Pola Kuman dan Sensitivitas pada Penderita Benign Prostate Hyperplasia dengan Infeksi Saluran Kemih di RSUP H. Adam Malik Medan

(1)

PENELITIAN MAGISTER

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH DEPARTEMEN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pola Kuman Dan Sensitivitas Pada Penderita Benign Prostate

Hyperplasia Dengan Infeksi Saluran Kemih

Di RSUP H. Adam Malik Medan

OLEH: Suluh Darmadi


(2)

Judul : POLA KUMAN DAN SENSITIVITAS PADA PENDERITA BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA DENGAN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Nama PPDS : Suluh Darmadi Nomor CHS : 21027

Bidang Ilmu : Kedokteran / Ilmu Bedah Kategori : Bedah Urologi

HASIL PENELITIAN INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI OLEH Pembimbing I :

NIP: 19650505 199503 1 001 dr.Syah Mirsya Warli, Sp.U

Pembimbing II :

NIP: 19551008 198303 1 013 Dr. Bungaran Sihombing, SpU

Ketua Departemen Ilmu Bedah, Ketua Program Studi IlmuBedah,

dr. Emir T Pasaribu, SpB(K) Onk dr. Marshal, SpB. SpBTKV NIP: 195 203 041 980 021 00 NIP: 196 103 161 986 111 001


(3)

SURAT KETERANGAN

Sudah diperiksa Hasil Penelitian

JUDUL : POLA KUMAN DAN SENSITIVITAS PADA

PENDERITA BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA DENGAN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

PENELITI : SULUH DARMADI

DEPARTEMEN : ILMU BEDAH

INSTITUSI : FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA

MEDAN, Apri 2014

KONSULTAN METODOLOGI PENELITIAN FAKULTAS KEDOKTERAN USU

NIP. 1951 1202 197902 1 001 PROF. DR. H. AZNAN LELO, PhD, SpFK


(4)

HASIL PENELITIAN

JUDUL : POLA KUMAN DAN SENSITIVITAS PADA PENDERITA

BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA DENGAN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

PENELITI : SULUH DARMADI

NO. CHS : 21027

DEPARTEMEN : ILMU BEDAH

INSTITUSI : FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN, April 2014 KONSULTAN MIKROBIOLOGI DEPARTEMEN ILMU BEDAH USU

NIP. 1967 2206 1996 03 2 001 dr. R. Lia Kusumawati, MS, Sp.MK (K)


(5)

(6)

PERNYATAAN

POLA KUMAN DAN SENSITIVITAS PADA PENDERITA BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA DENGAN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSUP

H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, April 2014


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT penulis panjatkan, karena berkat segala rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis Magister ini yang merupakan salah satu persyaratan tugas akhir untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Bedah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Selawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW. Dengan selesainya penulisan tesis ini, perkenankanlah penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Ketua Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dr. Emir T Pasaribu, SpB(K)ONK dan Sekretaris Departemen, dr. Erjan Fikri, SpB,SpBA. Ketua Program Studi Ilmu Bedah, dr. Marshal SpB,SpBTKV dan Sekretaris Program Studi Ilmu Bedah, dr. Asrul S, SpB-KBD, yang telah bersedia menerima, mendidik dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran selama penulis menjalani pendidikan. dr. Syah Mirsya Warli, SpU; Ketua Subdevisi Bedah Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Pembimbing penulisan tesis, dr. Bungaran Sihombing, SpU; Wakil Ketua Subdevisi Bedah Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Pembimbing penulisan tesis, terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya yang dapat penulis sampaikan, yang telah membimbing, mendidik, membuka wawasan penulis, senantiasa memberikan dorongan dan motivasi yang tiada hentinya dengan penuh bijaksana dan tulus ikhlas disepanjang waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.


(8)

Moesbar, SpB,SpOT, Prof. Hafas Hanafiah, SpB,SpOT, dr. Asmui Yosodihardjo, SpB,SpBA, dan seluruh guru bedah saya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, di lingkungan RSUP H Adam Malik, RSU Pirngadi Medan dan di semua tempat yang telah mengajarkan ketrampilan bedah pada diri saya. Semua telah tanpa pamrih memberikan bimbingan, koreksi dan saran kepada penulis selama mengikuti program pendidikan ini.

Prof. Aznan Lelo, PhD, SpFK, yang telah membimbing, membantu dan meluangkan waktu dalam membimbing statistik dari tulisan tugas akhir ini.

dr. R. Lia Kusumawati, MS, Sp.MK (K), yang telah membimbing dan membantu memberikan kelancaran di bagian mikrobiologi pada penuliasan tugas akhir ini.

Kedua orang tua, ayahanda H. Ahmad Subardi dan ibunda Munisah. Mertua, ayahanda Alm. Ir. Abdullah dan ibunda Hj. Mirani Aswaty, terima kasih yang sedalam-dalamnya dan setulus-tulusnya, yang telah membesarkan dan mendidik penulis sejak kecil dengan penuh kesabaran, kasih sayang dan perhatian, dengan diiringi doa dan dorongan yang tiada hentinya sepanjang waktu, memberikan contoh yang sangat berharga dalam menghargai dan menjalani kehidupan.

Terima kasih yang tak terkira kepada istriku tercinta dr.Renny Junitasari dan anakku Naifa Aqilla Darmadi dan Rhadit Abiyaza Darmadi atas segala pengorbanan, pengertian, dukungan semangat, kesabaran dan kesetiaan dalam segala suka duka mendampingi saya selama menjalani masa pendidikan yang panjang ini.

Kepada abang, kakak, adik-adik dan seluruh keluarga besar, penulis menucapkan terima kasih atas pengertian dan dukungan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan.

Para Senior, dan semua rekan seperjuangan peserta program studi Bedah Medan yang bersama-sama menjalani suka duka selama pendidikan.

Para pegawai dilingkungan Departemen Ilmu Bedah FK USU, dan para tenaga kesehatan yang berbaur berbagi pekerjaan memberikan pelayanan Bedah di RSUP H


(9)

Adam Malik, RSU Pirngadi, dan di semua tempat bersama penulis selama penulis menimba ilmu.

Akhirnya hanya Allah SWT yang dapat membalas segala kebaikan.

Semoga ilmu yang penulis peroleh selama pendidikan Magister spesialisasi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Terima kasih.

Medan, Mei 2014


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR ISTILAH ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prostat ... 3

2.2. Hiperplasia Prostat Jinak ... 5

2.2.1. Definisi ... 5

2.2.2. Epidemiologi ... 6

2.2.3. Etiologi ... 7

2.2.4. Patologi ... 8

2.2.5. Patofisiologi ... 9

2.2.6. Diagnosis ... 9

2.3. Infeksi Saluran Kemih ... 12

2.3.1. Epidemiologi ... 14

2.3.2. Cara Pengambilan Sampel ... 17

2.3.3. Pengambilan, Penyimpanan Dan Pengiriman Spesimen 18 2.3.4. Hitung Kuman, Isolasi Dan Identifikasi ... 20

2.3.5. Urinalisa ... 25


(11)

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian ... 26

3.2. Tempat Dan Waktu Penelitian ... 26

3.3. Populasi dan Sampel penelitian ... 26

3.4. Besar Sampel ... 26

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 27

3.6. Kerangka Konsep ... 27

3.7. Alur Penelitian ... 28

3.8. Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) ... 28

3.9. Analisis Data ... 28

3.10. Definisi Operasional... 28

3.11. Etika Penelitian ... 29

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Subyek Penelitian ... 30

BAB 5 PEMBAHASAN 5. Pembahasan ... 33

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 36

6.2. Saran ... 36


(12)

DAFTAR ISTILAH

BPH Benign Prostate Hyperplasia LUTS Lower Urinary Tract Symptoms RSCM Rumah Sakit Cipto Mangunkusoma

DHT DiHydroTestoteron

DRE Digital Rectal Examination TRUS TranRectal UltraSonography TAUS TransAbdominal UltraSonography IPSS International Prostate Symptoms Score ISK Infeksi Saluran Kemih

WHO World Health Organization QoL Quality of Life

NANC Non Adrenergic Non Colinergic PDE-5 PhosphoDiEsterase-5

LH Luteinizing Hormon

LHRH Luteinizing Hormon Releasing Hormon SBH Serum Binding Hormon

DHT Dihidrotestosteron RNA RiboNukleatAsid


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Gejala Obstruksi dan Iritasi 10

Tabel 2.2 International Prostate Symptoms Score ( IPSS ) 11

Tabel 2.3 Epidemiologi Genitourinarius 15

Tabel 4.1 Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian 30

Tabel 4.2 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium 31

Tabel 4.3 Tabulasi Silang Asal Spesimen Dengan Jenis Mikroorganisme Hasil Kultur Urin 31


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Anatomi prostat 3

Gambar 2.2. Zone Prostat 4

Gambar 2.3. Prostat Normal Dibandingkan Dengan BPH 5

Gambar 3.1. Kerangka Konsep 27


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Susunan Penelitian 40

Lampiran 2 Riwayat Hidup 41

Lampiran 3 Rencana Anggaran Penelitian 42

Lampiran 4 Jadwal Penelitian 43

Lampiran 5 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian 44

Lampiran 6 Informed Consent 46

Lampiran 7 Persetujuan dari Komisi Etika Penelitian 47

Lampiran 8 Formulir Data Penelitian 48


(16)

Pola Kuman dan Sensitivitas pada Penderita Benign Prostate Hyperplasia dengan Infeksi Saluran Kemih di RSUP H. Adam Malik Medan

Suluh Darmadi1, Syah Mirsya Warli2, Bungaran Sihombing2 1

PPDS Bedah Universitas Sumatera Utara, 2

Universitas Sumatera Utara-Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Divisi Bedah Urologi Fakultas Kedokteran

Abstrak

Latar belakang Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan pembesaran prostat jinak yang umum terjadi pada pria dewasa, Infeksi Saluran Kemih (ISK) dapat disebabkan oleh BPH dimana keadaan tersebut dapat menyebabkan obstruksi dan retensi urin sehingga keadaan tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman.

Tujuan, Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola kuman terbanyak dan sensitivitas antibiotik yang menyebabkan ISK pada pasien BPH di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Metode Data dikumpulkan secara prospektife dari pasien BPH yang disertai ISK yang berobat ke Bagian Urologi RSUP H. Adam Malik Medan dari bulan Januari sampai April 2014. Sampel urin yang diambil adalah urin porsi tengah yang kemudian diperiksakan urinalisanya di Bagian Mikrobiologi. Pasien dengan leukosit urin > 5 / LPB dilanjutkan untuk dilakukan pemeriksaan kultur urin dan sensitivitas, kemudian dilakukan pencatatan pola kuman dan sensitivitasnya. Hasil Terdapat total pasien 15 orang dengan usia 50-80 tahun yang didiagnosis dengan BPH yang disertai ISK. Didapatkan hasil kultur urin 100 % merupakan bakteri gram negatif. Dimana kuman tersebut terdiri dari E. Coli 7 (46,7 %) sampel, Pseudomonas 4 (26,6%) sampel,

Klebsiella 2 (13,3 %) sampel, serta Citrobacter Freundii dan Enterobacter Cloacae masing-masing 1 (6,7 %) sampel. Semua kuman tersebut sensitive terhadap pemberian obat antibiotik amikacin.

Kesimpulan Bakteri paling banyak yang ditemukan pada pasien dengan BPH adalah

Escherichia Coli (46.7%) dan bakteri yang paling sedikit ditemukan adalah Citrobacter freundii

dan Enterobacter Cloacae (6,7 %). Menurut penelitian ini, pasien BPH dengan infeksi saluran kemih seluruhnya sensitif terhadap pengobatan dengan Amikacin (100 %).

Keywords : Infeksi saluran kemih,Benign Prostatic Hyperplasia (BPH), Pola Kuman, sensitivitas obat

Microorganism Pattern and Sensitivity in Benign Prostatic Hyperplasia Patients with Urinary Tract Infection at H. Adam Malik General Hospital Medan Background Benign Prostate Hyperplasia (BPH) is a common benign prostate enlargement that occurs in adult males, Urinary Tract Infection (UTI) which may be caused by BPH such circumstances can lead to obstruction and urinary retention so that the state is a good medium for the growth of microorganism. The aim of this study was to determine the pattern of microorganism and antibiotic sensitivity that causes UTI in patients with BPH in General Hospital H. Adam Malik.


(17)

Methods Data were collected prospectively from patients with BPH who went to UTI Urology Department H. Adam Malik Hospital from January to April 2014. Urine samples were taken is a midstream urine were then examined urinalysis in Microbiology Department. Patients with urinary leukocytes > 5 per high-power field proceed to the examination of urine culture and sensitivity, then do the recording pattern of microorganism and sensitivity

Results

.

There are 15 patients, 50-80 years of age who were diagnosed with BPH accompanied UTI. Urine culture showed 100% is a gram-negative bacteria. Which is the bacteria E. coli consists of 7 (46.7%) samples, Pseudomonas 4 (26.6%) samples, Klebsiella 2 (13.3%) samples, and Citrobacter freundii and Enterobacter cloacae, respectively 1 (6,7%) samples. All of these microorganism sensitive to amikacin

Conclusion

.

The most bacteria in patients with BPH were Escherichia coli (46.7%) and the least were Citrobacter freundii and Enterobacter cloacae (6.7%). According to this study, patients with BPH with urinary tract infection completely sensitive to treatment with Amikacin (

Keywords :

100%). Urinary tract infections (UTI), benign prostatic hyperplasia (BPH), Microorganism Pattern, drug sensitivity


(18)

Pola Kuman dan Sensitivitas pada Penderita Benign Prostate Hyperplasia dengan Infeksi Saluran Kemih di RSUP H. Adam Malik Medan

Suluh Darmadi1, Syah Mirsya Warli2, Bungaran Sihombing2 1

PPDS Bedah Universitas Sumatera Utara, 2

Universitas Sumatera Utara-Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Divisi Bedah Urologi Fakultas Kedokteran

Abstrak

Latar belakang Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan pembesaran prostat jinak yang umum terjadi pada pria dewasa, Infeksi Saluran Kemih (ISK) dapat disebabkan oleh BPH dimana keadaan tersebut dapat menyebabkan obstruksi dan retensi urin sehingga keadaan tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman.

Tujuan, Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola kuman terbanyak dan sensitivitas antibiotik yang menyebabkan ISK pada pasien BPH di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Metode Data dikumpulkan secara prospektife dari pasien BPH yang disertai ISK yang berobat ke Bagian Urologi RSUP H. Adam Malik Medan dari bulan Januari sampai April 2014. Sampel urin yang diambil adalah urin porsi tengah yang kemudian diperiksakan urinalisanya di Bagian Mikrobiologi. Pasien dengan leukosit urin > 5 / LPB dilanjutkan untuk dilakukan pemeriksaan kultur urin dan sensitivitas, kemudian dilakukan pencatatan pola kuman dan sensitivitasnya. Hasil Terdapat total pasien 15 orang dengan usia 50-80 tahun yang didiagnosis dengan BPH yang disertai ISK. Didapatkan hasil kultur urin 100 % merupakan bakteri gram negatif. Dimana kuman tersebut terdiri dari E. Coli 7 (46,7 %) sampel, Pseudomonas 4 (26,6%) sampel,

Klebsiella 2 (13,3 %) sampel, serta Citrobacter Freundii dan Enterobacter Cloacae masing-masing 1 (6,7 %) sampel. Semua kuman tersebut sensitive terhadap pemberian obat antibiotik amikacin.

Kesimpulan Bakteri paling banyak yang ditemukan pada pasien dengan BPH adalah

Escherichia Coli (46.7%) dan bakteri yang paling sedikit ditemukan adalah Citrobacter freundii

dan Enterobacter Cloacae (6,7 %). Menurut penelitian ini, pasien BPH dengan infeksi saluran kemih seluruhnya sensitif terhadap pengobatan dengan Amikacin (100 %).

Keywords : Infeksi saluran kemih,Benign Prostatic Hyperplasia (BPH), Pola Kuman, sensitivitas obat

Microorganism Pattern and Sensitivity in Benign Prostatic Hyperplasia Patients with Urinary Tract Infection at H. Adam Malik General Hospital Medan Background Benign Prostate Hyperplasia (BPH) is a common benign prostate enlargement that occurs in adult males, Urinary Tract Infection (UTI) which may be caused by BPH such circumstances can lead to obstruction and urinary retention so that the state is a good medium for the growth of microorganism. The aim of this study was to determine the pattern of microorganism and antibiotic sensitivity that causes UTI in patients with BPH in General Hospital H. Adam Malik.


(19)

Methods Data were collected prospectively from patients with BPH who went to UTI Urology Department H. Adam Malik Hospital from January to April 2014. Urine samples were taken is a midstream urine were then examined urinalysis in Microbiology Department. Patients with urinary leukocytes > 5 per high-power field proceed to the examination of urine culture and sensitivity, then do the recording pattern of microorganism and sensitivity

Results

.

There are 15 patients, 50-80 years of age who were diagnosed with BPH accompanied UTI. Urine culture showed 100% is a gram-negative bacteria. Which is the bacteria E. coli consists of 7 (46.7%) samples, Pseudomonas 4 (26.6%) samples, Klebsiella 2 (13.3%) samples, and Citrobacter freundii and Enterobacter cloacae, respectively 1 (6,7%) samples. All of these microorganism sensitive to amikacin

Conclusion

.

The most bacteria in patients with BPH were Escherichia coli (46.7%) and the least were Citrobacter freundii and Enterobacter cloacae (6.7%). According to this study, patients with BPH with urinary tract infection completely sensitive to treatment with Amikacin (

Keywords :

100%). Urinary tract infections (UTI), benign prostatic hyperplasia (BPH), Microorganism Pattern, drug sensitivity


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Benign Prostate Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran jinak prostat pada pria dewasa. Perubahan volume prostat bervariasi dan umumnya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Gejala pada penderita BPH terdiri dari gejala obstruksi dan iritatif (Purnomo, 2007).

Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan masalah umum yang mempengaruhi kualitas hidup di sekitar sepertiga dari pria yang lebih tua dari 50 tahun (Deters, 2013). Menurut database World Health Organization (WHO), tingkat kematian di sebagian besar negara maju pada tahun 1980-an adalah 0,5 sampai 1.5/100.000, kematian akibat BPH jarang di Amerika Serikat. Sebanyak 14 juta orang di Amerika Serikat memiliki gejala BPH. Di seluruh dunia, sekitar 30 juta pria memiliki gejala yang berhubungan dengan BPH (Deters, 2013). Angka kejadian BPH di Indonesia yang pasti belum pernah diteliti, tetapi sebagai gambaran di dua rumah sakit besar di Jakarta yaitu RSCM dan Sumberwaras selama 3 tahun (1994-1997) terdapat 1040 kasus (Rahardjo, 1999).

Infeksi saluran kemih merupakan infeksi tersering kedua setelah infeksi saluran napas. Insidens terjadinya infeksi saluran kemih pada wanita mencapai 9,3% dan pada pria diatas 65 tahun sebesar 2,5-11 %. Pada penelitian Pondei et al (2012) mengatakan penyebab tersering dari infeksi saluran kemih adalah E. coli (43%) diikuti dengan Klebsiella pneumoniae (21,5%), Staphylococcus aureus (17,7%), Coliform (10,5%), Proteus mirabilis (3,8%), dan Pseudomonas aeruginosa (3,4%).

Dengan adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling ringan yaitu dengan pemasangan kateter hingga tindakan operasi. ( Roehrborn CG et al., 2010 ).

Infeksi saluran kemih dapat disebabkan oleh penyakit pembesaran prostat. Pria lansia beresiko untuk terinfeksi saluran kemih karena pembesaran prostat dapat menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan retensi, sehingga pada keadaan tersebut merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri (Roehrborn CG


(21)

et al., 2010). Hal ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaan kultur urin, dimana dari hasil kultur urin didapatkan hasil kultur bakteri gram positif dan negatif. Menurut Pondei et al (2012) pada penelitiannya mengatakan bahwa 16% infeksi saluran kemih disebabkan oleh karena adanya pembesaran prostat. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, peningkatan organisme pathogen penyebab ISK ini juga disertai dengan peningkatan resistensi terhadap pemberian antibiotik, berdasarkan organisme penyebab tersebutlah maka diperlukan pemeriksaan kultur bakteri untuk memperlihatkan hubungan klinis yang baik terhadap organisme penyebab ISK.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai pola kuman dan sensitivitas pada penderita Benign Prostate Hyperplasia dengan infeksi saluran kemih di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana pola kuman dan sensitivitas pada penderita infeksi saluran kemih dengan Benign Prostate Hyperplasia di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pola kuman pada penderita Benign Prostate Hyperplasia dengan infeksi saluran kemih di RSUP H. Adam Malik Medan.

2. Untuk mengetahui sensitivitas antibiotik penderita Benign Prostate Hyperplasia dengan infeksi saluran kemih di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada klinisi mengenai pola kuman pada penderita infeksi saluran kemih dengan BPH.

2. Memberikan informasi mengenai pilihan antibiotik yang tepat terhadap kuman tersebut.


(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prostat

Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, di depan rectum dan membungkus uretra posterior. ( Roehrborn CG et al., 2010 ).Letak kelenjar prostat dimulai dengan dasar kerucut (basis) sebagai terusan dari leher vesika sedang puncak kerucut yang disebut apeks terletak di atas fascia diaphragma urogenitalis. Prostat pada umur dewasa muda berukuran lebar 3-4 cm dan panjangnya 4-6 cm dengan ketebalannya kira-kira 2-3 cm dan beratnya 20 - 40 gram. ( Roehrborn et al .,2010 dan John T et al.,2010 ).

Gambar 2.1. Anatomi Prostat

Prostat terdiri dari 70% kelenjar dan 30% stroma fibromuskular. Komponen stroma ini terdiri atas otot polos, fibroblast, pembuluh darah, saraf, kolagen dan jaringan penyanggah yang lain. Stroma dan kelenjar berkontraksi selama ejakulasi untuk mengeluarkan sekresi prostat ke uretra. Bagian fibromuskular terletak sebagian besar di daerah anterior sedangkan bagian kelenjar terletak di bagian posterior ( Roehrborn CG et al., 2010, John T et al., 2010 dan Rahardjo D, 2009 ).


(23)

McNeal mengusulkan suatu konsep anatomi zona berdasarkan dari gambaran anatomi dan histologi prostat. Dasar pembagian zona dari McNeal ini dijadikan dasar untuk menentukan letak dan asal keganasan prostat. Menurut McNeal, prostat dibagi menjadi 3 zona, yaitu zona perifer (70% dari volume prostat dewasa muda), zona sentral (25%), dan zona transisi (5%). Keganasan prostat 60-70% berasal dari zona perifer, 10-20% dari zona transisi, dan 5-10% dari zona sentral. 60% keganasan dari zona sentral biasanya jenis karsinoma dengan gradasi rendah (low-grade), clear cell carsinoma ( Nickel J et al.,1999 )

Gambar 2.2. Zona-zona Prostat( Nickel J et al.,1999 )

Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan ejakulat. Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Semen berisi sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam. Selain itu dapat ditemukan enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos. Volume cairan prostate merupakan 25% dari seluruh volume ejakulat ( Roehrborn et al., 2010 dan Taiwo SS et


(24)

prostat. Pleksus ini mendapat masukan parasimpatik dari medulla spinalis setinggi S2-S4

dan serat-serat simpatik dari nervus hipogastrikus presakralis (T10-L2

2.2 Hiperplasia Prostat Jinak

). Kedua sistem persarafan itu dalam prostat membentuk jaringan persarafan yang terjadi dari gabungan kolinergik dan noradrenergik dan mempunyai reseptor-reseptor di dalam otot polos prostat. Saraf-saraf otonom mempersarafi prostat dan juga vesika seminalis, uretra, dan corpora cavernosa dari pleksus pelvikus yang bersama pembuluh darah membentuk kompleks saraf dan pembuluh darah (neurovascular bundle) dan kompleks ini berjalan di bagian posterior dari prostat dari kranial menuju apeks prostat dan umumnya sejajar dengan dinding rectum (John T et al., 2010). Stimulasi parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat kedalam uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatik memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsul prostat, dan leher buli-buli. Di tempat-tempat itu banyak terdapat reseptor adrenergik-α. Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankannya tonus otot polos tersebut ( Roehrborn CG et al., 2010 ).

2.2.1 Definisi

Hiperplasia prostat jinak adalah suatu diagnosis histologis yang ditandai oleh proliferasi elemen seluler dari prostat. Hiperplasia prostat melibatkan kedua elemen stroma dan epitel dari zona periuretra dan transisi (Furqan, 2003).


(25)

2.2.2 Epidemiologi

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau hiperplasia prostat jinak adalah tumor jinak yang tersering pada laki-laki, dan insidennya terkait dengan umur pasien. Jika hiperplasia cukup besar, nodul-nodul dapat menekan dan mempersempit kanal uretra sehingga terjadi obstruksi uretra parsial maupun total. Prevalensi histologis hiperplasia prostat jinak pada penelitian autopsi meningkat dari sekitar 20% pada laki-laki 41-50 tahun menjadi 50% pada laki umur 51-60 tahun, sampai akhirnya 90% pada laki-laki di atas 80 tahun. Gejala pada kasus ini juga terkait dengan umur pasien. Pada umur 55 tahun, sekitar 25% dari laki-laki mengeluhkan gejala obstruksi berkemih. Pada umur 75 tahun, 50% laki-laki melaporkan penurunan kekuatan dan kaliber dari aliran urin (Taiwo SS et al., 2006).

Di rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), subbagian urologi, setiap tahun ditemukan antara 200 sampai 300 penderita baru dengan prostat hipertrofi. Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat oleh karena yang sebenarnya terjadi adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi kapsul bedah (surgical capsule). (Furqan, 2003).

Faktor risiko untuk perkembangan hiperplasia prostat jinak belum dapat diketahui dengan baik. Beberapa studi mengemukakan pendapat bahwa terdapat faktor predisposisi genetik dan beberapa mengatakan berhubungan dengan perbedaan ras. Kurang lebih 50% pria berusia dibawah 60 tahun yang mengalami hiperplasia prostat jinak mempunyai bentuk penyakit hiperplasia prostat jinak yang diturunkan. Bentuk ini mempunyai kecenderungan bersifat autosomal dominan dan hubungan saudara pria pada derajat pertama mempunyai risiko relatif yang meningkat kira-kira 4 kali. Selain itu, juga disebutkan bahwa merokok, konsumsi alkohol dan obat-obatan tertentu seperti histamine, bronkodilator dapat meningkatkan risiko hiperplasia prostat jinak ( Pondei K et al., 2012 dan Philip M et al., 2007 )

2.2.3 Etiologi


(26)

komponen ini dapat menjadi target dalam penanganan medis kasus hiperplasia prostat ( Pondei K et al., 2012 ).

Hiperplasia prostat jinak merupakan salah satu penyebab LUTS pada pria berusia lanjut. Secara histopatologi, hiperplasia prostat jinak dikarakteristikkan oleh peningkatan jumlah sel-sel stroma dan epitel dalam area periuretral prostat. Etiologi yang pasti dari hiperplasia prostat jinak masih meragukan. Dalam pengamatan, peningkatan jumlah sel oleh proliferasi epitel dan stroma atau gangguan program kematian sel mengarah kepada akumulasi seluler. Androgen, estrogen, interaksi epitel-stroma, growth factor, dan neurotransmitter mungkin memainkan peranan baik tunggal ataupun kombinasi dalam menyebabkan proses hiperplasi ( Rahardjo D, 2009 ).

Testosteron dihasilkan oleh sel leydig atas pengaruh hormon Luteinizing hormon (LH) yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis. Kelenjar hipofisis ini menghasilkan LH atas rangsangan Luteinizing Hormon Releasing Hormon (LHRH). Di samping testis, kelenjar anak ginjal juga menghasilkan testosteron atas pengaruh ACTH yang juga dihasilkan oleh hipofisis. Jumlah testosteron yang dihasilkan oleh testis kira-kira 90% dari seluruh produksi testosteron, sedang yang 10% dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Sebagian besar testosteron dalam tubuh berada dalam bentuk serum binding hormon (SBH). Hanya sekitar 2% testosteron dalam keadaan bebas dan testosteron inilah yang memegang peranan dalam proses terjadinya inisiasi pembesaran prostat. Testosteron bebas ini dengan pertolongan enzim 5-alfa reduktase akan dihidrolise menjadi dihidrotestosteron (DHT). Dalam bentuk DHT inilah yang kemudian akan diikat oleh reseptor yang berada di dalam sitoplasma sel prostat sehingga membentuk DHT-reseptor kompleks. DHT-reseptor kompleks ini kemudian akan masuk ke dalam inti sel dan akan mempengaruhi asam ribonukleat (RNA) untuk menyebabkan terjadinya sintesis protein sehingga dapat terjadi proliferasi sel (Taiwo SS et al., 2006).

Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron-estrogen, hal ini disebabkan oleh karena berkurangnya produksi testosteron dan juga terjadinya konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposis di daerah perifer dengan pertolongan enzim aromatase. Estrogen inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya hiperplasia stroma (Taiwo SS et al., 2006).

Dalam patogenesis terjadinya hiperplasia prostat jinak disebut pula pentingnya faktor interaksi stroma dan epitelial. Hal ini banyak dipengaruhi oleh growth factor.


(27)

basic fibroblast growth factor (b-GFGF) dapat menstimulasi sel stroma dan merupakan faktor yang penting pada perkembangan prostat jinak. Konsentrasi b-FGF ini lebih besar ditemukan pada penderita hiperplasia prostat jinak dibanding pada orang normal karena bertambahnya umur (John et al., 2010).

2.2.4 Patologi

Hiperplasia prostat jinak seutuhnya merupakan proses hiperplasia, yaitu peningkatan jumlah sel. Stroma tersusun dari kolagen dan otot polos. Komponen histologis yang dominan dapat menentukan potensi responsivitas terhadap terapi medis. Alpha-blockers dapat menghasilkan respon yang baik pada pasien hiperplasia prostat jinak dengan komponen otot polos yang signifikan, sedangkan jika komponen sel epitel yang lebih dominan, kemungkinan respon akan lebih baik terhadap penghambat 5α -reduktase. Pasien dengan komponen kolagen dalam stroma dapat tidak memberikan respon terhadap bentuk terapi medis apapun (Pondei K et al., 2012).

Seiring berjalannya hiperplasia, lama-kelamaan zona luar dari prostat akan terdesak, membentuk suatu formasi yang disebut surgical capsule. Kapsul ini memisahkan zona transisi dari daerah perifer kelenjar dan berfungsi sebagai batas pembelahan untuk enukleasi prostat terbuka dalam prostatektomi sederhana (pembedahan yang mengangkat bagian prostat di sekitar uretra yang berjalan dari bagian perifer prostat dan kapsul prostat) (Pondei K et al., 2012).

Pada taraf awal setelah tejadinya pembesaran prostat akan terjadi resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat, kemudian detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampak apabila dilihat dari dalam vesika dengan sistoskopi. Mukosa vesika dapat menerobos ke luar diantara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar dinamakan divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi sehingga akan terjadi retensi urin


(28)

2.2.5 Patofisiologi

Gejala hiperplasia prostat jinak dapat terkait dengan komponen obstruktif dari prostat atau respon sekunder dari kandung kemih terhadap resistensi saluran kemih (komponen iritatif). Gejala obstruktif disebabkan oleh karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus, sedangkan gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesika sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh ( Pondei K et al., 2012 dan Taiwo SS et al., 2006 ).

2.2.6 Diagnosis

Untuk mendiagnosis suatu BPH melalui : a. Gambaran Klinis

Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih.

1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah

Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritatif seperti terlihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Gejala Obstruksi dan Iritasi

Obstruksi Iritasi

- Hesitansi - Frekuensi

- Pancaran miksi lemah - Nokturi

- Intermitensi - Urgensi

- Miksi tidak puas - Disuri

- Menetes setelah miksi

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah digunakan system scoring yaitu Skor Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom Score). System scoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Dari skor I-PSS dapat


(29)

dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat yaitu, (1) ringan : skor 0-7, (2) sedang: skor 8-19, dan (3) berat: skor 20-35.

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas

Gejala pada saluran kemih bagian atas yang muncul berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggan, benjolan di pinggang, atau demam.

3. Gejala di luar saluran kemih.

Tabel 2.2 International Prostate Symptoms Score (IPSS)

Selain 7 pertanyaan pada IPSS juga terdapat pertanyaan tunggal mengenai kualitas hidup (quality of life/QoL) yang terdiri atas 7 kemungkinan jawaban (John T et al., 2010).


(30)

tatalaksana terbaik. Masalah medis yang lain mungkin dapat mempengaruhi tatalaksana BPH.

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik, colok dubur, dan pemeriksaan neurologis terfokus harus dilakukan pada semua pasien. Ukuran serta konsistensi prostat harus diperhatikan walaupun tidak berkorelasi dengan tingkat keparahan gejala ataupun derajat obstruksi. Pada hiperplasia prostat jinak biasanya akan teraba pembesaran prostat yang elastis, berbatas tegas, serta permukaannya rata. Jika terdeteksi indurasi, dokter harus memikirkan kemungkinan kanker, serta pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan (PSA, transrectal ultrasound, dan biopsi). Pemeriksaan perut bawah seharusnya dilakukan untuk memeriksa kandung kemih yang terdistensi ( Pondei K et al., 2012 )

c. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium

Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan. Selain itu diperiksa juga faal ginjal, kadar glukosa. Jika dicurigai adanya keganasan prostat perlu diperiksa kadar penanda tumor PSA (Purnomo, 2007).

2. Pencitraan

Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari suatu retensi urin (Purnomo, 2007).

Pemeriksaan USG dianggap sebagai pemeriksaan yang baik untuk mendeteksi pembesaran prostat, tidak ada bahaya radiasi, dan juga relatif murah. Pemeriksaan USG dapat dilakukan secara trans abdominal atau transrectal (Trans Rectal Ultrasonography, TRUS) ( John T et al., 2010 dan Taiwo SS et al., 2006 ).

2.3. Infeksi Saluran Kemih

Infeksi adalah invasi tubuh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit (Perry & Potter, 2005).


(31)

Infeksi adalah peristiwa masuk dan penggandaan mikroorganisme didalam tubuh penjamu (Linda Tietjen, 2004).

Infeksi merupakan interaksi antara mikroorganisme dengan penjamu yang terjadi melalui kode transmisi kuman tertentu. Cara transmisi mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara, dan dengan kontak langsung.

ISK merupakan respon inflamasi dari urotheliumterhadap invasi bakteri yang biasanya berhubungan denganbakteriuriadanpiuria.

Bakteriuria adalah adanya bakteri dalam urin, yang biasanya bebas dari bakteri. Bakteriuria dapat bergejala dan tidak bergejala. Sedangkan piuria adalah, adanya sel-sel darah putih (leukosit) dalam urin, umumnya menunjukkan infeksi dan respon inflamasi dari urothelium untuk bakteri. Bakteriuria tanpa piuria umumnya menunjukkan kolonisasi bakteri tanpa infeksi saluran kemih. Sedangkan piuria tanpa bakteriuria bisa dicurigai suatu tuberculosis, batu, atau kanker.

ISK adalah hasil dari interaksi antara pathogen dari saluran kemih dan host. Infeksi saluran kemih ditentukan oleh faktor-faktor virulensi bakteri, ukuran inokulum, dan ketidak cukupan mekanisme pertahanan host. Faktor-faktor ini juga berperan dalam menentukan tingkat akhir dari kerusakan pada saluran kemih. Rute infeksi saluran kemih dapat secara asending, limfatik, dan hematogen.

Manifestasi klinisdapat berupa gejala asimtomatik yang merupakan kolonisasi bakteri dari kandung kemih berupa gejala iritasi seperti frekuensi dan urgensi yang terkait dengan infeksi bakteri yang berhubungan dengan adanya demam, menggigil, dan nyeri pinggang, dan bakteremiaterkait denganmorbiditas berat, termasuksepsis

Pada penderita BPH awalnya dinding otot kandung kemih menjadi hipertrofi dan menebal pada fase kompensasi. Pada fase ini otot detrusor akan berkontraksi lebih kuat. Kontraksi detrusor yang terus-menerus akan mengakibatkan penebalan dan penonjolan serat detrusor ke dalam buli-buli yang disebut pula trabekulasi, bentuknya serupa balok-balok. Mukosa vesika dapat menerobos antara serat detrusor sehingga membentuk sakula dan bila semakin membesar disebut divertikel. Detrusor yang terus-menerus mengkompensasi pada suatu saat akan jatuh pada fase dekompensasi dimana otot detrusor tidak mampu berkontraksi lagi dan terjadi retesi urin total.


(32)

refluks vesikouretral, yang semakin diteruskan ke atas mengakibatkan dilatasi ureter (hidroureter) dan sistem pelviokalises ginjal (hidronefrosis). Sisa urin dalam vesika dapat meningkatkan risiko terjadinya batu endapan dan infeksi. Pada umumnya, organisme patogen tidak akan berkembang biak dalam urin dan jarang menyebabkan ISK (Cattell et al, 1974). Namun, flora normal pada urin akan berkembang biak dengan baik (Asscher et al, 1968). Faktor yang menentukan pertumbuhan bakteri pada urin adalah osmolalitas, konsentrasi urea, konsentrasi asam organik, dan pH.

2.3.1 Epidemiologi

Epidemiologi ISK dikelompokkan berdasarkan usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 2.3. Pada bayi baru lahir sampai usia 1 tahun, bakteriuria dijumpai dalam 2,7% dari anak laki-laki dan 0,7% pada anak perempuan (Wettergren, Jodal, dan Jonasson, 1985). Kejadian ISK pada laki-laki yang tidak disunat lebih tinggi dari pada laki-laki yang disunat (1,12 % dibandingkan dengan 0,11 % ) (Wiswell dan Roscelli, 1986). Pada anak-anak usia 1 sampai 5 tahun, kejadian bakteriuria pada anak perempuan meningkat menjadi 4,5 %, sementara itu penurunan pada anak laki-laki menjadi 0,5 % (Randolph dan Greenfield, 1964). Sebagian besar ISK pada anak kurang dari 5 tahun biasanya berhubungan dengan kelainan congenital pada saluran kemih, seperti refluks vesicoureteral atau obstruksi. Insiden bakteriuria tetap relatif konstan pada anak usia 6-15 tahun . Namun, ISK pada anak-anak lebih mungkin dihubungkan dengan kelainan fungsional saluran kemih, seperti gangguan berkemih. Selama masa remaja, kejadian ISK meningkat secara signifikan ( 20% ) pada wanita muda, dan tetap konstan pada pria muda ( Sanford, 1975).

Pada pria dengan prostatic hipertrofi / obstruksi, kateterisasi, dan pembedahan merupakan faktor risiko yang berkaitan untuk terjadinya infeksi. Untuk pasien yang lebih tua dari 65 tahun, kejadian ISK biasanya terus meningkat. Pada usia kurang dari 1 tahun dan yang lebih tua dari 65 tahun, morbiditas dan mortalitas dari ISK adalah yang terbesar ( Shortliffe dan McCue, 2002) .


(33)

Tabel.2.3 Epidemiologi Genitourinarius

Pondei dkk melakukan penelitian terhadap pasien dengan infeksi saluran kemih di Nigeria. Didapatkan bahwa kejadian infeksi saluran kemih terjadi sebesar 41,6% pada pasien dengan gangguan patologi ginjal, 39% pada wanita hamil, 16% pada pasien dengan pembesaran prostat ( Pondei K et al., 2012 ).

Bakteriuria dapat terjadi pada penderita retensi urin karena BPH sebelum pemasangan kateter, hal ini dapat disebabkan karena terjadi urin statis yang berlarut-larut, apalagi pada penderita dengan riwayat pernah pakai kateter berulang. Furqan melaporkan bakteriuria sudah terjadi sebelum pakai kateter pada 12,12% dari kelompok yang baru pertama kali pakai keteter, dan 38,46% dari kelompok yang berulang pakai kateter. Peningkatan bakteriuria yang bermakna ditemukan setelah pemakaian kateter baik pada pemakaian kateter pertama kali atau berulang. Sesuai dengan literatur bahwa pertumbuhan bakteri sudah terjadi dalam 24 jam pemakaian kateter menetap, dan terjadi peningkatan bakteriuria 10% setiap harinya pada perawatan tertutup ( Furqan, 2003 ) Kuman penyebab bakteriuria karena pemakaian kateter menetap dari penelitian ini banyak disebabkan oleh E.coli, kemudian dikuti oleh Staphylococcus aureus, Klebsiella sp, Citrobacter sp, Enterococcus sp dan Proteus sp.


(34)

Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini yang mana ditemukan 100 % adalah gram negatif. E.Coli merupakan jenis bakteri yang sering dijumpai ( Pondei K et al., 2012 ). Hal yang sama juga didapatkan pada penelitian ini bakteri yang paling banyak adalah Escherichia Coli (46.2%) serta yang paling sedikit ditemukan adalah Klebsiella Pneumonia (23.1%). Hasil ini sama dengan hasil kepustakaan Barat, dimana di negara maju infeksi saluran kemih 48,6 % adalah E.coli, dan pada penelitian ini memperoleh hasil sekitar 46,2%. Dari penelitian lain sebelumnya ada yang melaporkan kuman penyebab bakteriuria terbanyak bukan oleh E. coli, ini mungkin perbedaan tempat dan perlakuan terhadap penderita misalnya penderita yang dirawat inap di rumah sakit penyebab bakteriuria sering oleh kuman nosokomial (pseudomonas) dan juga kerap kali berkaitan dengan hyegine dan sanitasi penderita dalam merawat kebersihan kateter ( Taiwo SS et al., 2006 ).

Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Taiwo SS dan Aderounmu AOA, meneliti kuman yang diakibatkan oleh pemasangan kateter. Dari total 122 pasien, sebanyak 76 (62,3%) diakibatkan oleh pembesaran prostat jinak. Kuman yang paling banyak ditemukan adalah E.Coli dan Pseudomonas Aerogenosa masing-masing 20,6%. Berdasarkan penelitian ini, pada pasien infeksi saluran kemih sebesar 82.05% sensitif terhadap Imipenem yang kemudian diikuti dengan Amikacin (74.35%). Namun pada penelitian yang dilakukan Pondei et al., anti mokroba yang sensitif dan tepat untuk diberikan adalah nitrofurantoin.

Pondei dkk melaporkan bahwa bakteri gram negatif lebih resisten terhadap cloxacilin dan amoxicillin-clavulanat. E. Coli, K. Pneumoniae, dan P. Mirabilis lebih sensitive terhadap nitrofurantoin dan kurang sensitive terhadap cloxacilin dan amoxicillin-clavulanat. Staphilokokus lebih sensitive terhadap ceftazidim dan kurang sensitive terhadap cloxacilin, lincomicin dan oxacilin. Selain itu pondei dkk juga melaporkan bahwa tidak ada pengaruh antara usia dan jenis kelamin terhadap sensitivitas antibiotika pada infeksi saluran kemih (Pondei K et al., 2012).

2.3.2 Cara Pengambilan Sampel

Dalam keadaan normal urine bersifat steril. Pada keadaan infeksi saluran kemih (ISK), akan ditemukan bakteri dalam jumlah bermakna di dalam urine. Penyebab terbanyak ISK adalah bakteri enterik terutama Escherichia coli. Pada ± 10 % penderita


(35)

ISK dapat ditemukan 2 jenis bakteri yang keduanya mungkin merupakan penyebab. Jika ditemukan 3 jenis bakteri atau lebih, hal ini mungkin disebabkan oleh cara pengambilan dan pengolahan bahan urine yang tidak sempurna. Walaupun demikian hal ini dapat terjadi pada penderita ISK yang menggunakan kateter menetap. Pemeriksaan bakteriologik terhadap urine bertujuan untuk menentukan diagnosis bakteriologik ISK.

Bahan urin utuk pemeriksaan harus segar dan sebaiknya diambil pada pagi hari. Bahan urin dapat diambil dengan cara punksi supra pubik (suprapubic puncture=SPP), dari kateter dan urin porsi tengah (midstream urine). Bahan urin yang paling mudah diperoleh adalah urin porsi tengah dan ditampung dengan wadah bermulut lebar dan steril (Roehrborn CG et al., 2010).

Sampel yang diambil adalah urin porsi tengah. Pria yang tidak dikhitan harus menarik prepusiumnya, membersihkan ujung penis dengan larutan antiseptik, dan tetap menarik prepusiumnya selama berkemih. Pasien pria mulai berkemih ke dalam toilet, kemudian menempatkan wadah steril dengan mulut lebar di bawah penisnya untuk mengumpulkan sampel urin porsi tengah. Cara ini mencegah kontaminasi spesimen urin dari organisme kulit dan urethra.

Bila perlu semua sampel urin harus diperiksa dalam kurun waktu 1 jam setelah pengumpulan dan ditempatkan untuk kultur dan sensitivitas jika ada indikasi. Jika urin dibiarkan pada suhu kamar dalam waktu yang lebih lama, bakteri yang muncul akan tumbuh lebih cepat, pH dapat berubah, dan sel-sel darah merah dan putih dapat tidak terindikasi. Jika tidak mungkin untuk memeriksa urin dengan segera, sampel harus diletakkan di dalam pendingin pada suhu 5OC.

2.3.3 Pengambilan, Penyimpanan Dan Pengiriman Spesimen A. Tujuan

Mendapatkan spesimen urine yang memenuhi persyaratan untuk pemeriksaan bakteriologik.

B. Waktu Pengambilan


(36)

Disarankan urine pagi pertama ( pada malam hari tidak buang air kecil ). Bila hal ini tidak memungkinkan maka urine diambil 2 jam setelah buang air kecil terakhir (Roehrborn CG et al., 2010).

C. Peralatan dan Bahan 1. Peralatan

a. Semprit

b. Wadah steril dari gelas atau plastik bermulut lebar bertutup rapat, volume lebih kurang 50 ml.

2. Bahan

a. Air hangat b. Alkohol 70 % c. Handuk d. Kasa steril

e. Povidon Iodine 10 % f. Sabun

D. Prosedur Pengambilan 1. Urine Porsi Tengah

a. Penderita harus mencuci tangan memakai sabun

b. Jika tidak disunat tarik kulit preputium kebelakang, keluarkan urin, aliran yang pertama dibuang, aliran urin selanjutnya ditampung dalam wadah yang sudah disediakan.

c. Wadah ditutup Wadah ditutup rapat dan segera dikirimkan ke laboratorium.

Pada penderita yang tidak mampu melakukan sendiri, hal ini dilakukan dengan bantuan perawat.

E. Pemberian Identitas

1. Formulir permintaan pemeriksaan surat pengantar / formulir permintaan pemeriksaan laboratorium sebaiknya memuat secara lengkap :


(37)

a. Tanggal permintaan

b.Tanggal dan jam pengambilan spesimen

c. Identitas pasien ( nama, umur, jenis kelamin, alamat, nomor rekam medik )

d.Identitas pengirim (nama, alamat/ruangan, nomor telpon) e. Identitas spesimen ( jenis, volume, lokasi pengambilan ) f. Pemeriksaan laboratorium yang diminta

g.Nama pengambil spesimen h.

i.

Transpor medial pengawet yang digunakan

2. Label

Keterangan klinis : diagnosis atau rawatan singkat penyakit, riwayat pengobatan

Wadah urine diberi lebel yang memuat : a. Tanggal pengambilan spesimen

b Identitas pasien ( nama, umur, jenis kelamin, nomor rekam medik ).

c. Jenis spesimen

F. Penyimpanan Spesimen

Semua spesimen urine harus sudah sampai di laboratorium dalam waktu 1 jam setelah pengambilan. Jika hal ini tidak mungkin dilaksanakan, spesimen harus disimpan di lemari es ( 2°-8°C ) segera setelah pengambilan, selanjutnya harus sudah diproses di laboratorium dalam waktu 18 jam.

G. Pengiriman Spesimen

Pengiriman spesimen dilakukan dengan menggunakan "cool box" ( 2-8°C ) Kecuali jika waktu perjalanan yang diperlukan kurang dari 1 jam.


(38)

2.3.4 Hitung Kuman, Isolasi dan Identifikasi A.

Hitung kuman bertujuan untuk menilai apakah jumlah kuman yang tumbuh bermakna atau tidak untuk ISK. Sedangkan isolasi dan identifikasi bertujuan untuk mengetahui bakteri penyebab ISK.

Tujuan

B. Peralatan

1. Bunsen burner 2. Cawan petri 3. Inkubator 4. Kaca Objek 5. Kaca Penutup

6. Mikroskop binokuler 7. Penghitung koloni 8. Sengkelit 10-3

C. Media dan Reagen 1. Agar Darah (AD)

2. Agar Mac Conkey (MC) 3. Antesera spesifik

4. Brain Heart Infusion (BHI) Agar 5. NaCl fisiologis

6. Pewarnaan gram 7. Reagen uji biokimia

D. Prosedur pemeriksaan 1. Mikroskopik

a.

b. Supernatan dibuang

Urine disentrifugasi 3000 rpm selama 5 - 10 menit

c. Teteskan endapan pada 2 kaca objek d. Tutup kaca objek 1 dengan kaca penutup e.

f.

Lihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 kali Hitung jumlah leukosit per lapang pandang


(39)

2. Isolasi, hitung koloni dan identifikasi

g. Terhadap sedimen pada kaca objek 2, lakukan pewarnaan gram

Spesimen urine yang tidak disentrifuge :

a. Masukkan dalarn Brain Heart Infusion (BHI) dengan perbandingan 1: 9.

b. Lakukan isolasi pada Agar Darah dan Agar Mac Conkey dengan cara 1 / cara 2.

1.

1. Dengan menggunakan sengkelit (volume 10 Cara I

-3

2. Khusus inokulasi pada Agar Darah dilakukan dengan cara : ), spesimen urine yang tidak disentrifuge. diinokulasikan pada Agar Darah dan Agar Mac Conkey.

a. Ambil satu sengkelit (volume 10-3

b. Goreskan secara menyilang di bagian tengah media Agar Darah.

ml) urine yang tidak disentrifus.

c. Selanjutnya dibuat goresan sepanjang goresan pertama, dengan arah tegak lurus terhadap goresan pertama. Kemudian buat goresan tegak lurus terhadap goresan terakhir sampai media penanaman penuh.

3. Inkubasi Agar Darah dan Agar Mac Conkey pada suhu 35 - 37°

4. Hitung koloni yang tumbuh pada Agar C selama 24 jam

5.Dari koloni yang tumbuh pada Agar Darah (setelah hitung koloni) dan Agar Mac Conkey dilakukan pewarnaan Gram. 6. Kuman Gram (+) kokus dan koloni Gram(-) yang tumbuh

pada Agar Darah dilanjutkan dengan uji identifikasi. 2.

1. Buat pengenceran urine, dengan mencampur 0,2 ml urine Cara II


(40)

3. Aduk rata dengan cara menggoyangkan ke kanan dan ke kiri supaya urine tercampur rata dengan perbenihan

4. Inkubasi pada suhu 35°C - 37°C selama 24 jam 5. Hitung koloni yang tumbuh pada Agar

6. Buat sediaan Gram dari koloni yang tumbuh pada Agar Darah (setelah hitung koloni) dan Agar Mac Conkey

7. Lanjutkan dengan uji identifikasi seperti cara I 3. Pembacaan dan interpretasi hasil

a. Mikroskopis

Hitung jumlah lekosit yang ditemukan. Untuk laki-laki laporkan bila ditemukan lekosit > 2/LPB, sedangkan untuk wanita bila > 5/LPB, denaan catatan hasil lengkap hitung kuman isolasi dan identifikasi menyusul.

b. Hitung Kuman 1. Pembacaan hasil :

Jumlah kuman dalam 1 ml urine adalah jumlah koloni yang tumbuh dikalikan 1000 (karena volume ose yang dipakai 10 Untuk cara I

-3

ml).

Jumlah kuman dalam 50 µ l urine adalah jumlah Y koloni yang turnbuh dikalikan dengan pengenceran ( 50 X). Dengan demikian jumlah kuman dalam 1 ml urine = 20 Y.

Untuk cara II

2. Intepretasi Hitung Kuman a. Kategori 1 :

Jika didapatkan jumlah kuman kurang dari 104

o Pada urine porsi tengah diinterpretasikan kemungkinan tidak ada infeksi saluran kemih.

per ml urine :

o Pada urine pungsi suprapubik atau kateter, pemeriksaan dilanjutkan dengan isolasi dan identifikasi serta uji kepekaan.


(41)

b. Kategori 2 :

Jika jumlah kuman antara 104 - 105

Jika pasien menunjukkan gejala infeksi saluran kemih, pemeriksaan dilanjutkan dengan identifikasi dan uji kepekaan. Jumlah kuman pada batas ini, disertai dengan lekosituri, sangat dicurigai adanya infeksi. Jika meragukan, mintakan urine kedua untuk pemeriksaan ulang.

per ml urine dan pasien tidak menunjukkan keluhan, mintakan urine kedua dan hitung kuman diulangi.

c. Kategori 3 :

Pada urine porsi tengah, jika jumlah kuman lebih dari 105

Kategori ini tidak berlaku bagi urine kateter dan urine pungsi supra- pubik.

per ml urine, pemeriksaan dilanjutkan dengan isolasi dan identifikasi serta uji kepekaan, meskipun penderita tidak menunjukkan gejala.

4. Pencatatan dan pelaporan

Setelah hasil ditemukan lengkap, dicatat dalam buku registrasi laboratorium dan dilaporkan pada pengiriman dalam formulir hasil pemeriksaan.

Rekomendasi umum untuk pelaporan hitung kuman pada urine porsi tengah :

Jika jumlah kuman kurang dari a. Kategori 1 :

104 per ml urine dilaporkan kemungkinan tidak ada infeksi suprapubik atau kateter, jumlah kuman ini harus dilaporkan bersama hasil identifikasi dan uji kepekaan.

b. Kategori 2 :


(42)

c.

Jika jumlah lebih dari 10 Kategori 3 :

5

per ml urine, dilaporkan bersama hasil identifikasi dan uji kepekaan.

2.3.5

Untuk pasien dengan gejala pemeriksaan urinalisis mikroskopik untuk bakteriuria, piuria, dan hematuria harus dilakukan. Urinalisis dilakukan untuk mengidentifikasi bakteri dan leukosit dan sebagai diagnosis dugaan ISK.Biasanya ISK, ditemukan leukosit urin dengan sedimen > 5 / LPB.

Urinalisa

2.3.6 Kultur Urin

Standar baku untuk diagnosa ISK adalah kultur urin secara kuantitatif. Urin harus dikumpulkan dalam wadahsteril dan segera dikultur. Bila tidak langsung dikultur, urin dapat disimpan dalam lemari essampai 24jam. Sampel tersebut kemudiandiencerkandan disebardi piring kultur. Setiap bakteri akan membentuk koloni tunggal pada piring. Jumlah koloni dihitungdandisesuaikanper mililiterurin(CFU/mL) (Stamm etal, 1982). Bakteriuria mikroskopis ditemukan lebih dari 90% dari infeksi dengan jumlah > 105 koloni (CFU) /mililiter urin dan ini merupakan temuan yang sangat spesifik (Stamm, 1982; Jenkins et al,1986).


(43)

(44)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan penelitian cross-sectional.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Sub Bagian Bedah Urologi Fakultas Kedokteran USU/ RSUP H. Adam Malik dari bulan Januari sampai April 2014.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian semua penderita Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dengan infeksi saluran kemih yang datang ke poliklinik bedah urologi RSUP H. Adam Malik Medan. Sampel penelitian adalah penderita Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dengan infeksi saluran kemih yang datang ke poliklinik bedah urologi RSUP H. Adam Malik Medan, yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.

3.4. Besar Sampel

Perhitungan besar sampel menggunakan rumus dibawah ini :

n = Zα2 d

PQ

n = 1,96

2

2

0,2

. 0,16. 0, 84

n = 13 orang

2


(45)

Keterangan:

n : Jumlah sampel

Zα : Tingkat kepercayaan, yaitu sebesar 95% maka nilai Zα = 1,96 P : Proporsi penderita BPH dengan infeksi saluran kemih Q : 1-P

d : besar penyimpangan sebesar 20 %

3.5. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Yang termasuk kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

1. Penderita BPH dengan ; IPSS > 7, DRE teraba pembesaran prostat, USG volume > 30 gr

2. Adanya tanda-tanda gejala infeksi saluran kemih, berupa ; disuria, leukosit urin >5/ LPB, kultur bakteri > 105

3. Usia sampel diatas 50 tahun

koloni/ml urin

4. Tidak menkonsumsi antibiotik selama 3 hari 5. Tidak ada batu di traktus urinarius

Yang termasuk kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah: 1. Pasien yang disertai dengan ca prostate

2. Pasien yang disertai dengan prostatitis 3. Pasien yang terpasang kateter

4. Pasien yang tidak bersedia dilakukan pemeriksaan urinalisa

3.6. Kerangka Konsep

Pasien BPH + ISK

Hasil Kultur > 105 koloni/ml

urin

Pola kuman dan sensitivitas


(46)

3.7. Alur Penelitian

Gambar 3.2. Alur Penelitian

3.8. Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)

Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan dari pasien setelah dilakukan penjelasan mengenai kondisi pasien dan tindakan yang akan dilakukan.

3.9. Analisis Data

Data diolah dengan perangkat program komputer, ditabulasi dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi /diagram dan penjelasan diagram dalam bentuk narasi.

3.10. Definisi Operasional

1. BPH adalah kelainan hyperplasia prostat yg ditentukan berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan imagine. Dinilai dari IPSS > 7, teraba pembesaran prostat pada DRE dan terdapat pembesaran volume prostat > 30 gr dari USG dan tidak ditemukan batu di saluran kemih serta diawali dengan gejala saluran kemih bawah (LUTS).

Pasien masuk RSUP. H. Adam Malik Medan

Kultur urin dan sensitivitas

Pola kuman dan sensitivitas antibiotik Termasuk dalam kriteria inklusi

Pemeriksaan Urinalisa

Urin porsi tengah

Leukosit urin > 5/ LPB Leukosit urin < 5/ LPB


(47)

2. Infeksi Saluran Kemih adalah infeksi yang mengenai saluran kemih yang ditandai dengan ; disuria, leukosit urin > 5/ LPB, dan adanya bakteri urin > 105

3. Urin porsi tengah adalah bagian urin yang dikeluarkan ditengah proses miksi (pengeluaran urin), dimana aliran pertama urin dibuang terlebih dahulu kurang lebih 5 – 10 ml dan aliran urine selanjutnya ditampung dalam wadah yang telah disediakan, serta sisa urin setelah ditampung kemudian dibuang.

koloni/ml urin.

4. Pola kuman diperiksa di bagian mikrobiologi untuk melihat jenis kuman dan sesnsitivitas terhadap antibiotik.

3.11. Etika Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan manusia sebagai subjek penelitian, yang selama pelaksanaannya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kode etik penelitian biomedik. Izin didapat dari Komisi Etika Penelitian Fakultas Kedokteran USU Medan.


(48)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian

Penelitian ini menggunakan subyek penelitian penderita Benign Prostat Hiperplasia (BPH) yang berjumlah 15 orang. Karakteristik subjek penelitian dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini.

Tabel 4.1 Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa karakteristik subjek penelitian berdasarkan usia yang terbanyak adalah kelompok umur 71 - 80 tahun (46,7 %) dan umur 61 – 70 tahun (33,3 %).

Karakteristik Frekuensi

N Total (%)

Kategori Umur (Thn)

50-60 3 20,0

61-70 5 33,3

71-80 7 46,7

Total 15 100,0

Volume Prostat (gr)

30-40 5 33,3

41-50 6 40,0

>50 4 26,7


(49)

Berdasarkan hasil pemeriksaan USG didapatkan volume prostat terbanyak dengan berat 41-50 gram (40,0 %) dan terendah dengan berat > 50 gram (26,7 %).

Tabel 4.2 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan pemeriksaan laboratorium

Berdasarkan jumlah leukosit urin pada pemeriksaan urinalisa maka yang terbanyak adalah dengan jumlah leukosit urin 26-50 atau (40,0%) sedangkan lainnya 5-10, 16-25 masing-masing (20,0%), > 50 (13,3%), dan yang paling sedikit dengan jumlah leukosit urin 11-15 (6,7%)

Berdasarkan IPSS untuk menentukan tingkat keparahan maka yang terbanyak Karakteristik

Frekuensi

N Total (%)

Leukosit Urin (LPB) 5 sampai 10

11 sampai 15

3 1

20,0 6,7

16 sampai 25 3 20,0

26 sampai 50 6 40,0

51 sampai 100 2 13,3

Total 15 100,0

Kategori IPSS

Berat 2 13,3

Sedang 13 86,7


(50)

Tabel 4.3Tabulasi silang asal spesimen dengan jenis mikroorganisme hasil kultur urin

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa semua spesimen yang digunakan adalah urin porsi tengah dan hasil kulturnya dijumpai mikroorganisme Escherchia coli (46,7 %), Pseudomonas Aeruginosa (26,6 %), Klebsiella pneumonia (13,3 %), Citrobacter Freundii dan Enterobacter Cloacae (6,7 %) sedangkan yang terbanyak dijumpai pada mikroorganisme Escherchia coli pada kultur urinnya (46,7%) dan yang terendah adalah mikroorganisme Citrobacter Freundii dan Enterobacter Cloacae (6,7 %).

Berdasarkan dari lampiran 10 menunjukkan bahwa jenis mikroba Eschericia coli sebagian besar sensitif terhadap antimikroba amikacin sedangkan mikroba Pseudomonas aeroginosa sensitif terhadap antimikroba amikacin dan meropenem, mikroba Klebsiella pneumonia sensitif terhadap amikacin, ertapenem, gentamycin, meropenem, dan tigecycline, mikroba Citrobacter Freundii sensitif terhadap seluruh antimikroba kecuali amoxicillin, ampicilin, dan cefazoline, dan Enterobacter Cloacae sensitif terhadap amikacin, ertapenem, meropenem, dan tigecycline. Hasil kultur ini menunjukkan bahwa antimikroba amikacin seluruhnya sensitif terhadap jenis mikroba Eschercia coli, Pseudomonas aeroginosa, Klebsiella pneumonia, Citrobacter Freundii dan Enterobacter Cloacae

Spesimen KulturUrin Total (%) Escherichia Coli Klebsiella Pneumonia Pseudomonas Aeruginosa Citrobacter Freundii Enterobacter Cloacae UrinPorsi Tengah

7 (46,7) 2 (13,3) 4 (26,6) 1 (6,7) 1 (6,7) 15 (100)


(51)

BAB 5 PEMBAHASAN

Benign Prostate Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran jinak prostat pada pria dewasa. Perubahan volume prostat bervariasi dan umumnya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Gejala pada penderita BPH terdiri dari gejala obstruksi dan iritatif (Purnomo, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa penderita BPH lebih banyak pada kelompok usia lanjut.

Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan masalah umum yang mempengaruhi kualitas hidup di sekitar sepertiga dari pria yang lebih tua dari 50 tahun (Deters, 2013). Menurut database World Health Organization (WHO), tingkat kematian untuk sebagian besar negara maju pada 1980-an adalah 0,5 sampai 1.5/100.000, kematian akibat BPH jarang di Amerika Serikat. Sebanyak 14 juta orang di Amerika Serikat memiliki gejala BPH. Di seluruh dunia, sekitar 30 juta pria memiliki gejala yang berhubungan dengan BPH (Deters, 2013). Angka kejadian BPH di Indonesia yang pasti belum pernah diteliti, tetapi sebagai gambaran di dua rumah sakit besar di Jakarta yaitu RSCM dan Sumberwaras selama 3 tahun (1994-1997) terdapat 1040 kasus (Rahardjo, 1999).

Bakteriuria dapat terjadi pada penderita retensi urin karena BPH sebelum pemasangan kateter, hal ini dapat disebabkan karena terjadi urin statis yang berlarut-larut, apalagi pada penderita dengan riwayat pernah pakai kateter berulang.

Pemeriksaan yang baku untuk mendiagnosa infeksi saluran kemih adalah dengan cara mendeteksi dan mengidektifikasi kuman patogen yang ada di urin ( Nickel J et al., 1999 dan Furqan, 2003 ). Adapun kadar minimum bakteriuria berkisar antara 103-105

Pada penelitian ini didapatkan jumlah pasien BPH dari bulan Januari sampai April yang berobat ke poliklinik bedah urologi RSUP. H. Adam Malik Medan sebanyak 148 pasien. Dari jumlah tersebut diambil 15 pasien berdasarkan rumus besar


(52)

(33,3%). Hal ini serupa dengan penelitian Schenk et al (2011) menunjukkan kelompok usia terbanyak penderita BPH adalah di atas usia 70 tahun sebanyak 43,6%.

Berdasarkan hasil pemeriksaan USG didapatkan volume prostat terbanyak dengan berat 30-40 gram (40,0%) dan terendah dengan berat > 50 gram (26,7%). Hasil kultur urin menunjukkan bahwa jenis mikroorganisme yang dijumpai adalah Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumonia, Citrobacter Freundii dan Enterobacter Cloacae sedangkan yang terbanyak dijumpai adalah jenis mikroorganisme Escherichia coli (46,7%), kemudian Pseudomonas aeruginosa (26,6%), Klebsiella pneumonia (13,3%) dan yang paling sedikit adalah Citrobacter Freundii dan Enterobacter Cloacae (6,7 %).

Hal tersebut sama dengan penelitian Jai et al (2012) dengan hasil Eschericia coli (64,4%), Klebsiella (11,3%), Pseudomonas 3,27%). Pondei et al (2012) dengan hasil Escherichia coli (43,0%), Klebsiella (21,5%), Pseudomonas (3,4%). Dan pada penelitian Taiwo et al (2006) juga mengutarakan hasil yang sama yaitu dengan hasil Escherichia coli (20,6%), Psudomonas (19,8%), klebsiella (3,2%). Hal ini menunjukkan bahwa salah satu penyebab infeksi saluran kemih adalah penderita dengan pembesaran prostat jinak (BPH). Selain BPH, pemasanagn kateterisasi, dan pembedahan merupakan faktor resiko yang juga berkaitan untuk terjadinya infeksi saluran kemih.

Pada penelitian ini juga memberikan hasil mikroorganisme yang terbanyak adalah jenis gram (-) yang totalnya (100 %), hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Pondai dkk yang melaporkan bahwa bakteri gram negatif merupakan bakteri yang dominan sebagai penyebab infeksi saluran kemih yaitu sekitar (82,28%).

Berdasarkan penelitian ini dijumpai jenis mikroba Eschericia coli sebagian besar sensitif terhadap antimikroba amikacin sedangkan mikroba Pseudomonas aeroginosa sensitif terhadap antimikroba amikacin dan meropenem, mikroba Klebsiella pneumonia sensitif terhadap amikacin, ertapenem, gentamycin, meropenem, dan tigecycline, mikroba Citrobacter Freundii sensitif terhadap seluruh antimikroba kecuali amoxicillin, ampicilin, dan cefazoline sedangkan mikroba Enterobacter Cloacae Untuk pasien yang lebih tua dari 65 tahun, kejadian ISK biasanya terus meningkat. Pada usia kurang dari 1 tahun dan yang lebih tua dari 65 tahun, morbiditas dan mortalitas dari ISK adalah yang terbesar (Shortliffe dan McCue, 2002).


(53)

sensitif terhadap amikacin, ertapenem, meropenem, dan tigecycline . Hasil kultur ini menunjukkan bahwa antimikroba amikacin seluruhnya sensitif terhadap jenis mikroba Eschercia coli, Pseudomonas aeroginosa, Klebsiella pneumonia, Citrobacter Freundii dan Enterobacter Cloacae.


(54)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1Kesimpulan

Bakteri tersering yang ditemukan dari hasil kultur urin yang diperiksa pada pasien prostat jinak dengan infeksi saluran kemih adalah Escherichia coli (46,7 %), Pseudomonas aeruginosa (26,6 %), Klebsiella pneumonia (13,3 %), Citrobacter Freundii dan Enterobacter Cloacae (6,7 %) yang seluruhnya sensitive terhadap pemberian antibiotik amikacin.

6.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian ulang dalam jumlah yang besar untuk menilai sensitivitas antibiotik berdasarkan jenis kuman penyebab infeksi saluran kemih pada pasien prostat jinak serta membagi sensitivitas obat berdasarkan jenis bakteri.

Perlu diperhatikannya pemberian antibiotik yang sesuai guna mencegah terjadinya peningkatan terhadap resistensi pemberian obat.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Barkin, J. 2011. Benign Prostatic Hyperplasiaand Lower Urinary Tract Symptoms: Evidence and Approach for Best Case Management. The Canadian Journal of Urology 18: 14-19.

Brewster S, Cranston S, Noble J, and Reynard J. Urological Oncology. 2001. In : Urology: A Handbook for Medical Students. UK: BIOS Scientific Publisher Limited: 143-150.

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Deters, LA, 2013. Benign Prostatic Hypertrophy. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/437359-overview#a0156 [Accessed 29 Januari 2014].

Emil, A. et al, 2008. McAninch. Bacterial Infections of the Genitourinary Tract in Smith’s General Urology 17th

European Association of Urology. Guidelines on Benign Prostatic Hyperplasia.2006. edition. New York. Lange Medical Book.: 208-209.

Ganong, William F, 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20.

Irwan, A. et al.,2007. Guidelines Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih (ISK) dan Genetalia Pria.

John, T. et al.,2010. Netter’s Clinical Anatomy 2nd

Kirby RS. An Atlas of Erectile Dysfunction. UK: The Parthenon Publishing Group. 2004.

edition. Phiadelphia. Saundres Elsevier inc : 200.

Mc Vary KT. The Definition of Benign Prostatic Hyperplasia: Epidemiology and Prevalence. In: Management Of Benign Prostatic Hypertophy. New Jersey: Humana Press. 2004: 21-27.

Nickel, J. et al.,1999. Asymptomatic inflammation and/or infection in Benign Prostatic Hyperplasia. BJU International, 84 : 976–81.

Patient Instructions. Urine Colection For C & S (Infants). Calgary Laboratory Services. Philip, M. et al.,2007. Hanno, M.D., Alan J. Wein, S. Bruce Malkowicz, M.D.

Prostatitis in Penn Clinical Manual of Urology.Elsevier Health Sciences.

Pondei, K., Oladapo, O., Olowu, OE. 2012. Anti-Microbial Susceptibility Pattern of Microorganisms Associated With Urinary Tract Infections In A Tertiary Health Institution In The Niger Delta Region of Nigeria. African Journal of Microbiology Research Vol. 6(23): 4976-4982.

Presti, JC. et al.,2008. Kane CJ, Shinohara K, Carroll PR. Neoplasms of the prostate gland. Dalam:Smiths’s General Urology. 17th edition. California: McGrawhill. p.


(56)

Rahardjo D, 1999. Prostat: Kelainan-kelainan jinak, diagnosis, dan penanganan. Jakarta: Asian Medical, 15.

Rahardjo D.,2009. Prostat Hipertrofi. Dalam: Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: Binarupa Aksara; h 160-168.

Roehrborn, CG. et al., 2010. Mcconnell JD. Benign Prostatic Hyperplasia: Etiology, Pathophysiology, Epidemiology, and Natural History in Campbell - Walsh Urology. 10th

Sarma AV and Wei JT. Benign Prostatic Hyperplasia and Lower Urinary Tract Symptoms. The New England Journal of Medicine. 2012; 367: 248-257.

edition.Philadelphia: Elsevier Saunders.

Schaeffer, J.A.,2010. Infections of Urinary Tract. Dalam: Walsh PC. Campbell Urology 10th edition. WB Saunders Company.

Taiwo SS, 2006. Aderounmu AOA. Catheter associated urinary tract infection : aetiologic agents and antimicrobial susceptibility pattern in Ladoke Akntola University Teaching Hospital, Osogbo, Nigeria. African Journal of Microbiology Research, 9 : 141-48.

Sjamsuhidajat R, de Jong W., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Wein, Kavoussi, Novick, Partin, Peters. Campbell-Walsh Urology Ninth Ed. Philadephia: Saunders-Elsevier: 2007.

Williams NS, Bulstrode CJK, O’Connel PR. TBaihe Prostate and Seminal Vesicles. In: Bailey &Love’s Short Practice of Surgery 26th Edition. New York: CRC Press: 2013; 1340-1353.


(57)

Lampiran 1 Susunan Peneliti

Peneliti

Nama lengkap : dr. Suluh Darmadi

Fakultas : Kedokteran

Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Pembimbing I

Nama lengkap : Dr. Syah Mirsya Warli, SpU Pangkat/Gol/NIP : 19650505 199503 1 001 Jabatan Fungsional : Kepala Divisi Bedah Urologi

Fakultas : Kedokteran

Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara Bidang Keahlian : Bedah Urologi

Pembimbing II

Nama lengkap : Dr. Bungaran Sihombing, SpU Pangkat/Gol/NIP : 19551008 198303 1 013 Jabatan Fungsional : Staf pengajar

Fakultas : Kedokteran

Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara Bidang Keahlian : Bedah Urologi


(58)

Lampiran 2

Rencana Anggaran Penelitian

No Uraian Jumlah

1 Honorarium Rp 1.800.000,-

2 Fotocopi kuesioner dan lain-lain Rp 1.600.000,- 3 Pembuatan Proposal dan Laporan Penelitian Rp 700.000,-

4

Pemeriksaan Kultur Urine x 23 Pasien 1 kali pemeriksaan Rp 300.000

Rp 6.900.000,-

5 Penggandaan Proposal dan Laporan Penelitian Rp 1.500.000,-

Total Rp 11.700.000,-


(59)

Lampiran 3

Jadwal Penelitian

Februari 2014

Maret 2014

April 2014

April 2014 PERSIAPAN

PELAKSANAAN PENYUSUNAN LAPORAN PENGGANDAAN LAPORAN


(60)

Lampiran 4

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Kepada Yth

Bapak / Ibu / Saudara / i

Di Tempat

Perkenalkan nama saya dr. Suluh Darmadi. Saya mahasiswa di FK USU yang sedang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis di bagian Ilmu Bedah. Saat ini saya akan membuat suatu penelitian yang berjudul “Pola Kuman dan Sensitivitas Pada Penderita Benign Prostate Hyperplasia dengan Infeksi Saluran Kemih di RSUP H. Adam Malik Medan”. Bersama dengan ini saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/I untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola kuman pada penderita Benign Prostate Hyperplasia dengan infeksi saluran kemih serta mengetahui sensitivatas antibiotic yang digunakan di RSUP H. Adam Malik Medan. Seperti yang kita ketahui, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, peningkatan organism pathogen penyebab ISK ini disertai dengan peningkatan resistensi terhadap pemberian antibiotik, berdasarkan organisme penyebab tersebutlah maka diperlukan pemeriksaan kultur bakteri untuk memperlihatkan hubungan klinis yang baik terhadap organisme penyebab ISK.

Keuntungan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi berupa penjelasan mengenai jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotik yang akan digunakan. Tidak ada kerugian dalam penilitian ini karena pada penelitian ini yang diperiksa berupa sampel dari urine.

Dalam penelitian ini pertama-tama Bapak/Ibi/Saudara/i akan diperintahkan untuk mengambil sampel urine sendiri kurang lebih 5 – 10 ml dan kemudian dibawa ke laboratorium untuk diperiksakan urine tersebut guna untuk menilai jenis kuman dan antibiotik yang dapat digunakan dan kemudian saya akan menginformasikan kepada Bapak/Ibu/Saudara/i mengenai hasil dari penilaian tersebut.

Penelitian ini tidak menimbulkan efek samping dan resiko apapun yang akan terjadi terhadap subjek penelitian.


(61)

Partisipasi peserta dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tanpa paksaan maupun tekanan dari pihak manapun dan dapat mengundurkan diri sewaktu-waktu atau menolak. Kerahasiaan identitas subjek penelitian dalam penelitian ini akan tetap dijaga oleh peneliti.

Jika selama menjalani penelitian ini terdapat hal-hal yang kurang jelas maka Bapak/Ibu/Saudara/I dapat menghubungi saya: dr. Suluh Darmadi, Departemen Ilmu Bedah FK-USU, telepon genggam 081265433445. Terima kasih.

Medan, Februari 2014 Hormat Saya


(62)

Lampiran 5

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

( INFORMED CONSENT )

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Jenis Kelamin :

Umur :

Alamat :

Asal Instansi :

Setelah mendapat keterangan secara terperinci dan jelas mengenai penelitian “Pola Kuman dan Sensitivitas Pada Penderita Benign Prostate Hyperplasia dengan Infeksi Saluran Kemih di RSUP H. Adam Malik Medan” dan setelah mendapat kesempatan tanya jawab tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut, termasuk risikonya, maka dengan ini saya secara sadar dan sukarela, tanpa paksaan menyatakan bersedia ikut menjadi peserta di dalam penelitian tersebut, dan dapat mengundurkan diri sewaktu-waktu atau menolak.

Medan, _______/___________ 2014


(63)

Lampiran 6

Persetujuan dari Komisi Etika Penelitian

PERSETUJUAN KOMISI ETIK TENTANG PELAKSANAAN PENELITIAN BIDANG KESEHATAN

Nomor : _________________________________

Yang bertanda tangan di bawah ini, Ketua Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, setelah dilaksanakan pembahasan dan penilaian usulan penelitian yang berjudul :

Pola Kuman dan Sensitivitas Pada Penderita Benign Prostate Hyperplasia Dengan Infeksi Saluran Kemih di RSUP H. Adam Malik Medan Yang menggunakan manusia sebagai subjek penelitian dengan :

Ketua Pelaksana/Peneliti Utama : dr. Suluh Darmadi

Institusi : Departemen Ilmu Bedah FK USU

Dapat disetujui pelaksanaannya selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kode etik penelitian biomedik.

Medan; ______/___________ 2014 Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran USU


(64)

Lampiran 7 Formulir/Kuisioner

Status Pasien

No. MR : Tanggal : Dilakukan Oleh :

IDENTITAS

Nama : ………..L / P

Usia : ... tahun

Tempat, Tanggal Lahir : ………...

Alamat : ………

Pendidikan : ... Pekerjaan : ... ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Penyakit terdahulu yang pernah dialami (jika ada) : ……… PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis:

Tekanan Darah ... mmHg Tinggi Badan ... Frekuensi Nadi ... x/menit Berat Badan ... Frekuensi Napas ... x/menit

Status Lokalis :

DRE :

USG :

Urinalisa :

IPSS :

Diagnosa Kerja :


(65)

Nama :

MR : Tgl :

Score IPSS : Ringan ( 0-7 ) Keterangan

Sedang ( 8-19 ) Berat ( 20-35 )


(66)

(1)

tekanan dari pihak manapun dan dapat mengundurkan diri sewaktu-waktu atau menolak. Kerahasiaan identitas subjek penelitian dalam penelitian ini akan tetap dijaga oleh peneliti.

Jika selama menjalani penelitian ini terdapat hal-hal yang kurang jelas maka Bapak/Ibu/Saudara/I dapat menghubungi saya: dr. Suluh Darmadi, Departemen Ilmu Bedah FK-USU, telepon genggam 081265433445. Terima kasih.

Medan, Februari 2014 Hormat Saya


(2)

Lampiran 5

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN ( INFORMED CONSENT )

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Jenis Kelamin :

Umur :

Alamat :

Asal Instansi :

Setelah mendapat keterangan secara terperinci dan jelas mengenai penelitian “Pola Kuman dan Sensitivitas Pada Penderita Benign Prostate Hyperplasia dengan Infeksi Saluran Kemih di RSUP H. Adam Malik Medan” dan setelah mendapat kesempatan tanya jawab tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut, termasuk risikonya, maka dengan ini saya secara sadar dan sukarela, tanpa paksaan menyatakan bersedia ikut menjadi peserta di dalam penelitian tersebut, dan dapat mengundurkan diri sewaktu-waktu atau menolak.

Medan, _______/___________ 2014


(3)

Persetujuan dari Komisi Etika Penelitian

PERSETUJUAN KOMISI ETIK TENTANG PELAKSANAAN PENELITIAN BIDANG KESEHATAN

Nomor : _________________________________

Yang bertanda tangan di bawah ini, Ketua Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, setelah dilaksanakan pembahasan dan penilaian usulan penelitian yang berjudul :

Pola Kuman dan Sensitivitas Pada Penderita Benign Prostate Hyperplasia Dengan Infeksi Saluran Kemih di RSUP H. Adam Malik Medan Yang menggunakan manusia sebagai subjek penelitian dengan :

Ketua Pelaksana/Peneliti Utama : dr. Suluh Darmadi

Institusi : Departemen Ilmu Bedah FK USU

Dapat disetujui pelaksanaannya selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kode etik penelitian biomedik.

Medan; ______/___________ 2014 Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran USU

_________________________________ Ketua


(4)

Lampiran 7 Formulir/Kuisioner

Status Pasien

No. MR : Tanggal : Dilakukan Oleh : IDENTITAS

Nama : ………..L / P

Usia : ... tahun

Tempat, Tanggal Lahir : ………...

Alamat : ………

Pendidikan : ... Pekerjaan : ... ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Penyakit terdahulu yang pernah dialami (jika ada) : ……… PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis:

Tekanan Darah ... mmHg Tinggi Badan ... Frekuensi Nadi ... x/menit Berat Badan ... Frekuensi Napas ... x/menit

Status Lokalis :

DRE :

USG :

Urinalisa :

IPSS :


(5)

MR : Tgl :

Score IPSS : Ringan ( 0-7 ) Keterangan

Sedang ( 8-19 ) Berat ( 20-35 )


(6)

Dokumen yang terkait

Hubungan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2012

16 180 62

Karakteristik Pasien Benign Prostate Hyperlasia (BPH) yang Menjalani Transurethral Resection of Prostate (TURP) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik pada Periode Januari 2012-Desember 2013

9 79 79

Pola Kuman Penyebab Infeksi Saluran Kemih Dan Sensitivitasnya Terhadap Antibiotika Di RSUP H.Adam Malik Periode Januari 2009-Desember 2009.

1 45 75

Hubungan Antara Kadar Serum Lipid Dengan Volume Prostate Pada Penderita Benign Prostate Hyperplasia Di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 14

Hubungan Antara Kadar Serum Lipid Dengan Volume Prostate Pada Penderita Benign Prostate Hyperplasia Di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 4

Hubungan Antara Kadar Serum Lipid Dengan Volume Prostate Pada Penderita Benign Prostate Hyperplasia Di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 3

Hubungan Antara Kadar Serum Lipid Dengan Volume Prostate Pada Penderita Benign Prostate Hyperplasia Di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 18

Hubungan Antara Kadar Serum Lipid Dengan Volume Prostate Pada Penderita Benign Prostate Hyperplasia Di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prostat - Pola Kuman dan Sensitivitas pada Penderita Benign Prostate Hyperplasia dengan Infeksi Saluran Kemih di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 22

Pola Kuman dan Sensitivitas pada Penderita Benign Prostate Hyperplasia dengan Infeksi Saluran Kemih di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 17