asam amino erna

I. Judul Percobaan

: Penentuan Kadar Asam Amino dalam Sampel

II. Hari/Tanggal Percobaan : Kamis, 20 Oktober 2016 pukul 08.50 WIB
III. Selesai Percobaan

: Kamis, 20 Oktober 2016 pukul 10.20 WIB

IV. Tujuan Percobaan

: Menentukan asam amino yang terdapat dalam
sampel dengan kromatografi kertas

V. Dasar Teori
Asam amino ialah asam karboksilat yang mempunyai gugus amino. Asam
amino yang terdapat sebagai komponen protein mempunyai gugus –NH2 pada
atom karbon α dari posisi gugus –COOH (Anna Poedjiadi, 2009). Rumus umum
untuk asam amino ialah:

Asam amino merupakan monomer (satuan pembentuk) protein dan dapat

menentukan banyak sifat-sifat penting. Asam amino adalah suatu senyawa yang
mempunyai dua gugus fungsi yaitu gugus fungsi amino dan gugus fungsi karboksil.
Pada asam amino, gugus amino terikat pada atom karbon yang berdekatan dengan
gugus karboksil (C-) atau dapat dikatakan bahwa gugus amino dan gugus karboksil
terikat pada atom karbon yang sama.

Sifat-sifat asam amio

Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut
organik non polar seperti eter, aseton dan kloroform. Sifat asam amino ini berbeda
dengan asam karboksilat maupun dengan sifat amina. Asam karboksilat alifatik
maupun aromatik yang terdiri atas beberapa atom karbon umumnya kurang larut
dalam air tetapi larut dalam pelarut organik. Demikian pula amina pada umumnya
tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik (Anna Poedjiadi, 2009).
Apabila asam amino larut dalam air, gugus karboksilat akan melepaskan ion
H+, sedangkan gugus amina akan menerima ion H+, sebagaimana dituliskan
dibawah ini.
-COOH ⇄ -COO- + H+

-NH2 + H+ ⇄ -NH3+


Oleh adanya kedua gugus tersebut asam amino dalam larutan dapat membentuk ion
yang bermuatan positif dan juga bermuatan negatif (zwitterion) atau ion amfoter.
Keadaan ion ini sangat tergantung pada pH larutan. Apabila larutan asam amino
dalam air ditambah dengan basa, maka asam amino akan terdapat dalam bentuk (I)
karena konsentrasi ion OH- yang tinggi mampu mengikat ion-ion H+ yang terdapat
pada gugus –NH3+. Sebaliknya apabila ditambahkan asam ke dalam larutan asam
amino, maka konsentrasi ion H+ yang tinggi mampu berikatan dengan ion –COO sehingga terbentuk gugus –COOH. Dengan demikian asam amino terdapat dalam
bentuk (II) (Anna Poedjiadi, 2009).
H
R

C

H

COO-

R


C

COOH

NH3+

NH2

Dalam basa

Dalam asam

Bentuk (I)

Bentuk (II)

Asam amino dasar (standar)
Protein tersusun dari berbagai asam amino yang masing-masing
dihubungkan


dengan

ikatan

peptida.

Meskipun

demikian,

pada

awal

pembentukannya protein hanya tersusun dari 20 asam amino yang dikenal sebagai
asam amino dasar atau asam amino baku atau asam amino penyusun protein
(proteinogenik). Asam-asam amino inilah yang disandi oleh DNA/RNA sebagai
kode genetik.
Berikut adalah ke-20 asam amino penyusun protein (singkatan dalam
kurung menunjukkan singkatan tiga huruf dan satu huruf yang sering digunakan

dalam kajian protein), dikelompokkan menurut sifat atau struktur kimiawinya:
Asam amino alifatik sederhana
 Glisina (Gly, G)

Glisin adalah asam amino yang paling sederhana dan terdapat pada
skleroprotein. Pada tahun 1820 Braconnot menemukan glisin dari hasil
hidrolisis gelatin. Adapun struktur glisin adalah :

 Alanina (Ala, A)

Semua asam amino, kecuali glisin dapat dianggap sebagai derivat
alanin. Alanin diperoleh untuk pertama kalinya oleh Weyl dari hasil
hidrolisis fibroin, yaitu protein yang terdapat pada sutera. Struktur alanin :

 Valina (Val, V)

 Leusina (Leu, L)

 Isoleusina (Ile, I)


Asam amino hidroksi-alifatik
 Serina (Ser, S)

 Treonina (Thr, T)

Asam amino dikarboksilat (asam)
 Asam aspartat (Asp, D)

 Asam glutamat (Glu, E)

Amida

 Asparagina (Asn, N)
 Glutamina (Gln, Q)

Asam amino basa

 Lisina (Lys, K)

 Arginina (Arg, R)


 Histidina (His, H) (memiliki gugus siklik)

Asam amino dengan sulfur
 Sisteina (Cys, C)

Cysteine adalah suatu asam amino mengandung sulfur yang
terbentuk secara alami di dalam makanan, dan juga bisa di produksi oleh
tubuh dari amino acid methionine. Dalam produksi cysteine, methionine
itu di konversi menjadi S-adenosyl methionine (SAM), yang kemudian
dikonversi menjadi homocysteine.

 Metionina (Met, M)

Prolin

 Prolina (Pro, P) (memiliki gugus siklik)

Asam amino alifatik sederhana
 Glisina (Gly, G)


 Alanina (Ala, A)
 Valina (Val, V)

 Leusina (Leu, L)

 Isoleusina (Ile, I)

Asam amino hidroksi-alifatik
 Serina (Ser, S)

 Treonina (Thr, T)

Asam amino dikarboksilat (asam)
 Asam aspartat (Asp, D)

 Asam glutamat (Glu, E)

Amida


 Asparagina (Asn, N)
 Glutamina (Gln, Q)

Asam amino basa

 Lisina (Lys, K)

 Arginina (Arg, R)

 Histidina (His, H) (memiliki gugus siklik)

Asam amino dengan sulfur
 Sisteina (Cys, C)

 Metionina (Met, M)

Prolin

 Prolina (Pro, P) (memiliki gugus siklik)


Asam amino aromatik

 Fenilalanina (Phe, F)
 Tirosina (Tyr, Y)

 Triptofan (Trp, W)

Pemisahan Asam Amino dengan Cara Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Pada umumnya asam amino diperoleh sebagai hasil hidrolisis protein, baik
menggunakan enzim maupun asam. Dengan cara ini diperoleh campuran
bermacam-macam asam amino dan untuk menentukan jenis asam amino maupun
kuantitas masing-masing asam amino perlu diadakan pemisahan antara asam-asam
amino tersebut (Anna Poedjiadi, 2009).
Ada beberapa metode analisis asam amino, misalnya metode gravimetric,
kalorimetri, mikrobiologi, kromatografi dan elektroforesis. Salah satu metode yang
banyak memperoleh pengembangan ialah metode kromatografi. Macam-macam
kromatografi ialah kromatografi kertas, kromtografi lapis tipis dan kromatografi
penukar ion.
Kromatografi kertas merupakan jenis kromatografi partisi, yaitu pemisahan

beberapa zat berdasarkan perbedaan kelarutan dalam pelarut yang tidak dapat
bercampur. Cara melakukan pemisahan dengan kromatografi ini cukup sederhana.
Campuran beberapa asam amino sebagai hasil hidrolisis diteteskan sedikit pada
kertas kromatografi pada titik tertentu kemudian ujung kertas dicelupkan kedalam
pelarut tertentu. Pelarut ini akan naik berdasarkan proses kapilaritas dan akan
membawa senyawa-senyawa dalam campuran tersebut. Asam amino yang mudah
larut dalam pelarut tertentu itu, misalnya pelarut organic, akan terbawa naik lebih
jauh daripada yang sukar larut. Setelah pelarut mencapai bagian atas atau garis
akhir, kertas diangkat dari pelarut kemudian dibiarkan kering dengan sendirinyadi
udara. Dengan proses ini asam-asam amino akan terpisah satu dengan yang lain.,
dan dengan penyemprotan pereaksi ninhidrin pada kertas kromatografi tersebut
akan tampak noda-noda biru yang membuktikan adanya asam amino yang telah
terpisah itu. Jarak yang telah ditempuh oleh suatu asam amino tertentu (b),
dibandingkan dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari garis awal hingga garis
akhir (a) diberi lambing Rf.

Rf 

jarak yang ditempuh oleh senyawa
jarak yang ditempuh oleh pelarut

Harga Rf yaitu b/a merupakan ciri khas suatu asam amino pada pelarut
tertentu. Dengan menggunakan standar asam-asam amino yang telah diketahui
macamnya pada kromatografi kertas seperti yang dilakukan diatas, dapat diketahui
macam asam amino yang diperiksa. Penentuan macam asam amino dapat pula
dilakukan dengan menghitung harga R f masing-masing asam amino, kemudian
dibandingkan dengan harga Rf asam amino yang terdapat pada table yang telah ada
(Anna Poedjiadi, 2009).
Berikut adalah tabel harga Rf dari asam-asam amino:
Amino acid

Rf value

alanine

0.38

arginine

0.20

Asparagine

0.5

aspartic acid

0.24

Cysteine

0.4

glutamine

0.13

glutamic acid

0.30

glycine

0.26

histidine

0.11

isoleucine

0.72

leucine

0.73

lysine

0.14

methionine

0.55

phenylalanine

0.68

Proline :not a true amino acid - shows
up as yellow

0.43

serine

0.27

threonine

0.35

tryptophan

0.66

tyrosine

0.45

valine

0.61

Sumber: http://www.biotopics.co.uk/as/amino_acid_chromatography.html

Dalam percobaan ini digunakan metode kromatografi lapis tipis. Pada
dasarnya kromatografi lapis tipis sangat mirip dengan kromatografi kertas, terutama
pada cara melakukannya. Perbedaannya terlihat pada media pemisahannya, yakni
digunakan lapisan tipis adsorben halus yang tersangga pada papan kaca, aluminium
atau plastic sebagai pengganti kertas. Lapisan tipis adsorben ini pada proses
pemisahan berlaku sebagai fasa diam.
Kelebihan penggunaan kromatografi lapis tipis dibandingkan dengan
kromatografi kertas adalah karena dapat dihasilkannya pemisahan yang lebih
sempurna, kepekaan yang lebih tinggi, dan dapat dilaksanakan dengan lebih cepat.
Kromatografi lapis tipis merupakan kromatografi adsorbsi dan adsorben bertindak
sebagai fase stasioner. Empat macam adsorben yang umum digunakan adalah silica
gel (asam silikat), alumina (aluminium oxyde), kieselghur (diatomeus earth) dan
selulosa. Dari keempat jenis adsorben tersebut, yang paling banyak dipakai adalah
silica gel karena mempunyai daya pemisahan yang baik.

VI. Alat dan Bahan
Alat – Alat
-

Kertas kromatografi ukuran 4 x 10 cm

1buah

-

Pipa kapiler

4 buah

-

Chamber

1 buah

-

Oven

1 buah

-

Klip dan benang (gantungan)

1 buah

Bahan-bahan
-

Asam asetat glasial

-

n-butanol

-

Aquades

-

Larutan asam amino standar

-

Larutan sampel

VII. Alur Percobaan
1. Pembuatan larutan pengemulsi
25mL butanol + 6mL Asam asetat
glasial + 25mL aquades
-dicampur sambil dikocok
-ditempatkan larutan dalam lemari
kromatografi dan dijenuhkan dengan uapnya.
Eluen ( Fasa Gerak )
2. Menentukan komponen asam amino
Kertas Kromatografi 4x10 cm
-diberi garis dari tepi atas 0,5 cm dan tepi bawah 1 cm
-ditotolkan 4 macam larutan (A,B,C dan D) pada tanda yang sudah
ada di plat KLT
-setiap saatu tetesan dikeringkan terlebih dahulu sebelum tetesan
berikutnya diletakkan diatasnya

-besar diameter tetesan tidak boleh lebih dari 0,4 cm
Kertas kromatografi bernoda
-dimasukkan lemari kromatografi dengan posisi digantung
-dimulai elusi selama 1,5 jam
-dikeluarkan dan batas larutan ditandai dengan pensil
-dikeringkan dalam oven pada suhu 105– 110oC selama 5 menit.
-disemprot ninhidrin

-dikeringkan dalam oven pada suhu 105 – 110oC selama 1 menit
Noda-noda asam amino
-ditentukan batas eluen menggunakan pensil
-dilingkari jarak sample
-dihitung harga Rf tiap noda ( A,B,C,D)
-dicatat warna
-ditetapkan komponen asam amino dalam sampel dengan
dibandingkan harga Rf-nya dengan Rf asam amino standar
Komponen asam amino

VIII.
No.

Hasil Pengamatan
Prosedur Percobaan

Hasil Pengamatan

Dugaan/Reaksi

Kesimpulan

Perc.
1.

Pembuatan larutan pengemulsi
25mL butanol + 6mL Asam
asetat glasial+ 25mL aquades
-dicampur sambil dikocok
-ditempatkan larutan dalam
lemari kromatografi dan
dijenuhkan dengan uapnya.
Eluen ( Fasa Gerak )

Sebelum:
- n-butanol= larutan tidak
berwarna
- asam asetat glasial= larutan tidak
berwarna

CH3CH2CH2CH2OH(aq)+
CH3COOH(aq) 
CH3CH2CH2COOCH3(aq)+H2O(l)
n-butanol= non polar
asam asetat glasial= polar
aquades= polar

Pada percobaan
larutan
pengemulsi terjadi
reaksi esterifikasi

- aquades= larutan tidak berwarna
Sesudah
- n-butanol + asam asetat +
aquades = larutan tidak berwarna

2.

Menentukan komponen asam amino
Kertas Kromatografi 4x10 cm
-diberi garis dari tepi atas 0,5 cm dan tepi
bawah 1 cm
-ditotolkan 4 macam larutan (A,B,C dan
D) pada tanda yang sudah ada di plat KLT
-setiap saatu tetesan dikeringkan terlebih
dahulu sebelum tetesan berikutnya
diletakkan diatasnya
Kertas kromatografi bernoda

Sebelum:
- A : sampel 2 = larutan tidak
berwarna
- B: cystein = larutan tidak
berwarna
- C: glisin = larutan tidak
berwarna
- D: alanin = larutan tidak
berwarna
- Plat KLT= plat berwarna putih
Sesudah
- Plat dioven= plat berwarna putih
- Larutan standar dan sampel
ditotolkan pada plat KLT
sebanyak 3x penotolan:noda tidak
berwarna dan larutan meresap



Nilai Rf asam amino
Alanin : 0,38
Arginin : 0,20
Asparagin : 0,5
Asam aspartat : 0,24
Cystein : 0,4
Glutamin : 0,13
Asam glutamat : 0,30
Glisin : 0,26
Histidin : 0,11

Nilai Rf yang
diperoleh
Sampel A=0,1176
B (cysteine) =
0,1294
C (glisin) = 0,2588
D (alanin) =
0,2706
Sehingga sampel
A merupakan
Cystein

Kertas kromatografi bernoda
-dimasukkan lemari kromatografi dengan
posisi digantung
-dimulai elusi selama 1,5 jam
-dikeluarkan dan batas larutan ditandai
dengan pensil
-dikeringkan dalam oven pada suhu
105oC – 110oC selama 5 menit.

-disemprot ninhidrin
dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC
– 110oC selama 1 menit.
Noda-noda asam amino
-ditentukan batas eluen menggunakan
pensil
-dilingkari jarak sample
-dihitung harga Rf tiap noda ( A,B,C,D)
-dicatat warna
-ditetapkan komponen asam amino dalam
sampel dengan dibandingkan harga Rfnya dengan Rf asam amino standar
Komponen asam amino

- Dielusi dengan eluen dan dioven= Isoleusin ; 0,72
noda tidak berwarna dan plat
Leusin : 0,73
KLT kering
Lisin : 0,14
Metionin : 0,55
- Disemprot ninhidrin dan dioven:
Penilalanin : 0,68
larutan meresap naik pada plat
Prolin : 0,43
terdapat noda yang semula
Serin : 0,27
berwarna ungu berubah menjadi
Treonin : 0,35
jingga
Triptopan : 0,66
- Jarak yang ditempuh eluen:
Tirosin : 0,45
A= 1 cm
Valin : 0,61
B = 1,1 cm
C = 2,2 cm
D = 2,3 cm

IX. Analisis dan Pembahasan
Telah dilakukan percobaan dengan judul “Penentuan Kadar Asam Amino
dalam Sampel” dengan tujuan untuk menentukan asam amino yang terdapat
dalam sampel dengan kromatografi kertas. Langkah-langkah yang dilakukan
untuk melakukan percobaan ini yaitu:
1. Pembuatan larutan pengemulsi (fasa gerak)
Untuk melakukan percobaan ini hal pertama yang dilakukan yaitu
mencampurkan 25 mL n-butanol yang berupa larutan tidak berwarna, 6 mL
larutan asam asetat glacial yang tidak berwarna dan 25 mL aquades yang tidak
berwarna sambil dikocok sehingga dihasilkan larutan tidak berwarna. Dalam
proses tersebut terjadi suatu reaksi esterifikasi. Dengan reaksi:

CH3CH2CH2CH2OH(aq)+ CH3COOH(aq)  CH3CH2CH2COOCH3(aq)+H2O(l)
n-butanol kepolarannya lebih rendah dibandingkan dengan asam asetat
glasial dan air, sehingga eluen bersifat polar. Karena kepolarannya, eluen
tersebut digunakan untuk mendeteksi asam amino yang ada pada sampel yang
bersifat polar. Larutan tersebut ditempatkan

dalam lemari kromatografi

(chamber). Eluen yang telah dimasukkan dalam chamber harus segera ditutup
agar eluen tidak menguap. Perlakuan ini bertujuan untuk menjenuhkan bagian
dalam chamber. Kondisi chamber yang jenuh bertujuan untuk memudahkan
eluen bergerak. Sehingga fungsi eluen sebagai fasa gerak dalam kromatografi
berjalan dengan baik. Juga kondisi jenuh dalam chamber dapat mencegah
penguapan pelarut, sehingga pelarut bergerak lambat pada KLT maka
komponen-komponen yang berbeda dari campuran pewarna akan bergerak
dengan kecepatan yang berbeda dan akan tampak sebagai noda-noda asam
amino. Namun percobaan pembuatan eluen ini tidak kami lakukan karena telah
disiapkan oleh kelompok praktikan kelas lain sehingga kami langsung dapat
menggunakannya.
2. Menentukan komponen asam amino
Untuk menentukan komponen asam amino dilakukan dengan metode
kromatografi lapis tipis (KLT). Kromatografi lapis tipis adalah metode analisis
kualitatif dan kuantitatif yang melibatkan dua peubah yaitu sifat fase diam atau
penyerap dan sifat fase gerak atau campuran pelarut pengembang (Harborne,

1996). Pinsip kerjanya memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran
antara sampel dengan pelarut yang digunakan.

Teknik

ini

biasanya

menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan
dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang
digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan
eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.
Untuk melakukan percobaan ini pertama yang dilakukan yaitu
menyiapkan plat KLT dengan ukuran 4 x 10 cm, kemudian membuat garis batas
dari tepi atas 0,5 cm dan garis batas dari tepi bawah 1 cm, pada batas bawah di
beri tanda berupa titik yang berjumlah 4 buah yang terletak berdampingan
dengan jarak 1 cm, dengan titik pertama berada pada 0,5 cm dari pinggir plat.
Fungsi dari pembuatan titik-titik adalah sebagai tempat sampel yang akan di
elusi. Selanjutnya plat KLT di oven selama 5 menit, hal ini dilakukan untuk
menghilangkan kotoran (air) yang dapat mengganggu proses elusi. Kemudian
dengan pipa kapiler diteteskan 4 macam larutan (A, B, C dan D) berdampingan
pada masing-masing titik sebanyak 3 tetesan. Tiap-tiap tetesan harus
dikeringkan dahulu, sebelum tetesan berikut diletakkan diatasnya. Tujuan
tetesan selanjutnya menunggu tetesan pertama mengering terlebih dahulu adalah
agar ukuran spot tidak terlalu besar. Setelah itu plat KLT dimasukkan ke dalam
chamber dengan posisi digantungkan selama ±90 menit untuk dijenuhkan
dengan uap eluen, dijaga agar posisi plat tidak miring. Karena jika miring, maka
jarak tempuh eluen akan berbeda dari yang diinginkan. Lalu chamber segera
ditutup. Kemudian ditunggu sampai eluen mencapai garis batas atas plat.
Setelah larutan eluen mencapai batas atas, maka plat KLT dikeluarkan
dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105-110oC selama 5 menit. Karena
sampel merupakan larutan tak berwarna, maka sampel tersebut memberikan
warna yang hampir mirip dengan warna plat KLT, sehingga untuk melihat
nodanya harus disemprot dengan ninhidrin dan plat KLT dikeringkan kembali
dalam oven pada suhu 105-110oC selama 1 menit. Larutan sampel dan larutan
standar meresap naik pada plat dan noda-noda asam amino terlihat berwarna
ungu namun berubah menjadi berwarna jingga karena terlalu lama berada di
ruang terbuka. Prinsip analisis asam amino dengan ninhidrin yaitu

mengidentifikasi adanya asam amino dalam suatu bahan dimana asam amino
bebas (asam amino dimana gugus aminonya tidak terikat) akan bereaksi dengan
ninhidrin dan membentuk senyawa kompleks berwarna ungu. Reaksi dinyatakan
positif jika terjadi perubahan warna sampel menjadi ungu, dan reaksi dinyatakan
negatif jika tidak terjadi perubahan warna. Warna ungu menunjukkan uji
ninhidrin positif, karena pada asam amino terdapat gugus karboksil yang dapat
dilepaskan atau tereduksi akan bereaksi dengan NH3 dengan proses
dekarboksilasi dan menghasilkan suatu amina. Gugus amino pada asam amino
dapat bereaksi dengan asam nitrit dan melepaskan gas nitrogen.. Reaksi tersebut
bernilai positif bila terbentuk warna ungu atau biru jika terdapat kandungan asam
α-amino. Asam-asam amino yang bereaksi dengan ninhidrin membentuk suatu
produk yang disebut ungu Ruhmann.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

(Lehninger, 1982).
Reaksi ninhidrin untuk deteksi dan pengukuran asam α-amino. Jalan
reaksi atom-atom pada asam amino dilacak dengan warna hitam. Dua molekul
ninhidrin dan atom nitrogen dari asam amino bereaksi membentuk warna ungu
(Lehninger, 1982)

Kemudian noda-noda asam amino yang terbentuk tersebut diberi tanda
menggunakan pensil sehingga jarak yang tempuh pelarut dapat diukur dengan
mudah dari batas bawah dan batas atas sedangkan jarak tempuh noda diukur pada
bagian atas noda, sehingga didapatkan data jarak tempuh noda:
Larutan Sampel A=

1 cm

Larutan standar B = 1,1 cm
Larutan standar C = 2,2 cm
Larutan standar D = 2,3 cm
Dari data tersebut dapat dihitung harga Rf untuk masing-masing asam
amino standart dan sampel 2 menggunakan perhitungan di bawah ini:
Rf 

jarak yang ditempuh oleh senyawa
jarak yang ditempuh oleh pelarut

Kemudian ditetapkan komponen-komponen asam amino dalam larutan
sampel dengan membandingkan harga Rf-nya dengan Rf asam-asam amino
standar. Dan dari perhitungan didapatkan nilai Rf:
Larutan Sampel A = 0,1176
Standar B (cysteine) = 0,1294
Standar C (glisin)

= 0,2588

Standar D (alanin) = 0,2706

Kemudian harga Rf yang didapatkan dibandingkan dengan harga Rf asam amino
secara teori. Larutan asam amino standar B, C, D berturut-turut adalah cystein,
glisin, alanin. Berdasarkan standar asam amino diketahui bahwa sampel
mendekati standar B yang diketahui merupakan cystein.
Berikut adalah struktur dari asam amino cystein, glisin, alanin.:

Cysteine

Glisin

alanine

Namun hasil dari percobaan kami memiliki nilai yang berbeda dengan nilai Rf
secara teori. Dimana urutan kepolaran yang kami peroleh dari yang terendah ke
tinggi yaitu cysteine, glisine, alanine. Seharusnya urutan kepolaran dari yang
terendah ke tertinggi yaitu glisin, alanine, dan cystein. Hal ini dapat disebabkan
karena human error dan chemical eror. Human error dalam hal ini dapat terjadi
ketika proses penotolan (penetesan) masing-masing larutan yang digunakan.
Kemungkinan ketika penotolan yang dilakukan sebanyak 3 kali untuk setiap larutan
tersebut kurang tepat dan diameter yang dihasilkan kurang besar. Kemungkinan
lainnya yaitu banyaknya larutan yang ditotolkan bisa melebihi atau belum mencapai
standarnya yaitu sebanyak 5 �m dengan diameter 0,4 cm. Chemical error dalam hal
ini yaitu larutan eluen yang digunakan telah rusak strukturnya sehingga tidak
dihasilkan nilai Rf yang sesuai teori.

X. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa dari nilai Rf sampel yaitu 0,1176 maka komponen asam amino yang
terkandung pada sampel adalah asam amino cysteine, dimana nilai Rf sampel
mendekati nilai Rf larutan asam amino standart B yaitu 0,1294 yang diketahui
merupakan asam amino cysteine.

XI. Jawaban pertanyaan
1. Apakah keuntungan dan kerugian dalam metode pemisahan dengan
kromatografi kertas ?
Jawab:

 Keuntungan:
a) Kromatografi kertas dua arah dapat digunakan dalam pemisahan
substansi yang memiliki nilai Rf yang serupa.
b) Peralatan yang diperlukan sedikit dan sederhana
c) Biayanya murah
d) Waktu analisis cepat
e) Daya pisah cukup baik.

 Kerugian:
Pelarut yang digunakan harus sesuai dengan sampel yang akan
digunakan. Misalkan ketika menggunakan pelarut polar, molekul-molekul
polar akan memiliki interaksi yang tinggi untuk molekul-molekul air dan
kurang untuk pelarut yang non polar. Sehingga cenderung untuk larut dalam
lapisan air sekitar serat lebih besar daripada pelarut yang bergerak. Karena
molekul-molekul ini membutuhkan waktu untuk larut dalam fase diam dan
kurang dalam fase gerak, molekul tidak akan bergerak dengan cepat pada
kertas.

2. Apakah metode kromatografi kertas dapat digunakan untuk analisis kuantitatif ?
Jawab:
Metode kromatografi kertas dapat digunakan baik untuk melakukan
analisis yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Analisis Kuantitatif
dilakukan berdasarkan perbandingan Rf dari zat sampel dengan harga Rf zat
standar.
Analisis Kualitatif dilakukan dengan mengidentifikasi komponen asam
amino dari sampel terhadap suatu larutan asam amino yang telah
diketahui sebelumnya berdasarkan nilai Rf, Pada percobaan ini ditandai dengan
adanya warna ungu serta dari harga Rf sampel yang diselidiki lalu dibandingkan
dengan harga Rf standarnya.

3. Faktor apa saja yang mempengaruhi nilai Rf ?
Jawab:
Faktor-faktor yang menentukan harga Rf yaitu :

 Pelarut : disebabkan oleh pentingnya koefisien partisi, maka perubahanperubahan yang sangat kecil dalam komposisi pelarut dapat menyebabkan
perubahan- perubahan harga Rf.

 Sifat dari campuran : berbagai senyawa mengalami partisi diantara volumevolume yang sama dari fasa tetap dan bergerak. Sifat campuran hampir selalu

mempengaruhi karakteristik dari kelarutan satu terhadap lainnya hingga
berpengaruh juga terhadap harga Rf

 Kertas : pengaruh utama kertas pada harga Rf timbul dari perubahan ion dan
serapan, yang berbeda untuk macam-macam kertas. Kertas mempengaruhi
kecepatan aliran dan mempengaruhi kesetimbangan partisi.

 Suhu : perubahan dalam suhu merubah koefisien partisi dan juga kecepatan
aliran.

 Ukuran dari bejana : volume dari bejana mempengaruhi homogenitas dari
atmosfer sehingga mempengaruhi kecepatan penguapan dari komponenkomponen pelarut dari kertas. Jika bejana besar digunakan, ada tendensi
perambatan lebih lama, seperti perubahan komposisi pelarut sepanjang
kertas, maka koefisien partisi akan berubah juga. Dua faktor yaitu penguapan
dan kompisisi mempengaruhi harga Rf.

 Kualitas adsorben

 Ketebalan lapisan , semakin tebal lapisan Rf nya semakin kecil

 Kejenuhan ruang kromatograf

XII. Daftar Pustaka
Anonim.

Tanpa

tahun.

Chromatograpy

of

amino

http://www.biotopics.co.uk/as/amino_acid_chromatography.html

acids.

(diakses

pada Selasa, 25 Oktober 2016 pukul 19.20 WIB)
Poedjiadi, Anna, F.M. Titin Supriyanti. 2009. Dasar-Dasar Biokimia Edisi
Revisi. Jakarta: UI Press.

Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, Terbitan Kedua, a.b. diterjemahkan oleh Sudiro K.P.I. Bandung:

Penerbit ITB.
Hostettmann K., Hostettmann M., A. Marston. 1995. Cara Kromatografi
Preparatif. Bandung: Penerbit ITB.

Lehninger, Albert L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia . Jakarta: Penerbit Erlangga.
Tim Biokimia. 2016. Petunjuk Praktikum Biokimia . Surabaya : Jurusan Kimia
FMIPA UNESA.
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Penerbit Gramedia.

LAMPIRAN PERHITUNGAN

Diketahui :
Panjang plat

: 8,5 cm

Sampel A

: 1 cm

Standart cystein : 1,1 cm
Standart glisin

: 2,2 cm

Standart Alanin : 2,3 cm
Ditanya: Perhitungan Rf ?
Jawab:
Rf sampel A =
=

�� �� �

�� �� �



��

8,5

= 0,1176
Rf cystein

=
=

�� �� �

�� �� �
,



��

8,5

= 0,1294
Rf glisin

=
=

�� �� �

�� �� �
,



��

8,5

= 0,2588
Rf Alanin

=
=

�� �� �

�� �� �
,

8,5

= 0,2706



��

LAMPIRAN FOTO
Kegiatan
Plat KLT yang telah di
beri garis atas dan
bawahnya dioven

Gambar

Keterangan
Fungsi pengovenan adalah
untuk
menghilangkan
kadar
air
yang
kemungkinan ada pada plat

Sampel, Standart A, B
dan C ditotol pada plat
KLT yang telah dibuat
garis sebelumnya.

Sampel A : larutan tidak
berwarna
Standart cystein : larutan
tidak berwarna
Standart glisin : Larutan
tidak berwarna
Standart Alanin : Larutan
tidak berwarna

Plat yang telah ditotol
kemudian dimasukkan
kedalam eluen

Ditunggu 1,5 jam sampai
eluen naik sampai tanda
batas atas plat

Setelah ditunggu selama
1,5 jam

Eluen telah seluruhnya
naik sampai batas atas
KLT

Plat KLT di semprot
dengan ninhindrin

Ninhidrin berupa larutan
tidak berwarna

Plat KLT di oven
selama 5-10 menit atau
sampai noda terlihat

Terdapat noda berwarna
jingga yang ketinggiannya
tidak sama

Segera beri garis pada
noda dan lapisi dengan
plester

Terbentuk noda berwarna
jingga