Kajian sifat fisikokimia tepung ubi jalar (ipomoea batatas) termodifikasi fermentasi asam laktat dan aplikasinya pada produk roti tawar

(1)

ABSTRACT

STUDY OF PHYSICO-CHEMICAL PROPERTIES OF SWEET POTATO FLOUR (Ipomoea batatas) LACTIC ACID FERMENTATION

MODIFIED AND APLICATION IN FRESH BREAD by

YULIZARATNA DEWI

Principles of lactic acid fermentation in modification of sweet potatoes properties is by fermentation using the LAB (Lactic Acid Bacteria) that will degrade amylose, amylopectin and branches out at the amorph which will further improve the physicochemical properties of sweet potato flour. In this study, sweet potato cubes were fermented for 7days with different starter’s condition and without fermentation as a control before being processed into flour to improve the physicochemical properties. The experimental design used was acompletely randomized design (CRD), a single factor with eight treatments consisted of sweet potato flour without fermentation as acontrol (A), with spontaneous fermentation (B), fermentation with pickle starter (C), and fermentation with cultures of L. plantarum (D) ,composite flour with 40% of control sweet potato flour as substituent (E),with 40% of spontaneous fermented flour as substituent (F), with 40% of fermented pickle flour as substituent (G), with 40% of fermented L.plantarum flour as substituent (H).

Analysis of the physicochemical properties of all flour was performed three replications on pH, water absorption capacity (absorption of flour), swelling power (the power of granule swelling), solubility (solubility) and amylose content. Sweet potato flour substitutions as much as 40%, respectively in control, spontaneous fermentation, pickle, L.plantarum were done for making bread products. These were then tested four replications on sensory properties and their specific volume development was measured. Proximate data of sweet potato flour on A, B, C, D, E, F, G and H were performed two replicates and were presented descriptively. Data of physicochemical properties of sweet potato flour (with and without modification) as well as the bread properties were first analyzed with Bartlet, and Tuckey test. Data were then analyzed on their variance (ANARA) using F test to obtain the error variance estimate or sand to investigate the influence among the treatments. Furthertest was then done using Duncan test at 5% level.


(2)

swelling power was on spontaneous (6.31%), pickle (8.29%), L.plantarum (10.17%). Increase of solubility was on spontaneous (4.80%), pickle (2.55%), L.plantarum (8.67); and water absorption capacity was increased on spontaneous (203.42%), pickle (211.54%), L.plantarum (256.94%). Increase levels of amylose was occurred on flours of spontaneous (27.68%), pickle (28.44%), and L.plantarum (27.22%). Treatment of pickle fermentation produced the best physicochemical properties of flour to produce bread product. The characteristic of this bread was following: brighter bread crust color, softer bread crumb, more uniformpores, taste salty, sour aroma and highest bread specific volume development.

Keywords: Spontaneous lactic acid fermentation, pickle, L.plantarum, modified sweet potato flour, fresh bread


(3)

ABSTRAK

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA TEPUNG UBI JALAR (Ipomea batatas) TERMODIFIKASI FERMENTASI ASAM LAKTAT DAN APLIKASINYA

PADA PRODUK ROTI TAWAR

Oleh

YULIZA RATNA DEWI

Prinsip fermentasi asam laktat pada ubi jalar termodifikasi adalah dengan cara fermentasi menggunakan BAL (Bakteri Asam Laktat) yang akan mendegradasi amilosa, amilopektin dan cabang-cabang luar pada bagian amorph yang selanjutnya akan memperbaiki sifat fisikokimia tepung ubi jalar. Pada penelitian ini, ubi jalar difermentasi selama 7 hari secara spontan, dengan penambahan cairan pikel ubi jalar, L.plantarum dan tanpa fermentasi sebagai kontrol sebelum diproses menjadi tepung untuk memperbaiki sifat fisikokimianya. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL), faktor tunggal dengan delapan perlakuan terdiri dari tepung ubi jalar kontrol atau tanpa fermentasi (A), fermentasi spontan (B), fermentasi pikel (C), dan fermentasi kultur Lactobacillus plantarum (D), tepung ubi jalar kontrol pensubstitusi 40% (E), fermentasi spontan pensubstitusi 40% (F), fermentasi pikel pensubstitusi 40% (G), fermentasi L.plantarum pensubstitusi 40% (H).

Analisis sifat fisikokimia dilakukan sebanyak tiga ulangan terhadap pH, water absorption capacity (daya serap tepung), swelling power (kekuatan pembengkakan granula), solubulity (Kelarutan) dan kadar amilosa. Pensubstitusian tepung ubi jalar sebanyak 40% masing-masing pada kontrol, fermentasi spontan, pikel, L.plantarum dilakukan untuk pembuatan produk roti tawar yang diuji organoleptik dan volume spesifik pengembangan dengan empat ulangan. Data proksimat tepung ubi jalar masing-masing A, B, C, D, E,F,G dan H disajikan secara deskriptif sebanyak dua ulangan dengan menghitung rata-rata dan standar deviasi. Data sifat fisikokimia tepung ubi jalar modifikasi dan roti tawar yang diperoleh dianalisis kesamaan ragam data dengan uji Bartlet dan kemenambahan data dengan uji Tuckey. Data dianalisis ragam (ANARA) untuk mendapatkan penduga ragam galat dan mengetahui adanya pengaruh antar perlakuan. Uji lanjut menggunakan uji Duncan pada taraf 5%.


(4)

pada L.plantarum (3,70); peningkatan swelling power, pada spontan (6,31%), pada pikel (8,29%), pada L.plantarum (10,17%); solubility, pada spontan (4,80%), pada pikel (2,55%), pada L.plantarum (8,67); water absorption capacity, pada spontan (203,42%), pada pikel (211,54%), pada L.plantarum (256,94%); serta peningkatan kadar amilosa, pada spontan (27,68%), pada pikel (28,44%), pada L.plantarum (27,22%). Perlakuan fermentasi pikel menghasilkan sifat fisikokimia terbaik sebagai aplikasi terhadap produk roti tawar dengan menghasilkan organoleptik warna crust roti tawar lebih cerah, crumb lebih lembut, pori-pori lebih seragam, rasa tidak asin, aroma tidak asam serta volume pengembangan spesifik roti tertinggi dari perlakuan lainnya.

Kata kunci : Fermentasi asam laktat spontan, pikel, L.plantarum, tepung ubi jalar termodifikasi, roti tawar.


(5)

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA TEPUNG UBI JALAR

(

Ipomoea

batatas

) TERMODIFIKASI FERMENTASI ASAM

LAKTAT DAN APLIKASINYA PADA

PRODUK ROTI TAWAR

Oleh

YULIZA RATNA DEWI

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER SAINS

Pada

Program Pascasarjana Magister Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014


(6)

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA TEPUNG UBI JALAR

(

Ipomoea

batatas

) TERMODIFIKASI FERMENTASI ASAM

LAKTAT DAN APLIKASINYA PADA

PRODUK ROTI TAWAR

(Tesis)

OLEH

YULIZA RATNA DEWI

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Ubi jalar varietas Ciceh ... 9

2. Ikatan α 1,4 dan α 1,6 glikosida ... 12

3. Diagram alir proses fermentasi spontan ubi jalar ... 33

4. Diagram alir proses fermentasi pikel/BAL ubi jalar ... 34

5. Diagram alir proses fermentasi kultur murni (L.plantarum) ubi jalar . 35 6. Diagram alir pembuatan tepung ubi jalar secara kontrol ... 36

7. Diagram alir pembuatan tepung ubi jalar secara termodifikasi ... 37

8. Diagram alir pembuatan biang roti tawar ... 39

9. Diagram alir pembuatan roti tawar tepung ubi jalar substitusi terigu .. 40

10.Contoh kuisioner uji organoleptik ... 47

11.Hubungan perlakuan fermentasi terhadap pH tepung ubi jalar kontrol, fermentasi dan substitusinya ... 56

12.Hubungan perlakuan fermentasi terhadap Water Absorption Capacity tepung ubi jalar kontrol, fermentasi dan substitusinya ... 58

13.Hubungan perlakuan fermentasi terhadap Swelling Power tepung ubi jalar kontrol, fermentasi dan substitusinya pada suhu 60°C dan 90°C ... 60

14.Hubungan perlakuan fermentasi terhadap Solubillity tepung ubi jalar kontrol, fermentasi dan substitusinya pada suhu 60°C dan 90°C ... 62


(8)

16.Irisan roti tawar substitusi tepung ubi jalar modifikasi ... 70 17.Proses Pembuatan Tepung Ubi Jalar Kontrol dan Fermentasi ... 187 18.Proses Pembuatan Roti Tawar dengan Tepung Ubi Jalar Kontrol dan Fermentasi ... 190 19.Produk Roti Tawar dengan Tepung Ubi Jalar Kontrol dan Fermentasi 192 20.Produk Roti Tawar Utuh dan Irisan dengan Tepung Ubi Jalar


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...vii

DAFTAR GAMBAR ...xi

I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang dan Masalah ... 1

B.Tujuan Penelitian ... ... 4

C.Kerangka Pemikiran ... 4

D.Hipotesis ... ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... ... 9

A.Ubi Jalar ... ... 9

B.Tepung ... 11

C.Fermentasi Asam Laktat ... 13

D.Modifikasi Tepung Fermentasi ... 17

E. Roti Tawar ... 18

1. Komponen Penyusun Roti Tawar ... 19

2. Proses Pembuatan Roti Tawar ... 26

III. BAHAN DAN METODE ... 30

A.Waktu dan Tempat ... 30


(10)

1. Penyiapan Starter Fermentasi ... 32

2. Proses Fermentasi Ubi Jalar ... 33

3. Pembuatan Tepung Ubi Jalar Kontrol dan Fermentasi ... 35

4. Pembuatan Roti Tawar Tepung Ubi Jalar Substitusi Terigu . 37 E. Pengamatan Sifat Fisikokimia Tepung Ubi Jalar Modifikasi Fermentasi ... 41

1. Analisa Proksimat Tepung Fermentasi ... 41

a) Kadar Air ... 41

b) Kadar Abu ... 41

c) Kadar Protein ... 42

d) Kadar Lemak ... 42

e) Kadar Karbohidrat ... 43

f) Kadar Serat Kasar ... 43

2. Pengamatan Sifat Fisikokimia Tepung Fermentasi ... 44

a) Nilai pH ... 44

b) Swelling Power (Kekuatan Pembengkakan Granula) dan Solubility (Kelarutan) ... 44

c) Water Absorption Capacity (Daya Serap Air) ... 45

d) Kadar Amilosa ... 45

3. Pengamatan Roti Tawar ... 47

a) Uji Organoleptik Roti Tawar ... 47

b) Volume Spesifik Pengembangan Roti Tawar ... 49

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Analisis Proksimat Tepung Ubi Jalar Fermentasi Spontan, Pikel, L.plantarum dan Kontrol ... 50

B. Sifat Fisikokimia Tepung Ubi Jalar Fermentasi Spontan, Pikel, L.plantarum, dan Kontrol ... 54

1. Nilai pH ... 56

2. Water Absorption Capacity (Daya Serap Tepung) ... 58

3. Swelling Power (Kekuatan Pembengkakan Granula) dan Solubulity (Kelarutan) ... 59

4. Kadar Amilosa ... 63

C. Uji Organoleptik Roti Tawar ... 65

1. Warna Kulit Roti (crust) ... 65

2. Kekerasan Kulit Roti (crust) ... 66


(11)

4. Keseragaman Pori ... 69

5. Rasa ... 72

6. Aroma ... 73

7. Penerimaan Keseluruhan ... 73

D. Volume Spesifik Pengembangan Roti Tawar ... 75

E. Penentuan Perlakuan Terbaik ... 77

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 78

A. Simpulan ... 78

B. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 79


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Komponen gizi ubi jalar dalam 100 g bahan segar ... 11

2. Karakteristik amilosa dan amilopektin ... 13

3. Syarat mutu roti tawar ... 19

4. Komposisi tepung terigu berprotein tinggi ... 22

5. Formulasi bahan pembuatan roti tawar dengan substitusi tepung ubi jalar ... 38

6. Data analisa proksimat tepung terigu, tepung ubi jalar kontrol dan fermentasi per 100 g bahan ... ... .... 51

7. Data analisa proksimat tepung terigu, substitusi tepung ubi jalar kontrol dan fermentasi per 100 g bahan ... ... .... 52

8. Hasil uji Duncan terhadap sifat fisikokimia tepung ubi jalar kontrol, fermentasi dan substitusi ... ... .... 55

9. Hasil uji Duncan terhadap warna crust roti tawar ... 65

10. Hasil uji Duncan terhadap kekerasan crust roti tawar ... 67

11. Hasil uji Duncan terhadap keempukan pori roti tawar ... 68

12. Hasil uji Duncan terhadap keseragaman pori roti tawar ... 70

13. Hasil uji Duncan terhadap rasa roti tawar... 72

14. Hasil uji Duncan taraf terhadap aroma roti tawar ... 73


(13)

16. Hasil uji Duncan terhadap volume spesifik pengembangan roti

tawar ... 75 17. Hasil uji Duncan terhadap perlakuan terbaik roti tawar ... 77 18. Data hasil perhitungan pH pada tepung ubi jalar dan substitusi ... 88 19. Uji Normalitas (Lilliefors Test) terhadap pH tepung ubi jalar

kontrol, fermentasi, dan substitusinya ... 89 20. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) terhadap pH

tepung ubi jalar kontrol, fermentasi, dan substitusinya ... 90 21. Uji keaditifan data (Tukey’s test) terhadap pH tepung ubi jalar

kontrol, fermentasi, dan substitusinya ... 92 22. Analisis ragam terhadap pH tepung ubi jalar kontrol, fermentasi

dan substitusinya ... 93 23. Uji bjnd (uji Duncan) terhadap pH tepung ubi jalar kontrol

fermentasi, dan substitusinya ... 94 24. Data hasil perhitungan water absorption capacity pada tepung ubi

jalar dan substitusi (%) ... 95 25. Uji Normalitas (Lilliefors Test) terhadap water absorption capacity

tepung ubi jalar kontrol, fermentasi, dan substitusinya ... 96 26. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) terhadap

water absorption capacity tepung ubi jalar kontrol, fermentasi,

dan substitusinya ... 97 27. Uji keaditifan data (Tukey’s test) terhadap water absorption capacity

tepung ubi jalar kontrol fermentasi, dan substitusinya ... 99 28. Analisis ragam terhadap water absorption tepung ubi jalar kontrol,

fermentasi dan substitusinya ... 100 29. Uji bjnd (uji Duncan) terhadap water absorption capacity tepung

ubi jalar kontrol fermentasi, dan substitusinya ... 101 30. Data hasil perhitungan swelling power suhu 60°C pada tepung

ubi jalar dan substitusi (%) ... 102 31. Uji Normalitas (Lilliefors Test) terhadap swelling power tepung


(14)

33. Uji keaditifan data (Tukey’s test) terhadap swelling power tepung

ubi jalar kontrol fermentasi, dan substitusinya ... 106 34. Analisis ragam terhadap swelling power (60°C) tepung ubi jalar

kontrol, fermentasi dan substitusinya ... 107 35. Uji bjnd (uji Duncan) terhadap swelling power tepung ubi jalar

kontrol fermentasi, dan substitusinya ... 108 36. Data hasil perhitungan swelling power suhu 90°C pada tepung ubi

jalar dan substitusi (%) ... 109 37. Uji Normalitas (Lilliefors Test) terhadap swelling power suhu 90°C

tepung ubi jalar kontrol, fermentasi, dan substitusinya ... 110 38. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) terhadap

swelling power suhu 90°C tepung ubi jalar kontrol, fermentasi,

dan substitusinya ... 111 39. Uji keaditifan data (Tukey’s test) terhadap swelling power suhu

90°C tepung ubi jalar kontrol fermentasi, dan substitusinya ... 113 40. Analisis ragam terhadap swelling power (90°C) tepung ubi jalar

kontrol, fermentasi dan substitusinya ... 114 41. Uji bjnd (uji Duncan) terhadap swelling power suhu 90°C tepung

ubi jalar kontrol fermentasi, dan substitusinya ... 115 42. Data hasil perhitungan solubility suhu 60°C pada tepung ubi jalar

dan substitusi (%) ... 116 43. Uji Normalitas (Lilliefors Test) terhadap solubility suhu 60°C tepung

ubi jalar kontrol, fermentasi, dan substitusinya ... 117 44. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) terhadap

solubility suhu 60°C tepung ubi jalar kontrol, fermentasi, dan

substitusinya ... 118 45. Uji keaditifan data (Tukey’s test) terhadap solubility suhu 60°C

tepung ubi jalar kontrol fermentasi, dan substitusinya ... 120 46. Analisis ragam terhadap solubility (60°C) tepung ubi jalar kontrol,


(15)

47. Uji bjnd (uji Duncan) terhadap solubility suhu 60°C tepung ubi jalar kontrol fermentasi, dan substitusinya ... 122 48. Data hasil perhitungan solubility suhu 90°C pada tepung ubi jalar

dan substitusi (%) ... 123 49. Uji Normalitas (Lilliefors Test) terhadap solubility suhu 90°C tepung

ubi jalar kontrol fermentasi, dan substitusinya ... 124 50. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) terhadap

solubility suhu 90°C tepung ubi jalar kontrol, fermentasi, dan

substitusinya ... 125 51. Uji keaditifan data (Tukey’s test) terhadap solubility suhu 90°C

tepung ubi jalar kontrol fermentasi, dan substitusinya ... 127 52. Analisis ragam terhadap solubility (90°C) tepung ubi jalar kontrol,

fermentasi dan substitusinya ... 128 53. Uji bjnd (uji Duncan) terhadap solubility suhu 90°C tepung ubi

jalar kontrol fermentasi, dan substitusinya ... 129 54. Data hasil perhitungan amilosa pada tepung ubi jalar dan

substitusi (%) ... 130 55. Uji Normalitas (Lilliefors Test) terhadap amilosa tepung ubi jalar

kontrol, fermentasi, dan substitusinya ... 131 56. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) terhadap

amilosa tepung ubi jalar kontrol, fermentasi, dan substitusinya ... 132 57. Uji keaditifan data (Tukey’s test) terhadap amilosa tepung ubi

jalar kontrol fermentasi, dan substitusinya ... 134 58. Analisis ragam terhadap amilosa tepung ubi jalar kontrol,

fermentasi dan substitusinya ... 135 59. Uji bjnd (uji Duncan) terhadap amilosa tepung ubi jalar kontrol

fermentasi, dan substitusinya ... 136 60. Hasil uji organoleptik terhadap warna crust roti tawar ... 137 61. Uji Normalitas (Lilliefors Test) terhadap organoleptik warna roti

tawar substitusi tepung ubi jalar ... 138 62. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) terhadap


(16)

64. Analisis ragam warna crust roti tawar substitsi tepung ubi jalar ... 141 65. Uji bjnd (uji Duncan) terhadap organoleptik warna roti tawar

substitusi tepung ubi jalar ... 142 66. Hasil uji organoleptik terhadap kekerasan crust roti tawar ... 143 67. Uji Normalitas (Lilliefors Test) terhadap organoleptik kekerasan

crust roti tawar substitusi tepung ubi jalar ... 144 68. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) terhadap

organoleptik kekerasan crust roti tawar substitusi tepung ubi jalar . 145 69. Uji keaditifan data (Tukey’s test) terhadap organoleptik kekerasan

crust roti tawar substitusi tepung ubi jalar ... 146 70. Analisis ragam kekerasan crust roti tawar substitsi tepung ubi jalar . 147 71. Uji bjnd (uji Duncan) terhadap organoleptik kekerasan crust roti

tawar substitusi tepung ubi jalar ... 148 72. Hasil uji organoleptik terhadap keempukan pori roti tawar ... 149 73. Uji Normalitas (Lilliefors Test) terhadap organoleptik keempukan

pori roti tawar substitusi tepung ubi jalar ... 150 74. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) terhadap

organoleptik keempukan pori roti tawar substitusi tepung ubi jalar 151 75. Uji keaditifan data (Tukey’s test) terhadap organoleptik keempukan

pori roti tawar substitusi tepung ubi jalar ... 152 76. Analisis ragam keempukan pori roti tawar substitsi tepung ubi jalar 153 77. Uji bjnd (uji Duncan) terhadap organoleptik keempukan pori roti

tawar substitusi tepung ubi jalar ... 154 78. Hasil uji organoleptik terhadap keseragaman pori roti tawar ... 155 79. Uji Normalitas (Lilliefors Test) terhadap organoleptik keseragaman

pori roti tawar substitusi tepung ubi jalar ... 156 80. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) terhadap

organoleptik keseragaman pori roti tawar substitusi tepung ubi


(17)

81. Uji keaditifan data (Tukey’s test) terhadap organoleptik keseragaman pori roti tawar substitusi tepung ubi jalar ... 158 82. Analisis ragam keseragaman pori roti tawar substitsi tepung ubi jalar 159 83. Uji bjnd (uji Duncan) terhadap organoleptik keseragaman pori roti

tawar substitusi tepung ubi jalar ... 160 84. Hasil uji organoleptik terhadap rasa roti tawar ... 161 85. Uji Normalitas (Lilliefors Test) terhadap organoleptik rasa roti

tawar substitusi tepung ubi jalar ... 162 86. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) terhadap

organoleptik rasa rotitawar substitusi tepung ubi jalar ... 163 87. Uji keaditifan data (Tukey’s test) terhadap organoleptik rasa roti

tawar substitusi tepung ubi jalar ... 164 88. Analisis ragam rasa roti tawar substitsi tepung ubi jalar ... 165 89. Uji bjnd (uji Duncan) terhadap organoleptik rasa roti tawar

substitusi tepung ubi jalar ... 166 90. Hasil uji organoleptik terhadap aroma roti tawar ... 167 91. Uji Normalitas (Lilliefors Test) terhadap organoleptik aroma roti

tawar substitusi tepung ubi jalar ... 168 92. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) terhadap

organoleptik aroma rotitawar substitusi tepung ubi jalar ... 169 93. Uji keaditifan data (Tukey’s test) terhadap organoleptik aroma

roti tawar substitusi tepung ubi jalar ... 170 94. Analisis ragam aroma roti tawar substitsi tepung ubi jalar... 171 95. Uji bjnd (uji Duncan) terhadap organoleptik aroma roti tawar

substitusi tepung ubi jalar ... 172 96. Hasil uji organoleptik terhadap penerimaan keseluruhan roti tawar . 173 97. Uji Normalitas (Lilliefors Test) terhadap organoleptik penerimaan

keseluruhan roti tawar substitusi tepung ubi jalar ... 174 98. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) terhadap

organoleptik penerimaan keseluruhan rotitawar substitusi


(18)

100. Analisis ragam penerimaan keseluruhan roti tawar substitusi

tepung ubi jalar ... 177 101. Uji bjnd (uji Duncan) terhadap organoleptik aroma roti tawar

substitusi tepung ubi jalar ... 178 102. Data hasil perhitungan rata-rata berat, volume dan volume

spesifik pengembangan roti tawar dalam satuan cm3/g ... 179 103. Data hasil perhitungan berat, volume, dan volume spesifik

roti pengembangan tawar ... 180 104. Data hasil perhitungan volume spesifik pengembangan roti tawar

substitusi tepung ubi jalar ... 181 105. Uji Normalitas (Lilliefors Test) terhadap volume spesifik

pengembangan roti tawar substitusi tepung ubi jalar ... 182 106. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) terhadap

volume spesifik pengembangan roti tawar substitusi tepung ubi

jalar ... 183 107. Uji keaditifan data (Tukey’s test) terhadap volume spesifik

pengembangan roti tawar substitusi tepung ubi jalar ... 184 108. Analisis ragam volume spesifik pengembangan roti tawar substitusi

tepung ubi jalar ... 185 109. Uji bjnd (uji Duncan) terhadap volume spesifik pengembangan


(19)

(20)

(21)

(22)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Teluk Betung pada tanggal 04 Juli 1976, putri keempat dari delapan bersaudara dari pasangan Bapak H.M. Syamsuddin Surya, Lc., S.Ag. dan Ibu Siti Zainunah Harni. Setelah tamat di Sekolah Dasar Negeri 1 Panjang Selatan pada tahun 1989, penulis melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Teluk Betung sampai tahun 1992. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Tanjung Karang sampai tahun 1995, dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri) sampai tahun 2000.

Pada tahun 2012 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Pascasarjana (S2) Teknologi Industri Pertanian Universitas Lampung. Pada tahun 2000, penulis menikah dengan “Ir.Desmy Putra Jayasinga” dan dikaruniai dua oranganak yaitu : Alyaadhia Nauradini Jayasinga dan Muhammad Ridhan Jayasinga. Penulis sampai saat ini tercatat sebagai staf pengajar di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMK N2) Metro.


(23)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini. Dengan kerendahan dan ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

1. Ibu Ir. Neti Yuliana, M.Si., Ph.D., selaku pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan, meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta motivasi yang tinggi sehingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini. 2. Ibu Ir. Siti Nurdjanah, M.Sc., Ph.D., selaku pembimbing kedua atas

bimbingan, pengarahan dan sarannya selama menyelesaikan tesis ini. 3. Ibu Dr. Ir. Sussi Astuti, M.Si., selaku pembahas atas kesediaannya

menguji, memberikan motivasi dan saran untuk perbaikan tesis ini.

4. Bapak Drs. Sutarman, M.M., selaku Kepala Sekolah SMKN 2 Metro, yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan program pasca sarjana.

5. Keluarga tercinta, abah, mamah, ayuk, adik, serta semua keponakanku tersayang atas segala doa, kasih sayang, semangat yang tidak ternilai selama ini.


(24)

7. Dewi, yunda Vera, mbak Yani, mbak Ika dan siswa-siswi SMKN 2 Metro jurusan THP, atas bantuan, kesabaran, motivasi dan pengertiannya yang dalam selama penulis menyelesaikan tesis ini.

8. Rekan-rekan seperjuangan di MTA Unila 2012 (teteh Eci, Uci, Andre, Anjar, Eci, Rini, Lina, ibu Nurul, Aji, Ardi) terima kasih atas bantuan, motivasi, semangat dan kebersamaannya.

Semoga Allah memberikan limpahan rahmat dan kebaikan kepada kalian semua, Amin.

Bandar Lampung, Juli 2014 Penulis


(25)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Kebutuhan tepung terigu di Indonesia saat ini terus meningkat. Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) melaporkan bahwa terjadi kenaikan konsumsi terigu nasional sekitar 7% yaitu sebesar 5,08 juta ton pada tahun 2012 menjadi 5,43 juta ton pada tahun 2013, antara lain untuk produk roti 22%, biskuit 4%, cake 2%, tradisional cake 6%, mie 9%, pancake 2%, pastry 1%, penjualan 20%, dan industri besar 34%. Kebutuhan yang besar terhadap tepung terigu sebagai bahan baku utama produk roti tawar menjadi masalah bagi konsumen rumah tangga dan industri berbahan baku terigu. Sejak tahun 2003, industri pengolahan roti khususnya roti tawar mengalami peningkatan kebutuhan terigu yang cukup signifikan yaitu mencapai 68,47% dengan tingkat produksi 25.106.495 buah (Setyawan, 2007). Hal ini disebabkan kecenderungan pola konsumsi pangan yang mengarah ke pola cepat saji dan praktis, sehingga roti tawar sering disajikan pada waktu sarapan pagi terutama pada masyarakat perkotaan yang memiliki keterbatasan waktu.


(26)

Kebutuhan terigu yang besar pada pembuatan roti tawar perlu diimbangi dengan upaya substitusi menggunakan tepung alternatif antara lain dengan tepung ubi jalar. Pengolahan ubi jalar menjadi tepung merupakan salah satu cara untuk meningkatkan daya simpan sehubungan dengan kadar air tepung yang relatif rendah dan juga dibuat menjadi tepung komposit untuk memperoleh komposisi tepung yang dikehendaki. Keuntungan penggunaan tepung ubi jalar adalah bahan baku mudah didapat, rasa lebih manis dan terdapat senyawa antioksidan seperti beta karoten dan antosianin. Kandungan vitamin A dan serat yang tinggi dalam ubi jalar juga meningkatkan nilai fungsional produk (seperti roti dan biskuit) jika menggunakan tepung campuran tersebut.

Menurut Hardoko dkk. (2010), pemanfaatan tepung ubi jalar sebagai substitusi terigu untuk produk roti tawar sekitar 15-20%, sedangkan produk roti manis 15% (Kurniawati dan Ayustaningwarno, 2012). Kapasitas gelasi tepung campuran semakin menurun dengan semakin banyaknya tepung ubi jalar yang ditambahkan (Odedeji dan Adeleke, 2010). Kualitas produk roti akan menurun dengan meningkatnya subtitusi tepung ubi jalar sehingga pengembangan roti kurang optimal, tekstur roti agak keras dan warna roti menjadi agak gelap (Ginting dan Suprapto, 2007); kulit crust roti tawar agak keras, warna roti agak coklat, tekstur agak keras (Hardoko dkk., 2010).

Pemanfaatan tepung ubi jalar sebagai substitusi terigu pada produk roti tawar seperti yang dilaporkan Hardoko dkk. (2010) masih menunjukkan kekurangan pada sifat organoleptik. Oleh karena itu, tepung ubi jalar perlu diperbaiki sifat fisikokimianya. Komponen utama dalam tepung ubi jalar adalah pati sehingga


(27)

3

perbaikan karakteristik tepung ubi jalar dapat dilakukan melalui modifikasi pati. Modifikasi tepung ubi jalar dapat dilakukan dengan perlakuan fermentasi asam laktat seperti yang telah berhasil dilakukan pada Mocaf (Modified cassava flour). Perbaikan sifat reologi tepung yang difermentasi bakteri asam laktat diantaranya dilaporkan oleh Vogel dkk. (2002), Putri dkk. (2011), Zubaidah dan Irawati (2013), Richana dkk. (2010), dan Simsek dkk. (2014).

Prinsip fermentasi asam laktat pada ubi jalar termodifikasi adalah memodifikasi sel ubi jalar dengan cara fermentasi menggunakan Bakteri Asam Laktat (BAL). BAL memproduksi enzim dan asam organik yang mendegradasi sebagian pati menjadi polimer yang lebih pendek rantainya sehingga memperbaiki sifat fungsional tepung (Salim, 2011). Asam organik yang dihasilkan juga memperbaiki aroma dan flavour serta mempertahankan warna tepung menjadi lebih baik sehingga secara keseluruhan dapat memperbaiki sifat organoleptik produk yang dihasilkan (Vogel dkk., 2002).

Beberapa penelitian tentang fermentasi asam laktat pada tepung ubi jalar antara lain untuk penurunan kandungan oligosakarida penyebab flatulensi (Sukardi dkk., 2013) dan peningkatan kualitas nutrisi tepung ubi jalar (Yabaya dan Jonathan, 2012). Kajian fermentasi asam laktat untuk memperbaiki sifat fisikokimia tepung ubi jalar masih terbatas, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tepung ubi jalar termodifikasi fermentasi asam laktat yang diharapkan mampu memperbaiki sifat fisikokimia tepung dan dapat diaplikasikan sebagai substitusi terigu untuk roti tawar.


(28)

Penelitian pendahuluan yang telah dilakukan untuk substitusi tepung ubi jalar modifikasi fermentasi BAL 20%, 30%, 40%, dan 50% menunjukkan bahwa semakin tinggi substitusi tepung ubi jalar, kualitas roti tawar akan menurun, namun substitusi 40% menghasilkan kualitas organoleptik yang dapat diterima.

B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan:

1) Mengetahui pengaruh fermentasi asam laktat secara spontan, penambahan cairan pikel ubi jalar, L.plantarum, kontrol (tanpa fermentasi) dan masing-masing substitusinya terhadap sifat fisikokimia tepung ubi jalar.

2) Mengetahui sifat organoleptik dan volume spesifik pengembangan roti tawar dengan substitusi 40% tepung ubi jalar modifikasi fermentasi spontan, penambahan cairan pikel ubi jalar, L.plantarum dan kontrol (tanpa fermentasi).

C. Kerangka Pemikiran

Tepung ubi jalar dilaporkan Odedeji dan Adeleke (2010), Hardoko dkk. (2010), Ginting dan Suprapto (2007) masih memiliki kekurangan pada sifat fisikokimianya sebagai substitusi terigu untuk produk roti tawar. Karakteristik crust roti tawar yang dihasilkan dari substitusi terigu dengan tepung ubi jalar agak keras, warna mendekati agak coklat tua (lebih gelap), volume spesifik lebih kecil, crumb agak empuk, pori-pori kurang seragam, serta rasa mendekati rasa ubi. Upaya mengatasi kekurangan sifat fisikokimia tepung ubi jalar dapat


(29)

5

diperbaiki melalui pembuatan tepung ubi jalar termodifikasi fermentasi asam laktat antara lain dengan fermentasi spontan, penambahan cairan pikel, dengan kultur L.plantarum.

Fermentasi ubi jalar spontan menggunakan metode pikel yaitu fermentasi yang dilakukan tanpa penambahan inokulum, namun ditambahkan sejumlah garam (Yuliana dan Nurdjanah, 2009). Penambahan garam yang sesuai akan menghambat mikroorganisme yang tidak diinginkan dan mendukung pertumbuhan bakteri asam laktat. Fermentasi dengan penambahan kultur dapat dilakukan dengan penambahan kultur murni atau cairan fermentasi pikel. Penggunaan kultur murni atau BAL pada proses fermentasi akan mengurangi kontaminasi karena keberadaanya yang dominan di awal fermentasi akan menekan pertumbuhan mikroorganisme kontaminan. Fermentasi asam laktat dengan penambahan kultur murni atau BAL akan menghasilkan enzim amilolitik dan selulotik yang dapat menghidrolisis beberapa bagian pati menjadi gula dan polimer rantai pendek lainnya dan selanjutnya gula dikonversi menjadi asam laktat. Kombinasi asam laktat dan enzim selulase memungkinkan proses fermentasi terjadi dalam waktu lebih singkat (Zubaidah dan Irawati, 2013; Subagio, 2006).

Ketiga model fermentasi tersebut pada prinsipnya akan menghasilkan fermentasi asam laktat dengan laju fermentasi dan ragam strain bakteri asam laktat berbeda yang diharapkan mempengaruhi sifat fisikokimia tepung ubi jalar termodifikasi lebih baik karena adanya perbedaan pertumbuhan BAL yang dominan dan ragam enzim yang dihasilkan.


(30)

Menurut Numfor dkk. (1995) dan Putri dkk. (2011) bakteri asam laktat akan mendegradasi amilosa, amilopektin, dan cabang-cabang luar pada bagian amorph yang menyebabkan kerusakan struktur dan integritas granula pati. Degradasi granula pati oleh BAL selama fermentasi dapat merubah porositas dan area permukaan granula sehingga akan merubah sifat pati alami (Vatanasuchart dkk., 2005). Depolimerisasi akan mengurangi resistensi kekuatan pengembangan pati (Bertolini dkk., 2001).

Fermentasi asam laktat akan menghasilkan enzim yang berperan dalam pemutusan ikatan rantai cabang amilopektin dan rantai lurus amilosa. Hal ini mempengaruhi rasio amilosa dan amilopektin, selanjutnya akan mempengaruhi sifat fisikokimia pati, misalnya pH, swelling power, solubulity dan water absorption capacity (Zubaidah dan Irawati, 2013). Parameter-parameter tersebut sangat berkaitan dengan sifat pengembangan pati fermentasi (Marcon dkk., 2006).

Sejauh ini belum diketahui jenis fermentasi asam laktat pada ubi jalar yang mempengaruhi sifat fisikokimia tepung termodifikasi dan dapat diaplikasikan untuk substitusi terigu pada pembuatan roti tawar. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh fermentasi asam laktat secara spontan, penambahan cairan pikel, dan penambahan kultur murni (Lactobacillus plantarum) terhadap karakteristik fisikokimia tepung ubi jalar termodifikasi yang dihasilkan dan aplikasinya pada roti tawar.

L. plantarum merupakan salah satu bakteri asam laktat yang dominan pada proses fermentasi pikel dan banyak digunakan untuk memodifikasi tepung fermentasi


(31)

7

(Yuliana dkk., 2014), (Simsek, 2014), dan (Marcon dkk., 2006). L.plantarum merupakan mikroorganisme GRASS (Generally Recognized As Safe) dan dapat berfungsi sebagai pengawet makanan karena mampu menghasilkan asam organik (Kurniadi dkk., 2011).

Beberapa penelitian seperti pada tepung jagung (Richana dkk., 2010), tepung singkong (Zubaidah dan Irawati, 2013), dan tepung sorgum (Simsek dkk., 2014) yang dimodifikasi dengan fermentasi asam laktat menunjukkan bahwa hidrolisis oleh fermentasi asam laktat akan berkontribusi terhadap pengembangan adonan pada roti. Diharapkan perlakuan fermentasi asam laktat pada ubi jalar mampu menghasilkan tepung ubi jalar termodifikasi dengan karakterisitik fisikokimia yang hampir sama dengan berbagai tepung termodifikasi tersebut. Tepung ubi jalar termodifikasi selanjutnya akan disubstitusi dengan terigu sehingga dapat menghasilkan roti tawar dengan kualitas terbaik.

Kualitas roti tawar substitusi tepung ubi jalar modifikasi fermentasi BAL sebanyak 40% menghasilkan sifat organoleptik yang paling dapat diterima oleh panelis. Hasil ini diperoleh dari penelitian pendahuluan yang telah dilakukan dengan substitusi tepung ubi jalar modifikasi fermentasi BAL terhadap tepung terigu dengan berbagai konsentrasi yaitu 20%, 30%, 40% dan 50%.


(32)

D. Hipotesis

1) Perlakuan fermentasi bakteri asam laktat secara spontan, penambahan cairan pikel, L.plantarum dan substitusinya dengan terigu akan memperbaiki sifat fisikokimia tepung ubi jalar.

2) Substitusi tepung ubi jalar modifikasi fermentasi asam laktat 40% akan memperbaiki sifat organoleptik dan volume spesifik pengembangan produk roti tawar.


(33)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ubi Jalar

Ubi jalar (Ipomea batatas) merupakan komoditas sumber karbohidrat utama setelah padi, jagung dan ubi kayu, serta mempunyai peranan penting dalam penyediaan bahan pangan, bahan baku industri maupun pakan ternak (Zuraida dan Suprapti, 2001). Ubi jalar dikonsumsi sebagai bahan makanan tambahan atau sampingan, kecuali Irian Jaya dan Maluku, ubi jalar digunakan sebagai bahan makanan pokok. Kandungan karbohidrat dalam ubi jalar dapat digunakan sebagai sumber karbon oleh bakteri L. plantarum (Rukmana, 1997; Panda dan Ray, 2008).

Ubi jalar Ubi jalar yang telah dikupas


(34)

Karakteristik fisik ubi jalar seperti ukuran, bentuk dan warna ubi perlu diketahui, karena berkaitan erat dengan pemanfaatannya (Aini, 2004). Ukuran ubi jalar terdiri dari tiga jenis, yaitu besar, sedang dan kecil, sedangkan bentuk dari ubi jalar berbentuk bulat sampai lonjong dengan permukaan rata sampai tidak rata (Rukmana, 1997). Warna kulit dan daging ubi jalar tidak selalu sama. Ubi jalar mempunyai warna kulit putih kotor, kuning, jingga dan ungu tua. Warna daging ubi jalar yaitu putih, krem, oranye dan jingga, tergantung jenis dan pigmen yang terdapat didalamnya (Bandech dkk., 2005). Ubi jalar berdaging kuning memiliki pigmen β-karoten dan ubi jalar berwarna ungu memiliki pigmen antosianin (Yamakawa, 1998). Jumlah kandungan β-karoten dan antosianin dalam ubi jalar tergantung dari kepekatan warna ubi, semakin pekat warna ubi, maka jumlah pigmen dalam ubi akan semakin tinggi.

Ubi jalar dapat dimanfaatkan sebagai pengganti makanan pokok karena memiliki sumber kalori yang efisien. Ubi jalar juga mengandung komponen zat gizi yang penting, seperti protein, lemak, karbohidrat dan vitamin A (β-karoten). Jumlah komponen zat gizi tergantung pada varietas ubi jalar (Lingga, 1984). Kandungan vitamin A yang tinggi dicirikan oleh umbi yang berwarna kuning kemerah-merahan. Komponen gizi dalam ubi jalar selengkapnya disajikan pada Tabel 1.


(35)

11

Tabel 1. Komponen gizi ubi jalar dalam 100 g bahan segar

Kandungan Gizi Jumlah

Ubi Putih Ubi Merah Ubi Kuning Kalori (kal)

Protein (g) Lemak (g) Karbohirat (g) Air (g)

Serat kasar (%) Kadar gula (%) Β-karoten (SI)

123.00 1.80 0.70 27.90 68.50 0.90 0.40 31.20 123.00 1.80 0.70 27.90 68.50 1.20 0.40 174.20 136.00 1.10 0.40 32.30 79.28 1.40 0.30 900* Sumber : Harnowo dkk. (1994), *Direktorat Gizi Depkes RI (1993)

Karbohidrat ubi jalar digolongkan ke dalam low glycemix index (LGI, 54), yang berarti cocok untuk penderita diabetes. Mengkonsumsi ubi jalar tidak secara drastis menaikkan gula darah, berbeda halnya dengan sifat karbohidrat dengan GI tinggi, seperti beras dan jagung (Lingga, 1984).

B. Tepung

Pati merupakan bagian dari tepung. Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa yang terdiri atas amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan bagian polimer linier dengan ikatan α-(14) unit glukosa. Derajat polimerisasi (DP) amilosa berkisar antara 500-6.000 unit glukosa, tergantung pada sumbernya. Adapun amilopektin merupakan polimer α-(14) unit glukosa dengan rantai samping α-(16) unit glukosa (Gambar 2). Ikatan α-(16) unit glukosa ini


(36)

jumlahnya sangat sedikit dalam suatu molekul pati, berkisar antara 4-5%. Namun, jumlah molekul dengan rantai cabang yaitu amilopektin, sangat banyak dengan DP berkisar antara 105 dan 3x106 unit glukosa (Jacobs dan Delcour, 1998).

Gambar 2. Ikatan α 1,4 dan α 1,6 glikosida

Amilosa dan amilopektin merupakan komponen penting pembentuk struktur dasar pati, dan sangat mempengaruhi karakteristik fisikokimia pati yang dihasilkan. Karakteristik amilosa dan amilopektin secara fisik tertera pada Tabel 2. Amilosa memiliki karakteristik rantai relatif lurus, dapat membentuk film yang kuat, struktur gel yang kuat, serta apabila diberi pewarna iodin akan menghasilkan warna biru. Sementara itu, amilopektin memiliki karakteristik rantai bercabang, membentuk film yang lemah, struktur gel lembek, dan apabila diberi pewarna iodin akan menghasilkan warna coklat kemerahan (Thomas dan Atwell, 1997).


(37)

13

Tabel 2. Karakteristik amilosa dan amilopektin

Karakteristik Amilosa Amilopektin

Bentuk Ikatan

Berat molekul Film

Struktur gel Warna + iodin

Relatif lurus

α-(14); [beberapa α-(16)-] 50-500 juta g/mol

Kuat Kuat Biru

Bercabang α-(14) dan α-(16)

50-500 juta g/mol Lemah Lembek Coklat kemerahan Sumber: Thomas dan Atwell (1997)

C. Fermentasi Asam Laktat

Fermentasi adalah suatu aktivitas mikroorganisme terhadap senyawa molekul organik kompleks, seperti protein, karbohidrat, dan lemak yang mengubah senyawa-senyawa tersebut menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana, mudah larut, dan kecernaan tinggi. Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai (Hidayat dkk., 2006). Salah satu mikroba yang berperan pada fermentasi adalah bakteri asam laktat.

Bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri gram positif yang berbentuk batang atau bulat, katalase negatif, tidak membentuk spora, pada umumnya tidak motil tetapi ada beberapa yang motil, suhu optimum pertumbuhan antara 20-40°C. Sifat-sifat khusus bakteri asam laktat adalah mampu tumbuh pada kadar gula,


(38)

alkohol dan garam yang tinggi, tumbuh pada pH 3,8-8,0 serta memfermentasi berbagai monosakarida dan disakarida (Stamer, 1979).

Menurut Salminen dan Wright (1993), berdasarkan tipe fermentasi glukosa, bakteri asam laktat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu obligat homofermentatif, obligat heterofermentatif, dan fakultatif heterofermentatif. (1) Obligat homofermentatif, artinya gula hanya bisa difermentasi melalui jalur glikolisis. Kelompok ini tidak bisa mengkonsumsi pentosa. Hampir seluruh produk yang dihasilkan oleh kelompok bakteri ini berupa asam laktat, contoh : L.acidophillus, L.delbruckii, L.helveticus, L.salivarius. (2) Obligat heterofermentatif, artinya hanya jalur 6-phosphogluconate / phosphoketolase yang dapat digunakan untuk memfermentasi glukosa dengan hasil produk akhir berupa asam laktat, ethanol, asetat dan CO2.

Perbedaan nyata pada level enzim di antara dua kategori tersebut adalah ada tidaknya secara berturut-turut enzim-enzim kunci glikolisis dan 6-phosphogluconate/phosphoketolase, FDP aldolase dan phosphoketolase. Kelompok obligat homofermentatif memiliki FDP aldolase dan tidak memiliki phosphoketolase, demikian sebaliknya untuk kelompok heterofermentatif, memiliki phosphoketolase dan tidak memiliki FDP adolase. Bakteri asam laktat pada kelompok ini adalah L.brevis, L.bucheri, L.fermentum, L.reuteri. (3) Fakultatif heterofermentatif, artinya bisa melalui kedua jalur sebelumnya, baik glikolisis maupun jalur 6-phosphogluconate / phosphoketolase. Kelompok ini bisa


(39)

15

mengkonsumsi heksosa dan pentosa, contohnya L.casei, L.plantarum, L.curvatus, dan L.sake. Klasifikasi bakteri asam laktat pada tingkat genera didasarkan pada morfologi, model fermentasi gula, suhu pertumbuhan, kemampuan untuk tumbuh pada konsentrasi garam tinggi dan toleransi pada kondisi asam atau basa. Beberapa genera bakteri asam laktat meliputi Lactobacillus Spp., Lactococcus Spp., Leuconostoc Spp., Pediococcus Spp., Aerococcus Spp., Enterococcus Spp., Carnobacterium Spp., Vagococcus Spp., dan Tetra genococcus Spp. (Stamer, 1979).

Kelompok heterofermentatif memecah glukosa menjadi asam laktat, CO2, ethanol,

dan kadang-kadang asam asetat, kelompok heterofermentatif menghasilkan 50% asam laktat, ethanol, asam asetat, gliserol, manitol, dan CO2. Proses fermentasi

yang umum dari tipe ini :

C6H12O6 CH3CHOHCHOH + CO2 + C2H5OH

Glukosa asam laktat ethanol

Bakteri homofermentatif sering digunakan dalam pengawetan makanan karena jumlah asam yang tinggi dalam makanan dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain. Bakteri asam laktat yang bersifat homofermentatif, misalnya Streptococcus faecalis, Streptococcus liquifaciens, Pediococcus cereviseae, dan Lactobacillus plantarum (Salminen dan Wright, 1993).

Pada fermentasi heterofermentatif, senyawa-senyawa lain yang diproduksi seperti CO2, sedikit asam-asam volatil, alkohol dan ester. Kelompok bakteri


(40)

heterofermentatif misalnya Leuconostoc mesenteroides, Lactobacillus brevis dan Lactobacillus pentoacetium (Fardiaz, 1992). Pembentukan asam selama proses fermentasi akan mengakibatkan kondisi substrat semakin asam.

Bakteri asam laktat tidak hanya berfungsi menurunkan pH media, tetapi juga menghasilkan antibiotik yang disebut bakteriosin, sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Selain itu, bakteri asam laktat juga memproduksi H2O2 dan produksi senyawa pembentuk aroma spesifik (Sudarmadji dkk., 1989).

Prinsip fermentasi asam laktat pada ubi jalar termodifikasi adalah memodifikasi sel ubi jalar dengan cara fermentasi menggunakan Bakteri Asam Laktat (BAL). BAL akan memproduksi enzim dan asam organik yang akan mendegradasi sebagian pati menjadi polimer yang lebih pendek rantainya sehingga memperbaiki sifat fungsional tepung (Salim, 2011). Asam organik yang dihasilkan juga akan memperbaiki aroma dan flavour serta mempertahankan warna tepung menjadi lebih baik sehingga memperbaiki sifat organoleptik produk (Vogel dkk., 2002).

Fermentasi ubi jalar secara spontan dilakukan tanpa adanya penambahan cairan pikel ubi jalar atau kultur murni seperti L.plantarum. Kontrol fermentasi terletak pada penambahan garam dan pengontrolan ruang (kondisi sedikit sampai tanpa udara) sedemikian rupa sehingga mendukung pertumbuhan bakteri asam laktat. Titik kritis fermentasi spontan adalah pada tahapan pengkondisian anaerobik sampai sedikit aerobik. Kondisi ini dubutuhkan untuk mendukung pertumbuhan


(41)

17

bakteri asam laktat yang optimal pertumbuhannya pada kondisi aerofilik (Yuliana, 2009).

Menurut Sharpe (1979), BAL yang terlibat pada fermentasi spontan termasuk golongan heterofermentatif yang menghasilkan gas CO2 selain asam-asam

organik. Larutan garam yang ditambahkan berfungsi sebagai media selektif pertumbuhan mikroorganisme, dan bakteri asam laktat osmofilik diharapkan tumbuh dan berkembang pada fermentasi spontan.

Selanjutnya fermentasi dengan penambahan cairan pikel atau kultur murni seperti L.plantarum merupakan fermentasi secara terkontrol, karena akan mengurangi kontaminasi mikroorganisme kontaminan yang dominan di awal fermentasi (Li dan Yeh, 2001). Keuntungan penambahan cairan pikel atau kultur murni seperti L.plantarum, selain penghambatan mikroba kontaminan juga dapat diarahkan pada starter yang mempunyai efek anti bakteri, dan bakteri asam laktat dikenal sebagai bakteri yang mempunyai kemampuan menghasilkan senyawa anti bakteri seperti bakteriosin dan nisin (Elegado dkk., 2003).

D. Modifikasi Tepung Fermentasi

Tepung modifikasi fermentasi merupakan salah satu produk tepung yang diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel ubi secara fermentasi oleh BAL yang mendominasi selama berlangsungnya fermentasi tersebut. Mikroba yang tumbuh menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat merusak dinding sel


(42)

ubi sedemikian rupa, sehingga terjadi pembebasan granula pati yang menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi dan kemudahan melarut (Zubaidah dan Irawati, 2013)

Fermentasi sebagian pati akan mengalami hidrolisis menghasilkan monosakarida (gula) dan polimer dengan rantai yang lebih pendek kemudian menjadi asam-asam organik, terutama asam laktat. Senyawa asam ini akan bercampur dengan tepung sehingga ketika tepung tersebut diolah akan menghasilkan aroma dan cita rasa khas.

Selama fermentasi, BAL mendegradasi protein sehingga dapat menurunkan kadar protein pada ubi yang dapat mengakibatkan warna kecoklatan saat pengeringan sehingga warna tepung yang dihasilkan lebih putih dibandingkan warna tepung biasa atau tanpa fermentasi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Zubaidah dan Irawati (2011) tepung hasil fermentasi dapat mengurangi reaksi pencoklatan non enzimatis (Maillard). Reaksi pencoklatan non enzimatis (Maillard) terjadi bila gula pereduksi bereaksi dengan senyawa-senyawa yang mempunyai gugus NH2 seperti protein, asam amino, peptida dan ammonium (Fardiaz, 1992).


(43)

19

E. Roti Tawar

Roti tawar merupakan salah satu jenis makanan yang berbentuk sponge, yaitu makanan yang sebagian besar volumenya tersusun dari gelembung-gelembung gas. Produk ini terdiri dari gas sebagai fase diskontinyu dan zat padat sebagai fase kontinyu (Matz, 1962). Berdasarkan bahan pengembang yang digunakan, roti tawar termasuk dalam yeast raised goods, yaitu adonan yang mengembang karena adanya karbondioksida yang dihasilkan dari proses fermentasi gula oleh yeast (Potter, 1978).

Pembuatan roti tawar perlu memperhatikan keseimbangan antara pembentukan gas (gas production) dan kemampuan menahan gas (gas retention), karena kedua hal tersebut mempengaruhi mutu roti tawar. Dua kriteria untuk menilai mutu roti tawar, yaitu kriteria luar meliputi volume, warna kulit (color of crust), keistimewaan bentuk (symetry of form), karakteristik kulit (character of crust), dan hasil pemotongan, serta kriteria dalam meliputi porositas (grain), warna daging roti (color of crumb), aroma, rasa, pengunyahan, dan tekstur (Jacobs, 1951). Dari beberapa kriteria tersebut yang paling umum digunakan untuk menilai mutu roti tawar adalah volume (tingkat pengembangan), porositas, tekstur, rasa, dan aroma. Volume, porositas, dan tekstur sangat dipengaruhi oleh keseimbangan antara pembentukan gas dan kemampuan menahan gas. Menurut SNI (1995), syarat mutu roti tawar ditampilkan dalam Tabel 3.


(44)

Tabel 3. Syarat mutu roti tawar

Kriteria uji Satuan Persyaratan

Kenampakan Bau

Rasa Kadar air Kadar abu Kadar NaCl Serangga

- - - % b/b % b/b % b/b

-

Normal, tidak berjamur Normal

Normal Maksimal 40

Maksimal 1 Maksimal 2.5 Tidak boleh ada Sumber: SNI (1995)

1. Komponen Penyusun Roti Tawar

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan roti tawar adalah terigu, yeast dalam bentuk ragi instan, air, gula, garam, susu skim, dan shortening.

a) Terigu

Terigu gandum atau dalam perdagangan dikenal sebagai terigu diperoleh dari hasil penggilingan biji gandum (Triticum aestivum). Kualitas biji gandum akan sangat menentukan kualitas tepung yang dihasilkan. Terigu digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan berbagai macam roti karena mempunyai sifat yang khas,saat dibasahi dan diperlakukan secara mekanis akan membentuk adonan yang elastis dan mudah direntangkan, serta membentuk lapisan film (Potter, 1978).


(45)

21

Substansi yang ulet, elastis, dan mudah direntang yang terbentuk apabila tepung gandum dicampur dengan air atau cairan yang mengandung air tersebut disebut gluten (Sultan, 1981). Gluten merupakan protein utama dalam terigu yang terdiri dari gliadin (20-25%) dan glutenin (35-40%) yang berpengaruh terhadap daya elastisitas dalam adonan serta kekenyalan makanan atau menghasilkan sifat viskoelastis, sehingga adonan terigu dapat dibuat lembaran, digiling, dan dibuat mengembang (Pomeranz dan Shellenberger, 1971). Pada pembuatan roti tawar, glutenin menentukan waktu pencampuran dan pengembangan adonan, sedangkan gliadin menentukan volume roti. Ketika dipanggang adonan membentuk struktur seperti spons (spongy stucture) dan struktur ini disukai oleh konsumen (Jacobs, 1951).

Terigu berfungsi untuk membentuk struktur karena gluten dapat bereaksi kompleks dengan karbohidrat. Pada umumnya, standar tepung yang digunakan didasarkan pada kadar air dan kadar gluten. Menurut Rakkar (2007), semakin banyak glutennya, kecepatan absorpsi air semakin tinggi. Gluten sangat diperlukan dalam pembuatan adonan roti tawar agar menghasilkan pengembangan adonan. Berdasarkan kandungan proteinnya, tepung gandum dibedakan menjadi dua, yaitu:

(1) Soft wheat, yaitu tepung gandum dengan kandungan protein rendah yang disebut jenis weak flour, terbuat dari biji gandum dengan karakteristik luar yang lunak dan mudah pecah. Jenis tepung ini mempunyai daya serap air yang rendah sehingga sulit diaduk dan diragikan.


(46)

(2) Hard wheat, yaitu tepung gandum yang mempunyai kandungan protein tinggi, terbuat dari biji gandum dengan karakteristik luar yang keras dan tidak mudah pecah. Gandum ini mudah digiling dan menghasilkan tepung dengan kandungan protein yang bermutu tinggi dan disebut strong flour. Adonan hasil tepungnya mempunyai daya serap tinggi dan menghasilkan adonan yang kuat, kenyal dan mempunyai daya kembang yang baik.

Sifat adonan tergantung pada jenis tepung yang digunakan. Strong flour mengandung protein yang dapat direntang lebih lebar sebelum sobek, sedangkan weak flour mengandung protein pembentuk gluten lebih sedikit dan film yang terbentuk lebih mudah sobek. Dalam pembuatan roti tawar digunakan terigu jenis strong flour agar adonan yang dihasilkan mampu mengembang lebih besar dan dapat menghasilkan roti tawar dengan volume yang baik (Potter, 1978). Komposisi dari tepung terigu berprotein tinggi dapat dilihat pada Tabel 4.


(47)

23

Tabel 4. Komposisi tepung terigu berprotein tinggi

Komposisi Jumlah

Kadar air Protein Karbohidrat Lemak Vitamin A Vitamin B1 Vitamin B2 Vitamin B3 Vitamin D3 Asam folat Zat besi Seng

14% 20% 25% 2% 10% 30% 40% 10% 10% 50% 20% 30% Sumber: Kemasan produk terigu “Cakra Kembar Premium” b) Yeast

Yeast terdiri dari sel-sel hidup dari Saccharomyces cerevisiae. Yeast terdapat dalam dua bentuk, yaitu bentuk padat dan garnula-granula kecil. Yeast berperan untuk menghasilkan enzim-enzim yang mengkatalis reaksi-reaksi dalam fermentasi. Enzim-enzim yang dihasilkan oleh yeast selama proses fermentasi adalah:

(1) Invertase: mengubah sukrosa menjadi gula invert (glukosa dan fruktosa); (2) Maltase: mengubah maltosa menjadi glukosa; dan

(3) Zimase: kompleks enzim yang dapat mengubah glukosa dan fruktosa menjadi CO2 dan alkohol.


(48)

Dengan adanya enzim-enzim tersebut, yeast mampu menggunakan substrat glukosa, fruktosa, sukrosa, dan maltosa, tetapi tidak mampu menggunakan substrat gula dari susu atau laktosa (Charley, 1982). Pada proses fermentasi, yeast menghasilkan CO2 sebagai salah satu hasil fermentasi yang kemudian

diperangkap oleh gluten dan akibatnya adonan roti mengembang pada sat fermentasi (Sultan, 1981).

Kemampuan adonan untuk mengembang selama fermentasi disebabkan karena yeast mengubah gula-gula sederhana dalam adonan menjadi gas CO2, alkohol

(etanol), dan asam-asam organik. Etanol dan asam organik penting dalam memberikan aroma dan flavor pada roti (Matz, 1972).

c) Air

Fungsi air dalam pembuatan adonan adalah sebagai pelarut bahan-bahan, gelatinisasi pati (Greenwood, 1979), membantu aktivitas yeast dan enzim, serta membantu membentuk adonan. Banyaknya air yang ditambahkan tergantung pada kemampuan tepung mengabsorpsi air dan sifat hasil akhir yang dikehendaki. Air yang digunakan pada pembuatan roti tawar sebanyak 64-66% (Jacobs, 1951).

Air terdiri dari molekul H2O yang berikatan satu sama lain dengan ikatan

hidrogen yang bersifat polar. Ikatan hidrogen ini tidak hanya mengikat molekul-molekul air satu sama lain, tetap dapat menyebabkan pembentukan hidrat antara air dengan senyawa-senyawa lain yang mempunyai kutub oksigen dan nitrogen.


(49)

25

Sifat polar air tersebut melemahkan ikatan hidrogen dalam komponen lain, sehingga mempercepat pencampuran dalam pembentukan adonan (Auran dan Woods, 1973).

d) Gula

Gula berfungsi memberi rasa manis, menambah rasa lembut, membantu proses penyebaran, juga pembentuk kulit roti tawar (Smith, 1972). Terbentuknya kulit roti berwarna coklat dapat disebabkan oleh terjadinya karamelisasi gula pada permukaan adonan. Warna coklat pada kulit roti juga disebabkan oleh terjadinya reaksi antara gula reduksi dengan protein yang disebut dengan reaksi Maillard. Reaksi tersebut menghasilkan senyawa berwarna coklat yang disebut melanoidin.

Daya larut yang tinggi dari gula dan kemampuan mengikat air merupakan sifat-sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam pengawetan pangan (Buckle dkk., 1987). Menurut Damodaran dkk (2008) gula dapat membentuk flavor melalui reaksi pencoklatan. Penggunaan gula halus atau tepung gula bertujuan mempercepat pemerataan kenampakan.

Gula juga digunakan sebagai substrat yeast, untuk pertumbuhan yeast maupun sebagai penyedia bahan yang dapat diubah menjadi gas pada fermentasi. Gula dalam adonan juga dapat digunakan untuk mempertahankan kelembaban, memperpanjang kesegaran roti, dan menambah nilai nutrisi produk (Sultan, 1981).


(50)

e) Garam

Dalam pembuatan roti tawar, garam diperlukan dalam adonan untuk memperbaiki flavor, memperkuat gluten dan mengatur fermentasi. Dengan demikian, penggunaan garam mempunyai dua fungsi, yaitu membuat roti yang dihasilkan memiliki rasa lebih enak dan berfungsi dalam rheologi adonan dengan mendukung fungsi gluten dalam membentuk adonan (Sultan, 1981).

f) Susu

Menurut Sultan (1981), susu berperan membentuk flavor spesifik dan membantu terjadinya pencoklatan pada kulit roti tawar karena susu mengandung gula reduksi yaitu laktosa. Laktosa merupakan gula yang tidak langsung difermentasi dan selama pemanggangan akan mengalami karamelisasi, sehingga terbentuk kulit yang kecoklatan.

g) Shortening

Lemak dalam adonan berfungsi melunakkan dan memberikan kelembutan pada makanan, berperan juga sebagai pelumas dalam pencegahan pengembangan protein yang berlebihan selama pembuatan adonan.

Mentega yang digunakan dapat berperan sebagai shortening yang berperan memberi nilai gizi, kelembutan, rasa enak, flavor yang spesifik juga berpengaruh pada tekstur yang dihasilkan (Sultan, 1981). Lemak yang biasa digunakan adalah lemak yang sudah dijenuhkan (hydrogenated fat) dan tanpa rasa, seperti lemak


(51)

27

tumbuhan atau margarin. Pada pembuatan roti tawar biasa digunakan lemak nabati (Sultan, 1981) untuk meningkatkan eating quality.

h) Pelembut

Pelembut (IF-100), mempunyai komposisi yaitu enzim amilase berfungsi menurunkan kekenyalan adonan karena adanya perubahan komposisi amilosa dan amilopektin dalam pati terigu. Penambahan enzim amilase pada adonan untuk menjaga konstannya pembentukan maltosa yang akan digunakan oleh ragi untuk membentuk gas karbondioksida dan etanol selama proses fermentasi serta mempertahankan keempukan roti tawar lebih lama, memperbaiki warna sehingga tampak lebih cerah dengan serat yang lembut, mempertahankan kadar air agar roti tidak mudah kering, memudahkan adonan untuk diolah serta menghemat waktu pengadukan karena adonan lebih mudah kalis (Winarno, 2002).

2. Proses Pembuatan Roti Tawar

Proses pembuatan roti tawar melewati tiga proses utama, yaitu pembuatan adonan, fermentasi, dan pemanggangan. Metode dalam pembuatan roti tawar ada tiga, yaitu Straight Dough, Sponge Dough dan No Time Dough.

Metode Straight Dough (metode langsung) dilakukan dengan mencampur semua bahan dalam satu pelaksanaan dan diragikan (fermentasi dengan yeast) dan dipanggang, metode No Time Dough (metode cepat) dilakukan dengan menggunakan fermentasi yang cepat, sedangkan metode Sponge Dough (metode


(52)

tidak langsung) melewati dua tahap pencampuran maupun fermentasi, yaitu tahap pertama mencampur sebagian terigu, air, dan yeast, serta diragikan hingga membentuk adonan mengembang yang disebut biang (sponge), kemudian mencampur bahan-bahan yang lain bersama sponge tersebut dan difermentasikan kembali (Nur’aini, 2011).

Secara umum tahapan pembuatan roti tawar meliputi: a. Pencampuran

Dalam proses pencampuran adonan terjadi distribusi komponen-komponen bahan secara seragam dan mendehidrasi partikel-partikel tepung sehingga dihasilkan adonan yang mempunyai kadar air cukup. Selain itu, pencampuran dapat membentuk gluten yang nantinya dapat menahan gas (Scade, 1975 dalam Sulistyaningsih 1986).

Menurut Charley (1982), ketika partikel-partikel tepung gandum dibasahi dan kemudian diperlakukan secara mekanis, akan terbentuk massa yang lekat dan mempunyai sifat viskoelastis yang disebut gluten. Air yang diserap oleh protein dapat mencapai 200% dari beratnya, sedangkan pati akan menyerap air ± 30% dari beratnya (Lowe, 1943). Kemampuan tepung untuk mengikat air mempengaruhi sifat-sifat adonan. Tepung yang mengikat sedikit air akan menghasilkan adonan yang tidak elastis dan kaku.


(53)

29

Pencampuran yang kurang akan menghasilkan adonan yang kurang elastis, volume roti sangat kurang dan roti mudah runtuh (collapse) pada saat mengembang sebelum pemanggangan. Hal ini disebabkan kemampuan gluten yang kurang dalam menahan gas dalam adonan. Sedangkan pencampuran yang berlebihan akan merusak struktur gluten. Adonan roti tawar yang terbentuk pada proses pencampuran harus bersifat elastis dan ketika direntangkan dapat kembali seperti semula (Charley, 1982).

b. Fermentasi

Fermentasi merupakan proses perubahan suatu bahan (raw material) menjadi bahan lain (produk) oleh mikrobia atau enzim yang dapat meliputi reduksi, oksidasi, transformasi, hidrolisis, polimerisasi, biosintesa kompleks, dan pembentukan sel. Proses fermentasi pada pembuatan roti tawar yaitu membiarkan adonan yang diperoleh dari proses pencampuran selama waktu tertentu untuk mendapatkan adonan yang mengembang dari CO2 yang dihasilkan oleh yeast.

Fermentasi adonan roti tawar akan mengubah karbohidrat menjadi CO2 dan

alkohol (Sultan, 1981).

Menurut Pomeranz dan Shellenberger (1971), selain CO2 dan alkohol, fermentasi

juga menghasilkan asam-asam organik dalam jumlah kecil yang dapat mempengaruhi flavor roti dan protein. Kenaikan asam akan mengakibatkan adonan menjadi tidak terlalu lekat dan lebih elastis karena sebagian protein larut akan menggumpal pada pH yang mendekati titik isoelektris (Charley, 1982).


(54)

Etanol dan asam organik akan memberikan aroma dan flavor pada roti (Matz, 1972).

c. Pemanggangan

Pemanggangan akan menyebabkan kenaikan suhu. Dalam pemanggangan terjadi pengembangan adonan, kehilangan air, pencoklatan kulit, dan bentuk roti menjadi tetap (Haryadi, 2004).

Produksi gas oleh yeast berlanjut pada saat suhu adonan meningkat pada awal pemanggangan. Pada saat suhu adonan melebihi 43°C, laju pembentukan gas turun,dan akhirnya berhenti pada suhu 55°C. Pada saat permukaan adonan secara cepat memanas dan kegiatan yeast berhenti, konduktivitas gas CO2 beberapa lama

setelah kerak (kulit) terbentuk. Gaya yang ditimbulkan oleh bagian tengah yang mengembang mengakibatkan pengembangan di bagian terbuka, misalnya ke atas dan ke samping. Adonan juga dikembangkan karena tekanan uap dan gas yang terperangkap. Pada pemanggangan, adonan mengalami kehilangan air (dehidrasi). Hal ini menyebabkan lapisan gluten (yang memerangkap dan memisahkan gas satu sama lain dengan membentuk lapisan pelindung menjadi seperti buih) menjadi tegar dan tekanan dalam gelembung gas merobek lapisan pelindung, kemudian buih pada adonan berubah menjadi sponge (sistem yang semua sel-sel terbuka dan saling berhubungan), selain itu, juga terjadi reaksi Maillard yang terjadi mulai suhu 150°C dan menyebabkan kulit roti berwarna coklat (oleh senyawa mellanoidin) (Anggadjaja, 2002).


(55)

30

III. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan SMKN 2 Metro, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Polinela dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2012 sampai dengan Februari 2014.

B. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar umbi putih varietas Ciceh yang dibeli di pasar tradisional Metro, starter Lactobacillus plantarum FNCC 0123 diperoleh dari PAU Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada, tepung terigu (Cakra produksi Bogasari), gula putih (Gulaku), garam (Refina), ragi (Fermipan), mentega putih (Filma), susu bubuk skim, baking powder dan pelembut (IF-100). Bahan kimia yang digunakan adalah amilosa murni (SIGMA, USA), aquades, NaCl, NaOH 1 M, H2SO4, etanol 95%, dan asam

asetat 1 N.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah tabung reaksi (pyrex), erlenmeyer (pyrex), microwave (Sharp), pipet (pyrex), inkubator (tipe Hirasawa, Japan), autoklaf (Witechlave Daihan Scientific 1 atm), timbangan digital (tipe


(56)

SW, CAS, Thaiwan), hot plate, buret, botol berukuran 150 ml, spektrofotometer merk Hach DR/4000U, sentrifuse (Thermo Electron Corporation, Model IEC Centra CL 2, China), pH meter (Hanna Instrumen, Jerman), grinder (Miyako), oven (Hirasawa, Japan), mixer (Chung Hou Pricise, Thaiwan), loyang, dan proofer, slicer (Globe, japan)

C. Metode Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah rancangan acak lengkap (RAL), faktor tunggal dengan delapan perlakuan terdiri dari tepung ubi jalar kontrol atau tanpa fermentasi (A), fermentasi spontan (B), fermentasi pikel (C), dan fermentasi kultur Lactobacillus plantarum (D), tepung ubi jalar kontrol pensubstitusi 40% (E), fermentasi spontan pensubstitusi 40% (F), fermentasi pikel pensubstitusi 40% (G), fermentasi L.plantarum pensubstitusi 40% (H).

Analisis sifat fisikokimia dilakukan sebanyak tiga ulangan terhadap pH, water absorption capacity (daya serap tepung), swelling power (kekuatan pembengkakan granula), solubulity (Kelarutan) dan kadar amilosa. Pensubstitusian tepung ubi jalar sebanyak 40% masing-masing pada kontrol, fermentasi spontan, pikel, L.plantarum dilakukan untuk pembuatan produk roti tawar yang diuji organoleptik dan volume spesifik pengembangan dengan empat ulangan. Data proksimat tepung ubi jalar masing-masing A, B, C, D, E,F,G dan H disajikan secara deskriptif sebanyak dua ulangan dengan menghitung rata-rata dan standar deviasi. Data sifat fisikokimia tepung ubi jalar modifikasi dan roti tawar yang diperoleh dianalisis kesamaan ragam data dengan uji Bartlet dan kemenambahan data dengan uji Tuckey. Data dianalisis ragam (ANARA) untuk


(57)

32

mendapatkan penduga ragam galat dan mengetahui adanya pengaruh antar perlakuan. Uji lanjut menggunakan uji Duncan pada taraf 5%.

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Penyiapan Starter Fermentasi a) Starter Pikel

Pembuatan fermentasi pikel diawali dengan penimbangan garam sebanyak 3% dan gula 1% dari volume aquadest yang digunakan (250 ml). Garam dan gula tersebut dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan aquadest hingga tanda tera. Satu Erlenmeyer berisi larutan garam dapat digunakan untuk 2 botol berukuran 150 ml. Proses pembuatan cairan pikel ubi jalar mengikuti prosedur Yuliana dan Nurdjanah (2009). Ubi jalar dikupas kulitnya, dicuci dan dipotong dadu (1x1x1 cm). Sebanyak 40 g dimasukkan ke dalam botol 150 ml yang telah disterilisasi. Kemudian ditambahkan larutan garam yang telah disiapkan. Perbandingan ubi jalar dan larutan garam yang akan digunakan untuk fermentasi pikel adalah 40 : 110 (b/v). Larutan pikel yang akan digunakan untuk fermentasi sebanyak 10% (v/v).

b) Starter Lactobacillus plantarum

Pembuatan fermentasi kultur L. plantarum diawali dengan melakukan inokulasi kultur murni L.plantarum FNCC 0123 yang dibeli dari Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Universitas Gajah Mada, disiapkan dengan menginokulasi 1 ml dari kultur murni L. plantarum FNCC 0123 untuk ditumbuhkan dalam media MRS Broth 9 ml dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam.


(58)

2. Proses Fermentasi Ubi Jalar

a) Persiapan Garam 3% dan Gula 1%

Gula sebanyak 89 g dan garam 267 g dilarutkan ke dalam 8,9 l aquades, diambil 4 l larutan untuk fermentasi spontan 1,5 kg ubi jalar.

b) Fermentasi Spontan

Fermentasi spontan pada ubi jalar diawali dengan penimbangan 1,5 kg ubi jalar, kemudian dikupas dan dicuci hingga bersih. Setelah dikupas, ubi jalar diiris menggunakan slicer ukuran 1 mm, lalu difermentasi dalam larutan garam 3% (267 g) dan gula 1% (89 g) menggunakan wadah tertutup dengan volume 5 l. Proses fermentasi dilakukan selama 7 hari (Gambar 3).

Gambar 3. Diagram alir proses fermentasi spontan ubi jalar Sumber : Yuliana dan Nurdjanah (2009) yang dimodifikasi

Ubi jalar (1,5 kg)

Pengupasan

Kulit

Pencucian

Pengirisan (1 mm)

Fermentasi (7 hari) Larutan gula 1% + garam 3%


(59)

34

c) Fermentasi dengan Starter Pikel

Fermentasi dengan starter pikel diawali dengan penimbangan ubi jalar sebanyak 1,5 kg, kemudian dikupas dan dicuci hingga bersih. Setelah dikupas, ubi jalar diiris dengan menggunakan slicer ukuran 1 mm lalu difermentasi dalam larutan garam 3% (267 g) dan gula 1% (89 g) menggunakan wadah tertutup dengan volume 5 l. ditambahkan larutan pikel ubi jalar sebanyak 10% (v/v). Fermentasi dilakukan selama 7 hari. Proses fermentasi pikel atau BAL dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram alir proses fermentasi pikel / BAL ubi jalar Sumber : Yuliana dan Nurdjanah (2009) yang dimodifikasi

d) Fermentasi Starter L.plantarum

Fermentasi starter L.plantarum diawali dengan penimbangan 1,5 kg ubi jalar, kemudian dikupas dan dicuci hingga bersih. Setelah dikupas, ubi jalar diiris menggunakan slicer ukuran 1 mm, lalu difermentasi dalam larutan garam 3% (267 g) dan gula 1% (89 g) menggunakan wadah tertutup dengan volume 5 l, ditambah

Ubi jalar (1,5 kg)

Pengupasan Kulit

Pencucian

Pengirisan (1 mm)

Fermentasi (7 hari)

10% larutan pikel, gula 1% +


(60)

starter L.plantarum 106 CFU/g sebanyak 40 ml dengan kerapatan sel 106sel/ml, selanjutnya fermentasi dilakukan selama 7 hari (Gambar 5).

Gambar 5. Diagram alir proses fermentasi kultur murni (L.plantarum) ubi jalar Sumber : Yuliana dan Nurdjanah (2009) yang dimodifikasi

3. Pembuatan Tepung Ubi Jalar Kontrol dan Fermentasi

Pembuatan tepung ubi jalar kontrol atau tanpa fermentasi (A) diawali dengan penimbangan 1,5 kg ubi jalar, kemudian dikupas dan dicuci hingga bersih. Setelah ubi jalar bersih kemudian diiris menggunakan slicer ukuran 1 mm dan dikeringkan dengan oven suhu 60o C selama 10-12 jam sampai kadar air kisaran 6-10% (Ambarsari dkk., 2009). Proses pembuatan tepung ubi jalar kontrol dapat dilihat pada Gambar 6.

Ubi jalar (1,5 kg)

Pengupasan Kulit

Pencucian

Pengirisan (1 mm)

Fermentasi (7 hari)

2x106 sel/ml kultur

L.plantarum; gula


(61)

36

tte

Gambar 6. Diagram alir pembuatan tepung ubi jalar secara kontrol Sumber : Ambarsari dkk. (2009)

Pembuatan tepung ubi jalar fermentasi spontan (B), pikel (C) dan kultur L.plantarum (D) diawali dengan pencucian dan penirisan ubi jalar yang telah difermentasi, dikeringkan menggunakan oven pengering dengan suhu 60oC selama 10-12 jam, kemudian dihaluskan menggunakan grinder, lalu diayak menggunakan ayakan berukuran 80 mesh. Proses pembuatan tepung ubi jalar fermentasi spontan (B), pikel (C) dan kultur L.plantaum (D) dapat dilihat pada Gambar 7.

Ubi jalar (1,5 kg)

Pengupasan Kulit

Pencucian

Pengirisan (1 mm)

Pengeringan (oven suhu 60°C, 10-12 jam)

Tepung ubi jalar (405 g)


(62)

Gambar 7. Diagram alir pembuatan tepung ubi jalar termodifikasi Sumber : Ambarsari dkk. (2009) yang dimodifikasi

Tepung ubi jalar kontrol (A), fermentasi spontan (B), fermentasi pikel (C), dan Fermentasi kultur L.plantarum (D) disubsitusi dengan perbandingan 40% tepung ubi jalar dan 60% terigu sehingga diperoleh 8 sampel tepung yang akan diamati sifat fisikokimianya.

4. Pembuatan Roti Tawar Tepung Ubi Jalar Substitusi Terigu

Pembuatan roti tawar mengikuti prosedur Hardoko dkk. (2010) yang dimodifikasi dengan metode sponge dough, terdiri dari dua tahap pengadonan dengan formulasi bahan seperti pada Tabel 5.

Penirisan

Pengeringan (60°C, 10-12 jam)

Penepungan

Pengayakan (80 mesh)

Tepung ubi jalar (405 g) Ubi jalar fermentasi


(63)

38

Tabel 5. Formulasi bahan pembuatan roti tawar dengan substitusi tepung ubi jalar

Bahan Jumlah

Tepung terigu (60%) Tepung ubi jalar (40%) Rag instan

Gula pasir Susu skim

Pengembang (baking powder) Pelembut (IF-100)

Mentega putih (shortening) Garam halus

Air

300 g 200 g 10 g 50 g 70 g 5 g 5 g 50 g 2 g 300 ml Sumber: Hardoko dkk. (2010) yang dimodifikasi

Tahap pertama adalah pembuatan biang (sponge) dengan menimbang sebanyak 200 g tepung terigu dan 5 g ragi instan yang dicampur dengan mixer hingga rata, kemudian ditambah 100 ml air sedikit demi sedikit dan diaduk hingga terbentuk adonan. Setelah adonan kalis, dilakukan fermentasi selama satu jam.

Tahap kedua, sebanyak 300 g tepung substitusi (100 g tepung terigu; 200 g tepung ubi jalar) dicampur dengan 5 g ragi instan, 5 g IF-100 (pelembut), 5 g baking powder (pengembang), 70 g susu bubuk, dan 50 g gula pasir menggunakan mixer dengan kecepatan rendah. Sambil tetap diaduk, ditambah 200 ml air sedikit demi sedikit hingga terbentuk adonan setengah kalis. Dengan menambah kecepatan mixer ke dalam adonan tersebut, ditambah adonan biang, mentega putih 50 g dan 2 g garam hingga terbentuk adonan yang kalis. Untuk pengembangan adonan dibentuk bulat dan didiamkan selama 10 menit. Selanjutnya adonan dipotong, dibentuk bulatan dengan berat masing-masing 500 g dan 480 g, kemudian


(64)

didiamkan kembali selama 10 menit. Setelah itu, tiap bulatan adonan dibentuk dengan rolling pin, dibalik, digulung, dan dimasukkan ke dalam loyang yang telah dioles dengan margarine, kemudian dimasukkan ke dalam proofer dan didiamkan kembali selama satu jam. Pada tahap terakhir, adonan beserta cetakannya dimasukkan ke dalam oven suhu 170°C selama 35 menit (sampai matang) dan didinginkan. Proses pembuatan biang (Gambar 8) dan roti tawar tepung ubi jalar substitusi terigu dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 8. Diagram alir pembuatan biang roti tawar Sumber : Hardoko dkk. (2010) yang dimodifikasi

Tepung terigu dan ragi instan

Pencampuran Air

Pengadonan

Fermentasi (1 jam)

Adonan biang


(65)

40

Gambar 9. Diagram alir pembuatan roti tawar tepung ubi jalar substitusi terigu Sumber : Hardoko dkk. (2010) yang dimodifikasi

Terigu, ragi,gula, susu bubuk, baking powder,

pelembut

Pencampuran Air

Pengadonan

Pengistirahatan (10 menit)

Penimbangan

Adonan biang, garam & shortening

Pengistirahatan (10 menit)

Pendinginan Pengovenan (170°C, 35 menit)

Fermentasi (1 jam) Rolling


(66)

E. Pengamatan Sifat Fisikokimia Tepung Ubi Jalar Modifikasi Fermentasi 1. Analisa Proksimat Tepung Fermentasi

a) Kadar Air

Pengukuran kadar air berdasarkan metode AOAC (2000). Cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam disekator dan ditimbang. Sebanyak 4-5 g sampel ditimbang dalam cawan yang telah diketahui bobot kosongnya, lalu dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 105°C selama 6 jam. Cawan dengan isinya kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan dilakukan kembali hingga diperoleh berat konstan. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat yaitu selisih berat awal sampel sebelum dikeringkan dengan berat akhir setelah dikeringkan.

Kadar air (%) = (berat awal – berat akhir) x 100%

berat akhir

b) Kadar Abu

Penghitungan kadar abu berdasarkan metode AOAC (2000) Cawan porselen dipanaskan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 g sampel dimasukkan dalam cawan porselen dan ditimbang, lalu dibakar sampai tidak berasap lagi dan diabukan dalam tanur bersuhu 550°C sampai berwarna putih (semua contoh menjadi abu) dan beratnya konstan. Setelah itu, didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

Kadar abu (%) = berat abu x 100% berat sampel


(67)

42

c) Kadar Protein, Metode Semi Mikro-Kjeldahl

Penghitungan kadar protein berdasarkan metode AOAC (2000). Ditimbang sejumlah kecil sampel (0,2 g) dalam labu kjeldahl 30 ml. Ditambahkan 1,9 ± 0,1 g K2SO4, dan 2,0 ± 0,1 ml H2SO4 pekat. Sampel didestruksi selama 1-1,5 jam

sampai cairan menjadi jernih. Cairan didinginkan, ditambahkan 8-10 ml NaOH– Na2S2O3 dan dimasukkan ke dalam alat destilasi. Di bawah kondensor alat

destilasi diletakkan erlenmeyer berisi 5 ml larutan H3BO3 dan beberapa tetes

indikator metil merah. Ujung selang kondensor harus terendam larutan untuk menampung hasil destilai sekitar 15 ml. Distilat dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi warna abu-abu. Prosedur yang sama juga dilakukan terhadap blanko (tanpa sampel). Jumlah titrasi sampel (a) dan titrasi blanko (b) dinyatakan dalam ml HCl 0.02 N.

Kadar N (%) = (a-b) x N HCl x 14.007 x 100% mg sampel

Kadar protein (%) = Kadar N(%) x 6.25

d) Kadar Lemak, Metode Soxhlet

Penghitungan kadar lemak berdasarkan metode AOAC (2000). Labu lemak dikeringkan dengan oven. Sampel ditimbang sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring dan ditutup kapas bebas lemak. Kertas saring berisi sampel tersebut diletakkan dalam alat ekstraksi soxhlet yang dirangkai dengan kondensor. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam labu lemak lalu direfluks selama minimal 5 jam. Sisa pelarut dalam labu lemak dihilangkan dengan cara dipanaskan dalam oven, lalu ditimbang.

Kadar lemak (%) = berat lemak x 100% berat sampel


(68)

e) Kadar Karbohidrat

Kadar karbohidrat pada sampel dihitung secara by difference, yaitu dengan cara mengurangkan 100% dengan nilai total dari kadar air, kadar abu, kadar protein kadar lemak, dan kadar serat kasar.

Kadar karbohidrat (%) = 100% – (kadar air + kadar abu + kadar protein + kadar lemak + kadar serat kasar)

f) Kadar Serat Kasar

Penghitungn serat kasar berdasarkan metode AOAC (2000). Sampel sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 300 ml kemudian ditambah dengan H2SO4

0.3 N di bawah pendingin balik kemudian dididihkan selama 30 menit dengan kadang-kadang digoyang-goyangkan. Suspensi disaring dengan kertas saring, dan residu yang didapat dicuci dengan air mendidih hingga tidak bersifat asam lagi (diuji dengan kertas lakmus). Residu dipindahkan ke dalam erlenmeyer, sedangkan yang tertinggal di kertas saring dicuci kembali dengan 200 ml NaOH mendidih sampai semua residu masuk ke dalam erlenmeyer. Sampel dididihkan kembali selama 30 menit dan disaring sambil dicuci dengan larutan K2SO4 10%.

Residu dicuci dengan 15 ml alkohol 95%, kemudian kertas saring dikeringkan pada 110°C sampai berat konstan lalu ditimbang.

Serat kasar (%)= (berat kertas saring + residu) – berat kertas saring kosong x100%


(69)

44

2. Pengamatan Sifat Fisikokimia Tepung Fermentasi

a) Nilai pH

Nilai pH diukur dengan menggunakan metode AOAC (2000). Sampel ditimbang sebanyak 5 g, dan dimasukkan ke dalam 10 ml aquades, dikocok sampai homogen. Sebelum digunakan, pH meter dinyalakan, dibiarkan stabil selama 15 sampai 30 menit dan distandarisasi dengan buffer fosfat pH 4 dan pH 7. Elektroda dibilas dengan aquades dan dikeringkan dengan kertas tisu. Setelah elektroda dicelupkan ke dalam sampel, pengukuran pH diset. Elektroda dibiarkan tercelup beberapa saat saampai diperoleh pembacaan yang stabil.

b) Swelling Power (Kekuatan pembengkakan granula) dan Solubility (Kelarutan) Pengukuran swelling power dan solubility mengikuti prosedur yang ditulis oleh Odedeji dan Adeleke (2010). Sebanyak 1 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 15 ml aquades, kemudian dikocok selama 15 menit dengan shaker menggunakan kecepatan rendah. Selanjutnya dipanaskan dalam water bath selama 40 menit dengan suhu 60oC dan 90oC, kemudian didinginkan selama 30 menit. Kemudian dipindahkan ke tabung sentrifus yang sudah diketahui beratnya dan dilakukan pembilasan dari tabung awal dengan menambahkan 7,5 ml aquades. Setelah itu, disentrifus pada kecepatan 2.200 rpm selama 20 menit, sehingga dihasilkan supernatan dan pelet. Supernatan dan pelet ditempatkan pada wadah yang berbeda (supernatan pada cawan porselin steril, pelet pada tabung sentrifus) untuk dikeringkan pada suhu 100°C hingga konstan. Swelling power dihitung dengan cara sebagai berikut :

Swelling power = Berat endapan pelet


(1)

(2)

Gambar 18. Proses pembuatan roti tawar dengan tepung ubi jalar kontrol dan fermentasi

Proses penimbangan bahan Bahan-bahan yang telah ditimbang


(3)

Proses fermentasi 1 Proses rolling 1

Proses rolling 2 Proses fermentasi 2


(4)

Gambar 19. Produk roti tawar dengan tepung ubi jalar kontrol dan fermentasi

Roti tawar kontrol Roti tawar spontan

Roti tawar BAL/pikel Roti tawar L.plantarum


(5)

Gambar 20. Produk roti tawar utuh dan irisan dengan tepung ubi jalar kontrol dan fermentasi

Gambar roti tawar saat didinginkan


(6)

Roti tawar kontrol Roti tawar spontan

Roti tawar pikel/BAL Roti tawar L.plantarum