Faktor- faktor yang berhubungan dengan hasil inspeksi visual asam asetat positif di puskesmas Rengasdengklok kabupaten Karawang tahun 2009

(1)

POSITIF DI PUSKESMAS RENGASDENGKLOK

KABUPATEN KARAWANG TAHUN 2009

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH:

DINA NURUL ISTIQOMAH

NIM: 107103001453

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan

untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 8 Oktober 2010


(3)

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Kedokteran (S.Ked)

OLEH:

DINA NURUL ISTIQOMAH NIM: 107103001453

Pembimbing

dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp.OT dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1431 H/ 2010 M


(4)

Laporan Penelitian berjudul FAKTOR- FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN HASIL INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT POSITIF DI PUSKESMAS RENGASDENGKLOK KABUPATEN KARAWANG TAHUN 2009 yang diajukan oleh Dina Nurul Istiqomah (NIM:107103001453), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 7 Oktober 2010

Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.

Jakarta, 8 Oktober 2010

DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang Pembimbing

dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp.OT

Penguji

Prof.Dr.dr. Sardjana Sp.OG, SH

PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FKIK UIN Kaprodi PSPD FKIK UIN


(5)

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dan junjungan besar Nabi Muhammad SAW, karena atas berkah dan rahmat-Nya lah penelitian mengenai

Faktor- faktor yang berhubungan dengan hasil inspeksi visual asam asetat positif di puskesmas Rengasdengklok kabupaten Karawang tahun 2009 ini dapat berjalan dengan lancer dan selesai tepat waktu. Dan hanya dengan bimbingan-Nya pula penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan semaksimal mungkin. Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada nama-nama dibawah ini:

1. Prof. DR. dr. MK Tajudin, Sp. And(K) selaku dekan fakultas kedokteran dan limu kesehatan dan Dr. Syarif Hasan Lutfi, SpRM selaku ketua program studi

2. dr Bisatyo Mardjikoen Sp. OT dan dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK selaku dosen pempimbing penelitian yang telah dengan sabar membimbing dan mendukung penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

3. Dinkes Karawang yang telah membatu saya mendapatkan data-data yang saya butuhkan dan Dr Astrid yang telah memberikan saya pencerahan dalam mengerjakan riset saya ini

4. Nur Najmi Laila, Muhammad Izdiyan Muttaqin, Ryan Tresna Putra, Ricky Fathoni, Ellen Tresnawati, Felais Hediyanto Pratama, Wahid Hilmi Sulaiman, Neng Ayu Rati Purwani dan teman-teman lain yang namanya tidak dapat saya sebutkan satu-persatu atas segala bentuk dukungannya

Akhir kata, semua kebaikan datang dari Allah SWT dan segala kesalahan tentunya datang dari penulis sendiri. Karena itu tentunya skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan skripsi yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu kelak.

Ciputat, 8 Oktober 2010 (Dina Nurul Istiqomah)


(6)

Dina Nurul Istiqomah. Pendidikan Dokter. Faktor- faktor yang berhubungan dengan hasil inspeksi visual asam asetat positif di puskesmas Rengasdengklok kabupaten Karawang tahun 2009. 2010

Kanker serviks merupakan kanker yang berkembang pada epitel leher rahim dari sebuah sel yang mengalami perubahan kearah keganasan. Di Indonesia kanker seviks merupakan kanker terbanyak yang diderita oleh wanita. Meskipun demikian, kanker ini dapat di deteksi awal dengan berbagai metode skirning, salah satunya adalah inspeksi visual dengan asam asetat (IVA). Tujuan: untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan hasil IVA positif ditinjau dari umur, paritas, jumlah pernikahan pasien, jumlah pernikahan pasangan pasien, dan usia pertama kali berhubungan seksual. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional potong lintang pada rekam medis semua wanita yang datang dan melakuan tes IVA di puskesmas Rengasdengklok kabupaten Karawang. Hasil: Analisis uji statistik melalui uji Fisher’s exact test menunjukkan tidak terdapat hubungan yang sgnifikan. Namun dengan tabel perbandingan, dapat diketahui bahwa faktor usia cukup berperan dalam hasil IVA positif. Kesimpulan: faktor umur, paritas, jumlah pernikahan pasien, dan jumlah pernikahan pasangan pasien tidak berhubungan dengan hasil IVA positif.

Kata kunci: faktor resiko, IVA positif

Dina Nurul Istiqomah. Medicine. Factors that correlate with visual inspection with acetate acid result in Puskesmas Rengasdengklok Kabupaten Karawang at 2009. 2010

Cervical cancer is a primary savage tumor that comes from squamosa epitel cells. In Indonesia, cervical cancer is the first most common cancer that suffered by women. However, this cancer could be detected earlier by doing screening (example: Visual inspection with acetic acid). Aim: to know several risk factor of VIA positive including age, parity, number of patient marriage, number of patient husband marriage, and age of the first intercourse. Method: this was an observational analytic research with cross-sectional design in medical record of every woman that come and take VIA test at Rengasdengklok primary health centre in Karawang district. Result: Fisher’s exact test analyzing shows no significant correlation between those factors with VIA positive. But the comparing table shows age factor are taking role of making positive result at VIA test. Conclusion: several risk factor including age, parity, number of patient marriage, numbers of patient husband marriage don’t have a correlation with VIA positive.


(7)

LEMBAR SAMPUL………..…….……i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………....……ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING………..…..…..…...iii

LEMBAR PENGESAHAN………..……….……..iv

KATA PENGANTAR………..……….………v

ABSTRAK………..……….……..vi

DAFTAR ISI……….…..vii

DAFTAR TABEL……….……vii

DAFTAR GAMBAR………..ix

DAFTAR LAMPIRAN……….…..x

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………1

1.2 Rumusan Masalah………..…2

1.3 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum………..….3

1.4.2 Tujuan Khusus………..………..…..3

1.4 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Bagi Peneliti………..………..…4

1.5.2 Manfaat Bagi Perguruan Tinggi………..4

1.5.3 Manfaat Bagi Mahasiswa/i dan Masyarakat Luas………...4

1.5 Ruang Lingkup……….………..…4

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori……….………..…….6

2.2 Kerangka konsep……….………..….20

2.3 Definisi Operasional………..………....20

3. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian………..………..23

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian……….……….23

3.3 Populasi dan Sampel………..………..….23

3.4 Cara kerja……….…23

3.5 Managemen Data………..24

4. HASIL DAN PEMBAHASAN………26

5. KESIMPULAN DAN SARAN………..…38 DAFTAR PUSTAKA………..…40 LAMPIRAN………....42


(8)

(Aziz, 2001)………..6

Tabel 2.2 Gejala dan tanda dari kanker invasif (WHO, 2006)………...12

Tabel 2.3 Metode skrining kanker serviks (WHO, 2006………...13

Tabel 2.4 Definisi Operasional………..19

Tabel 4.1 Ringkasan Hasil Uji statistik antara Usia, Paritas, Jumlah perkawinan pasien, Jumlah perkawinan pasangan pasien, usia pertama pasien melakukan hubungan seksual dengan kejadian IVA positif di Puskesmas Rengasdengklok di Kabupaten Karawang……….30

Tabel 4.2 Hubungan usia pasien dengan IVA positif………31

Tabel 4.3 Hubungan Paritas pasien dengan IVA positif………32

Tabel 4.4 Hubungan Jumlah perkawinan pasien dengan IVA positif…………33

Tabel 4.5 Hubungan Jumlah perkawinan pasangan pasien dengan IVA positif.34 Tabel 4.6 Hubungan Usia pertama kali pasien berhubungan seksual dengan IVA positif……….36

Tabel 4.7 Hubungan Usia pertama kali pasien berhubungan seksual pada wanita berusia diatas 35 dengan IVA positif………….……….36


(9)

Gambar 2.2 Gambaran hasil pemeriksaan IVA (Rasjidi, 2007)………16

Gambar 2.3 Diagram Kerangka Konsep………18

Gambar 4.1 Distribusi responden berdasarkan usia………...25

Gambar 4.2 Distribusi responden berdasarkan Paritas………..26

Gambar 4.3 Distribusi responden berdasarkan Jumlah Perkawinan Pasien……..27

Gambar 4.4 Distribusi responden berdasarkanJumlah Perkawinan Pasangan Pasien……….28

Gambar 4.5 Distribusi responden berdasarkan Usia Pertama Kali Berhubungan Seksual………...29


(10)

Uji Normalitas

1. Usia………42

2. Paritas……….43

3. Jumlah Perkawinan Pasien……….44

4. Jumlah Perkawinan Pasangan Pasien……….44

Tabel Frekuensi 5. Usia………46

6. Paritas……….…46

7. Jumlah Perkawinan Pasien……….………46

8. Jumlah Perkawinan Pasangan Pasien……….46

9. Usia pertama kali berhubungan seksual……….46

Analisis Hubungan 1. Hubungan usia pasien dengan IVA positif……….47

2. Hubungan Paritas pasien dengan IVA positif………47

3. Hubungan Jumlah perkawinan pasien dengan IVA positif………48

4. Hubungan Jumlah perkawinan pasangan pasien dengan IVA positif……48

5. Hubungan Usia pertama kali pasien berhubungan seksual dengan IVA positif………..49

6. Hubungan Usia pertama kali pasien berhubungan seksual dengan IVA positif……….50


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Saat ini telah diketahui bahwa kanker serviks merupakan kanker kedua terbanyak yang diderita wanita di seluruh dunia (sekitar 12%) setelah kanker payudara. Pada tahun 2005, terdapat sekitar 500.000 kasus baru dimana 90% ditemukan di negara berkembang. (WHO, 2002)

Di Indonesia kanker seviks merupakan kanker terbanyak yang diderita oleh wanita Indonesia. Bahkan bila keseluruhan penyakit kanker yang diderita oleh laki-laki dan perempuan digabungkan, kanker ini tetap merupakan kanker terbanyak (Aziz, 2001). Di Indonesia diperkirakan sekitar 90-100 kanker baru di antara 100.000 penduduk pertahunnya, atau sekitar 180.000 kasus baru pertahun (Sjamsuddin, 2001). Penelitian tentang frekuensi kanker pada wanita di Indonesia pada tahun 1988-1992 menyebutkan bahwa kejadian kanker serviks merupakan yang tertinggi diantara penyakit kanker lainnya dengan persentase berkisar antara 28,66% - 29,63% (Mangunkusumo, 1998). Sedangkan menurut ketua umum YKI diperkirakan terdapat 15.000 penderita baru per tahun, dan 8.000 penderita meninggal tiap tahun. Karena itu deteksi dini dan pengobatan prakanker serviks perlu menjadi perioritas.(Ketua YKI, 2007)

Kanker serviks lebih sering ditemukan pada daerah anatomis yang khas yang dikenal sebagai zona transisi antara epitel kolumnar (endoserviks) menjadi epitel berlapis skuamosa tidak berkeratin (eksoserviks). Lokasi zona ini bervariasi menurut usia seorang wanita, status hormonal, riwayat trauma saat melahirkan, status kehamilan, dan penggunaan kontraseptif (WHO, 2006). Karena itu, faktor-faktor tersebutlah yang menjadikan seorang perempuan lebih berisiko dibandingkan perempuan lainnya.


(12)

Mengingat perkembangan keganasan ini berlangsung berkisar 10-20 tahun, maka masih terdapat kemungkinan untuk mencegah ke arah yang lebih buruk melalui strategi skrining. Beberapa metode skrining yang dapat dilakukan adalah inspeksi visual dengan lugol iodime (VILI), inspeksi visual dengan asam asetat (IVA), pemeriksaan sitologi (pap smear), pemeriksaan sitologi cairan (liquid-base cytology/LBC), dan pemeriksaan DNA HPV. (WHO, 2006)

Inspeksi visual dengan asam asetat merupakan metode yang tepat untuk dilakukan di Indonesia karena mudah dilakukan, praktis, sangat mampu laksana, dan akurat. Sensitivitas IVA dibandingkan sitologi adalah 90,9%, spesifisitas 99,8%, nilai duga positif 83,3% dan nilai duga negatif 99,9% sehingga dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi(Hanafi, 2003). Alat-alat yang dibutuhkan juga sangat sederhana dan tidak membutuhkan biaya yang mahal, sehingga sesuai untuk dilakukan pusat pelayanan sederhana.(Nuranna, 2001)

Hal ini menjadi alasan Penulis untuk melakukan penelitian mengenai faktor- faktor yang berhubungan dengan hasil inspeksi visual asam asetat (IVA) positif di rengas dengklok kabupaten karawang tahun 2009. Penelitian ini mengambil data sekunder yang didapat dari skrining kanker serviks yang dilakukan dengan metode IVA dan pemeriksaan ginekologis di puskesmas Rengasdeklok kabupaten Karawang.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Adakah hubungan antara usia dengan hasil IVA positif di Puskesmas Rengasdeklok kabupaten Karawang pada tahun 2009?

2. Adakah hubungan antara usia pertama kali berhubungan seksual dengan hasil IVA positif di Puskesmas Rengasdeklok kabupaten Karawang pada tahun 2009?

3. Adakah hubungan antara paritas dengan hasil IVA positif di Puskesmas Rengasdeklok kabupaten Karawang pada tahun 2009?


(13)

4. Adakah hubungan antara jumlah perkawinan pasien dengan hasil IVA positif Puskesmas Rengasdeklok kabupaten Karawang pada tahun 2009?

5. Adakah hubungan antara jumlah perkawinan pasangan pasien dengan hasil IVA positif Puskesmas Rengasdeklok kabupaten Karawang pada tahun 2009?

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan hasil IVA positif di kecamatan Rengas dengklok kabupaten Karawang berdasarkan data sekunder dari puskesmas Rengasdengklok di Karawang pada tahun 2009

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran hasil IVA positif di Puskesmas Rengas dengklok kabupaten Karawang pada tahun 2009

b. Mengetahui hubungan antara usia dengan hasil IVA positif di Puskesmas Rengas dengklok kabupaten Karawang pada tahun 2009.

c. Mengetahui hubungan antara usia pertama kali berhubungan seksual dengan hasil IVA positif di Puskesmas Rengas dengklok kabupaten Karawang pada tahun 2009.

d. Mengetahui hubungan antara paritas dengan hasil IVA positif di Puskesmas Rengas dengklok kabupaten Karawang pada tahun 2009.

e. Mengetahui hubungan antara riwayat menikah pasien dengan hasil IVA positif di Puskesmas Rengas dengklok kabupaten Karawang pada tahun 2009.

f. Mengetahui hubungan antara riwayat menikah pasangan pasien dengan hasil IVA positif di Puskesmas Rengas dengklok kabupaten Karawang pada tahun 2009.


(14)

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti

a. Sebagai salah satu syarat kelulusan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian

c. Mengaplikasikan ilmu medik dan non-medik d. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi

e. Mengembangkan daya nalar, minat, dan kemampuan di bidang penelitian

1.4.2 Manfaat Bagi Perguruan Tinggi

a. Realisasi Tridarma Perguruan Tinggi dalam melaksanakan fungsinya sebagai lembaga yang menyelanggarakn pendidikan, penelitian, dan pengabdian bagi masyarakat.

b. Meningkatkan hubungan yang baik dan kerjasama antara mahasiswa dan staf pengajar.

1.4.3 Manfaat Bagi Mahasiswa/i dan Masyarakat Luas

a. Memberikan informasi dan pengetahuan yang tepat mengenai kanker serviks, terutama mengenai faktor resikonya dan pencegahannya

b. Memberikan masukan kepada instansi pendidikan, kesehatan, media informasi dan komunikasi, serta pihak-pihak yang terkait tentang faktor risiko kanker serviks serta upaya pencegahannya

1.5 Ruang Lingkup

Ruang lingkup pada penelitian ini dibatasi pada pembahasan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan hasil IVA positif yang terdiri dari


(15)

faktor usia, usia pertama kali behubungan seksual, paritas, jumlah pernikahan pasien, dan jumlah pernikahan pasangan pasien.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi

Kanker serviks merupakan kanker yang berkembang pada epitel leher rahim dari sebuah sel yang mengalami perubahan kearah keganasan. Serviks uteri adalah ujung bawah yang menyempit pada uterus, antara ismus dan ostium uteri. (Dorland, 2002)

2.1.2 Epidemiologi

Kanker serviks merupakan kanker yang terbanyak diderita wanita-wanita di negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di negara maju kanker ini menduduki urutan ke-10 dan bila digabung maka ia menduduki urutan ke-5 (tabel 1)

Tabel 2.1. Perkiraan Jumlah kasus baru di negara berkembang dan negara maju

Negara berkembang Negara maju Total urutan

Urutan Jumlah kasus Urutan Jumlah kasus

Serviks Lambung Mulut farings Esofagus Payudara Paru Liver Kolon-rektum Limfoma Leukemia 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 369.500 336.400 272.300 253.600 224.200 205.900 191.600 182.900 121.800 105.500 10 3 8 15 4 1 14 2 7 12 96.100 373.000 106.200 56.800 347.900 454.600 59.600 389.200 116.199 82.700 5 1 6 7 3 2 8 4 9 12


(17)

Saat ini telah diketahui bahwa kanker serviks merupakan kanker kedua terbanyak di seluruh dunia (sekitar 12%) setelah kanker payudara yang diderita wanita. Pada tahun 2005, terdapat sekitar 500.00 kasus baru dimana 90% ditemukan di negara berkembang. (WHO, 2002)

Di Indonesia kanker seviks merupakan kanker terbanyak yang diderita oleh wanita Indonesia. Bahkan bila keseluruhan penyakit kanker yang diderita oleh laki-laki dan perempuan digabungkan, kanker ini tetap merupakan kanker terbanyak (Aziz, 2001). Di Indonesia diperkirakan sekitar 90-100 kanker baru di antara 100.000 penduduk pertahunnya, atau sekitar 180.000 kasus baru pertahun (Sjamsuddiin, 2001). Penelitian tentang frekuensi kanker pada wanita di Indonesia pada tahun 1988-1992 menyebutkan bahwa kejadian kanker serviks merpakan yang tertinggi diantara penyakit kanker lainnya dengan presentasi berkisar antara 28,66% - 29,63% (Mangunkusumo, 1998).

2.1.3 Etiologi

Mikroorganisme yang lebih menjadi fokus pada penelitian akhir-akhir ini adlah virus, karena infeksi protozoa, jamur dan bakteri tidak potensial onkogenik. Tidak semua virus dikatakan dapat menyebabkan kanker. Paling tidak, terdapat sekitar 150 juta jenis virus yang diduga berperaan pada terjadinya kanker pada binatang; di antaranya adalah golongan virus DNA. Pada proses karsinogenesis asam nukleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen dan DNA sel tuan rumah sehingga menyebabkan terjadinya mutasi sel. Beberapa virus yang bersifat onkogenik antara lain:

1. Herpes Simpleks Virus (HSV) tipe 2. Pada awal tahun 1970 virus herpes simpleks tipe 2 merupakan virus yang paling banyak didiskusikan sebagai penyebab timbulnya kanker serviks; tetapi saat ini tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa virus ini berperan besar, oleh karena itu diduga hanya sebagai ko-faktor atau dapat dianggap sama dengan karsinogen kimia atau fisik.

2. Human papillomavirus (HPV). Sejak 15 tahun yang lalu, virus HPV ini telah banyak diperbincangkan sebagai salah satu agen yang berperan. Masing-masing tipe mempunyai sifat tertentu pada kerusakan epitel dan


(18)

perubahan morfologi lesi yang ditimbulkan. Keterlibatan HPV pada kejadian kanker dilandasi oleh beberapa faktor, yaitu : (1) timbulnya keganasan pada binatang yang diinduksi dengan virus papilloma (2) dalam pengamatan terlihat adanya perkembangan menjadi karsinoma pada kondiloma akuminata (3) pada penelitian epidemiologik infeksi HPV ditemukan angka kejadian kanker serviks yang meningkat (4)DNA HPV sering ditemukan pada LIS (lesi intraepitel serviks). Walaupun terdapat hubungan yang erat antara HPV dan kanker serviks, tetapi belum ada bukti-bukti yang mendukung bahwa HPV adalah penyebab tunggal kanker serviks. Perubahan keganasan dari epitel normal membutuhkan faktor lain, hal ini didukung oleh berbagai pengamatan, yaitu: (1) perkembangan suatu infeksi HPV untuk menjadi kanker serviks berlangsung lambat dan membutuhkan waktu lama (2) survai epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi infeksi HPV adalah 10-30 %, sedangkan risiko wanita untuk mendapatkan kanker serviks lebih kurang 1 % (3) penyakit kanker adalah monoklonal, artinya penyakit ini berkembang dari satu sel. Rangkuman dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa HPV tipe 6 dan 11 ditemukan pada 35 % kondiloma akuminata dan NIS 1, 10 % pada NIS 2-3, dan hanya 1 % ditemukan pada kondiloma invasif. HPV tipe 16 dan 18 ditemukan pada 10 % kondiloma akuminata dan NIS 1,51% pada NIS 2-3, dan pada 63 % karsinoma invasif. (Sjamsuddin, 2001)

Di Indonesia sendiri tipe beresiko tinggi yang paling sering ditemukan adalah HPV tipe 52(23, 2%), 16(18%), 18(16,1%), dan 39(11,8%). Pada 20,7% infeksi, terdapat infeksi ganda. Jumlah pernikahan merupakan hal yang paling diasosiasikan dengan HPV positif. Jumlah HPV 16 dan 18 di populasi umum seimbang pada kanker serviks. (Vet, 2008)

2.1.4 Faktor Risiko

Banyak faktor yang disebut-sebut mempengaruhi terjadinya kanker serviks. Diantaranya adalah:


(19)

2.1.4.1 Usia

Usia di atas 35 tahun mempunyai resiko tinggi terhadap kanker leher rahim . Semakin tua seseorang, maka semakin meningkat resiko terjadinya kanker leher rahim. Meningkatnya resiko kanker leher rahim pada usia lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta semakin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia.(Diananda, 2007)

2.1.4.2. Usia pertama kali berhubungan seksual

Telaah Pada berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa golongan wanita yang mulai melakukan hubungan seksual pada usia < 20 tahun atau mempunyai pasangan seksual yang berganti-ganti lebih berisiko untuk menderita kanker serviks (Sjamsuddin, 2001). Perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai risiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun(Sukaca, 2009). Sedangkan kemungkinan terserang kanker leher rahim pada mereka yang berusia di bawah 16 tahun ke bawah bisa 10-12 kali lebih besar daripada mereka yang telah berusia 20 tahun ke atas saat sudah melakukan hubungan seksual.(Diananda, 2009)

2.1.4.3 Perilaku seksual

Tinjauan kepustakaan mengenai etiologi kanker leher rahim menunjukkan bahwa faktor risiko lain yang penting adalah banyaknya jumlah pasangan seksual dan memiliki pasangan yang memiliki banyak psangan seksual (WHO, 2006). Keterlibatan peranan pria terlihat dari adanya kolerasi antara kejadian kanker serviks dengan kanker penis di wilayah tertentu. Lebih jauh meningkatnya kejadian tumor pada wanita monogami yang suaminya sering berhubungan seksual dengan banyak wanita lain

menimbulkan konsep “Pria Berisiko Tinggi” sebagai vektor dari agen

yang dapat menimbulkan infeksi. Data epidemiologi yang tersusun sampai akhir abad 20, menyingkap kemungkinan adanya hubungan antara agen


(20)

yang dapat menimbulkan infeksi dengan kanker serviks. (Sjamsuddin, 2001).

2.1.4.4. Paritas

Dari 8 data studi kasus-kontrol yang dikumpulkan dan 2 studi pada karsinoma yang dilakukan di 4 benua mengatakan bahwa, jika dibandingkan dengan wanita yang belum pernah melahirkan, mereka yang sudah pernah melahirkan 3-4 kali memiliki resiko 2,6 kali lebih besar untuk menjadi kanker serviks. Sedangkan wanita yang pernah melahirkan lebih dari 7 kali memiliki resiko 3,8 kali lipat. (Muñoz, 2002)

Hal ini dikarenakan kehamilan multipel dapat menyebabkan trauma yang menumpuk atau efek imunosupresi pada serviks yang memfasilitasi infeksi HPV (Schneider et al., 1987), atau karena efek hormonal yang diinduksi kehamilan pada serviks dapat mempengaruhi genom HPV yang responsif terhadap progesterone (Pater et al., 1994). Selain itu saat kehamilan, zona transformasi dari ektoserviks melebar, sehingga paparan terhadap HPV akan lebih mudah. (Jordan, 2006)

2.1.4.5 Kontrasepsi

Kondom dan diafragma dapat memberikan perlindungan. Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 5 tahun dapat meningkatkan risiko relatif 1,53 kali. WHO melaporkan risiko relatif pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai dengan lamanya pemakaian. (Sjamsuddin, 2001)

2.1.4.6 Merokok

Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap sebagai rokok/sigaret atau dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycyclic aromatic hydrocarbon heterocyclic nitrosamines. Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah serviks 56 kali lebih tinggi dibandingkan di dalam serum. Efek langsung bahan-bahan tersebut pada serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi kokarsinogen


(21)

infeksi virus (Sjamsuddin, 2001). Wanita perokok memiliki resiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok.(Sukaca,2009 )

2.1.4.7 Nutrisi

Banyak sayur dan buah mengandung bahan-bahan antioksidan dan berkhasiat mencegah kanker misalnya alpukat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam, tomat. Dari beberapa penelitian ternyata defisiensi asam folat (folic acid), vitamin C, vitamin E, beta karoten/retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks. Vitamin E, vitamin C dan beta karoten mempunyai khasiat antioksidan yang kuat. Antioksidan dapat melindungi DNA/RNA terhadap pengaruh buruk radikal bebas yang terbentuk akibat oksidasi karsinogen bahan kimia. Vitamin E banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai, jagung, biji-bijian dan kacang-kacangan). Vitamin C banyak terdapat dalam sayur-sayuran dan buah-buahan. (Sjamsuddin, 2001)

2.1.5 Patogenesis dan Patofisiologi

Kanker serviks merupakan kanker yang berkembang pada epitel leher rahim dari sebuah sel yang mengalami perubahan kearah keganasan. Kanker ini lebih sering ditemukan pada daerah anatomis yang khas yang dikenal sebagai zona transisi antara epitel kolumnar (endoserviks) menjadi epitel berlapis skuamosa tidak berkeratin (eksoseviks). Pembentukan zona transisi ini terjadi akibat terpapar lingkungan asam vagina. Lapisan endoserviks yang diapisi oleh epitel columnar akan mengalami metaplasia menjadi epitel skuamosa tanpa lapisan tanduk. Selama masa pubertas dan kehamilan, zona transisi pada daerah ektosrviks meluas. Hal ini lah yang memfasilitasi infeksi dari HPV. 90% dari kanker serviks merupakan keganasan yang berkembang dari epitel kolumnar endoserviks. Epitel skuamosa bertingkat yang melapisi serviks bertujuan untuk melindungi dari substansi-substansi berbahaya maupun infeksi. Pada keadaan normal, lapisan epitel ini tetap dipertahankan ketebalannya melalui mekanisme apoptosis dan pengelupasan lapisan teratas dari epitel ini, sedangkan lapisan basal


(22)

akan membentuk lapisan baru. Namun bila terdapat infeksi HPV yang menetap di tambah dengan kofaktor lain, maka sel skuamosa yang mengalami metaplasia pada zona transformasi akan mengalami dysplasia menjadi lesi prekanker. Sel-sel ini nantinya akan terus membelah secara tidak terkendali (yang merupakan sifat dari kanker) dan menjadi kankesr sel skumosa. (WHO, 2006)

Perjalan penyakit ini dapat dilihat pada gambar.1.

Gambar 2.1. Perjalanan Alamiah Kanker Serviks (Rasjidi, 2007)

2.1.6 Diagnosis Gejala dan tanda dari kanker invasif

Kanker mikroinvasif dapat asimtomatik, dan mungkin hanya dapat di deteksi saat investigasi pada hasil tes pap smear. Sebaliknya, kebanyakan kasus pasien dengan kanker serviks yang invasif datang ke petugas kesehatan saat mereka telah mengalami gejala berikut:


(23)

Tabel 2.2 Gejala dan tanda dari kanker invasif (WHO, 2006)

Jika wanita tersebut tidak aktif secara seksual, penyakitnya dapat bertahan tanpa gejala sampai tahap lanjut. (WHO, 2006

2.1.7 Skrining

Secara teoritis suatu program skrining penyakit kanker harus tepat guna dan ekonomis. Hal ini hanya dapat tercapai bila: (1)Penyakit ditemukan relatif sering dalam populasi (2) Penyakit dapat ditemukan dalam stadium pra-klinis (3) Teknik mempunyai kekhususan dan kepekaan tinggi untuk mendeteksi stadium pra-kanker (4) Stadium pra-kanker ini dapat diobati secara tepat guna dan ekonomis (5) Terdapat bukti pengobatan stadium pra-kanker menurunkan insiden kanker invasif.(WHO, 2006)

Tabel di bawah ini merupakan beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan skrining:


(24)

(25)

(WHO, 2006)

Di antara metode diatas, Inspeksi Visual dengan Asam Asetat merupakan metode skrining pilihan yang paling tepat digunakan di Negara berkembang seperti Indonesia. (Nuranna, 2001)


(26)

2.1.8 IVA sebagai metode skrining alternatif yang sesuai untuk Indonesia

Mengkaji masalah penanggulangan kanker serviks yang ada di Indonesia dan adanya pilihan metode yang mudah diujikan di berbagai negara, agaknya metode IVA (inspeksi visual dengan aplikasi asam asetat) layak dipilih sebagai metode skrining alternatif untuk kanker serviks. Pertimbangan tersebut didasarkan oleh pemikiran, bahwa metode skrining IVA: (1) Mudah, praktis dan sangat mampu laksana, (2) Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat dilakukan oleh bidan di setiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu, (3) Alat-alat yang dibutuhkan sangat sederhana, (4) Metode skrining IVA sesuai untuk pusat pelayanan sederhana. (Nuranna, 2001). Selain itu IVA memiliki nilai prediksi positif bila di bandingkan dengan Pap smear, namun hal ini membuat tes ini lebih cepat mendapatkan diagnosis, follow-up, dan ditatalaksana (Jeronimo, 2005). Sensitivitas IVA dibandingkan sitologi adalah 90,9%, spesifisitas 99,8%, nilai duga positif 83,3% dan nilai duga negatif 99,9% (Hanafi, 2003).

1. Pelaksanaan skrining IVA

Untuk melaksanakan skrining dengan metode IVA, dibutuhkan tempat dan alat sebagai berikut: (1) Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi litotomi, (2) Meja/tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada posisi litotomi, (3) Terdapat sumber cahaya untuk melihat serviks (4) Spekulum vagina, (5) Asam asetat (3-5%), (6) Swab-lidi berkapas, (7) Sarung tangan. (Nuranna, 2001)

2. Teknik IVA

Dengan spekulum melihat serviks yang dipulas dengan asam asetat 3-5%. Pada lesi prakanker akan menampilkan warna bercak putih yang disebut aceto white epithelium. Dengan tampilnya porsio dan bercak putih dapat disimpulkan bahwa tes IVA positif, sebagai tindak lanjut dapat dilakukan biopsi. Andaikata penemuan tes IVA positif oleh bidan, maka di beberapa negara bidan tersebut dapat langsung melakukan terapi dengan cryosergury. Hal ini tentu mengandung kelemahan-kelemahan dalam menyingkirkan lesi invasif. (Nuranna, 2001)


(27)

Gambar 2.2. Gambaran hasil pemeriksaan IVA (Rasjidi, 2007)

3. Kategori pemeriksaan IVA

Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan, salah satu kategori yang dapat dipergunakan adalah:


(28)

2. IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya (polip serviks).

3. IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia ringansedang- berat atau kanker serviks in situ).

4. IVA-Kanker serviks Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini (stadium IB-IIA).(Nuranna, 2001)

2.1.9 Pencegahan

Sebagian besar kanker dapat dicegah dengan kebiasaan hidup sehat dan menghindari faktor-faktor penyebab kanker meliputi (Dalimartha, 2004) :

1. Menghindari berbagai faktor risiko, yaitu hubungan seks pada usia muda, pernikahan pada usia muda, dan berganti-ganti pasangan seks.

2. Wanita usia di atas 25 tahun, telah menikah, dan sudah mempunyai anak perlu melakukan pemeriksaan pap smear setahun sekali atau menurut petunjuk dokter.

3. Pilih kontrasepsi dengan metode barrier, seperti diafragma dan kondom, karena dapat memberi perlindungan terhadap kanker leher rahim.

4. Dianjurkan untuk berperilaku hidup sehat, seperti menjaga kebersihan alat kelamin dan tidak merokok.

5. Memperbanyak makan sayur dan buah segar.

2.1.10 Penatalaksanaan

Pemilihan pengobatan kanker leher rahim tergantung pada lokasi dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita, dan rencana penderita untuk hamil lagi. Pengobatan kanker leher rahim antara lain (Diananda, 2007) :


(29)

1. Pembedahan

Pembedahan merupakan salah satu terapi yang bersifat kuratif maupun paliatif.

2. Terapi penyinaran (radioterapi)

Terapi penyinaran efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya.

3. Kemoterapi

Apabila kanker telah menyebar ke luar panggul, maka dilakukan kemoterapi. Kemoterapi menggunakan obat obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Obat anti-kanker bisa diberikan melalui suntikan intravena atau melalui mulut.

4. Terapi biologis

Terapi biologi berguna untuk memperbaiki sistem kekebalan tubuh dalam melawan penyakit. Terapi biologis tersebut dilakukan pada kanker yang telah menyebar ke bagian tubuh lainnya.

5. Terapi gen

Terapi gen dilakukan dengan beberapa cara : (1) Mengganti gen yang rusak atau hilang, (2) Menghentikan kerja gen yang bertanggung jawab terhadap pembentukan sel kanker, (3) Menambahkan gen yang membuat sel kanker lebih mudah dideteksi dan dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh, kemoterapi, maupun radioterapi, (4) Menghentikan kerja gen yang memicu pembuatan pembuluh darah baru di jaringan kanker sehingga sel-sel kankernya mati.


(30)

2.2 Kerangka Konsep

Gambar 2.3. Diagram Kerangka konsep

2.3 Definisi Operasional

Tabel 2.4. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Variabel

Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur 1. Hasil IVA

Positif Suatu keadaan yang ditandai dengan ada tidaknya kanker atau lesi pra-kanker pada organ leher

rahim berdasarkan pemeriksaan ginekologi dan IVA di puskesma Rengas dengklok di kabupaten Karawang

Pemeriksaan ginekologi dan IVA

Alat untuk pemeriksaan ginekologi dan IVA 0.positif 1. negatif Nominal Kejadian IVA Positif


(31)

2. Usia Perhitungan lama kehidupan dimana dihitung berdasarkan waktu kelahiran hidup pertama hingga pada saat penelitian berlangsung berdasarkan status yang tercantum dalam rekam medik.

Wawancara Data sekunder 0. Risiko rendah kanker leher rahim ≤ 35 tahun 1. Risiko tinggi kanker leher rahim > 35 tahun Nominal

3. Usia

pertama kali berhubungan seksual

Usia seorang wanita pada saat melakukan ikatan resmi pertama kali dengan seorang pria yang bukan

muhrimnya

wawancara Data sekunder 0. resiko rendah ≥ 17 1. resiko tinggi < 17

Nominal

4. Paritas Jumlah

kelahiran yang pernah

Wawancara Data sekunder 0. Risiko rendah kanker Nominal


(32)

dialami responden, baik lahir hidup maupun lahir mati leher rahim ≤ 3 kali 1. Risiko tinggi kanker leher rahim > 3 kali 5. Jumlah

perkawinan responden Jumlah ikatan resmi dengan seorang pria yang bukan muhrimnya yang dimiliki oleh responden

Wawancara Data sekunder 0. menikah sekali 1. menikah lebih dari sekali Nominal

6. Jumlah perkawinan pasangan responden Jumlah ikatan resmi dengan seorang wanita yang bukan muhrimnya yang dimiliki oleh suami responden

Wawancara Data sekunder 0. menikah sekali 1. menikah lebih dari sekali Nominal


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu penelitian analitik observasional cross-sectional berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari puskesmas kecamatan Rengasdeklok di kabupaten Karawang tahun 2009.

3.2Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di puskesmas Rengasdeklok kabupaten Karawang pada bulan Februari 2010 dengan menggunakan data sekunder tahun 2009.

3.3Populasi dan sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua wanita yang datang dan melakukan tes IVA di puskesmas kecamatan Rengas Dengklok di kabupaten Karawang pada tahun 2009.

3.3.2. Sampel

Pengambilan sampel penelitian mengunakan teknik pemilihan secara Total Sampling yaitu dimana semua populasi dijadikan sampel penelitian. Jumlah sampling minimal yang diperlukan adalah:

N = (Zα)².p.g = (1,96) ² . 0,5. 0,5 = 96, 04 d² (0,1) ²

3.4Cara Kerja Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu:

1. Variabel bebas yaitu faktor usia, usia pertama kali berhubungan seksual, jumlah perkawinan pasien, jumlah perkawinan pasangan pasien, dan paritas.


(34)

2. Variabel terikat yaitu hasil IVA positif.

Kedua variabel diukur dengan cara menghitung data sekunder yang dikumpulkan.

3.5 Managemen Data

3.5.1 Pengumpulan Data

3.5.1.1 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari puskesmas Rengas dengklok di kabupaten Karawang pada tahun 2009.

3.5.1.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah rekam medik di puskesmas Rengas dengklok di kabupaten Karawang pada Tahun 2009.

3.5.1.3. Cara Pengumpulan Data

Dengan menggunakan data sekunder yang didapatkan dari puskesmas Rengas dengklok di kabupaten Karawang pada Tahun 2009.

3.5.1.4. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini berdasarkan data sekunder adalah pedoman wawancara, dan alat tulis.

3.5.2 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara:

3.5.2.1 Data Coding, merupakan kegiatan mengklasifikasikan data dan member kode untuk masing-masing kelas sesuai dengan tujuan dikumpulkannya data


(35)

3.5.2.2 Data editing, merupakan penyuntingan data yang dilakukan sebelum proses pemasukan data

3.5.2.3Data structure dan data file merupakan mengembangkan data sesuai dengan analisis yang akan dilakukan dan jenis perangkat lunak yang dipergunakan

3.5.2.4Data entry, merupakan proses memasukkan data ke dalam program atau fasilitas analisis data yang dalam hal ini menggunakan program aplikasi SPSS untuk menganalisis data 3.5.2.5Data Cleaning, merupakan proses pembersihan data setelah

data entry

3.5.3 Analisis Data

3.5.3.1 Analisis Univariat

Analisis univariat, dengan melakukan analisis pada setiap variabel hasil penelitian dengan tujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi pada tiap variabel penelitian.

3.5.3.2.Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mencari hubungan kedua variabel bebas dan terikat (Murti, 2006). Analisis dilakukan dengan uji Fisher.

3.5.4 Rencana Penyajian Data

Analisis univariat akan disajikan salam bentuk grafik sedangkan analisis bivariat akan disajikan dalam bentuk tabel.


(36)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Univariat

Data yang digunakan pada penelitian ini didapatkan dari data sekunder sejumlah 324 responden yang didapatkan dari puskesmas kecamatan Rengasdengklok di kabupaten Karawang tahun 2009. Responden merupakan wanita yang telah menikah. Hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia

Distribusi responden berdasarkan usia adalah sebagai berikut:

Gambar 4.1. Distribusi responden berdasarkan usia

Rata-rata umur pasien yang diperiksa adalah 31,69. Sedangkan confidence interval untuk variabel ini adalah 30,79-32,6. Perbedaan jumlah yang cukup signifikan antara 2 kelompok ini mungkin

Usia >35 29,4 %

(91)

Usia ≤35 68,2 % (221)


(37)

menyebabkan ditemukannya kasus IVA positif menjadi lebih sedikit, karena berdasarkan penelitian Setyarani (2009) diketahui bahwa kasus Ca serviks di temukan lebih banyak pada wanita diatas 35 tahun.

2. Distribusi Responden Berdasarkan Paritas

Distribusi responden berdasarkan paritas adalah sebagai berikut:

Gambar 4.2. Distribusi responden berdasarkan jumlah Paritas

Nilai tengah untuk jumlah paritas adalah 2. Sedangkan nilai terendah adalah 0 dan nilai tertinggi adalah 12. Dapat diketahui bahwa terdapat rentang yang cukup jauh antar keduanya.

3. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah perkawinan pasien

Distribusi responden berdasarkan jumlah perkawinan pasien adalah sebagai berikut:

Paritas >3 16,7 %

(54)

Paritas ≤3 83,3 %


(38)

Gambar 4.3. Distribusi responden berdasarkan jumlah perkawinan pasien

Nilai tengah untuk variabel ini adalah 1. Sedangkan nilai terendah adalah 1 dan tertinggi adalah 7. Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa masih terdapat wanita yang berganti-ganti pasangan seksual dalam koridor pernikahan cukup sering.

4. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah perkawinan pasangan pasien

Distribusi responden berdasarkan jumlah perkawinan pasangan pasien adalah sebagai berikut:

Perkawinan > 1 15,7%

(51)

Perkawinan sekali 84,3%


(39)

Gambar 4.4. Distribusi responden berdasarkan jumlah perkawinan pasangan pasien

Nilai tengah untuk variabel ini adalah 1. Sedangkan nilai terndah adalah 1 dan tertinggi adalah 5. Dari data diatas, dapat dilihat bahwa jumlah riwayat berganti-ganti pasangan dalam koridor pernikahan dari pihak laki-laki relatif lebih sedikit bila dibandingkan dengan pihak perempuan.

5. Distribusi Responden Berdasarkan Usia Pertama Kali Berhubungan Seksual

Distribusi responden berdasarkan usia pertama kali berhubungan seksual adalah sebagai berikut:

Perkawinan >1 14,8%

(48)

Perkawinan sekali 85,2 %


(40)

Gambar 4.5. Distribusi responden berdasarkan Usia pertama kali pasien berhubungan seksual

Dari gambar diatas, dapat diketahui bahwa jumlah wanita yang berhubungan seksual kurang dari 17 relatif cukup banyak.

B. Analisis Bivariat

Hasil analisis melalui uji Fisher’s exact test dengan tingkat kepercayaan 95 % (p = 0,05) dapat dilihat pada tabel 4.1.

<17 30,6 %

(99)

≥17 69,4 %


(41)

Tabel 4.1. Ringkasan Hasil Uji statistic antara Usia, Paritas, Jumlah perkawinan pasien, Jumlah perkawinan pasangan pasien, usia pertama pasien melakukan hubungan seksual dengan kejadian IVA positif di Puskesmas Rengasdengklok di Kabupaten Karawang

Variabel Tes P-value

Umur Fisher’s exact test 0,149

(tidak terdapat hubungan)

Paritas Fisher’s exact test 0,649

(tidak terdapat hubungan) Jumlah perkawinan

pasien

Fisher’s exact test 0,154

(tidak terdapat hubungan) Jumlah perkawinan

pasangan pasien

Fisher’s exact test 0,134

(tidak terdapat hubungan) Usia pertama kali

berhubungna seksual

Fisher’s exact test 0,727

(tidak terdapat hubungan) Usia pertama kali

berhubungna seksual pada pasien berumur 35 tahun

Fisher’s exact test 1

(tidak terdapat hubungan)

1. Analisis Hubungan antara Usia Responden dengan IVA Positif

Berdasarkan uji statistik pada tabel 4.1 tidak terdapat hubungan antara usia pasien dengan IVA positif di Puskesmas Rengasdengklok di Kabupaten Karawang. Hal ini sedikit berbeda dengan apa yang di kemukakan di tinjauan pustaka dimana usia responden berpengaruh terhadap angka kejadian kanker leher rahim. Sebagaimna yang telah dikemukakan oleh Diananda (2007) bahwa semakin tua seseorang, maka semakin meningkat resiko terjadinya kanker leher rahim. Meningkatnya resiko kanker leher rahim pada usia lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu


(42)

pemaparan terhadap karsinogen serta semakin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia.

Tabel 4.2. Hubungan usia dengan IVA positif

Usia IVA Negatif IVA Positif Total

≤ 35 217 66,7%

4 1,2 %

221 68,2%

> 35 98

30,2 %

5 1,5 %

1, 03 31,8 %

Total 315

97,2 %

9 2,8 %

324 100 %

Namun bila dibandingkan antara jumlah pasien usia diatas 35 tahun dengan pasien usia kurang dari sama dengan 35, maka dapat dilihat pada tabel 4.2 bahwa persentase yang mendapat hasil IVA positif lebih banyak adalah mereka yang berusia lebih dari 35 tahun (1,5 %). Karena itu dapat disimpulkan bahwa hasil pada penelitain ini sesuai dengan teori. Ketidaksesuaian hasil statistik yang ada, mungkin terjadi karena hanya sedikitnya jumlah responden yang berusia lebih dari 35 tahun. Untuk kedepannya, sebaiknya jumlah responden yang berusia lebih dari 35 tahun diperbesar atau dapat pula mengganti metode penelitian dengan kasus kontrol.

2. Analisis Hubungan antara Paritas Responden dengan IVA Positif

Berdasarkan uji statistik pada tabel 4.1 tidak terdapat hubungan antara usia pasien dengan IVA positif di Puskesmas Rengasdengklok di Kabupaten Karawang. Hal ini sedikit berbeda dengan apa yang di kemukakan di tinjauan pustaka dimana jumlah paritas berpengaruh terhadap angka kejadian kanker leher rahim. Sebagaimna yang telah dikemukakan Muñoz (2002) bahwa mereka yang sudah pernah melahirkan 3-4 kali memiliki resiko 2,6 kali lebih besar untuk menjadi kanker serviks. Sedangkan wanita yang pernah melahirkan lebih dari 7 kali memiliki resiko 3,8 kali lipat. Hal ini dikarenakan kehamilan


(43)

multipel dapat menyebabkan trauma yang menumpuk atau efek imunosupresi pada serviks yang memfasilitasi infeksi HPV (Schneider et al., 1987), atau karena efek hormonal yang diinduksi kehamilan pada serviks dapat mempengaruhi genom HPV yang responsif terhadap progesterone (Pater et al., 1994). Selain itu saat kehamilan, zona transformasi dari ektoserviks melebar, sehingga paparan terhadap HPV akan lebih mudah. (Jordan, 2006)

Tabel 4.3. Hubungan Paritas dengan IVA positif

IVA Negatif IVA Positif Total Melahirkan kurang dari sama

dengan 3 kali

263 81,2 % 7 2,2 % 270 83,3 % Melahirkan leih dari 3 kali 52

16 %

2 0,6 %

54 16,7 %

Total 315

97,2 %

9 2,8 %

324 100 %

Namun bila dibandingkan antara jumlah pasien yang melahirkan kurang dari sama dengan 3 kali dengan pasien yang melahirkan lebih dari 3 kali, maka dapat dilihat pada tabel 4.3 bahwa persentase yang mendapat hasil IVA positif lebih banyak adalah pada mereka yang melahirkan kurang dari sama dengan 3 kali (2,2 %). Ketidaksesuaian hasil yang ada, mungkin terjadi karena hanya sedikitnya jumlah pasien yang melahirkan lebih dari 3 kali. Selain itu, keterbatasan penelitian ini adalah tidak ditanyakan lebih lanjutnya riwayat persalinan, apakah dengan cara normal, ataukah dengan sectio.

3. Analisis Hubungan antara Jumlah Perkawinan Pasien dengan IVA Positif

Berdasarkan uji statistik pada tabel 4.1 tidak terdapat hubungan antara usia pasien dengan IVA positif di Puskesmas Rengasdengklok di Kabupaten Karawang. Hal ini sedikit berbeda dengan apa yang di


(44)

kemukakan di tinjauan pustaka dimana banyaknya jumlah pasangan seksual merupakan salah satu faktor risiko yang penting untuk kanker serviks (WHO, 2006). Semakin banyak banyak riwayat seorang wanita berganti-ganti pasangan akan meningkatkan risiko untuk terkena infeksi menular seksual. Data epidemiologi yang tersusun sampai akhir abad 20, menyingkap kemungkinan adanya hubungan antara agen yang dapat menimbulkan infeksi dengan kanker serviks. (Sjamsuddin, 2001).

Tabel 4.4. Hubungan Jumlah perkawinan pasien dengan IVA positif

IVA Negatif IVA Positif Total Jumlah perkawinan pasien

sekali 267 82,4 % 6 1,9 % 273 84,3 % Jumlah perkawinan pasien

lebih dari sekali

48 14,8 % 3 0,9 % 51 15,7 %

Total 315

97,2 %

9 2,8 %

324 100 %

Namun bila dibandingkan antara jumlah pasien yang menikah sekali dengan pasien yang menikah lebih dari sekali, maka dapat dilihat pada tabel 4.4 bahwa persentase yang mendapat hasil IVA positif lebih banyak adalah pada mereka yang menikah sekali (1,9 %). Ketidaksesuaian hasil yang ada, mungkin terjadi karena hanya sedikitnya jumlah pasien yang menikah lebih dari sekali. Selain itu, masih terdapat kemungkinan riwayat berganti-ganti pasangan di luar pernikahan. Karena itu untuk kedepannya prlu ditanyakan lebih lanjut tentang riwayat berganti-ganti pasangan di luar pernikahan.

4. Analisis Hubungan antara Jumlah Perkawinan Pasangan Pasien dengan IVA Positif

Berdasarkan uji statistik pada tabel 4.1 tidak terdapat hubungan antara usia pasien dengan IVA positif di Puskesmas Rengasdengklok di Kabupaten Karawang. Hal ini sedikit berbeda dengan apa yang di


(45)

kemukakan di tinjauan pustaka dimana banyaknya jumlah pasangan yang dimiliki oleh pasangan merupakan salah satu risiko yang penting terhadap kanker serviks yang pada penelitian ini ditandai dengan IVA positif (WHO, 2006). Keterlibatan peranan pria terlihat dari adanya kolerasi antara kejadian kanker serviks dengan kanker penis di wilayah tertentu. Lebih jauh meningkatnya kejadian tumor pada wanita monogami yang suaminya sering berhubungan seksual dengan banyak

wanita lain menimbulkan konsep “Pria Berisiko Tinggi” sebagai

vektor dari agen yang dapat menimbulkan infeksi. Data epidemiologi yang tersusun sampai akhir abad 20, menyingkap kemungkinan adanya hubungan antara agen yang dapat menimbulkan infeksi dengan kanker serviks. (Sjamsuddin, 2001).

Tabel 4.5. Hubungan Jumlah perkawinan pasangan pasien dengan IVA positif

IVA Negatif IVA Positif Total

Jumlah perkawinan

pasangan pasien sekali

270 83,3 % 6 1,9 % 276 85,2 %

Jumlah perkawinan

pasangan pasien lebih dari sekali 45 13,9 % 3 0.9 % 48 14,8 %

Total 315

97,2 %

9 2,8 %

324 100 %

Namun bila dibandingkan antara jumlah pasangan pasien yang menikah sekali dengan pasangan pasien yang menikah lebih dari sekali, maka dapat dilihat pada tabel 4.5 bahwa persentase yang mendapat hasil IVA positif lebih banyak adalah pada mereka yang menikah sekali (1,9 %). Ketidaksesuaian hasil yang ada, mungkin terjadi karena hanya sedikitnya pasien yang menikah lebih dari sekali. Selain itu, masih terdapat kemungkinan riwayat berganti-ganti pasangan di luar pernikahan. Karena itu untuk kedepannya prlu


(46)

ditanyakan lebih lanjut tentang riwayat berganti-ganti pasangan di luar pernikahan.

5. Analisis Hubungan antara Usia Pertama Kali berhubungan seksual dengan IVA Positif

Berdasarkan uji statistik pada tabel 4.1 tidak terdapat hubungan antara usia pasien dengan IVA positif di Puskesmas Rengasdengklok di Kabupaten Karawang. Hal ini sedikit berbeda dengan apa yang di kemukakan di tinjauan pustaka dimana golongan wanita yang mulai melakukan hubungan seksual pada usia < 20 tahun atau mempunyai pasangan seksual yang berganti-ganti lebih berisiko untuk menderita kanker serviks (Sjamsuddin, 2001). Perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai risiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun(Sukaca, 2009). Sedangkan kemungkinan terserang kanker leher rahim pada mereka yang berusia di bawah 16 tahun ke bawah bisa 10-12 kali lebih besar daripada mereka yang telah berusia 20 tahun ke atas saat sudah melakukan hubungan seksual.(Diananda, 2009)

Tabel 4.6. Hubungan usia pertama kali berhubungan seksual dengan IVA positif

Usia Pertama kali

berhubugan seksual

IVA Negatif IVA Positif Total

< 17 97

29,9 %

2 0,6 %

99 30,6 %

≥ 17 218

67,3 %

7 2,2 %

225 69,4 %

Total 315

97,2 %

9 2,8 %

324 100 %

Pada saat dibandingkan antara jumlah pasien yang berhubungan seksual pertama kali diatas 17 tahun dengan jumlah pasien yang


(47)

17, maka dapat dilihat pada tabel 4.6 bahwa persentase yang mendapat hasil IVA positif lebih banyak adalah pada mereka yang berhubungan seksual pertama kali diatas 17 tahun (2,2 %).

Sedangkan bila dibandingkan antara umur pertamakali berhubungan seksual pada wanita berumur 35 tahun keatas maka akan didapatkan tabel sebagai berikut:

Tabel 4.7 Hubungan usia pertama kali berhubungan seksual pada wanita berusia diatas 35

Usia Pertama kali

berhubugan seksual pada wanita > 35 tahun

IVA Negatif IVA Positif Total

< 17 43

41,7 %

2 1,9 %

45 43,7 %

≥ 17 55

53,4 %

3 2,9 %

58 56,3 %

Total 98

95,1 %

5 4,9 %

103 100 %

Ketidaksesuaian pada hasil statistik dan perbandingan jumlah ini dengan teori, di mungkinkan terjadi karena hanya sedikitnya pasien yang menikah di usia kurang dari 17 tahun. Di samping itu tidak menutup kemungkinan bahwa pasien melakukan hubungan seksual pertama kali saat mereka pertama kali menikah. Karena itu, untuk kedepannya perlu dipastikan bahwa usia pertama kali berhubungan seksual adalah sama dengan usia pertama kali menikah.


(48)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Terdapat 9 wanita dengan IVA positif dari 324 wanita di puskesmas Rengasdengklok di Kabupaten Karawang pada tahun 2009

2. Tidak ada hubungan antara usia dengan kejadian IVA Positif di puskesmas Rengasdengklok di Kabupaten Karawang pada tahun 2009 3. Tidak ada hubungan antara Paritas dengan kejadian IVA Positif di

puskesmas Rengasdengklok di Kabupaten Karawang pada tahun 2009 4. Tidak ada hubungan antara Jumlah perkawinan pasien dengan kejadian

IVA Positif di puskesmas Rengasdengklok di Kabupaten Karawang pada tahun 2009

5. Tidak ada hubungan antara Jumlah perkawinan pasangan pasien dengan kejadian IVA Positif di puskesmas Rengasdengklok di Kabupaten Karawang pada tahun 2009

6. Tidak ada hubungan antara usia pertama kali berhubungan seksual dengan kejadian IVA Positif di puskesmas Rengasdengklok di Kabupaten Karawang pada tahun 2009

B. Saran

1. Bagi pemerintah kecamatan Rengasdengklok, melalui puskesmas Rengasdengklok.

a. Peningkatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang kanker leher rahim melalui penyuluhan terhadap masyarakat dengan risiko tinggi dan remaja.

b. Penanganan lebih lanjut terhadap kejadian kanker leher rahim melalui penyebaran informasi kepada ibu rumah tangga dimana informasi tersebut merupakan upaya untuk merendahkan angka kehamilan

2. Bagi penderita kanker leher rahim(baik yang terdiagnosis IVA positif maupun dicurigai kanker)

a. Mengurangi peningkatan faktor risiko kanker leher rahim dengan berhenti merokok, tidak makan-makanan yang diawetkan, tidak berganti-ganti pasangan, dan mengurangi penggunaan pembersih vagina.

b. Melakukan tindakan lanjutan berupa krioterapi untuk pasien dengan IVA positif dan tindakan lanjutan untuk yang sudah terdiagnosis kanker leher rahim


(49)

3. Bagi masyarakat dalam cakupan Puskesmas Rengasdengklok yang memiliki hasil IVA negatif

a. Pencegahan risiko kanker leher rahim melalui Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) dan perencanaan jumlah anak yang ideal dalam keluarga

b. Melakukan tes IVA ulangan setelah 5 tahun atau bila ditemukan tanda dan gejala kanker leher rahim

.

4. Bagi Penelitian lain

a. Sebaiknya menggunakan data primer agar data yang diterima lebih dapat mencerminkan keadaan atau bila ingin tetap menggunakan data sekunder, sebaiknya lebih memperhatikan jumlah sampel dengan hasil IVA positif.

b. Sebaiknya menggunakan metode kasus-kontrol sehingga jumlah data dapat dikendalikan.

c. Untuk penelitian lebih lanjut, sebaiknya menambahkan faktor-faktor resiko lain seperti penggunaan alat kontrasepsi, riwayat merokok (baik aktif maupun pasif), riwayat penyakit menular seksual, dll


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Aziz F. Masalah pada Kanker Serviks. Cermin Dunia Kedokteran 2001; 133:5-7

Aziz MF, Mangunkusumo R. Epidemiology cancer of the cervix. CME on Gynaecological Oncology. Jakarta: 28-29 September 2000

Bosch FX, Coleman MP. Descriptive epidemiology. In: Hossfeld DK, Sherman CD, Love RR, Bosch FX (eds.). Manual of clinical oncology. New York: Springer-Verlag, 1990; Pp. 31.

Diananda R. 2007. Mengenal Seluk Beluk Kanker. Yogyakarta : Katahati

Diananda R. 2009. Panduan Lengkap Mengenal Kanker. Yogyakarta: Mirza media pustaka

Dorland, W.A. Newman. (2002). Kamus kedokteran Dorland Ed.29. Jakarta: EGC

Hanafi, I., D. Ocviyanti, et al. (2003). "Efektivitas pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat oleh bidan sebagainya upaya mendeteksi lesi pra-kanker serviks." Indones J. Obstet Gynecol 27(1): 59-66.

Jeronimo J, Morales O, Horna J, Pariona J, Manrique J, Rubiños J, Takahashi R. Visual inspection with acetic acid for cervical cancer screening outside of low-resource settings. Rev Panam Salud Publica. 2005;17(1):1–5..

Jordan JA, Singer A. The cervix second edition. Massachusetts: Blackwell Publishing Inc, 2006

Ketua YKI, harian Kompas, 8 April 2007, hal. 12

Mangunkusumo R. Frequency of malignant tumors in Indonesia, a pathological base observation. Presented at the 4th Continuing Medical Education on Early Detection and Prevention of Cancer. Medical Faculty, universitas of Indonesia, Jakarta, September 23-25, 1998

Muñoz N, Franceschi S, Bosetti C, et al. Role of parity and human papillomavirus in cervical cancer: the IARC multicentric case-control study. Lancet 359(9312)1093–1101 (March 30, 2002).

Nuranna, Laila. Skrining kanker serviks dengan metode skrining alternatif: IVA. Cermin Dunia Kedokteran2001; 133:22-24.

Pater MM, Mittal R, Pater A (1994) Role of steroid hormones in potentiating transformation of cervical cells by human papillomaviruses Trends in Microbiology 2: 229–234.


(51)

Rasjidi Imam, Sulistyanto Henri. (2007). Vaksin Human Papilloma Virus dab Eradikasi kanker mulut rahim. Sagung seto. Jakarta

Schneider A, Hotz M, Gissmann L (1987) Increased prevalence of human papillomaviruses in the lower genital tract of pregnant women. International Journal of Cancer 40: 198–201

Setyarani, Eka. (2009). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kanker leher rahim di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Sjamsuddin, Sjahrul . Pencegahan dan deteksi dini kanker serviks. Cermin Dunia Kedokteran 2001; 133:8-13.

Sukaca BE.(2009). Cara cerdas menghadapi kanker serviks(leher rahim. Yogyakarta: Genius

Vet JNI, Boer MA, Akker BEWM, et al. (2008). „Prevalence of human

papillomavirus in Indonesia: a population-based study in three regions‟. British Journal of Cancer 99, 214 – 218

Wiknyosastro H. 1997. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo

World Health Organization. Cervical cancer screening in developing countries: report of a WHO consultation. Geneva: WHO

World Health Organization. Comprehensive cervical cancer control. A guide to Essential Practice.. Geneva: WHO;2006


(52)

LAMPIRAN Uji normalitas


(53)

(54)

3. Jumlah Perkawinan Pasien


(55)

(56)

(57)

Analisis Bivariat

1. Usia


(58)

3. Jumlah Perkawinan pasien


(59)

(60)

6. Umur pertama kali pasien berhubungan seksual pada pasien berumur lebih dari 35 tahun


(1)

(2)

(3)

Analisis Bivariat 1. Usia


(4)

3. Jumlah Perkawinan pasien


(5)

(6)

6. Umur pertama kali pasien berhubungan seksual pada pasien berumur lebih dari 35 tahun


Dokumen yang terkait

Faktor Faktor yang Berhubungan Dengan Rendahnya Kunjungan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) di Wilayah Kerja Puskesmas Halmahera Kecamatan Semarang Timur Tahun 2010

4 36 122

PENDAHULUAN Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Motivasi Pasangan Usia Subur Dalam Mengikuti Upaya Pencegahan CA Serviks Melalui Metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) Di Uptd. Puskesmas Sangkrah.

0 3 7

DAFTAR PUSTAKA Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Motivasi Pasangan Usia Subur Dalam Mengikuti Upaya Pencegahan CA Serviks Melalui Metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) Di Uptd. Puskesmas Sangkrah.

0 3 4

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat Oleh Wanita Pasangan Usia Subur di Puskesmas Mengwi I.

3 33 45

Inspeksi visual dengan asam asetat

0 0 13

63 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU WUS (WANITA USIA SUBUR) TENTANG DETEKSI DINI KANKER LEHER RAHIM METODE IVA (INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT) DI PUSKESMAS SINGGANI

0 0 13

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI IBU MELAKUKAN PEMERIKSAAN METODE INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT (IVA) DI KELURAHAN LEPO-LEPO KOTA KENDARI

0 0 6

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUNJUNGAN PEMERIKSAAN INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT ( IVA) DI PUSKESMAS BANGUNTAPAN 2 BANTUL

0 0 13

FAKTOR- FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMERIKSAAN DETEKSI DINI KANKER SERVIKS METODE INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT (IVA) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BUAYAN KEBUMEN

0 0 17

HUBUNGAN ANTARA HASIL IVA (INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT) POSITIF DENGAN PEROKOK PASIF DI PUSKESMAS WONOAYU SIDOARJO SKRIPSI

0 0 21