REVITALISASI SISTEM PERENCANAAN dan PEMBANGU

REVITALISASI SISTEM
PERENCANAAN
PEMBANGUNAN
NASIONAL
MUHAMMAD TAUFIQ
KODRAT WIBOWO

Jakarta, September 2011

0

DAFTAR ISI

BAB I

BAB II

BAB III

PENDAHULUAN
1.1.


Latar Belakang

3

1.2.

Permasalahan

8

1.3.

Tujuan

9

1.4.

Keluaran


9

1.5.

Metode Penelitian

9

1.6.

Kerangka Penulisan

9

KERANGKA KONSEP

11

2.1. Konsep dan Paradigma Perencanaan Pembangunan


11

2.2. Perubahan Paradigma Perencanaan Pembangunan

20

2.3. Perencanaan Substantif dan Prosedural

28

2.4. Perencanaan Pembangunan Sebagai Kebijakan Publik

29

2.5. Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan

33

2.6. Perbandingan Sistem Perencanaan di Beberapa Negara


39

PERMASALAHAN DALAM SISTEM PERENCANAAN
PEMBANGUNAN DI INDONESIA
3.1. Masalah Hubungan Perencanaan dan Penganggaran

44

3.2. Level Konseptual

46

3.3. Level Kebijakan

49

3.4. Level Kelembagaan

58


3.5. Level Teknis

62

44

1

BAB IV

BAB V

ARAH REVITALISASI SISTEM PERENCANAAN
PEMBANGUNAN
4.1. Menuju Sistem Perencanaan yang Ideal

68

4.2. Penguatan Peran Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah


69

4.3. Sinergitas Pusat dan Daerah

69

4.4. Sinergitas Antar Lembaga Kementrian di Tingkat Pusat dan Daerah

70

4.5. Basis Evaluasi dalam Siklus Proses Perencanaan

71

4.6. Manajemen Evaluasi Kinerja

72

4.7. Arah Penataan Tingkat Kebijakan Sistem Perencanaan Pembangunan


72

4.8. Arah Penataan Tingkat Kelembagaan dalam Mendukung Perencanaan
Pembangunan yang Efektif dan Efisien

73

4.9. Penguatan Aspek Spasial dalam Sistem Perencanaan Pembangunan

73

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

76

5.1. Kesimpulan

76


5.2. Rekomendasi

77

Daftar Pustaka

68

78

Lampiran

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Tidak dipungkiri bahwa pemerintah/negara memiliki kedudukan dan peranan sangat penting

terhadap masalah perencanaan, yaitu terhadap berhasil atau tidaknya pembangunan yang
dilakukan, apakah pembangunan telah sesuai dengan apa yang ingin dicapai suatu negara.
Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, terjadi perubahan yang mendasar dalam proses
Perencanaan Pembangunan Nasional yang juga berpengaruh pada proses Perencanaan
Pembangunan Daerah, perubahan mendasar pada proses perencanaan pembangunan dapat
dilihat dalam gambar berikut:

2

Gambar 1.1 Perubahan Paradigma Perencanaan

Perubahan mendasar paradigma perencanaan ditunjukkan pada proses Perencanaan
Pembangunan Nasional yang lama lebih menekankan pada daftar usulan dengan membuat
“Shopping List” kegiatan sebanyak-banyaknya, seindah-indahnya dan tidak terbatas,
sehingga proses perencanaan pembangunan yang lama dianggap hanya sesuai dengan
keinginan bukan kebutuhan, sedangkan Proses perencanaan pembangunan pada saat imi lebih
menekankan pada rencana kerja atau “working plan” sebagai proses dari: (1) input yang
berupa keuangan, tenaga kerja, fasilitas, dan lain-lain; (2) Kegiatan (proses); (3)
Output/outcomes. Dimulai dengan informasi tentang ketersediaan sumber daya dan arah
pembangunan nasional, sehingga perencanaan bertujuan untuk menyusun hubungan optimal

antara input, proses, dan output/outcomes atau dapat dikatakan sesuai dengan kebutuhan,
dinamika reformasi dan pemerintahan yang lebih demokratis dan terbuka, sehingga
masyarakatlah yang paling tahu apa yang dibutuhkannya.
Di dalam proses perencanaan peran serta masyarakat mutlak diperlukan sebab di dalam
pembangunan masyarakat tidak hanyak sebagai objek tetapi subjek pembangungan.
Perencanaan pembangunan baik ditingkat pusat maupun daerah partisipasi masyarakat wajib
untuk didengar dan dipertimbangkan oleh pemerintah. Kepentingan masyarakat tersebut yang
terwakilkan oleh wakil – wakilnya dalam fungsi legislatif. Dobell & Ulrich (2002)
menyatakan bahwa peran penting legislatif adalah mewakili masyarakat, pemberdayaan
pemerintah, dan mengawasi kinerja pemerintah. Ketiga peran ini menempatkan legislatur
berkemampuan memberikan pengaruh signifikan terhadap kebijakan pemerintah.
GBHN yang selama orde baru dijadikan landasan dalam perencanaan, sesuai kebijakan
otonomi daerah membawa implikasi akan perlunya kerangka kebijakan yang mengatur sistem
perencanaan pembangunan nasional yang bersifat sistematis, harmonis, dan berkelanjutan.
Hal inilah yang menjadi landasan dikeluarkannya undang-undang No.25 tahun 2004 tentang
sistem perencanaan pembangunan nasional (SPPN).

3

Dalam hubungannya dengan pengelolaan keuangan negara sendiri, UU No 25 tahun 2004

tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) merupakan suatu siklus yang
dapat digambarkan sebagai berikut :

Sumber: BPKP
Gambar 1.1 Hubungan SPPN dengan Pengelolaan Anggaran

Berdasarkan gambar diatas, terlihat hubungan antara Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (SPPN) dengan Sistem Administrasi Keuangan Negara (SAKN) dimana SPPN
merupakan tahap awal dari siklus APBN yang terkandung makna/hakikat pembangunan
yang akan dilaksanakan oleh seluruh bangsa Indonesia dalam mewujudkan kehendaknya,
kemudian berlanjut dengan fungsi–fungsi manajemen lainnya yang berdasarkan SAKN diatur
dengan berbagai ketentuan, diantaranya UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara di dalamnya juga mengatur proses
penganggaran daerah, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Sebagai konsekuensi dari SAKN maka sistim perencanaan pembangunan nasional di tingkat
pemerintahan pusat terpisah antara perencanaan program yang menjadi domain Bappenas dan
perencanaan penganggaran yang menjadi kewenangan Kementerian Keuangan. Meskipun
SPPN juga ditetapkan dengan UU tersendiri, tetapi harus tetap mengacu pada UUKN demi
keselarasan. Secara detail gambar 1.2. berikut memperlihatkan bagaimana UU SPPN terkait
dengan UU KN baik pada tingkat pemerintah nasional maupun tingkat daerah.

4

Sumber: Direktorat Otda Bappenas, 2010

Gambar 1.2. Proses Perencanaan dan Penganggaran Sesuai Amanat UU SPPN dan UU KN
Masalah yang sering timbul dari pemisahan urusan kewenangan antara proses perencanaan
dan penganggaran program adalah terjadi deviasi alokasi anggaran indikatif (dalam RKP)
menjadi anggaran definitif (dalam DIPA RKA-KL). Pelaksanaan koordinasi perencanaan dan
penganggaran yang terjadi selama ini tidaklah mengikuti prinsip money follow function
melainkan berdasarkan resource envelope yang disediakan oleh Kementerian Keuangan.
Jumlah resource envelope ini sepenuhnya ditentukan oleh Kementerian Keuangan, padahal
untuk menentukan besar anggaran definitif perlu melibatkan Bappenas sebagai implementasi
pentingnya keselarasan sesuai dengan yang diamanatkan UU SPPN dan UUKN. Dengan kata
lain Bappenas hanya terlibat sebagian dari proses perencanaan program dan penganggaran
yang diamanatkan oleh UU SPPN dan UUKN. Selain itu, ditenggarai masih terdapat banyak
loopholes pada proses perencanaan pembangunan yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti
multi tafsir terhadap aturan, buruknya kualitas dan mekanisme perencanaan serta proses
politik dalampengambilan kebijakan.
Sementara itu, kebijakan otonomi daerah dipayungi oleh UU No.32 tahun 2004 tentang
pemerintah daerah dan UU No 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan
daerah yang juga mengatur tentang hal yang berkaitan dengan perencanaan dan
penganggaran daerah. Sehingga, dalam kebijakan otonomi daerah tersebut diketahui bahwa
terdapat empat Undang-undang yang secara berhimpitan mengatur mengenai perencanaan
dan penganggaran. UU No.25 tahun 2004 mengatur khusus mengenai perencanaan,
sementara UU No. 17 tahun 2004 mengatur pengelolaan keuangan negara dan daerah.
Dipihak lain UU No.32 tahun 2004 dan UU No.33 tahun 2004 juga mengatur perencanaan
dan penganggaran di daerah. Dengan kata lain, perencanaan dan penganggaran di daerah
harus mengacu pada keempat Undang-undang ini. Mengingat bahwa keempatnya mengatur
substansi yang saling terkait, tidak menutup kemungkinan akan adanya multi interpretasi.
5

Disamping Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU No. 25 Tahun 2004), di dalam
lingkup perencanaan terdapat pula perencanaan keruangan atau tata ruang (Spatial Planning)
yang juga telah dilegalkan dalam payung hukum yaitu UU No. 26 Tahun 2007. Perencanaan
spasial lebih menekankan pada pembangunan fisik meskipun juga mempertimbangkan aspek
pembangunan lainnya secara garis besar. Secara lebih rinci mengenai kaitan antara
perencanaan ruang dengan SPPN yang dituangkan dalam dokumen – dokumen perencanaan
sesuai dengan Undang – undang dan juga dalam hubungannya antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah dapat digambarkan melalui Gambar 1.2.
Berdasarkan gambar 1.3. terlihat bahwa terlihat bahwa Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) merupakan rencana jangka panjang (20 tahun) dan RTRWN
(Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional) yang juga merupakan rencana jangka panjang (20
tahun) mempunyai hubungan yang saling terkait, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(RTRWN) tidak mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).
Hubungan antara perencanaan pembangunan dan perencanaan keruangan akan menuntun
pada terwujudnya perencanaan dan tujuan dari proses perencanaan.
Pemerintah menyadari akan pentingnya perencanaan itu diadakan sebelum sampai pada tahap
pelaksanaan pembangunan itu sendiri, terbukti dengan adanya Badan Perencanaan
Pembangunan baik di pusat maupun di daerah yang bertugas untuk menyusun perencanaan
pembangunan dan penilaian atas pelaksanaannya. Oleh karena itu pemerintah memandang
perlu untuk membentuk suatu badang tertentu sebagai badan perencanaan pembangunan,
yang dimaksudkan agar melalui pembentukan badan ini, tugas perencanaan pembangunan
dapat berjalan dengan baik sehingga maksud dan tujuan pembangunan dapat tercapai.

Sumber : Penataan Ruang Wilayah dalam Perencanaan Pembangunan Daerah (Ananto Yudono)
6

Gambar 1.2. Hubungan Dokumen Perencanaan dalam SPPN

Dalam rangka usaha peningkatan keserasian pembangunan di daerah diperlukan adanya
peningkatan keselarasan antara pembangunan sektoral dan pembangunan daerah juga dalam
rangka usaha menjamin laju perkembangan, keseimbangan dan kesinambungan
pembangunan di daerah, diperlukan perencanaan yang lebih menyeluruh terarah dan terpadu
sehingga sebagai realisasinya di daerah dibentuk Badan Pembangunan Daerah yang disingkat
dengan Bappeda dibentuk pertama kali berdasarkan keputusan Presiden Nomor 15 tahun
1974 yaitu tentang: ”Pembentukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah” yang berlaku
mulai tanggal 18 Maret 1974 yang kemudian dicabut dengan keluarnya keputusan Presiden
Nomor 27 tahun 1980 tentang Pembentukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, yang
mulai berlaku pada tanggal 29 Maret 1980. Bappeda adalah Badan staf yang langsung berada
dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah yang bersangkutan. UU No. 25 tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Menyebabkan peran dan ruang
lingkup Bappeda semakin lebih luas, tidak hanya mencakup perencanaan pembangunan
pemerintah daerah, tetapi sudah mencakup kepada aspek perencanaan yang lebih luas lagi
yaitu mencakup bidang pengembangan kebijakan publik di daerah.
Seiring perjalanan waktu, dinamika pembangunan telah membuat banyak perubahan pada
paradigma maupun tata cara yang diinginkan utamanya dalam memperkuat kembali posisi
UU SPPN yang terlihat statis dalam lingkungan yang cepat sekali berubah terutama terlihat
pada upaya berjalannya revisi dan perbaikan pada perangkat UU lain yang terkait diantaranya
UU No. 32 dan 33 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah. Usulan kebijakan terkait dengan revitalisasi Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN) bertujuan untuk mewujudkan koordinasi perencanaan
pembangunan Nasional yang lebih terintegrasi, terpadu, sistematis dan komprehensif
sehingga tujuan yang ingin dicapai oleh perencanaan pembangunan nasional tersebut dapat
terwujud. Untuk ini terdapat dua hal yang harus dibenahi yaitu penyusunan dari: (i)
perencanaan program yang tepat sasaran dan (ii) perencanaan penganggaran yang lebih
efektif dan efisien. Termasuk dalam kategori revitalisasi atas sistim perencanaan (terkait
dengan perencanaan programnya) adalah bahwa program-program yang disusun adalah
benar-benar bertujuan untuk menyelesaikan tantangan dan hambatan pembangunan (prioritas
nasional)1. Selanjutnya dalam penyusunan perencanaan penganggaran harus menggunakan
prinsip “money follow function”. Artinya penyusunan perencanaan program dan
penganggarannya harus dilaksanakan secara bersama-sama, tetapi dengan menentukan
program prioritas pembangunan terlebih dahulu. “Concern” pada kaitan aspek perencanaan
dengan penganggaran pembangunan utamanya adalah aspek yang ingin dibahas pada kajian
ekonomi karena erat kaitannya dengan keuangan publik atau ekonomi sektor publik
Sehubungan hal tersebut di atas, maka perlu disiapkan naskah untuk revitalasi perencanaan
pembangunan secara utuh. Penyusunan ini dilakukan bersamaan dengan sedang berjalannya
proses revisi dan pembahasan revisi beberapa UU yang erat kaitannya dengan proses
perencanaan pembangunan yaitu: UU No. 32 tentang Pemerintahan Daerah oleh Kemendagri,
UU No. 33 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah oleh Kemenkeu, dan UU No.
17 tentang Keuangan Negera oleh DPR. Naskah akademik Revitalisasi SPPN ini disusun
1 Prioritas Nasional dalam RPJM 2010-2014 terdiri dari 11 buah ditambah 3 menjadi 14 buah.

Untuk ini diperlukan strategi khusus atau reformulasi untuk keperluan pelaksanannya yang efektif
misalnya dipisahkan antara prioritas program dan prioritas sektor.
7

untuk mengantisipasi hasil-hasil revisi-revisi tersebut di atas dan lebih jauh lagi
mengakomodasi perkembangan peran daerah dalam pembangunan nasional. Selain itu,
naskah akademik ini diperlukan juga untuk mengantisipasi perubahan arah koordinasi
perencanaan pembangunan yang memberi penguatan lebih kepada peran pemerintah provinsi
dalam hal ini peran Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Terkait dengan ini telah
diterbitkan Revisi PP 19 dengan PP 23 Tahun 2011 dan Surat Edaran Bersama Bappenas,
Kemenkeu dan Kemendagri tentang penguatan peran Gubernur. Perkembangan dan isu
terkini yang terkait dengan fungsi pengawasan, percepatan pembangunan ekonomi serta
Master Plan Ekonomi juga menjadi pertimbangan perlunya SPPN direvitalisasi.

1.2. Permasalahan
Bertolak dari paparan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, dapat dirumuskan
beberapa permasalahan yang dapat ditelaah lebih lanjut dalam kegiatan ini adalah:
1.
2.
3.

Bagaimana Sistem Perencanaan Pembangunan nasional seharusnya dibangun?
Apa Permasalahan/kelemahan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional yang
ada saat ini?
Apa upaya yang perlu dilakukan untuk memperkuat sistem perencanaan pembangunan
nasional?

1.3. Tujuan
Naskah akademis tentang Revitalisasi SPPN diharapkan menjadi salah satu bahan masukan
dalam rangka memposisikan kembali sistem perencanaan pembangunan yang lebih baik
sesuai dengan UU SPPN dan substansi perencanaan dan penganggaran pembangunan
nasional dalam sistem pemerintahan yang menganut asas desentralisasi dan otonomi daerah.
Naskah ini diharapkan pula menjadi fondasi kuat untuk wacana merevisi UU No.25/2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) kedepan, terlebih dengan
timbulnya kesadaran untuk perlunya mengantisipasi serta menyesuaikan UU SPPN terhadap
berbagai perubahan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan sistem
perencanaan dan pembangunan nasional.

Secara detail berikut adalah tujuan dari kegiatan ini:
 Menyusun konsep ideal Posisi Perencanaan dalam konteks Pengelolaan Negara
 Mengidentifikasi permasalahan dan kebutuhan bagi penguatan sistem perencanan
pembangunan yang mampu menjamin tercapainya sinkronisasi dan sinergi perencanaan
dan penganggaran antar tingkat pemerintah
 Menyusun rekomendasi untuk lebih meningkatkan keterkaitan dan konsistensi antara
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi pembangunan
nasional
1.4. Keluaran
8

Sedangkan keluaran dari kegiatan ini diharapkan dapat tersusun laporan naskah akademis
yang berisi rekomendasi revitalisasi sistem perencanaan pembangunan nasional yang memuat
beberapa isu strategis antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.

Revisi/perubahan UU terutama UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No
33/2004;
Isu penguatan peran propinsi sebagai wakil pemerintah pusat;
Isu penguatan peran Bappenas, Kemenkeu dan Kemendagri sebagai 3 pilar kekuatan
koordinator perencanaan dan penganggaran baik di pusat dan daerah;
Isu peningkatan efektifitas pelaksanaan program/kegiatan pembangunan nasional; dan
Isu revitalisasi pelaksanaan (Musrenbangnas) Musyawarah Pembangunan Nasional.

1.5.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara riset kepustakaan dan metode diskusi sebagai ilustrasi
untuk revitalisasi Sistem Perencanaan Pembangungan Nasional.
1.6. Kerangka Penulisan
Kerangka penulisan dari laporan penelitian ini terdiri dari lima bab, yaitu:
Bab I

Pendahuluan berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan, output yang
diharapkan, metode penelitian dan kerangka penulisan.

Bab II

Kerangka Berpikir berisi Konsep Perencanaan Pembangunan, Perencanaan
Pembangunan sebagai Kebijakan Publik, Perencanaan dan Penganggaran
Pemerintah dan Perbandingan Sistem Perencanaan di Beberapa Negara

Bab III

Permasalahan dalam Sistem Perencanaan Pembangunan di Indonesia berisi
level konsep, level kebijakan, level kelembagaan dan level teknis operasional.

Bab IV

Arah Revitalisasi Sistem Perencanaan Pembangunan berisi arah penataan
tingkat kebijakan sistem perencanaan pembangunan, arah penataan tingkat
kelembagaan dalam mendukung perencanaan pembangunan yang efektif dan
efisien dan arah penataan tingkat operasional

Bab V

Kesimpulan dan Rekomendasi

9

BAB II
KERANGKA KONSEP

2.1. Konsep dan Paradigma Perencanaan Pembangunan
Secara umum, perencanaan adalah suatu proses yang melibatkan penentuan sasaran atau
tujuan organisasi, menyusun strategi yang menyeluruh untuk mencapai sasaran yang
ditetapkan, dan mengembangkan hierarki rencana secara menyeluruh untuk mengintegrasikan
dan mengkoordinasikan kegiatan. Maksud dari perencanaan adalah untuk memberikan arah,
mengurangi dampak perubahan, memperkecil pemborosan, dan untuk menentukan standar
yang digunakan dalam pengendalian (Robbins dan Coulter, 1999: 200). Perencanaan juga
merupakan sebuah analisis yang menyeluruh dan sistematis dalam mengembangkan sebuah
rencana kegiatan.
Disadari bahwa terdapat banyak sekali perbedaan dari definisi perencanaan bila melihat studi
literatur yang tersedia. Cuningham (1993) menyatakan bahwa perencanaan adalah
menyeleksi dan menghubungkan pengetahuan, fakta, imajinasi, dan asumsi untuk masa yang
akan datang dengan tujuan memvisualisasi dan memformulasi hasil yang diinginkan, urutan
kegiatan yang diperlukan, dan perilaku dalam batas-batas yang dapat diterima dan digunakan
dalam penyelesaian. Perencanaan dalam pengertian ini menitikberatkan kepada usaha untuk
menyeleksi dan menghubungkan sesuatu dengan kepentingan masa yang akan datang serta
usaha untuk mencapainya. Definisi lain menyatakan bahwa perencanaan adalah hubungan
antara apa yang ada sekarang dengan bagaimana seharusnya yang berkaitan dengan
kebutuhan, penentuan tujuan, prioritas, program,dan alokasi sumber.
Perencanaan mempunyai makna yang komplek, perencanaan didefinisikan dalam berbagai
bentuk tergantung dari sudut pandang, latar belakang yang mempengaruhinya dalam
mendefinisikan pengertian perencanaan. Perencanaan adalah perhitungan dan penentuan
tentang sesuatu yang akan dijalankan dalam mencapai tujuan tertentu, oleh siapa, dan
bagaimana. Perencanaan dalam arti luas adalah proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan
secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.
Kaufman (1996) mengatakan bahwa perencanaan adalah suatu proyeksi tentang apa yang
dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan secara sah dan berdaya guna. Dari pendapat
Kaufman tersebut dapat dipahami bahwa perencanaan merupakan sesuatu yang menjadi
keperluan dalam sebuah system untuk mendukung tercapainya tujuan. Tidak itu saja selain
mendukung tercapainya tujuan suatu system maupun lembaga perencanaan yang
dipersiapkan hendaknya bermanfaat secara aplikasi, dan lebih penting adalah dikerjakan dan
disusun berdasarkan kepatutan serta tidak melanggar norma yang berlaku. Menurut Kaufman
dalam perencanaan mengandung elemen-elemen sebagai berikut, pertama mengindentifikasi
dan mendokumentasikan kebutuhan. Kedua, menentukan kebutuhan-kebutuhan yang bersifat
prioritas. Ketiga, memperinci spesifikasi hasil yang dicapai dari tiap kebutuhan yang
dipioritaskan. Keempat, mengidentifikasi persyaratan untuk mencapai tiap-tiap alternatif.
Kelima, mengidentifikasi strategi alternatif yang memungkinkan, termasuk di dalamnya
peralatan untuk melengkapi tiap persyaratan untuk mencapai kebutuhan, untung rugi berbagai
latar dan strategi yang digunakan.
10

Perencanaan juga merupakan aplikasi dari pemikiran yang tersusun untuk mencapai
keinginan bersama. Dengan demikian perencanaan yang di susun merupakan konsep yang
aplikatif dan oprasional. Dapat juga merupakan aktifitas untuk mengambil keputusan. Hal
senada juga dikatakan oleh George R. Terry dengan definisi POAC bidang ilmu management
bahwa perencanaan merupakan aktifitas pengambilan keputusan tentang apa yang harus
dilakukan, di mana, kapan dilakukan, bagaimana melakukan dan siapa yang akan melakukan,
sehingga tercapainya tujuan yang dinginkan.
Dengan demikian perencanaan adalah usaha untuk menggali siapa yang bertangungjawab
terhadap berbagai aktifitas tertentu untuk mencapai tujuan bersama. Aktifitas tersebutkan
tergambar dalam sebuah perencanaan yang matang dan komprehensif. Hal ini dapat dipahami
dari pendapat George R. Terry tersebut. Di sisi lain, perencanaan dapat dikatakan sebagai
usaha mencari penangggungjawab terhadap berbagai rumusan kebijakan untuk dilaksanakan
bersama sesuai dengan bidang masing-masing.
Jadi dapat disimpulkan, perencanaan adalah suatu proses pengembangan dan
pengkoordinasian secara menyeluruh dari apa yang sudah ada sekarang untuk menjadi lebih
baik agar dapat mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan, pembangunan merupakan suatu proses perubahan kearah yang lebih baik melalui
upaya yang dilakukan secara terencana (Kartasasmita,1994), pembangunan juga sebagai
suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan
secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah. Pembangunan adalah sebagai sebuah
proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial,
sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping, tetap mengejar akselerasi
pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan
(Todaro, 2000: 20)
Pembangunan juga diartikan sebagai suatu proses perubahan sosial dengan partisipasi yang
luas dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan untuk mencapai kemajuan sosial dan
material (termasuk bertambah besarnya keadilan, kebebasan dan kualitas lainnya yang
dihargai) untuk mayoritas rakyat melalui kontrol yang lebih besar terhadap lingkungan
mereka.
Berdasarkan literatur-literatur ekonomi, pembangunan lebih sering didefinisikan sebagai
suatu proses yang berkesinambungan dari peningkatan pendapatan riil per kapita melalui
peningkatan jumlah dan produktivitas sumber daya. Pembangunan ekonomi digunakan secara
bergantian dengan istilah seperti pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan ekonomi, kemajuan
ekonomi dan perubahan jangka panjang. Schumpeter dan Ursula Hicks, menarik perbedaan
yang lebih lazim antara istilah pembangunan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi.
Pembangunan ekonomi mengacu kepada negara terbelakang sedang pertumbuhan mengacu
kepada masalah negara maju. Namun, ada juga pakar yang menganggap tidak terdapat
perbedaan antara pembangunan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi karena mengacu
kepada suatu peralihan ke sesuatu yang baru dari sesuatu yang lama, yang telah lama
dipergunakan. Pertumbuhan merupakan acuan kepada kemajuan dan pembangunan hanyalah
sebagai variasi. Pembangunan ekonomi juga tidak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi,
11

pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan
ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi.
Pengertian pertumbuhan ekonomi diberikan oleh Bannock dkk dalam “A Dictionary of
Economics” merupakan proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang
diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu negara dikatakan mengalami
pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya
pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.
Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat
kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi
yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya
pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan
alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, sosial
dan teknik.
Ada dua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yaitu faktor
ekonomi dan faktor non ekonomi. Faktor ekonomi yang memengaruhi pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi diantaranya adalah sumber daya alam meliputi tanah dan kekayaan
alam, sumber daya manusia yang menentukan keberhasilan pembangunan nasional melalui
jumlah dan kualitas penduduk, sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah
bahan mentah tersebut, dan keahlian atau kewirausahaan. Sedangkan, faktor non ekonomi
mencakup kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat, keadaan politik, kelembagaan, dan
sistem yang berkembang dan berlaku.
Teori pembangunan ekonomi dapat digolongkan menjadi lima golongan besar yaitu Klasik,
Karl Marx, Neoklasik, Scumpeter, dan Post Keynesian. Aliran-aliran ini mengemukakan
sebab-sebab pertumbuhan pendapatan nasional dan proses pertumbuhannya. Teori
pembangunan ekonomi sendiri dapat ditelusuri setidaknya sejak abad ke-18.
Menurut Adam Smith (1776) proses pertumbuhan diawali apabila perekonomian mampu
melakukan pembagian kerja. Teori ini didasarkan pada lingkungan social ekonomi yang
berlaku di Inggris dan bagian – bagian tertentu di Eropa. Teori yang mengasumsikan adanya
pembagian masyarakat secara jelas antara kapitalis dan para buruh. Adam Smith menyakini
bahwa pembagian kerja akan meningkatkan daya produktivitas tenaga kerja yang pada
gilirannya akan meningkatkan pendapatan.
Aliran klasik lainnya yaitu Malthus (1798), memandang bahwa terdapat hubungan
pembangunan ekonomi dengan pertumbuhan penduduk dimana negara yang hanya
mengalami pertambahan penduduk saja, usaha peningkatan kesejahteraan akan berjalan
sangat lambat. Tambahan permintaan tergantung kepada kenaikan jumlah penduduk yang
terus menerus. Namun, hal itu juga perlu diikuti oleh perkembangan unsur lain seperti
turunnya biaya produksi dan kenaikan jumlah capital. Apabila jumlah produksi bertambah
maka secara otomatis permintaan akan ikut bertambah pula karena pada hakekatnya
kebutuhan manusia tidak terbatas.
12

Malthus mengajukan beberapa saran dalam meningkatkan pembangunan ekonomi yaitu
pertama, pertumbuhan berimbang, dimana Malthus membagi perekonomian yaitu sektor
pertanian dan sektor industri. Kemajuan teknologi pada kedua sektor itulah yang dapat
membawa kepada pembangunan ekonomi dan kedua, menaikkan permintaan efektif, tidak
hanya kemajuan teknologi dapat mendorong pembangunan kecuali kalau permintaan efektif
meningkat.
Teori David Ricardo yang sangat dipengaruhi dari teori perkembangan penduduk dari
Malthus dan teori hasil lebih yang semakin berkurang, mengungkapkan pandangannya
mengenai pembangunan ekonomi dengan cara yang tidak sistematis. Ricardo menekankan
pentingnya pembangunan pertanian dalam pertumbuhan ekonomi, sebab pembangunan
industri tergantung pada sektor ini. Disamping itu, Teori Ricardo juga memperlihatkan
pentingnya perluasan berbagai sumber tabungan dan kenaikan tingkat keuntungan sebagai
pemupukan modal atau keuntungan. Menurut Ricardo ada kecenderungan alamiah bahwa
tingkat keuntungan akan menurun dalam perekonomian, sehingga negara akhirnya mencapai
keadaan stationer. Apabila pemupukan modal meningkat sebagai akibat meningkatnya
keuntungan, maka jumlah keseluruhan produksi meningkat sehingga dana upah meningkat.
Dengan meningkatnya dana upah, penduduk akan meningkat yang pada gilirannya akan
menaikkan permintaan gandum dan harganya. Dengan jumlah penduduk meningkat. sedang
tanah tetap, maka kualitas tanah yang kurang baik terpaksa diolah untuk memenuhi
permintaan gandum yang meningkat. Akibat dari penggunaan tanah yang semakin luas, sewa
tanah akan naik. Hal ini akan mengurangi bagian dari pemilik modal dan buruh. Akibatnya
keuntungan menurun begitu juga upah cenderung jatuh ke tingkat yang cukup untuk hidup
secara minimal Sebaliknya pendapatan tuan tanah dari sewa akan mengalami peningkatan.
Proses naiknya sewa dan menurunnya keuntungan ini berlanjut terus sampai out put dari
tambahan tanah menyamai upah minimal dari buruh yang dipekerjakan. Akhirnya
keuntungan adalah sama dengan nol. Tibalah apa yang disebut keadaan stationer.
Untuk mengatasi keadaan stationer tersebut dapat diatasi dengan adanya perkembangan/
kemajuan dibidang teknologi dan tuan tanah mau menggunakan pendapatan yang diterimanya
untuk pembentukan modal. Kenaikan produktivitas yang tinggi disertai dengan adanya
kemajuan di bidang teknologi mengakibatkan tingkat pendapatan pengusaha tinggi, tingkat
upah juga tinggi dengan tingkat pendapatan yang tinggi ini maka dapat untuk usaha yang
lebih besar lagi maka proses pertumbuhan ekonomi dapat berjalan terus. Namun demikian
proses ini tidak dapat berlangsung terus karena penduduk terus bertambah yang
mengakibatkan tingkat upah menjadi menurun, pendapatan pengusaha juga menurun. Dengan
demikian kemajuan di bidang teknologi hanya bersifat memperlambat proses.
Berikutnya, Teori John Stuart Mill yang sependapat dengan Adam Smith mengemukkan
bahwa spesialisasi atau pembagian kerja akan mempertinggi keahlian pekerja, memperbaiki
organisasi produksi dan mendorong dilakukannya inovasi sehingga akan mempertinggi
tingkat produktivitas dan mempelancar pembangunan ekonomi. Suatu spesialisasi luas ini
dibatasi oleh luas pasar. Sedangkan Mengenai pandangan penduduk, Teori John Stuart Mill
13

ini sejalan dengan Ricardo yaitu penduduk akan semakin meningkat terus, luas tanah tetap
sehingga berlaku hukum hasil lebih yang semakin berkurang yang selanjutnya
mengakibatkan keadaan stationer.
Sumbangan yang penting dari Mill dalam pembangunan ekonomi ini adalah mengenai faktorfaktor non ekonomi seperti Kepercayaan masyarakat, kebiasaan – kebiasaan berpikir
masyarakat, adat istiadat ataupun corak institusi. Mill berpendapat bahwa faktor-faktor
tersebut merupakan faktor-faktor yang penting yang menyebabkan ketiadaan pembangunan
ekonomi di Asia. Di samping itu tingkat pengetahuan masyarakat akan mempengaruhi
pembangunan ekonomi, sebab tingkat pengetahuan ini akan menentukan tingkat kemajuan
industri yang dapat dicapai. Kaum klasik seperti Adam Smith, Malthus, David Ricardo dan
Mill pada dasarnya banyak membahas masalah-masalah mikroekonomi, yang dalam
perkembangan selanjutnya teori tersebut dikembangkan lebih lanjut oleh kaum neo klasik.
Pada abad 19, Karl Marx menggabungkan berbagai aliran pemikiran meliputi distribusi sosial
dari sumber daya, mencakup karya Adam Smith, juga pemikiran socialism dan
egalitarianism, dengan menggunakan pendekatan sistematis pada logika yang diambil dari
George Wilhelm Friedrich Hegel untuk menghasilkan Das Kapital. Ajarannya banyak dianut
oleh mereka yang mengkritik ekonomi pasar selama abad 19 dan 20. Karl Marx
Mengemukakan teorinya berdasarkan atas sejarah perkembangan masyarakat. Perkembangan
masyarakat tersebut berlangsung dalam lima tahap yaitu: masyarakat primitif (sifatnya masih
sangat sederhana, tidak ada surplus produksi karena masyarakat membuat sendiri barangbarang yang mereka butuhkan), masyarakat perbudakan (masyarakat yang tidak memiliki
modal dijadikan budak), masyarakat feodal (kaum bangsawan yang memiliki tanah),
masyarakat kapitalis (memperkerjakan kelas buruh karena mereka tidak memiliki alat
produksi), masyarakat sosial (kepemilikan alat-alat produksi didasarkan atas hak milik social,
memberi kesempatan kepada manusia untuk maju baik dilapangan produksi maupun didalam
kehidupan).
Pendapat Karl Marx didasarkan pada kapitalis akan mengalami suatu keruntuhan dalam
jangka panjang dan atas dasar ini maka komunis mendirikan bangunan besarnya. Analisa
Marx merupakan suatu pengamatan yang paling tajam mengenai proses pembangunan
kapitalis. Analisa ini memberikan pengaruh yang kuat dalam menentukan kebijakan yang
dilakukan oleh Uni Soviet (dahulu), Cina dan negara komunis lainnya.
Selanjutnya, Aliran Neo-Klasik banyak menyumbangkan pendapatnya terhadap teori tingkat
suku bunga dan dengan demikian banyak membahas masalah akumulasi kapital. Menurut
Kaum Neo-Klasik, tingkat bunga dan tingkat pendapatan menentukan tingginya tingkat
tabungan, tingkat bunga juga menentukan tingginya tingkat investasi, jika tingkat bunga
rendah maka investasi akan tinggi dan sebaliknya (Akumulasi Kapital). Perkembangan
ekonomi terjadi sebagai proses yang gradual. Perkembangan juga sebagai proses yang
harmonis dan kumulatif, maksudnya adalah proses ini melibatkan faktor yang tumbuh
bersama, sebagai contoh adalah perkembangan industri itu tergantung pada baiknya
pembagian kerja di antara para buruh. Selain itu, kaum Neo-Klasik optimis bahwa manusia
14

mampu untuk mengatasi terbatasnya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi juga
memerlukan aspek internasional.
Bagi Neo-Klasik hal yang terpenting adalah adanya kemampuan untuk selalu menabung dan
berhemat. Disamping Pemerintah selalu berusaha untuk mengatasi permasalahanpermasalahan yang ada. Suatu negara dalam perkembangan ekonomi akan mengalami
tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Pada awalnya suatu negara merupakan negara peminjam atau impor kapital (immatture
debtor)
2. Setelah kapital tersebut memberikan hasil, mulai negara tersebut membayar deviden dan
bunga atas pinjaman kapital tersebut.
3. Setelah pendapatan nasionalnya meningkat terus, maka sebagian dari penghasilan
tersebut digunakan untuk melunasi hutang dan sebagian lagi dipinjamkan ke negara lain
yang membutuhkan. Akan tetapi deviden dan bunga yang harus dibayar masih melebihi
deviden dan bunga yang diterima dari negara lain. Maka negara tersebut termasuk negara
dengan tingkat debitur yang sudah mapan (mature debtor).
4. Akhirnya negara tersebut hanya menerima deviden dan bunga saja dari negara lain.
Negara tersebut sekarang sudah pada tingkat kreditur yang sudah mapan (mature
creditor).
Masih dalam aliran Neo-Klasik, Teori Keynes banyak ditujukan untuk negara kapitalis maju
dari pada negara berkembang. Menurutnya pendapatan total merupakan fungsi dari pekerjaan
total dalam suatu negara. Semakin besar pendapatan nasional, semakin besar volume
pekerjaan yang dihasilkannya demikian pula sebaliknya. volume pekerjaan tergantung pada
permintaan efektif. Permintaan efektif ini terdiri dari permintaan untuk konsumsi dan
investasi. Sedang permintaan konsumsi sangat tergantung pada kecenderungan untuk
berkonsumsi (MPC) yang kenaikannya tidak secepat kenaikan pendapatan.
Perbedaan antara besarnya pendapatan dan konsumsi dapat diatasi dengan adanya investasi.
Bila jumlah investasi tidak terpenuhi maka harga akan turun. Akibatnya pendapatan dan
pekerjaan akan turun sampai perbedaan tersebut terpenuhi. Volume investasi ini tergantung
pada efisiensi marginal dari modal dan suku bunga. Hal ini merupakan tingkat hasil yang
diharapkan dari aktiva modal baru. Kenaikan dalam volume investasi akan mengakibatkan
naiknya pendapatan dan selanjutnya akan meningkat konsumsi masyarakat.
Teori pembangunan ekonomi selanjutnya didasarkan kepada teori Schumpeter. Joseph Alois
Schumpeter pertama kali mengemukakan teori pertumbuhan ekonominya dalam buku Theory
of economic Development yang terbit di Jerman tahun 1911, yang kemudian diuraikan dan
direvisi dalam Business Cycles tahun 1939 dan Capitalism, Sosialicism, and Democracy pada
tahun 1942 tanpa ada perubahan yang berarti.
Menurut Schumpeter pembangunan ekonomi merupakan perubahan spontan dan terputusputus (discontinous), yaitu merupakan gangguan-gangguan terhadap keseimbangan yang
telah ada. Pembangunan ekonomi disebabkan oleh adanya perubahan-perubahan terutama
dalam lapangan industri dan perdagangan. Adanya wiraswasta (Enterpreneur), innovator,
15

yang melaksanakan kombinasi-kombinasi baru faktor produksi, seperti: mengemukakan atau
mengenalkan barang-barang baru atau barang-barang berkualitas baru yang belum dikenal
oleh konsumen, mengenalkan suatu metode produksi yang baru, pembukaan pasar baru bagi
perusahaan, penemuan sumber-sumber ekonomi baru, menjalankan organisasi baru dalam
industri. Sehingga dapat disimpulkan bahwa individu adalah tiap perubahan dalam fungsi
produksi yang akan mempengaruhi kenaikan hasil produksi. Schumpeter berkeyakinan sistem
kapitalisme merupakan sistem yang paling baik untuk menciptakan pembangunan ekonomi
yang pesat. Namun demikian dalam jangka panjang kapitalis akan mengalami keadaan tidak
berkembang atau stagnan.
Terakhir, teori Post Keynesian, Teori-teori yang dikemukan sejak Perang Dunia II yang
umumnya mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Keynes. Pemikiran Keynes ini
ditandai dengan adanya unsur-unsur dinamika dalam sistem analisis tentang proses dan
perkembangan ekonomi sehingga teori Keynes ini dapat terus berlangsung dan berkembang.
Sebagai salah satu contoh teori yang bersumber dari Keynes ini adalah teori yang
dikemukakan oleh Harrod.
Pokok pikiran Harrod berkisar pada masalah pertumbuhan ekonomi yang dapat berlangsung
secara terus menerus dalam pola keadaan ekuilibrium yang stabil. Menurut pendapat Harrod,
pertumbuhan yang stabil dan kontinu (pendapatan dan kesempatan kerja penuh) hanya bisa
dicapai jika dipenuhi kedua syarat yaitu berlangsungnya laju pertumbuhan yang warranted
atau laju pertumbuhan produksi dan pendapatan pada tingkat yang dianggap dari sudut
pandang para pengusaha/ investasi maupun laju pertumbuhan yang natural atau
laju
pertumbuhan produksi dan pendapatan yang ditentukan oleh kondisi dasar (fundamental
conditions) yang menyangkut antara lain : bertambahnya angkatan kerja, karena penduduk
bertambah dan meningkatnya produktivitas kerja, karena kemajuan di bidang teknologi.
Membicarakan teori Harrod pasti akan dikaitkan dengan teori dari Domar sehingga secara
implisit kedua teori ini seperti satu. Pada intinya analisanya berpusat pada penentuan keadaan
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan pendapatan riil yang terus menerus tanpa ada suatu
gangguan apa-apa. harrod dan Domar menakankan pada pentingnya peranan akumulasi
kapital dalam proses pertumbuhan. Bahwa akumulasi kapital akan menimbulkan pendapatan
dan di samping itu akan menaikkan kapasitas produksi dengan cara memperbesar persediaan
kapital.
Analisis Post Keynesian menggunakan anggapan berdasarkan atas keadaan waktu sekarang
seperti mengenai tingkat teknik tenaga kerja selera, dengan tidak memperhatikan keadaan
jangka panjang. Teori ini juga berpendapat bahwa apabilah jumlah penduduk bertambah
maka pendapatan rill perkapitah akan berkurang kecuali bila pendapat rill juga bertambah
Teori dan model pertumbuhan yang dihasilkan tersebut dijadikan panduan konsep
pembangunan, walaupun tidak semua teori atau model dapat digunakan, namun berbagai
pendapat mengenai peranan faktor pengeluaran termasuk buruh, tanah, modal dan pengusaha
dapat menjelaskan penyebab tidak terlaksananya pembangunan dalam sebuah negara. Pada
tahap awal, pendapatan per kapita menjadi alat ukur utama bagi pembangunan. Namun sesuai
16

dengan perubahan waktu, aspek pembangunan manusia dan pembangunan sumber daya alam
semakin ditekankan. Pembangunan sumber daya alam melihat kepada aspek manfaat kepada
generasi akan datang melalui kebijakan masa kini. Oleh karena itu konsep pembangunan dan
pertumbuhan tidak ditafsirkan dari perspektif ekonomi saja.
Pembangunan ekonomi sebuah negara pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kemakmuran
masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan distribusi pendapatan yang
merata. Kemakmuran dan pertumbuhan ekonomi tersebut dapat tercipta melalui bekerjanya
pasar secara efisien. Mekanisme pasar akan bekerja secara efisien apabila tersedia tata aturan
dan hukum-hukum pasar yang dilaksanakan dengan baik. Ketersediaan tata aturan dan hukum
tersebut mengundang peran para pembuat undang-undang (parlemen) dan pelaksana undangundang (pemerintah).
Menurut Rancangan awal rencana pembangunan jangka panjang nasional tahun 20052025,Pembangunan ekonomi adalah kemampuan ekonomi untuk tumbuh yang cukup tinggi,
berkelanjutan, mampu meningkatkan pemerataan dan kesejahteraan masyarakat secara luas,
serta berdaya saing tinggi didukung oleh penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan dan
teknologi di dalam mengembangkan sumber-sumber daya pembangunan.
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional, Pembangunan ekonomi diarahkan kepada pemantapan sistem ekonomi nasional
untuk mendorong kemajuan bangsa dengan ciri-ciri sebagai berikut.
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara.
3. Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas asas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional.
5. APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara dilaksanakan secara terbuka dan
bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
Terkait dengan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) tersebut, Deddy
Bratakusumah (2004) mengartikan perencanaan pembangunan sebagai suatu proses
perumusan alternatif-alternatif atau keputusan - keputusan yang didasarkan pada data-data
dan fakta-fakta yang akan digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian
kegiatan/aktifitas kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik (material) maupun non fisik
(mental/spiritual), dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik. Dapat dikatakan bahwa
Perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses perencanaan pembangunan yang
dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih baik
dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada, dan harus
memiliki orientasi yang berdifat menyeluruh lengkap, tapi tetap berpegang teguh pada azas
skala prioritas.
17

Proses perencanaan pembangunan dimulai dengan rencana pembangunan atau mungkin
hanya dengan formulasi kebijaksanaan- kebijaksanaan pembangunan yang efektif untuk
mencapai tujuan-tujuan pembangunan, kemudian diikuti dengan berbagai langkah-langkah
kegiatan formulasi rencana dan implementasinya, dapat diusahakan rencana itu bersifat
realistis dan dapat menanggapi masalah-masalah yang benar-benar dihadapi.
Pentingnya peranan perencanaan pembangunan menjadi bagian yang tak terhindarkan
sebagai suatu kebutuhan untuk menyusun rancangan kebijakan, program dan kegiatan yang
secara konsisten menuju pada cita-cita yang disepakati bersama. Fungsi perencanaan
diperlukan untuk menjelaskan dan memberikan mekanisme pengambilan keputusan yang
rasional dan bertanggungjawab atas berbagai pilihan.
Ciri-ciri perencanaan pembangunan adalah sebagai berikut :
a. Menghasilkan program-program yang bersifat umum.
b. Analisis perencanaan bersifat makro.
c. Lebih efektif dan efisien digunakan untuk perencanaan jangka menengah dan panjang.
d. Memerlukan pengetahuan secara interdisipliner, general dan universal, namun tetap
memiliki spesifikasi masing-masing yang jelas.
e. Fleksibel dan mudah untuk dijadikan sebagai acuan perencanaan pembangunan jangka
pendek.
Selanjutnya, Menurut Arsyad (1999: 23), fungsi-fungsi perencanaan pembangunan secara
umum adalah:
1.
2.

3.
4.
5.
2.2.

Dengan perencanaan, diharapkan terdapatnya suatu pengarahan kegiatan, adanya
pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan.
Dengan perencanaan, dapat dilakukan suatu perkiraan potensi-potensi, prospekprospek
pengembangan, hambatan, serta resiko yang mungkin dihadapi pada masa yang akan
datang.
Perencanaan memberikan kesempatan untuk mengadakan pilihan yang terbaik.
Dengan perencanaan, dilakukan penyusunan skala prioritas dari segi pentingnya tujuan.
Perencanaan sebagai alat untuk mengukur atau standar untuk mengadakan evaluasi.
Perubahan Paradigma Perencanaan Pembangunan

Sejak kemerdekaan hingga tahun 1960-an, berbagai upaya perencanaan pembangunan telah
dilakukan di Indonesia. Namun tidak satupun dari rencana-rencana tersebut mencapai tahap
yang matang dan membuahkan hasil yang memuaskan (Tjokroamidjoyo 1982).
Selanjutnya, Pada masa Orde Baru pemerintah berfokus pada pembangunan karena Indonesia
merupakan negara berkembang dan salah satu cara agar tujuan negara tercapai yakni negara
maju dengan mensejahterakan rakyatnya maka dibentuklah program atau perencanaan
pembangunan. Adapun teori pembangunan yang dianut pada perencanaan pembangunan pada
masa orde baru disebut teori Rostow.
18

Teori pembangunan Rostow termasuk dalam teori linier tahapan pertumbuhan ekonomi,
yang memandang proses pembangunan sebagai suatu tahap-tahap yang harus dialami oleh
seluruh negara. Proses pembangunan sebagai suatu urutan tahap-tahap yang harus dilalui oleh
seluruh negara. Industrialisasi merupakan salah satu kunci dari perkembangan.
Menurut Walt W. Rostow, pembangunan ekonomi atau transformasi suatu masyarakat
tradisional menjadi suatu masyarakat modern merupakan proses yang multidimensi.
Pembangunan ekonomi bukan saja pada perubahan dalam struktur ekonomi, tetapi juga
dalam hal proses yang menyebabkan : perubahan reorientasi organisai ekonomi, perubahan
masyarakat, perubahan penanaman modal, dari penanam modal tidak produktif ke penanam
modal yang lebih produktif, perubahan cara masyarakat dalam membentuk kedudukan
seseorang dalam sistem kekeluargaan menjadi ditentukan oleh kesanggupan melakukan
pekerjaan dan perubahan pandangan masyarakat yang pada mulanya berkeyakinan bahwa
kehidupan manusia ditentukan oleh alam.
Dalam dimensi ekonominya menurut Rostow, semua masyarakat dikelompokkan ke dalam
salah satu dari lima tahap pertumbuhan, yakni:
1. Masyarakat tradisional, dimana fungsi produksi yang terbatas dengan ditandai oleh cara
produksi yang relative masih primitif dan cara hidup masyarakat yang masih sangat
dipengaruhi oleh nilai – nilai yang rasional. Menurut Rostow, dalam tahapan ini tingkat
produktivitas per pekerja masih rendah, sehingga sebagian besar sumberdaya masyarakat
digunakan untuk kegiatan sektor pertanian.
2. Prasyarat tinggal landas yang didefinisikan Rostow sebagai suatu masa transisi dimana
masyarakat mempersiapkan dirinya untuk mencapai pertumbuhan atas kekuatan sendiri
(self-sustained growth). Tahap ini mempunyai 2 corak yaitu pertama, tahap ini dicapai
dengan perombakan masyarakat tradisional yang sudah lama ada. Tahap ini dialami oleh
negara–negara Eropa, Asia Timur, Timur Tengah dan Afrika. Kedua, perombakan
masyarakat tanpa harus merombak sistem masyarakat tradisional seperti Amerika Serikat,
Kanada, Australia, Selandia Baru.
3. Tinggal landas, pada tahap ini terjadi perubahan yang drastic dalam masyarakat seperti
revolusi politik, terciptanya kemajuan yang pesat dalam inovasi, atau berupa terbukanya
pasar – pasar baru, sebagai akibat dari investasi. Investasi yang semakin tinggi ini akan
mempercepat laju pertumbuhan pendapatan nasional dan melebihi tingkat pertumbuhan
penduduk, dengan demikian tingkat pendapatan per kapita semakin besar.
Rostow mengemukakan 3 ciri utama dari negara – negara yang sudah mencapai masa
tinggal landas yaitu :
a)

Terjadinya kenaikan investasi produktif dari 5 persen atau kurang menjadi 10 persen
dari Produk Nasional Bersih (Net National Product = NNP)
b) Berlakunya perkembangan satu atau beberapa sektor industri dengan tingkat laju
perkembangan yang tinggi.
19

c)

Terciptanya suatu rangka dasar politik, sosial dan institusional yang akan menciptakan
perkembangan sektor modern dan eksternalitas ekonomi yang bisa menyebabkan
pertumbuhan ekonomi terus terjadi

Adapun contoh negara yang sudah pernah mencapai tahap lepas landas menurut penafsiran
Rostow dapat dikemukakan di bawah ini.
NEGARA
Inggris
Perancis
Belgia
Amerika Serikat
Jerman
Swedia
Jepang
Rusia
Kanada
Argentina
Turki
India
Cina
Sumber:

MASA TINGGAL LANDAS

SEKTOR PEMIMPIN

1783 – 1802
1830 – 1860
1833 – 1860
1843 – 1860
1850 – 1873
1868 – 1890
1878 - 1900
1890 - 1914
1896 - 1914
1935
1937
1952
1952

Industri Tekstil
Jaringan Jalan Kereta Api
Jaringan Jalan Kereta Api
Jaringan Jalan Kereta Api
Industri Kayu
Industri Sutera
Jaringan Jalan Kereta Api
Jaringan Jalan Kereta Api
Industri Substitusi Impor
-

Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa sebagian besar negara Barat mencapai masa
tinggal landas pada abad yang lalu, kecuali Inggris yang sudah mencapainya seabad
sebelumnya kemudian masa tinggal landas berkisar antara 20 – 30 tahun.
Untuk masing-masing negara dalam menciptakan sektor pemimpin adalah berbeda-beda,
sebagai contoh misalnya di Inggris sebagai sektor pemimpin dalam tahap lepas landas
adalah tekstil katun, di Amerika Serikat, Perancis dan Jerman sebagai sektor pemimpin
adalah perkembangan jaringan jalan kereta api. Namun demikian dalam menciptakan
sektor pemimpin perlulah dipenuhi 4 faktor berikut:
a)

Harus terdapat kemungkinan memperluas pasar untuk barang-barang yang dihasilkan
oleh berbagai kegiatan ekonomi yang mempunyai kemungkinan untuk be

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24