Praktikum Manajemen Pengelolaan Sumberda (1)

Laporan Praktikum

MANAJEMEN PENGELOLAAN SUMBERDAYA
PESISIR DAN LAUTAN
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Praktikum
Manajemen Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan lautan mengenai Strategi dan
Kebijakan Pengembangan Sumberdaya Manusia pantai Lekok Pasuruan

Oleh: Kelompok II
Miftakhul Jannah
Moh. Kayis Akbar
Qoirun Gatut S.
R. S. Muniv S.
Ainul Yaqin Z.

NIM. 201310260311035
NIM. 201310260311052
NIM. 201310260311059
NIM. 201310260311069
NIM. 201310260311080


LABORATORIUM PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN-PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sekitar 75% dari luas wilayah Indonesia adalah berupa lautan. Salah satu
bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan
adalah wilayah laut. Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 81.000 km.
Wilayah laut memiliki arti yang strategis karena merupakan wilayah pemersatu
antara pulau Indonesia yang memiliki sifat dan ciri yang unik. Selain itu laut
menjadi sumber nafkah bagi sebagian besar masyarakat pesisir terutama nelayan.
Sesuai dengan salah satu amanat konstitusi, bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya digunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Secara kuantitas jumlah penduduk Indonesia yang merupakan terbesar
kelima di dunia, yaitu lebih kurang 220 juta jiwa. Dari jumlah penduduk tersebut
lebih kurang 60 persen di antaranya hidup dan bermukim di sekitar wilayah
pesisir, dan sebagian besar di antaranya menggantungkan kehidupannya kepada

keberadaan sumber daya alam pesisir dan lautan.
Pemanfaatan sumber daya pesisir dilakukan oleh masyarakat pesisir baik
secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu perlu diketahui
bagaimana sebenarnya karakteristik masyarakat pesisir sehingga kebijakan,
strategi / konsep dan program pengelolaan sumber daya dapat mengakomodasi
karakter masyarakat pesisir yang memang sangat dinamis dan sangat tergantung
pada ketersediaan sumber daya pesisir dan laut di sekitarnya. Berdasarkan hal
tersebut diatas, demi menjaga keberlanjutan sumber daya tersebut, maka perlu
kiranya dirancang dan diimplementasikan strategi penciptaan sumber daya
manusia yang mengerti dan paham akan rambu-rambu atau batasan- batasan
eksploitasi disesuaikan dengan keberadaan sumber daya, zonasi dan karakteristik
sumber daya serta karakteristik daerahnya (provinsi/kabupaten/kota) sebagai
satuan wilayah pembangunannya sehingga sumberdaya tidak tereksploitasi secara
tidak optimum, salah, atau malah berlebihan.
Pemahaman mahasiswa perikanan mengenai studi sumberdaya manusia di
wilayah pesisir sangat diperlukan untuk mengukur kualitas dan kuantitas sumber
daya manusia tersebut. Melalui hasil studi tersebut dapat dirancang bagaimana

strategi dan arah kebijakan untuk mengembangkan wilayah pesisir sehingga
nantinya manajemen pengelolaan pesisir dapat terlaksana dengan baik serta

pembangunan yang berkelanjutan dapat tercapai. Untuk itulah praktikum ini
dilaksanakan.
1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaimana kondisi pendidikan masyarakat di pesisir Lekok, Pasuruan?
2) Bagaimana kondisi sumberdaya manusia yang ada di Instalasi Pendaratan
ikan Lekok, Pasuruan?
3) Bagaimana peran Instalasi Pendaratan Ikan Lekok dalam meningkatkan
Kualitas Sumberdaya Manusia di pesisir Lekok Pasuruan?
1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui kondisi pendidikan masyarakat di pesisir Lekok,
Pasuruan?
2) Untuk mengetahui kondisi sumberdaya manusia yang ada di Instalasi
Pendaratan ikan Lekok, Pasuruan?
3) Untuk mengetahui peran Instalasi Pendaratan Ikan Lekok dalam
meningkatkan Kualitas Sumberdaya Manusia di pesisir Lekok Pasuruan?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 2.1 Kajian Umum Pantai Lekok Kabupaten Pasuruan
Letak geografi Kabupaten Pasuruan antara 112, 300 hingga 113, 300 Bujur

Timur dan antara 70, 300 hingga 80,300 Lintang Selatan. Kabupaten Pasuruan
berada pada posisi sangat strategis yaitu jalur regional juga jalur utama
perekonomian Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi. Secara administrasi
Kabupaten Pasuruan adalah salah satu dari 38 pemerintah kabupaten atau kota
yang ada di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Pasuruan diapit oleh beberapa
Kabupaten/Kota yaitu sebelah Utara antara Kabupaten Sidoarjo dan Selat Madura,
sebelah Selatan adalah kabupaten Malang dan sebelah Timur Kabupaten
Probolinggo dan sebelah Barat dengan Kabupaten Mojokerto.

Kabupaten

Pasuruan dibagi menjadi 24 wilayah kecamatan salah satu diantaranya adalah
Kecamatan Lekok (BPS, 2010).
Kecamatan Lekok memiliki 4 desa pesisir diantaranya yaitu Desa
Tambaklekok, Jatirejo, Wates, dan Semedusari. Kawasan pesisir di Kecamatan
Lekok mempunyai banyak fungsi yang bermanfaat bagi kehidupan. Salah satu
fungsinya yaitu sebagai kawasan hutan bakau/mangrove yang berfungsi sebagai
perlindungan setempat dan perlindungan sempa dan pesisir, serta perlindungan
ekosistem pesisir. Selain itu ada yang mempunyai potensi perikanan darat
(tambak) dan sebagian perikanan laut (tangkap), yang ditunjang dengan adanya

hutan bakau/mangrove sebagai penunjang ekosistem. Ada juga kawasan yang
mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai perikanan tambak, perikanan
tangkap dan memiliki fasilitas TPI (Tempat Pelelangan Ikan) di Kecamatan
Lekok. (RTRW Kabupaten Pasuruan 2009-2029). Selain itu di Lekok juga
terdapat PLTGU Grati PT. Indonesia Power (BPS, 2012).
Masyarakat pesisir dalam kehidupan sehari-hari tidak lepas dari
ketergantungannya akan sumber daya pesisir karena mata pencaharian
penduduknya yang bergantung pada laut. Karena mata pencahariannya yang
bergantung pada laut, maka masyarakat nelayan memilih untuk bertempat tinggal
di wilayah pesisir. Hal ini merupakan salah satu faktor timbulnya permukiman
yang berada di wilayah pesisir yang membedakannya dengan permukiman yang

ada di wilayah perkotaan. Salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat
bertempat tinggal di wilayah perkotaan adalah karena banyaknya lapangan
pekerjaan yang ditawarkan. Sedangkan untuk wilayah pesisir, karena mata
pencahariannya bersumber dari laut, mereka memilih untuk bertempat tinggal di
wilayah pesisir. Potensi dan sumber daya alam di kawasan pesisir yang beraneka
ragam menjadi daya tarik masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
sehingga terbentuklah permukiman pesisir yang bervariasi sesuai dengan tingkat
penghidupan masyarakatnya.

2.2 Kajian Umum Wilayah Pesisir
2.2.1 Pengertian Wilayah Pesisir
Indonesia merupakan Negara Kepulauan dengan jumlah pulau yang
mencapai 17.508 dan panjang garis pantai kurang lebih 81.000 km (DKP, 2008).
Keadaan ini menyebabkan kawasan pesisir menjadi andalan sumber pendapatan
masyarakat Indonesia. Secara umum, wilayah pesisir dapat didefinisikan sebagai
wilayah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan ekosistem udara
yang saling bertemu dalam suatu keseimbangan yang rentan (Beatly et al, 2002).
Departemen Kelautan dan Perikanan dalam rancangan Undang-undang
Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu mendefinisikan wilayah pesisir sebagai
kawasan peralihan yang menghubungkan ekosistem darat dan ekosistem laut yang
terletak antara batas sempadan ke arah darat sejauh pasang tertinggi dan ke arah
laut sejauh pengaruh aktivitas dari daratan. Wilayah pesisir memiliki nilai
ekonomi tinggi, namun terancam kontinuitasnya. Dengan potensi yang unik dan
bernilai ekonomi tadi maka wilayah pesisir dihadapkan pada ancaman yang tinggi
pula, maka hendaknya wilayah pesisir dalam pembangunannya perlu ditangani
secara khusus agar wilayah ini dapat dikelola secara benar dan berkelanjutan.
Transisi antara daratan dan lautan di wilayah pesisir telah membentuk
ekosistem yang beragam dan sangat produktif serta memberikan nilai ekonomi
yang luar biasa terhadap manusia. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan

peningkatan kegiatan pembangunan sosial dan ekonomi “nilai” wilayah pesisir
terus bertambah. Konsekuensi dari tekanan terhadap pesisir ini adalah masalah
pengelolaan yang timbul karena konflik pemanfaatan yang timbul akibat berbagai
kepentingan yang ada di wilayah pesisir (Nurmalasari, 2001).

Sebagai wilayah peralihan darat dan laut yang memiliki keunikan
ekosistem, dunia memiliki kepedulian terhadap wilayah ini, khususnya di bidang
lingkungan

dalam

konteks

pembangunan

berkelanjutan

(sustainable

development).Secara historis, kota-kota penting dunia bertempat tidak jauh dari

laut. Alasannya, kawasan ini memiliki potensi sumber daya kelautan dan
perikanan, serta memudahkan terjadinya perdagangan antar daerah, pulau dan
benua. Selain itu, wilayah pesisir juga merupakan daerah penghambat masuknya
gelombang besar air laut ke darat, yaitu dengan keberadaan hutan mangrove
(Muttaqiena dkk, 2009).
2.2.2 Karakteristik dan Batasan Wilayah Laut dan Pesisir
Berdasarkan ketentuan Pasal 3 UU No. 6 Tahun1996 tentang Perairan
Indonesia, wilayah perairan Indonesia mencakup :
1) Laut teritorial Indonesia adalah jalur laut selebar 12 mil laut diukur dari
garis pangkal kepulauan Indonesia,
2) Perairan Kepulauan, adalah semua perairan yang terletak pada sisi dalam
garis pangkal lurus kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman dan jarak
dari pantai,
3) Perairan Pedalaman adalah semua perairan yang terletak pada sisi darat
dari garis air rendah dari pantai-pantai Indonesia, termasuk di dalamnya
semua bagian dari perairan yang terletak pada sisi darat pada suatu garis
penutup. Perairan pedalaman adalah perairan yang terletak di mulut
sungai, teluk yang lebar mulutnya tidak lebih dari 24 mil laut dan di
pelabuhan (Dayan, 1985).


.

BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Manajemen Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan lautan
mengenai Strategi dan Kebijakan Pengembangan Sumberdaya Manusia pantai
Lekok Pasuruan dilaksanakan pada hari Sabtu, 14 Mei 2016 pukul 09.30 WIBselesai bertempat di Lingkungan sekitar Instalasi Pendaratan Pantai Lekok, Desa
Jatirejo Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan Propinsi Jawa Timur.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1) Kuisioner
2) Perekam suara
3) Alat tulis
3.2.2 Bahan

1) Masyarakat Pantai Lekok Pasuruan
2) 3.3 Cara Kerja
1)
2)

3)
4)
1)

Menyiapkan Alat dan bahan
Menentukan orang yang akan diwawancara
Menanyakan satu per satu pertanyaan dalam kuesioner
Merekam sekaligus mencatat jawaban responden

3) BAB IV
4) HASIL DAN PEMBAHASAN
5) 4.1 Hasil Praktikum
6) Tabel Hasil.
7)
N

8) Pertanyaan

10)
1

13)
2
16)
3
19)
4
22)
5

11) Kapan anda memulai profesi nelayan?

25)
6
28)
7
31)
8

26) Ketika musim timur, bagaimana hasil
tangkapan?
29) Ketika musim barat, bagaimana hasil
tangkapan?
32) Saat paceklik, kegiatan apa yang
dilakukan?

34)
9

35) Bagaimana peran pemerintah daerah
saat paceklik?

37)
1

43)
1

38) Apakah ada program khusus dari
pemerintah untuk solusi mengatasi
musim paceklik?
41) Pernahkah anda mendengar tentang
kelompok lingkungan desa anda dalam
6 bulan terakhir?
44) Sebutkan kelompok yang ada di
lingkungan tersebut!

46)
1

47) Pernahkah anda berpartisipasi dalam
kelompok tersebut 6 bulan belakangan?

49)
1

50) Jenis kegiatan apa yang anda ikuti?

40)
1

14) Apa yang menjadi motivasi sebagai
nelayan?
17) Dari mana pengetahuan tentang
nelayan?
20) Bagaimana peran pemerintah melihat
potensi laut lekok
23) Apakah ada program penyuluhan dari
ipp lekok sebagai pengelola pelabuhan?
Bagaimana wujud dari penyuluhan
tersebut?

9) Jawaban

12) 5 tahun
15) Melanjutkan
jejak orang tua
18) Otodidak
21) Kurang peduli
24) Ada,
penyuluhan
tentang
kebersihan,
pengolahan dan
lain sebagainya.
27) Tidak menentu
30) Tidak menentu
33) Berdagang,
bertani,
menganggur
36) Tidak ada
tanggapan
pemerintah
39) Tidak ada
42) Ya
45) Kelompok
nelayan
48) Ya
51) Pengajuan alat
tangkap

52)
1

53) Dari mana anda mengetahui kegiatan
tersebut?

55)
1

70)
2

56) Apakah kelompok tersebut bermanfaat
untuk menyalurkan saran dan masukan
untuk pengelolaan sumberdaya laut dan
lingkungan sekitar?
59) Program apa saja yang telah dilakukan
untuk peningkatan sumberdaya manusia
nelayan dan masyarakat pesisir IPP
lekok?
62) Apakah ada penyuluhan/pelatihan
terkait pengolahan dan alat tangkap
terbarukan?
65) Bagaimana masyarakat menanggapi
tentang alat tangkap pukat atau jenis
kantong?
68) Bagaimana respons nelayan terhadap
oratorium pelarangan alat tangkap
tersebut?
71) Bagaimana kondisi pendidikan di pesisir
lekok?

73)
2

74) Apa saja jenis pendidikan formal di
wilayah lekok

75) SD, SMP, SMA

76)
2

77) Apakah tersedia fasilitas untuk
diadakannya pendidikan nun formal?

78) Tersedia

79)
2

80) Siapa yang menangani kegiatan nun
formal tersebut?

81) Swasta

82)
2

83) Bagaimana bentuk kegiatan yang
dilakukan?

85)
2

86) Apakah anak nelayan bersekolah?
87) Alasan?

89)
2

90) Apa tersedia pendidikan khusus bagi
anak nelayan yang kurang mampu?
91)
92) Apa bentuk bantuannya?
95) Apa strategi dan kebijakan dalam
pengembangan SDM di Lekok?
1. Bagaimana cara mengembangkan
masyarakat lekok?

58)
1
61)
1
64)
1
67)
2

94)
2

54) Dari nelayan
lain
57) Bermanfaat

60) Belum ada

63) Pernah ada
66) Alat tersebut
merusak
terumbu karang
69) Tidak
seluruhnya
setuju
72) Baik

84) Kegiatan belajar
mengajar di TPA
88) Sekolah, karena
biar pintar dan
penting untuk
masa depan
93) Tidak ada
96) Tidak tahu

2. Bagaimana peran nelayan dalam
mengembangkan IPP lekok dan pada
bidang apa saja nelayan memiliki
peran?
98) Setelah berlaku kebijakan tersebut,
apakah nelayan menikmati hasil?

97)
2

99) Tidak tahu

100)

101)

4.2 Pembahasan

102)

Hasil jawaban kuesioner dari nelayan Pesisir Lekok menyebutkan

bahwa pengetahuan tentang nelayan dan menangkap ikan diperolehnya
secara autodidak, yakni tanpa pendidikan formal, tetapi ada program
penyuluhan dari IPP lekok sebagai pengelola pelabuhan. wujud dari
penyuluhan

tersebut

antara

lain

penyuluhan

tentang

kebersihan

lingkungan, tentang pengolahan ikan dan lain sebagainya. Hal ini sudah
sesuai dengan Undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan
wilayah

pesisir

dan

pulau-pulau

kecil,

bahwasanya

pemerintah

menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan mengenai
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil untuk meningkatkan
pengembangan sumber daya manusia di bidang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
103)
104)
Hasil tangkapan ikan di nelayan tidak menentu sepanjang tahun.
Tetapi terdapat waktu-waktu yang mana tidak / saat sedikit sekali
mendapatkan ikan. Saat paceklik, kegiatan yang dilakukan nelayan
sementara ialah berdagang kecil, bertani, menganggur. Ketika tidak
mempunyai pemasukan, sebagian besar nelayan terpaksa berhutang
kepada tengkulak. Hal ini juga diperparah dengan tidak adanya peran,
tanggapan dan program khusus dari pemerintah untuk solusi mengatasi
musim paceklik ini tidak sesuai dengan Undang-undang nomor 27 tahun
2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, yang
menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah berupaya
memberdayakan masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya
dengan cara mendorong kegiatan usaha masyarakat melalui berbagai
kegiatan di bidang pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil

yang

berdaya

guna

dan

berhasil

guna.

Seharusnya

pemerintah

menyediakan program kemitraan antara masyarakat dan dunia usaha serta
pemerintah sehingga masyarakat tetap mempunyai pemasukan dari segi
ekonomi.
105)
Di Pesisir Lekok terdapat juga kelompok-kelompok nelayan yang
biasanya hanya digunakan nelayan untuk menyalurkan saran dan masukan
untuk pengelolaan sumberdaya laut dan lingkungan sekitar serta
melakukan pengajuan bantuan peralatan untuk melaut. Hal ini sudah
sesuai dengan pendapat Syarief (t.t), bahwasanya masyarakat haruslah
terhimpun dalam suatu kelembagaan yang kokoh untuk memperkuat posisi
tawar, sehingga segala aspirasi dan tuntutan mereka dapat disalurkan
secara

baik.

Kelembagaan ini

juga dapat menjadi

penghubung

(intermediate) antara pemerintah dan swasta. Selain itu kelembagaan ini
juga dapat menjadi suatu forum untuk menjamin terjadinya perguliran
dana produktif diantara kelompok lainnya.
106)
Tetapi dalam pelaksanaannya, biasanya bantuan yang diterima
tidak sesuai dengan apa yang di harapkan. Contoh semisal sebuah
kelompok nelayan pernah mengajukan bantuan dua buah mesin kapal.
Akan tetapi dalam kenyataannya kelompok tersebut menerima hanya
sebuah. Oleh oknum pemerintah, nelayan dipaksa mengaku mendapat dua
buah mesin kapal. Dari kasus tersebut terdapat indikasi praktek korupsi di
pemerintah daerah dalam hal realisasi bantuan kepada nelayan. Hal ini
sesuai dengan undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2001
tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, bahwa pegawai negeri atau
penyelenggara
sendiri

atau

negara
orang

menyalahgunakan

yang
lain

dengan maksud

secara

kekuasaannya

melawan
memaksa

menguntungkan
hukum,

seseorang

atau

diri

dengan

memberikan

sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau
untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. Pelanggaran tersebut
dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua

ratus juta rupiah) dan paling banyak Pp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah)
107)
Masyarakat Pesisir Lekok menanggapi serius tentang alat tangkap
pukat atau jenis kantong. Menurut mereka, alat tersebut merusak terumbu
karang yang hidup di sekitar pesisir Lekok. respons nelayan terhadap
moratorium pelarangan alat tangkap tersebut beragam. Nelayan tidak
seluruhnya setuju terhadap kebijakan tersebut. Menurut Hutagalung (2010)
Terumbu karang mempunyai berbagai manfaat yang sangat besar dan
beragam baik secara ekologi maupun ekonomi. Manfaat dari terumbu
karang yang langsung dapat dimanfaatkan oleh manusia adalah sebagai
tempat hidup ikan yang banyak dibutuhkan manusia dalam bidang pangan,
seperti ikan kerapu, ikan baronang, ikan ekor kuning, batu karang,
sedangkan yang termasuk dalam pemanfaatan tidak langsung adalah
sebagai penahan abrasi pantai yang disebabkan gelombang dan ombak
laut, serta sebagai sumber keanekaragaman hayati. Jika penggunaan alat
tangkap yang tak ramah lingkungan terus dilakukan maka akan berdampak
langsung pada hasil tangkapan nelayan di sekitar Pesisir lekok dan abrasi
pantai yang semakin menggerus daratan. Dari sini dapat disimpulkan
bahwa sebagian besar masyarakat sudah mengerti tentang pentingnya
terumbu karang bagi kehidupan nelayan.
108)
Kondisi pendidikan di pesisir Lekok pada dasarnya baik. Terdapat
berbagai jenis pendidikan di wilayah lekok. Pendidikan formal antara lain
setingkat SD, SMP, dan SMA. Terdapat pula fasilitas pendidikan nun
formal yang dikelola oleh pihak swasta. Kegiatan yang dilakukan antara
lain belajar mengajar di TPA. Nelayan di pesisir lekok juga serius dalam
menanggapi pendidikan anak-anaknya. Mereka menyekolahkan anaknya
dengan alasan meningkatkan intelejensi dan penting untuk menata masa
depan. Namun demikian berbeda halnya dengan sikap pemerintah.
Pemerintah tidak menyediakan pendidikan khusus dan bantuan bagi anak
nelayan yang kurang mampu. Menurut BAPPENAS (2000), kondisi
masyarakat pantai pada umumnya masih jauh tertinggal, baik dari tingkat
pendapatan maupun dari tingkat pendidikan. Kondisi ini sangat
menyulitkan dalam proses transformasi struktural masyarakat pantai

(nelayan) ke arah kondisi yang lebih baik. Dengan adanya pendidikan
yang sudah baik di Pesisir lekok mengindikasikan adanya perubahan pola
pikir masyarakat sehingga nantinya proses transformasi struktural
masyarakat pesisir menjadi lebih mudah.
109)

110)
111)
112)

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1) Kondisi pendidikan di pesisir Lekok pada dasarnya baik karena terdapat
berbagai jenis pendidikan di wilayah lekok antara lain setingkat SD, SMP,
dan SMAserta terdapat pula fasilitas pendidikan non formal yang dikelola
oleh pihak swasta seperti kegiatan belajar mengajar di TPA.
2) Sumberdaya manusia khususnya nelayan yang ada di Instalasi Pendaratan
ikan Lekok kurang mendapat perhatian dari pemerintah tetapi pemerintah
sedikit banyak sudah berusaha untuk meningkatkan Kualitas sumberdaya
manusia melalui penyuluhan dan pendidikan.
3) Instalasi Pendaratan ikan Lekok Pasuruan kaitannya dalam meningkatkan
Kualitas Sumberdaya Manusia ialah dengan memberikan penyuluhanpenyuluhan pada masyarakat terkait dengan kehidupan pesisir seperti
pengolahan dan sebagainya.
113)

5.2 Saran

1) Diharapkan kepada Laboratorium untuk lebih menjadwal acara prakrikum.
2) Diharapkan agar penentuan lokasi praktikum lapang agar lebih
menekankan dari sudut pandang ekonomi.

114)
115)
116)
117)
118)
119)
120)

Daftar Pustaka

BAPPENAS. 2000. Pengembangan Ekonomi Masyarakat di
Daerah. Laporan ProgramPemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir,
Beatly, T., David J. Bower, dan Anna K. Schwab. 2002. An Introduction
to Coastal Zone Management. Island Press.Washington, DC.
BPS. 2010. Kabupaten Pasuruan dalam Angka 2010. Kabupaten
Pasuruan: BadanPusat
Statistik
______. ______. Kecamatan Dalam angka 2012. Kabupaten Pasuruan.
BadanPusat Statistik
Dayan. La Ode. 1982. Tindak lanjut atas berlakunya Hukum Laut
International Tahun
terhadap kedaulatan NKRI, kertas karya
perorangan, Kursus Reguler Angkatan XXVIII Lemhamas, 1985

121)

DKP. 2008. Urgensi RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil. Artikel On-line Dinas Kelautan dan Perikanan.

122)

Hutagalung RA. 2005. Lombok frags-the first sustainable coral
cultivation on Indonesia for trade and reef conservation. The 9th
International Aquarium Fish & Accessories Exhibition & Conference,
Aquarama 2005. Singapore.

123)

Muttaqiena, dkk.2009. Makalah Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara
Berkelanjut- an Pasca Tsunami Desember 2004.

124)
125)

Nurmalasari, Y. 2001 Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisr Berbasis
Masyarakat. www.Stmik-im.ac.id/userfiles/jurnal%20yessi.pdf

126)

Syarief, E. T.T. Pembangunan Kelautan Dalam Konteks Pemberdayaan
Masyarakat Pesisir. Koordinasi Pengembangan Ekonomi Lokal
Bappenas. Jakarta

127)
128)
129)

Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.

130)
131)

Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.