Kartun adalah sebuah gambar yang bersifa

Kartun adalah sebuah gambar yang bersifat reprensentasi atau simbolik,
mengandung unsur sindiran, lelucon, atau humor. Kartun biasanya muncul
dalam publikasi secara periodik, dan paling sering menyoroti masalah politik
atau masalah publik. Sebuah gambar kartun yang mengandung sebuah
kritikan yang dimuat sebuah koran atau majalah dan dimuat di rubrik opini
adalah kartun editorial (editorial cartoon).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana makna yang
terkandung dibalik konfigurasi objek-objek visual pada kartun editorial karya
kartunis dengan mempertimbangkan kondisi sosial politik dan
kecenderungan pola visual pada karya tersebut.
Dengan mengkaji lewat makna kartun editorial merupakan salah satu karya
seni yang dapat dijadikan rujukan untuk memahami dinamika sosial yang
sedang terjadi di masyarakat.
Dengan melalui pendekatan ikonografi dan ikonologi dari Erwin Panofsky
memberi tiga tahapan dalam menganalisis, yaitu sebagai tahap awal untuk
mendiskripsikan ciri-ciri visual yang tampak (tahap preiconographical),
tahapan untuk mengidentifikasi makna sekunder dengan melihat hubungan
antara motif sebuah seni dengan tema, konsep atau makna yang lazim
terhadap peristiwa yang diangkat oleh sebuah gambar (tahap iconography),
dan tahapan melakukan interpetasi dengan mempertimbangkan pemaparan
mengenai obyek dari kartunis (tahap iconology).

Key words : kartun editorial, makna, ikonografis.
Pendahuluan
Kartun adalah sebuah gambar yang bersifat reprensentasi dan simbolik,
mengandung unsur sindiran, lelucon, atau humor. Kartun biasanya muncul
dalam publikasi secara periodik, dan paling sering menyoroti masalah politik
atau masalah publik. Namun masalah-masalah sosial kadang juga menjadi
target, misalnya dengan mengangkat kebiasaan hidup masyarakat, peristiwa
olahraga, atau mengenai kepribadian seseorang. Dengan kata lain, kartun
merupakan metafora visual hasil ekspresi dan interpretasi atas lingkungan
sosial politik yang tengah dihadapi oleh seniman pembuatnya (Nugroho,
1992:2).
Kritik kartun sebenarnya hanya usaha penyampaikan masalah aktual ke
permukaan, sehingga muncul dialog antara yang dikritik dan yang
mengkritik, serta dialog antara masyarakat itu sendiri, dengan harapan akan
adanya perubahan. Aspek pertentangan dalam tradisi penciptaan kartun
sebenarnya bukanlah lebih mementingkan naluri untuk mengkritik,
melainkan lebih menekankan fakta-fakta historis bahwa masyarakat telah

memasuki bentuk komunikasi politik yang modern, dan tidak lagi
mempergunakan kekuatan atau kekuasaan (Anderson, 1990:162).

Untuk mengetahui makna dan pola visual yang terdapat pada kartun
editorial karya kartunis, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pendekatan ikonografi dan ikonologi. Dalam penelitian ini yang
menitikberatkan pada penelaahan makna dalam kartun politik, perlu
kemampuan dalam menginterprestasikan makna yang terkandung di
dalamnya.
Pengertian dan Klasifikasi Kartun
Pengertian kartun yang sebenarnya adalah meminjam istilah dari
bidang fine arts.Kata kartun berasala dari bahasa Itali cartone yang berarti
”kertas”. Kata kartun pertama-tama digunakan untuk menyebut desain atau
sketsa dalam ukuran penuh untuk lukisan cat minyak, permadani atau
mozaik. Kata tersebut memperoleh arti yang dikenal orang masa kini secara
kebetulan.
Beberapa desainnya sangat buruk sehingga Punch mereproduksi kartunkartun yang dimaksudkan untuk desain itu, lalu menerangkannya dengan
nada sindiran. Lahirlah kartun Punch, dan kata itupun lalu memperoleh arti
barunya. ”Punch” merupakan majalah satir yang menjadi media kritik
kebijakan pemerintah yang tidak sesuai aspirasi masyarakat. Sejak saat itu
kata ”cartoon” mulai dipakai untuk menyebut gambar sindir (Wagiono,
1983:33).
Pengertian kartun adalah sebuah gambar yang bersifat reprensentasi atau

simbolik, mengandung unsur sindiran, lelucon, atau humor. Kartun biasanya
muncul dalam publikasi secara periodik, dan paling sering menyoroti
masalah politik atau masalah publik. Namun masalah-masalah sosial kadang
juga menjadi target, misalnya dengan mengangkat kebiasaan hidup
masyarakat, peristiwa olahraga, atau mengenai kepribadian seseorang.
(Setiawan, 2002:34)
Terkait dengan pengertian kartun, pendapat GM Sudarta, seperti yang dikutip
Alex Sobur (2003:138) menjelaskan bahwa kartun adalah semua gambar
humor, termasuk karikatur itu sendiri. Satu hal yang kemudian dapat disimak
adalah pernyataan dari Smith (1981:9) : …in fact ’cartoon’ and ’caricature’
are here regarded as exactly synonymous. Apa yang diungkapkan Smith
merupakan pendapat yang dapat menjembatani perbedaan mengenai kartun
dan karikatur.
Dalam The Encyclopaedia of Cartoons (Horn, 1980:15-24), pengertian
”cartoon”dibagi lagi menjadi empat jenis sesuai dengan kegiatan yang
ditandainya, yaitu :Comic Cartoon, Gag Cartoon untuk lelucon sehari-

hari, Political Cartoon untuk gambar sindir politik, Animated Cartoon untuk
film kartun.
Pengertian Kartun editorial (editorial cartoon) yang digunakan sebagai

visualisasi tajuk rencana surat kabar atau majalah. Kartun ini biasanya
membicarakan masalah politik atau peristiwa aktual sehingga sering disebut
kartun politik (political cartoon). Dalam kartun politik, seringkali muncul figur
dari tokoh terkenal yang dikaitkan dengan tema yang sedang hangathangatnya yang terjadi di dalam masyarakat. Karikatur bisa saja muncul
dalam sebuah karya kartun editorial untuk menampilkan tokoh yang disindir
(Priyanto,2005:4).
Tinjauan Mengenai Pendekatan Ikonografis
Pemakaian metode ikonografi dan ikonologi digunakan dalam menganalisis
interpretasi tersebut. Seperti Theo Van Leeuwen mengatakan bahwa
ikonografi membedakan tiga lapisan arti gambar : arti/makna
gambar (representational meaning), simbolisme ikonografi (ionographycal
symbolism), dan simbolisme gambar/ikon (iconological symbolism) (Van
Leeuwen, 2001: 100).
Erwin Panofsky menjelaskan dalam ikonografi merupakan kajian yang
memperhatikan konfigurasi dari gambar pada suatu karya untuk mengetahui
makna yang tersembunyi. Selanjutnya Panofsky memberi tahapan dalam
menganalisis, yaitu tahap preiconographical, iconography, dan iconology.
Sebagai salah satu kajian mengenai interpretasi sebuah makna dalam karya
seni rupa adalah iconography (iconografi) dan iconology (iconologi). Melalui
pendekataniconography (ikonografis) dan iconology (ikonologi) maka sebuah

pesan piktorial dapat diinterpretasikan makna yang terkandung didalamnya.
Sebagai salah satu kajian tentang interpretasi makna karya seni rupa,
ikonografi merupakan pendekatan yang mempertanyakan representasi dan
makna yang tersembunyi dari sebuah karya visual (Van Leeuwen, 2001:93).
Berasal dari bahasa Yunani, kata iconography, terdiri atas kata aekon yang
berarti sebuah gambar dan kata graphe yang berarti tulisan. Ikonografi yang
lazim dimengerti sebagai kajian tentang tanda yang memiliki referensi,
merupakan sebuah ladang luas yang objeknya kajiannya mencakup berbagai
disiplin pemikiran. Ikonografi merupakan cabang dari sejarah seni yang
memiliki pokok kajian yang berkaitan dengan sisi manusia (subject
matter) atau makna dari suatu karya seni sebagai sesuatu yang bertolak
belakang dengan bentuk karya tersebut (sisi formalisnya).
Ikonografi membedakan tiga lapisan arti gambar : arti/makna
gambar(representational meaning), simbolisme ikonografi (iconographycal

symbolism), dan simbolisme gambar/ikon (iconological symbolism) (Van
Leeuwen, 2001: 100).
Ikonografi merupakan cabang dari sejarah seni yang memiliki pokok kajian
yang berkaitan dengan sisi manusia (subject matter) atau makna dari suatu
karya seni, sebagai sesuatu yang bertolak belakang dengan bentuk karya

tersebut (sisi formalisnya) (Panofsky, 1939 : 3).
Menurut Panosfky, proses menginterpretasi obyek seni dan gambar dapat
melalui tiga tahapan, analisis makna secara ikonografi dan ikonologi, yaitu :
1.Tahap Preiconographical
Tahapan untuk mengidentifikasi melalui hal-hal yang lazim dan sudah dikenal
(alami). Tahapan ini dapat disebut pemahaman secara faktual dan
ekspresional. Pemahaman ini didasarkan atas pengalaman masing-masing
individu terhadap suatu objek gambar. Dengan mengamati dengan
mengindentifikasi unsur artistik dari objek gambar (konfigurasi tertentu dari
garis dan warna, atau bentuk dan material yang merepresentasikan objek
keseharian tertentu), hubungan-hubungan yang terjadi pada objek dan
identifikasi kualitas ekspresional tertentu dengan melakukan pengamatan
pose atau gesture dari objek.
2.Tahap Iconographical
Tahapan untuk mengidentifikasi makna sekunder dengan melihat hubungan
antara motif sebuah seni dengan tema, konsep atau makna yang lazim
terhadap peristiwa yang diangkat oleh sebuah gambar. Motif-motif yang
kemudian dikenali sebagai pembawa makna sekunder disebut sebagai
image/citra/wujud.
3.Tahap Interpretasi Ikonologi

Pada tahapan ini makna yang paling hakiki dan mendasar dari isi sebuah
karya kartun benar-benar dipahami. Pemahaman mengenai makna intrinsik
yang terdapat dalam sebuah objek diperoleh dengn mengungkapkan prinsipprinsip dasar yang kemudian dapat menunjukan perilaku sikap dasar dari
sebuah bangsa, kurun waktu, strata sosial, ajakan religius atau filosofis
tertentu.
Memahami iconologi lebih dari sekedar mencari gejala, tetapi merupakan
interpretasi yang mendalam dari pengetahuan teknis mengenai produksi
seni, melalui pengetahuan iconographical yang luas menuju sebuah
kesimpulan (Ross Woodrow, 1999:3).
Analisa Karya Kartun Editorial Melalui Ikonografis

Pembahasan yang digunakan untuk menganalisis karya kartun editorial
melalui tiga tahapan seperti analisis makna secara ikonografi dan ikonologi
oleh Erwin Panofsky dimana ketiga tahapan itu berlangsung berurutan.
Dalam hal ini mengambil contoh kartun editorial karya T. Sutanto yang
dimuat dalam Mingguan Mahasiswa Indonesia, No. 36 Th. II Pebruari 1967.
Gambar 1. Jatuhnya Kekuasaan Soekarno, Mingguan Mahasiswa Indonesia,
No. 36 Th. II Pebruari 1967, Sumber : Repro Dok. Narsen
Tahapan-tahapan analisis tersebut, yaitu :
Tahap Preiconographical. Dengan mengamati dengan mengindentifikasi

unsur artistik dari objek gambar (konfigurasi tertentu dari garis dan warna,
atau bentuk dan material yang merepresentasikan objek keseharian
tertentu), hubungan-hubungan yang terjadi pada objek dan identifikasi
kualitas ekspresional tertentu dengan melakukan pengamatan pose atau
gesture dari objek. Pada tahap ini akan mendeskipsikan ciri-ciri visual yang
tampak pada karya kartun editorial yang sudah melalui seleksi.
Tahap Iconographical. Tahapan untuk menganalisa rangkaian gambar
dengan memperhatikan peristiwa yang berhubungan antara karya serta
situasi sosial yang terjadi di dalam masyarakat pada saat itu.
Tahap Interpretasi Ikonologis. Disini akan melakukan interpretasi dengan
mempertimbangkan pemaparan mengenai gambar dari pembuat kartun
tersebut, disini adalah kartunis. Pada tahapan ini makna yang paling hakiki
dan mendasar dari isi sebuah karya kartun benar-benar dipahami.
Pada karya ini, T. Sutanto menempatkan figur Soekarno sebagai figur yang
dominan dengan penggambaran postur yang lebih menonjol dengan seluruh
badan terlihat dibandingkan dengan figur-figur lain yang tampil dalam kartun
tersebut. Bentuk lain yang menyertai kartun poltik tersebut antara lain
tangan yang besar yang berusaha menggulingkan kekuasaan Soekarno
secara sah dan sesuai konstitusional.
Untuk mengetahui makna yang terkandung pada kartun ini, secara bertahap

akan diuraikan berbagai aspek pada karya kartun :
a. Deskripsi Preiconographical
Dengan posisi gambar horizontal, dalam kartun ini tampak dua figur
manusia. Sosok sentral pada kartun ini adalah figur laki-laki dengan
memakai peci dan kaca mata, memakai bintang jasa yang banyak sekali di
setelan jas. Figur laki-laki ini sedang berdiri tegak sambil mengacungkan
ujung jari ke atas dalam posisi membacakan pidato dengan semangatnya.
Figur laki-laki dalam posisi pengambilan gambar long shoot. Dengan
pandangan lurus ke samping dengan bibir yang sedang berpidato. Di kedua

tangannya memegang teks pidato yang berwarna hitam dengan tulisan
MANIPOL (Manifesto Politik), RESOPIM, NASAKOM (Nasionalisme, Agama,
Komunisme) berwarna putih. Garis membentuk kontur dari gambar figur
yang sederhana namun mengacu pada karakter wajah seseorang.
Dengan posisi di bagian samping kanan figur sebuah tangan besar yang
menggunakan pakaian resmi (setelan jas) berwarna hitam yang sedang
berusaha mengangkat podium yang digunakan Presiden Soekarno untuk
berpidato dengan sebuah tumpukan buku yang berjumlah dua buah.
Dimana dalam kedua buku berwarna putih tersebut bertuliskan UUD’45 dan
Pancasila dengan warna teks hitam. Gambar tangan diposisikan dalam

gambar dengan pengambilan close up. Untuk memberi kesan gerak, maka di
sebelah kanan figur Soekarno yang sedang terguling ada goresan
garis (moving line) serta kepulan asap untuk memberi efek yang dramatis
dan dinamis.
b. Analisa Iconographical
Kartun ini berkaitan dengan momen jatuhnya pemerintahan Soekarno
dimana masih berusaha memegang pusat pemerintahan tetapi kharisma
magisnya tidak berfungsi lagi. Soekarno akhirnya jatuh dan pada tanggal 12
Maret 1967 melalui MPRS dipaksa menanggalkan semua kekuasaan dan
gelar Soekarno serta mengangkat Soeharto sebagai pejabat presiden.
Tema dari kartun ini adalah memperlihatkan hubungan antara era Soekarno
dengan ideologinya yang bertentangan dengan UUD’45 dan Pancasila
sampai akhirnya jatuh kekuasaan ke Soeharto melalui MPRS.
Berikut ini analisa ikonografi dari gambar yang terdapat kartun yang bertema
tentang turunnya kekuasaan Soekarno :
Dilihat dari pesan artifaktual pada kartun ini, terdapat figur yang apabila
dilihat ciri-ciri fisik dan asesories pakaian yang dipakainya merupakan
bentuk figur Soekarno. Walau tanpa garis yang detail, karakter wajah dan
figur Soekarno tampak jelas. Ekspresi wajah yang ditunjukkan oleh Soekarno
adalah sebagai orator yang ulung dengan semangat yang menyala-nyala.

Figur Soekarno dengan mengenakan peci hitam dan jas beserta bintang
medali penghargaan menunjukkan pesan artifaktual sebagai pejabat negara
(presiden). Figur Soekarno memegang teks pidato yang bertulis MANIPOL,
RESOPIM, dan NASAKOM.. Teks ini berkaitan ideologi yang dipakai dalam
menjalankan pemerintahan Soekarno pada waktu itu. Pesan fasial dari
gambar suatu keadaan yang ironis dimana Presiden Soekarno sedang pidato
dengan semangat untuk mengagung-agungkan ideologi MANIPOL, RESOPIM,
dan NASAKOM, tetapi di sisi lain malah berada dalam posisi turun dari
kekuasaan sebagai Presiden.

Figur lain adalah bentuk tangan yang besar yang sedang berusaha
menggulingkan podium dengan menarik dua buku sebagai landasan tempat
Soekarno berdiri. Kedua buku trsebut sebagai wujud dari konstitusi negara
yaitu UUD’45 dan Pancasila. Gambar tangan dan kedua buku merupakan
metafora dari keadaan politik pada waktu itu dimana pemerintahan Soekarno
sudah melenceng dari ideologi negara. Garis yang cenderung ekspresif pada
kartun ini lebih ditujukan untuk meyampaikan pesan secara langsung. Wajah
Soekarno tidak memerlukan teknik karikatural, sehingga cenderung simpel
dan mudah seseorang pemirsa mampu merepresentasikan bahwa figur
tersebut adalah SoekarnoKesan ruang dan perspektif hanya diperlukan
sedikit untuk menunjukkan obyek podium sebagai tempat berdiri Soekarno
dengan menggunakan raster untuk menambah kesan gelap terang (tonality).
Dari analisa visual terhadap gambar-gambar yang hadir pada karya kartun
politik ini dapat disimpulkan ciri-ciri visual sebagai berikut :
Dihadirkan dua pihak yang saling bertentangan yaitu figur Soekarno dan
gambar tangan yang berusaha menjatuhkan kekuasaan Soekarno.
Sosok tangan sebagai representasi rakyat Indonesia dengan kekuatan hukum
yaitu UUD’45 dan Pancasila, sementara figur Soekarno tampil postur yang
lebih kecil.
Penggambaran Soekarno ditampilkan long shot, sementara sosok tangan
ditampilkan close up.
c. Interpretasi Ikonologis
Dalam kartun ini ditampilkan dua figur yang saling berlawanan. Figur
pertama adalah figur Soekarno merupakan sosok sentral pada masa
Pemerintahan Orde Lama. Sebagai figur yang mendominasi pada waktu itu
dengan bentuk pemerintahan Soekarno (metafora pemegang kekuasaan)
yang dinamakan ”Demokrasi Terpimpin”, walaupun prakarsa pelaksanaannya
diambilnya bersama-sama dengan pimpinan angkatan bersenjata. T. Sutanto
mengkaitkan peristiwa pada saat Soekarno menguraikan ideologi demokrasi
terpimpin, yang kemudian dinamai MANIPOL (dari Manifesto Politik).
Walaupun secara visual figur Soekarno terlihat utuh (long shot), namun
secara keseluruhan tampilan Soekarno cenderung tidak dominan, disini T.
Sutanto ingin menggambarkan posisi Soekarno walaupun mempunyai
kekuasaan dan kharisma yang tinggi namun tak berdaya dengan kekuatan
dari UUD’45 dan Pancasila.
Dari penjelasan T. Sutanto terdapat beberapa hal yang menarik mengenai
tampilan Soekarno, dimana T. Sutanto mengaku kurang telaten dan tidak
mahir seperti dalam penggambaran wajah seorang figur dalam karikatural.

Tetapi lebih mementingkan situasi yang mendukung pesan dalam kartun
tersebut bukan wajah (karikatur).
Seperti figur Soekarno tampil dengan tarikan garis yang simpel namun
dengan artifaktual baik pakaian kebesaran (penuh dengan medali
penghargaan) dengan peci serta gesture yang mewakili karakter Soekarno,
maka T. Sutanto dalam menampilkan figur Soekarno berhasil.
Obyek gambar medali penghargaan yang digambarkan sangat banyak di
pakaian Soekarno, menurut T. Sutanto sebagai representasi dari sikap
Soekarno seperti, otoriter, kepercayaan diri yang besar, gila kekuasaan,
pengakuan diri sebagai presiden seumur hidup, dan politik mercusuarnya.
Sedangkan figur kedua adalah sosok kedua tangan yang memegang dua
buku bertuliskan UUD’45 dan Pancasila sebagai metafora keinginan rakyat
Indonesia sebagai penguasa tertinggi. Secara tidak langsung dalam kartun
politik, T. Sutanto mengritik Soekarno dengan ideologi-ideologinya yang tidak
sesuai dengan kehendak para rakyat yang menyebabkan jatuhnya
kekuasaan Soekarno.
KESIMPULAN
Kartun editorial lebih mengedepankan pesan dan situasi penggambaran
kartun daripada figur atau tokoh yang dimunculkan. Mengenai kandungan
kritiknya dalam kartun editorial yang sering lugas, tegas kadangkala pedas,
tampaknya dipengaruhi oleh situasi dalam menyikapi kebijakan atau
peristiwa yang sedang terjadi.
Untuk mengetahui makna dan pola visual yang terdapat pada kartun
editorial, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan ikonografis
dan ikonologis. Dalam pendekatan ini yang menitikberatkan pada
penelaahan makna dalam kartun editorial, perlu kemampuan dalam
menginterprestasikan makna yang terkandung di dalamnya.
Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis karya kartun editorial
melalui tiga tahapan seperti analisis makna secara ikonografi dan ikonologi
oleh Erwin Panofsky dimana ketiga tahapan itu berlangsung berurutan. Erwin
Panofsky menjelaskan dalam ikonografi merupakan kajian yang
memperhatikan konfigurasi dari gambar pada suatu karya untuk mengetahui
makna yang tersembunyi. Selanjutnya Panofsky memberi tahapan dalam
menganalisis, yaitu tahap preiconographical, iconography, dan iconology.
Dalam kajian ini, faktor kartunis (sebagai pencipta) menjadi penting untuk
dibicarakan karena latar belakang, kondisi sosial, dan aspek psikologis
berpengaruh pada pengambilan keputusan dalam menampilkan suatu
gambar visual. Namun dalam hal ini, aspek yang diutamakan adalah aspek

formal yang membahas aspek kualitas visual yang akan dikaji secara lebih
mendalam. Sehingga dari analisis ikonografi dan ikonologi diharapkan akan
menghasilkan sebuah hasil yang komprehensif untuk melihat karya kartun
editorial dengan mengkaitkan antara pola visual dan makna yang terdapat
didalam karya tersebut.

Dokumen yang terkait

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Upaya mengurangi kecemasan belajar matematika siswa dengan penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya: sebuah studi penelitian tindakan di SMP Negeri 21 Tangerang

26 227 88

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan manajemen mutu terpadu pada Galih Bakery,Ciledug,Tangerang,Banten

6 163 90

Efek ekstrak biji jintan hitam (nigella sativa) terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diinduksi gentamisin

2 59 75

Pengaruh Rasio Kecukupan Modal dan Dana Pihak Ketiga Terhadap Penyaluran Kredit (Studi Kasus pada BUSN Non Devisa Konvensional yang Terdaftar di OJK 2011-2014)

9 104 46

Pengaruh Etika Profesi dan Pengalaman Auditor Terhadap Audit Judgment (Penelitian pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Bandung yang Terdaftar di BPK RI)

24 152 62

Asas asas pemerintahan yang baik

0 38 8

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Hasil Pemeriksaan

5 23 66

Uji Efek Antibakteri Minyak Jintan Hitam (Nigella Sativa) Dalam Kapsul yang Dijual Bebas Selama Tahun 2012 di Kota Padang Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli Secara In Vitro

0 7 5