T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Cara Perawatan Pengguna Narkoba Selama Proses Rehabilitasi T1 BAB II

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

PENGERTIAN NARKOBA
Istilah “narkoba” adalah singkatan dari narkotika dan
obat/bahan

berbahaya.

Lama

kelamaan

disadari

bahwa

kepanjangan narkoba tersebut keliru sebab istilah obat “berbahaya”
dalam ilmu kedokteran adalah obat-obatan yang tidak boleh dijual

bebas, karena pemberiannya dapat membahayakan bila tidak
melalui

pertimbangan

medis.

Banyak

jenis

narkotika

dan

psikotropika memberi manfaat yang besar bila digunakan dengan
baik dan benar dalam bidang kedokteran. Tindakan operasi
(pembedahan) yang dilakukan oleh dokter harus didahului dengan
pembiusan. Orang mengalami stres dan gangguan jiwa diberi obatobatan yang tergolong psikotropika oleh dokter agar dapat sembuh.
Banyak jenis narkoba yang sangat bermanfaat dalam bidang

kedokteran. Karenanya, sifat antinarkoba sangat keliru, yang benar
adalah anti penyalahgunan narkoba (Partodiharjo, 2003: 10).
Selain

itu

“narkoba”,

istilah

lain

yang

diperkenalkan

khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah
“NAPZA” atau “NAZA” yang merupakan singkatan dari Narkotika,
Psikotropika dan Zat adiktif. Narkoba merupakan bahan/zat yang
bila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama


9

susunan syaraf pusat/otak sehingga bilamana disalahgunakan akan
menyebabkan gangguan fisik, psikis/jiwa dan fungsi sosial.
Semua zat yang termasuk NAZA menimbulkan adiksi
(ketagihan) yang pada gilirannya berakibat pada dependensi
(ketergantungan). Zat yang termasuk NAZA memiliki sifat sebagai
berikut :
a.

K
einginan yang tak tertahankan (an over – powering
desire)

terhadap zat yang dimaksud, dan kalau perlu

dengan jalan apapun untuk memperolehnya.
b.


K
ecenderungan untuk menambah takaran (dosis) sesuai
dengan toleransi tubuh.

c.

K
etergantungan psikologis, yaitu apabila pemakaian zat
dihentikan akan menimbulkan gejala – gejala kejiwaan
seperti kegelisahan, kecemasan, depresi dan sejenisnya.

d.

K
etergantungan
dihentikan

fisik,

akan


yaitu

apabila

menimbulkan

pemakaian

gejala

fisik

zat
yang

dinamakan gejala putus zat (withdrawal symptoms).
(Hawari, 2009: 6).

10

2.1.1

N
arkotika
Dalam Undang-Undang RI no. 35 Tahun 2009 tentang
narkotika, pengertian narkotika adalah zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis
maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan.
Jenis narkotika dibagi atas 3 golongan menurut
Undang-Undang RI No.35 tahun 2009, yaitu :
a.

N
arkotika

golongan


I

:

dilarang

digunakan

untuk

kepentingan pelayanan kesehatan. Dilarang diproduksi
dan/atau digunakan dalam proses produksi, kecuali dalam
jumlah

yang

sangat

terbatas


untuk

kepentingan

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Contoh :
ganja, morphine, putaw adalah heroin tidak murni berupa
bubuk.
b.

N
arkotika golongan II : adalah narkotika yang memiliki daya
adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan

11

penelitian. Contoh : petidin dan turunannya, benzetidin,
betametadol.
c.

N

arkotika golongan

III : adalah narkotika yang memiliki

daya adiktif ringan, tetapi dapat bermanfaat untuk
pengobatan

dan

penelitian.

Contoh

:

codein

dan

turunannya.


2.1.2. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun
sintetis, bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan
khas pada aktifitas mental dan perilaku, digunakan untuk mengobati
gangguan jiwa (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun
1997).
Jenis psikotropika dibagi atas 4 golongan menurut
Undang-Undang RI No.5 tahun 1997, yaitu :
a. Golongan I : adalah psikotropika dengan daya adiktif
yang sangat kuat untuk menyebabkan ketergantungan, belum
diketahui manfaatnya untuk pengobatan, dan sedang diteliti
khasiatnya seperti esktasi (menthylendioxy menthaphetamine

12
dalam bentuk tablet atau kapsul), sabu – sabu (berbentuk kristal
berisi zat menthaphetamin).
b. Golongan II : adalah psikotropika dengan daya aktif
yang kuat untuk menyebabkan Sindroma ketergantungan serta

berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : ampetamin
dan metapetamin.
c. Golongan III : adalah psikotropika dengan daya adiktif
yang sedang berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh:
lumubal, fleenitrazepam.
d. Golongan IV : adalah psikotropika dengan daya adiktif
ringan berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: nitra
zepam, diazepam.

Efek pemakaian psikotropika yaitu dapat menurunkan aktivitas
otak atau merangsang susunan saraf pusat dan menimbulkan
kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi (mengkhayal),
ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan dan dapat
menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi
(merangsang) bagi para pemakainya.
Pemakaian

psikotropika

yang

berlangsung

lama

tanpa

pengawasan dan pembatasan pejabat kesehatan dapat menimbulkan
dampak yang lebih buruk, tidak saja menyebabkan ketergantungan
bahkan juga menimbulkan berbagai macam penyakit serta kelainan

13

fisik maupun psikis si pemakai, tidak jarang bahkan menimbulkan
kematian.
Meningkatnya populasi penyalahguna narkotika membuat
pemerintah perlu mengambil langkah yang tepat untuk menurunkan
jumlah penyalahguna dan menyelamatkan penyalahguna narkotika.
Usaha tersebut ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Undang-Undang
nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika yang mengamanatkan
pencegahan, perlindungan, dan penyelamatan bangsa Indonesia dari
penyalahgunaan

narkotika

serta

menjamin

pengaturan

upaya

rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu
narkotika, pada pasal 54 di sebutkan bahwa “korban penyalahguna
dan pecandu narkotika wajib direhabilitasi”.
Menurut Direktorat Bina Upaya Kesehatan, 2010 tercatat
pula sebanyak 434 pasien rawat inap di Rumah Sakit karena
gangguan mental dan perilaku yang disebabkan penggunaan
alkohol. Dari jumlah tersebut, 32 pasien di antaranya meninggal
dunia. Berdasarkan laporan Rumah Sakit Ketergantungan Obat
(RSKO), pasien rawat inap mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun dalam 5 tahun terakhir. Efek negatif

narkotika dan

meningkatnya jumlah penyalah guna mendesak pemerintah untuk
lebih serius dalam penanggulangannya serta menentukan strategi
yang tepat guna menanggulangi penyalahgunaan narkotika.

14

Berdasarkan data singkat mengenai peredaran narkoba di
Indonesia, terlihat betapa mengkhawatirkannya ancaman narkoba
bagi generasi muda Indonesia. Apalagi kalau melihat akibat-akibat
yang ditimbulkannya. Padahal, narkoba hanyalah satu dari beberapa
zat berbahaya bila disalahgunakan, di samping alkohol, psikotropika
dan zat adiktif lainnya.
Sudah banyak usaha yang dilakukan dalam menangani
fenomena ini. Dari segi pencegahan, pihak-pihak yang berwenang
sudah melakukan berbagai tindakan untuk menangkal masuknya
zat-zat terlarang itu ke Indonesia. Namun, terlepas dari hasil
tindakan para aparat itu, keluarga sendiri dapat menciptakan kondisi
di mana narkoba sulit untuk masuk. Sedangkan, bagi yang sudah
terlanjur, ada banyak alternatif penanganan untuk pemulihan, baik
dari segi medis, psikologis maupun spiritual. Tapi yang paling
penting buat remaja sendiri dan orang tua yang anaknya belum
terlibat, jangan menganggap bahwa hal ini tidak akan mengenai
saya atau keluarga saya.
Dalam percakapan sehari-hari, sering digunakan istilah
narkoba, NAZA maupun Napza. Secara umum, kesemua istilah itu
mengacu

pada

pengertian

yang

kurang-lebih

sama

yaitu

penggunaan zat-zat tertentu yang mempengaruhi sistem saraf dan
menyebabkan ketergantungan (adiksi). Namun dari maraknya

15

berbagai zat yang disalahgunakan di indonesia akhir-akhir ini,
penggunaan istilah narkoba saja kurang tepat karena tidak
mencakup alkohol, nikotin dan kurang menegaskan sejumlah zat
yang banyak dipakai di indonesia yaitu zat psikotropika. Karena hal
itu, istilah yang dianggap tepat untuk saat ini adalah NARKOBA :
narkoba, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya.

Beberapa jenis Napza yang populer digunakan di Indonesia
(Waspadji, 1997:23):
a. Putau

: tergolong heroin yang sangat membuat

ketergantungan,
b. Ganja

berbentuk bubuk.
: berisi zat kimia delta-9-tetra hidrokanbinol,

berbentuk tanaman yang dikeringkan.
c. Shabu-shabu

: kristal yang berisi methamphetamine

d. Ekstasi

:

methylendioxy methamphetamine

dalam

bentuk tablet atau kapsul
e.

Pil BK, megadon dan obat-obat depresan sejenis.

Pada awalnya, zat-zat ini digunakan untuk tujuan medis
seperti penghilang rasa sakit. Namun apabila zat-zat ini
digunakan secara tetap, bukan untuk tujuan medis atau yang
digunakan tanpa mengikuti dosis yang seharusnya, serta dapat

16

menimbulkan

kerusakan

fisik,

mental

dan

sikap

hidup

masyarakat, maka disebut penyalahgunaan narkoba (drug
abuse)
Salah satu sifat yang menyertai penyalahgunaan narkoba
adalah

ketergantungan

(addiction).

Misalnya

heroin

yang

ditemukan oleh Henrich Dresser tahun 1875, digunakan untuk
menggantikan morfin dalam pembiusan karena diduga heroin
tidak menimbulkan ketergantungan. Padahal keduanya berasal
dari opium-heroin justru menimbulkan ketergantungan yang
sangat kuat. Sejarah juga menunjukan bahwa banyak tentara
Amerika pasca perang Vietnam menjadi ketergantungan heroin
karena zat ini sering digunakan sebagai penghilang rasa sakit
selama perang berlangsung.
2.1.3 Ciri-ciri ketergantungan narkoba (BNN, 2004:56):
1.

Keinginan yang tak tertahankan untuk mengkonsumsi
salah satu atau lebih zat yang tergolong Napza.

2.

Kecenderungan untuk menambah dosis sejalan
dengan batas toleransi tubuh yang meningkat.

3.

Ketergantungan psikis, yaitu apabila pengguna Napza
dihentikan akan menimbulkan kecemasan, depresi dan
gejala psikis lain.

17

4.

Ketergantungan

fisik,

yaitu

apabila

pemakai

dihentikan akan menimbulkan gejala fisik yang disebut
gejala putus zat (withdrawal syndrome).

2.1.4

Faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkoba
Pada setiap kasus, ada penyebab yang khas mengapa
seseorang menyalahgunakan narkoba dan ketergantungan.
Artinya, mengapa seseorang akhirnya terjebak

dalam

perilaku ini merupakan sesuatu yang unik dan tidak dapat
disamakan begitu saja dengan kasus lainnya. Namun
berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa faktor yang
berperan

pada

penyalahgunaan

narkoba,

yaitu:

(BNN,2004:79)
a.

Faktor keluarga
Dalam percakapan sehari-hari, keluarga paling sering
menjadi “tertuduh” timbulnya penyalahgunaan narkoba pada
anaknya. Tuduhan ini tampaknya bukan tidak beralasan,
karena hasil penilitian dan pengalaman para konselor di
lapangan menunjukan peran penting dari keluarga dalam
kasus-kasus penyalahgunaan narkoba. Berdasarkan hasil
penelitian tim UNIKA

Atma Jaya dan Perguruan Tinggi

Kepolisian Jakarta tahun 1995, terdapat beberapa tipe

17

keluarga yang beresiko tinggi anggota keluarganya terlibat
penyalahgunaan narkoba:
1.

keluarga yang memiliki sejarah (termasuk orang tua)
mengalami ketergantungan narkoba.

2.

keluarga yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan
aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan
ibu (misalnya, ayah bilang ya, ibu bilang tidak).

3.

keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah
ada upaya penyelesaian yang memuaskan semua
pihak yang berkonflik. Konflik dapat terjadi antara ayah
dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antar
saudara.

4.

keluarga dengan orang tua yang otoriter. Di sini peran
orang tua sangat dominan, dengan anak yang hanya
sekedar harus menuruti apa kata orang tua dengan
alasan sopan santun, adat istiadat, atau demi kemajuan
dan masa depan anak itu sendiri tanpa diberi
kesempatan

untuk

berdialog

dan

menyatakan

ketidaksetujuannya.
5.

keluarga

yang

perfeksionis,

yaitu

keluarga yang

menuntut anggotanya mencapai kesempurnaan dengan
standar tinggi yang harus dicapai dalam banyak hal.

18

6.

keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi
kecemasan dengan alasan yang kurang kuat, mudah
cemas dan curiga, dan sering berlebihan dalam
menanggapi sesuatu.

b.

Faktor Kepribadian
Kepribadian
berperan

dalam

penyalahguna
perilaku

ini.

narkoba

Pada

juga

remaja

turut

biasanya

penyalahgunaan narkoba memiliki konsep diri yang negatif
dan harga diri yang rendah. Perkembangan emosi yang
terhambat

dengan

ditandai

oleh

ketidakmampuan

mengakspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas,
pasif,

agresif

dan

cenderung

depresi

juga

turut

mempengaruhi.
Selain itu, kemampuan remaja untuk memecahkan
masalahnya

secara

adekuat

berpengaruh

terhadap

bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah dengan
melarikan diri. Hal ini juga berkaitan dengan mudahnya ia
menyalahkan lingkungan dan lebih melihat faktor-faktor di
luar dirinya yang menentukan segala sesuatu. Dalam hal ini,
kepribadian yang dependen (terkekang) dan tidak mandiri
memainkan peranan penting dalam memandang narkoba
sebagai satu-satunya pemecahan masalah yang dihadapi.

19

c.

Faktor kelompok teman sebaya
Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan
kelompok, yaitu cara teman-teman atau orang-orang seumur
untuk mempengaruhi seseorang agar berprilaku seperti
kelompok itu. Tekanan kelompok dialami oleh semua orang
bukan hanya remaja, karena pada kenyataannya semua
orang ingin disukai dan tidak ada yang mau dikucilkan.
Kegagalan untuk memenuhi tekanan dari kelompok teman
sebaya, seperti berinteraksi dengan kelompok teman yang
lebih populer, mencapai prestasi dalam bidang olahraga,
sosial dan akademik, dapat menyebabkan frustasi dan
mencari kelompok lain yang dapat menerimanya. Sebaliknya,
keberhasilan dari kelompok teman sebaya yang memiliki
perilaku dan norma yang mendukung penyalahgunaan
narkoba dapat muncul.

d.

Faktor Kesempatan
Ketersediaan

narkoba

dan

kemudahan

memperolehnya juga dapat dikatakan sebagai pemicu.
Indonesia yang sudah menjadi pasar narkoba internasional,
menyebabkan zat-zat ini dengan mudah diperoleh. Bahkan
beberapa media masa melansir bahwa para penjual narkoba

20

menjual barang dagangannya di sekolah-sekolah, termasuk
dampai di SD.
Berdasarkan beberapa faktor yang sudah diuraikan,
tidak ada faktor yang satu-satu berperan dalam setiap kasus
penyalahgunaan narkoba. Ada faktor yang memberikan
kesempatan, dan ada faktor pemicu. Biasanya, semua faktor
ini

berperan.

Karena itu,

penanganannya

pun

harus

melibatkan berbagai pihak, termasuk keterlibatan aktif orang
tua.

2.1.5 Akibat Penyalahgunaan Narkoba
Paling

tidak

terdapat

3

aspek

akibat

langsung

penyalahgunaan narkoba yang berujung pada menguatnya
ketergantungan, yaitu : (BNN,2004:76)

1.

Secara Fisik
Penggunaan narkoba akan mengubah metabolisme
tubuh seseorang. Hal ini terlihat dari peningkatan dosis yang
semakin lama semakin besar dan gejala putus obat.
Keduanya menyebabkan seseorang untuk berusaha terusmenerus mengkonsumsi nerkoba.

21

2.

Secara Psikis
Berkaitan dengan berubahnya beberapa fungsi
mental, seperti rasa bersalah, malu dan perasaan nyaman
yang timbul dari mengkonsumsi narkoba. Cara yang
kemudian ditempuh untuk beradaptasi dengan perubahan
fungsi mental itu adalah dengan mengkonsumsi lagi narkoba.

3.

Secara Sosial
Dampak

sosial

yang

memperkuat

pemakaian

narkoba. Proses ini biasanya diawali dengan perpecahan di
dalam kelompok sosil terdekat seperti keluarga, sehingga
muncul

konflik

dengan

orang

tua,

teman-teman, pihak sekolah atau pekerjaan. Perasaan
dikucilkan

pihak-pihak

ini

kemudian

menyebabkan

si

penyalahguna bergabung dengan dengan kelompok orangorang serupa yaitu para penyalahguna narkoba juga.
Semua akibat ini berujung pada meningkatnya
perilaku penyalahgunaan narkoba. Beberapa dampak yang
sering terjadi dari peningkatan ini adalah sebagai berikut:
(Waspadji, 1997:46)
1. Dari kebutuhan untuk memperoleh narkoba terusmenerus menyebabkan penyalahguna sering melakukan

23

pelanggaran hukum seperti mencuri dan menipu orang
lain untuk mendapatkan uang membeli Napza.
2. Menurun bahkan menghilangnya produktivitas pemakai,
apakah

itu

di

sekolah

maupun

di

tempat

kerja.

Penyalahguna akan kehilangan daya untuk melakukan
kegiatan sehari-hari.
3. Penggunaan jarum suntik secara bersama meningkatkan
resiko tertularnya berbagai macam penyakit seperti HIV.
Peningkatan
indonesia

jumlah

orang

dengan

akhir-akhir

ini

berkaitan

HIV
erat

positif

di

dengan

meningkatnya penyalahgunaan narkoba.
4. Pemakaian narkoba secara berlebihan menyebabkan
kematian. Gejala over dosis pada penyalahguna narkoba
menjadi lebih besar karena batas toleransi seseorang
sering tidak disadari oleh yang bersangkutan.

2.1.6

Ciri-ciri Pengguna Narkoba
Secara medis dan hukum, penyalahguna narkoba harus
melewati satu atau serangkaian tes darah orang yang diduga
menyalahgunakannya. Tetapi, sebagai orang tua dan guru,
penyalahguna narkoba dapat dikenali dari beberapa ciri fisik,
psikologis maupun perilakunya. Beberapa ciri tersebut adalah
sebagai berikut (BNN, 2004:82)

24

a.

Fisik
1.

Berat badan turun drastis.

2.

Mata cekung dan merah, muka pucat dan bibir
kehitaman.

3.

Buang air besar dan air kecil kurang lancar.

4.

Sembelit atau sakit perut tanpa alasan yang jelas.

5.

Tanda berbintik merah seperti bekas gigitan nyamuk
dan ada bekas luka sayatan.

6.

Terdapat perubahan warna kulit di tempat bekas
suntikan.

7.

Sering batuk-pilek berkepanjangan.

8.

Mengeluarkan air mata yang berlebihan.

9.

Mengeluarkan keringat yang berlebihan

10.

Kepala sering nyeri, persendian ngilu.

b. Emosi
1.

Sangat sensitif dan cepat bosan.

2.

Jika ditegur atau dimarahi malah membangkang.

3.

Mudah curiga dan cemas.

4.

Emosi naik turun dan tidak ragu untuk memukul atau
berbicara kasar kepada orang disekitarnya, termasuk

24

kepada anggota keluarganya. Ada juga yang berusaha
menyakiti diri sendiri.

c. Perilaku
1.

Malas dan sering melupakan tanggung jawab atau
tugas rutin.

2.

Menunjukan sikap tidak peduli dan jauh dari keluarga.

3.

Di rumah waktunya dihabiskan untuk menyendiri di
kamar, toilet, gudang, kamar mandi, ruang-ruang yang
gelap.

4.

Nafsu makan tidak menentu.

5.

Takut air, jarang mandi.

6.

Sering menguap.

7.

Sikapnya cenderung jadi manipulatif dan tiba-tiba
bersikap manis jika ada maunya, misalnya untuk
membeli obat.

8.

Sering bertemu dengan orang-orangyang tidak dikenal
keluarga, pergi tanpa pamit dan pulang lewat tengah
malam.

9.

Selalu kehabisan uang, barang-barang pribadinya pun
hilang dijual.

10.

Suka berbohong dan ingkar janji.

25

11.

Sering mencuri baik di lingkungan keluarga, sekolah
maupun pekerjaan.

2.2 REHABILITASI NERKOBA
2.2.1 Pengertian Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah fasilitas/program yang sifatnya semi
tertutup,

maksudnya

hanya

orang-orang

tertentu

dengan

kepentingan khusus yang dapat memasuki area ini. Rehabilitasi
narkoba adalah tempat yang memberikan pelatihan keterampilan
dan pengetahuan untuk menghindarkan diri dari narkoba
(Soeparman, 2000:37).

Menurut UU RI No. 35 Tahun 2009, ada dua jenis
rehabilitasi, yaitu :
a. Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan
secara

terpadu

untuk

membebaskan

pecandu

dari

ketergantungan narkotika.
b. Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan
secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar
bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan
fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.
Pusat atau lembaga Rehabilitasi yang baik haruslah
memenuhi persyaratan antara lain :

26

1.

Sarana dan prasarana yang memadai termasuk
gedung, akomodasi, kamar mandi/WC yang higienis,
makanan dan minuman yang bergisi dan halal, ruang
kelas, ruang rekreasi, ruang konsultasi individual
maupun kelompok, ruang konsultasi keluarga, ruang
ibadah, ruang olahraga, ruang keterampilan dan lain
sebagainya.

2.

Tenaga profesional (psikiater, dokter umum, psikolog,
pekerja sosial, perawat, agamawan/rohaniawan dan
tenaga ahli lainya/instruktur). Tenaga profesional ini
untuk menjalankan program yang terkait.

3.

Manajemen yang baik.

4.

Kurikulum/program rehabilitasi yang memadai sesuai
dengan kebutuhan.

5.

Peraturan tata tertib yang ketat agar tidak terjadi
pelanggaran ataupun kekerasan.

6.

Keamanan

(security)

yang

ketat

agar

tidak

memungkinkan peredaran Narkotika di dalam pusat
rehabilitasi (termasuk rokok dan minuman keras)
(Hawari, 2009: 132).

2.3 PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON
2.3.1

Pengertian Metadon

18

Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 35 tahun
2009

tentang

digolongkan

narkotika,

dalam

metadon

narkotika

adalah

golongan

obat

dua.

yang

Metadon

merupakan suatu agonis sintetik opioid yang kuat dan
diserap dengan baik secara oral dengan daya kerja jangka
panjang, digunakan secara oral dibawah supervise dokter
dan digunakan untuk terapi bagi pengguna opiate. Metadon
bekerja pada reseptor mu (µ) secara agonis penuh, dengan
efek puncak 1-2 jam setelah diminum.
Paruh waktu metadon pada umumnya sekitar 24 jam.
Penggunaan secara berkesinambungan akan diakumulasi
pada berbagai bagian tubuh, namun khususnya pada hati.
Proses akumulasi ini sebagian menjadi alasan mengapa
toleransi atas penggunaan metadon berjalan lebih lambat
daripada penggunaan morfin atau heroin. Efek analgesik
dirasakan dalam 30-60 menit setelah diminum dan terjadi
konsentrasi puncak di otak dalam waktu 1-2 jam setelah
diminum, hal ini membuat konsumsi metadon tidak segera
menimbulkan perasaan euphoria sebagaimana heroin/morfin.
Metadon dilepas dari lokasi ikatan ekstra vascular ke plasma
secara

perlahan,

sehingga

penghentian

penggunaan

metadon secara mendadak tidak langsung menghasilkan
gejala putus zat. Gejala putus zat baru akan dirasakan

19

setelah beberapa waktu kemudian dan dialami beberapa hari
lebih lama daripada gejala putus zat heroin (Permenkes
Nomor 57 Tahun 2013).
Metadon

bukan

terapi

untuk

ketergantungan

heroin.

Tetapi

metadon

kesempatan

kepada

penggunanya

menyembuhkan

untuk

memberikan
mengubah

hidupnya menjadi lebih stabil, mengurangi resiko terkait
penggunaan narkoba suntik dan juga mengurangi kejahatan
yang sering terkait dengan kecanduan.

2.3.2

Pengertian Program Terapi Rumatan Metadon
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonersia

Nomor

:

494/MENKES/SK/VII/2006

tentang

Penetapan Rumah Sakit dan Satelin Uji Coba Pelayanan
Terapi Rumatan Metadon Serta Pedoman Program Terapi
Rumatan Metadon, Program Terapi Rumatan Metadon
(PTRM) adalah kegiatan memberikan metadon cair dalam
bentuk sediaan oral kepada pasien sebagai terapi pengganti
adiksi opioida yang biasa mereka gunakan.
Metadon dipilih sebagai terapi utama substitusi
karena memiliki efek menyerupai morfin dan kokain dengan

20

masa kerja yang lebih panjang sehingga dapat diberikan satu
kali sehari yang penggunaannya dengan cara diminum. Efek
yang ditimbulkan metadon mirip dengan yang ditimbulkan
heroin, namun efek “fly”-nya tidak senikmat heroin, sifat
ketergantungannya tidak seburuk heroin dan gejala putus
obatnya tidak seberat heroin (BNN, 2008).
2.3.3

Tujuan Terapi Metadon
Menurut Preston penggunaan metadon bertujuan

untuk mengurangi penggunaan narkoba yang disuntikkan,
sehingga jumlah penyebaran HIV/AIDS dapat berkurang,
selain itu metadon juga dapat meningkatkan fungsi psikologis
dan sosial, mengurangi risiko kematian dini, mengurangi
tindak kriminal karena tingkat kecanduan yang dapat
menyebabkan seorang pengguna menghalalkan berbagai
macam cara untuk mendapatkan narkoba misalnya dengan
mencuri atau merampok dapat ditekan, selain itu metadon
juga bertujuan untuk mengurangi dampak buruk akibat
penyalahgunaan narkoba itu sendiri.
Dalam Pedoman Pelaksanaan Pengurangan Dampak
Buruk Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (Napza)
disebutkan tujuan dari terapi rumatan metadon adalah untuk
mengurangi dampak buruk kesehatan, sosial dan ekonomi

21

bagi setiap orang dan komunitas serta bukan untuk
mengedarkan napza. Selain itu tujuan yang lain adalah :
1.

Mengurangi resiko tertular atau menularkan HIV/AIDS
serta penyakit lain yang ditularkan melalui darah
(Hepatitis B dan C).

2.

Memperkecil resiko overdosis dan penyulit kesehatan
lain.

3.

Mengalihkan dari zat yang disuntik ke zat yang tidak
disuntikan.

4.

Mengurangi penggunaan napza yang beresiko, misalnya
memakai

peralatan

suntik

bergantian,

memakai

bermacam-macam napza bersama (polydrug use),
menyuntikkan tablet atau disaring terlebih dahulu.
5.

Mengurangi dorongan dan kebutuhan pecandu untuk
melakukan tindakan kriminal.

6.

Menjaga hubungan dengan pengguna napza

7.

Mengevaluasi kondisi kesehatan klien dari hari ke hari.

8.

Memberi konseling rujukan dan perawatan.

9.

Membantu pengguna napza menstabilkan hidupnya dan
kembali ke komunitas umum.

2.3.4

Manfaat Terapi Metadon
Menurut preston terapi metadon memiliki beberapa

manfaat, diantaranya :

22

1.

Mengembalikan

kehidupan

pengguna

sehingga

mendekati kehidupan normal.
2.

Pasien yang menggunakan metadon dapat selalu
terjangkau oleh petugas karena pemakaian metadon
yang digunakan secara oral atau diminum langsung
didepan petugas.

3.

Pasien berhenti/mengurangi penggunaan heroin.

4.

Pasien

baerhenti/mengurangi

menggunakan

jarum

suntik.
5.

Meningkatkan kesehatan fisik dan status gizi karena
pola hidup yang teratur.

6.

Dapat membuat hubungan antara pasien dan keluarga
menjadi labih baik dan stabil.

7.

Masa kerja dari metadon lebih panjang dibandingkan
dengan heroin dan putaw.

8.

Harga

metadon

tidak

mahal

atau

murah

dirah

dibandingkan dengan heroin dan putaw.
9.

Metadon bersifat legal sehingga pasien tidak merasa
takut tertangkap oleh polisi.
Berdasarkan hasil uji coba Program Terapi Rumatan

Metadon di RS Sanglah dan Rumah Sakit Ketergantungan
Obat (RSKO), diperoleh hasil yang positif yaitu perbaikan
kualitas hidup dari segi fisik, psikologi, hubungan sosial dan

23

lingkungan,

penurunan

angka

kriminalitas,

penurunan

depresi dan perbaikan kembali ke aktivitas sebagai anggota
masyarakat (Depkes RI, 2007).
2.3.5

Dosis Terapi Metadon
Dosis awal yang dianjurkan adalah 15-30mg untuk

tiga

hari

pertama.

Kematian

sering

kali

terjadi

bila

menggunakan dosis awal yang melebihi 40mg. pasien harus
diobservasi 45 menit setelah pemberian dosis awal untuk
memantau tanda-tanda toksisitas atau gejala putus obat. Jika
terdapat intoksikasi atau gejala putus obat berat, maka dosis
akan dimodifikasi sesuai dengan keadaan (Kepmenkes
Nomor 494/MENKES/SK/VII/2006).

2.3.6

Efek Pemberian Metadon
Penelitian

menunjukkan

bahwa

efek

samping

metadon adalah konstipasi, berkeringat, kadang-kadang
adanya pembesaran (edema) persendian pada perempuan
dan perubahan libido pada laki-laki dan juga perempuan,
yang dapat diatasi dengan medika simtomatik. Efek samping
yang umumnya dirasakan dalam waktu lama adalah
konstipasi, berkeringat secara berlebihan dan keluhan
berkurangnya libido dan disfungsi seksual. Namun demikian
efek samping ini dilaporkan semakin dapat diatasi seiring

24

dengan retensi pasien berada dalam program (Permenkes
Nomor 57 Tahun 2013).
2.3.7

Pelayanan Terapi Metadon
Pelayanan metadon memiliki prosedur yang harus

diikuti oleh seluruh pengguna metadon. Prosedur tersebut
meliputi :
1.

Pendaftaran

pasien,

dimana

petugas

administrasi

mencatat data pasien di status pasien lalu mencatat
kembali ke buku registrasi dan membuat kartu status
pasien.
2. Pencatatan identitas, dimana pekerja sosial/perawat
melakukan pencatatan lengkap identitas pasien pada
status pasien.
3. Penilaian klinis yang dilakukan oleh dokter dengan
membuat rencana terapi dan menerangkan keadaan
pasien kemudian memberikan resep metadon dan obat
lain bila diperlukan, dokter mencatat setiap rencana
pemberian metadon dan terapi lainnya ke status pasien
dan dokter berhak memberikan Take Home Dose
dengan persyaratan yang berlaku. Adapun penilaian
yang dilakukan oleh perawat dengan memberikan KIE
kepada pasien baru dan membuat tagihan pembayaran
metadon, dan yang dilakukan oleh pasien adalah

25

menyerahkan fotokopi KTP dan pas foto 3×4 sebanyak 1
lembar.
4. Pembayaran metadon, yang dilakukan oleh petugas kasir
adalah menerima pembayaran metadon dari pasien dan
memberikan bukti pembayaran kepada pasien.
5. Pemberian metadon yang dilakukan oleh petugas farmasi
dengan menerima bukti pembayaran metadon kemudian
petugas menyiapkan, memberikan, dan menyaksikan
pasien minum metadon, kemudian petugas mencatat
pemberian

metadon

dan

menandatangani

bukti

pemberian metadon yang dilakukan oleh perawat adalah
menanyakan keluhan pasien sebelum minum metadon,
menyaksikan, dan memastikan pasien minum metadon,
kemudian

mencatat

pemberian

metadon

dan

mengingatkan pasien untuk datang kembali sesuai
jadwal. Pada pemberian metadon yang dilakukan oleh
pasien adalah minum metadon di depan petugas dan
menandatangani bukti pemberian metadon (Depkes RI,
2006).