EKSISTENSI BARANG BUKTI DALAM PROSES PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PEMERASAN (Studi Putusan Nomor 102/Pid/B/2016/PN.TJK)

  EKSISTENSI BARANG BUKTI DALAM PROSES PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PEMERASAN (Studi Putusan Nomor 102/Pid/B/2016/PN.TJK) (Jurnal Skripsi) Oleh RIKE RIA ANGGRAINI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017

  

ABSTRAK

EKSISTENSI BARANG BUKTI DALAM PROSES PEMBUKTIAN

TINDAK PIDANA PEMERASAN

(Studi Putusan Nomor 102/Pid/B/2016/PN.TJK)

Oleh

  

Rike Ria Anggraini, Maroni, Rini Fathonah

Email: rikeriaanggraini@gmail.com.

  Pembuktian merupakan suatu proses yang dapat dijadikan atau digunakan hakim menilai kesalahan terdakwa di dalam persidangan. Pembuktian dalam penanganan perkara pidana dilaksanakan dengan mengacu pada alat-alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 Ayat (1) KUHAP, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan Terdakwa. Issu hukum dalam Putusan Nomor 102/Pid/B/2016/PN.TJK. adalah terdapat kerancuan antara alat bukti dan barang bukti, yaitu uang tunai sebesar Rp 5.000.000,00 (Lima Juta Rupiah) tidak temasuk dalam alat bukti, sebagaimana diatur dalam pasal tersebut, sedangkan 1 (satu) lembar surat perjanjian termasuk dalam alat bukti yaitu petunjuk, namun demikian dalam perkara ini uang tunai dijadikan sebagai alat pembuktian pidana. Permasalahan dalam adalah: (1) Bagaimanakah eksistensi barang bukti dalam proses pembuktian tindak pidana pemerasan? (2) Bagaimanakah kekuatan hukum pembuktian dalam tindak pidana pemerasan yang didasarkan pada barang bukti? Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Narasumber penelitian terdiri dari Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Hakim pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan, selanjutnya data dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan: (1) Eksistensi barang bukti dalam proses pembuktian tindak pidana pemerasan adalah berkedudukan sebagai salah satu alat bukti untuk memenuhi rumusan minimum pembuktian, sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pemerasan. Seseorang dapat dipersalahkan melakukan tindak pidana pemerasan apabila dapat dibuktikan berdasarkan adanya minimal dua alat bukti sah yang dapat meyakinkan Majelis Hakim mengenai perbuatan terdakwa telah memenuhi seluruh unsur-unsur delik yang didakwakan oleh Penuntut Umum. (2) Kekuatan hukum pembuktian dalam tindak pidana pemerasan yang didasarkan pada barang bukti adalah putusan hakim memiliki kekuatan hukum yang tetap dan mengikat, sebagai putusan pengadilan tingkat pertama yang diajukan banding dan dikuatkan oleh pengadilan tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana.

  Kata Kunci: Barang Bukti, Pembuktian, Pemerasan

  

ABSTRACT

THE EXISTENCE OF EVIDENCE IN THE PROOFING PROCESS

OF EXTORTION CRIME

(Study of Decision Number 102/Pid/B/2016/PN.TJK)

By

  

Rike Ria Anggraini, Maroni, Rini Fathonah

Email: rikeriaanggraini@gmail.com.

  

Proof is a process that can be used or used by a judge to assess the defendant's mistake in

the trial. The evidence in the handling of criminal cases shall be conducted by referring to

the evidence instruments as regulated in Article 184 Paragraph (1) of the Criminal

Procedure Code, namely witness statements, expert statements, letters, instructions and

explanations of the Defendant. The legal issue in Decision Number 102 / Pid / B / 2016 /

PN.TJK. There is confusion between evidence and evidence, ie cash of Rp 5.000.000,00

(Five Million Rupiah) is not included in the evidence, as stipulated in the article, while 1

(one) sheets of agreement are included in the evidence ie Instructions, however, in this

case cash is used as a criminal evidence. The problems of this research are: (1) How is

the existence of evidence in the proof of the criminal act of extortion? (2) How is the legal

power of proof in the extortion offense based on the evidence? The problem approach

used is juridical normative and empirical juridical approach. The research subjects

consisted of the Attorney at the District Attorney of Bandar Lampung, the Judge at the

Tanjung Karang District Court and the Criminal Law Academician of the Law Faculty of

the University of Lampung. Data collection was done by literature study and field study,

then the data were analyzed qualitatively. The results of the study and discussion show:

(1) The existence of evidence in the proofing process of extortion crime is to serve as one

of the evidence to fulfill the minimum definition of proof, so that the judge gets the

conviction that the defendant has been found guilty of extortion. A person may be blamed

for an extortion offense if it can be proven based on the existence of at least two valid

evidences that can convince the Panel of Judges of the defendant's conduct to have

fulfilled all elements of the offense charged by the Prosecutor. (2) The legal power of

proof of extortion based on evidence is the judge's decision to have permanent and

binding legal force, as a first-rate court decision filed by appeal and strengthened by an

appeals court which is not appealed within the period stipulated by the law on criminal

procedure.

  Keywords: Evidence, Proof, Extortion Crime

I. Pendahuluan

  Hakikat manusia selain sebagai makhluk individu adalah makhluk sosial, tidak ada satu manusia pun yang dapat melepaskan diri dari kehidupan bermasyarakat dan berinteraksi dengan sesamanya dalam rangka mempertahankan kehidupannya. Manusia merupakan zoon politicon , artinya manusia selalu hidup bersama, sejak lahir hingga saat meninggal dunia, berada dalam pergaulan dengan manusia lainnya, seorang manusia tidak dapat menyendiri, mereka saling membutuhkan, saling memerlukan bagi pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan hidupnya dan semuanya ini dapat berlangsung secara bermasyarakat.

  yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, karena hukum bukan hanya menjadi parameter untuk keadilan, keteraturan, ketentraman dan ketertiban, tetapi juga untuk menjamin adanya kepastian hukum. Hukum dibentuk atas keinginan dan kesadaran tiap-tiap individu di dalam masyarakat, dengan maksud agar hukum dapat berjalan sebagaimana dicita-citakan oleh masyarakat itu sendiri, yakni menghendaki kerukunan dan perdamaian dalam pergaulan hidup bersama. Orang yang melakukan tindak pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada 1 Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukannya.

  2 Tindak pidana sebagai fenomena sosial

  bukan merupakan hal yang terjadi secara tidak sengaja atau hanya kebetulan belaka, karena pada dasarnya pelaku tindak pidana melakukan tindakan melawan hukum tersebut dipicu oleh berbagai faktor penyebab yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan secara erat. Tindak pidana merupakan perbuatan manusia yang dirumuskan dalam Undang-Undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.

  3 Salah satu contoh tindak pidana yang

1 Hukum dalam hal ini memiliki peranan

  terjadi dalam kehidupan masyarakat adalah pemerasan. Kata pemerasan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar, peras yang bisa bermakna meminta uang dan jenis lain dengan ancaman. Tindak pidana pemerasan ditentukan dalam Bab XXII Pasal 368 KUHP tentang Tindak Pidana Pemerasan yaitu:

  “Barangsiapa dengan maksud untuk

  menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, 2 Satjipto Rahardjo. Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana.

  Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Jakarta. 1998. hlm. 11 3 Satjipto Rahardjo. Hukum dalam Perspektif Sejarah dan Perubahan Sosial dalam Pembangunan Hukum dalam Perspektif Politik yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau 2 supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan

  tahun”. Tindak p idana pemerasan

  sebenarnya terdiri dari dua macam tindak pidana, yaitu tindak pidana pemerasan (afpersing) dan tindak pidana pengancaman (afdreiging). Kedua macam tindak pidana tersebut mempunyai sifat yang sama, yaitu suatu perbuatan yangbertujuan memeras orang lain. Justru karena sifatnya yang sama itulah kedua tindak pidana ini biasanya disebut dengan nama yang sama, yaitu "pemerasan" serta diatur dalam bab yang sama. Walaupun demikian, tidak salah kiranya apabila orang menyebut, bahwa kedua tindak pidana tersebut mempunyai sebutan sendiri, yaitu "pemerasan" untuk tindak pidana yang diatur dalam Pasal 368 KUHP.

  sembilan (9) tahun pada kenyataannya masih belum mampu mencegah terjadinya tindak pidana pemerasaan dan membuat pelaku tindak pidana pemerasan menjadi jera. Hal ini dapat dilihat dari contoh kasus pemerasan yang ada di dalam masyarakat, yaitu tindak pidana pemerasan terhadap M. Said Zakaria oleh Bandi Als Alan dan seorang temannya (belum tertangkap), karena M. Said Zakaria diduga telah 4 Kismadi, pemerasan pengancaman,

  10 November 2016, http://kismadi.blogspot.com/2013/01/-

  melakukan hubungan badan dengan Ayu (istri Bandi Als Alan) di sebuah Kamar Hotel Gading. Bandi kemudian mengancam akan melaporkan M. Said Zakaria Arif ke polisi apabila M. Said Zakaria Arif tidak menyerahkan sejumlah uang. Bandi Als Alan dan temannya mengancam akan membawa saksi M. Said Zakaria Arif dan saksi Agus Fuadi ke polisi ke Kantor Polsek Tanjung Karang Barat dan memaksa meminta uang sebesar Rp.

  50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

  5 Isu hukum dalam penelitian ini adalah

  masih adanya kerancuan antara barang bukti tindak pidana dengan alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 Ayat (1) KUHAP, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan Terdakwa. Uang tunai sebesar sebesar Rp 5.000.000,00 (Lima Juta Rupiah) tidak temasuk dalam alat bukti, sebagaimana diatur dalam pasal tersebut sedangkan 1 (satu) lembar surat perjanjian termasuk dalam alat bukti yaitu petunjuk, namun demikian dalam perkara ini uang tunai dijadikan sebagai alat pembuktian pidana.

4 Ancaman pidana penjara maksimal

  6 Pembuktian pada dasrnya merupakan

  ketentuan yang berisi pengarisan atau pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, dimana pembuktian merupakan ketentuan hukum acara pidana yang dapat digunakan hakim dalam membuktikan kesalahan yang didakwakan. Pembuktian memegang peranan penting dalam 5 Dirangkum dari Putusan Nomor

  102/Pid/B/2016/PN. TJK 6 proses pemeriksaan sidang pengadilan, karena dengan pembuktian inilah ditentukan nasib seseorang terdakwa apakah ia benar-benar bersalah atau tidak. Sesuai dengan ketentuan Pasal 183 KUHAP, diketahui bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya ada dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana telah terjadi dan bahwa terdakwa yang bersalah melakukan.

  Pembuktian dengan alat bukti yang telah ditentukan dalam undang-undang apabila tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa, maka harus dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang sah. Melatar belakangi penulisan skripsi ini ialah bahwa dalam pembuktian tersebut eksistensi barang bukti dalam tindak pidana pemerasan dengan kekeasan sangatlah mutlak, karena barang bukti yang diajukan kemuka sidang pengadilan haruslah sah menurut hukum.

  Permasalahan dalam penelitian ini adalah: a. Bagaimanakah eksistensi barang bukti dalam proses pembuktian tindak pidana pemerasan?

  b. Bagaimana kekuatan hukum pembuktian dalam tindak pidana pemerasan yang didasarkan pada barang bukti?

  Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.

  II. Pembahasan

  A. Eksistensi Barang Bukti dalam Proses Pembuktian Tindak Pidana Pemerasan

  Sistem pembuktian yang dianut ketentuan Pasal 183 KUHAP itu bermakna bahwa keyakinan hakim ditemukannya dengan memeriksa minimal dua alat bukti yang sah (menurut KUHAP ada lima alat bukti). Keyakinan hakim ditujukan terhadap benar terjadinya tindak pidana dan benar bahwa terdakwa yang melakukannya. Dengan demikian, titik tolak keyakinan hakim diperoleh dari dua alat bukti terjadinya tindak pidana dan dua alat bukti itu juga membenarkan pelakunya adalah terdakwa. Menurut Iros Beru

  7

  keyakinan hakim adalah hakim dapat memutuskan seseorang bersalah sesuai dengan keyakinannya, keyakinan yang didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan yang dilandaskan kepada peraturan-peraturan pembuktian tertentu, jadi putusan hakim dijatuhkan dengan suatu motivasi.

  Majelis Hakim dalam Putusan Nomor: 102/ Pid/B/2016/PN.TJK mempertimbangkan barang bukti berupa uang tunai sebesar sebesar Rp 5.000.000,00 (Lima Juta Rupiah) dan 1 (satu) lembar surat perjanjian. Majelis hakim berkeyakinan bahwa terdakwa

  Hasil Wawancara dengan Iros Beru. Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang. Selasa 4 melakukan tindak pid sebagaimana didakwa demikian maka terdak telah terbukti secara sah melakukan tindak pidana Menurut Tri Joko Sucah penyelidikan, penyelidi wewenang untuk men dan barang bukti, selain bersama-sama penyidi menerima laporan segera dan melarang setiap meninggalkan tempat pemeriksaan itu belum se Barang bukti dalam sua memiliki kegunaan penti penegakan hukum yan oleh lembaga penegak dari kepolisian, ke pengadilan sebagai peradilan pidan menyelenggarakan pen pidana dalam kerangka di mana tindakan lem hukum yang satu mem dan tidak dapat dipisah dengan lembaga la peradilan pidana terseb untuk menanggulangi bertujuan mencegah mas korban kejahatan, meny kejahatan yang ter masyarakat puas bahwa ditegakkan dan yang be serta mengusahakan mer melakukan kejahatan ti lagi kejahatannya.

  Hasil Wawancara dengan Jaksa pada Kejaksaan Neger

  pidana pemerasan kwakan. Dengan dakwa dinyatakan ah dan meyakinkan dana pemerasan. ucahyo

  8

  pada proses lidik mempunyai encari keterangan lain itu penyelidik idik yang telah era datang ke TKP ap orang untuk pat itu selagi selesai. uatu tindak pidana nting dalam upaya ang dilaksanakan gak hukum, mulai kejaksaan dan suatu sistem ana yang penegakan hukum gka kerja sitematik, lembaga penegak emiliki kaitan erat ahkan dari kinerja lainnya. Sistem sebut dilaksanakan i kejahatan dan asyarakat menjadi enyelesaikan kasus terjadi sehingga hwa keadilan telah bersalah dipidana ereka yang pernah n tidak mengulangi

  an Tri Joko Sucahyo. geri Bandar Lampung.

  Barang bukti dalam suatu berguna sebagai bahan atau alat bukti yang dapa Hakim dalam menjatuhka kepada terdakwa pelaku Menurut Pasal 183 KUHAP bahwa dalam hal menjatuhka kepada terdakwa, seorang boleh menjatuhkan pida kecuali apabila dengan kurangnya dua alat bukt sehingga hakim memperol bahwa suatu tindak pidana terjadi dan terdakwalah y melakukannya Alat bukt dimaksud adalah: (a). Kete (b). Keterangan Ahli; (c) Petunjuk; (e). Keterangan Te hal yang secara umum suda sehingga tidak perlu dibukt Semua berkas penyidi dilakukan pihak kepolisian dilimpahkan kepada piha untuk proses hukum lebih pelaku tindak pidana. B dalam suatu tindak pidana pidana dalam hal ini da sebagai salah satu alat bukt bagi institusi penega selanjutnya setelah penanga pihak kepolisian selesai, kejaksaan dan pengadilan.

  Berdasarkan uraian di diketahui dan dianalisa ba memutus suatu perkara hanya melihat dari faktor memperingan serta mempe putusan sebagai bahan hakim yang mengacu pada Mahkamah Agung, tetapi dari faktor-faktor lain menur yang berlaku. tu tindak pidana pertimbangan apat membantu tuhkan pidana ku pemerasan. HAP dinyatakan njatuhkan pidana ng hakim tidak pidana tersebut gan sekurang- ukti yang sah, roleh keyakinan ana benar-benar yang bersalah ukti sah yang eterangan Saksi; (c). Surat; (d). n Terdakwa atau sudah diketahui ktikan. yidikan yang an ini kemudian ihak kejaksaan bih lanjut kepada

  Barang bukti na kasus tindak dapat berguna bukti dan acuan negak hukum nganan kasus di ai, yaitu pihak n. di atas dapat bahwa dalam ra Hakim tidak tor-faktor yang mperberat suatu pertimbangan da yurisprudensi pi juga melihat enurut ketentuan Surat perjanjian berperan dalam tahap sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan Pasal 184 Ayat (1) KUHAP, bahwa terdapat ada 5 (lima) alat bukti yang sah yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Dalam hal ini surat dijadikan sebagai barang bukti yaitu petunjuk mengenai terjadinya tindak pidana pemerasan tersebut.

  Menurut Iros Beru

  dalam persidangan tidak menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar dan atau alasan pemaaf, maka terdakwa harus bertanggung jawab atas perbuatannya.

  Majelis hakim menimbang bahwa terhadap barang bukti yang diajukan di persidangan untuk selanjutnya dipertimbangkan yaitu uang tunai sebesar Rp. 5.000.000,00 dan surat perjanjian sebagai petunjuk yang dapat membuat hakim menjadi yakin terhadap kesalahan terdakwa. Selain itu selama dipersidangan Terdakwa telah mengakui perbuatannya dan menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, maka Majelis Hakim akan mempertimbangkan sebagai dasar untuk menentukan berat atau ringannya hukuman terdakwa sebagaimana termuat dalam amar putusan. Untuk menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa maka perlu dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan yang meringankan Terdakwa. Keadaan yang memberatkan adalah perbuatan

  Hasil Wawancara dengan Iros Beru. Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang. Selasa 4

  Terdakwa merugikan korban secara materi dan keadaan yang meringankan adalah terdakwa bersikap sopan selama proses persidangan, belum pernah dihukum, mengakui dan menyesali perbuatannya.

  Berdasarkan uraian di atas maka penulis menganalisi bahwa dasar pertimbangan hukum hakim terhadap kekuatan alat bukti uang tunai dan Surat perjanjian yang dijadikan petunjuk dalam Putusan Nomor: 102/Pid/B/2016/PN.TJK, sesuai dengan teori dasar pertimbangan hakim menurut Mackenzie dalam buku Ahmad Rifai, khususnya teori keseimbangan. Adapun yang dimaksud dengan keseimbangan di sini adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat dan kepentingan terdakwa.

9 Majelis Hakim

  10 Surat perjanjian yang dijadikan petunjuk

  dalam Putusan Nomor: 102/Pid/B/2016/PN.TJK termasuk dalam alat bukti surat yang memenuhi syarat materiil, selain itu adanya kesesuaian alat bukti uang tunai dan Surat perjanjian dengan keterangan para saksi dan keterangan terdakwa. Dengan demikian maka dasar pertimbangan hukum hakim terhadap kekuatan alat bukti berupa uang tunai dan surat perjanjian yang dijadikan petunjuk dalam Putusan Nomor: 102/Pid/B/2016/PN.TJK memenuhi rumusan minimum pembuktian dan memperoleh keyakinan bahwa terdakwa

  Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Persfektif Hukum Progresif, Sinar terbukti bersalah melakukan tindak pidana pemerasan. Seseorang dapat dipersalahkan melakukan perbuatan sebagaimana yang dirumuskan dalam delik pemerasan apabila dapat dibuktikan berdasarkan adanya minimal 2 (dua) alat bukti sah yang karenanya dapat meyakinkan Majelis Hakim mengenai perbuatan terdakwa telah memenuhi seluruh unsur-unsur delik yang didakwakan oleh Penuntut Umum.

B. Kekuatan Hukum Pembuktian dalam Tindak Pidana Pemerasan yang Didasarkan Pada Barang Bukti

  Putusan Nomor 102/Pid/B/2016/ PN.TJK, memiliki kekuatan hukum yang tetap dan mengikat. Hal ini sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan terdapat ketentuan yang mengatur pengertian dari putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde ) berkaitan perkara pidana yaitu dalam penjelasan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor

  22 Tahun 2002 tentang Grasi yang menyatakan bahwa putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap adalah: a) Putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding atau kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh Hukum Acara Pidana; b) Putusan pengadilan tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh Undang- Undang tentang Hukum Acara Pidana; atau c) Putusan kasasi.

  Sesuai dengan ketentuan di atas maka suatu putusan mempunyai kekuatan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding setelah waktu tujuh hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir, sebagaimana diatur dalam Pasal 233 Ayat (2) jo. Pasal 234 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), kecuali untuk putusan bebas (vrijspraak), putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van

  rechts vervolging ), dan putusan

  pemeriksaan acara cepat karena putusan- putusan tersebut tidak dapat diajukan banding (lihat Pasal 67 KUHAP).

  Kedua , putusan pengadilan tingkat

  banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu empat belas hari sesudah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada terdakwa (Pasal 245 Ayat (1) jo. Pasal 246 Ayat (1) KUHAP). Ketiga Putusan kasasi.

  Tri Joko Sucahyo

  11

  menyatakan selama putusan belum mempunyai kekuatan hukum tetap, upaya peninjauan kembali tidak dapat dipergunakan. Terhadap putusan yang demikian hanya dapat ditempuh upaya hukum banding atau kasasi. Upaya hukum peninjauan kembali baru terbuka setelah upaya hukum biasa (berupa banding dan kasasi) telah tertutup. Upaya hukum peninjauan kembali tidak boleh melangkahi upaya hukum banding dan kasasi. Putusan yang diajukan peninjauan kembali haruslah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.Permintaan untuk dilakukan

  Hasil Wawancara dengan Tri Joko Sucahyo. Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung. peninjauan kembali justru karena putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan sudah tidak dapat lagi dilakukan banding atau kasasi. Bahkan, permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, tidak menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan dari putusan tersebut sebagaimana ditentukan dalam Pasal 268 Ayat (1) KUHAP.

  Berdasarkan uraian di atas maka penulis menganalisis bahwa kekuatan hukum putusan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerasan berdasarkan alat bukti uang tunai dan Surat perjanjian yang dijadikan petunjuk dalam Putusan Nomor: 102/Pid/B/2016/PN.TJK, sesuai dengan teori pembuktian. Salah satu asas umum Peradilan menurut Leden Marpaung adalah asas praduga tidak bersalah (presumption innonsence ) yang dirumuskan pada butir c Penjelasan Umum KUHAP bahwa setiap orang yang disangka atau dihadapkan di muka sidang Pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan Pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

  mengetahui hukum, sehingga dituntut untuk dapat menerima dan mengadili berbagai perkara yang diajukan kepadanya. Bahkan seorang hakim dapat dituntut jika menolak sebuah perkara yang diajukan kepadanya. Sebagai seorang penegak hukum, maka seorang hakim mempunyai fungsi yang penting

  Leden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 1992, hlm. 26.

  dalam menyelesaikan sebuah perkara, yakni memberikan putusan terhadap perkara tersebut. Namun dalam memberikan putusan tersebut, hakim itu harus berada dalam keadaan yang bebas. Bebas maksudnya ialah hakim bebas mengadili, tidak dipengaruhi oleh apapun atau siapapun.hal ini menjadi penting karena jika hakim memberikan putusan karena dipengaruhi oleh suatu hal lain di luar konteks perkara maka putusan tersebut tida mencapai rasa keadilan yang diinginkan. Dalam menjalankan fungsinya sebagai seorang hakim, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh sorang hakim. Syarat-syarat tersebut ialah tangguh, terampil dan tanggap. Tangguh artinya tabah dalam menghadapi segala keadaan dan kuat mental, terampil artinya mengetahui dan menguasai segala peraturan perundang-undangan yang sudah ada dan masih berlaku, dan tanggap artinya dalam melakukan pemeriksaan perkara harus dilakukan dengan cepat, benar serta menyesuaikan diri dengan kehendak masyarakat. Mengenai alat-alat bukti dan pembuktian yaitu dalam setiap pemeriksaan, apakah itu pemeriksaan dengan acara biasa, acara singkat, maupun acara cepat, setiap alat bukti itu diperlukan guna membantu hakim untuk pengambilan keputusannya. Alat-alat bukti ini adalah sangat perlu, oleh karena hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang- kurangnya dua alat bukti yang sah dan hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindakpidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang melakukan perbuatan itu. Dengan demikian alat bukti itu adalah sangat penting di dalam

12 Seorang Hakim dianggap sudah

  usaha menemukan siapakah yang melakukan perbuatan tersebut. Sesuai dengan uraian di atas maka diketahui bahwa kekuatan hukum putusan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerasan berdasarkan alat bukti uang tunai dan Surat perjanjian yang dijadikan petunjuk dalam Putusan Nomor: 102/Pid/B/2016/PN.TJK adalah putusan hakim memiliki kekuatan hukum yang tetap dan mengikat, sebagai putusan pengadilan tingkat pertama yang diajukan banding dan dikuatkan oleh pengadilan tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana.

  Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1. Eksistensi barang bukti dalam proses pembuktian tindak pidana pemerasan adalah berkedudukan sebagai salah satu alat bukti untuk memenuhi rumusan minimum pembuktian, sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pemerasan. Seseorang dapat dipersalahkan melakukan tindak pidana pemerasan apabila dapat dibuktikan berdasarkan adanya minimal dua alat bukti sah yang dapat meyakinkan Majelis Hakim mengenai perbuatan terdakwa telah memenuhi seluruh unsur-unsur delik yang didakwakan oleh Penuntut

  2. Kekuatan hukum pembuktian dalam tindak pidana pemerasan yang didasarkan pada barang bukti adalah putusan hakim memiliki kekuatan hukum yang tetap dan mengikat, sebagai putusan pengadilan tingkat pertama yang diajukan banding dan dikuatkan oleh pengadilan tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana.

  B. Saran

  Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Hakim agar secara konsisten menjadi suatu objek sebagai barang bukti atau alat bukti sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 184 KUHAP, sehingga tidak menimbulkan kerancuan dalam mementukan dan membuktikan kesalahan yang didakwakan terhadap pelaku tindak pidana.

III. PENUTUP

A. Simpulan

  2. Hendaknya penentuan surat perjanjian sebagai salah satu petunjuk mengacu pada ketentuan

  Pasal 187 KUHAP yaitu surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan. Lamintang, P.A.F. 1996. Dasar-Dasar

  Hukum Pidana Indonesia . Citra DAFTAR PUSTAKA Adityta Bakti. Bandung,

  Marpaung, Leden. 1992. Proses

  Buku Penanganan Perkara Pidana .

  Sinar Grafika.Jakarta. Atmasasmita, Romli. 1996. Sistem Moeljatno, 1993. Perbuatan Pidana dan

  Peradilan Pidana . Binacipta. Pertanggung jawaban dalam

  Bandung. Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta. _______. 1996. Sistem Peradilan

  Pidana, Prespektif Muladi. 1997. Hak Asasi Manusia, Eksistensialisme dan Politik dan Sistem Peradilan Abolisionisme , Binacipta, Pidana. Badan Penerbit UNDIP.

  Bandung. Semarang. Hamzah, Andi. 2000. Hukum Acara _______. 2002. Demokrasi, Hak Asasi

  Pidana Indonesia. Sinar Grafika. Manusia dan Reformasi Hukum

  Jakarta. di Indonesia , The Habibie Center, Jakarta. _______. 2001. Bunga Rampai Hukum

  Pidana dan Acara Pidana . Moeljatno. 1993. Asas-Asas Hukum Ghalia Indonesia. Jakarta. Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.

  Harahap, M. Yahya. 1998. Pembahasan _______. 1993. Perbuatan Pidana dan

  Permasalahan dan Penerapan Pertanggung jawaban Dalam KUHAP . Sinar Grafika. Jakarta. Hukum Pidana, Bina Aksara,

  Jakarta. Kusumaatmadja, Mochtar. 1986.

  Fungsi dan Perkem-bangan Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1984. Hukum dalam Pembangunan Teori-Teori Kebijakan Hukum

Nasional , Binacipta, Bandung. Pidana, Alumni, Bandung.

  Kelana, Momo. 1981. Hukum Mulyadi, Lilik.2007. Asas Pembalikan

  Kepolisian . PTIK. Jakarta. Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi

  Kusumaatmadja, Mochtar. 1978. Fungsi

  Hukum Dalam Masyarakat Yang Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia Sedang Membangun , BPHN- Dihubungkan Dengan Konvensi

  Binacipta, Jakarta. Perserikatan Bangsa-Bangsa

  Anti Korupsi 2003,

  IKAHI, Jakarta. Nawawi Arief, Barda. 1996. Bunga

  Rampai Kebijakan Pidana , Citra Aditya Bakti, Bandung.

  Mempengaruhi Penegakan Hukum . Rineka Cipta. Jakarta.

  Indonesia, Balai Pustaka

  Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa

  Sumber Lain

  Undang-Undang Hukum Acara Pidana

  Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab

  Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas

  Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang

  Acara Pidana (KUHAP) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-

  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

  Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

  Peraturan Perundang-Undangan

  Kejahatan (Suatu Tinjauan Kitab Undang Undang Hukum Pidana) , Pustaka Ilmu Bandung.

  Yanuar, Arifin, 2012. Perkembangan

  Jakarta. _______. 1986. Faktor-Faktor yang

  _______.2001. Masalah Penegakan

  Jakarta. Soekanto, Soerjono. 1983. Pengantar Penelitian Hukum . Rineka Cipta.

  oleh Hakim dalam Persfektif Hukum Progresif, Sinar Grafika,

  Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum. Rifai, Ahmad. 2010. Penemuan Hukum

  Penegakan Hukum dalam Batas- Batas Toleransi ). Jakarta:

  (Melihat Kejahatan dan

  Peradilan Pidana Indonesia

  Reksodiputro, Mardjono. 1994. Sistem

  Pembangunan Hukum dalam Perspektif Politik Hukum Nasional.Rajawali. Jakarta.

  Perspektif Sejarah dan Perubahan Sosial dalam

  Semarang. Raharjo, Satjipto. 1996. Hukum dalam

  Sebuah Restrukturisasi/ Rekonstruksi Sistem Hukum Pidana Indonesia . Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

  Citra Aditya Bakti, Bandung. _______. 2009. RUU KUHP Baru

  Hukum dan Kebijakan PenanggulanganKejahatan, PT.

  Kismadi, pemerasan pengancaman, 10 November 2016, http://kismadi.blogspot. com /2013/01/pemerasan

Dokumen yang terkait

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYEROBOTAN TANAH YANG DIPUTUS LEPAS (Studi Putusan Nomor: 451Pid.B2014PN.Tjk) (Jurnal Skripsi)

0 1 15

UPAYA KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCURIAN HEWAN TERNAK SAPI (Studi Kasus Di Wilayah Polsek Pringsewu)

0 1 11

PELAKSANAAN PENYITAAN ASET TERPIDANA KORUPSI SEBAGAI UPAYA PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA (Studi Di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung)

0 0 13

ANALISIS KEBIJAKAN FORMULASI KETENTUAN PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

0 0 14

UPAYA KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENIPUAN BERMODUS SUMBANGAN (Studi di Wilayah Polda Lampung)

0 2 15

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA KOSMETIK YANG MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA DI PROVINSI LAMPUNG

0 3 13

ANALISIS PUTUSANPERKARA NO. 35/PID.SUS/2015/PN.KBU TENTANG TINDAK PIDANA PERUSAKAN SUMBER DAYA AIR PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONTITUSI NO. 85/PUU-XI/2013 TENTANG PENGUJIAN UU NO. 7 TH 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR

0 0 12

UPAYA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH MELALUI PENERAPAN PEMBELIAN LANGSUNG BERDASARKAN SISTEM KATALOG ELEKTRONIK (E-PURCHASING)

0 6 12

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP NARAPIDANA YANG MELAKUKAN PENGANIAYAAN DI DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN (Studi Pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Bandarlampung)

0 0 16

ANALISIS PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM TERHADAP PUTUSAN BEBAS PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN KORBAN ANAK (Studi Putusan No: 51/Pid.Sus/2016/PN.Kbu)

1 5 12