Penciptaan Budaya Religius di Sekolah Um

MAKALAH MATA KULIAH PENDIDIKAN ISLAM
PENCIPTAAN BUDAYA RELIGIUS DI SEKOLAH

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................................
A.

1

Pendahuluan
1. Latar Belakang dan Ruang Lingkup Kajian ......................................................... 2
2. Rumusan Masalah ................................................................................................ 4

B.

Pembahasan
1. Landasan Pelaksanaan Program Penciptaan Budaya Religius di Sekolah.......

5


2. Rancangan Pengembangan Program Penciptaan Budaya Religius di Sekolah... 6
C.

Simpulan ............................................................................................................
Daftar Rujukan

11

................................................................................................... 12

PENCIPTAAN BUDAYA RELIGIUS DI SEKOLAH

1

MAKALAH MATA KULIAH PENDIDIKAN ISLAM
PENCIPTAAN BUDAYA RELIGIUS DI SEKOLAH

(Mata Kuliah : Pendidikan Islam)
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Muhaimin, M.A. dan Dr. H. Agus Maimun, M.Pd.
Oleh :

DEDI NOVIYANTO

A. PENDAHULUAN
1.

Latar Belakang
Dilihat dari sejarahnya, Pendidikan Agama sejak Indonesia merdeka tahun 1945 telah

diajarkan di sekolah-sekolah negeri. Pada masa kabinet RI pertama tahun 1945, Menteri
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama Ki Hajar Dewantara telah
mengirimkan surat edaran ke daerah-daerah yang isinya menyatakan bahwa pelajaran budi
pekerti yang

telah ada pada masa penjajahan Jepang tetap diperkenankan dan diganti

namanya menjadi pelajaran Agama.

1

Pada saat tersebut, pendidikan agama belum wajib


diberikan pada sekolah-sekolah umum, namun bersifat sukarela/fakultatif, dan tidak menjadi
penentu kenaikan/kelulusan peserta didik.
Pendidikan Agama berstatus mata pelajaran pokok di sekolah-sekolah umum mulai
SD sampai dengan Perguruan Tinggi berdasarkan TAP MPRS nomor XXVII/MPRS/1966
Bab I Pasal I yang berbunyi:”Menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran di
sekolah-sekolah mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Universitas-Universitas Negeri”.
Peraturan ini keluar dengan tanpa protes, setelah pembubaran PKI 2.
Pelaksanaan Pendidikan Agama pada umumnya serta Pendidikan Agama Islam pada
khususnya di sekolah-sekolah umum tersebut semakin kokoh oleh berbagai terbitnya
perundang-undangan selanjutnya, hingga lahirnya UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang lebih menjamin pemenuhan pendidikan agama kepada peserta
didik. 3 Dan diikuti dengan lahirnya peraturan-peraturan selanjutnya sampai dengan terbitnya
1

Muhammad Kholid Fathoni, Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional (Paradigma Baru), hal 37

2

ibid, hal 37


3

Ketika UU nomor 20 Tahun 2003 akan disahkan, banyak sekali protes yang diluncurkan, terutama berkenaan

dengan pasal 12 ayat 1(a) yang menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak:
mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang
seagama. Keberatan terutama disuarakan oleh para pengelola pendidikan swasta (Katolik/Kristen) dengan
alasan mempertahankan ciri khas sekolah.

2

MAKALAH MATA KULIAH PENDIDIKAN ISLAM
PENCIPTAAN BUDAYA RELIGIUS DI SEKOLAH

Peraturan Menteri Agama RI Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama
Pada Sekolah.
Di dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di sekolah umum, mulai dari tingkat
SD sampai dengan SMA/SMK, banyak sekali problematika yang muncul. Baik itu dari segi
komponen kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan, peserta didik, sarana prasarana,

keuangan dan kehumasan. Terutama apabila kita kaitkan, bahwa sekolah umum memiliki
karakteristik yang agak berbeda dengan sekolah yang berbasis agama. Apabila di sekolah
berbasis agama memiliki basis tradisi keagamaan yang kuat, sehingga pembinaan PAI relatif
tidak memiliki banyak hambatan, maka sekolah umum tidak mempunyai modal tersebut.
Untuk itu perlu untuk disusun sebuah program pembudayaan religius di sekolah umum
Salah satu keunikan dan keunggulan sebuah sekolah adalah memiliki budaya sekolah
(school culture) yang kokoh, dan tetap eksis. Perpaduan semua unsur (three in one) baik
siswa, guru, dan orang tua yang bekerjasama dalam menciptakan komunitas yang lebih baik
melalui pendidikan yang berkualitas, serta bertanggung jawab dalam meningkatkan mutu
pembelajaran di sekolah, menjadikan sebuah sekolah unggul dan favorit di masyarakat.
Menurut Deal dan Peterson sebagaimana dikutip oleh Muhaimin4, budaya sekolah
adalah sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbolsimbol yang dipraktikkan oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi, siswa, dan
masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan
citra sekolah tersebut di masyarakat luas.
Sebuah sekolah harus mempunyai misi menciptakan budaya sekolah yang menantang
dan menyenangkan, adil, kreatif, terintegratif, dan dedikatif terhadap pencapaian visi,
menghasilkan lulusan yang berkualitas tinggi dalam perkembangan intelektualnya dan
mempunyai karakter takwa, jujur, kreatif, mampu menjadi teladan, bekerja keras, toleran dan
cakap dalam memimpin, serta menjawab tantangan akan kebutuhan pengembangan sumber
daya manusia yang dapat berperan dalam perkembangan iptek dan berlandaskan imtak.

Budaya sekolah yang harus diciptakan agar tetap eksis adalah mengembangkan
budaya keagamaan (Religius), sehingga akan mendukung pelaksanaan PAI yang di dalam
struktur kurikulum 2013 diajarkan di sekolah antara tiga sampai empat jam pelajaran per
minggunya. Kompetensi inti yang ada pada setiap mata pelajaran, khususnya kompetensi inti
pertama tidak akan dapat dikuasai oleh siswa tanpa adanya penciptaan budaya religius di
sekolah.
4

Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, hal 308

3

MAKALAH MATA KULIAH PENDIDIKAN ISLAM
PENCIPTAAN BUDAYA RELIGIUS DI SEKOLAH

2.

Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan pertanyaan sebagai berikut:
a.


Apa saja landasan pelaksanaan program penciptaan budaya religius di sekolah?

b.

Bagaimanakah pelaksanaan penciptaan budaya religius di sekolah umum?

B.

PEMBAHASAN

1.

Landasan Pelaksanaan Program Penciptaan Budaya Religius di Sekolah Umum
Dalam QS al-A’raf: 172 dinyatakan bahwa fitrah agama telah tertanam dalam jiwa

manusia sejak dari alam arwah dahulu.

Pada waktu itu, Allah bertanya kepada arwah


manusia:”Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Kemudian arwah manusia menjawab:”Benar, kami
telah menyaksikan.” (QS al-A’raf:172)
Dari ayat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa setiap manusia mempunyai fitrah
untuk beragama. Fitrah tersebut akan dapat terjaga apabila lingkungan tempat manusia itu
berada mendukung untuk itu. Sekolah, sebagai wadah untuk mendidik tentu saja menjadi

4

MAKALAH MATA KULIAH PENDIDIKAN ISLAM
PENCIPTAAN BUDAYA RELIGIUS DI SEKOLAH

sebuah keharusan untuk dapat menjaga dan mengembangkan fitrah siswa yang dididik agar
dapat beragama dengan baik. Beragama dengan baik tidak berarti hanya melaksanakan
ibadah secara baik, namun juga mengandung pengertian bahwa seorang siswa dapat
melaksanakan ruh atau intisari beragama dalam kehidupan bermasyarakat.
Sedangkan pijakan hukum dalam melaksanakan program pengembangan PAI dan
penciptaan budaya religius di sekolah adalah :
a.

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional Bab V Pasal 12 ayat 1(a) 5

b.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan Bab V tentang Standar Kompetensi Lulusan

c.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama
dan Keagamaan6

d.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah

e.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 23 Tahun 2006 tentang

Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah

f.

Peraturan Menteri Agama RI Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan
Pendidikan Agama pada Sekolah

Beberapa aturan hukum di atas merupakan bekal bagi para pengelola Pendidikan
Agama Islam (PAI) pada khususnya di dalam melakukan pengembangan pada sekolahsekolah umum. Dengan adanya payung hukum yang jelas, maka jelas tidak lagi terdapat
hambatan-hambatan yang bersifat mendasar.7
5

Yang menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak: mendapatkan pendidikan

agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.
6

Berkenaan dengan hak-hak peserta didik, terdapat pada Bab II pasal 4

7


Namun di segi praktis, masih terdapat sekolah-sekolah umum yang tidak melaksanakan pendidikan agama

sesuai dengan aturan yang ada. Di kota Malang, sampai pada tahun pelajaran 2010/2011 terdapat beberapa
sekolah umum yang tidak melaksanakan pendiidkan agama sesuai dengan agama peserta didik, misalnya di
sekolah-sekolah berbasis Katolik, siswa-siswa non Katolik termasuk muslim diharuskan mengikuti Pendidikan
Agama Katolik dengan alasan mempertahankan ciri khas sekolah, dan sebaliknya SMA Widya Gama yang
merupakan sekolah umum tanpa basis agama tertentu, tetapi hanya melaksanakan Pendidikan Agama Islam di
sekolah, sehingga peserta didik non muslim harus mengikuti Pendidikan Agama Islam, dan lembaga-lembaga

5

MAKALAH MATA KULIAH PENDIDIKAN ISLAM
PENCIPTAAN BUDAYA RELIGIUS DI SEKOLAH

2.

Pelaksanaan Penciptaan Budaya Religius di Sekolah
Setiap agama maupun kepercayaan di dunia ini senantiasa memposisikan dirinya

sebagai suatu tatanan yang mulia dan sempurna yang menjiwai segala aktifitas kehidupan
pemeluknya. Untuk itu maka sebuah keniscayaan apabila kemudian para penganut agamaagama tersebut untuk mengintegrasikan agama kepada lembaga pendidikan yang mereka
kelola dengan memasukkan simbol-simbol keagamaannya di dalam lembaga pendidikan
mereka masing-masing. Hal tersebut tidak menjadi masalah bahkan merupakan suatu
keharusan ketika diberlakukan di lembaga pendidikan keagamaan8 yang memang pada
dasarnya mencetak para rohaniwan maupun cendekiawan agama.

Namun tentunya hal

tersebut berbeda ketika diterapkan di sekolah-sekolah umum yang pembinaannya di bawah
Kementerian Pendidikan Nasional, sedangkan pembinaan pendidikan agamanya berada di
bawah Kementerian Agama.
Netralitas sekolah-sekolah umum mengacu kepada peraturan-peraturan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. Dalam teori, hal tersebut merupakan benteng untuk menjaga
keberlangsungan netralitas lembaga pendidikan untuk melaksanakan pendidikan kepada
peserta didik dengan berbagai latar belakang agama maupun budaya.
Pengelolaan pendidikan yang baik sebenarnya adalah pendidikan yang dapat
memanfaatkan potensi budaya yang tumbuh dan berkembang di Indonesia yang duhuni oleh
berbagai macam suku, agama, dan adat istiadat yang snagat berbeda satu sama lain, maka
seberagam itu pula pola pendidikan yang mereka kembangkan. Atas dasar ini konstitusi dan
UU Sisdiknas mengamanatkan perlunya penyelenggaraan pendidikan di masyarakat, akan
tetapi berada dalam satu payung pengelolaan yang bernama “Sitem Pendidikan Nasional”
Pada sisi lain, tujuan pendidikan agama atau Pendidikan Agama Islam pada
khususnya juga dipertanyatakan. Masyarakat mengaharapkan agar pendidikan agama selain
mengajarkan ibadah kepada peserta didik, juga diharapkan dapat membangun moral peserta
tersebut juga tidak menerima guru-guru Pendidikan Agama yang ditugaskan oleh pemerintah, dengan alasanalasan tertentu.
8

Pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan

peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama dan
mengamalkan ajaran agamanya (lihat PP Nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan Bab
I Ketentuan umum, pasal 1)

6

MAKALAH MATA KULIAH PENDIDIKAN ISLAM
PENCIPTAAN BUDAYA RELIGIUS DI SEKOLAH

didik.

Sampai ada beberapa pendapat yang menyarankan agar pendidikan agama lebih

ditekankan pada masalah moralitas saja.

Bagi yang mengikuti hasil pemikiran Fazlur

Rahman, hal itu tidak asing lagi, sebagaimana dikutip oleh A Qodriy A Azizy9;
“We have repeatedly emphasized taht the basic elan of the Qur’an is moral and we
have pointed to teh ideas of social and economic justice taht immediately followed
from in in the Qur’an”
Masalah ibadah, dikarenakan masalah kemajemukan disarankan agar diserahkan
kepada keluarga saja. Namun apa sebenarnya yang melatarbelakangi beberapa kelemahan
Pendidikan Agama Islam tersebut? Apabila kita lihat fakta di lapangan, maka bermuara
kepada dua hal pokok, yaitu soal keterbatasan waktu dan metode pembelajaran.
Dalam kondisi demikian, maka sikap peserta didik akan beraneka ragam, misalnya :
a.

Peserta didik akan menjalankan ajaran agama dengan konsekuen, tetapi di satu
sisi ia tetap menghormati segala perbedaan yang ada tanpa kehilangan jati
dirinya sebagai seorang yang berpegang teguh kepada agama yang ia anut.
Kondisi ini dapat terjadi pada peserta didik yang mendapatkan pengalaman
belajar Pendidikan Agama Islam dengan nuansa multikultural di sekolahnya.

b.

Peserta didik akan menjadi manusia agamis yang terkungkung, karena seluruh
ajaran agama yang diterimanya berlawanan dengan lingkungan tempat dia
tinggal sehari-hari. Apalagi bila di sekolah dia menerima pengajaran agama
yang tidak mengajarkan pluralitas dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini
bisa terjadi pada sekolah-sekolah yang berbasis agama tertentu.

c.

Peserta didik menjalankan ajaran agama, tetapi secara bercampur baur, saleh
spritualitas di sisi lain, namun menjalani juga corak kehidupan yang
berlawanan dengan ajaran agama yang ia dapatkan di sekolah.

d.

Peserta didik akan mengabaikan ajaran agama yang diterimanya sama sekali,
karena ia kalah dengan lingkungannya. Apa yang ia dapatkan di skeolah, amat
sangat jauh bertolak belakang dengan keadaan yang ada di lingkungannya.
Yang terakhir ini mengikuti Pendidikan Agama Islam hanya sekedar
memenuhi kewajiban akademis belaka dan tidak untuk memperbaiki corak
kehidupannya sama sekali.

Untuk itu perlu dibangun sebuah lingkungan yang mendukung pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam, sehingga peserta didik dapat meyakini dan menjalankan ajaran
9

A Qodry A Azizy, Pendidikan untuk Pemahaman dan Penghayatan Etika Sosial , hal 90

7

MAKALAH MATA KULIAH PENDIDIKAN ISLAM
PENCIPTAAN BUDAYA RELIGIUS DI SEKOLAH

agama dengan benar dan konsisten, serta di sisi lain ia tetap dapat menghormati perbedaan
yang ada.

Tentunya dengan memperhatikan tingkat atau jenjang sekolah peserta didik.

Antara peserta didik di tingkat dasar tentunya harus dibedakan pendekatannya dengan peserta
didik yang berada di tingkat menengah.

Jangan sampai dengan tujuan untuk

mengembangkan budaya religius di sekolah, kemudian terjebak dengan pengabaian terhadap
penanaman aqidah terhadap siswa muslim itu sendiri yang berjumlah mayoritas di sekolah.
Hal itu akan berakibat munculnya sikap agnostik yang tentu saja bukan harapan kita sebagai
pelaksana Pendidikan Agama Islam.
Di sekolah-sekolah umum model-model penciptaan suasana religius dapat diterapkan
dengan model-model sebagai berikut :10
a.

Model Struktural.
Penciptaan suasana religius yang disemanagati oleh adanya peraturan-peraturan,
pembangunan kesan, baik dari dunia luar atau kebijakan suatu lembaga
pendidikan dan organisasi.
Contoh dari hal ini sebagaimana pembiasaan pembacaan Asmaul Husna di
sekolah-sekolah negeri di kota Malang sejak tahun 2010.

Kegiatan tersebut

merupakan kebijakan dari Walikota Malang melalui Dinas Pendidikan.
b.

Model Formal.
Penciptaan suasana religius yang didasari atas pemahaman bahwa pendidikan
agama adalah upaya manusia untuk mengajarkan masalah-masalah kehidupan
akherat saja. Model ini akan berhadapan dengan dikotomi agama non agama,
pendidikan keislaman dan non keislaman.

c.

Model mekanik.
Penciptaan suasana religius yang didasari oleh pemahaman bahwa kehidupan
terdiri atas berbagai aspek, dan pendidikan dipandang sebagai penanaman dan
pengembangan seperangkat nilai kehidupan yang masing-masing bergerak dan
berjalan menurut fungsinya. Pada model ini, kegiatan dan kajian keagamaan
hanya untuk pendalaman agama dan kegiatan spiritual. Religious culture dalam
konteks ini berarti pembudayaan nilai-nilai agama Islam dalam kehidupan di
sekolah dan di masyarakat, yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai agama
Islam yang diperoleh siswa dari hasil pembelajaran di sekolah, agar menjadi
bagian yang menyatu dalam perilaku siswa sehari-hari dalam lingkungan sekolah

10

Muhaimin, Paradigma Penddikan Islam, hal 306-307.

8

MAKALAH MATA KULIAH PENDIDIKAN ISLAM
PENCIPTAAN BUDAYA RELIGIUS DI SEKOLAH

atau masyarakat. Bentuk kegiatan pengamalan budaya agama Islam di sekolah, di
antaranya adalah; membiasakan salam, membiasakan berdoa, membaca al-Qur’an
sebelum pelajaran dimulai, membiasakan kultum, membiasakan shalat dhuha,
shalat dhuhur berjamaah, dzikir setelah shalat, menyelenggarakan PHBI,
menyantuni anak yatim, acara halal bi halal, dan sebagainya.
d.

Model Organik
Penciptaan suasana religius yang disemangati oleh adanya pandangan bahwa
pendidikan agama adalah kesatuan atau sebagai sistem yang tak terpisahkan satu
sama lain.

Model pengembangan budaya religius ini berimplikasi terhadap

pengembangan pendidikan agama yang dibangun dari nilai-nilai fundamental
yang berasal dari al-Quran dan al-Sunnah.

Model ini sangat cocok bila

diterapkan pada sekolah-sekolah yang berbasis dari komunitas yang homogen.
Sasaran pengamalan budaya agama Islam (religious culture) adalah siswa dan
seluruh komunitas sekolah meliputi kepala sekolah, guru pendidikan agama Islam, guru
mata pelajaran umum, pegawai sekolah, dan komite sekolah. Dalam pelaksanaannya
program pengamalan budaya agama Islam di sekolah di bawah tanggung jawab kepala
sekolah yang secara teknis dibantu oleh wakil kepala sekolah bidang kurikulum dan guru
pendidikan agama Islam. Sedangkan pelaksanaannya adalah semua warga sekolah (kepala
sekolah, guru, karyawan, dan siswa).
Pelaksanaan pengamalan budaya agama Islam di sekolah tidak akan berjalan
dengan baik jika tanpa dukungan dan komitmen dari segenap pihak, di antaranya adalah
pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama atau Pemerintah Daerah, kebijakan kepala
sekolah, guru pendidikan agama Islam, guru mata pelajaran umum, pegawai sekolah,
komite sekolah, dukungan siswa (OSIS/ROHIS), lembaga dan ormas keagaman serta
partisipasi masyarakat luas. Jika semua elemen ini dapat bersama-sama mendukung dan
terlibat dalam pelaksanaan pengamalan budaya agama di sekolah maka bukan suatu yang
mustahil hal ini akan terwujud dan sukses.
Sebagai upaya sistematis menjalankan pengamalan budaya agama Islam di
sekolah perlu dilengkapi dengan sarana pendukung bagi pelaksanaan pengamalan budaya
agama Islam di sekolah, di antaranya; musholla atau masjid, sarana pendukung ibadah
(seperti: tempat wudhu, kamar mandi, mukena, mimbar, dsb), alat peraga praktek ibadah,
perpustakaan yang memadai, aula atau ruang pertemuan, ruang kelas belajar yang

9

MAKALAH MATA KULIAH PENDIDIKAN ISLAM
PENCIPTAAN BUDAYA RELIGIUS DI SEKOLAH

nyaman dan memadai, alat dan peralatan seni Islam, ruang multimedia, lab komputer,
internet serta laboratorium PAI.

C.

SIMPULAN
Dari sekelumit pemaparan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1.

Pemerintah telah menyediakan payung-payung hukum untuk mendukung
pelaksanaan penciptaan budaya religius di sekolah.

Maka tidak lagi ada

keraguan bagi kita sebagai praktisi PAI untuk berperan aktif dalam
memprogram, dan melaksanakannya.
2.

Penciptaan budaya religius di sekolah dapat dilaksanakan baik dalam kegiatan
intrakurikuler maupun ekstrakurikuler.

3.

Penciptaan budaya religius di sekolah harus diperkuat, khususnya menghadapi
isiu-isu pendangkalan akidah dan moral yang saat ini terasa sekali di tengaahtengah masyarakat kita.

‫والله أعلم باالصواب‬
‫) وقال تعالى ) وماأوتيتم من العلم إل قليل‬

10

MAKALAH MATA KULIAH PENDIDIKAN ISLAM
PENCIPTAAN BUDAYA RELIGIUS DI SEKOLAH

DAFTAR RUJUKAN

A. Qodri A. Aziziy, 2002, Pendidikan (Agama) untuk Membangun Etikas Sosial, Semarang:
PT Aneka Ilmu
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, 2006, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT Kencana
Prenada Media
Ahmad Tafsir, 2006, Filsafat Pendidikan Islami, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Muhaimin, 2009, Rekonstruksi Pendidikan Islam, Dari Paradigma Pengembangan,
Manajemen Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran, Jakarta: PT Raa
Grafindo Persada.
Muhaimin, 2008, Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Aama
Islam di Sekolah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Muhammad Kholid Fathoni, 2005, Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional (Paradigma
baru), Jakarta:Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam – Departemen Agama
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, 2006, Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Islam – Departemen Agama RI
Zuhairini dan Abdul Ghafir, 2004. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Malang: UM Press

11

MAKALAH MATA KULIAH PENDIDIKAN ISLAM
PENCIPTAAN BUDAYA RELIGIUS DI SEKOLAH

12