Sejarah Perkembangan Sosiologi hukum (3)

Astrid Priscilla Dion
131110027 – Ilmu Komunikasi

SEJARAH PERKEMBANGAN

A.Masa Sebelum Auguste Comte
1. Socrates (490 SM – 399 SM)
Socrates mengajarkan yang penting yaitu mengenai ditekankannya logika sebagai dasar bagi
semua ilmu pengetahuan termasuk filsafat.

2. Plato (429 SM – 347 SM)
Plato menerangkan bahwa pada dasarnya, masyarakat adalah perluasan/refleksi dari individu.
Menurutnya, individu memiliki 3 unsur, yaitu :
- Nafsu atau perasaan-perasaan
- Semangat atau kehendak
- Akal atau kecerdasan
Berdasarkan unsur-unsur tersebut Plato membedakan masyakat menjadi 3 kelas social, yaitu :
a. Orang yang hidup hanya untuk memenuhi nafsu dan perasaan, seperti memelihara tubuh.
Diantaranya adalah kelas pekerja tangan, seperti buruh dan budak
b. Mengabdikan hidupnya karena semangat atau kehendak yang berfungsi melindungi tubuh
manusia maupun masyarakat, misalnya golongan militer

c. Kaum yang mengembangkan akal dan kecerdasan untuk membimbing tubuh manusia,
memerintah, dan memimpin masyarakat. Mereka termasuk kelas penguasa
Dengan menganalilis lembaga-lembaga dalam masyarakat, Plato berhasil menunjukkan
hubungan-hubungan fungsionalnya dan merumuskan suatu teori organis tentang masyarakat itu
sendiri yang mencakup bidang sosial dan ekonomi.

3. Aristoteles (384 SM – 322 SM)
Melalui suatu analisis mendalam terhadap lembagalembaga politik dalam masyarakat terhadap sosial, ekonomi,
dan biologis, Aristoteles berpendapat bahwa kelompok manusia
yang dasar dan esensial adalah pengelompokan antara pria dan
wanita untuk memperoleh keturunan, dan asosiasi antara
penguasa yang dikuasai.
Aristoteles juga memberikan tiga bentuk pemerintahan yang
dilihat dari segi jumlah pemegang kepemimpinannya, yaitu :
a. Pemerintahan oleh satu orang; jika ia memerintah dengan baik disebut monarki dan jika ia
memerintah dengan buruk disebut tirani
b. Pemerintahan oleh sejumlah kecil orang; jika memerintah dengan baik disebut aristokrasi
dan jika buruk disebut oligarki
c. Pemerintahan oleh banyak orang; baik atau pun buruk jalannya suatu pemerintahan tetap
disebut demokrasi


4. Ibnu Khaldun (1322 – 1406)
Mengemukakan beberapa prinsip pokok untuk menafsirkan kejadian sosial dan peristiwa
sejarah. Menurutnya, faktor yang menyebabkan bersatunya manusia di dalam suku-suku klan,
negara, dan sebagainya adalah rasa solidaritas. Faktor itulah yang menyebabkan adanya ikatan
dan usaha-usaha atau kegiatan-kegiatan bersama antara manusia.

5. Zaman Renaissance (1200 – 1600)
Thomas More menulis Utopia dan Campanella menulis City of the Sun berdasarkan pemikiran
mereka yang terpengaruh oleh masyarakat-masyarakat ideal.
Niccolo Machiavelli sebagai orang pertama yang memisahkan antara politik dan moral sehingga
terjadi suatu pendekatan yang mekanis terhadap masyarakat. Di sini muncul ajaran bahwa teoriteori politik dan sosial memusatkan perhatian pada mekanisme pemerintahan. Sejak masa ini
maka pengaruh kaum agamawan mulai memperoleh tantangan. Ia terkenal dengan karyanya
yang berjudul Il Principe.

6. Thomas Hobbes (1588 – 1679)
Inti ajarannya diilhami oleh hukum alam, fisika dan matematika. Pada mulanya interaksi antar
manusia berada dalam kondisi saling mencurigai dan saling bersaing untuk memperebutkan
sumber daya alam dan manusia yang ada. Kondisi yang bersifat kodrati (sesuai dengan hukum


alam) ini kemudian dipandang akan selalu menyengsarakan kehidupan manusia, dan manusia
pada dasarnya lebih senang hidup berkelompok dalam keadaan tentram dan damai. Oleh sebab
itu dibuatlah kesepakatan-kesepakatan pengaturan antar kelompok yang dapat saling berterima
dan saling menguntungkan, yang kemudian dikenal sebagai kontrak sosial.

7. John Locke (1632 – 1704)
Menurut Locke, manusia pada dasarnya memiliki hak-hak asasi yang berupa hak untuk hidup,
kebebasan, dan hak atas harta benda. Kontrak antara warga masyarakat dengan pihak yang
berwenang sifatnya atas dasar faktor pamrih. Bila pihak yang mempunyai wewenang tadi gagal
unruk memenuhi syarat-syarat kontrak sosial, warga atau masyarakat berhak untuk memilih
pilihan lain.

8. J.J. Rosseau (1712 – 1778)
Dia berpandangan bahwa kontrak antara pemerintah (negara) dengan yang diperintah (rakyat)
menyebabkan munculnya suatu kolektifitas yang mempunyai keinginan-keinginan tersendiri yang
kemudian menjadi keinginan umum. Keinginan umum inilah yang harusnya menjadi dasar
penyusunan kontrak sosial antara negara dengan rakyatnya.

9. Saint Simon (1760 – 1825)
Di dalam bukunya yang berjudul Memoirs sur la Science de l’Home, dia menyatakan bahwa ilmu

politik merupakan suatu ilmu positif yang hendaknya dianalisis dengan metode-metode yang
lazim dipakai terhadap gejala-gejala lain.
Ia memikirkan sejarah sebagai suatu fisika sosial, sehingga fisiologi sangat memengaruhi ajaranajarannya mengenai masyarakat. Masyarakat bukanlah semata-mata suatu kumpulan orang
belaka yang tindakan-tindakannya tidak mempunyai sebab, kecuali kemauan masing-masing.
Kumpulan tersebut hidup karena didorong oleh organ-organ tertentu yang menggerakkan
manusia untuk melakukan fungsi-fungsi tersebut.

B. Masa Auguste Comte (1798 – 1853)
Auguste Comte melihat bahwasannya perubahan-perubahan yang terjadi pada
masyarakat saat itu tidak saja bersifat positif, namun juga memberikan adanya dampak negatif.
Salah satu contohnya adalah terjadinya konflik antarkelas social dalam masyarakat dikarenakan
hilangnya norma atau pegangan bagi masyarakat untuk bertindak (yang dalam bahasa sosiologi
disebut dengan Anomie). Menurutnya, konflik tersebut terjadi karena masyarakat tidak

mengetahui cara mengatasi perubahan akibat revolusi yang berlangsung dan hukum-hukum apa
yang bisa dipakai untuk mengatur tatanan social masyarakat yang baru.
Atas dasar fenomena tersebut, Comte menyaarankan agar penelitian mengenai
masyarakat lebih ditingkatkan dan menjadi ilmu yang berdisi sendiri. Comte mengimaninasikan
adanya suatu hukum yang dapat mengatur gejala-gejala social, yang disebut sosiologi, sehingga
ia terkenal sebagai Bapak Sosiologi. Istilah sosiologi ia tuliskan dalam karya utamanya yang

pertama, berjudul The Course of Positive Philosophy yang diterbitkan dalam tahun 1838.
Comte menyusun suatu sistematika dari filsafat
sejarah dalam kerangka tahap-tahap pemikiran yang
berbeda. Menurutnya, ada tiga tahap perkembangan
intelektual, yaitu :
1. Tahap Teologis/Fiktif; manusia menafsirkan gejalagejala di sekelilingnya secara teologis, yaitu dengan
kekuatan-kekuatan yang dikendalikan oleh Tuhan Yang
Maha Esa atau roh dewa-dewa. Penafsiran ini penting
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang
memusuhinya dan untuk melindungi dirinya dar faktorfaktor yang tak terduga timbulnya
2. Tahap Metafisik; manusia menganggap bahwa didalam setiap gejala fisik terdapat kekuatan
atau inti tertentu yang dapat diungkapkan. Manusia masih terikat oleh cita-cita tanpa verifikasi
karena adanya kepercayaan terhadap realitas tertentun dan tidak ada usaha untuk menemukan
hukum-hukum alam yang seragam
3. Tahap Positif; manusia telah membatasi diri dalam penyelidikannya pada fakta-fakta yang
disajikannya atas dasar observasi dan dengan menggunakan rasionya, untuk berusaha
menetapkan relasi atau hubungan persamaan dan urutan yang terdapat antara fakta-fakta. Pada
zaman terakhir inilah dihasilkan ilmu pengetahuan dalam arti yang sebenarnya.
Suatu ilmu pengetahuan dapat dikatakan bersifat positif apabila memusatkan
perhatiannya pada gejala-gejala yang nyata dan konkret, tanpa ada halangan dari pertimbanganpertimbangan lainnya. Dengan demikian, ada kemungkinan untuk memberikan penilaian

terhadap berbagai cabang ilmu pengetahuan dengan jalan mengukur sejauh mana ilmu tadi
dapat mengungkapkan kebenaran yang positif.
Hierarki ilmu pengetahuan menurut tingkat pengurangan generalitas dan penambahan
kompleksitasnya adalah:
1. Matematika
2. Astronomi
3. Fisika

4. Kimia
5. Biologi
6. Sosiologi
Hal yang menonjol dari sini adalah penilaiannya terhadap sosiologi yang merupakan ilmu
pengetahuan paling kompleks dan akan berkembang dengan sangat pesat. Sosiologi merupakan
studi positif tentang hukum-hukum dasar dari gejala sosial. Comte membedakan sosiologi
menjadi :
-

Sosiologi Statis; semacam anatomi sosial yang mempelajari tatanan sosial, aksi-aksi dan
reaksi timbal balik dari sistem-sistem sosial
Sosiologi Dinamis; mengkaji mengenai kemajuan dan perubahan sosial, dimana masyarakat

menunjukkan adanya perkembangan menuju suatu kesempurnaan

Ia menyatakan bahwa hubungan antara statika dan dinamika merujuk pada konsep order
bahwa semua gejala sosial saling berkaitan dan tidak dapat dimengerti secara terpisah, tetapi
harus dilihat sebagai satu kesatuan yg saling berhubungan didasarkan pada observasi dan
klasifikasi yang sistematis bukan pada kekuasaan dan spekulasi

C. Masa Sesudah Auguste Comte
1. Herbert Spencer (1820 – 1930)
Walaupun Comte yang memunculkan istilah sosiologi,
namun istilah tersebut dipopulerkan oleh Herbert Spencer
dalam bukunya yang berjudul Priciples of Sociology pada tahun
1876. Didalam buku tersebut, spencer mengembangkan system
penelitian mengenai masyarakat dimana ia menerapkan
teori evolusi organic pada masyarakat secara luas bahwa
masyarakat mengalami evolusi dari masyarakat primitif
ke masyarakat industry.
Ia berpendapat bahwa kemajuan organisme dari jenis rendah ke tinggi adalah jenis
kemajuan dari keseragaman struktur. Ia juga mempertahankan pola sebab akibat dalam
memandang suatu masalah, misalnya dalam kaitannya dengan perilaku masyarakat

manusia maupun semua hal yang berasal dari alam

2. Karl Marx (1818 – 1883)
Sumbangan utama Marx bagi sosiologi terletak
pada teorinya mengenai kelas sosial yang tertuang
dalam tulisannya yang berjudul The Communist
Manifest yang ditulis bersama Friedrich Engels. Marx
berpandangan bahwa sejarah masyarakat manusia
merupakan sejarah perjuangan kelas. Menurut Marx
perkembangan pembagian kerja dalam kapitalisme
menumbuhkan dua kelas yang berbeda, yaitu kelas

borjuis (majikan) terdiri dari orang-orang yang
menguasai alat produksi dan kelas proletar (buruh) yang
tidak memiliki alat produksi dan modal sehingga
menjadi kelas yang dieksploitasi oleh kelas borjuis
(majikan).
Menurut Marx, suatu saat kelas proletar akan menyadari kepentingan bersama dengan
melakukan pemberontakan dan menciptakan masyarakat tanpa kelas (komunis). Pemikiran
tentang stratifikasi dan konflik sosial berpengaruh terhadap pemikiran perkembangan sosiologi

khususnya terkait dengan kapitalisme, untuk menciptakan masyarakat yang adil, sama rata sama
rasa, dan terhindar dari segala bentuk eksploitasi.

3. Emile Durkheim (1858 – 1917)
Sosiologi baru berkembang menjadi sebuah ilmu setelah Emile
mengembangkan metode sosiologi dalam bukunya Rules of Sociology Method, yaitu:

Durkheim

a. Sosiologi harus bersifat ilmiah dimana fenomena-fenomena sosial harus dipelajari secara
objektif dan menunjukkan sifat kausalitasnya
b. Sosiologi harus memperlihatkan karakteristik sendiri yang berbeda
c. Menjelaskan kenormalan patologi
d. Menjelaskan masalah sosial secara “sosial” pula
e. Menggunakan metode komparatif secara sistematis
Selain itu, dalam bukunya The Division of Labour Society,
Durkheim melihat bahwa setiap masyarakat manusia
memerlukan solidaritas dengan membedakan dua tipe
utama solidaritas yaitu :


a. Solidaritas mekanis; biasanya ditemui pada masyarakat sederhana, didasarkan pada
persamaan, hati nurani, akal, dan hukum
b. Solidaritas organis; ditandai dengan adanya saling ketergantungan antar individu atau
kelompok lain dan tidak lagi sendiri memenuhi kebutuhannya
Lambat laun pembagian kerja dalam masyarakat (diferensiasi atau spesialisasi) semakin
berkembang sehingga solidaritas mekanis akan berubah menjadi solidaritas organis.

4. Max Weber (1864 – 1920)
Karya penting dari Weber berjudul The Protestant Ethic
and The Spirit of Capitalism yang berisi hubungan antara Etika
Protestan dalam hal ini Sekte Kalvinisme dengan munculnya

perkembangan kapitalisme. Menurut Weber, ajaran Kalvinisme
mengharuskan umatnya untuk bekerja keras dengan harapan
dapat menuntun mereka ke surga dengan syarat bahwa
keuntungan dari hasil kerja keras tidak boleh untuk berfoya-foya
atau bentuk konsumsi lainnya. Hidup sederhana dan melarang
segala bentuk kemewahan menjadikan para penganut agama ini
semakin makmur karena keuntungan yang dihasilkan
ditanamkan kembali menjadi modal. Dari sinilah menurut

Weber kapitalisme di Eropa berkembang pesat.
Selain itu, Weber memandang bahwa hanya individu-individu sajalah yg riil secara
obyektif, dan masyarakat adalah satu nama yg menunjukan pada sekumpulan individu yg
menjalin hubungan. Pandangan beliau tentang tindakan sosial inilah yg kemudian menjadi acuan
dikembangkannya teori sosiologi yg membahas interaksi sosial
Perkembangan sosiologi dari abad XIX ke abad XX sangat pesat, sehingga banyak muncul berbagai aliran
berfikir (school of thought) yang sangat bervariasi. Selain itu, teori-teori dan aliran atau warna berfikir
para ahli tersebut dapat dikelompokkan didalam beberapa mahzab yang banyak dipengaruhi oleh ilmuilmu lain, seperti geografi, biologi, antropologi

Referensi
1.
2.
3.
4.
5.

Soerjono, Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. 2012
Maryati, Kun. Sosiologi SMA dan MA Kelas X. Jakarta: ESIS. 2001
Budiati, Atik Catur. Sosiologi Kontekstual. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas. 2009
http://monster007.blogdetik.com/menulis-karya-ilmiah/sejarah-perkembangan-sosiologi/
http://afidburhanuddin.files.wordpress.com/2012/11/spencer3_ed.pdf