PERBANDINGAN DAYA PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH DARI TOLBUTAMIDA DAN DISPERSI SOLIDA TOLBUTAMIDA PVP K - 3 0 ( 2 0 : 80 ) PADA KELINCI

  

S K R I P S I

NOORM A R OSI TA

PERBANDINGAN DAYA PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH DARI

TOLBUTAMIDA DAN DISPERSI SOLIDA TOLBUTAMIDA

PVP K -3 0 (2 0 : 80 ) PADA KELINCI

  

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANQQA

  

1989 PERBANDINGAN DAYA PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH DARI TOLBUTAMIDA DAN DISPERSI SOLIDA TOLBUTAMIDA - PVP K-30 ( 20:80 )

  PADA KELINCI SKRIPSI DIBUAT UNTUK MEMENUHI SYARAT MENCAPAI GELAR SARJANA FARMASI PADA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 1989 oleh

  NOORMA* ROSITA 058410646

  Disetujui oleh pembimbing ]2Ea*-BQEfi,jpi GAWAI...J5.U m .

  A. AZ1S HUBEIS

  

S K R I P S I

  NOORMA ROSITA PERBANDINGAN DAYA PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH DARI TOLBUTAMIDA DAN DISPERSI SOLIDA TOLBUTAMIDA - PVP K-30 ( 20:80 )

  PADA'KELINCI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA

  1989

  P R A K A T A

  Segala puji bagi Allah S.W.T. yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah Nya bagi saya, sehingga saya dapat me nyelesaikan tugas akhir ini sebagai syarat mencapai gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Airlang- ga. i

  Pada kesempatan yang baik ini perkenankanlah saya me nyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besar nya kepada dosen pembimbimbing saya,Bapak Drs, Moegihardjo, Bapak Drs. Roesjdi Gawai, SU; serta Bapak DR. H.A. Azis Hubeis , yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberi petunjuk dan bimbingan kepada saya selama masa penelitian hingga tersusunnya naskah tugas akhir ini.

  Rasa terima kasih juga saya sampaikan kepada P.T. DU PA Jakarta yang telah merabantu penyediaan bahan obat tol­ butamida, P.T. CORONET CROWN Surabaya yang telah membantu bahan polivinilpirolidon K-30 ( PVP K-30 ), dan kepada P.T. OTSUKA Lawang yang memberi bantuan berupa hewan per- cobaan kelinci yang saya gunakan sebagai subyek pada pene­ litian ini. Kepada seluruh staf pengajar dan karyawan pada laboratorium Preskripsi-Formulasi serta laboratorium Bio- farmasetika Farmakokinetika juga saya ucapkan terima kasih atas segala bantuannya sehingga saya dapat menggunakan fa- silitas laboratorium yang ada.

  ii Tak lupa juga saya ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua saya yang telah membesarkan dan mendidik saya, saudara-saudara saya yang telah banyak memberikan bantuan serta dorongan semangat, juga teman dan sahabat yang telah banyak membantu saya sehingga tugas akhir ini dapat terse- lesaikan. Akhirnya kepada panitia skripsi yang telah berke nan memeriksa naskah tugas akhir ini, saya ucapkan terima kasih. Semoga amal baik yang telah diberikan oleh semua fi hak yang telah saya sebutkan, maupun yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu mendapat balasan yang sesuai dari

  Allah S.W.T.

  Saya persembahkan naskah tugas akhir ini kepada alma mater tercinta Fakultas Farmasi Univorsitas Airlang^a, ha- rapan saya semoga memberikan manfaat bagi kita semua.

  Surabaya, Juli 1989

  4 DAFTAR ISI

  Halaman PRAKATA........................................... ii DAFTAR ISI .................... '................... iv DAFTAR TABEL ........................ ............. vii DAFTAR GAMBAR ..................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ................................... x BAB I. PENDAHULUAN ...................................

  1 II. TINJAUAN PUSTAKA ..............................

  5

  11.1. Bioavailabilitas ........................... I?

  11.1.1. Hubungan bioavailabilitas dengan laju disolusj

  7 11.2. Ukuran partikel .............................

  9 11.3. Dispersi s o l i d a .............................

  12 II.if. Tolbutamida .................................

  16 Il.if.l. Sifat fisika kiraia ........................

  16 II.if.2. Khaaiat dan penggunaan ....................

  16 II. 5. Polivinilpirolidon ( PVP ) .................. L7 II.5.1* Sifat fisika kimia ........................

  17 II.5.2. Penggunaan ................................

  18 II.6. Glukosa darah ...............................

  18 11.6.1. Sumber glukosa darah ......................

  18 11.6.2. Pengaturan kadar glukosa darah ............

  19 11.6.3. Cara penentuan kadar glukosa darah ........

  19

  iv

  III. ALAT, BAHAN DAN METODA PENELITIAN ............... .21 111.1. Alat ...........................................21 111.2. Bahan .............. .......................... .21 111.3. Metoda penelitian ..............................22 111.3.3.. Identifikasi tolbutamida .................... .22

  III.3*1.1* Uji kualitatif ............................ .22 111.3.1.2. Uji kuantitatif ...........................' 22 111.3.2..Identifikasi PVP-K-30 ....................... .22

  III.-3.3. Pembuatan dispersi solida tolbutamida - PVP K-30 ( 20:80 ) .............................. 23

  111.3./+. Uji hasil dispersi colida ................... 23 111.3.5. Uji kit glukosa ......................... .... 2^

  111.3.6. Pembuatan larutan baku induk glukosa ........ . 2k 111.3.7. Penentuan panjang gclombang rnaksimum glukosa.. 2k 111.3.8. Pembuatan kurva baku'glukosa ................ .26

  III.3*9. Penentuan daya penurunan kadar glukosa darah secara in vivo ..... ........................ 26 111.3.9.1. Subyek .....................................26 111.3.9.2. Protokol ............. ..................... .26

  III.3.9.3* Penentuan kadar glukosa darah ............. .27

  III.3.10. Analisa data ............................... .28 111.3.10.1. Perhitungan daya penurunan kadar glukosa darah .................................... 28

  111.3.10.2. Analisa data dengan statistik ............ 28

  IV. HASIL PENELITIAN ................................. 29

  IV.1, Identifikasi tolbutamida ....................... 29

  IV.1.1. Uji kualitatif ............................... 29

  v

  IV,2. Identifikasi PVP K - 3 0 ........ ................. .29

  29 IV.3* Uji dispersi solida ............................. k*

  IV. Uji kit glukosa .................................30

  IV.3- Panjang gelombang maksimum glukosa ............. .30

  IV. 6. Kurva baku glukosa ........ .................... .30

  IV.7. Penentuan kadar glukosa darah .................. .33

  IV.8. Analisa data ....................................34

  IV.8.1. Perhitungan daya penurunan kadar glukosa darah 3/+

  IV.8.2. Analisa data dengan statxstik ................ .35 V..PEMBAHASAN .........................................4 6

  VI. KESIMPULAN ........................................54

  VII. SARAN ............................................55

  VIII. RINGKASAN ...................................... 56

  IX..DAFTAR PUSTAKA................................... 58

  vi

  BAB I PENDAHULUAN Sehubungan dengan profesinya, seorang farmasis diha- rapkan dapat membuat sediaan obat yang raempunyai efek tera pi optimum. Umumnya, obat akan dapat raemberikan efek tera- pi bila obat dalam darah dengan jumlah yang cukup ( 1 ).

  Sifat fisika kimia bahan obat w^rupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan obat untuk berada da­ lam darah ( 1 ). Sehingga untuk dapat membuat sediaan obat dengan efek terapi optimum, seorang farmasis perlu memper- timbangkan sifat fisika kimia bahan obat ( 1*2,3 )•

  Sebelum sampai ke aliran darah, obat padat yang digu nakan secara oral dan ditujukan untuk pengobatan eistemik, akan mengalami proses disintegrasi, deagregasi, disolusi, dan absorbsi melewati membran ( 1,2,3 )• Khususnya - untuk obat yang bersifat sukar larut, laju disolusinya lambat se hingga raerupakan tahap penentu bagi laju absorpsinya ( 1 ). Keadaan ini akan menyebabkan berkurangnya kadar obat dalam darah.

  Laju disolusi dapat ditingkatkan antara lain dengan merubah sifat fisika kimia bahan obat, adapun salah satu contohnya adalah ukuran partikel. Dengan memperkecil uku­ ran partikel, maka semakin luas permukaan bahan obat yang kontak dengan pelarut, hal ini dapat memperbesar kelarut

  j j i

  4 5 6 ). an maupun laiu disolusi obat ( 2

  

1

  

2

Pengecilan ukuran partikel tidak selalu disertai de­

  ngan peningkatan laju disolusi maupun kadar obat dalam da­ rah (bioavailabilitas) . Hal tersebut dapat terjadi karena efek agregasi, aglomerasi dan adsorbsi udara pada permuka­ an obat, sehingga obat akan sukar terbasahi dan akan menu- runkan jumlah luas permukaan efektif partikel yang berpe- ran dalam proses disolusi ( 6,7,8 )

  Pada tahun 1961, Sekiguchi dan Obi ( cit 7,9 ) telah memperkenalkan suatu cara meningkatkan laju disolusi bahan obat sukar larut, yaitu dengan sistem dispersi solida, di­ mana bahan obat sukar larut didispersikan dalam pembawa yang bersifat mudah larut. Keuntungan cara ini selain da­ pat memperkecil ukuran partikel, juga tidak menyebabkan e- fek agregasi, aglomerasi, .. maupun adsorbsi udara oleh par­ tikel, karena partikel diselubungi oleh pembawa ( 7,9 ).

  Salah satu contoh bahan obat yang sukar larut adalah tolbutamida. Tolbutamida merupakan antidiabetika oral golo ngan sulfonilurea, yang mekanisme kerjanya dengan merang- sang sel ^ pankreas untuk mengeluarkan hormon insulin (10, 11 ). Nelson dan kawan^-kawan ( 12 ) melaporkan bahwa, laju disolusi -tolbutamida merupakan fungsi dari laju . absorbsi nya, sehingga si fat sukar larut dari tolbutamida menyebab- kan kadar tolbutamida dalam darah kecil, yang ditunjukkan

  d a y a dengan kecilnya' penurunan.kadar glukosa darah.

  Laju disolusi tolbutamida dapat ditingkatkan dengan dibuat dispersi solida. Dari penelitian terdahulu ( 13 ) di ketahui bahwa laju disolusi tolbutamida yang didispersikan

  3

  dalam perabawa PVP K-30 lebih tinggi bila dibandingkan laju disolusi tolbutamida dari campuran fisis tolbutamida - PVP

  K-30 maupun tolbutamida murni.Dari berbagai komposisi yang telah dicoba, dispersi solida tolbutamida - PVP K-30 komx^o sisi 20:80 menunjukkan peningkatan laju disolusi teroesar, dimana pada menit ke 2,5 terjadi peningkatan 28,40 kali.

  Sampai saat ini masih diasumsikan bahwa makin besar laju disolusi suatu obat, semakin cepat obat diabsorbsi. Dengan peningkatan laju disolusi tolbutamida dari dispersi solida tolbutamida - PVP K-30 ( 20:80 ) maka secara teori- tis akan menyebabkan peningkatan laju absorbsi tolbutamida dan kadarnya dalam darah. Semakin besar kadar tolbutami da dalam daruh, maka daya penurunan kadar glukosa darah yang merupakan efek farmakologi tolbutamida, juga semakin besar.

  Berdasar asumsi tersebut di atas timbul permasalahan dispersi solida tolbutamida - PVP K-30 ( 20:80 ) yang mem- punyai laju disolusi lebih tinggi dari tolbutamida murni, apakah juga menyebabkan penurunan kadar glukosa yang lebih besar. Oleh karena itu pada tugas akhir ini dilakukan pene tian tentang pengaruh dispersi solida tolbutamida - PVP K-30

  ( 20:80 ) terhadap daya penurunan kadar glukosa darah secara in vivo pada subyek kelinci dengan parameter kadar glukosa darah.

  Tujuan penelitian ini adalah membandingkan daya penu runan kadar glukosa darah dari tolbutamida dengan dispersi solida tolbutamida - PVP K-30 ( 20:80 ).

  Diharapkan penelitian ini dapat merupakan sumbangun

  k tif untuk meningkatkan efek farmakologi suatu obat. "U N IV L SITAS A JJU .A N G G A " S U R A D A Y A PERFU STA K A A N a M I L K BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Bioavailabilitas Bioavailabilitas dldefinisikan sebagai kecepatan dan jumlah obat yang berada di sirkulasi sistemik ( aliran da rah ), yang sangat berpengaruh terhadap daya terapetik, ak tivitas klinik dan aktivitas toksik suatu obat ( 1 ). Seca ra hipotetik, hubungan antara bioavailabilitas obat de­ ngan daya terapetik sampai aktivitas .toksik obat dapat di- garabarkan sebagai berikut :

  Gambar 1. Gambaran hipotetik hubungan bioavailabilitas dengan efektivitas suatu obat ( 3 )

  5

  6 EM

  ( kurva 2 dan 3 )• Pada kurva 1 meskipun kadar obat dalam darah di atas KEM tetapi obat dengan tipe kurva demikian tidak dikatakan efektif karena kadar dalam darah melampaui KBA, sehingga obat bersifat toksik bagi tubuh. Kecilnya ka dar obat dalam darah sehingga tidak mencapai KEM,menyebab- kan vpbat tidak memberikan efek terapi ( kurva if ).

  Kecepatan absorbsi obat dan kadar obat dalam darah juga mempengaruhi mula kerja (a), lama kerja (b) dan inten sitas kerja obat '(c), seperti yang ditunjukkan . kurva.

  2 dan 3* Sehingga untuk mencapai efek terapi yang optimum, diperlukan kontrol pelepasan obat sedemikian rupa sehingga didapat bioavaibilitas yang cukup ( 1 ).

  Bioavaibilitas suatu produk obat dapat diukur dengan dua cara, yakni : secara langsung dan tidak langsung ( 1,

  11+ ). Secara langsung, .dengan menggunakan data plasma atau

  urine, sedangkan cara tidak langsung yaitu dengan mengguna kan parameter respon klinik atau dengan efek farmakologi a kut ( 1 ). Beberapa contoh efek farmakologi akut yang da­ pat digunakan untuk penentuan bioavaibilitas obat. secara tidak langsung adalah : tekanan darah, penyempitan atau pe lebaran pupil mata, kadar glukosa darah dan lain sebagai nya ( 1, 1^, 15 ).

  Terdapat dua faktor yang berpengaruh terhadap bioavai labilitas obat, yaitu faktor fisiologis dan faktor farma setik ( 1 ). Faktor fisiologis meliputi umur, jenis kela- min, keadaan fisik, kecepatan pengosongan lambung, motili-

  

7

  tas usus, kemampuan absorbsi membran, adanya penyakit ter- tentu, jenis makanan, dan pengaruh peraakaian obat lain ( 1, 15 )• Kecepatan pengosongan lambung dan motilitas usus ber pengaruh terhadap absorbsi obat untuk sampai ke sirkulasi sistemik ( 1 ).

  Adanya makanan dalam lambung juga mengaki- batkan absorbsi obat menjadi lambat, hal .ini disebabkan terjadinya peningkatan viskositas cairan lambung, sehing­ ga kecepatan pengosongan lambung menurun (

  15

  ). Faktor farmasetik, meliputi : disintegrasi, pelepasan obat, laju disolusi, sifat fisika kimia dan faktor formulasi ( 1 ). Laju disolusi suatu obat merupakan hal yang penting karena berpengaruh terhadap bioavailabilitasnya, makin besar laju disolusi semakin cepat pula obat tersebut diabsorbsi dalam darah ( 1, 2 ).

  II.1.1. Hubungan bioavailabilitas dengan la.1u disolusi.

  Obat bentuk padat yang digunakan secara oral dan ditu jukan untuk pengobatan sistemik, umumnya melalui suatu rangkaian proses yaitu : disintegrasi, deagregasi,disolusi dan absorbsi obat melewati membran raenuju ke aliran darah

  ( 1, 2, 3 )• Keadaan tersebut oleh J. Blanchard ( 3 ) di- gambarkan dengan skema yang ditunjukkan gambar 2. Dari ske ma dapat dilihat bahwa agar obat dapat diabsorbsi, obat ha rus dalam keadaan terlarut.

  Untuk obat yaftg bersifat sukar larut, tahap disolusi atau proses dimana suatu senyawa kimia terlarut dalam me­ dia, merupakan suatu masalah karena laju disolusinya lam­ bat, sehingga menjadi penentu bagi laju absorbsinya ( 1,4 ).

  8 SALURAN PENCERNAAN

  PLASMA

  partikol halus obat granul / terlarut

  • gregat obat padat

  Gambar 2. Skema perjalanan obat padat yang diberi- kan secara oral dalam tubuh ( 3 ) Noyes & Whitney ( cit Zf, 16 ) menggambarkan hubungan antara laju disolusi d.engan sifat fisika kimia obat dengan persamaan :

  ^ = k.A ( Cs - Ct ) ............ ( 1 ) dimana, ^ = laju disolusi, k =' tetapan disolusi, A= luas permukaan partikel yang kontak dengan media, Cs = kadar o- bat dalam larutan jenuh ( kelarutan bahan obat ), Ct = ka­ dar obat pada waktu tertentu. Umumnya kadar obat pada wak- tu tertentu ( Ct ) relatif sangat kecil dibandingkan de­ ngan kadar obat dalam larutan jenuh ( Cs ), sehingga per-

  9

  samaan 1 menjadi : = k

  .A.Cs ......... ( 2 ) dC Dari persamaan 2 terlihat bahwa laju disolusi ( -jj- ) ber- banding lurus dengan luas permukaan partikel ( A ) dan ke­ larutan bahan ( Cs ). Sehingga untuk meningkatkan laju di­ solusi dapat dilakukan dengan cara memperluas permukaan partikel dan atau meningkatkan kelarutan bahan (3*^ )

  II.2, Ukuran partikel Dengan memperkecil ukuran partikel, luas permukaan bahan obat yang kontak dengan media disolusi akan mening- kat ( 2, 1? ). Selain itu dengan mcmperkecil ukuran par tikel sampai dengan ukuran mikron, dapat inenycbabkan penin^ katan kelarutan suatu bahan ( 6 ).

  Berdasar pada rumus Kelvin ( cit 6 ) :

  a-

  1 n S_ _ 2 • Tf , V— ..... ••••( 3 ) So “ 2,303 R.T.r c dimana g0 = perbandingan kelarutan bahan dengan ukuran ke- cil ( S ) dengan kelarutan bahan dengan ukuran besar (So),

  7S

  = energi bebas permukaan, v = volume molar, R = teta- pan gas, T = suhu mutlak dan r = jari-jari ; dapat ditun­ jukkan pengaruh ukuran partikel terhadap kelarutan bahan. Pada tabel I berikut, dapat dilihat peningkatan kelarutan

  300

  suatu bahan obat yang mempunyai berat molekul = , ener-

  2

  3 gi bebas permukaan = 50 erg/cm , berat jenis = 1 g/cm , di perkecil ukurannya menjadi 10“^, 10_/+, 10-^ dan 10”^ cm , dan dilakukan pada suhu 27 °C ( 6 ).

  10 T

  ABEL I PENGARUH UKURAN PARTIKEL TERHADAP KELARUTAN ( 6 )

  Dari tabel di atas tampak bahwa peningkatan kelarutan aki- bat pengecilan ukuran partikel baru berarti, bila ukuran partikel mencapai daerah mikron.

  Hubungan ukuran partikel terhadap laju dicolusi da- pat ditunjukkan pada gambar 3> yang merupakan hasil uji di solusi fenasetin dari berbagai ukuran partikel dalam cai- ran lambung,■dimana fenasetin dengan ukuran yang paling ke oil menunjukkan laju disolusi yang paling besar ( 8 ).

  Gambar 3. Pengaruh ukuran partikel terhadap laju disolusi fenasetin dalam cairan lambung ( 8 )

  11 Oleh karena dengan meraporkecil ukuran partikel bahan

  obat sukar larut dapat meningkatkan laju disolusinya, maka laju absorbsi dan kadar obat dalam darah pun meningkat.

  Pe ngaruh ukuran partikel terhadap kadar obat dalam darah da­

  

  pat dilihat pada gambar Pada pemberian fenasetin dengan berbagai ukuran partikel yang diberikan dalam bentuk sus- pensi menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran partikel fena setin, kadar fenasetin yang ada dalam plasma semakin besar. 10-1

  Waktu ( jam ) Gambar i+. Pengaruh ukuran partikel terhadap laju absorbsi fenasetin dalam plasma,( 3 ) Finholt dan. kawan-kawan ( 8 ) melaporkan bahwa penge cilan ukuran partikel tidak selalu dapat meningkatkan laju disolusi obat. Dari penelitian yang telah dilakukan terha­ dap fenobarbital, ternyata laju disolusinya menurun dengan semakin kecilnya ukuran partikel ( Gambar 5 )• Hal ini da­ pat disebabkan semakin kecil ukuran partikel,energi bebas

  12

  permukaan akan meningkat dan adanya gaya van der Wdals an- tara molekul-molekul sehingga terbentuk agregat dan aglome rat, sehingga . luas permukaan efektif bahan yang berperan dalam proses disolusi menjadi berkurang ( 7 ).

  . Gambar 5.

  Pengaruh ukuran partikel terhadap laju disolusi fenobarbital ( 8 )

  3*

  II. Dispersi solida Dispersi solida adalah dispersi satu atau lebih .ba­ han aktif dalam pembawa inert padat yang dibuat dengan ca­ ra pelarutan, peleburan atau kombinasi pelarutan dan pele- buran ( 7 ) •

  Dispersi solida merupakan salah satu cara yang dapat digunakan uituk meningkatkan laju disolusi bahan obat su- kar larut. Bila bahan obat didispersikan dalam pembawa i- nert padat yang bersifat mudah larut, bahan obat akan ter- dispersi dalam pembawa dengan ukuran sangat halus, sehing­ ga laju disolusinya akan meningkat. Hal ini juga disebab - kan karena partikel bahan diselubungi pembawa yang .mudah

  13

  larut sehingga tidak terjadi agregasi, aglomerasi dan ad­ sorbs! udara ( 7 ).

  Sejak teknik pembuatan dispersi solida diperkenalkan pertama kali oleh Sekiguchi dan Obi pada tahun 1961 hingga sekarang, lebih dari 270 publikasi tentang dispersi solida dari bahan-bahan sukar larut ( 7,9 ). Salah satu contoh a- dalah dispersi solida asetaminofen - urea ( Gambar 6 ), di mana laju disolusi asetaminofen dari bentuk dispersi soli­ da dalam pembawa urea lebih tinggi dibandingkan dengan cam puran fisis maupun asetaminofen murni ( 18 ).

  Dibandingkan laju disolusi griseofulvin yang tidak diperkecil ukurannya, dispersi solida griseofulvin .dalam pembawa PVP mempunyai laju disolusi yang lebih besar ( 9 ).

  Besar peningkatan laju disolusi dapat dilihat pada t'abel II TABEL II

  LAJU DISOLUSI RELATIF* GRISEOFULVIN ( 9 ) 1 menit if menit B a h a n

  1,0 Griseofulvin ukuran mikron 1,0

Griseofulvin - PVP ( 1:5 )

  6,1 5,1 Griseofulvin - PVP ( 1:10 )

  7,2 6,1 Griseofulvin - PVP ( 1:20 ) 11,0

  7,3

  • = dibandingkan griseofulvin yang tidak diperkecil ukurannya.

  Dispersi solida griseofulvin dalam PVP komposisi 1:20 niom- punyai peningkatan laju disolusi terbesar yaitu 11 kali pa

  Ik

  da menit pertaraa dan 7,3 kali pada menit ke empat. Sedang- kan griseofulvin dalam ukuran mikron pcningkatannya hanya satu kali.

  C5 0) o

  a

  • H

  6

  cC P

  • <1) CO b

  cfl

  cd Gambar 6. Laju disolusi asetaminofen (18 )

  Keterangan : : dispersi'solida asetaminofen-*- urea : carapuran fisis asetaminofen - urea : asetaminofen murni

  Peneliti terdahulu ( 13 ) juga telah membuktikan bah wa dengan dibuat dispersi solida dalam pembawa PVP K-30,la ju disolusi tolbutamida meningkat dibandingkan tolbutamida

  

15

murni.

  Dengan mencoba pada berbagai komposisi, ternyata besar peningkatan laju disolusi .tolbutamida pada 2,5 me­ nit pertama bervariasi ( Tabel III )

  TABEL III PENINGKATAN LAJU DISOLUSI TOLBUTAMIDA DARI BENTUK DISPEPSI SOLIDA TOLBUTAMIDA - PVP K-30

  BERBAGAI KOMPOSISI PADA MENIT KE-2,5 ( 13 ) B a h a n

  Peningkatan laju disolusi Tolbutamida - PVP K-30

  

90:10 12,10

  80:20 16,69 70:30

  22,01 60:40 15)6*6

  50:50 ‘ 8,44

  40

  : 60

  14,88

  30:70 18,07 20:80 28,40 10:90 26,31

  Dari tabel III dapat dilihat bahwa pada semua komposisi terjadi peningkatan laju disolusi,. dan peningkatan ter- besar ditunjukkan oleh dispersi solida tolbutamida - PVP K-30 komposisi 20:80.

  16 II.J+, Tolbutamida

  Il.if.l. Si fat fisika kimia ( 19.20.21 ) H^C S02— NHCONH(CH2 )

  Rumus bangun : H^C Nama lain l-butil-3-p-toluilsulfonil-ureum

  N-( ^ metil-benzensulfonil )-N'-n- butil urea Tolilsulfonilbutilurea

  Nama dagang : Orinase Rastinon

  Pemerian serbuk halus, putih, tidak berbau dan rasa agak pahit Kelarutan praktis tidak larut air, tapi ds- ngan penambahan alkali membentuk garam yang mudah larut dalam air, larut dalam etanol ( 95% ) P dan dalam kloroform P, sedikit larut dalam eter. Jarak lebur : antara 126 sampai 132 °C

  129»5

  antara 128,3 sampai °C Stabilitas : terurai oleh panas pada suhu 160 sampai 180 °C membentuk p-tolil- sulfonamida dan n-butil iso sia- nat

  II.if.2. Khasiat dan pen^gunaan ( 10,11,19)20 ) Tolbutamida merupakan antidiabetika oral go- longan sulfonil urea. Dengan cara morangsang ;;o 1

  17

  merupakan polimer dari 1-vinilpiro- lid-2-on.

  

7 0 0 .0 0 0

  )n bervariasi mulai dari 10.COO sampai

  n o

  9

  

h

  6

  c

  (

  r

  pankreas untuk mengeluarkan insulin, zat yang di butuhkan dalam transpor glukosa darah dalam sel. Se hingga tolbutamida hanya dapat digunakan untuk pe- ngobatan diabetes tipe II jenis dewasa (“maturity - onset0 ) dimana pankreasnya masih aktif. Kadar maksimal dicapai dalam darah setelah 2-4 jam, dan mempunyai masa kerja 6-12 jam.

  2 .N.

  CH— CH

  Kelarutan : imia

  Rumus bangun : Rumus molekul: Berat molekul: Nama lain : Pemerian :

  ) 11.5*1* Sifat fisika k

  PVP ) ( 9*2.2.

  (

  11*5. Polivinilpirolidon

  Dosis permulaan oral 3 kali sehari 0,5-1 g selama makan ( guna menghindari iritasi lambung ), dosis pemeliharaan 2 kali sehari 0,5 g*

  polividon, povidon serbuk putih atau putih kekuningan, tidak berbau, tidak berasa dan sedi kit higroskopis. mudah larut dalam air, alkohol, klo

  18

  roform , tetapi tidak larut dalam eter. Kelarutan

  PVP tergantung pada be­ rat molekulnya. Semakin besar be­ rat molekulnya, semakin berkurang kelarutannya karena viskositas la rutannya meningkat.

  Berdasar kelarutannya, PVP dibagi dua macam yaitu larut dalam air dan yang tidak larut 'dalam air. PVP yang larut air, contohnya PVP K-18, PVP

  K-25 dan PVP K-30, yang amumnya digunakan sebagai zat pendispersi, penyalut tablet, dan sebagai pem bawa dalam pembuatan dispersi solida suatu 'bahan obat yang sukar larut. PVP yang tidak larut dalam air contohnya PVP GL dan PVP KL,jenis ini umumnya digunakan sebagai disintegrator pada tablet.

  II.6. Glukosa darah ( 11.25.2U.25.26 )

  III.6.1. Sumber glukosa darah Selain didapat dari proses glikogenesis da ri glikogen hati dan glikoneogenesis dari berba- gai senyawa glukogenik, glukosa darah juga dipe£ oleh dari pemecahan karbohidrat yang terkandung dalam makanan. Di dalam saluran pencernaan, kar­ bohidrat diubah menjadi glukosa, fruktosa dan ga

  Stabilitas : terurai pada titik leburnya 275°C

  II.5*2. Penggunaan

  19

  laktosa. Glukosa akan langsung diserap melalui vo na porta, sedangkan fruktosa dan galaktosa sejjera diubah menjadi glukosa oleh hati III.6.2. Pengaturan kadar glukosa darah

  Kadar glukosa darah manusia pada keadaan se- telah makan karbohidrat berkisar antara1120-130 mg;6. Sedangkan pada keadaan "post absorbsi” , kadar glu­ kosa darah akan turun menjadi 80-100 mg$. Penuru- nan semakin besar saat manusia puasa, yaitu anta- ra 60-70 mg$.

  Apabila kadar glukosa dalam cairan ekstra sel meningkat akibat makan karbohidrat yang berlebihan, maka peningkatan lersebut akan diikuti dengan pe- ningkatan pengeluaran insulin dari sel ^ pankreas.

  Insulin akan meningkatkan Iranspor glukosa dari on. iran-ekstra sel menuju intra sel melalui membran, Pada orang yang terlalu gemuk dan orang yang lan- jut usia, ser.ingkali mengalami kekurangan hormon insulin sehingga menggangu metabolisme glukosa da­ lam tubuh dan menyebabkan kadar glukosa darah men­ jadi tinggi.

  III.6.3* Cara nenentuan kadar glukosa’ darah Kadar glukosa darah dapat ditentukan dengan beberapa cara, antara lain : metoda Somogyi Nelson, metoda Hoffman, metoda o-toluidin dan metoda enzi- matik, Dalam pelaksanaan di klinik, seringkali di-

  20

  pakai metoda o-toluidin karena pclaksanaannya ce- derhana dan mempunyai spesifikasi yang relatif tinggi.

  Pada metoda ini reaksinya tidak didc^sar- kan dari sifat reduksi glukosa sehingga tidak di- pengaruhi oleh bahan-bahan fisiologis yang ada da lam serum.

  Prinsip reaksi dari metoda ini adalah pem- bentukan senyawa kompleks yang berwarna biru kehi jauan, hasil reaksi antara. glukosa dengan o-tolui din dalam suasana asam asetat panas. . Intensit-as warna senyawa kompleks yang terbentuk dapat diu- kur dengan spektrofotometer pada panjang golombang makuimum larutan glukosa

  Metoda o-toluidin dapat digunakan langsung untuk menentukan kadar glukosa yang terdapat pada serum, plasma, urine dan cairan serebrospinal. Te, tapi bila digunakan pada sampel darah, perlu dila kukan deproteinisasi terlebih dahulu. Sebagai pe- ngendap protein dapat dipakai asam tungstat atau asam trikloroasetat. III.l. Alat

  ALAT, BAHAN DAN METODA PENELITIAN

  • "Differential Scanning Calorimeter" ( DSC ) merk

  Shimadzu

  • "Double Beam Spektrophotometer UV" li|0-02 rnork

  Shimadzu

  • "Hot: Plate Stirrer" merk Corning tipe PC-3^1
  • "Porta Centrifuge" merk Sugico - "Vortex" merk Genic tipe K-^bO-GE
  • Ekaikator h
  • Penangas air
  • >Tolbutamida p.g. ( PT. DUPA )
  • PVP K-30 p.g* ( PT. Coronet Crown )
  • Etanol absolut p.a. ( E. Merck )
  • Natrium hidroksida p.a. ( E. Mer
  • Heparin - Clukosa P*a.

  ( Ferak ) TM

  • Seronorm Routine ( E. Merck )
  • Kit Glukosa ( E. Merck ) terdiri dari : larutan asam trikloroasetat ......

  300

  mmol/ 1

  21

  22

  reagensia warna ( 800 mmol/ 1 larutan o-toluidin dalam asam asetat ) larutan standar g l u k o s a ........... 5,55 mmol/ 1

  III.3* Metoda penelitian

  III.3*1* Identifikasi tolbutamida

  III.3.1*1- U .11 kualitatif ( 21) Dilakukan penentuan titik lebur tolbutamida de­ ngan menggunakan alat DSC. Dari termogram yang dihasilkan dapat diketahui titik lebur tolbuta­ mida.

  111.3.1.2. U.ii kuantitatif ( 19 ) Dilakukan dengan cara asidi-alkalimetri : Ditimbang teliti 500 mg tolbutamida, dilarutkan

  30

  dalam ml etanol 95$ netral, kemudian ditam- bah 20 ml air suling. Dititrasi dengan natrium hidroksida 0,1 N menggunakan indikator larutan fenolftalein P.

  1 ml natrium hidroksida 0,1 N setara dengan 27,04 mg C12H18N2°3S *

  111.3.2. Identifikasi PVP K-^0 ( 19 ) Dilakukan uji kualitatif dengan reaksi warna.

  • Pada 10 ml larutan Z% PVP ditumbalikan JO ml 1IC1

  . 1 N dan 5 ml larutan I^Cr^O

  • Pada 5 ml larutan 0,5% PVP ditambahkan 0,:: ml iodium 0,1 N.

  23

1 1 1 .3.3 • Pembnatan dispersi solida Loi.bn laniida - PVP K-oO

  ( 20:80 ) Dilakukan dengan cara pelarutan ( 2? ):

  • PVP K-30 yang telah ditimbang dilarutkan dalam etanol panas di atas "Hot Plate Stirrer".
  • Ke dalam larutan tersebut, ditambahkan tolbuta mida dengan jumlah sesuai komposisi dan diaduk hingga semua terlarut.
  • Etanol diuapkan sampai kering.
  • Campuran yang telah kering dimasukkan ke dalam eksikator hampa selama

  2X\

  jam,

  • Campuran digerus dan diayak dengan B^

  q .

  111.3.4. U.1i hasil dispersi solida ( 9 ) Ditentukan titik lebur dengan menggunakan alat DSC :

  • - Dispersi solida sebanyak Z-k mg dimasukkan da­ lam sampel pan,
  • Sampel pan dipanaskan dalam oven DSC bersama - sama pembanding.
  • Perubahan sampel selama pemanasan direkan pada termogram.
  • Titik lebur dihitung dengan cara menentukan ti­ tik potong antara garis singgung dengan garis dasar.

  Kemudian profil termogram yang dihasilkan diban- dingkan dengan profil termogram dispersi solida

  24

  tolbutamida - terdahulu.

  III.3.

  5. U.ii kit glukosa TM

  Serbuk serum baku "Seronorm Routine" dilarutkan dengan 5>0 ml air suling, kemudian dikocok perla- han hingga terlarut semua. Selanjutnya dilakukan penetapan kadar glukosa dalam serum baku sebanyak lima kali pada panjang gelombang 630 nm, Penentuan kadar glukosa dilakukan dengan caru se- perti yang tertera pada tabel IV. Bila hasil uji memenuhi rentang kadar yang dipersyaratkan, maka kit dapat digunakan untuk penentuan kadar glukosa dengan metoda o-toluidin.

  6. Pembuatan larutan baku induk glukosa III.3.

  Ditimbang teliti 1,0 g serbuk glukosa dan dilarut kan dalam air suling sampai volume 100,0 ml.

  7. Penentuan pan.iang gelombang maksimum glukosa III.3.

  Diamati harga resapan dari larutan glukosa kadar 80 dan 120 mg%, hasil pengenceran larutan baku in duk glukosa dengan air suling, pada panjang gelom bang antara 620-635 nm dengan cara seperti tabel

  IV. Panjang gelombang dengan nilai resapan m^ksi- mum digunakan sebagai panjang gelombang maksimum pada penelitian selanjutnya.

  2b

  T CARA PENENTUAN KADAR GLUKOSA ' MENGGUNAKAN KIT GLUKOSA METODA O-TOLUIDIN ( 28 )

  Dipipet ke dalam tabung sentrifus : Sampel Blangko

  Standar Larutan asam trikloroasetat 1,0 ml 1,0 ml 1,0 ml

  Sampel ( tscrum baku/ larutan

  _
  • - glukosa/ darah ) 0,1 ml
    • Larutan standar 0,1 ml
    • Air suling

      0,1 ml

      30 Campur komudian disen Lrii'us selama menit.

      Dipipet dalam tabung reaksi : - - Supernatan bebas protein 0,5 ml

    • Campuran standar

      0,5 ml

    • Campuran blangko

      0,5 ml 2,0 ml

      Reagensia warna 2,0 ml 2,0 ml Campur dan diinkubasikan selama 8 menit dalam penangas air mendidih, kemudian segera didinginkan. Diukur resapan sampel ( Rs ) dan resapan standar ( Rst ) terhadap blangko,secara spektrofotometrik pada panjang gelombang tertentu. Kadar glukosa = x 100 mg%

      26 8.

      111.3.

      Diamati harga resapan dari larutan .glukosa kadar

      40

      20, , 60, -80, 100, 120, dan 200 mg%, hasil pe- ngenceran larutan- baku induk glukosa dengan air suling, pada panjang gelombang maksimum dengan ca ra seperti tabel IV. Dari pengamatan dibuat kur­ va kadar terhadap resapan. 9* Penentuan dava penurunan kadar glukosa darah 111.3. secara in vivo

      9.1. Subyek 111.3.

      Penelitian dilakukan pada enam ekor kelinci pu till, jantan, sehat, dengan berat £,5-3j3 kg (27). Sebelum dilakukan percobaan, subyek diadaptasi kan dengan lingkungan percobaan selama 1 mingg- gu. Subyek dipertahankan hidupnya dengan diberi air dan makanan tertentu, dengan jumlah yang di sesuaikan berat badannya.

      III.3.

      9.2. Protokol Sebelum dilakukan percobaan, subyek dipuasakan sepanjang malam, tetapi tetap diberi minum. Se- telah dilakukan penimbangan, subyek ditempatkan dalam kandang pengendalian untuk mempermudali pe ntfambilan sampel darah. Darah diambil dari vena marginalis.'

      2?

      Setiap subyek mendapat tiga perlakuan dengan rancangan saling silang ( ’’cross over design” ). Antara dua perlakuan diberi selang waktu sela- satu minggu.

      Perlakuan I : Sebagai kontrol, tanpa pemberi an obat.

      Perlakuan II : Diberi tolbutamida murni sebanyak 0,25 &/ kg berat badan ( 2y,30 ).

      Perlakuan III: Diberi dispersi solida tolbutami­ da - PVP K-30 ( 20:80 ) , dengan jumlah setara tolbutamida 0,25 g/ kg berat badan.

      Pada jam ke-1 dari tiap perlakuan*, subyek diberi glukosa sebanyak 1 g/ kg berat badan secara oral

      50

      dalam bentuk larutan glukosa % , sebagai tes toleransi glukosa/ GTT ( 29)30 ). Pemberian obat pada perlakuan II dan III secara oral dalam ben­ tuk suspensi dalam air suling 5 ml/ kg berat ba­

      31

      dan ( ) segera setelah pengambilan darah pu- asa ( jam ke-0,0 ) ( 29 ) Pengambilan sampel darah dilakukan pada jam ke : 0,0; 0,5; 1|0; 1,5; 2,0; 4,0 dan 6,0 segera iscte lah pengambilan darah puasa.

      III.3.9.3. Penentuan. kadar ftl.ukosa darah Kadar glukosa darah sampel dari setiap pengambil ' '

      ’"1

      28

      an, ditentukan dengan cara seperti tabol IV yang pengamatannya dilakukan pada panjang gelombang maksimum glukosa.

      III.3-10* Analisa data

      III.3.10.1. Perhitungan dava penurunan kadar glukosa darah Untuk menghitung daya penurunan kadar glukosa darah akibat pemberian obat, dilakukan dengan cara sebagai berikut :

    • Ditentukan perubahan kadar glukosa darah pa da tiap perlakuan, dengan menghitung selisih kadar glukosa pada setiap w&ktu terhadap ka­ dar glukosa darah awal ( C^-C

      q )

    • Daya penurunan kadar glukosa darah akibat pemberian obat = selisih antara perubahan ka dar glukosa kontrol dengan perubahan kadar glukosa darah akibat pemberian obat ( tolbu­ tamida/ dispersi solida tolbutamida - PVP

      K-30 ( 20:80 ) ) = {( Ct-CQ )kt - ( Ct-CQ )Qb}

      III.3*10.2. Analisa data dengan statistik Daya penurunan kadar glukosa darah dihitung dg. ngan metoda statistik secara ANAVA, percobaan faktorial dari rancangan blok lengkap yang di- acak ( "Randomized Complete Block Design" /

      RCBD )

      BAB IV HASIL PENELITIAN IV.1. Identifikasi tolbutamida IV.1.1. U.ii kualitatif Perneriksaan titik lebur sesuai metoda penelitian ( DSC ), diperoleh titik lebur tolbutamida 131»90°C. Termogram DSC dapat dilihat pada lampiran 1. IV.1.2. U.ii kuantitatif Penotapan kadar tolbutamida yang ditentukan rnenu-

      3

      1.2

      rut metoda ponolitian . , memberikan ha-

    • 111

      99

      53

      sil sebesar , %*

      IV.2. Identifikasi PVP K-50

    • dengan pereaksi HC1 1 N dan larutan K^C^O,-, : ter bentuk endapan warna jingga
    • dengan pereaksi larutan iodium 0,1 N : terjadi warna merah tua

      IV.3. U.ii dispersi solida Sesuai metoda penelitian III.3.4> dispersi solida ha sil pembuatan diperiksa dengan DSC. Pada termogram tidak tampak adanya puncak titik lebur ( Lampiran 2,

      3

      , dan i|. ) dan mempunyai profil yang idontik dengan termogram dispersi solida dari penelitian terdahulu ( Lampiran 5 )•

      29

      30 IV.if. U.ii kit glukosa

      Dilakukan seperti yang telah disebutkan dalam meto­ da penelitian III.3.5. Hasil uji tercantum pada ta- bel V.

      TABEL V HASIL UJI KIT GLUKOSA No. Rs Kadar glukosa ( m )

      Ret

      1 .

      0,315 0,255 123,53

      2

      . 0,281 110,19 0,255

      0,302

      0,255 118, if3 3. if. 0,295 0,255 115,69

      117,25 5. 0,299 0,255

      Kadar rata-rata = 117,02 + if,82 mg% .'IV. 5. Pan.iang gelombang maksimum glukosa

      Nilai resapan yang ditentukan secara spektrofotome­

      111 3* 7

      trik sesuai metoda penelitian . , pada kadar

      110,30

      glukosa 73,5if mg% dan mg% .memberikan hasil seperti yang tercantum pada tabel VI dan gambar 7, Berdasar data dan gambar, diperoleh panjang gelom-

      630

      bang maksimum nm

      Nilai resapan larutan glukosa dengan kadar tertentu untuk pembuatan kurva baku dapat dilihat pada tabel

      51 T

      629

      634 0,222

      0,224 0,328 632 0,223 0,327

      0,329 631

      0,225 .

      630

      0,224 0,328

      0,328

      ABEL VI NILAI RESAPAN LARUTAN GLUKOSA PADA BERBAGAI PANJANG GELOMBANG Panjang gelombang ( nm )

      628 0,224

      0,223 0,327

      626

      0,222 0,323 624 0,223 0,325 .

      622

      110,30 mg?'? 620 0,221 0,321

      Nilai resapan pada kadar 73>54 mg#

      0,32b

      

    32

    0,330 0,325 0,320 n a p a s e r i la Ni

      0,225 0,220 L "6 5 5 652 624 6 2 6 6 2 6 6 3 0 632 634

    • Panjang gelombang ( nm ) Gambar 7. Kurva nilai resapan terhadap panjang gelombang dari larutan glukosa

      33 TABEL VII

      NILAI RESAPAN RATA-RATA LARUTAN GLUKOSA DARI BERBAGAI KADAR PADA 630 nm

      Kadar ( mg% ) Nilai resapan rata-rata 0,084

      18,38 36,77 0,125

      55,15 0,179 0,225

      73,54 0,270

      91,92

      110,30

      0,329 0,502

      183,8if Setelah dilakukan analisis regresi linier, diperoleh

      05-5

      koefisien korelasi (r) = 0,9993 " ^ dengan persamaan Y = 2,556^.10'3X + 0,0367

      mg%

      X = kadar glukosa ( ) Y = nilai resapan pada panjang gelombang maksimum

      ( 630 nm )

      IV.7. Penentuan kadar glukosa darah Dilakukan sesuai metoda penelitian III.3*9«3» Kadar glukosa darah pada tiap waktu pengambilan sampel , pada perlakuan I, II dan III masing-masin£ subyuk, dapat dilihat pada tabel VIII.

      

    34

    0 .5 -

      d

      c\5 p. 0 . 4 - sa re i la 0 .3 - Ni

    • - , k 0 7

      o.»- 2 0 6 0 J0 0 140 180 '

      1 1 ' i i 1 i I | ' “

    • ► Kadar larutan glukosa ( mg% )

      8 Gambar . Kurva nilai resapan terhadap kadar 630

      larutan glukosa pada A = nm

      IV.8.1. Perhitungan dava penurunan kadar glukosa darah Dihitung dengan cara seperti yang disebutkan da-

      3

      10

      1 lam metoda penelitian Ili. « . .

      Perubahan kadar glukosa dara.li dari keadaan awal akibat perlakuan dapat dilihat pada tabel IX ,

      9 dan gambar s/d lif.

      

    35

    Dari gambar yang dihasilkan, terlihat adanya pe-

      6

      14 nyimpangan profil kurva pada subyak ( gambar ).

      Setelah dilakukan "Rejection of a Result", hasil

      6

      nya data dari subyek harus di "reject", sehing- ga untuk pengolahan data selanjutnya hanya dipa-

      3 kai data dari subyek kelinci.

      Daya penurunan kadar glukosa darah akibat pemberi an tolbutamida dan dispersi solida tolbutamida PVP K-30 ( 20:80 ) tiap selang waktu pengamaian pada masing-masing subyek dapat dilihat pada ta­ bel X. Sedangkan daya penurunan maksimum dapat di lihat pada tabel XI.

      IV.8.2. Analisa data dengan statistik Sesuai metoda penelitian III.3.10.2 , daya penuru nan kadar glukosa darah diolah dengan statistik se'cara ANAVA dengan percobaan faktorial RCBD. Ringkasan hasil statistik dapat dilihat pada ta­ bel XII. SKRIPSI PERBANDINGAN i n s t j yiu u m h m n t tis i snh s M l uin DAYA PENURUNAN PERPUSTAKAAN - ADLN UNIVERSITAS KADAR

      3 GLUKOSA

      6 AIRLANGGA DARI ..... DARAH NOORMA It : U iU it (611), tfiberikia flikisi seteayak I sraa/kg bent baba. ROSITA 15: lotM tM ifc, Jiberikaa sebaiytk 0,25 grat/lg bent baiiaa. nr h : UsMrsi silifc lolMUaifc - k-30 (20:80), Jiberikaa tfeigaa jialab seUn Jtnaa tilbiUaitfa 0,25 fr«/k$ bent bafca. SKRIPSI HIUft PERBANDINGAN

      AKAI tAMt 611 K SA IAIAI Mil KAMA* AVAl ACIBA

      1 PillACUAIt ADLN DAYA PENURUNAN PERPUSTAKAAN - KADAR UNIVERSITAS GLUKOSA

      37 AIRLANGGA DARI ..... DARAH ROSITA NOORMA Itttl Ds : Pi$>ffsi solida tolbiUaida - PVP 1-30 (£0:80), li& tn ia i dfigai jvsial setara leigai toifttaaida 0,25 gr«/lg batfaa.