reatorial 23 juni 2018 streetwear indonesia siap tembus pasar amerika

RUBRIK INI DI SA JI KAN OLEH TIM IKLAN KOMPAS

“STREETWEAR” INDONESIA
SIAP TEMBUS PASAR
AMERIKA
DOK ELHAUS

DOK. PARADISE YOUTH CLUB

DOK. MONSTORE

DOK. POT MEETS POP

DOK IKLAN KOMPAS - ANTONIUS SP

Empat tahun belakangan, streetwear memang kian populer. Fenomena
ini makin kuat kala merek mahal nan eksklusif, antara lain Louis Vuitton,
Burberry, Manolo Blahnik, dan Tommy Hiliger berkolaborasi dengan merek
fashion streetwear, seperti Supreme, Vetements, dan Gosha Rubchinskiy.

T


anpa
ingar-bingar
berlebihan, sebenarnya
fashion bergaya streetwear Indonesia sudah
membangun pasarnya
sendiri. Bahkan, beberapa merek
streetwear Indonesia tidak hanya
sudah mengekspor produk, tetapi
juga sudah ditulis oleh media asing
khusus fashion. Malah ada pula yang
sudah membuka toko di luar negeri.
“Kolaborasi
merek
fashion
ternama dengan merek fashion
bergaya streetwear ini seperti jadi
inspirasi banyak orang dan membuat
mata terbuka soal streetwear.
Perhelatan seperti Jakcloth, Stellar

Fest, dan lainnya ikut berkontribusi
pada berkembangnya tren streetwear
ini,” ujar pengamat dan konsultan
fashion Khairiyyah Sari.

Amerika pasar terbesar
Menurut survei ekonomi kreatif
dari Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf )
dan Badan Pusat Statistik (BPS) 2017,
subsektor fashion pada 2016 menjadi
salah satu dari tiga subsektor dengan
nilai pendapatan terbesar yang
mencapai Rp 166 triliun. Fashion
berkontribusi sebesar 18,01 persen
terhadap PDB ekonomi kreatif.
Secara umum, nilai ekspor
produk fashion Indonesia pada 2015
mencapai nilai 10,9 miliar dollar
AS, tumbuh 1,84 persen dari tahun
sebelumnya dan menyumbang 54,54

persen terhadap total nilai ekspor
sektor ekonomi kreatif. Tak heran,
subsektor fashion sangat menjadi
perhatian Bekraf.
Kepala Sub Direktorat Pasar
Segmen Bisnis dan Pemerintah

Bekraf Andy Ruswar mengatakan,
negara tujuan ekspor produk fashion
Indonesia yang terbesar adalah
Amerika Serikat. Nilainya mencapai
4,72 miliar dollar AS. Jepang dan
Jerman berada di urutan kedua
dan ketiga. Produk ready to wear
merupakan komoditas terbesar.
Berangkat
dari
riset
itu,
Bekraf memutuskan untuk memberangkatkan 5 merek fashion ready

to wear lokal ke Agenda Show, Long
Beach California, Amerika Serikat.
Agenda merupakan trade show untuk
produk streetwear dan action sport
trade show terbesar di dunia.
“Agenda Show merupakan salah
satu kiblat fashion streetwear dunia.
Di sana, peserta berkesempatan
bertemu pembeli potensial dan bisa
berjualan secara langsung dengan
pengunjung yang datang, karena
pada hari terakhir terbuka untuk
umum,” ujarnya.
Bekraf pun langsung menginisiasi
peluang ini dengan membuka
pendataran di situs web Bekraf,
Twitter, dan IG Bekraf. Dari 121
perusahaan yang mendatar, terpilih
5 merek lokal yang berangkat, yaitu
Elhaus, Paradise Youth Club, Oldblue

Co, Monstore, dan Potmeetspop.
Hasil ini merupakan gabungan
dari hasil kurasi tim kurator
Indonesia dan pihak Agenda Show
langsung. Adapun kurasi di Indonesia
dilakukan oleh Khairiyyah Sari,
Hanaie Akhmad, Syahmedi Dean,
dan Febe Riyanti Siahaan dengan
dibantu tim dari Bekraf.
“Merek yang kami pilih berdasarkan kecocokan dengan pasar
Amerika, sudah established more than

3 years, punya kemampuan produksi
yang baik, punya keinginan kuat dan
kesanggupan going global, dan punya
stockist serta toko isik yang jelas.
Menariknya, beberapa dari mereka
sudah punya network international
jadi keikutsertaan di Agenda adalah
ingin lebih melebarkan sayap ke

Amerika,” ujar Sari.

Siap unjuk kreasi
Nick Yudha, founder dari
Monstore,
sudah
menyiapkan
koleksi khusus bernama Co-Extinct
yang memadukan unsur seni dari
budaya Indonesia dan fashion
streetwear. Koleksi ini memang
membidik pasar luar negeri, tetapi
akan didistribusikan untuk pasar
Indonesia. Koleksi ini dihadirkan
juga bekerja sama dengan salah satu
online store besar di Indonesia.
“Pastinya acara ini penting untuk
kami dalam menjadi pintu bagi
merek Indonesia menembus pasar
Amerika Serikat. Apalagi fashion

scene streetwear di Indonesia juga
sedang berkembang pesat dan secara
kualitas tidak kalah dari merek luar
negeri,” ujarnya.
Monstore sendiri memproduksi
produk-produk seperti outerwears,
sweaters, scarves, jewelry, bags, art
prints, dan bahkan plush toys. Dalam
beberapa tahun terakhir, Monstore
juga bekerja sama dengan Google,
Marvel, Ismaya Group (We The Fest
& Djakarta Warehouse Project),
dan BliBli.com untuk memperluas
jangkauan produk Monstore ke
target market. Produknya pun pernah
dipakai Presiden Joko Widodo saat
bertandang ke We The Fest.

Nick menyambut positif upaya
Bekraf dalam mendukung subsektor

ini. Menurut Nick, Bekraf telah
membekalinya agar bisa optimal
berpameran di Agenda, baik dalam
bentuk materiil maupun operasional,
serta secara pengetahuan, media
exposure, dan koneksi.
Senada dengan Nick, Marketing
& Distribution Paradise Youth Club
(PYC) Hendrick Setio mengatakan,
pihaknya juga sibuk mempersiapkan
koleksi yang akan di-preview di sana.
Namun, baginya, persiapan mental
adalah yang terpenting
karena
AS adalah pasar terbesar untuk
streetwear.
“Pada tahun ke-15 penyelenggaraan Agenda, kami beruntung bisa
berangkat ke sana dengan bantuan
Bekraf. Kebetulan kami sudah
menerima undangan dari beberapa

Trade Show serupa termasuk Agenda
sendiri dari tahun 2016, tapi karena
banyak pertimbangan kami tidak
berangkat. Agenda jadi penting
karena menembus pasar AS adalah
salah satu goals kami di tahun ini,”
ujarnya.
PYC tetap akan mengangkat
koleksi sesuai DNA mereka, yaitu
street fashion era ‘90-an dengan
mengombinasikan tema skate wear,
surf, dan musik. PYC juga memiliki
kanal distribusi di Singapura,
Malaysia, Inggris, Jepang, da Korea
Selatan. PYC pun sudah berkolaborasi
dengan merek dari Australia Jungles
dan merek streetwear dari Los
Angeles bernama PRMTVO.
“Semoga upaya Bekraf ini berkelanjutan sebab pasar streetwear di
Indonesia sangat terpandang di Asia


Tenggara khususnya. Upaya ini mungkin
bisa ditambah dengan mengadakan
kegiatan, seminar, talkshow, atau training
seputar inansial atau legalitas yang lebih
dibutuhkan oleh start-up company seperti
kami. Selain itu, semoga bisa merambah
ke kebijakan untuk kemudahan birokrasi
ekspor impor yang selama ini cukup
berbelit,” ujar Hendrick.
Kelima delegasi Indonesia itu akan
difasilitasi booth, pengiriman kargo pulang
pergi hingga 50 kilogram, pembuatan
lookbook dan video proil, dan kegiatan
kehumasan. Selain itu, Bekraf bekerja sama
dengan Konsulat Jenderal RI di Los Angeles
dan Indonesia Trade Promotion Centre di
Los Angeles untuk mengundang pembeli
potensial dan beberapa stakeholder sampai
berkunjung ke port of LA, sekaligus site visit

ke beberapa perusahaan dan distributor
toko fashion.

DOK. OLDBLUECO

“Diharapkan, upaya nyata Bekraf ini bisa
membantu pelaku kreatif subsektor fashion
memotong mata rantai perdagangan yang
selama ini menjadi kendala bagi para pelaku
usaha di Indonesia,” pungkas Andi. [VTO]

MENEMBUS
AMERIKA SERIKAT
AGENDA
event
business to
business (B2B)

Pelaku Kreatif
subsektor fashion streetwear
dan action sport

Diikuti sampai 750 merek yang meliputi gaya hidup,
kontemporer, aksesoris, action sport, outdoor,
footwear, surfing, dan skating.
Dihadiri sampai 10.000 orang yang berprofesi
sebagai pembeli, pelaku media, distributor,
influencer dari AS dan 50 negara lain.

19.99
miliar dollar AS

Total nilai Ekspor
Ekonomi Kreatif Indonesia 2016

10.9
miliar dollar AS

Total nilai ekspor
subsektor fashion Indonesia 2016

/ lebih dari 50 persen total nilai ekspor ekonomi kreatif Indonesia

4,72

Nilai ekspor subsektor fashion
Indonesia ke Amerika Serikat 2016

miliar dollar AS
/ 43,3 persen nilai ekspor subsektor fashion Indonesia

ETALASE KERAGAMAN
DESAIN INDONESIA

DOK. CASA INDONESIA

DUNIA desain interior dan arsitektur
Indonesia bergerak dinamis. Pameran
Casa Indonesia yang dihelat beberapa
waktu lalu menegaskan hal tersebut.
Menjadi etalase bagi keragaman karya
desain Indonesia yang disatukan dalam
tema “One Nation”.

Diselenggarakan di Ritz-Carlton
Paciic Place pada 31 Mei–3 Juni 2018,
pameran ini menghadirkan karya-karya
inovatif yang terinspirasi dari warisan
budaya lokal. Direktur pameran Cosmas
D Gozali menyatakan, Casa Indonesia
ingin
memamerkan
kreativitas

Informasi prosedur pendukungan Bekraf dapat diakses
lewat situs web satupintu.bekraf.go.id

Indonesia dan menunjukkan potensi
tradisi lokal untuk dikembangkan
menjadi produk desain kontemporer.
Casa Indonesia 2018 menghadirkan
beragam karya, seperti produk-produk
furnitur, instalasi desain, dan karya seni
dengan keunikan masing-masing.
Seperti juga penyelenggaraannya
tahun lalu, Casa Indonesia yang
digelar Majalah Casa Indonesia ini
juga didukung Badan Ekonomi Kreatif
(Bekraf ). Dalam pameran ini, Bekraf
memperkenalkan Designer Lounge yang
ditata dengan apik dalam menampilkan
produk-produk desainer yang terlibat
di dalamnya. Karya-karya di Designer
Lounge yang bernaung dalam payung
Identities ini dipilih dari proses open
call, sebagian partisipan Salone del
Mobile 2018, dan produk desainer yang
tergabung dalam Koperasi Inovatif dan

Informasi kegiatan Bekraf
bisa diakses di

www.bekraf.go.id

Kreatif melalui Kolaborasi Nusantara
(Kopikkon).
Kurator Designer Lounge Rina
Renville mengatakan, karya-karya yang
dipilih adalah yang relevan dengan tema
“One Nation”. Dengan begitu, karyakarya tersebut bisa menggambarkan
keberagaman Indonesia.
“Kami juga memilih karya dari
desainer Indonesia terkini, dengan
estetika, kreativitas, dan orisinalitas
yang kuat. Karya ini kemudian ditata
menjadi sebuah lounge sehingga
masyarakat bisa menikmati,” tambah
Rina.
Karya-karya yang tampil di
Designer
Lounge
mengeksplorasi
beragam
material
dan
teknik
pembuatan. Ada rotan, kayu, bambu,
dan sebagainya. “Material ini hadir
dengan lebih modern. Ada rotan yang

@bekraf.go.id

dipadukan dengan besi, atau kayu yang
dipadukan dengan anyaman rotan. Dari
Kopikkon ada tenunan yang dicampur
dengan rotan dan dijadikan tas,” ujar
Rina.

Apresiasi
Pada pameran Casa Indonesia
tahun ini, hadir pula Giulio Cappelini,
Brand Ambassador Istituto Marangoni.
Secara khusus, ia mampir ke Designer
Lounge untuk melihat karya-karya
desainer lokal.
Seperti diceritakan Rina, Chapellini
mengatakan bahwa Indonesia punya
sumber daya yang sangat kaya, dari sisi
produk dan material. Sangat potensial
untuk diolah oleh para desainer dengan
ragam eksplorasinya.
Ketua Kopikkon Sylvie Arizkiany
juga
mengungkapkan,
mereka

@BekrafID

mendapatkan respons baik dari para
pengunjung tentang produk yang
ditampilkan. Kopikkon juga sempat
menjual beberapa produknya.
“Di Casa Indonesia, Kopikkon
mendapat eksposure. Casa adalah
ajang yang bergengsi untuk para pelaku
kreatif. Ini kesempatan besar, apalagi
karena Kopikkon menampilkan wujud
kolaborasi desainer profesional dengan
para perajin daerah,” ujar Sylvie.
Di pameran ini Bekraf juga
menyelenggarakan seminar dengan Elia
Bonacina, desainer sekaligus penerus
label furnitur rotan ternama dari Italia.
Seminar ini mengulas tren desain untuk
furnitur rotan, sekaligus bagaimana
memasarkannya dalam skala global.
[NOV]

Edisi Kreatorial dan Retas sebelumnya dapat diunduh di
tautan bit.ly/dokumenberitabekraf