sosiologi terapan eko interior pada

KONFLIK AHMADIYAH VS ISLAM YANG
MELIBATKAN ORMAS ISLAM DALAM SKB (3) TIGA
MENTERI
PAPER INI DISUSUN GUNA MEMENUHI UJIAN PADA MATA KULIAH
SOSIOLOGI TERAPAN YANG DIAMPU OLEH : OKTAVIANI ADHI
SUCIPTANINGSIH
Disusun Oleh :
Nama : Diyana Rahmawati
NIM : 3401409001

SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2010
KONFLIK AHMADIYAH VS ISLAM YANG
MELIBATKAN ORMAS ISLAM DALAM SKB (3) TIGA
MENTERI
Indonesia adalah negara yang multikultural, terdiri atas ribuan Pulau bahkan
di Indonesia sendiri terdapat beragam suku bangsa, ras, bahasa, kebudayaan, adat

istiadat bahkan hingga agama. Di Indonesia sendiri terdapat lima agama yaitu Islam,

Kristen Protestan, Kristen Katholik, Hindu dan Budha. Namun kini telah diakui
adanya Konghucu sebagai agama resmi di Indonesia. Mayoritas dari penduduk
Indonesia adalah Islam. Sedangkan penduduk yang beragama Protestan mayoritas
berada di Papua, Kepulauan Maluku dan Sulawesi Utara, dan Katholik sebagian besar
berada di Nusa Tenggara Timur. Sedangkan untuk yang beragama Hindu-Budha
mayoritas berada di Bali.
Selama bertahun-tahun Indonesia merdeka sudah banyak terdapat aliran-aliran
kepercayaan yang ada di Indonesia. Pemerintah mengizinkan praktik sistem
keyakinan tradisional Aliran Kepercayaan sebagai manifestasi budaya, bukan sebagai
suatu agama. Para pengikut Aliran Kepercayaan harus mendaftar ke Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata. Pihak berwenang daerah pada umunya menghargai
penganut Aliran Kepercayaan ini dalam mempraktikkan keyakinannya. Banyaknya
aliran kepercayaan yang berkembang di Indonesia yang tak sedikit jumlahnya
terkadang keberadaannya dapat memicu terjadinya konflik. Beberapa tahun yang lalu
beredar mengenai adanya aliran Islam Ahmadiyah yang ada di Indonesia. Aliran ini
dianggap sebagai aliran sesat oleh beberapa ormas Islam karena ajarannya
menyimpang dari ajaran pokok atau garis besar Islam.
Dalam permasalahan yang terjadi tersebut dapat dikatakan bahwa masalah
dalam kajian ini adalah tentang bagaimana berkembangnya Ahmadiyah dan ajarannya
sehingga dikatakan sebagai aliran sesat. Selain itu juga perlu di jelaskan mengenai

bagaimana peran-peran lembaga-lembaga Islam dalam menangani permasalahan
tersebut untuk kemudian dikaitkan dengan peraturan atau perundang-undangan
mengenai kebebasan beragama serta keterkaitan SKB 3 menteri dalam penanganan
masalah ini serta mengenai perundang-undangan tentang kebebasan beragama di
Indonesia.
Berkaitan dengan masalah tersebut tentang adanya konflik di dalam
masyarakat mengenai dilarangnya Ahmadiyah sebagai bagian dari Islam melibatkan
peran pemerintah dan lembaga keagamaan yang bersangkutan seperti MUI dan FPI.
Dalam hal ini dapat dikaji melalui beberapa teori. Yang pertama adalah teori
Fungsionalisme yang diutarakan oleh Robert K. Merton. Ia mengatakan tentang
adanya fungsi manifes dan fungsi latent. Ia memberi tekanan pada bagaimana

perbedaan pola-pola organisasi sosial di dalam sistem sosial yang lebih eksklusif
dapat dicittakan, dipelihara, dan dirubah bukan hanya oleh kebutuhan total sistem
tetapi juga oleh interaksi diantara item-item sosiokultural di dalam keseluruhan
sistemik. Teori ini tidak menerima konsepsi variabel konflik dan perubahan sosial.
Jadi dapat dikatakan bahwa dalam teori ini masyarakat selalu dalam keadaan yang
seimbang, stabil atau statis. Namun pada kenyataannya dapat kita lihat bahwa
masyarakan merupakan sesuatu yang dinamis, berkembang dan selalu mengalammi
perubahan. Dan dalam masyarakat sendiri sering terjadi konflik yang nantinya dapat

merujuk pada suatu proses integrasi. George Simmel juga mengatakan dalam teori
konfliknya yaitu dikatakan bahwa konflik adalah salah satu proses utama yang
bekerja untuk menyelamatkan masyarakat keseluruhan dan atau beberapa bagian di
dalamnya. Kemudian konsekuensi dari konflik dapat memiliki konsekuensi integratif
untuk the social whole, ketika, konflik dapat menghasilkan koalisi diantara kelompok
yang berkonflik. Jadi dapat dikatakan bahwa konflik juga memiliki sisi posif yaitu
dapat mengintegrasikan kelompok-kelompok tertentu yang berkonflik. Dalm teori
konflik yang dikemukakan oleh Lewis Coser juga dikatakan tentang fungsi positif
konflik untuk masyarakat. Ia menunjukan fungsi positif yakni daapat memberi
sumbangan pada ketahanan dan adaptasi dari kelompok, interaksi yang
menguntungakan sistem sosial. Ia juga mengemukakan adanya konflik realistis dan
non realitas. Selain itu juga dikatakan mengenai adanya katup penyelamat (savety
valve) yang merupakan salah satu bentuk alternatif penyelesaian masalah tanpa
merusakan solidaritas dari kedua pihak yang sedang bermusuhan dan upaya untuk
meredakan ketegangan keduanya. Kemudian dalam teori agama menurut pandangan
sosiologi dikatakan bahwa penjelasan dari segi emosional tentang agama telah
dibahas bahwa mempunyai nilai yang pragmatis yang kuat. Pragmatis sangat
berpengaruh ketika penjelasan-penjelasan ini dikemukakan oleh Malinowski tentang
agama dan magi. Ia mengatakan bahwa agama sangat bernilai bahkan benar menurut
ukuran kebenaran kaum pragmatis, bila agama itu mengalami kebutuhan dengan

memberikan kesenangan dan keamanan, keyakinan, kelegaan, dan keberanian, bila
demikian segala konsekuensi yang berguna untuk kehidupan memancar dari agama
itu. Montesquieuw mengatakan bahwa walaupun suatu agama boleh jadi salah, tetapi

dapat memiliki suatu fungsi yang amat penting akan terlihat dapat menyesuaikandiri
dengan corak pemerintah yang berkuasa, karena agama rakyat pada umumnya sesuai
dengan jalan hidup mereka. Dikatakan juga oleh Durkheim tentang manusia, ia
berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang jelas bersifat manusiawi seperti bahasa,
moralitas, agama, dan kegiatan ekonomis dapat diberi ciri oleh dan tergantung pada
masyarakat, sehingga dapat dikatakan bahwa masyarakat selalu berkaitan erat dengan
agama.
Berbicara mengenai agama berkaitan erat dengan riligi, J van Baal
mengatakan bahwa religi adalah suatu sistem simbol yang dengan sarana tersebut
manusia berkomunikasi dengan jagad rayanya. Simbol-simbol itu adalah sesuatu yang
serupa dengan model-model yang menjembatani berbagai kebutuhan yang saling
bertentangan untuk pernyataan diri dengan penguasa diri. Dapat dikatakan bahwa
religi merupakan simbolyang digunakan manisia untuk berhubungan dengan jagad
raya. Sebelum masuk ke pembahasan yang lebih lanjut kita perlu mengetahui terlebih
dahulu mengenai agama. Menurut E.B Taylor dalam buku perintisnya Primitive
Culture yang diterbitkan tahun 1871 mengemukakan dengan apa yang dikenal dengan

“definisi minimum” agama. Dia mendefinisikan agama sebagai “kepercayaan
terhadap adanya wujud-wujud spiritual”. Jadi dalam pengertiannya sesuatu dikatakan
agama haruslah memiliki kepercayaan dan adanya simbol atau lambang (wujud) dari
kepercayaan tersebut. Yinger juga mengatakan bahwa agama merupakan keengganan
untuk menyerah kepada kematian , menyerah dalam menghadapi frustasi dan untuk
menumbuhkan rasa permusuhan terhadap penghancuran ikatan-ikatan kemanusiaan.
Jadi pada hakikatnya dalam ajaran agama dilarang adanya pasrah atau menyerah
terhadap sesuatu yang dapat menghancurkan ikatan-ikatan kemanusiaan.
Kemudian Radcliffe-Brown mengatakan bahwa agama katanya “di mana pun
merupakan ekspresi suatu bentuk ketergantungan pada kekuatan di luar diri kita
sendiri, yakni kekuatan yang dapat kita katakan sebagai kekuatan spiritual atau
kekuatan moral. Dapat dikatakan bahwa manusia memiliki ketergantungan terhadap
kekuatan yang ada di luar diri kita sendiri yang nantinya hal tersebut dapat dijadikan
sebagai landasan moral dalam masyarakat. Jadi agama menrutnya kekuatan yang
berada di luar diri kita namun dapat dijadikan sebagai landasan moral dalam
masyarakat.

Durkheim juga mangatakan tentang agama, bahwa menurutnya agama adalah
sistem yang menyatu mengenai berbagai kepercayaan dan peribadatan yang berkaitan
dengan benda-benda sakral, yakni katakanlah, benda-benda yang terpisah dan

terlarang, kepercayaan-kepercayaan dan peribadatan-peribadatan yang
mempersatukan semua orang yang menganutnya ke dalam suatu komunitas. Dari
pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa unsur-unsur sebuah agama meliputi :
kepercayaan, adanya peribadatan, simbol (benda-benda sakral), dan adanya suatu
komunitas yang mengikat atau mempersatukan penganutnya dalam komunitas
tertentu (lenbaga keagamaan, rumah peribadatan). Bagi mazhab positivis, agama
sebagaimana juga seni dan sains adalah bagian dari puncak-puncak ekspresi
kebudayaan sehingga keduanya sering dikategorikan sebagai civilizatilon (peradaban)
bukan sekedar culture. Namun bagi kalangan teolog dan orang-orang yang beragama,
kebudayaan adalah perpanjangan dari agama. Atau paling tidak agama dan budaya
masing-masing memiliki basis ontologis yang berbeda, sekalipun keduanya tidak dapt
dipisahkan.
Sedangkan sosiologi agama merupakan suatu studi tentang interaksi-interaksi
dari agama dan masyarakat serta bentuk-bentuk interaksi yang terjadi antar mereka.
Berdasarkan pengertian agama di atas ada perbedaan antara agama dan sosiologi
agama. Hubungannya dengan sosiologi agama perlu dikemukakan adalah bidang
kajian perbandingan agama. Kajian ini memiliki tradisi yang baik sekali, dan pada
hakikatnya tidak dapat, dalam berbagai bentuknya yang lebih baru atau lebih ,
dipisahkan secara tajam dari sosiologi agama. Perbedaannya difokuskan pada satu
pihak, pada isi kepercayaan-kepercayaan, peribadatan-peribadatan atau aturan-aturan

etika tertentu dan dipihak lain, posisi keyakinan-keyakinan, peribadatan-peribadatan
dan aturan-aturan ini dalam konteksnya dengan berbagai struktur sosial tertentu. Ahli
sosiologi berkeyakinan bahwa meskipun pencatatan atau perbandingan antara
berbagai unsur sangat bermanfaat, terutama menunjukan generalitas atau frekuensi
beberapa tema tertentu. Ada perolehan-perolehan lain yang harus dicari untuk
memahaminya dengan senantiasa mengamati unsur-unsur itu dalam kkonteks
sosialnya. Jadi pada intinya perbedaan dapat dilihat dari penekanannya, dalam agama
lebih menekankan pada jenis peribadatan, konsep keagamaan, keyakinannya serta

aturan-aturan di dalamnya. Namun pada sosiologi agama mengkaji tentang
katerkaitan unsur-unsur tersebut dengan konteks sosialnya atau dalam masyarakat.
Agama resmi yang ada di Indonesia terdapat ada lima agama yaitu Islam.
Kristen Protestan, Kristen Katholik, Hindu, dan Budha. Namun beberapa tahun yang
lalu resmi diakui bahwa Konghucu sebagai agama di Indonesia. Dapat dikatakan
bahwa secara resmi pemerintah mengakui adanya enam agama yang ada di Indonesia.
Pluralitas tradisi atau yang lebih dikenal dengan fenomena pluralisme agama
(religious pluralism) telah menimbulkan kehebohan besar belakangan ini. Banyak
konflik dan ketegangan di zaman ini yang di sulut oleh perbedaan pandangan agama.
Agama yang semestinya mendatangkan keadilan dan kebahagiaan, dalam perjalanan
justru sering diperalat untuk melanggengkan penindasan dan perampasan hak-hak

sesama manusia. Menghadapi persoalan ini, para pemikir agama mencoba untuk
merumuskan berbagai pemecahan. Namun sayangnya sebagian besar pemecahan itu
terbukti tidak lengkap dan membentur jalan buntu. Implikasi selanjutnya, alih-alih
meredakan konflik dan ketegangan, pemecahan-pemecahan itu malah secara de facto
memperuncing keadaan dan menjerumuskan para aktor yang bersangkutan dalam
labirin konflik yang tak berujung pangkal.
Pluralisme, sebenarnya merupakan ajang kompetisi yang paling cocok dalam
umat beragama. Dalam kemajemukan dan keberagaman ini setiap penganut agama
seharusnya mampu membuktikan kebenaran nilai-nilai agamanya. Pluralisme menjadi
batu uji bagi perwujudan pesan-pesan agama. Dalam kemajemukan dan keragaman
ini nilai-nilai kemanusiaan dapat terhannyutkan secara utuh dan tulus. Sebenarnya
agama tetap bersifat kemanusiaan, karena bertujuan untuk menuntun manusia.
Dalam kasus ini yang akan dibahas adalah mengenai Ahmadiyah dan Islam
yang menimbulkan konflik dan melibatkan pemerintah dan juga ormas yang berkaitan
dengan agama tersebut. Di mana konflik ini melibatkan ormas Islam yaitu FPI dan
MUI. Konflik ini terjadi sekitar bulan Juni 2008 di Jakarta.
Konflik ini bermula dari adanya perbedaan pendapat mengenai ajaran Islam
dan Ahmadiyah. Islam sendiri masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang yang
berasal dari Gujarat yang kemudian menetap dan menyebarkan agama Islam.
Khususnya di Jawa penyebaran di Indonesia banyak dilakukan oleh para wali atau

yang lebih dikenal dengan Wali Songo.

Membicarakan masyarakat Islam atau masyarakat Muslim tidak bisa tidak.
Dan haruslah terlebih dahulu membicarakan tentang umat dan jamaah. Umat dan
jamaat adalah lapik pertama dan utama adanya masyarakat Islam atau masyarakat
Muslim tidak akan ada bila umat dan jamaah tidak ada. Karena itu harus jelas dahulu
pengertian kedua istilah itu. Umat berasal dari kata “ummah”. Kata itu terdapat dalam
ayat-ayat Al Qur’an sekalian asal usulnnya tidak asli kosa kata Arab, melainkan
“”ibriyah atau dari bahasa al-Aramiyah. Kata itu termasuk ke dalam perbebdaharaan
bahasa arab. Kata ummah dalam Qur’an mengandung arti yang banyak, tetapi arti
utamanya adalah rakyat (sya’b), kelompok (jamaah) dan kelompok –kelompok besar
(jamaah kabir). Umat berarti golongan, kelompok, yang berhimpunan menjadi satu
kelompok .
Jamaah atau jemaah berasal dari bahasa arab , jamaah berarti kelompok
manusia, gerombolan, kumpulan, partai, pasukan, masyarakat setempat (communuty).
Dalam bahasa Indonesia berarti kumpulan orang atau rombongan orang beribadah.
Mayoritas penduduk Indonesia adalah Islam Suni. Islam memiliki beberapa
organisasi Islam terbesar seperti Muhamadiyah, Nahdatul Ulama (NU) dan masih
banyak lagi. Akan tetapi mereka masih memegang teguh aturan –aturan Islam yang
pokok dan mempercayai bahwa Muhammad sebagai utusan Allah dan sekaligus

sebagai nabi yang terakhir. Inilah yang menjadi ujung pangkal pemicu konflik antara
Islam dan Ahmadiyah. Di mana mereka berpedoman bahwa nabi Muhammad adalah
penutup para nabi sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT : “Muhammad itu
sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah
Rasulullah dan penutup nabi-nabi.” (QS. Al Ahzab: 40).
Dalam ajarannya Islam memiliki mazhab-mazhab yang dianut oleh umat
Islam itu sendiri. Dalam ajaran Islam diajarkan tentang ke-Esaan Allah dan
mempercayai bahwa nabi Muhammad adalah utusan Allah. Nabi Muhammad dalam
Islam dikatakan bahwa beliau merupakan nabi yang terakhir. Hal ini pun telah
dijelaskan dalam kitab suci umat Islam yaitu Al Qur’an yang menjadi pedoman hidup
umat Islam dalam menjalani kehidupannya.
Pada tahun 2008 ketika marak dibicarakan mengenai Ahmadiyah yang
menyatakan bagian dari Islam mereka tidak mengakui bahwa Muhammad adalah
rasul yang terakhir. Hal ini jelas bertentangan dengan ajaran dalam Islam yang

menyatakan bahwa rasul yang terakhir adalah Muhammad. Dalam aliran Akhmadiyah
dikatakan bahwa Muhammad bukanlah rasul yang terakhir melainkan Mirza Ghulam
Ahmad yang mengaku menerima wahyu dari Tuhan.
Dengan pernyataan Ahmadiyah yang menyatakan berada dalam naungan
Islam namun tidak mengakui bahwa Muhammad adalah rasul yang terkhir ini jelas

menimbulkandan memicu konflik dengan lembaga-lembaga Islam yang ada di
Indonesia yaitu MUI dan FPI. Mereka menyebutkan bahwa Ahmadiyah merupakan
aliran sesat dan harus ditiadakan.
Ahmadiyah adalah organisasi dan aliran keagamaan yang berasal dari Qadian,
India. Aliran ini dicetuskan dan disebarluaskan oleh Mirza Ghulam Ahmad yang
mengaku menerima wahyu dari Tuhan dan karena itu dianggap sebagai nabi. Di India
dan Pakistan sendiri, Ahmadiyah mendapat penentangan keras dikarenakan ajarannya
yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam, terutama mengenai kenabian. Karena
itu, kaum ulama sedunia telah memberikan fatwa sesat dan menetapkan Ahmadiyah
bukan salah satu bagian atau aliran dalam agama Islam. Ahmadiyah juga menetapkan
aturan keharusan menikahi sesama jemaat, dan larangan bermakmum pada imam
nonjemaat pada shalat berjamaah. Ahmadiyah juga dikenal sangat agresif
menyebarkan agama Islam ke wilayah-wilayah bahkan negara-negara yang mayoritas
nonmuslim, seperti benua Afrika, Eropa dan Amerika dengan menawarkan paradigma
baru tentang Islam yang anti-kekerasan, cinta kasih, dan penuh kesabaran. Programprogram kemanusiaannya bernaung di bawah bendera Humanity First.
Ajaran tersebut menimbulkan reaksi keras dari ormas resmi Islam MUI.
MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang
mewadahi ulama, zu'ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing,
membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama
Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26
Juli 1975di Jakarta, Indonesia. Brkaitan dengan adanya aliran Ahmadiyah MUI
memiliki pedoman dan menyatakan bahwa Ahmadiyah adalah sesat, secara terperinci
MUI menyatakan ada beberapa penyimpangan yang dilakukan Ahmadiyah selain
yang telah disebutkan di atas yaitu :
1. Meyakini Mirza Ghulam Ahmad adalah almasih yang ditunggu kedatangannya
menjelang hari kiamat.

2. Meyakini bahwa Allah Swt., berpuasa, sholat, tidur, jaga, menulis, bisa benar bisa
salah, dan melakukan setubuh dengan perempuan.
3. Meyakini bahwa Jibril menurunkan wahyu kepada Mirza Ghulam Ahmad, dan
juga ilham, statusnya sama dengan Alquran.
4. Meyakini bahwa tiada yang dikatakan Alquran kecuali yang dibawa oleh Almasih
yang ditunggu-tunggu kedatangannya tidak hadits kecuali yang disampaikan oleh
Mirza, tidak ada Nabi melainkan di bawah kepemimpinan Mirza.
5. Meyakini bahwa kitab mereka diturunkan oleh Allah namanya Alkitabul Mubin,
selain Alquran.
6. Meyakini bahwa mereka penganut agama baru mempunyai ajaran syariat
tersendiri, dan teman-teman dari Mirza adalah setara dengan sahabat-sahabat Nabi
Muhammad.
7. Meyakini bahwa desa Qadian, adalah seperti madinah Al Munawwarah, dan
tanahnya sama seperti tanah Haram.
8. Membatalkan kewajiban jihad dan wajib taat kepada pemerintah Inggris, karena
mereka dianggap sebagai “Ulul Amri” seperti di dalam Alquran.
9. Semua muslim menurut mereka adalah kafir hingga mereka mau masuk ke
kelompok Ahmadiah Qadian, sebagaimana juga haram menikahi pasangan yang
tidak segolongan dengan mereka.
Berpedoman pada hal tersebut MUI menyatakan bahwa Ahmadiyah sebagai
aliran sesat dan keberadaanya harus ditiadakan dan para pengikut ini harus kembali
kepada jalan yang benar dan perpedoman pada Al Qur’an sebagai kitab suci yang
diwahyukan nabi Muhammad untuk umat Islam.
Menanggapi hal tersebut jemaat Ahmadiyah sendiri menegaskan bahwa :
tertanggal 14 Januari 2008, Jemaat Ahmadiyah mengeluarkan 12 butir pernyataan
setelah melalui rentetan dialog dengan Departemen Agama. Pernyataan itu terkait
dengan rapat Pakem yang akhirnya menetapkan bahwa negara tak melarang Jemaat
Ahmadiyah.Berikut ini 12 pernyataan itu :
1. Kami warga Jemaat Ahmadiyah sejak semula meyakini dan mengucapkan dua
kalimah syahadat.
2. Sejak semula kami warga jemaat Ahmadiyah meyakini bahwa Muhammad
Rasulullah adalah Khatamun Nabiyyin (nabi penutup).

3. Di antara keyakinan kami bahwa Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang
guru, mursyid, pembawa berita dan peringatan serta pengemban mubasysyirat,
pendiri dan pemimpin jemaat Ahmadiyah yang bertugas memperkuat dakwah dan
syiar Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW.
4. Untuk memperjelas bahwa kata Rasulullah dalam 10 syarat bai’at yang harus
dibaca oleh setiap calon anggota jemaat Ahmadiyah bahwa yang dimaksud adalah
nabi Muhammad SAW.Kami warga Ahmadiyah meyakini bahwa
a. tidak ada wahyu syariat setelah Al-Quranul Karim yang diturunkan kepada
nabi Muhammad.
b. Al-Quran dan sunnah nabi Muhammad SAW adalah sumber ajaran Islam yang
5.

kami pedomani.
Buku Tadzkirah bukan lah kitab suci Ahmadiyah, melainkan catatan pengalaman
rohami Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad yang dikumpulkan dan dibukukan serta

6.

diberi nama Tadzkirah oleh pengikutnya.
Kami warga jemaat Ahmadiyah tidak pernah dan tidak akan mengkafirkan orang

7.

Islam di luar Ahmadiyah, baik dengan kata maupun perbuatan.
Kami warga jemaat Ahmadiyah tidak pernah dan tidak akan menyebut Masjid

8.

yang kami bangun dengan nama Masjid Ahmadiyah.
Kami menyatakan bahwa setiap masjid yang dibangun dan dikelola oleh jemaat

9.

Ahmadiyah selalu terbuka untuk seluruh umat Islam dari golongan manapun.
Kami warga jemaat Ahmadiyah sebagai muslim melakukan pencatatan
perkawinan di Kantor Urusan Agama dan mendaftarkan perkara perceraian dan
perkara lainnya berkenaan dengan itu ke kantor Pengadilan Agama sesuai dengan

perundang-undangan.
10. Kami warga jemaat Ahmadiyah akan terus meningkatkan silaturahim dan bekerja
sama dengan seluruh kelompok/golongan umat Islam dan masyarakat dalam
perkhidmatan sosial kemasyarakat untuk kemajuan Islam, bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
11. Dengan penjelasan ini, kami pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia
mengharapkan agar warga Jemaat Ahmadiyah khususnya dan umat Islam
umumnya serta masyarakat Indonesia dapat memahaminya dengan semangat
ukhuwah Islamiyah, serta persatuan dan kesatuan bangsa.
Namun pada kenyataannya aliran ini tetap dianggap sesat oleh ormas-ormas
Islam. Padahal apabila berpedoman pada pernyataan tersebut tidak ada penyimpangan

dalam ajaran Islam. Sebagian unsur masyarakat meminta pembubaran Ahmadiyah di
Indonesia, bahkan kemarin ribuan orang masih berdemonstrasi di Jakarta untuk
meminta pemerintah melarang Ahmadiyah. Untuk itu jemaat Ahmadiyah meminta
perlindungan terhadap pemerintah. Akan tetapi pemerintah sendiri condong pada
ormas-ormas Islam yang ada. Pemerintah sendiri melalui Menteri Agama, Menteri
dalam Negeri, dan Jaksa Agung mengeluarkan surat keputusan bersama atau yangn
lebih dikenal dengan SKB 3 menteri. SKB itu hanya untuk meminta para Ahmadiyah
kalau dia menganggap sebagai seorang Islam, meninggalkan pengakuannya terhadap
nabi lain selain Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir. Menurut pemerintah
inilah keputusan terbaik yang dianggap dapat menjembatani keinginan semua pihak
yang terlibat kontroversi Ahmadiyah. Namun tampaknya SKB yang terbit selang
hanya beberapa jam setelah ribuan penentang Ahmadiyah kembali berdemontrasi
hari, tidak akan sepenuhnya memuaskan keinginan mereka. Pemerintah menurut
Menteri Agama Maftuh Basyuni, akan menindak secara pidana bila Ahmadiyah masih
melanjutkan kegiatan penyebaran agama seperti selama ini. Sementara menurut Jaksa
Agung Hendarman Supanji, pengawasan SKB Ahmadiyah itu akan diserahkan kepada
pihak polisi dan masing masing pemerintah daerah. Isi surat keputusan ini
tampaknya, tidak menjawab sepenuhnya keinginan para penentang Ahmadiyah yang
sejak pagi membanjiri halaman seberang Istana Negara Jakarta, dengan aksi unjuk
rasa.
Berikut isi lengkap SKB 3 Menteri berkenaan dengan Ahmadiyah :
1. Memberi peringatan dan memerintahkan untuk semua warga negara untuk tidak
menceritakan, menafsirkan suatu agama di Indonesia yang menyimpang sesuai
UU No 1 PNPS 2005 tentang pencegahan penodaan agama.
2. Memberi peringatan dan memerintahkan bagi seluruh penganut, pengurus Jemaah
Ahmadiyah Indonesia (JAI) sepanjang menganut agama Islam agar menghentikan
semua kegiatan yang tidak sesuai dengan penafsiran agama Islam pada umumnya,
seperti pengakuan adanya Nabi setelah Nabi Muhammad SAW.
3. Memberi peringatan dan memerintahkan kepada anggota atau pengurus JAI yang
tidak mengindahkan peringatan tersebut dapat dikenai sanksi seusai peraturan
perundangan.

4. Memberi peringatan dan memerintahkan semua warga negara menjaga dan
memelihara kehidupan umat beragama dan tidak melakukan tindakan yang
melanggar hukum terhadap penganut JAI.
5. Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga yang tisak mengindahkan
peringatan dan perintah dapai dikenai sanksi sesuai perundangan yang berlaku.
6. Memerintahan setiap pemerintah daerah agar melakukan pembinaan terhadap
keputusan ini.
Surat Keputusan Bersama yang membekukan kegiatan aliran Ahmadiyah
Qadiyani (Ahmadiyah) tersebut melarang kegiatan dakwah oleh Ahmadiyah, dan
melarang tindakan anarkis terhadap kelompok ini. Keputusan ini adalah semacam
larangan sepenuhnya yang sangat didukung oleh kelompok garis keras dan badan
yang ditunjuk oleh pemerintah, yaitu Badan Koordinasi Pengawas Aliran
Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem).
Menteri Agama menyatakan bahwa pelanggaran terhadap larangan tersebut
dapat dikenai hukuman kurungan maksimum 5 tahun penjara dengan tuduhan
melakukan penistaan agama. Surat Keputusan tersebut tidak membuat pengikut
Ahmadiyah menghentikan kegiatan ibadah atau kegiatan keagamaan di lingkup
komunitas mereka. Sebagai kelanjutan dari dikeluarkannya Surat Keputusan tersebut,
Pemerintah mengeluarkan Surat Edaran Bersama yang menyediakan panduan bagi
Surat Keputusan Bersama mengenai masalah Ahmadiyah. Surat tersebut
ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Departemen Agama, Jaksa Agung Muda
bidang Intelijen, dan Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik di Departemen
Dalam Negeri. Surat Edaran tersebut menyediakan pedoman bagi para Gubernur,
Bupati, Walikota, Kepala Pengadilan Tinggi, dan Kepala Kantor Wilayah urusan
Agama diseluruh Indonesia mengenai pelaksanaan yang benar atas Surat Keputusan
Bersama (SKB) tersebut. Sebelum keputusan pemerintah dikeluarkan, Bakor Pakem
mengeluarkan rekomendasi kepada Pemerintah untuk membubarkan Ahmadiyah.
Rekomendasi yang dikeluarkan pada April 2008 menyatakan bahwa kelompok
tersebut bersifat bid’ah dan menyimpang, dengan mengutip Instruksi Presiden tahun
1965 mengenai "pencegahan terhadap penyalahgunaan dan penghinaan agama.
Secara umum Pemerintah menghargai kebebasan beragama, namun keputusan
pemerintah yang melarang kelompok Ahmadiyah untuk mempraktikan ibadahnya
merupakan pengecualian yang signifikan. Undang-undang, kebijakan-kebijakan, dan

tindakan-tindakan tertentu lainnya juga membatasi kebebasan beragama dan kadangkadang Pemerintrah mennolerir diskriminasi dan kekerasan yang dilakukan oleh
oknum-oknum tertentu terhadap individu-individu berdasarkan pada keyakinan
agama mereka.
Landasan hukum yang dipakai penolak pluralisme ialah UU No. 1/PNPS/1965
tentang pencegahan penyalahgunaan dan atau penodaan agama yang dikukuhkan UU
No. 5/1969. Unsur kebebasan beragama yang tidak bisa dikurangi dengan alasan
apapun (non-derogable) menjadi mentah oleh pemakaian sepihak UU PNPS tersebut.
Ini pula yang antara lain menjadi landasan para penolak pluralisme bahwa kebebasan
tidak berarti netral karena selama ini dipandang sebagai berasal dari perspektif Barat
yang meletakkan manusia lebih penting dari agama, sikap manusiawi seakan lebih
mulia dari sikap religius.
Dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 2 : “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu.”
Pada saat terjadi perbedaan pemahaman dan penafsiran terhadap kebebasan
dan pluralisme dalam kehidupan beragama inilah Komnas Ham hadir. Lebih-lebih
ketika satu pihak merasa diperlakukan tidak adil dan diskriminatif. Lembaga Komnas
Ham tidak memasuki wilayah benar atau salah, tetapi bagaimana setiap pihak
bersedia dan bisa menghormati pihak lain yang berbeda keyakinan dan penafsiran
atau pemahaman atas suatu ajaran agama. Seringkali Komnas Ham menghadapi
persoalan saat suatu pandangan mainstream secara tidak langsung ‘memaksakan”
pendapatnya. Argumen yang sering muncul ialah bahwa suatu pandangan tidak
mainstream harus tahu diri dan mengambil tempat yang tepat sesuai posisi sosialnya.
Kebebasan dan pluralisme beragama lebih berkait dengan persoalan politik daripada
epistemologi tentang benar atau salah. Konstruk penguasa terhadap agama, perilaku
elite polik atau lebih tepatnya penguasa di Indonesia sampai detik ini tetap
menyediakan bahan kajian menarik, termasuk ketika memasuki masa-masa transisi
sekarang ini yang katanya hendak memasuki kepolitikan nasional yang lebih terbuka
dan demokratik, setidaknya jika dilihat dari 2 hal: pertama dilihat dari segi inner
motive elite politik yakni apa yang ada dalam dasar jiwa atau yang disebut Jung
sebagai archetype. Archetype mendasari perilaku penguasa dalam mengkonstruksi

dunia yang dihadapi, dan dalam kaitan ini menyangkut kode, simbol yang digunakan
dalam merepresentasi kan agama ke tengah-tengah bangunan kekuasaan yang
dimiliki. Kedua perilaku elit politik di Indonesia memiliki daya tarik dilihat dari
proses dominasi. Sepanjang sejarahnya, manusia demikian Morgan menyatakan,
terutama setelah terkait dengan sebuah organisasi, elit politik sulit dipisahkan dari
praktek-praktek dominasi. Individu, kelompok atau elit organisasi seringkali
bertindak atas dasar pemikiran yang dimilikinya sendiri, dan lalu menempuh caracara tertentu untuk melaksanakan keinginannya, memenuhi kepentingan dan berusaha
mengendalikan pengaruhnya terhadap orang lain
Dari pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa aliran Ahmadiyah di
Indonesia di anggap menyimpang oleh organisasi terbesar Islam yaitu MUI, terbukti
dengan dikeluarkannya fatwa yang berkaitan dengan aliran Ahmadiyah yang
dinyatakan sebagai aliran sesat. Pernyataan tersebut didukung dengan adanya SKB 3
menteri mengenai Ahmadiyah, di mana hal tersebut semakin menyudutkan posisi
Ahmadiyah. Namun dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia dicantumkan
bahwa warga negara berhak memeluk agamanya masing-masing, jadi dapt dikatakan
bahwa warga negara Indonesia dalam memilih agama adalah berdasarkan keyakinan
dan kepercayaannya tanpa ada paksaan dari pihak mana pun. Akan tetapi dalam
memeluk agama tersebut adalah agama yang secara resmi diakui oleh negara. Secara
resmi Indonesia mengakui adanya lima agama serta diakuinya Konghucu sebagai
agama resmi yang dibawa oleh etnis China akhir-akhir ini. Dapat dikatakan pula
bahwa Ahmadiyah tidak diakui keberadaannya terlebih berkaitan dengan alirannya
yang dianggap menyimpang. Meskipun Ahmadiyah dikatakan sebagai aliran sesat dan
harus dibubarkan, tidak diperkenankan adanya tindak kekerasan dalam proses
pemulihannya. Para pengikut ini diminta untuk kembali kepada ajaran yang
sesungguhnya yang mengikuti ajaran sesuai dengan garis besar Islam. Hal ini
bersangkutan dengan hak asasi manusia yang melarang adanya tindak kekerasan
karena dapat dikenai hukum pidana. Selain itu juga dalam undang-undang dikatakan
bahwa warga negara dapat meminta perlindungan hukum terhadap negara.
Jadi, berkaitan dengan teori konflik yang telah dibahas di atas dapat dikatakan
bahwa lembaga-lembaga yang menaungi warga negara seperti yang berkaitan dengan
undang-undang tersebut tadi dapat dikatakan sebagai katup penyelamat yang ada

dalam konflik yang melibatkan para jemaat ahmadiyah dan ormas Islam. Di mana
lembaga tersebut meredam adanya konflik dengan tidak adanya kekerasan yang
melibatkan pihak-pihak yanng berkonflik. Dapat dikatakan juga bahwa setiap warga
negara memiliki perlindungan secara hukum.
Masyarakat memang tidak selalu dalam keadaan yang statis, tetapi masyarakat
itu selalu mengalami perubahan atau dapat dikatakan bahwa masyarakat adalah
sesuatu yang dinamis. Berdasarkan masalah di atas diharapkan masyarakat dapat
memahami seperti apa pluralisme yang ada di Indonesia, tak terkecuali tentang
keberagaman agama. Oleh karena itu kerukunan antar umat beragama harus ditaati
agar konflik dalam masyarakat dapat diminimalisir, meskipun dalam masalah ini
hanya melibatkan satu agama saja yaitu Islam. Sehingga dapat dikatakan bahwa ini
merupakan masalah intern suatu agama.

DAFTAR PUSTAKA



Scraft, Betty R. 1995. Kajian Sosiologi Agama. PT Tiara Wacana Yogya :




Yogyakarta.
Radam, Noerid Haloei. 2001. Religi Orang Bukit. Yayasan Semesta : Yogyakarta.
Hidayat, Komarudin dkk. 2000. Agama Rakyat Agama Penguasa. Galang Press :



Yogyakarta.
Mas’ud, Abdurahman. 2008. Pengantar Sosiologi Islam. PT Temprina Media



Grafika : Surabaya.
Legenhausen, Muhammad. 2002. Satu Agama atau Banyak Agama. Lentera :



Jakarta.
Pitchard, E.E Evans. 1984. Teori-teori Tentang Agama Primitif. PT Djaya Pirusa :




Jakarta.
Campball, Tom. 1994. Tujuh Teori Sosial. Kanisius : Yogyakarta.
Thoyibi, M dkk. 2003. Sinergi Agama dan Budaya Lokal. Muhamadiyah



University Press : Surakarta.
Nugroho, Tjahjadi. 2005. Agama Kekuasaan dan Kekuasaan Agama. Yayasan



Sadar : Semarang.
Effendi, Djohan. 2004. Agama-agama Manusia. Yayasan Obor Indonesia :




Jakarta.
Dhavamony, Mariasusai. 1995. Fenomenologi Agama. Kanisius : Yogyakarta.
Salim, Agus. 2007. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. UNNES Press :
Semarang.

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22