WAJAH PENDIDIKAN INDONESIA PENYELESAIAN. docx

WAJAH PENDIDIKAN INDONESIA : PENYELESAIAN DILEMA JUMLAH
GURU MELALUI RESOLUSI DAN REVOLUSI MENTAL PENDIDIKAN
Oleh :Adi Bugman, S.Pd (Guru Honorer SMAN 4 Balikpapan)

Dalam kurun waktu terakhir ini Indonesia mengalami perubahan
fundamental

diberbagai sektor kehidupan. Dimulai dari perampingan

struktur pemerintahan, pembatasan anggaran hingga pengelolaan SDM
berdasarkan acuan kinerja. Hal ini dilakukan demi mewujudkan kondisi
bangsa yang mampu “berdikari” berdasarkan “nawacita” bangsa. Garis
besar slogan revolusi mental pun digawangkan sebagai acuan pelaksanaan
program bangsa. Revolusi mental menjadi dasar perubahan structural dan
fungsional didalam kehidupan bangsa, utamanya pada bidang pendidikan.
Pendidikan

yang

seharusnya


merupakan

pilar

mencerdaskan

bangsa

sehingga mampu bersaing dengan Negara lain ternyata dirasa tidak mampu
menunjukan kemajuannya.

Oleh karenanya revolusi mental hadir didalam

bidang pendidikan Indonesia sehingga diharapkan dapat menjadi program
percepatan didalam mencerdaskan generasi bangsa Indonesia di masa yang
akan datang, terlebih nantinya Indonesia dihadapkan pada tantangan
persaingan MEA dan global.
Kompleksnya permasalahan pendidikan Indonesia saat ini dirasa
menjadi batu sandungan didalam proses mencerdaskan generasi bangsa
sehingga layaknya benang kusut yang sulit untuk diuraikan. Salah satu

permasalahannya adalah mengenai kurangnya guru ajar yang berkompeten
dan bersertifikasi, terlebih saat ini dunia pendidikan dihadapkan pada
moratorium PNS. Padahal guru merupakan salah satu komponen dasar
pelaksanaan proses pembelajaran. Di suatu daerah, kita sebut saja daerah
“pinggiran provinsi” hingga daerah “tapal batas” dengan negara lain
memiliki jumlah guru yang sangat kurang apabila dibandingkan dengan
jumlah siswa yang diajarkan. Ketika merujuk pada data portal kementerian

pendidikan dan kebudayaan Indonesia, terlihat bahwa jumlah guru seIndonesia hanya mencapai 2.668.662 orang guru. Apabila dirasiokan jumlah
guru hanya mencapai 15:1, hal ini sangat kurang ketika diperbandingkan
dengan standar UNESCO yang mencapai 24:1
Permasalahan

ketimpangan

kuantitas

guru

terbukti


menjadi

problematika yang perlu dipecahkan permasalahannya. Terlebih saat ini
terkendala dengan adanya moratorium PNS, pembatasan penerimaan guru
tidak tetap di beberapa daerah, serta distribusi penyaluran guru yang belum
merata antara perkotaan dan pedesaan. Selain itu, kondisi ini diperparah lagi
dengan adanya ancaman gelombang pensiun guru baik sekolah dasar dan
menengah. Padahal ketika dirunut dari peluang yang kita miliki, seharusnya
Indonesia terbebas dari ancaman permasalahan jumlah guru. Begitu
besarnya jumlah lulusan mahasiswa keguruan (FKIP) di berbagai universitas
seharusnya menjadi solusi yang dapat menyelesaikan permasalahan jumlah
guru di berbagai daerah. Lalu mengapa problematika kuantitas dan kualitas
guru ini kembali menjadi problematika Indonesia dibidang pendidikan? Inilah
yang perlu segera kita temukan solusinya karena jika tidak permasalahan ini
dapat mengancam proses percepatan pembangunan dibidang pendidikan
yang dicanangkan oleh pemerintah. Oleh karenanya perlu tindakan –
tindakan yang terarah baik dalam jangka panjang maupun pendek sehingga
problematika ini dapat terselesaikan dengan baik. Adapun usulan yang dapat
menjadi pertimbangan bagi pemerintah terkait baik pusat maupun daerah,

antara lain:
1. Pembaruan data jumlah guru dan kebutuhan guru.
Tidak dapat kita pungkiri bahwa permasalahan jumlah guru dan
persebarannya disuatu wilayah selalu berkaitan dengan jumlah data guru
yang simpang siur. Pendataan merupakan dasar fundamental didalam
melaksanakan program. Apabila data yang digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan tidak akurat, maka program yang dilaksanakan menjadi sia-sia
dan akan memberikan permasalahan lain di masa yang akan datang.

Pendataan kebutuhan guru tentunya perlu dikaitkan dengan kapasitas ruang
ajar (fasilitas) dan perkembangan kebutuhan pendidikan pada masyarakat
sekitar (jumlah siswa dimasa datang).
2. Perkuat Potensi SM3T di Daerah 3T
Kita ketahui bersama bahwa SM3T merupakan program pemerintah
yang sangat bermanfaat demi tercapainya pendidikan yang merata di
daerah terdepan (perbatasan negara), terpencil (pinggiran/ pedalaman
provinsi) dan tertinggal. Dengan adanya guru – guru SM3T maka proses
pemerataan pendidikan khususnya penyelesaian permasalahan jumlah guru
di suatu daerah tidak lagi menjadi akar masalah yang fundamental. Namun
yang perlu diperhatikan bagi pemerintah adalah potensi jumlah guru SM3T

seharusnya juga melihat distribusi guru didaerah sekitar sasaran SM3T. Hal
ini perlu dilakukan demi terciptanya pemerataan kuantitas guru yang lebih
optimal.
3. Linieritas lulusan dan pekerjaan
Linieritas lulusan dan pekerjaan perlu dilakukan demi terciptanya SDM
yang kompeten dan sesuai dengan keahliannya. Kita ketahui bersama bahwa
terkadang menjadi guru diperlukan mental yang kuat (terlebih bagi guru
tidak tetap). Dengan gaji yang kecil dan amanah/tanggung jawab yang besar
serta beban kerja yang tidak seimbang menjadikan profesi guru sebagai
alternatif pekerjaan bagi lulusan FKIP. Terkadang kuliah di fakultas keguruan
dijadikan wadah alternatif demi mendapatkan ijazah dan gelar S1. Namun
pekerjaan setelah lulus tentu menjadi pertimbangan bagi mereka mencari
pekerjaan lainnya selain menjadi seorang guru. Hal ini dikarenakan kuliah di
fakultas keguruan adalah hal yang terbilang cukup mudah dilakukan jika
dibandingkan dengan kuliah di fakultas lainnya.
4. Optimalkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
Hal ini penting dilakukan demi pemerataan pendidikan. Dengan
adanya aturan ini sekolah menengah atas kini diatur kinerjanya oleh dinas

pendidikan provinsi. Dengan demikian, distribusi jumlah guru akan menjadi

lebih merata antara kabupaten dan kota melalui proses mutasi berkala.
Namun yang terpenting didalam mengoptimalkan aturan ini sekali lagi
adalah pendataan yang baik dan perlu adanya laporan kinerja guru secara
berkala.
5. Optimalkan peran FKIP di berbagai universitas/ institut keguruan
Peran fakultas keguruan di universitas menjadi sangat penting demi
terciptanya pemerataan pendidikan. Guru berprestasi lahir dari fakultas
pendidikan yang inovatif. Oleh karenanya, hal yang perlu dilakukan demi
tercapainya optimalisasi peran FKIP adalah koordinasi yang baik dengan
dinas pendidikan kabupaten/kota dan provinsi terkait jumlah kebutuhan guru
dan

rencana

strategis

yang

perlu


dilakukan

dalam

jangka

pendek,

menengah, dan panjang sehingga tercapainya lulusan guru yang berprestasi
dan sesuai dengan yang dibutuhkan.
6. Tingkatkan remunerasi honor bagi guru tidak tetap daerah berdasarkan
kinerja
Remunerasi perlu dilakukan khususnya bagi guru tidak tetap daerah.
Pendapatan yang tidak sepadan menjadi alasan mahasiswa lulusan keguruan
untuk berprofesi selain guru. Terlebih saat ini sumber pendanaan honor GTT
berasal dari dana bantuan operasional sekolah (BOS) sehingga sangat
bergantung pada jumlah siswa yang diajar. Alhasil honor pun beragam
disetiap daerahnya, bahkan terdapat guru diberbagai daerah yang hanya
diupahi Rp.100 ribu per bulannya. Padahal sudah selayaknya paradigma
guru adalah panggilan hati dirubah. Alangkah lebih baik apabila guru

dihasilkan dari persaingan kualitas calon guru. Calon guru yang berkualitas
akan menghasilkan kinerja yang baik sehingga pantas menjadi guru
berpenghasilan sepadan. Sehingga akan terbentuk korelasi yang sempurna
yaitu penghasilan guru yang baik akan menarik banyak minat mahasiswa
lulusan keguruan untuk berprofesi sebagai guru. Persaingan calon guru akan

menghasilkan guru berkinerja dengan inovasi yang baik. Kekurangan guru
disuatu daerah juga akan terselesaikan dengan baik.
7. Stop politisasi pendidikan
Kita ketahui bersama bahwa politik merupakan wajah bangsa kita saat
ini bahkan didunia pendidikan pun tidak lepas dari dunia politik bagi
pemegang kekuasaan. Tidak hanya proses penerimaan siswa baru, mutasi
guru juga menjadi media proses politisasi pendidikan bagi “si” pimpinannya.
Proses mutasi guru tidak lagi berdasarkan pada kinerja guru disekolah dan
dunia pendidikannya melainkan pada seberapa besar loyalitas guru pada
pimpinannya. Pimpinan disini tidak hanya terbatas pada kepala daerah
melainkan kepala sekolah dan kepala dinas pendidikan juga turut andil
didalam proses mutasi yang dihadapkan pada guru. Guru yang dekat dengan
pimpinan ini maka ia akan dipertahankan pada posisi dan area yang lebih
baik jika tidak maka bukan tidak mungkin ia akan dipindahkan pada sekolah

yang jauh dari fasilitas.
Begitu kompleksnya permasalahan pendidikan bukan berarti tidak
dapat diselesaikan dengan baik, semua tergantung pada seberapa komitmen
stakeholder menjalankan tugasnya dengan optimal. Pendidikan yang mampu
bersaing dengan negara lain adalah idaman kita bersama. Pendidikan yang
mempertahankan jati diri bangsa dan mencerdaskan generasi bangsa hanya
dihasilkan oleh guru yang berkualitas. Oleh karenanya, diharapkan dengan
meratanya jumlah guru berkualitas didaerah akan menghasilkan pendidikan
yang sesuai dengan cita-cita bangsa didalam pembukaan pancasila.

BIODATA PENULIS:

Nama

: Adi Bugman, S.Pd

No. KTP

: 647105 291089 0002


Tempat/TglLahir : Manado/ 29 Oktober 1989
Alamat

: Jl. Mrs. Iswahyudi, Rt. 22, No. 57, Sepinggan, Balikpapan

Instansi

:

Guru

Honorer

Mata

Pelajaran

Biologi

di


SMAN

Balikpapan
Lulusan

:

S1

-

FKIP Pendidikan Biologi Universitas Mulawarman Tahun 2011

S2

-

Magister Pendidikan Biologi Univ. Mulawarman s/d sekarang

No Telp

: 0856 5225 1727

4

Email

:

ad.bugman29@gmail.com

ad_bugman29@yahoo.co.id
Facebook

: adi bugman

Nama Bank

: Mandiri

No. Rekening

: 900 – 00 – 2954830 – 3

atau