Hubungan Antara Kadar Serum Lipid Dengan Volume Prostate Pada Penderita Benign Prostate Hyperplasia Di RSUP H. Adam Malik Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prostat
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, di depan
rectum dan membungkus uretra posterior.( Roehrborn CG et al., 2010 ).Letak kelenjar
prostat dimulai dengan dasar kerucut (basis) sebagai terusan dari leher vesika sedang
puncak kerucut yang disebut apeks terletak di atas fascia diaphragma urogenitalis.
Prostat pada umur dewasa muda berukuran lebar 3-4 cm dan panjangnya 4-6 cm dengan
ketebalannya kira-kira 2-3 cm dan beratnya20 - 40 gram.( Roehrborn et al .,2010
danJohn T et al.,2010 ).

Gambar 2.1. Anatomi Prostat

Prostat terdiri dari 70% kelenjar dan 30% stroma fibromuskular. Komponen
stroma ini terdiri atas otot polos, fibroblast, pembuluh darah, saraf, kolagen dan jaringan
penyanggah yang lain. Stroma dan kelenjar berkontraksi selama ejakulasi untuk
mengeluarkan sekresi prostat ke uretra. Bagian fibromuskular terletak sebagian besar di

daerah anterior sedangkan bagian kelenjar terletak di bagian posterior( Roehrborn CG et
al., 2010, John T et al., 2010 dan Rahardjo D, 2009 ).


McNealmengusulkan suatu konsep anatomi zona berdasarkan dari gambaran
anatomi dan histologi prostat. Dasar pembagian zona dari McNeal ini dijadikan dasar
untuk menentukan letak dan asal keganasan prostat.Menurut McNeal, prostat dibagi
menjadi 3 zona, yaitu zona perifer (70% dari volume prostat dewasa muda), zona sentral
(25%), dan zona transisi (5%). Keganasan prostat 60-70% berasal dari zona perifer, 1020% dari zona transisi, dan 5-10% dari zona sentral. 60% keganasan dari zona sentral
biasanya jenis karsinoma dengan gradasi rendah (low-grade), clear cell carsinoma(
Nickel J et al.,1999 )

Gambar 2.2. Zona-zona Prostat( Nickel J et al.,1999 )

Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari
cairan ejakulat. Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang dialirkan melalui
duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan
bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Semen berisi sejumlah asam sitrat
sehingga pH nya agak asam. Selain itu dapat ditemukan enzim yang bekerja sebagai
fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat
dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos. Volume cairan prostate

merupakan 25% dari seluruh volume ejakulat( Roehrborn et al., 2010 dan Taiwo SS et

al.,2006 ).
Prostat manusia mendapat dua macam persarafan yaitu parasimpatik (kolinergik)
dan simpatik (noradrenergik) melalui pleksus pelvikus otonomik yang terletak dekat
prostat. Pleksus ini mendapat masukan parasimpatik dari medulla spinalis setinggi S2-S4
dan serat-serat simpatik dari nervus hipogastrikus presakralis (T10-L2).Kedua sistem
persarafan itu dalam prostat membentuk jaringan persarafan yang terjadi dari gabungan
kolinergik dan noradrenergik dan mempunyai reseptor-reseptor di dalam otot polos
prostat. Saraf-saraf otonom mempersarafi prostat dan juga vesika seminalis, uretra, dan
corpora cavernosa dari pleksus pelvikus yang bersama pembuluh darah membentuk
kompleks saraf dan pembuluh darah (neurovascular bundle) dan kompleks ini berjalan
di bagian posterior dari prostat dari kranial menuju apeks prostat dan umumnya sejajar
dengan dinding rectum (John T et al., 2010). Stimulasi parasimpatik meningkatkan
sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan
pengeluaran cairan prostat kedalam uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi. Sistem
simpatik memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsul prostat, dan leher bulibuli. Di tempat-tempat itu banyak terdapat reseptor adrenergik-α. Rangsangan simpatik
menyebabkan dipertahankannya tonus otot polos tersebut( Roehrborn CG et al.,2010 ).

2.2 Hiperplasia Prostat Jinak
2.2.1 Definisi


Hiperplasia prostat jinak adalah suatu diagnosis histologis yang ditandai oleh proliferasi
elemen seluler dari prostat. Hiperplasia prostat melibatkan kedua elemen stroma dan
epitel dari zona periuretradan transisi (Furqan, 2003).

Gambar 2.3 Gambaran Prostat Normal Dibandingkan dengan BPH
2.2.2 Epidemiologi
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau hiperplasia prostat jinak adalah tumor jinak
yang tersering pada laki-laki, dan insidennya terkait dengan umur pasien. Jika
hiperplasia cukup besar, nodul-nodul dapat menekan dan mempersempit kanal uretra
sehingga terjadi obstruksi uretra parsial maupun total. Prevalensi histologis hiperplasia
prostat jinak pada penelitian autopsi meningkat dari sekitar 20% pada laki-laki 41-50
tahun menjadi 50% pada laki-laki umur 51-60 tahun, sampai akhirnya 90% pada lakilaki di atas 80 tahun. Gejala pada kasus ini juga terkait dengan umur pasien. Pada umur
55 tahun, sekitar 25% dari laki-laki mengeluhkan gejala obstruksi berkemih. Pada umur
75 tahun, 50% laki-laki melaporkan penurunan kekuatan dan kaliber dari aliran
urin(Taiwo SS et al.,2006).
Di rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), subbagian urologi, setiap
tahun ditemukan antara 200 sampai 300 penderita baru dengan prostat hipertrofi. Istilah
hipertrofi sebenarnya kurang tepat oleh karena yang sebenarnya terjadi adalah
hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli
ke perifer dan menjadi kapsul bedah (surgical capsule).(Furqan, 2003).

Faktor risiko untuk perkembangan hiperplasia prostat jinak belum dapat
diketahui dengan baik. Beberapa studi mengemukakan pendapat bahwa terdapat faktor
predisposisi genetik dan beberapa mengatakan berhubungan dengan perbedaan ras.
Selain itu, juga disebutkan bahwa merokok, konsumsi alkohol dan obat-obatan tertentu

seperti histamine, bronkodilator dapat meningkatkan risiko hiperplasia prostat jinak(
Pondei K et al., 2012 dan Philip M et al., 2007 )

2.2.3 Etiologi
Etiologi hiperplasia prostat jinak masih belum dapat dipastikan hingga saat ini, tetapi
kelainan ini diduga multifaktorial dan berada di bawah kontrol endokrin. Prostat terdiri
dari komponen stromal dan epitelial, keduanya dapat memperbanyak nodul-nodul
hiperplastik dan juga gejala-gejala yang berhubungan dengan hiperplasia prostat. Kedua
komponen ini dapat menjadi target dalam penanganan medis kasus hiperplasia prostat(
Pondei K et al.,2012 ).
Hiperplasia prostat jinak

merupakan salah satu penyebab LUTS pada pria

berusia lanjut. Secara histopatologi, hiperplasia prostat jinak dikarakteristikkan oleh

peningkatan jumlah sel-sel stroma dan epitel dalam area periuretral prostat. Etiologi
yang pasti dari hiperplasia prostat jinak

masih meragukan. Dalam pengamatan,

peningkatan jumlah sel oleh proliferasi epitel dan stroma atau gangguan program
kematian sel mengarah kepada akumulasi seluler. Androgen, estrogen, interaksi epitelstroma, growth factor, dan neurotransmitter mungkin memainkan peranan baik tunggal
ataupun kombinasi dalam menyebabkan proses hiperplasi( Rahardjo D, 2009 ).
Testosteron dihasilkan oleh sel leydig atas pengaruh hormon Luteinizing
hormon (LH) yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis. Kelenjar hipofisis ini
menghasilkan LH atas rangsangan Luteinizing Hormon Releasing Hormon (LHRH). Di
samping testis, kelenjar anak ginjal juga menghasilkan testosteron atas pengaruh ACTH
yang juga dihasilkan oleh hipofisis. Jumlah testosteron yang dihasilkan oleh testis kirakira 90% dari seluruh produksi testosteron, sedang yang 10% dihasilkan oleh kelenjar
adrenal. Sebagian besar testosteron dalam tubuh berada dalam bentuk serum binding
hormon (SBH). Hanya sekitar 2% testosteron dalam keadaan bebas dan testosteron
inilah yang memegang peranan dalam proses terjadinya inisiasi pembesaran prostat.
Testosteron bebas ini dengan pertolongan enzim 5-alfa reduktase akan dihidrolise
menjadi dihidrotestosteron (DHT). Dalam bentuk DHT inilah yang kemudian akan
diikat oleh reseptor yang berada di dalam sitoplasma sel prostat sehingga membentuk


DHT-reseptor kompleks. DHT-reseptor kompleks ini kemudian akan masuk ke dalam
inti sel dan akan mempengaruhi asam ribonukleat (RNA) untuk menyebabkan
terjadinya sintesis protein sehingga dapat terjadi proliferasi sel (Taiwo SS et al.,2006).
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan testosteronestrogen, hal ini disebabkan oleh karena berkurangnya produksi testosteron dan juga
terjadinya konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposis di daerah perifer
dengan pertolongan enzim aromatase. Estrogen inilah yang kemudian menyebabkan
terjadinya hiperplasia stroma (Taiwo SS et al.,2006).
Dalam patogenesis terjadinya hiperplasia prostat jinak disebut pula pentingnya
faktor interaksi stroma dan epitelial. Hal ini banyak dipengaruhi oleh growth factor.
basic fibroblast growth factor (b-GFGF) dapat menstimulasi sel stroma dan merupakan
faktor yang penting pada perkembangan prostat jinak. Konsentrasi b-FGF ini lebih besar
ditemukan pada penderita hiperplasia prostat jinak dibanding pada orang normal karena
bertambahnya umur (John et al.,2010).

2.2.4 Patologi
Hiperplasia prostat jinak seutuhnya merupakan proses hiperplasia, yaitu peningkatan
jumlah sel. Stroma tersusun dari kolagen dan otot polos. Komponen histologis yang
dominan dapat menentukan potensi responsivitas terhadap terapi medis. Alpha-blockers
dapat menghasilkan respon yang baik pada pasien hiperplasia prostat jinak dengan
komponen otot polos yang signifikan, sedangkan jika komponen sel epitel yang lebih

dominan, kemungkinan respon akan lebih baik terhadap penghambat 5α-reduktase.
Pasien dengan komponen kolagen dalam stroma dapat tidak memberikan respon
terhadap bentuk terapi medis apapun(Pondei K et al.,2012).
Seiring berjalannya hiperplasia, lama-kelamaan zona luar dari prostat akan
terdesak, membentuk suatu formasi yang disebut surgical capsule. Kapsul ini
memisahkan zona transisi dari daerah perifer kelenjar dan berfungsi sebagai batas
pembelahan untuk enukleasi pada prostatektomi (pembedahan yang mengangkat bagian
prostat di sekitar uretra yang berjalan dari bagian perifer prostat dan kapsul
prostat)(Pondei K et al.,2012).

Pada taraf awal setelah tejadinya pembesaran prostat akan terjadi resistensi yang
bertambah pada leher vesika dan daerah prostat, kemudian detrusor akan mencoba
mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat
detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa bulibuli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampak apabila dilihat dari dalam vesika
dengan sistoskopi. Mukosa vesika dapat menerobos ke luar diantara serat detrusor
sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila
besar dinamakan divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi yang
apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi sehingga akan terjadi retensi urin
total(Taiwo SS et al.,2006).


2.2.5 Patofisiologi
Gejala hiperplasia prostat jinak dapat terkait dengan komponen obstruktif dari prostat
atau respon sekunder dari kandung kemih terhadap resistensi saluran kemih (komponen
iritatif). Gejala obstruktif disebabkan oleh karena detrusor gagal berkontraksi dengan
cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus,
sedangkan gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan yang tidak sempurna
pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesika sehingga
vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh( Pondei K et al.,2012 dan Taiwo SS
et al.,2006 ).

2.2.6

Diagnosis

Untuk mendiagnosis suatu BPH melalui :
a.

Gambaran Klinis


Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih. Keluhan pada
saluran kemih itu sendiri terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritatif seperti terlihat
pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Gejala Obstruksi dan Iritasi

Obstruksi

Iritasi

- Hesitansi

- Frekuensi

- Pancaran miksi lemah

- Nokturi

- Intermitensi


- Urgensi

- Miksi tidak puas

- Disuri

- Menetes setelah miksi

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah
bawah digunakan system scoring yaitu Skor Internasional Gejala Prostat atau I-PSS
(International Prostatic Symptom Score). System scoring I-PSS terdiri atas tujuh
pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan
yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Dari skor I-PSS dapat
dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat yaitu, (1) ringan : skor 0-7, (2) sedang:
skor 8-19, dan (3) berat: skor 20-35.

Tabel 2.2 International Prostate Symptoms Score (IPSS)

Selain 7 pertanyaan pada IPSS juga terdapat pertanyaan tunggal mengenai kualitas
hidup (quality of life/QoL) yang terdiri atas 7 kemungkinan jawaban (John T et

al.,2010).

Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup pasien.
Bila LUTS dikaitkan dengan BPH, tingkat gangguan dari gejala atau yang
mempengaruhi kualitas hidup harus dipertimbangkan disaat menentukan pilihan
tatalaksana terbaik.Masalah medis yang lain mungkin dapat mempengaruhi tatalaksana
BPH.
b.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik, colok dubur, danpemeriksaan neurologis harus dilakukan pada
semua pasien. Ukuran serta konsistensi prostat harus diperhatikan walaupun tidak
berkorelasi dengan tingkat keparahan gejala ataupun derajat obstruksi. Pada hiperplasia

prostat jinak biasanya akan teraba pembesaran prostat yang elastis, berbatas tegas, serta
permukaannya rata. Jika terdeteksi indurasi, dokter harus memikirkan kemungkinan
kanker, serta pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan (PSA, transrectal ultrasound,
dan biopsi) ( Pondei K et al., 2012 ).
c.

Pemeriksaan Penunjang

1.

Laboratorium
Urinalisis adalah pemeriksaan yang penting yang dilakukan pada pasien urologi.

Dimana pemeriksaan ini akan memberikan informasi yang penting mengenai urinalisa
yang lengkap yang terdiri dari kimia dan mikroskopik analisis. Jika dicurigai adanya
suatu keganasan dari prostat maka perlu diperiksa kadar penanda tumor yaitu PSA
(Campbell-Walsh Urology, 2007).
2.

Pencitraan
Untuk menentukan volume prostat pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah

dengan menggunakan USG. Pemeriksaan USG dianggap sebagai pemeriksaan yang
baik untuk mendeteksi pembesaran prostat, tidak ada bahaya radiasi, dan juga relatif
murah. Pemeriksaan USG dapat dilakukan secara trans abdominal atau transrectal
(Trans Rectal Ultrasonography, TRUS)( John T et al.,2010 dan Taiwo SS et al.,2006).

2.3.

Profil Lipid

2.3.1.

Definisi

Profil lipid adalah unsur-unsur lemak dalam plasma yang terdiri darikolesterol,
trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas. Tiga unsur yangpertama berkaitan
dengan protein tertentu (Apoprotein) membentuklipoprotein yaitu kilomikron, VLDL
(Very Low Density Lipoprotein),LDL (Low Density Lipoprotein) dan HDL (High
Density Lipoprotein)masing-masing mempunyai unsur lemak dengan kandungan yang
berbeda-beda.Ikatan ini memungkinkan unsur lemak itu dapat larut dalam darahdan
kemudian dikirim ke seluruh jaringan tubuh. Penetapan kadar lipiddarah dalam plasma
dilakukan dengan mengukur kadar total kolesterol,HDL kolesterol, LDL kolesterol dan
trigliserida. Profil lipid padaumumnya diperiksa setelah subyek berpuasa 10-12 jam.

Tabel 2.3. Klasifikasi Lipoprotein Berdasarkan Densitas(Ultrasentrifuge)
Kelas Subgroup
Lipoprotein
Densitas sangat rendah
(VLDL)
Densitas rendah
(LDL)
Densitas tinggi
(HDL)

Komposisi
Protein (%)
10

Kolesterol (%)
10

Trigliserida (%)
70

Fosfolipid (%)
10

25

45

10

20

50

20

Sangat sedikit

30

Sumber: Diadaptasi dari Henry, J.B. Todd-Sanford-Davidsohn: Clinical diagnosis and mana-gement by
laboratory methods (17th ed. P; 183), Philadelphia: Saunders,1984 (Kee JL, 2008)

2.3.2. Jenis-Jenis Lipid
a. Kolesterol Total
Kolesterol (C27 H45 OH) adalah alkohol steroid, semacam lemakyang ditemukan dalam
lemak hewani, minyak, empedu, susu, kuningtelur, yang sebagian besar disintesis oleh
hati dan sebagian kecildiserap dari diet. Keberadaan dalam pembuluh darah pada kadar
tinggiakan cenderung membuat endapan/ kristal/ lempengan yang akanmempersempit
atau menyumbat pembuluh darah (Sutedjo, 2008).
Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapathubungan antara
kadar kolesterol dalam darah dengan resiko penyakitprostat. Hasil penelitian yang
dilakukan di divisi urologi, universitas california di Amerika Serikat menunjukkan
bahwa terdapat korelasiantara kadar kolesterol dengan risiko terjadinya BPH.
Winarno (1991) menyatakan bahwa kandungan total kolesteroldarah yang
normal adalah 240 mg/dl. Sedangkan National CholesterolEducation Program (NCEP)
pada Adult Treatment Panel III ( ATPIII)tahun 2001 menetapkan bahwa kadar total
kolesterol darah normaladalah ≤200 mg/dl, sedang/ ambang batas tinggi adalah 200239mg/dl, dan tinggi adalah ≥240 mg/dl. Kategori ketiga inilah yangtermasuk
hiperkolesterolemia.

Tabel 2.4. Angka Total Kolesterol
No
1
2
3

Total Kolesterol Darah
Normal
Sedang / Ambang Batas Tinggi (border line high)
Tinggi

Kadar (mg/dl)
≤200
200-239
≥240

Sumber: National Cholesterol Education Program (NCEP) pada Adult TreatmentPanel III
(ATP-III) 2001 (Soeharto, 2004)

b. Trigliserida
Trigliserida merupakan senyawa yang terdiri dari 3 molekul asamlemak yang
teresterisasi menjadi gliserol, disintesis dari karbohidratdan disimpan dalam bentuk
lemak hewani. Dalam serum dibawa olehlipoprotein, merupakan penyebab utama
penyakit arteri dibandingkolesterol. Peningkatan trigliserida biasanya diikuti oleh
peningkatanVLDL (Very Low Density Lipoprotein). Pada peristiwa hidrolisislemaklemak ini akan masuk dalam pembuluh darah dalam bentuklemak bebas (Sutedjo,
2008).
Trigliserida adalah salah satu jenis lemak bukan kolesterol yangterdapat dalam
darah dan berbagai organ tubuh. Dari sudut ilmukimia, trigliserida merupakan substansi
yang terdiri dari gliserol yangmengikat gugus asam lemak. Makan- makanan yang
mengandunglemak akan meningkatkan kadar trigliserida dalam darah dancenderung
meningkatkan kadar kolesterol. Ada beberapa faktor yang dapatmempengaruhi kadar
trigliserida dalam darah seperti kegemukan,makan lemak, makan gula biasa dan minum
alkohol (Soeharto, 2004).

Tabel 2.5. Ambang Batas Trigliserida dalam Darah
No
1
2
3
4

Trigliserida Darah
Normal
Ambang Batas Tinggi
Tinggi
Sangat Tinggi

Kadar (mg/dl)
≤ 150
151 - 199
200 - 499
≥ 500

c. HDL atau Kolesterol Baik
HDL (High Density Lipoprotein) merupakan salah satu dari tigakomponen lipoprotein
yaitu kombinasi lemak dan protein,mengandung kadar protein tinggi, sedikit trigliserida
dan fosfolipid,mempunyai sifat umum protein dan terdapat pada plasma darah,disebut
juga lemak baik yang membantu membersihkan penimbunanplak pada pembuluh darah
(Sutedjo, 2008).
Seperti halnya dengan total kolesterol dan LDL, untuk menilai tinggirendahnya kadar
HDL digunakan angka standar dari NCEP.

Tabel 2.6. Angka HDL Kolesterol
No
1
2

HDL Kolesterol Darah
Rendah
Tinggi

Kadar (mg/dl)
≤ 40
≥ 60

Sumber: National Cholesterol Education Program (NCEP) pada Adult TreatmentPanel III (ATP-III)
2001 (Soeharto, 2004)

d. LDL atau Kolesterol Jahat
LDL (Low Density Lipoprotein) adalah lipoprotein dalam plasmayang mengandung
sedikit trigliserida, fosfolipid sedang dan kolesteroltinggi. LDL mengandung paling
banyak kolesterol dari semualipoprotein dan merupakan pengirim kolesterol utama
dalam darah.Sel-sel tubuh memerlukan kolesterol untuk bisa tumbuh danberkembang
sebagaimana mestinya. Sel-sel ini memperoleh kolesteroldari LDL. Walaupun demikian
jumlah kolesterol yang bisa diserapoleh sebuah sel ada batasannya. Oleh karena itu
makin banyak lemakjenuh atau makan makanan yang mengandung kolesterol yang
tinggiakan mengakibatkan kadar kolesterol dalam darah tinggi (Sutedjo,2008).
LDL kolesterol sering dianggap sebagai indikator dalampemeriksaan penyakit
degeneratif

karena

LDL

kolesterol

banyakmengandung

kolesterol.Berdasarkan

penelitian Gocke et.al,peningkatan LDL kolesterol berkaitan erat dengan insidensi
terjadinya penyakitBPH.
Untuk menilai tinggi rendahnya kadar LDL dalam darah,umumnya kita
membandingkan dengan angka standard dari NCEP.

Tabel 2.7. Angka LDL Kolesterol

No
1
2
3
4
5

LDL Kolesterol Darah
Normal
Mendekati Optimal
Garis Batas Tinggi (borderline High)
Tinggi
Sangat Tinggi

Kadar (mg/dl)
≤ 100
100 - 129
130 – 159
160 - 189
≥ 190

Sumber: National Cholesterol Education Program (NCEP) pada Adult TreatmentPanel III (ATP-III)
2001 (Soeharto, 2004)

2.3.3. Definisi Dislipidemia
Dislipidemia

adalah

kelainan

metabolisme

lipid

yang

ditandai

dengan

peningkatanmaupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang
palingutama

adalah

kenaikan

kadar

kolesterol

total

(>240mg/dl),

kolesterol

LDL(>160mg/dl), kenaikan kadar trigliserida (>200 mg/dl) serta penurunan kadar HDL
(