Analisis Kinerja Ruas Jalan Ngumban Surbakti Sebagai Jalan Lingkar Luar (Outer Ring Road)

108

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Transportasi Perkotaan
Salah satu indikator kota berkembang adalah tersedianya sistem transportasi

yang memadai dalam melayani warga kota, dikarenakan lalu lintas dan angkutan
menjadi semakin vital peranannya sejalan dengan peningkatan ekonomi dan mobilitas
masyarakat. Namun seiring dengan kenyamanan teknologi dan pertumbuhan
penduduk sistem transportasi akan menjadi salah satu sumber masalah yang dari hari
kehari semakin bermasalah.
Masalah transportasi muncul disebabkan oleh tidak seimbangnya pertambahan
jaringan jalan dengan kapasitas jumlah

lalu lintas, bila dibandingkan dengan

pertumbuhan jumlah penduduk dan jumlah kendaraan. Rata-rata jaringan jalan dikota

besar Indonesia umumnya, kurang dari 4% dari total wilayah kota. Pertambahan
jumlah kendaraan berkisar antara 8 – 12% per-tahun, sedangkan pertambahan
panjang jalan berkisar antara 2 – 5% per-tahun. Hal ini dibuktikan bahwa panjang
jalan perkapita masih tergolong rendah yaitu berkisar 0,7 meter hingga 1,2 meter/
kapita.
Kota Medan sebagai kota berkembang menuju kota metropolitan perlu upaya
untuk meningkatkan pelayanan, salah satu misalnya adalah pelayanan jalan. Sesuai
dengan visi dan misi Kota Medan pembangunan akan terus berkembang secara

Universitas Sumatera Utara

109

dinamis dengan adanya pengaruh positif dan negatif untuk dapat beradaptasi terhadap
pembaharuan

dan

dengan


segala

konsekwensinya

dalam

mengwujudkan

pembangunan masyarakat nasional aman, nyaman, inovatif variabel-variabel yang
berpengaruh positif dan negatif tersebut sangat banyak dan kompleks. Beberapa
variabel yang penting untuk diperhatikan adalah pertimbangan terhadap peranan
masyarakat dalam informasi. Peran dari partisipasi masyarakat dan peran dari
teknologi dapat merupakan sinergi yang sempurna (Soehodho, 2000).

Masalah

kinerja ruas jalan yang dihadapi oleh kota menengah dan kota besar tetapi juga
terhadap kota kecil terutama yang memiliki volume kendaraan yang tinggi.
Ditinjau dari peranan transportasi kota, maka kualitas variabel-variabel yang
berhubungan dengan efisiensi adalah kecepatan, keamanan, kapasitas frekwensi,

keteraturan, keterpaduan, kenyamanan, jaminan pengamanan resiko yang mungkin
timbul dan biaya yang dapat diterima (Schumer Leslie-A 1974). Variabel-variabel
yang berhubungan dengan kinerja ruas jalan yaitu kapasitas, derajat kejenuhan,
kecepatan tempuh dan hambatan samping.
Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI, 1997), jalan
perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen
dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi
jalan, apakah berupa perkembangan lahan atau bukan. Termasuk jalan di atau dekat
pusat perkotaan dengan penduduk lebih dari 100.000, maupun jalan didaerah
perkotaan dengan penduduk kurang dari 100.000 dengan perkembangan samping
jalan yang permanen dan menerus.

Universitas Sumatera Utara

110

Type jalan pada jalan perkotaan adalah sebagai berikut:
1.

2 - lajur 1 -arah (2/1).


2.

2 - lajur 2 - arah tidak terbagi (tanpa median) (2/2 UD).

3.

4 - lajur 2 – arah tak terbagi (tanpa median) (4/2 UD).

4.

4 - lajur 2 – arah terbagi (4/2 D).

5.

6 - lajur 2 –arah terbagi (6/2 D).

Jalan perkotaan dan jalan luar kota adalah jalan bersinyal yang menyediakan
pelayanan lalulintas sebagai fungsi utama, dan juga menyediakan akses untuk
memindahkan barang sebagai fungsi pelengkap.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 13/1980 yang dimaksud
dengan:
1.

Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun,
meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan yang
diperuntukkan bagi lalu lintas.

2.

Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum.

3.

Jalan khusus adalah jalan selain dari pada yang termasuk jalan umum.

4.

Bangunan


pelengkap

adalah

meliputi

jembatan,

ponton,

dan

atau/pelayanan, lintas bawah, tempat parker, gorong-gorong, tembok
penahan dan selokan samping yang dibangun dengan persyaratan teknik.
5.

Pelengkap jalan adalah rambu-rambu lalu lintas dan marka jalan yang
mempunyai fungsi sebagai sarana untuk mengatur kelancaran keamanan
dan ketertiban lalu lintas.


Universitas Sumatera Utara

111

6. Pembinaan jalan adalah kegiatan penanganan jaringan jalan yang
meliputi penentuan sasaran dan perwujudan sasaran.
Selanjutnya Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor. 14/1992
dijelaskan bahwa beberapa defenisi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.

Jalan adalah jalan yang diperuntukkan untuk lalu lintas umum.

2.

Lalu lintas adalah lajur gerakan kendaraan, orang dan hewan di jalan raya.

3.

Angkutan adalah pemindahan orang dan atau barang dari satu tempat lain
dengan menggunakan kendaraan.


4.

Jaringan transportasi jalan adalah serangkaian simpul dan atau ruang
kegiatan yang dihubungkan oleh ruang lalu lintas sehingga membentuk
suatu kesatuan sistem jaringan untuk keperluan penyelenggaraan lalu
lintas dan angkutan jalan.

5.

Terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan untuk
memuat dan untuk membongkar serta menurunkan orang/barang serta
mengatur kedatangan dan pemberangkatan umum yang merupakan salah
satu wujud simpul jaringan transportasi.

6.

Kendaraan adalah suatu alat yang dapat bergerak di jalan terdiri dari
kendaraan bermotor atau kendaraan tidak bermotor.


7.

Kendaraan tidak bermotor adalah kendaraan yang digerakan oleh
peralatan teknik yang berada pada kendaraan itu.

8.

Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan
untuk dipergunakan oleh umum dengan bayaran.

Universitas Sumatera Utara

112

9. Penanganan jalan adalah setiap orang dan atau badan hukum yang meng
gunakan jasa angkutan baik angkutan orang maupun barang.
Selanjutnya jalan menurut Undang-undang Nomor. 13/1980 juga dijelaskan
fungsi jalan adalah sebagai berikut:
1. Jalan mempunyai peranan penting dalam bidang ekonomi, politik, sosial
budaya dan pertahanan keamanan serta dipergunakan untuk sebesar−

besarnya untuk kemakmuran rakyat.
2. Jalan mempunyai peranan untuk pendorong pengembangan semua satuan
wilayah pengembangan untuk mencapai tingkat perkembangan antar
daerah yang semakin merata.
3. Jalan

merupakan

suatu

sistem

jaringan

yang

mengikat

dan


menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dan wilayah yang berada
dalam pengaruh pelayanan dalam suatu hubungan hirarki.
4. Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah ditingkat
nasional dengan semua simpul jasa distribusi yang kemudian berwujud
kota.
5.

Sistem jaringan sekunder adalah sistem peranan jaringan jalan dengan
distribusi masyarakat dalam kota.

6.

Sistem jaringan primer disusun mengikuti ketentuan penyatuan tata ruang
dan struktur pengembangan wilayah tingkat nasional yang menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

113

a.

Dalam satu satuan wilayah pengembangan menghubungkan secara
menerus kota jenjang kesatu, kota jenjang kedua kota jenjang ketiga
dan jenjang dibawahnya sampai ke persil.

b.

Menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota kesatu antar satuan
wilayah pengembangan.

7.

Sistem jaringan jalan sekunder disusun mengikuti pengaturan tata ruang
kota yang menghubungkan kawasan mempunyai fungsi primer, fungsi
sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, dan seterusnya sampai
keperumahan. Jalan arteri primer adalah merupakan jalan yang berfungsi
sebagai

penghubung

antara

kota

jenjang

kesatu

yang

terletak

berdampingan dan menghubungkan kejenjang kesatu dengan kota yang
lainnya, selanjutnya diperjelas dengan peraturan seperti dalam uraian
dibawah ini. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 26/1992 tentang jalan
bahwa jalan dapat dibagi atas:
1.

Jalan arteri primer dengan kriteria jalan tersebut adalah sebagai
berikut:
a.

Jalan arteri primer mempunyai kecepatan rencana paling rendah
60 km/jam dengan lebar jalan tidak kurang dari 8 meter.

b.

Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang paling besar dari
volume lalu lintas rata-rata.

c.

Pada arteri primer untuk lalu lintas jarak jauh tidak boleh
terganggu oleh lalu lintas dan kegiatan lainnya.

Universitas Sumatera Utara

114

d.

Jumlah jalan masuk kejalan arteri primer dibatasi sehingga arus
lalu lintas pada ruas tersebut tidak terganggu dari kecepatan
rencana jalan.

e.

Persimpangan pada jalan arteri primer perlu pengaturan tertentu
untuk dapat terpenuhinya kecepatan dan kinerja ruas jalan.

f.
2.

Jalan arteri primer tidak boleh terputus walaupun melalui kota.

Jalan Kolektor Primer dengan kriteria jalan tersebut adalah sebagai
berikut:
a.

Jalan kolektor primer mempunyai kecepatan rencana paling
rendah 40 km/jam dengan lebar jalan tidak kurang dari 7 meter.

b.

Mempunyai kapasitas

yang besar atau yang sama besar dari

volume lalu lintas rata-rata.
c.

jumlah jalan masuk dibatasi dan

direncanakan sehingga

ketentuan kapasitas dan kinerja ruas jalan dapat dicapai.
3.

Jalan primer dengan kriteria jalan tersebut adalah sebagai berikut:
a.

Mempunyai kecepatan rencana paling rendah 20 km/jam dan
dengan lebar jalan tidak kurang dari 6 meter.

b. Tidak terputus walaupun memasuki jalan desa.
4.

Jalan arteri sekunder dengan kriteria jalan tersebut adalah sebagai
berikut:
a.

Jalan arteri sekunder

mempunyai kecepatan rencana paling

rendah 30 km/jam dengan lebar jalan tidak kurang dari 8 meter.

Universitas Sumatera Utara

115

b.

Mempunyai kapasitas yang besar atau yang lebih besar dari
volume lalu lintas rata-rata.

c.

Lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.

d.

Persimpangan

dengan

pengaturan

tertentu harus dapat

memenuhi kapasitas dan kinerja ruas jalan sesuai dengan
rencana.
5.

Jalan Kolektor Sekunder dengan kriteria jalan tersebut adalah sebagai
berikut:

Kecepatan rencana paling rendah 20 km/jam dan mempunyai lebar badan
jalan tidak kurang dari 7 meter.
6.

Jalan sekunder dengan kriteria jalan tersebut sebagai berikut:
a.

Mempunyai kecepatan rencana paling rendah 10 km/jam dan
dengan lebar

b.

jalan tidak kurang dari 5 meter.

Persyaratan teknis jalan sekunder sebagai dimaksud dalam
tercapainya kecepatan rencana diperuntukkan untuk roda 3
atau lebih.

c.

Yang tidak diperuntukkan untuk kendaraan bermotor beroda 3
atau lebih harus mempunyai lebar jalan tidak kurang dari 3,5
meter.

Pembebasan lalu lintas jarak jauh dari gangguan lalu lintas dan ulang alik
dilakukan dengan sebagai berikut:
1.

Pengaturan lalu lintas dapat dilakukan dengan antara lain:

Universitas Sumatera Utara

116

a.

Pengurangan/pembatasan hubungan langsung lebar jalan arteri
primer.

2.

b.

Penambahan jalur lambat.

c.

Penyediaan jembatan penyeberangan.

d.

Pemisahan oleh marka atau rambu jalan.

e.

Pengurangan atau pembatasan waktu parkir.

Yang dimaksud dengan kecepatan rencana adalah kecepatan
kendaraan yang dicapai bila berjalan tanpa gangguan dan aman, jalan
dengan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam, adalah jalan
yang didesain dengan persyaratan-persyaratan geometric yang
diperhitungkan terhadap kecepatan

minimum 60 km/jam dengan

aman.
3.

Volume

lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melalui suatu

penampang tertentu pada suatu ruas jalan tertentu dalam satuan
waktu tertentu pula. Volume lalu lintas rata-rata adalah jumlah
kendaraan rata-rata yang dihitung menurut satuan waktu tertentu.
4.

Kapasitas jalan adalah jumlah maksimum kendaraan yang dapat
melewati suatu penampang tertentu pada ruas jalan tertentu dalam satuan
waktu tertentu pada keadaan jalan dan lalu lintas dengan tingkat kepadatan
yang ditetapkan.

5.

Kapasitas lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata adalah
kepadatan lalu lintas yang tidak menimbulkan, keterlambatan,

Universitas Sumatera Utara

117

gangguan atau pembatasan dari kebebasan pergerakan pengemudi
pada kendaraan lalu lintas dengan tingkat kepadatan yang telah
ditetapkan.
2.1.1

Prasarana transportasi
Jaringan jalan merupakan prasarana transportasi yang mempunyai daya

rangsang terhadap pertumbuhan kawasan sekitarnya. Tidak seimbangnya penyediaan
jaringan jalan terhadap jumlah pertambahan kebutuhan ruang jalan merupakan
gambaran permasalahan yang besar akan timpangnya sistem sediaan (supplay)
dengan sistem permintaan (demand). Transportasi selalu dikaitkan dengan tujuan
misalnya perjalanan dari rumah ke tempat bekerja, ke pasar, tempat rekreasi dan dari
sentral ke daerah distribusi.
Kusumantoro (1994) menyatakan bahwa untuk menghindari masalah
penyediaan sarana dan prasarana transportasi di Jerman di lakukan dengan
meningkatkan kapasitas jalan melalui manajemen lalu lintas serta

memanfaatkan

angkutan umum masal. Angkutan masal ini berupa moda yang mampu memberikan
kapasitas yang besar bagi pengguna angkutan umum. Jaringan transportasi dapat
dipergunakan

untuk

mengendalikan

pertumbuhan

dan

menentukan

arah

pembangunan dan mengatur konsentrasi kegiatan dan bangunan fisik pada tempat
sehingga tidak melebihi kapasitas utilitas yang ada (Branch, 1995).
Beberapa tolak ukur dalam pembagian sub ruas jalan yakni, (1) factor fisik
jalan terdiri dari lebar tiap-tiap jalur jalan, jumlah jalur jalan pada suatu ruas jalan,

Universitas Sumatera Utara

118

kebebasan jalan terhadap pengaruh gangguan tepi jalan (lateral clearance), kelandaian
jalan dan lebar bahu jalan dan (2) Faktor lalu lintas meliputi komposisi kenderaan dan
variasi volume lalu lintas (Riyadi, 1994).
Kondisi fasilitas jalan akan menyebabkan tingkat kepadatan lalu lintas yakni
jumlah kendaraan rata-rata dalam ruang, satuan kepadatan adalah kendaraan rata-rata
per kilometer per jam. Seperti halnya volume lalu lintas, kepadatan lalu lintas adalah
untuk mengatakan pentingnya ruas jalan tersebut dalam mengalirkan lalu lintas.
Beberapa hal yang dapat dilakukan sehubungan dengan peningkatan kapasitas
transportasi adalah:
a.

Pembangunan jalan baru, baik kolektor maupun arteri, seperti jalan
bebas hambatan, jalan lingkar (outer ring road), pembangunan jalan
penghubung baru (arteri) yang menghubungkan dua zona yang sangat
padat.

b.

Peningkatan kapasitas prasarana jaringan jalan seperti pelebaran dan
perbaikan geometric persimpangan, pembuatan persimpangan

tidak

sebidang untuk mengurangi conpflict point, pembangunan jalan-jalan
terobosan dari untuk melengkapi sistem jaringan jalan yang sudah ada
(missing link) dan pembenahan sistem hirarki jalan dan pembuatan
penyeberangan jalan untuk pejalan kaki (Tamin, 1993).
Selanjutnya dalam Tamin (2000) menjelaskan bahwa adanya tumpang tindih
pengeoperasian bus besar, bus kecil, mobil pribadi dan jenis kendaraan dan jenis
kendaraan lainnya sehingga hirarki dan fungsi jalan tidak digunakan sesuai ketetapan.

Universitas Sumatera Utara

119

Kebijakan yang perlu di lakukan dalam menata rute angkutan umum dengan
pertimbangan: Bus besar beroperasi pada jaringan jalan arteri, bus sedang di jalan
kolektor dan bus kecil beroperasi di jalan.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993
tentang prasarana transportasi, yang dimaksud dengan:
1.

Jalur adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan,

2.

Lajur adalah bagian jalur yang memanjang, dengan atau tanpa marka
jalan, yang memiliki lebar cukup untuk satu kendaraan bermotor sedang
berjalan, selain sepeda motor,

3.

Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakan oleh peralatan
teknik yang berada pada kendaraan itu,

4.

Sepeda motor adalah kendaraan bermotor beroda dua atau tiga tanpa
rumah-rumah, baik dengan atau tanpa kereta samping,

5.

Kendaraan tidak bermotor adalah kendaraan yang digerakan oleh tenaga
orang atau hewan,

6. Persimpangan adalah pertemuan atau percabangan jalan, baik sebidang
maupun tidak sebidang,
7. Berhenti adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan untuk sementara
dan pengemudi tidak meninggalkan kendaraannya,
8. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat
sementara,
9.

Pemakai jalan adalah pengemudi kendaraan dan/atau pejalan kaki,

Universitas Sumatera Utara

120

10. Pengemudi adalah orang yang mengemudikan kendaraan bermotor atau
orang yang secara langsung mengawasi calon pengemudi yang sedang
belajar mengemudikan kendaraan bermotor,
11. Hak utama adalah hak untuk didahulukan sewaktu menggunakan jalan,
12. Mentri adalah mentri yang bertanggung jawab di bidang lalu lintas dan
angkutan jalan.
2.1.2

Sistem transportasi perkotaan
Transportasi perkotaan secara umum berfungsi untuk menghubungkan suatu

daerah asal dengan daerah tujuan sebagai tempat kerja, sekolah dan lain-lain, selain
itu sebagai dasar dalam melayani setiap kegiatan dan aktivitas perjalanan orang,
barang dan jasa (Lync, 1983). Permintaan akan jasa jalan timbul akibat adanya
permintaan akan berbagai kegiatan sosial, ekonomi.
Untuk analisis jalan secara keseluruhan, yang harus diperhatikan adalah
bahwa sistem jalan (sarana dan prasarana) tidak dapat dipisahkan dari
pertimbangan sistem sosial, sistem ekonomi dan sistem ekonomi dan sistem politik
pada suatu kota. Sistem jalan perkotaan erat pula dengan sistem sosial yang ada
dikota tersebut. Jadi sistem jalan perkotaan akan dapat mempengaruhi perkembangan
suatu kota baik kegiatan jasa maupun kegiatan ekonominya (Manhein, 1979).
Jaringan jalan merupakan gambaran dari fasilitas jalan yang memiliki
kedudukan penting, terutama jika dihubungkan dengan penggunaan lahan akan dapat
membentuk suatu pola tata guna lahan yang pada gilirannya dapat mempengaruhi

Universitas Sumatera Utara

121

rencana fisik ruang kota, serta peranannya sebagai suatu sistem transportasi yaitu
untuk menampung pergerakkan manusia dan kendaraan.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang jalan, jaringan
jalan di dalam lingkup sistem kegiatan kota mempunyai peranan untuk mengikat dan
menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan, dengan wilayah yang berada

dalam

pengaruh dalam pelayanannya di dalam suatu hubungan hirarki (Undang-Undang
No. 13/1980, pasal 3 ayat 2). Jika dilihat dari pelayanan jasa persebaran untuk
mengembangkan semua wilayah di tingkat nasional dengan semua simpul jasa
persebaran yang kemudian berwujud kota, membentuk suatu sistem jaringan jalan
primer, kedua peranannya sebagai pelayanan jasa persebaran untuk masyarakat di
dalam kota membentuk suatu sistem jaringan jalan sekunder (Undang-undang No.
13/1980 pasal 3 ayat 1-2).
Dari uraian diatas, jelas memberi petunjuk bahwa kegiatan jalan perkotaan
tidaklah berdiri sendiri, melainkan terjadi karena adanya unsur pembentuknya.
Perilaku penduduk dan kegiatan sosial ekonomi kota ikut andil di dalam terbentuknya
kegiatan jalan perkotaan. Dalam merencanakan jalan perkotaan, penduduk
merupakan pelaku utama yang melakukan gerak dan membangkitkan lalu lintas
sesuai dengan kebutuhan penduduk itu masing-masing, dengan kata lain kualitas
penduduk akan turut menentukan kebutuhan gerak yang pada gilirannya dapat
tercermin dalam volume lalu lintas. Selain itu, volume lalu lintas dipengaruhi juga
oleh jumlah penduduk yang melakukan gerak/perjalanan (warpani, 1990).

Universitas Sumatera Utara

122

Di dalam

melakukan

berbagai

kegiatan sosial ekonomi, penduduk

memerlukan sarana/prasarana transportasi untuk mencapai tempat tujuan yang
dikehendaki. Untuk itu di tuntut adanya pelayanan jasa transportasi yang sesuai
dengan kebutuhan kegiatan tersebut, dan disain sistem transportasi perkotaan
haruslah dapat memberikan kemudahan untuk melakukan perjalanan. Suatu sistem
transportasi perkotaan disini merupakan suatu hubungan-hubungan

(links) antar

pusat-pusat pengembangan/pelayanan wilayah (kota-kota secara berjenjang) baik
keluar maupun ke dalam wilayah yang merupakan komponen dasar dari struktur fisik,
sosial ekonomi dalam suatu wilayah (Mayer,1984). Adapun kemudahan dalam
melakukan perjalanan dari kegiatan sosial ekonomi tersebut tergantung dari kualitas
pelayanan sistem jalan yang tersedia pada suatu kota (Thomson, 1997).
Kemudahan kegiatan sosial ekonomi secara fisik dapat dikenali melalui
struktur penggunaan lahan. Setiap kawasan yang dicirikan oleh kegiatan sosial
ekonomi relatif besar, akan terlihat oleh kegiatan sosial ekonomi relatif besar, akan
terlihat dari intensitas guna lahan yang tinggi. Struktur guna lahan inilah yang akan
memegang peranan penting sebagai faktor penentu keberhasilan penataan sistem
transportasi dan sistem aktifitas serta pengaruhnya terhadap pola pergerakkan lalu
lintas regional, dan pengaturan pemamfaatan tata guna lahan perkotaan. Pengaturan
ini akan mempengaruhi pola pergerakkan penduduk dan pola pergerakkan lalu lintas.
Hubungan antara sistem aktivitas, sistem transportasi dan pola pergerakkan serta
sistem kelembagaan secara diagramatis dapat dilihat pada (Gambar 2.1).

Universitas Sumatera Utara

123

Arteri

Kolektor

Bus
Besar
Bus
Sedang
Bus
Kecil

Gambar 2.1 Hirarki Fungsi Jalan
2.1.3

Sistem jaringan transportasi perkotaan
Jaringan transportasi di perkotaan terjadi sebagai interaksi antara transportasi,

tata guna lahan (land use), populasi (jumlah penduduk) dan kegiatan ekonomi di
suatu wilayah perkotaan (urban area).
Transportasi sangat berhubungan dengan adanya pembangkitan ekonomi di
suatu daerah perkotaan, guna memacu perekonomian setempat, untuk menciptakan
lapangan kerja, dan menggerakkan kembali suatu daerah namun dalam kenyataan,
hubungan tersebut masih tidak jelas.
Konsep transportasi adalah adanya pergerakan berupa perjalanan (trip) dari
asal (origin) sampai ke tujuan (distination). Asal (origin) dapat berupa rumah (home),
sehingga perjalanan yang dilakukan disebut home base trip, menuju kepada tujuan
berupa kegiatan yang akan dilakukan, seperti kegiatan sosial (sekolah, olah raga,
keluarga, dan sebagainya) dan kegiatan usaha (bekerja, berdagang, dan sebagainya).
Sistem transportasi terdiri atas Sub Sistem Prasarana, Sub Sistem Sarana, Sub Sistem

Universitas Sumatera Utara

124

Kegiatan, danSub Sistem Pergerakan (travel, movement, trip) yang saling berinteraksi
membentuk suatu system transportasi, dan dapat dilihat pada (Gambar 2.2).

A
Sub sistem
kegiatan

B
Sub sistem
sarana

C
Sub sistem
prasarana

D
Sub sistem
pergerakan

Gambar 2.2 Sistem transportasi
Sub Sistem Kegiatan
Kegiatan yang dilakukan oleh orang dapat dibedakan dalam dua macam
kegiatan pokok, yaitu:
a.

Kegiatan usaha, yang merupakan kegiatan harian (daily activity), dan
dibagi dalam; kegiatan dasar (basic activity) dan kegiatan jasa (service
activity).

b.

Kegiatan sosial, yang merupakan kegiatan berkala (periodic activity).

Dalam pergerakan perjalanan dari asal (origin) ke tujuan (destination) terdapat
aliran barang (low of goods) dan aliran jasa (flow of service). Aliran barang
umumnya

mencakup

wilayah (regional), sedangkan aliran jasa lebih banyak

berlangsung di dalam kota.

Universitas Sumatera Utara

125

Sub Sistem Sarana dan Prasarana
Sub sistem ini berkaitan dengan pola jaringan (network system) yang terbagi
dalam:
a.

Pola konsentrik (menuju ke satu titik), dan Pola radial (menyebar).

b.

Pola linier (contoh: Ribbon Development).

c.

Pola grid/kotak (grid iron).

Perkembangan sub sistem ini bisa cepat, sedang, lambat, atau stagnan (tetapi,
tidak berubah), tergantung pada kecepatan pertumbuhan (rate of growth) dan tingkat
pengembangan (level of development) dari daerah yang bersangkutan (antara lain:
kawasan tertinggal, kawasan yang cepat bertumbuh, dan sebagainya).
Sub Sistem Pergerakan
Terbagi dalam skala nasional, regional dan pada skala nasional diatur dalam
kebijakan Sistranas (Sistem Transportasi Nasional) dengan Rencana Induk
Perhubungan sebagai masterplan. Di dalam sistrans sebagai kebijakan umum,
terdapat Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Pada skala regional diatur dalam
sistem dan strategi transportasi regional, dan rencana umum jaringan transportasi
jalan. Selanjutnya skala diatur menurut Sistem dan Strategi Transportasi Perkotaan
(Urban Transportasi Policy).
Sasaran Sub Sistem Pergerakan: cepat (fast), murah (cheap), aman/selamat
(safe), nyaman (comfort), lancar, handal (reliable), tepat guna (efektif), berdaya
guna (efisien), terpadu (intergrated), menyeluruh (holistic), menerus (continue),
berkelanjutan (sustainable), dan berkesenambungan, sedangkan proses dari Sub

Universitas Sumatera Utara

126

Sistem Pergerakan dapat dokategorikan dalam; sangat cepat, cepat, sedang, lambat,
terisolasi (ini melahirkan angkutan-angkutan perintis).
2.2

Hubungan Transportasi dan Tata Guna lahan
Dalam suatu sistem kota, seperti pada gambar 2.7, terdapat hubungan antara

guna lahan, demografi dan transportasi. Transportasi sendiri dapat dilihat sebagai
fungsi dari beberapa sub sistem, seperti transportasi pribadi, tranportasi public dan
transportasi barang (Orn, 2002). Keseluruhan elemen tersebut merupakan hal penting
yang harus dipertimbangkan dalam proses pembangunan kota penambahan arus lalu
lintas tidak dapat dimengerti dengan baik tanpa mempelajari guna lahan dan
demografi. Pada sisi lain, sistem transportasi dan pengembangan prasarana jalan
dapat mempengaruhi dan memegang peranan dalam menentukan nilai jual tanah,
hubungan transportasi, guna lahan dan demografi pada satuan sistem kota dapat
dilihat pada (Gamabr 2.3).

Gambar 2.3 Hubungan Transportasi, Guna Lahan dan Demografi Pada Sistem Kota
Sumber: Ons, 2002

Universitas Sumatera Utara

127

Kebutuhan beraktivitas pada suatu guna lahan dilayani oleh sistem kegiatan,
sedangkan kebutuhan transportasi dilayani oleh sistem jaringan (Tamin 1997).
Interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan menghasilkan sistem pergerakan
yang merupakan umpan balik bagi sistem kegiatan dan sistem jaringan. Interaksi
tersebut dikontrol oleh suatu sistem kelembagaan, yang secara lebih jelas dapat
dilihat pada (Gambar 2.4).

Sistem Kegiatan

Sistem Jaringan

Sistem Transportasi

Sistem Kelembagaan

Gambar 2.4 Sistem Transportasi Makro
Sumber: Tamin 1997
Sistem kegiatan pada sistem makro tersebut di atas di pengaruhi oleh guna
lahan, yang dipengaruhi oleh alokasi penduduk dan alokasi aktifitas, seperti bisnis
komersial, industry, sekolah dan lain-lain.
Transportasi meningkatkan interaksi antar aktifitas atau guna lahan. Interaksi
tersebut diukur melalui aksebilitas, yang meliputi daya tarik suatu tempat sebagai asal
dan tujuan. Pola guna lahan adalah hal yang penting karena akan menentukan peluang
ataupun aktifitas yang ada dalam jangkauan suatu tempat. Potensi antara dua tempat
untuk berinteraksi akan bergantung pada biaya dari pergerakan antara keduanya, baik

Universitas Sumatera Utara

128

dalam termonologi uang ataupun

waktu. Sebagai konsekwensinya, struktur dan

kapasitas dari jaringan jalan transportasi akan mempengaruhi tingkat aksesibilitas.

Transportasi

Aksesibilitas

Guna lahan

Gambar 2.5 Hubungan Transportasi dan Guna Lahan
Sumber: Block, 1984.
Lahan merupakan ruang (space) dengan kegiatan diatasnya. Guna lahan
diartikan sebagai kegiatan yang dominan yang ada disuatu lahan. Contoh guna lahan;
Perumahan, perdagangan, perkantoran, industry. Antar ruang dihubungkan oleh
saluran (channel), yang dalam hal antar lahan dihubungkan oleh jalan raya. Hubungan
antar guna lahan yang lewat saluran ini berupa lalu lintas (traffic).

Gambar 2.6 Hubungan Transportasi Antar Guna Lahan
Sumber: Djunaedi, 2003.
Baik guna lahan maupun transportasi, keduanya diperlukan untuk
menumbuhkan lalu lintas. Bila terdapat guna lahan maupun transportasi, maka

Universitas Sumatera Utara

129

besaran lalu lintas yang terjadi ditentukan oleh tingkat kegiatan di lahan-lahan
1tersebut dan karakteristik fasilitas transportasinya. Penggunaan lahan mendorong
pertumbuhan lalu lintas, yang selanjutnya dalam proses perencanaan transportasi
mendorong dibangunnya jalan raya, yang kemudian yang mendorong perubahan guna
lahan di sekitar jalan tersebut. Hubungan ini secara garis besar diilustrasikan seperti
pada (Gambar 2.7).

Rencana Guna Lahan

umpan balik

Guna Lahan

Rencana Transportasi
Pembangunan
Transportasi

Gambar 2.7 Hubungan Antar Guna Lahan dan Perencanaan Transportasi
Sumber: Djunaedi, 2003.

Sistem hubungan antara guna lahan dengan transportasi merupakan sistem
tertutup (closed-loop system). Perubahan pada suatu komponen akan mempengaruhi
komponen yang lain, membentuk keseimbangan. Tetapi, perubahan yang besar pada
suatu komponen mungkin tidak dapat lagi diimbangi oleh komponen yang lain,
hingga timbul kerusakan sistem. Contohnya, pemadatan kegiatan di lahan-lahan kota
dapat diimbangi dengan peningkatan daya tampung jalan rayanya akan menimbulkan
kemacetan lalu lintas (Djunaedi, 2003).

Universitas Sumatera Utara

130

2.3

Jalan sebagai Sarana Tranportasi
Jalan sebagai bagian dari system transportasi nasional mempunyai peranan

penting terutama dalam mendukung kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial dan
budaya serta lingkungan. Jalan dikembangkan melalui pendekatan pengembangan
antar daerah, membentuk dan meperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan
pertahanan dan keamanan nasional, serta membentuk struktur ruang dalam rangka
mewujudkan sasaran pembangunan nasional. Dalam mewujudkan prasarana
transportasi darat yang melalui jalan, harus terbentuk wujud jalan yang menyebabkan
pelaku perjalanan baik orang maupun barang, selamat sampai ketujuan, dan dalam
mendukung kegiatan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan, perjalanan dapat
dilakukan secepat mungkin dengan biaya perjalanan yang adil sehingga dapat
dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. Disamping itu, adalah hal yang ideal untuk
pelaku perjalanan, selain dapat dilakukan dengan selamat, cepat dan murah juga
nyaman, sehingga perjalanan tidak melelahkan.
Tuntutan tersebut diatas mendasari pembangunan jaringan jalan yang sesuai
dengan sifat-sifat perjalanan, yaitu yang berjarak pendek dengan banyak variasi
tempat tujuan sampai dengan yang berjarak jauh dengan tempat tujuan yang lebih
menyatu. Karakter tersebut yang mendasari hirarki jalan, diturunkan menjadi konsep
klasifikasi jalan berdasarkan fungsinya. Setiap jalan dengan fungsi tertentu harus
dibangun dengan dimensi tertentu untuk mengakomodir jumlah dan beban kenderaan
yang akan melaluinya dengan kecepatan tertentu. Bentuk dan dimensi optimum jalan
inilah yang harus ditetapkan secara optimum untuk mewujudkan jalan yang aman

Universitas Sumatera Utara

131

yang menyebabkan perjalanan orang dan barang selamat sampai ketujuan. Bentuk
dan dimensi ini menjadi standar minimum jalan yang menjamin terwujudnya
keselamatan transportasi darat.

2.4

Klasifikasi Kelas Jalan Menurut Standar Jalan Kota
Klasifikasi jalan merupakan aspek penting yang pertama kali harus diidentifi

kasikan sebelum melakukan perancangan jalan. Karena criteria disain suatu rencana
jalan yang ditentukan dari standar disain ditentukan oleh klasifikasi jalan rencana.
Pada prinsipnya klasifikasi jalan dalam satndar desain (baik untuk jalan dalam kota
maupun jalan luar kota) didasarkan kepada klasifikasi jalan menurut undang-undang
dan peraturan pemerintah yang berlaku. Perbedaan klasifikasi yang menurut standar
desain dalam kota dan luar kota adalah sebagai berikut:
1.

Dalam standar pengaturan jalan perkotaan, klasifikasi jalan dibedakan
menurut tipe (ditentukan oleh fungsi jalan), seperti pada Tabel 2.1.

2.

Sedangkan dalam standar desain jalan antar kota, klasifikasi jalan
dibedakan menurut kelas (ditentukan oleh fungsi jalan) dan jenis medan
seperti pada Tabel 2.2.

Tabel 2.1 Klasifikasi Jalan Menurut Standar Desain Jalan kota
Jalan Tipe I: Pengaturan jalan masuk secara penuh
Fungsi
Kelas
Arteri
1
Primer
Kolektor
2
Arteri
2
Sumber: Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Departemen
Pekerjaan Umum, Ditjen Bina Marga 1992

Universitas Sumatera Utara

132

Tabel 2.2 Klisifikasi Jalan Menurut Standar Desain Jalan Kota
Jalan Tipe II: Sebagaian atau tanpa pengaturan jalan masuk
Fungsi

Volume Jam Perencanaan

Kelas

Arteri
Primer

Kolektor

Sekunder

1
Kolektor

Arteri

Arteri

Kolektor

Kolektor

Jalan

Jalan

> 10.001

1

< 10.001

2

> 20.001

1

< 20.001

2

> 6001

2

< 6001

3

> 501

3

< 501

4

Sumber: Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Departemen
Pekerjaan Umum, Ditjen Bina Marga 1992
Tabel 2.3 Klasifikasi Kelas Jalan Menurut Standar Desain Jalan Antar kota
Fungsi
Kelas
Muatan Sumbu Terberat
MST (Ton)
Arteri

Kolektor

I
II
III A

>+
10
8

III A
III B

8
8

Sumber: Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Departemen
Pekerjaan Umum, Ditjen Bina Marga 1997
Tabel 2.4 Klasifikasi Medan Menurut Standar Desain Jalan Antar kota
Jenis Medan

Notasi

Kemiringan Medan (%)

Datar

D

> 3%

Perbukitan

B

3% - 25%

Pergunungan

G

> 25%

Sumber: Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Departemen
Pekerjaan Umum, Ditjen Bina Marga 1997

Universitas Sumatera Utara

133

2.5

Pola Jalan (Lay out of streets)
(Northam, 1975) Pola jalan (lay out of streets) merupakan komponen yang

paling nyata manifestasinya dalam menentukannya periodisasi pembentukan
suatu kota, ada 3 tipe sistem pola jalan yang dikenal, yaitu:
1. Sistem pola jalan tidak teratur (irregular system), pola jalan seperti ini
terlihat ketidak teraturan sistem jalan baik ditinjau dari segi lebar maupun
arah jalannya. Begitu pula perletakkan rumah satu sama lain
menunjukan

keteraturan.

Hal

ini

menunjukan

tidak

tidak
adanya

peraturan/undang-undang /panduan ataupun perencanaan. Pada umumnya
kota-kota awal pertumbuhannya, selalu ditandai oleh sistem ini. Menurut
Dickinson (1996) hampir semua kota-kota di Inggris, Perancis, Belanda,
Jerman Barat, Spanyol, Kota-kota Islam di Afrika Utara dan Timur
tengah pada awal pertumbuhan, ditandai oleh sistem yang tidak teratur
ini dan kini bisa dilacak pada bagian-bagian pusat kotanya contohnya
kota-kota dengan pola jalan tidak teratur pada (Gambar 2.8).

Gambar 2.8 Kota-kota Dengan Pola Jalan Tidak Teratur
Sumber: Struktur Tata Ruang Kota

Universitas Sumatera Utara

134

2. Pola jalan Radial Konsentris (Radial Concertric System), dalam system
ini terdiri dari beberapa sifat khusus yang diketahui yaitu:
a.

Mempunyai pola jalan konsentris.

b.

Mempunyai jalan radial.

c.

Bagian pusatnya merupakan daerah kegiatan utama dan sekaligus
tempat pertahanan terakhir dari suatu kekuasaan. Daerah pusat ini
dapat berupa: pasar, kompleks, perbentengan, ‘kostil”, kompleks
ibadah (tempat pemujaan gereja dan lain-lain).

d.

Secara keseluruhan membentuk jaringan sarang laba-laba sistem
ini berkembang antara 1500 – 1800.

e.

Punya keteraturan geometris.

f.

Jalan besar menjari dari titik pusat dan membentuk “asterisk shaped
pattern”. rancangan kota ini dianggap sebagai baroue style (style
meari /fantastis) karena timbul mengantisifasi semakin majunya
senjata-senjata dan tatik berperang sehingga perlu dibuat system
perkotaan dengan system benteng yang lebih aman, bentuk seperti
ini sulit dibangun karena bentuknya yang lebih rumit namun juga
menghalangi/menjadi

kendala

terhadap

pertumbuhan

lateral,

mangkin meningkatnya jumlah penduduk dan fungsinya dari daerah
sekitarnya, maka dalam kota timbul kepadatan penduduk yang tinggi
didaerah-daerah terbuka makin berkurang dan satu-satunya jalan
terlihat pada (Gambar 2.9).

Universitas Sumatera Utara

135

Gambar 2.9 Palma Nouva (Didirikan 1593)
Sumber: Struktur Tata Ruang Kota
Pada prinsipnya ada 5 alasan mengapa diciptakan system radial concentric
dengan jalan-jalan lebar dan indah, yaitu:
a.

Mulai digunakan kendaraan

beroda sehingga jalan tidak teratur dan

sempit tidak cocok lagi.
b. Sudahkah

mobilisasi meliter dari pusat kesetiap wilayah dipinggir

kota dan sekitarnya.
c.

Memenuhi perspektif artistic.

d. Memperlancar

kegiatan perdagangan (transportasi dan komunikasi

lancar).
e.

Memudahkan dan memperlancar karnaval.

3. Pola Jalan bersiku atau Sistem Grid /Kisi (The rechtangular or grid

Universitas Sumatera Utara

136

System), Sistem perencanaan jalan dengan pola kisi pertama kali dikenal
di kota Mahenjo Daro (± 2500 SM), kemudian kota Dur-Sarginu
(Assyria) ± 800 SM, di Yunani ± 600 SM. Kemudian pada 500-600 M
perancangan system kisi ini meluas ke Negara-negara barat. Bentuk ini
kemudian di kenal dengan “bastides cities” (kota-kota benteng). Bagianbagian kotanya dibagi-bagi sedemikian rupa menajadi blok-blok empat
persegi panjang dengan jalan-jalan yang parallel longitudinal dan
tranversal membentuk sudut siku-siku. Jalan utamanya membentang dari
pintu gerbang

utama kota sampai alun-alun utama (pasar utama) pada

bagian pusat kota. Banyak kota telah mengadopsi system grid ini dalam
perancangan kotanya. Kota-kota di Amerika serikat, misalnya banyak
menerapkan system ini. Sistem ini merupakan bagian yang sangat cocok
untuk pembagian lahannya dan untuk daerah luar kota yang masih banyak
tersedia lahan kosong pengembang kotanya akan nampak teratur dengan
mengikuti pola yang sudah terbentuk.
Keuntungan lain pada regtangular system antara lain:
a.

Shortest dimension on the street side.

b.

Growing more lost sheet frontage.

c.

Easier to assamble individual lost into large unit (seperti blok) dapat
dilihat pada (Gambar 2.10).

Universitas Sumatera Utara

137

Gambar 2.10 Kota-kota Benteng Dengan Pola Jalan Bersiku Empat Persegi Panjang
dengan System Grid
Sumber: Struktur Tata Ruang Kota
2.6

Pengertian Jalan Lingkar (Ring Road)
Jalan Lingkar adalah jalan yang melingkari pusat kota, yang berfungsi untuk

mengalihkan sebagai arus lalulintas terusan dari pusat kota. Biasanya merupakan
bagian jaringan jalan dengan pola radial membentuk ring radial. Semakin besar kota
semakin banyak ring digunakan, seperti di Jakarta ada ring dalam ada Jakarta Outer
Ring Road (JORR). Dan istilah umum pandangan terhadap jalan lingkar (Ring road)

Universitas Sumatera Utara

138

merupak istilah masyarakat pada umumnya yang melihat jaringan jalan tersebut
melingkar atau mengelilingi kota.
Sesuai dengan Undang-undang nomor 13 Tahun 1980, tentang jalan yaitu
pasal 1 dan penjelasan yang menyebutkan bahwa jalan adalah suatu prasarana per
hubungan darat dalam bentuk apapun dengan pengecualian jalan kereta api, jalan lori,
dan jalan kebel, yang diperuntukkan bagi lalu lintas kenderaan orang dan hewan.
Jalan

meliputi

segala

bagian

jalan

termasuk

bangunan

pelengkap

dan

perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1985 menjelaskan
tentang jalan yaitu:
1. Sistem jaringan jalan primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata
ruang dan struktur perkembangan wilayah tingkat nasional yang
menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi.
2. Jalan arteri primer menghubungakan kota jenjang kesatu yang terletak
berdampingan atau menghubungkan kota jenjang kedua.
Jalan lingkar Kota Medan itu sendiri termasuk di dalam Undang-undang
Nomor 13 Tahun 1980 tentang jalan raya dan peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun
1985 tentang jalan berikut Undang-undang nomor 14 tahun 1992 tentang lalu lintas
dan Angkutan Jalan dan serta Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tantang
Angkutan Jalan, PP Nomor 43 Tahun 1993 tentang prasarana dan lalu lintas jalan.
Adapun jalan lingkar (Ring Road) merupakan istilah masyarakat pada umumnya yang
melihat jaringan jalan tersebut melingkar atau mengelilingi kota.

Universitas Sumatera Utara

139

Adapun jaringan jalan yang baik dan lancar akan memudahkan pergerakkan,
baik pergerakkan manusia maupun pergerakkan barang. Menurut Tamin (1997)
bahwa pada dasarnya prasarana jaringan jalan mempunyai 2 peran utama yaitu:
1. Sebagai alat bantu untuk mengarahkan pembangunan di daerah perkotaan.
2. Sebagai prasarana bagi pergerakkan manusia maupun barang yang timbul
akibat adanya kegiatan didaerah perkotaan tersebut.
2.7

Kinerja Ruas Jalan
Beberapa kinerja ruas jalan yang dibutuhkan sebagai berikut:
1. Nilai volume lalu lintas, menunjukan kondisi ruas jalan yang melayani
volume lalu lintas yang ada, nilai volume untuk kapasitas jalan dalam
daerah per kotaan, pengaruh akan

didapat

berdasarkan hasil survei

geometric untuk mendapatkan besarnya kapasitas yang ada saat ini.
Berdasarkan peramalan arus lalu lintas tersebut akan didapat nilai volume
kapasitas yang selanjutnya dapat memberikan jenis rekomendasi dalam
penggunaan jenis ruas jalan.
2. Kecepatan perjalanan rata-rata dapat menunjukan waktu tempuh dari satu
titik asal ketitik tujuan dalam wilayah akan berpengaruh menjadi tolak
ukur dalam penilaian perjalanan yang ada.
3. Indikator Tingkat Pelayanan (ITP) pada suatu jalan akan menunjukan
suatu kondisi secara keseluruhan ruas jalan tersebut tingkat pelayanan
yang demikian berdasarkan nilai seperti kecepatan perjalanan, dan faktor

Universitas Sumatera Utara

140

lain yang berdasarkan nilai kualitatif seperti kebebasan pengemudi dalam
memiliki kecepatan derajat hambatan lalu lintas secara kenyamanan.
2.8

Batasan Ruas Jalan
Manual Kapasiatas Jalan Indonesia (MKJI-1997) mendefenisikan suatu ruas

jalan sebagai berikut:
1. Diantara dan tidak dipengaruhi oleh simpang bersinyal atau samping tak
bersinyal utama.
2. Mempunyai karakteristik yang hampir sama sepanjang jalan.
Sebagai contoh potongan melintang jalan yang masih dipengaruhi antrian
akibat samping atau arus iringan kendaraan yang tinggi yang keluar dari simpang
bersinyal tidak dapat dipilih untuk analisis kapasitas suatu ruas. Selain itu bila
terdapat perubahan karakteristik yang mendasar dalam hal geometric, hambatan
samping, komposisi kendaraan dan lain-lain, maka harus dianggap sebagai ruas yang
berbeda (dengan demikian maka diantara dua samping dapat didefenisikan lebih dari
dua ruas).
2.9

Tingkat Pelayanan Jalan
Analisis tingkat pelayanan dalam menunjang pengembangan jalan kota

dengan membuat kajian kondisi saat ini (eksisting) dan menganalisis permasalahan
yang menyebabkan penurunan tingkat pelayanan, usulan program dan perioritas
kelembagaan yang didasarkan pada arah pengembangan kota tersebut. Analisis yang
baik dan tepat dan berfungsi secara efektif, harus didukung oleh data yang efektif

Universitas Sumatera Utara

141

pula sehingga dapat dikaji secara cermat dan untuk dapat menetapkan usulan
penanganan yang tepat dan terpadu. Analisis pengembangan perkotaan terikat
keterpaduan aspek lain: (1) sistem jaringan jalan, (2) pengaturan tata guna bangunan,
(3) analisis sarana dan prasarana dan (4) harga satuan yang berlaku. Analisis tingkat
pelayanan jalan merupakan salah satu aspek yang dapat membantu kajian
pengembangan transportasi kota, dimana dari tingkat pelayanan dari suatu pelayanan
jalan maka dapatlah diketahui gambaran kondisi pelayanan jalan tersebut dalam
melayani lalu lintasnya, sehingga dapat dibuat usulan penanganan yang lebih cepat
dan lebih terpadu. Tingkat pelayanan (Level of Service) merupakan ukuran suatu
kualitas pada jalan, yang telah merangkum banyak Fakto-faktor antara lain,
kenyamanan dan geometrik jalan dan umumnya

digunakan sebagai ukuran dari

pengaruh untuk membatasi volume lalu lintas dengan kapasitas (V/C).
Tingkat pelayanan bervariasi dari tingkat yang tinggi (A) dan menurun sampai
tingkat yang terendah (F), Tingkat keadaan yang tertinggi merupakan keadaan lalu
lintas dimana pengemudi mempunyai kebebasan untuk mengendalikan kendaraan
tanpa adanya pengaruh gangguan dalam batas tingkat keselamatan tertentu,
sedangkan tingkat pelayanan terendah merupakan keadaan lalu lintas yang
berlawanan dengan tingkat pelayanan tertinggi, dimana pengemudi tidak dapat
mengembangkan

kebebasannya

untuk

mengendalikan

kendaraannya

karena

terganggu oleh kendaraan lain dalam arus lalu lintas yang sama.
Indonesia Hightway Capacity Manual (IHCM) membagi tingkat pelayanan
menjadi enam tingkat pelayanan yaitu dari tingkat pelayanan tertinggi disebut tingkat

Universitas Sumatera Utara

142

pelayanan A dan berangsur-angsur turun dengan nama yang sesuai dengan alfabetik
sampai dengan F yang merupakan tingkat pelayanan terendah.
Penjelasan mengenai tingkat pelayanan jalan tersebut adalah sebagai berikut:

1.

Tingkat pelayanan A (V/C < 0,6). Tingkat pelayanan ini memberikan
suatu gambaran kondisi volume lalu lintas yang terendah dan kecepatan
kendaraan dapat dilakukan sesuai dengan keinginan pengemudi.

2.

Tingkat pelayanan B (0.6 < V/C < 0,7). Tingkat pelayanan ini
memberikan arus yang stabil, kecepatan perjalanan mulai di pengaruhi
oleh keadaan lalu lintas, dalam batas pengemudi masih bisa mendapat
kebebasan dalam memilih kecepatan.

3. Tingkat pelayanan C (0,7< V/C < 0,8). Tingkat pelayanan ini memberikan
gambaran lalu lintas masih dalam keadaan stabil, tetapi pergerakkan dan
kecepatan lebih di pengaruhi oleh volume yang tinggi, sehingga
kecepatan sudah terbatas dalam batas-batas kecepatan yang cukup
memuaskan.
4. Tingkat pelayanan D ( 0,8