BAB 1 pendahulan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Peningkatan kebutuhan ekonomi dan pergerakan masyarakat secara cepat
Memberikan konsekuensi (tugas) kepada pemerintah baik pusat maupun daerah
Untuk melakukan percepatan penyediaan dalam pemeliharaan infrastruktur
Transportasi berupa jalan dan jembatan yang baik. Menimbang hal tersebut,
Kebijakan paska–kontruksi infrastruktur menjadi lebih siqnifikan ini disebankan
Mulainya berbagai kesulitan yang ditimbulkan dalam kegiatan–kegiatan
perawatan, Rehabilitas dengan menejemen jaringan jalan yang sudah ada agar
tetap Digunakan secara baik.
Prasarana jalan yang terbebani oleh volume lalulintas yang tinggi dan
Berulang ulang akan menyebabkan terjadi penurunan kualitas jalan. Sebagai
indikatornya dapat diketahui dari kondisi permukaan jalan, baik kondisi struktural
maupun fungsionalnya yang mengalami kerusakan. Kondisi permukaan jalan dan
bagian jalan lainnya perlu dipantau untuk mengetahui kondisi permukaan jalan
yang mengalami kerusakan tersebut.
Penilitian awal terhadap kondisi permukaan jalan tersebut yaitu dengan
melakukan survei secara visual yang berarti dengan cara melihat dan menganalisis
kerusakan tersebut berdasarkan jenis dan tingkat kerusakannya untuk digunakan

sebagai dasar dalam melakukan kegiatan pemeliharaan dan perbaikan.
Pentingnya kondisi konstruksi perkerasan jalan yang baik diupayakan
mampu memenuhi syarat-syarat berlalu lintas dan syarat-syarat struktural. Syarat-

1

syarat berlalu lintas yaitu konstruksi perkerasan lentur dipandang dari keamanan
dan kenyamanan berlalu lintas, haruslah memenuhi syarat-syarat: permukaan yang
rata,

permukaan cukup kaku, permukaan cukup kesat dan permukaan tidak

mengkilap.

Kondisi syarat-syarat struktural yaitu konstruksi perkerasan jalan

dipandang dari

kemampuan memikul dan menyebarkan beban haruslah


memenuhi syarat-syarat: ketebalan yang cukup, kedap tehadap air, permukaan
mudah mengalirkan air, kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa
menimbulkan deformasi yang berarti.
Salah satu cara penilaian untuk mengetahui dan mengelompokan jenis dan
Tingkat kerusakan perkerasan jalan serta menetapkan nilai kondisi perkerasan
Jalan yaitu dengan cara mencari nilai pavement condition index (PCI).penilaian
Terhadap kondisi perkerasan jalan merupakan aspek yang paling penting dalam
Hal menentukan kegiatan pemeliharaan dan perbaikan jalan. Untuk melakukan
Penilaian kondisi terhadap jalan tersebut, terlebih dahulu perlu ditentukan jenis
kerusakan, penyebab, serta tingkat kerusakan yang terjadi.
Penanganan kerusakan ditunjuk agar jaringan jalan tetap dapat
menjalankan Perannya dengan baik. Hal tersebut dapat terpenuhi jika ruas jalan
yang ada Berada dalam kondisi kemampuan yang pima. Berdasarkan hal tersebut
maka Perlu diadakan evaluasi kembali untuk mengetahui kondisi jalan yang ada.
Setelah diketahui hasilnya kemudian menentukan langkah-langkah penanganan
Kerusakan jalan, hal ini adalah merupakan bagian dari pemeliharaan jalan.
Atas dasar ini, kerusakan jalan harus segera dilaksanakan untuk mencegah.
Kerusakan yang semakin meluas, sehingga pembangunan perkerasan baik
pemeliharan maupun pengawasan sangat diperlukan. Pada dasarnya Pemiliharaan,


2

jalan harus dapat membawa ruas jalan tersebut kekondisi Kemampuan pelayanan
yang mantap dengan masa pelayanan yang lebih panjang. Dalam memenuhi
tuntunan

untuk

meningkatkan sistem pemiliharaan yang baik, Pemerintah

khususnya Departemen

Peruhubungan Umum dalam hal ini dinas Pekerjaan

umum provinsi sulawesi

Tenggara selaku penanggung jawab teknis Telah

menyusun suatu sistem pemeliharaan jalan Nasional dan jalan provinsi Yang
ditunjang dengan peralatan yang didesain khusus untuk kegiatan ini, yaitu Unit

pemeliharaan Rutin (UPR).
Uutuk dapat menyusun program pemeliharaan rutin dan cara penangannya
diperlukan dukungan data lapangan yang engkap yang dapat diperoleh melalui
survey kondisi jalan. Survai kondisi jalan dilakukan secara visual, yaitu dengan
melihat langsung jens dan tipe keruasakan, sehingga hasil yang didapat dari
Pengamatan

tersebut dapat mengumpulkan data-data yang akurat dan dapat

ditetapkan cara perbaikannya.
Berdasarkan pengamatan kami dibeberapa tempat pada ruas jalan poros
meluhu–konawe utara telah mengalami kerusakan, antara lain pada Km 1+500.
Kerusakan jalan pada titik ini didominasi oleh kerusakan berlubang dan retak.
Melalui tugas akhir ini akan diteliti mengenai faktor–faktor yang
mempengaruhi kerusakan jalan tersebut secara metode penanggulangannya pada
ruas jalan meluhu–konawe utara KM 1+500.
1.2 Rumusan masalah
Masalah yang menarik penyusunan untuk mengadakan penelitian adalah
1. Bagaimana identifikasi jenis-kerusakan yang terjadi pada ruas jalan meluhukonawe utara khususnya KM 01+500?


3

2. Berapa besarnya nilai kondisi perkerasan atau pavement condition index (CPI)?
3. Apa solusi yang harus dilakukan dalam penanganan kerusakan yang Terjadi
pada ras jalan meluhu–konawe utara ?
1.3 Tujuan dan manfaat penelitian
Tujuan penilitian adalah:
1. Mengidentifikasi jenis-jenis kerusakan jalan pada ruas jalan.
2. Menghitung nilai kondisi perkerasan jalan atau Pavement Condation index.
3.Penaganan kerusakan pada kontruksi, apakah itu bersifat pemeliharaan,
penunjang, atau rehabilitas.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberi usulan penanganan
kerusakan jalan agar ruas jalan poros meluhu–konawe utara diharapkan tetap
mampu memberikan tingkat pelayanan dan kenyamanan bagi parapemakai jalan.
1.4 Batasan Masalah
Untuk memudahkan didalm proses penelitian sampai dengan analisis,
maka penulis membatasi ruang lingkup pembahasan masalah yang meliputi:
Penelitian hanya pada ruas jalan poros meluhu–konawe utara sepanjang 1,5 KM.
1) Untuk menentukan seberapa besar nilai kondisi perkerasan berdasarkan pada
Pavement Condation Index (PCI) bersumber pada US. Dapartement of

Transportation1982.
2) Untuk alternatif penanganan kerusakan jalan dengan pendekatan Metode Bina
Marga yang bersumber dari Direktorat jendral Bina marga.
3) Penelitian hanya pada flexible pavement saja.

4

1.5 Sistematika Penulisan
Secara sistematika penulisan tugas akhir ini mencakup 5 (lima) bab dengan
susunan sebagai berikut:
Bab 1. PENDAHULUAN: Pada bab ini menerangkan tentang latar belakang,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, batasan masalah, serta
sistematika penulisan.
Bab II. KAJIAN PUSTAKA: Pada bab ini membahas tentang pengertian
transportasi, Aksesbilitas angkutan umum, efektifitas dan efisiensi pelayanan.
Bab III. METODOLOGI PENILITIAN: Pada bab ini menjelaskan metodologi
penilitian yang digunakan, waktu dan tempat penilitian, pengumpulan data dan
analisa data.
Bab 1V. ANALISA DAN PEMBAHASAN: Hasil dan pembahasan, dalam bab ini
akan dibahas aksesibilitas, kerapatan, headway, kecepatan dan faktor muat.

Bab V. KESIMPULAN DAN SARAN: Berisi kesimpulan dan saran yang dapat
dikemukakan sesuai dengan tujuan penilitian ini.

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jalan
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bagian pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu
lintas yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah
permukaan tanah/atau air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api,
jalan lori, dan jalan kabel. (Peraturan pemerintah Nomor 34 tahun 2006).
2.2 Jenis perkerasan
Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang
digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai antara lain batu
pecah, batu kali, dan hasil samping peleburan baja. Bahan ikat yang dipakai
antara lain adalah aspal, semen, dan tanah liat.
Berdasarkan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan sebagai
berikut:


Sumber, sartono,W,.
Gambar 2.1 susunan lapisan perkerasan jalan,sumber : perkerasan lentur jalan
raya,

6

1. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) yaitu perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya
bersipat memikul dan menyebarkan arah lalu lintas ketanah dasar.
2. Konstruksi perkerasan kaku (rigid cement). Yaitu perkerasan yang Menggunakan
semen (portlan cement) sebagai bahan pengikat. Plat Beton dengan atau tanpa
tulangan diletakan diatas tanah dasar dengan auatu tanpa lapis pondasi bawah.
Beban lalu lintas semakin besar dipikul oleh plat beton.
3. Konstruksi perkerasan komposit (composit pavement), yaitu perkerasan kaku
yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur, dapat berupa perkerasan
lenturdiatas perkerasan kaku atau perkerasan lentur. (Silvia sukirman,1992)
2.3 Pemeliharaan jenis perkerasan jalan
Untuk beban roda dengan kecepatan tinggi lebih sesuai dengan flexible
pavement, sedangkan beban yang statis dengan kecepatan rendah lebih cocok

dengan rigid pavement (suryadarmha dan susanto,1999).
2.4 Perkerasan lentur (flexible pavement)
Flexible pavement adalah perkerasan flexible dengan bahan terdiri atas bahan
ikat (berupa aspal, tanah liat), dan batu. Perkerasan ini umumnya terdiri atas 3
lapisan atau lebih. Urut–urutan lapisan adalah lapis permukaan, lapis pondasi,
lapis pondasi bawah, dan sub grade (suryadharma darma dan susanto,1999).
Apabila beban roda yang terjadi pada permukaan jalan berupa P ton, maka beban
ini akan diteruskan kelapisan bawahnya dengan sistem penyebaran tekanan,
sehingga semakin kebawah/dalam tekanan yang dirasakan semakin kecil. Fungsi
dari masing-masing lapisan adalah sebagai berikut:
1) Lapisan Permukaan

7

a. Memberikan suatu bagian permukaan yang rata,
b. Menahan beban geser dari beban roda,
c. Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi beban jalan,
d. Sebagai lapisan aus.
2) Lapisan pondasi
a. Sebagai lapis pendukung bagi lapis permukaan dan juga ikut menahan gaya gesre

dari beban roda,
b. Sebagai lapisan peresapan untuk lapis pondasi bawah.
3) Lapis pondasi bawah
a. Untuk menyebarkan tekanan tanah,
b. Material dapat digunakan kualitas yang rendah agar efisien,
c. Sebagai lapis peresapan,
d. Mencegah masuknya tanah dasar kelapis pondasi atas,
e. Sebagai lapisan 1 untuk pelaksanaan perkerasan. (suryadharma dan
susanto,1999)
2.5 Jenis-jenis kerusakan perkerasan jalan
Secara garis besar kerusakan dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu
kerusakan struktura, mencakup kegagalan perkerasan atau kerusakan dari satu
atau lebih komponen perkerasan yang mengakibatkan perkerasan tidak dapat lagi
menanggug beban lalu lintas; dan kerusakan fungsional yang mengakibatkan
keamanan dan kenyamanan pengguna jalan menjadi terganggu sehingga biaya
operasi kendaraan semakin meningkat (silvis sukirman dalam sulaksono, 2001).
Menurut shahin (1994), ada beberapa tipe jenis kerusakan pada perkerasan
jalan:

8


1. Retak kulit buaya (Alligator Cracking)
Retak yang berbentuk sebuah jaringan dari bidang persegi banyak (polygon)
yang menyerupai kulit buaya, dengan lebar celah lebih besar atau sama dengan 3
mm. Retak ini disebabkan oleh kelelahan akibat beban lalu lintas berulang– ulang.
Kemungkinan penyebabnya adalah:
a. Bahan perkerasan/kualitas material kurang baik sehingga menyebabkan perkerasan
lemah atau lapis beraspal yang rapuh (britle).
b. Pelapukan aspal.
c. Lapisan bawah kurang stabil.
Tingkat kerusakan

Identifikasi kerusakan
Halus, retak rambut/halus memanjang sejajar satu

L

dengan yang lain, dengan atau tanpa berhubungan

M

satu sama lain retakan tidak mengalami gompal.
Retak kulit buaya ringan terus berkembang kedalam
pola atau jaringan retakan yang diikuti dengan gompal
ringan.
Jaringan dan pola retak berlanjut sehingga pecahan-

H

pecahan dapat diketahui dengan mudah, dan dapat
terjadi

gompal

dipinggir.

Beberapa

pecahan

mengalami ricking akibat lalu lintas.
Tabel 2.1. Tingkat kerusakan retak Buaya (alligator cracking)
2. Keriting (corrugation)
Bentuk kerusakan ini berupa gelombang pada lapis permukaan, atau dapat
dikatakan alur

yang terjadi yang arahnya melintang jalan. Kerusakan ini

umumnya terjadi pada tempat berhentinya kendaraan, akibat pengereman
kendaraan. Kemungkinan penyebabnya adalah:

9

a. Stabilitas lapis permukaan yang rendah.
b. Terlalu banyak menggunakan agregat halus.
c. Lapis pondasi yang memang sudah bergelombang.
Tingkat kerusakan
L

Identifikasi kerusakan
Keriting menyebabkan sedikit gangguan.

M

Keriting menyebabkan agak banyak mengganggu.

H

Keriting menyebakan banyak mengganggu.

Tabel 2.2. Tingkat Kerusakan Keriting (corrugation)
3. Amblas (depresion)
Bentuk kerusakan yang terjadi berupa amblas/turunya permukaan lapisan
permukaan perkerasan pada lokasi-lokasi tertentu dengan atau tanpa retak.
Kedalaman retak ini umumnya lebih dari 2cm dan akan menampung/meresapkan
air. Kemungkinan penyebabnya adalah:
a. Beban/berat kendaraan yang berlebihan, sehingga sruktur bagian bawah
perkerasan jalan atau struktu perkersan jalan itu sendiri tidak mampu menahanya.
b. Penurunan bagian perkersan dikarenakan oleh turunya tanah dasar.
c. Pelaksaan pemadatan yang kurang baik.
Tabel 2.3 Tingkat Kerusakan Amblas (Depression)
Tingkat Kerusakan

Identifikasi Kerusakan

L
M

Kedalaman maksimum amblas 1/2-1 inc.
Kedalaman maksimum 1/-2 inc.

H
Kedalaman maksimum amblas >2 ins.
Tabel 2.3 Tingkat Kerusakan Amblas (Depression)
4. Cacat Tepi Perkersan (Edge Cracking)
Kerusakan ini terjadi pada pertemuan tepi permukaan perkersan dengan bahu
jalan tanah (bahu tidak beraspal) atau juga pada tepi bahu jalan beraspal dengan

10

tanah sekitarnya. Penyebab kerusakan ini dapat terjadi setempat atau sepanjang
tepi perkersan dimana sering terjadi perlintasan roda kendaraan dari perkerasan ke
bahu atau sebaliknya. Bentuk kerusakan cacat tepi dibedakan atas ‘gompal’ (edge
break) atau ‘penurunan tepi ’ (edge drop). Kemungkinan penyebabnya adalah:
a. Kurangnya dukungan dari tanah lateral (dari bahu jalan).
b. Drainase kurang baik.
c. Bahu jalan turun terhadap.
d. Konsentrasi lalu lintas berat didekat pinggir perkersan
Tingkat

Identifikasi kerusakan

L

Retak sedikit sampai sedang dengan tanpa.

M
H

Retak sedang beberapa butiran lepas.
Banyak pecahan atau butian lepas.

Tabel 2.4 Tingkat kerusakan cacat tepi perkerasan (Edge cracking)
5. Joint Reflection Cracking
Kerusakan ini pada umumnya terjadi pada permukaan aspal yang telah
dihamparkan diatas perkerasan aspal. Retak terjadi pada lapis tambahan (overlay)
aspal yang mencerminkan pola retak dalam perkersan beton lama yang beradah
dibawahnya. Pola retak dapat kearah memanjang, melintang, diagoanal, atau
membentuk blok. Kemungkinan penyebabanya adalah:
a. Gerakan tanah pondasi.
b. Hilangnya kadar air dalam tanah.
Tingkat kerusakan

Identifikasi Kerusakan
Satu dari kondisi berikut yang terjadi:

L

1. Retak tak terisi lebar 102 mm.
Tabel 2.6 Tingkat kerusakan Penurunan Bahu Pada Jalan (lane)

12

7. Retak memanjang dan melintang (Longitudinal dan Transfer Crack)
Jenis ini terdiri dari macam kerusakan yaitu retak memanjang dan retak
melintang pada perkerasan. Retak ini terdiri berjajar yang terdiri dari beberapa
celah. Kemingkinan penyebabnya adalah.
a. Lemahnya sambungan perkerasan.
b. Perambatan dari retak penyusutan lapisan perkerasan dibawahnya.
Tingkat

Identifikasi kerusakan

kerusakan
Satu dari kondi berikut yang terjadi:
L

1. Retak terisi lebar < 10 mm.
2. Retak terisi, sembarang lebar.
Satu dari kondi yang terjadi:
1. Retak terisi lebar < 10 mm–76 mm.
2. Retak tak terisi, sembarang lebar 76 mm, dikelilingi retak
acak ringan.

M

3. Retak terisi, sembarang lebar yang dikelilingi retak acak
ringan.
Satu dari kondi yang terjadi:
1. Sembarang retak terisi atau tak terisi dikelilingi dengan
retak acak, kerusakan sedang atau tinggi.

H

2. Retak terisi lebih dari 76 mm.
3. Retak sembarang lebar dengan beberapa mm disekitar

retakan.
Tabel 2.7 Tingkat kerusakan retak memanjang dan melintang
8. Tambalan pada galian utilitas

13

Tambalan dapat dikelompokan kedalam cacat permukaan, karna pada tingkat
tertentu (jika jumlah/luas tambalan besar) akan menganggu kenyamanan
berkendara. Berdasarkan sifatnya, tambalan dikelompokan menjadi dua, yaitu
tambalan sementara; berbentuk tidak beraturan mengikuti bentuk kerusakan
lubang, dan tambalan permanen; berbentuk segi empat sesuai rekontruksi yang
dilaksanakan. Kemungkinan penyebabnya adalah.
a. Perbaikan akibat dari kerusakan permukaan perkerasan.
b. Perbaikan akibat dari kerusakan struktural perkerasan.
c. Penggalian pemasangan saluran/pipa.

Tingkat

Identifikasi Kerusakan

L

Tambalan dalam kondisi baik. Kenyamanan.

M

Tambalan sedikit rusak. Kenyamanan kendaraan.

H

Tambalan sangat rusak.

Tabel 2.8 Tingkat Kerusakan Tambalan Pada Galian Utilitas
9. Lubang (Potholes)
Kerusakan ini berbentuk seperti mangkok yang dapat menampung dan
meresapkan air pada bahu jalan. Kerusakan ini terkadang terjadi didekat retakan,
atau didaerah drainasenya kurang baik (sehingga perkerasan tergenang oleh air).
Kemungkinan penyebabnya adalah.
a. Kadar aspal rendah, sehinggah agregatnya mudah terlepas atau lapis
permukaan tipis.

14

b. Pelapukan aspal.
c. Penggunaan agregat kotor.
d. Suhu campuran tidak memenuhi syarat.
maks

Diameter libang rerata

lubang (mm)

(mm)

204-458

448-762

102-204
13 – 25
Low
Low
Medium
25 – 50
Low
Medium
High
¾ 50
Medium
Medium
High
L : belum perlu di perbaiki: penambalan persial atau diseluruh Kedalam
kedalaman
M : penambalan parsial atau diseluruh kedalaman
Tabel 2.9 Tingkat Kerusakan Lubang.
10. Alur (Rutting)
Bentuk kerusakan ini terjadi pada lintasan roda sejajar dengan jalan dan
berbentuk alur. Kemungkinan penyebabnya adalah.
a. Ketebalan lapisan permukaan yang tidak mencukupi untuk menahan beban lalu
lintas.
b. Lapisan perkerasan atau lapisan pondasi yang kurang padat.
c. Lapisan permukaan/lapisan pondasi memiliki stabilitas rendah sehinggah terjadi
deformasi plastis.

Tingkat

Identifikasi Kerusakan

L
Kedalaman alur rata-rata (6 mm-13 mm).
M
Kedalaman alur rata-rata (13 mm-25,5 mm).
H
Kedalaman alur rata-rata >25,4 mm.
Tabel 2.10 Tingkat Kerusakan Alur
11. Sungkur (Shoving)

15

Kerusakan ini membentuk jembulan pada lapisan aspal. Kerusakan biasanya
terjadi pada lokasi tertentu dimana kendaraan berhenti pada
kelandaian yang curam atau tikungan tajam.Terjadinya kerusakan ini dapat
diikuti atau tanpa diikuti oleh retak. Kemungkinan penyebabnya adalah.
a. Stabilitas tanah dan lapisan perkerasan yang rendah.
b. Daya dukung lapis permukaan/lapis pondasi yang tidak memadai.
c. Pemadatan kurang padat saat pelaksanaan.
d. Beban kendaraan pada saat melewati perkerasan terlalu berat.
Tingkat
Kerusaka

Identifikasi kerusakan

L

Menyebabkan sedikit gangguan kenyamanan kendaraan

M

Menyebabkan cukup gangguan kenyamanan kendaraan
Menyebabkan

gangguan

besar

pada

kenyamanan

H
kendaraan
Tabel 2.11 Tingkat kerusakan sungkur (Shoving)
12. Weathring/Raveling (pelepasan butir)
Kerusakan ini berupa terlepasnya beberapa butiran- butiran agregat pada
Permukaan perkerasan umumnya terjadi secara mulus. Kerusakan ini biasanya
dimulai dengan terlepasnya material halus dahulu yang kemudian akan berlanjut
terlepasnya material yang lebih besar (Material Kasar), sehingga akhirnya
membentuk tampungan dan dapat meresap air kebadan jalan. Kemungkinan
penyebabnya adalah.
a. Pelapukan material agregat atau pengikat.
b. Pemadatan yang kurang.
c. Penggunaan aspal yang kurang memadai.
d.Suhu pemadatan kurang.
16

2.6 Mengidentifikasi Kerusakan
Penilaian terhadap kondisi perkerasan jalan merupakan aspek yang paling
penting dalam hal menentukan kegiatan pemeliharaan dan perbaikan jalan. Untuk
melakukan penilaian kondisi perkerasan jalan tersebut, terlibih dahulu perlu
ditentukan jenis kerusakan, penyebab, serta tingkat

kerusakan yang terjadi.

Adapun jenis-jenis kerusakan yang diamati dan kriteria pengukuran dapat dilihat
pada tabel berikut:
N

Type kerusakan

Kriterian pengukuran

o

1

Deformasi
a. Ambles
b. Keriting
c. Sungkur jembul

Kedalaman

(mm)

diukur

dibawah

penggaris 1,2 m
Kedalaan ( mm ) diukur dibawah
penggaris 1,2 m jarak dari puncak
kepuncak gelembung kedalaman (mm)

Retak
a. Retak bulan sabit, retak
2

diagonal,

retak

diukur dibawah penggaris 1,2 m
Lebar retak (mm) yang paling diminan

(lebar)
tengah, Lebar retak (mm) yang paling dominan

retak melintang.
(lebar),
b.Retak blok, retak kulit buaya Jarak antar celah (lebar kontak).

3

tak memanjang.
Kerusakan tepi
a. Rusak tepi

Lebar maksimum dari lapis permukaan
lepas (mm).
Tinggi penurunan (mm)

4
5
6

Cacat permukaan
a. Pengelupasan
b. Kegemukan,pengausan,
pelepasanbutir, tergores.
Lubang
Patch (penambalan)

Ketebalan dari lapis yang mengelupas
(mm) tidak ada spesifikasi
Kedalaman lubang (mm)
Tidak ada sfesifikasi.

17

Tabel 2.12 Kriteria Pengukuran Berdasarkan Type Kerusakan
2.7 Penentuan Nilai Kondisi Perkerasan (PCI)
Untuk melakukan penilaian kondisi perkerasan jalan tersebut, terlebih dahulu
Perlu ditentukan jenis kerusakan, penyebab, serta tingkat kerusakan yang terjadi.
Setelah diketahui nilai kondisi perkerasan berdasarkan hasil perhitungan nilai PCI,
maka selanjutnya dapat dilanjutkan dengan menentukan jenis pemeliharaan atau
perawatan terhadap perkerasan jalan tersebut. Dalam menentukan jenis
pemeliharaannya nilai kondisi perkerasan ini disesuaikan dengan standar bina
marga sehingga didapatkan nilai kondisi jalan. (silvia sukirman,1992).
2.8 Penilaian Kondisi Perkerasan
Pavement Condition Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi
perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi, dan dapat
digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai PCI ini memiliki
rentang 0 (nol) sampai 100 (seratus) dengan kreteria sempurna (excellent), sangat
baik (very good), baik (good) sedang (fair), jelek (poor), sangat jelek (very poor),
dan gagal (failed).
2.8.1 densty (kadar kerusakan)
Density atau kadar kerusakan adalah persentase luasan dari suatu jenis
kerusakan terhadap luasan suatu unit segmen yang diukur dalam mater panjang.
Nilai density suatu jenis kerusakan dibedakan juga berdasarkan tingkat
kerusakannya.

Rumus mencari nilai density :
density=

Ad
X 100
As

18

Atau
density=

Ld
X 100
As

Ket:
Ad = Luas total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m2).
Ld = Panjang total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m).
As = Luas total unit segmen (m2).
2.8.2 Deduct value (Nialai Pengurangan).
Deduct value adalah nilai pengurangan untuk tiap jenis kerusakan yang
diperoleh dari kurva hubungan antara density dan deduct value. Deduct value
juga dibedakan atas tingkat kerusakan atas tiap–tiap jenis kerusakan.

Sumber data sukirman dan susanto, 1999.

Gambar 2.8 Grafik deduct value untuk aligator cracking
2.8.3 Total Deduct value (TDV)

19

Total deduct value (TDV) adalah nilai total dari individual deduct volue untuk
tiap jenis kerusakan yang ada pada suatu unit/rus.
2.8.4 Corrcted Deduct value (CDV)
Corrected Deduct value (CDV) diperoleh kurva hubungan antara nilai TDV
dengan nilai CDV dengan pilihan lengkung kurva sesuai dengan jumlah nilai
individual Deduct value yang mempunyai nilai lebih besar dari 2.

Sumber data sukirman dan susanto, 1999

Gambar 2.9 Grafik hubungan antara TDV dengan CDV
2.9 Klasifikasi Kualitas Perkerasan.
Jika nilai CDV telah diketahui, maka nilai PCI untuk tiap unit dapat diketahui
dengan:
Rumus:
PCI (s) = 100-CDV
Ket:
PCI (s) = Pavement Condition Index untuk tiap unit.
CDV = Corrected Deduct Value untuk tiap unit.
Untuk nilai PCI secara keseluruhan:

20

PCI ¿

∑ PCI ( S)
N

Ket:
PCI

= Nilai PCI perkersan keseluruhan.

PCI (s) = Pavement Condition Index untuk tiap unit.
N

= Jumlah unit.

Dari PCI untuk masing-masing unit penelitian dapat diketahui kualitas lapis
perkerasan unit Segmen berdasarkan unit kondisi tertentu (excellent), sangat baik
(evry good), sedang (fair), jelek (poor) sangat jelek (very poor), dan gagal
(failed).

Gambar 2.10 Diagram nilai PCI
2.10 Cara Perbaikan

21

Metode

perbaikan

yang

digunakan

harus

disesuaikan

dengan

jenis

kerusakannya sehingga diharapkan dapat meningkatkan kondisi perkerasan jalan
tersebut.
Perbaikan berbagai jenis kerusakan dapat dilakukan dengan langkah sebagai
berikut:
1.Penutupan Retak (crack sealing)
Penutupan retak adalah proses pembersihan dan penutupan atau penutupan
ulang retakan dalam perkerasan aspal, yang dimaksudkan untuk memperbaiki
kerusakan dengan penutupan retakan yang meliputi: Retak memanjang, retak
melintang, retak digonal, retak reflektif, retak sambungan pelaksanaan, pelebaran
retakan dan retak pinggir. Menurut Asphalt Institute MS-6 mengenai penutupan
retak, cara yang disarankan adalah:
a. Retak rambut (Hairline Crack): retak yang lebar celahnya kurang dari 6 mm dan
terlalu kecil untuk diisi secara efektif. Oleh karena itu, biasanya dibiarkan saja
kecuali sudah meluas. Jika retak rambut dalam area perkerasan banyak. Maka
perawatan permukaan semacam penutup larutan (sluri seal) atau penutup keping
(chip seal) dapat digunakan.
b. Retak sedang (small crack): Retak yang lebar celahnya antara 6-20 mm, dan
biasanya perbaikan dibuat kira–kira 3 mm lebih besar dari lebar rata–rata retakan,
dan kemudian larutan (sluri seal). Jika kedalaman retakan lebih besar dari 20 mm,
material penyangga (backer rod). Dapat dipasang untuk mengawetkan penutup.
c. Retak sedang (medium crack): Retak yang lebar celahnya antara 20–25 mm,
biasanya hanya membutuhkan pembersihan dan penutupan dengan penutup

22

larutan (slury seal). Jika kedalaman retakan lebih besar dari 20 mm, material
penyangga (backer rod). Dapat dipasang untuk mengawetkan penutup.
d. Retak besar (large crack): Retak yang lebih lebar celahnya lebih besar dari 25
mm. Perbaikan dilakukan dengan larutan aspal emulsi atau campuran aspal panas
(HMA) bergradasi halus. Adapun prosedur penutupan retak adalah sebagai
berikut:
1) Retakan dibersikan dengan menggunakan salah satu alat, seperti: Alat semprot
bertekanan tinggi, ledakan pasir (sand blasting), sikat kawat, ledakan udara panas
(hot air blasting) atau air bertekanan tinggi.
2) Sesudah pembongkaran bahan penutup lama pada retakan, dan atau pambersihan
retakan, lalu diukur kedalamannya. Jika kedalaman lebih dari 20 mm, dibutuhkan
material panyangga (backer road) untuk menutup. Material penyangga harus
tidak mudah mampat, tidak susut, tidak menyerap dengan titik leleh lebih besar
dari titik leleh bahan penutup.
3) Segera sesudah penutupan, periksa retakan untuk meyakinkan kebersihannya,
kering dan material penyangga telah terpasang dengan baik.
4) Penutupan harus dilakukan dari bawah keatas retakan untuk mencegah udara
terperangkap, supaya tidak terbentuk bagian yang lemah pada penutp. Untuk
mencegah adanya tanda bekas jejak roda, penutup harus dipasang 3–6 dibawah
puncak dari permukaan retakan.
2. perawatan permukaan (Surface Treatment)
perawatan permukaan (Surface Treatment) adalah istilah yang mencakup
beberapa tipe penutup aspal dan terbatu bara (coal tar) atau gabungan agregate
aspal. Perawatan permukaan tebalnya umumnya tidak lebih dari 25 mm, dan dapat

23

diletakan pada sembarang permukaan perkerasan. aspal untuk perawatan
permukaan terdiri dari lapis tipis beton aspal yang terbentuk dari penrapan emulsi
aspal, cut back atau pengikat aspal ditambah dengan agregate untuk melindungi
atau memulikan kondisi permukaan perkersan yang telah ada. Tipe dan nama
perawatan permukaan termaksut diantaranya adalah: penutuk pasir (sand seal),
penutup keping (chip seal) atau kadang-kadang disebut lapis penutup (seal coat).
Perawatan permukaan dapat dibagi sub kelompok: penutup perkerasan (pavemen
sealer) keping penutup (chip seal) dan penutup larutan (slury seal). Beda dari
ketiganya adalah, pavemen sealera tidak mengandung agregate sedangkan chip
seal dan sluri seal berisi agregate dangan porsi yang signifikan.
a. Penutup perkerasan (pavemen sealer) penutup perkerasan dapat digunakan untuk
pemeliharaan yang sifatnya pencegahan atau perbaikan, seperti :
1) Fog seal: lapis penutup yang berupa fog seal adalah aspal emulsi tipis dengan tipe
ikatan ambat yang biasanya tanpa agregat penutup dan cock digunakan untuk
memperbaharui permukaan aspal yang telah menjadi kering dan menjadi getas
oleh umur, mengisi retak kecil dan rongga permukaan serta melapisi permukaan
partikel agregate agar tidak terjadi lepasnya butiran (raveling).
2) Penutup aspal (asphalt sealers) dan terbatu bara (coal tar): Penutup aspal (asphalt
Sealers) atau lapis penutuop (seal coat) terdiri dari material dasar seperti hasil
Penyulingan ter batu bara (coal tar) atau semen aspal dan air. Lapisan ini tidak
menambah kekuatan struktur perkerasan dan umumnya digunakan untuk menutup
retak rambut, mengingikat bersama-sama permukaan yang mengalami butiran
lepas (raveling) serta membuat oksidasi dan memperlambat penetrasi air.
b. Keping penutup (chip seal)

24

Keping penutup (chip seal) adalah perawatan aspal yang disemprotkan pada
lapis pengikat aspal, emulsi atau cutback yang diikuti oleh penyebaran agregate
ditasnya, istilah cheap menunjukan sifat ukuran tunggal dari agregate, yang
umumnya berupa agregate batu pecah. Chip sheal ini cocok digunakan pada jalan
raya dengan volume rendah untuk penanganan kerusakan pada area luas dengan
retakan kecil yang rapat (aligator cracking), pelapukan (weathering), atau butiran
lepas (raveling), agregate licin (polished agregate), dan retak blok (block
cracking).
c. Penutup larutan (slurry seal)
Penutup larutan (slurri seal) adalah perawatan yang dapat digunakan untuk
pemeliharaan yang sifatnya pencegahan atau perbaikan. Penutup larutan adalah
suatu campuran yang terdiri dari aspal emulsi ikatan lambat, agregate halus,
mineral pengisi dan air. Dalam kasus khusus, dalam larutan ditambahkan material
tambah (additive) untuk memodifikasi karakteristik lamanya waktu perawatan.
Material ini biasanya dikombinasikan dalam mesin spesial yang dirancang untuk
pencampuran dan peletakan penutup larutan. Penghamparan larutan dilakukan
satu tahap, dengan ketebalan antara 3–10 mm. Karena tipisnya, ukuran maksimum
agregate umumnya tidak lebih dari 9-10 mm dan dapat sekecil 4.75 atau 5 mm.
Penutup larutan berfungsi untuk:
penutup retakan, menghentika pelepasan butiran, dan memperbaiki kekesatan
permukaan.
3. Penambalan (patching)
Penambalan (patching) diseluruh kedalaman cocok untuk perbaikan permanen,
sedangkan perbaikan sementara cukup ditambal dikulit permukaan perkerasan

25

saja. Penambala cocok untuk memperbaiki kerusakan: Aligator cracking, pothole,
patching, corrugation, shoving, depression, slippage cracking, dan ruting.
a. Penambalan permukaan
Penambalan

permukaan

umumnya

hanya

bersipat

sementara

untuk

memperbaiki kerusakan, shoving, corrugation, depression, weathering, and
ravelinh, and aligator cracking. Penambalan permukaan dapat dilakukan dengan
tanpa melakukan penggalian untuk menyamakan permukaan yang telah ada, atau
dapat dilakukan dengan cara mengupas sebagian atau seluruh camouran
perkerasan aspal yang telah ada untuk memperbaiki kerusakan. Penambalan
permukaan dilakukan sebagai berikut:
1) Tandai area yang akan diperbaiki. Jika yang akan diperbaiki berupa kerusakan
depression atau ruting, perbaikan harus dikerjakan sedemikian rupa sehinggah
elevasi area perbaikan sama dengan perkerasan sekitarnya.
2) Jika penambalan dilakukan dengan cara membongkar perkerasan, kupas sampai
kedalaman yang cukup untuk membongkar material yang rusak.
3) Sesudah mebongkar perkerasan, bersikan area ini dengan semprotan bertekanan
udara tinggi, dan selanjutnya setelah kering, gunaka tack coat pada bagian pinggir
dan dasar area tambalan.
4) Setelah tack coat dilakukan, segera letakan aspal panas dalam area yang dibongkar
atau keseluruhan area yang ditambal.
5) Untuk penambalan tanpa perkerasan yang telah ada sebaiknya menggunakan
campuran aspal dan pasir halus.

26

6) Padatkan aspal dengan alat pemadat yang disesuaikan dengan ukuran tambalan.
Hal penting yang harus diperhatikan tambalan harus diratakan sesuai dengan
permukaan perkerasan disekitarnya.
b. Penambalan diseluruh kedalaman dengan cara membongkar seluruh material yang
berada diarea yang mengalami kerusakan dan digantikan dengan campura aspal
yang masi segar. Perbaikan ini bertujuan untuk memperbaiki kerusakan struktural
dan material yang terkait dengan kerusakan ruting, alligator cracking, dan
corrugattion penambalan dilakukan sebagai berikut:
1) Area tambalan sebaiknya dilebihkan sekitar 15-30 cm diluar area yang rusak.
Perkerasan digali sesuai kebutuhan termasuk lapis pondasi granurel dan tanah
dasar untuk memperoleh retak akibat penggelinciran (slippage cracking)
perbaikan hanya dilakukan pada lapis aspal yang rusak sedangkan untuk
kerusakan alligator cracking perlu pembongkaran material pondasi granuler atau
tanah dasar yang lemah.
2) Setelah penggalian, singkirkan material dari area digali dan ratakan padatkan
pondasi granurel atau tanah dasar agar menciptakan pondasi yang kuat.
3) Hamparkan tack coat untuk tepi vertikal galian dan prime coat atau tack coat
untuk dasar galian.
4) Urug galian dengan campuran aspal dan tuangkan campuran lebih dahulu pada
tepi galian. Hamparkan campuran dengan hati-hati untuk menghindari pemisahan
campuran. Material untuk menambal harus cukup, supaya setelah dipadatkan tidak
menghasilkan cekungan atau cembulan pada tambalan. Campuran aspal panas
harus diletakan perlapis, untuk menambah tahanan panas dan kepadatan cukup.

27

5) Padatkan tiap lapis tambalan dengan baik setelah pemadatan, permukaan tambalan
harus elevasi yang sama dengan perkerasan. Urutan prioritas penanganan
kerusakan jalan dilaksanakan berdasarkannilai PCI, dimana pada unit penelitian
yang memiliki nilai PCI terkecil memperoleh prioritas penaganan terlebih dahulu.
Dengan nilai PCI sebesar 18 (rating verry poor).
2.11 Penelitian Terdahulu
1) Analisa factor penyebab kerusakan jalan (studi kasus W.J. Lalamentik dan ruas
jalan Gor Flobamaro), I made Udiana, Jurnal Teknik Sipil, Vol.III.No.2 tahun
2014. Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui factor–factor penyebab kerusakan
jalan dan solusi untuk mengatasi kerusakan yang terjadi, dengan mengunakan
metode penilitian lapangan atau survey data prime. Hasil penilitian adalah bahwa
beberapa jenis kerusakan jalan terdenfikasi penyebab kerusakan jalan yang
dominan yakni akibat beban lalulintas. Sehingga solusi yang direkomendasikan
adalah pemiliharaan rutin melalui instansi yang berwenang.
2) Evaluasi kondisi jalan dan pengembangan prioritas penanganannya, Dian Agung
Saputro, Jurnal Rekayasa Sipil Volume 5 No.2 tahun 2011. Tujuan penilitian ini
adalah Mengevaluasi

kerusakan

jalan dikecamatan Kepanjen dan prioritas

penanganannya dengan mengunakan metode Bina Marga

dan ASTM dengan

penentuan prioritas menggunakan metode AHP. Hasil dari penilitian menjelaskan
bahwa kerusakan jalan didominasi oleh lubang (fotholes) sebesar 29,45%.
3) factor-factor penyebab kerusakan dini pada perkerasan jalan, Waisa Saroso,
puslitbang jalan dan jembatan. November 2008. Tujuan penilitian ini adalah untuk
mengkaji factor-factor penyebab kerusakan jalan dengan metode yang digunakan
adalah penyelidikan bahan/material dilabolatorium. Hasil penelitian menjelaskan

28

bahwa kerusakan jalan disebabkan oleh kurang kadar asphalt, pemadatan tidak
maksimal, rongga antara material sangat besar sehingga isian aspal antara agregat
jadi rendah yang menyebabkan kerusakan jalan sangat cepat.
4) Perbandingan metode Bina Marga dan Metode PCI dalam penilaian kondisi
perkerasan jalan, Margareth Evelyen Bolla, Universitas Nusa Cendana. Tujuan
penilitian membandingkan nilai kondisi ruas jalan Kaliruang melalui dua metode
tersebut berdasarkan data primer. Hasil penilitian menunjukan bahwa dari kedua
metode yakni metode PCI dan metode Bina Marga memperoleh nilai yang relative
sama yakni kondisi jalan tersebut masi dalam kategori wajar, namun memerlukan
pemeliharaan dan perbaikan.
5) Tingkat kerusakan jalan sebagai dasar kebijakan penanganan kerusakan jalan
kabupaten Banggai kepulauan,Yorim Mbolian, Teknik Perencanaan Prasarana
Universitas Hasanuddin-Makassar. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk
mengetahui jenis kerusakan jalan dan kebijakan yang dapat diambil sebagai
penanganannya, dengan menggunakan metode pendekatan deskriftif kualitatif dan
kuantitatif melalui data hasil survei lapangan. Hasil penilitiannya adalah bahwa
kerusakan jalan pada struktur perkerasannya atau karna ketebalan struktur tidak
sesuai, penggunaan material, tidak sesuai dengan spesifikasi, pemadatan tidak
sempurna dan drainase jalan tidak kombinasikan / tidak ada drainase.

29

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Secara umum garis besar rancangan penelitian yang kami lakukan bisa dilihat
bagian bawah ini:

Mulai

Studi Pendahuluan

Kajian Pustaka

Pengumpulan Data
Data Primer
Data Kerusakan Jalan
Data Ukuran Jalan

Data Sekunder
Peta Jaringan jalan
Kab. Konawe

Analisa Data
Menghitung density
Menghitung deduct value (DV)
Menghitung total deduct value (TDV)
Menghitung corrected deduct value (CDV)
Menghitung pavement condition indexs (PCI)
Menghitung nilai rata–rata PCI untuk setiap segmen
Menentukan perkerasan jalan

Kesimpulan dan saran
Selesai
30

Gambar 3.1 Bagan Alir Penilitian
3.2 Waktu dan lokasi penelitian
Waktu penelitian ini direncanakan selama 3 (tiga) bulan dengan lokasi penelitian
pada ruas jalan Meluhu-Konawe Utara Sta 1+000-KM 7+000. Uraian waktu
pelaksanaan dibuat dalam tabel berikut ini:
Bulan
Uraian kegiatan

I
1

2

3

4

II
5

6

7

8

III
9 1

11 1

0

2

Penyusunan proposal
Ujian poposal
Penelitian/pengambilan data
primer
Pengambilan data sekunder
Analisa data

3.3 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode sebagai berikut:
Metode observasi, yaitu suatu metode melaksakan pengamatan dan pencatatan
langsung dilapangan maupun melalui instansi-instasi yang berwenang untuk
mendapatkan informasi tersebut. Metode wawancara, yaitu suatu metode dengan
mengadakan wawancara langsung dengan pihak-pihak yang berwenang terhadap
permasalahan yang ada hubungan masalah yang dihapus.
3.4 Jenis dan Sumber Data
3.4.1Data-data Primer adalah :
Data primer adalah data yang diperoleh dari peninjauan langsung atau data
utama. Dari pengamatan dilapangan bisa diketahui lokasi perencanaan perkerasan

31

yang akan dibangun, kondisi lapangan dan keadaan tanah. Adapun data-data
primer yang dibutuhkan antara lain:
a. Lebar perkerasan
b.Lebar tiap jalur
c. Data sekunder
3.4.2 Data sekunder
Data

sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara menghubungi

instansi terkait seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang, BMG dan lainlain yang berhubungan dengan penelitian tersebut. Adapun data–data sekunder
yang dibutuhkan adalah ruas jalan tempat penelitian.
3.5 Analisa Data Penelitian
Data dari pengamatan visual dilapangan kemudian diformulasikan ke dalam tabel
untuk diketahui tingkat kerusakannya sebagai berikut:
a. Density (Kadar Kerusakan)
Nilai jenis Kerusakan (density) menggunakan rumus:
Density=

Ad
x 100
As
Atau

Density=

Ld
x 100
As

Ket :
Ad = Luas total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m2)
Ld = Panjang total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m)
AS = Luas total unit segmen (m2)
b. deduct value (Nilai Pengurangan).

32

Deduct value atau nilai pengurangan untuk tiap jenis kerusakan yang diperoleh
dari kurva hubungan antara density dan deduct value. Deduct value untuk tiap-tiap
jenis kerusakan akan diukur berdasarkan grafik.

c. Total Deduct value (TDV)
Total Deduct value (TDV)= Nilai total deduct value pada tiap jenis kerusakan dan
tingkat kerusakan yang akan.
d. Corrected Deduct Value (CDV)
Corrected Deduct Value (CDV) akan dianalisis dengan menggunakan kurva antara
nilai TDV dengan pemilihan lengkur kurva sesuai dengan jumlah nilai individual
deduct value yang mempunyai nilai lebih besar dari 2.
e. Niali PCI
Jika nilai CDV telah diketahui, maka nilai PCI untuk tiap unit dapat diketahui
dengan.

Rumus:
PCI (s) = 100–CDV
33

Ket:
PCI (s) = Pavement Condicitio Index untuk tiap unit
CDV = Corrected Deduct Value untuk tiap unit
Untuk nilai PCI secara keseluruhan
PCI

=

∑ PCI (S)
N

Ket:
PCI

= Nilai PCI Perkerasan keseluruhan

PCI (s) = Corrected Deduct Value untuk tiap unit
N

= Jumlah unit

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
34

4.1 kriteria Kerusakan jalan poros meluhu – konawe utara
Lapisan perkerasan sering mengalami kerusakan atau kegagalan sebelum
mencapai umur rencana. Kerusakan pada perkerasan dapat dilihat dari kegagalan
fungsional dan sturktural yang terjadi pada jalan poros meluhu – konawe utara.
Kegagalan fungsional adalah apabila perkerasan tidak dapat berfungsi lagi sesuai
dengan yang direncanakan dan menyebabkan ketidak nyamanan bagi pengguna
jalan. Sedangkan kegagalan struktural terjadi ditandai dengan adanya rusak pada
satu atau lebih bagian dari struktur perkerasan jalan yang disebabkan lapisan
tanahdasar yang tidak stabil, beban lalu lintas, kelelahan permukaan, dan
pengaruh kondisi lingkungan sekitar.
Menurut hasil survey identifikasi geometrik pada konstruksi jalan dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
a. Air, yang dapat berasal dari hujan, sistem drainase jalan yang tidak baik, atau
naiknya air berdasarkan sifat kapilaritas air bawah tanah.
b. Iklim, disulawesi tenggara yang termasuk beriklim tropis dimana suhu dan curah
hujan yang umumnya tinggi.
c. Lalu lintas, yang diakibatkan dari peningkatan beban ( sumbuh kendaraan) yang
melebihi beban rencana, atau juga repetisi beban ( volume kendaraan) yang
melebihi volume rencana sehingga umur rencana jalan tersebut tidak tercapai.
d. Material konstruksi perkerasan, yang dapat disebabkan baik oleh sifat/ mutuh
material yang digunakan ataupun dapat juga akibat cara pelaksanaan yang tidak
sesuai.
e. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil, yang mungkin disebabkan karna cara
pemadatan tanah dasar yang kurang baik, ataupun juga memang sifat tanah
dasarnya yang memang jelek.

35

4.2 Menentukan Jenis Pemeliharaan Berdasarkan Nilai Indeks Kondisi
Perkerasan.
Setelah diketahui nilai kondisi perkerasan berdasarkan dari perhitungan nilai PCI,
maka selanjutnya dapat dilanjutkan dengan menentukan jenis pemeliharaan ataau
perawatan terhadap perkerasan jalan tersebut. Dalam menentukan jenis
pemeliharaanya nilai kondisi perkerasan ini disesuaikan dengan standar bina
marga sehingga didapatkan nilai kondidi jalan.
4.2.1 Survey Pendahuluan.
Yakni sebelum survey detail karna survey detail akan mengacuh pada hasil survey
ini. Survey ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum perkerasan, data
geometrik, dan jenis – jenis kerusakan yang sering terjadi dilapangan. Hal ini akan
sangat membantu unuk survey selanjutnya karna sudah memiliki gambaran
kondisi lapangan. Lokasi penilitian dalam tugas akhir ini yakni pada luas jalan
poros meluhu – konawe utara memiliki panjang ± 7 km,
4.2.2 Menentukan Unit Sampel
Unit sampel dibagi dalam beberapa unit hal ini dilakukan untuk mempermudah
dalam pelaksanaan perhitungan dan pengelahan data nantinya, dan dalam
menentukan

unit

sampel

indikatornya

dilihat

dari

jenis

kerusakannya

geometriknya.
Ukuran luasan unit sampel yang diambil dalam penelitian ini sebagai mana
ditunjukan dalam berikut :
Tabel 4.1 Data ukuran unit sampel
Ruas jalan

Ukuran unit (m x m)

Jumlah unit

36

meluhu-konaweutara

Panjang sampel 200 m

0+000sd 7+000)
Lebar lajur=3,50 m

3,50× 200 = 700 m2

3,5

Lebar jalur=700 m
Dalam pengambilan data ukuran unit sampel saya mengambil dari jarak 200 meter
per sample supaya memudahkan saya cara menghitung unit sample yang saya
teliti dalam kerusakan jalan.
Tabel 4.1 data ukuran unit sampel
1

2

3

200

200

11

12

200

4

5

6

7

8

9

10

200

200

200

200

200

200

200

13

14

15

16

17

18

19

20

200

200

200

200

200

200

200

200

200

200

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

200

200

200

200

200

200

200

200

200

200

31

32

33

34

35

200

200

200

200

200

37

Dari tabel diatas saya membagi sample dari 1 sampai 35 sample dan dikali 200
per unit sample.
Gambar 4.1 pembagian unit sampel
Dimana pembagian unit sample ini saya membagikan dari segmen yang pertama
menuju segmen berikutnya, dan saya mengambil jarak pembagian segmen untuk
menentukan ukuran unit sample yang telah saya tinjau lokasinya, yaitu 200 meter
per segmen.
4.2.3 Menentukan jumlah unit sampel yang akan Diperiksa.
Tahapan yang dilakukan untuk menentukan jumlah unit sampel
1. Menentukan jumlah minimum unit sampel yang diperiksa.
Berdasarkan gambar di atas, dimana jumlah unit sampel (N) = 35, standar deviasi
(s) untuk perkerasan aspal = 10 dan nilai kesalahan. Yang diijinkan (e) = maka
didapat jumlah minimum unit sampel yang diperiksa(n).
2. pemilihan unit sampel.
Pemilihan unit sampel merupakan interval yang dilakukan untuk
pengambilan sampel secara acak, yang didapatkan dari persamaan diatas.
Jadi pemilihan unit sampel dilakukan pada tiap interval 2 seperti padaGambar 4.2
1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

200

200

200

200

200

200

200

200

200

200

11

200

12

200

13

200

14

200

15

200

16

200

17

200

18

200

19

200

20

200

38

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

200

200

200

200

200

200

200

200

200

200

31

32

33

34

35

200

200

200

200

200

Berdasarkan gambar 4.2 diatas dapat terliat bahwa pengambilan sampel secara
acak dilakukan tiap interval 2 ( dua ), sehingga didapatkan jumlah sampel yang
akan ditinjau dari KM 0+000 s.d KM 7+000 sebanyak 18 simpel.
4.3 mengukur setiap jenis kerusakan.
Pengukuran untuk setiap jenis kerusakan dilakukan pada 6 sampel yang telah
dipilih secara acak yang ditunjukan pada tabel 4.2 berikut ini :
Tabel 4.3 lokasi pengukuran
n

No. sampel

Lokasi

o
1

2

Km 0 + 200 s/d km 0 + 400

2

4

Km 0 + 600 s/d km 0 + 800

3

6

Km 1 + 000 s/d km 1 + 200

4

8

Km 1 + 400 s/d km 1 + 600

5

10

Km 1 + 800 s/d km 2 + 000

6

12

Km 2 + 200 s/d km 2 + 400

7

14

Km 2 + 600 s/d km 2 + 800

39

8

16

Km 3 + 000 s/d km 3 + 200

9

18

Km 3 + 400 s/d km 3 + 600

10

20

Km 3 + 800 s/d km 4 + 000

11

22

Km 4 + 200 s/d km 4 + 400

12

24

Km 4 + 600 s/d km 4 + 800

13

26

Km 5 + 000 s/d km 5 + 200

14

28

Km 5 + 400 s/d km 5 + 600

15

30

Km 5 + 800 s/d km 6 + 000

16

32

Km 6 + 200 s/d km 6 + 400

17

34

Km 6 + 600 s/d km 6 + 800

18
35
Sumber : survey data diolah, 2017

Km 7 + 000

Tiap kerusakan diukur kerusakannya sesuai dengan ketentuannya. Kemudian data
yang diperoleh dimasukan kedalam formulir yang tersedia. Berikut disajikan hasil
pengukuran setiap jenis kerusakan pada tiap unit sampel.
Tabel 4.4 hasil pengukuran jenis kerusakan per unit sampel

unit

Retak

Retak

memanjang

melintang

Luas (m2
Retak Pelepasan
kulit

tambalan

Amblas

9
1.6
4.6
4.0
1.0
-

9
-

butir

SL
buaya

1
2

4
6

4
L
M
H
L
M
H
L
M
H

6
4.8
-

9
2.0
1.8
0.5
2.0
-

12
2.6
14.0
12.0
4.0
-

9
0.6
-

40

L
M
H
L
M
H
L
M
H
L
M
H
L
M
H
L
M
H
L
M
H
L
M
H
L
M
H
L
M
H
L

6.8
4.0
2.4
1.6
8.0
12.0
2.2
1.0
6.0
2.0
2.0
0.6
-

1.0
0.8
1.0
4.0
2.0
1.6
2.0
1.2
2.3
1.0
-

7.0
0.0
0.0
12.0
6.4
2.4
1.8
12.0
1.4
2.0
3.5
3.5
1.2
1.0
-

2.0
0.5
2.1
1.4
0.2
2.2
2.0

14.0
3.2
2.0
0.5
2.4
6.0
1.6
3.0
2.1

0.5
0.8
0.4
0.5
0.5
2.6
1.8
1.0

M
H
L
M
30
H
L
M
32
H
L
M
34
H
Jumlah

4.0
2.0
54

2.0
0.6
0.5
1.5
1.0
28.8

1.6
2.6
8.0
2.5
1.0
98.8

0.8
11.8

1.0
0.8
48.8

2.4
10.8

8
10
12
14
16
18
20
22
24

28

41

Pada tabel 4.4 diatas menunjukan bahwa pada 18 unit sampel yang ditinjau
ditemukan tujuh jenis kerusakan perkerasan, yaitu retak memanjang ( longitudinal
crack), retak melintang (transverse crack), retak kulit buaya (aligator cracking),
pelepasan butir (ravelling), tambalan (patching), sungkur (shoving) dan amblas
(depression). Dari 18 unit sampel yang diukur diperoleh jenis kerusakan yang
paling umum terjadi, yaitu retak kulit buaya, retak memanjang, retak melintang,
tambalan dan pelepasan butir. Retak kulit buaya sangat mendominasi pada ruas
jalan tersebut yakni sebesar 39,13 persen.

Berikut ditampilkan persentase

keruasakan yang terjadi pada segmen ruas jalan tersebut.
Tabel 4.5 persentase perbandingan kerusakan
No

Jenis keruskan

Luas

kerusakan

1

retak memanjang (longitudinal

( m2 )
54,00

21,45

2

crack)
Retak melintang (transverse

28,8

11,44

98,5
11,8
48,1
10,5
251,7

39,14
4,69
19,11
4,17
100,00

crack)
Retak kulit buaya (alligator crack)
Pelepasan butir (ravelling)
Tambalan (patching)
Amblas (depression)
jumlah
Sumber: data diambil.2017
3
4
5
6

4.4 menghitung nilai densitas
Perhitungan nilai densitas merupakan tahapan awal yang dilakukan dalam
perhitungan pavement condition index (PCI) yang didasarkan pada data hasil
pengukuran untuk setiap jenis kerusakan.
Sebagai contoh dilakukan perhitngan PCI untuk unit sampel 3.
4.5 menghitung nilai pengurangan (deduct)

42

nilai pengurangan atau deduct didapatkan dengan menyelesaikan nilai densitas
yang diperoleh dengan grafik kerusakan masing – masing dengan tingkat
kerusakan.
- Retak Kulit Buaya (Aligator Cracking)

Dari grafik didapatkan nilai deduct untuk nilai densitas 3.25% dengan tigkat
severitas low adalah 14, untuk nilai densitas 3,29% dengan t