkan. Tersedia: http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/ bitstream /123456789 /25238
/3/ SAKHINA%20SRI%20UTAMI-FITK.pdf [20 Oktober 2016].
Verawati. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads
Together untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII A SMP Negeri 4 Palolo
pada Materi Pertidaksamaan Linear Satu Variabel. Skripsi Tidak Diterbitkan: FKIP
Universitas Tadulako
Viandari, Y. (2009). Implementasi Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining
untuk Meningkatkan Hasil Belajar pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel. EJournal STKIP PGRI Blitar. [Online], Vol. 15 No 2. Tersedia: http:// digilib.stkippgriblitar.ac.id/275/1/YOVITAVIANDARIOKT2013.pdf [18 oktober 2015

Dokumen yang terkait

Penerapan model cooperative learning teknik numbered heads together untuk meningkatkan hasil belajar akutansi siswa ( penelitian tindakan kelas di MAN 11 jakarta )

0 6 319

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together (NHT) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep fluida dinamis

0 8 192

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token Arends Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran IPS Terpadu (Quasi Eksperimen di SMPN 87 Jakarta)

0 8 204

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together terhadap Hasil Belajar Fiqih dalam pokok bahasan Riba, Bank, dan Asuransi. (Kuasi Eksperimen di MA Annida Al Islamy, Jakarata Barat)

0 13 150

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED HEADS TOGETHER Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Numbered Heads Together Pada Siswa Kelas V SDNPekuwon Tahun Ajaran 2013/ 2014.

0 2 17

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PENARIKAN KESIMPULAN LOGIKA MATEMATIKA DI KELAS X SMA GPID PALU | Paembonan | Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako 3235 100

0 0 11

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PERBANDINGAN DI KELAS VII TULIP SMP NEGERI 14 PALU | Aniza | Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako 8450 27767 1 PB

0 0 13

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI HUBUNGAN ANTAR GARIS DAN SUDUT DI KELAS VII SMP NEGERI 12 PALU | Wisnawati | AKSIOMA : Jurnal Pendidikan Matematika 7176 23865 1 PB

0 0 13

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER PADA MATERI ARITMATIKA SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VII SMP NEGERI 10 PALU | Henidarwati | AKSIOMA : Jurnal Pendidikan Matematika 7177 23869 1 PB

0 0 14

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD’S TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PERTIDAKSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL DI KELAS VII SMPN 12 PALU | Suherni | AKSIOMA : Jurnal Pendidikan Matematika 7174 23857 1 PB

0 0 12