Makalah Ambulasi Dan Mobilisasi

makalah ambulasi dan mobilisasi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat sering kali mendefinisikan kesehatan dan kebugaran fisik mereka berdasarkan
aktivitas mereka karena kesejahteraan mental dan efektivitas fungsi tubuh sangat bergantung
pada status mobilitas mereka. Misalnya, saat seseorang berdiri tegak, paru lebih muda untuk
mengembang, aktivitas usus (peristaltik) menjadi lebih efektif, dan ginjal mampu
mengosongkan kemih secara komplet. Selain itu, pergerakan sangat penting agar tulang dan
otot befungsi sebagaimana mestinya.
Mobilitas, kemampuan untuk bergerak dengan bebas, mudah , berirama, dan terarah di
lingkungan adalah bagian yang sangat penting dalam kehidupan. Individu harus bergerak
untuk melindungi diri dari trauma dan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Mobilitas
amat penting bagi kemandirian individu yang tidak mampu bergerak secara total sama rentan
dan bergantungnya dengan seorang bayi.
Kemampuan untuk bergerak juga mempengaruhi harga diri dan citra tubuh. Bagi sebagian
besar orang, harga diri bergantung pada rasa kemandirian atau perasaan berguna atau merasa
dibutuhkan. Orang yang mengalami gangguan mobilitas dapat merasa tidak berdaya dan
membebani orang lain. Citra tubuh dapat terganggu akibat paralisis, amputasi, atau kerusakan
motorik lain. Reaksi orang lain terhadap gangguan mobilitas dapat juga mengubah atau
mengganggu harga diri dan citra tubuh secara bermakna. Ambulais adalah salah satu cara

untuk mencegah terjadinya gangguan mobilitas karena dengan ambulasi dapat memperbaiki
sirkulasi, mencegah flebotrombosis (thrombosis vena profunda/DVT). Mengurangi
komplikasi immobilisasi pasca operasi, mempercepat pemulihan peristaltic usus,
mempercepat pasien pasca operasi. (kozier, 2010).

B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep dasar ambulasi?
2. Apa saja tindakan-tindakan ambulasi?
3. Apa alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan ambulasi?
4. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi ambulasi?
5. Apa konsep dasar mobilisasi dan imobilisasi?
6. Bagaimana etiologi imobilisasi?
7. Bagaimana patofisiologi imobilisasi?
8. Bagaimana tanda dan gejala imobilisasi?
9. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi?
10. Bagaimana askep dan dokumentasi gangguan pemenuhan kebutuhan ambulasi dan
mobilisasi?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk memahami konsep dasar ambulasi
2. Untuk memahami tindakan-tindakan ambulasi

3. Untuk memahami alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan ambulasi
4. Untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi ambulasi

5. Untuk memahami konsep dasar mobilisasi dan imobilisasi
6. Untuk memahami etiologi imobilisasi
7. Untuk memahami patofisiologi imobilisasi
8. Untuk memahami tanda dan gejala imobilisasi
9. Untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi
10. Untuk memahami askep dan dokumentasi gangguan pemenuhan kebutuhan ambulasi dan
mobilisasi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Konsep Ambulasi dan Mobilisasi
1. Konsep Dasar Ambulasi
Definisi Ambulasi
Ambulasi dini adalah tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien pasca operasi
dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempat tidur dan mulai berjalan
dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien (Asmadi, 2008).
Hal ini harusnya menjadi bagian dalam perencanaan latihan untuk semua pasien. Ambulasi

mendukung kekuatan, daya tahan dan fleksibelitas. Keuntungan dari latihan berangsur-angsur
dapat di tingkatkan seiring dengan pengkajian data pasien menunjukkan tanda peningkatan
toleransi aktivitas. Menurut Kozier 2005 ambulasi adalah aktivitas berjalan.
Tujuan Ambulasi
Sedangkan Menurut Asmadi (2008) manfaat Ambulasi adalah:
1) Mencegah dampak Immobilisasi pasca operasi meliputi :
a) Sistem Integumen : kerusakan integritas kulit seperti Abrasi, sirkulasi yang terlambat
yang menyebabkan terjadinya Atropi akut dan perubahan turgor kulit.
b) Sistem Kardiovaskuler : Penurunan Kardiak reserve, peningkatan beban kerja jantung,
hipotensi ortostatic, phlebotrombosis.
c) Sistem Respirasi : Penurunan kapasitas vital, Penurunan ventilasi volunter maksimal,
penurunan ventilasi/perfusi setempat, mekanisme batuk yang menurun.
d) Sistem Pencernaan : Anoreksi-Konstipasi, Penurunan Metabolisme.
e) Sistem Perkemihan : Menyebabkan perubahan pada Eliminasi Urine, infeksi saluran
kemih, hiperkalsiuria
f) Sistem Muskulo Skeletal : Penurunan masa otot, osteoporosis, pemendekan serat otot
g) Sistem Neurosensoris : Kerusakan jaringan, menimbulkan gangguan syaraf pada bagian
distal, nyeri yang hebat.
Manfaat ambulasi adalah untuk memperbaiki sirkulasi, mencegah flebotrombosis
(thrombosis vena profunda/DVT). Mengurangi komplikasi immobilisasi pasca operasi,

mempercepat pemulihan peristaltic usus, mempercepat pasien pasca operasi.
Ambulasi sangat penting dilakukan pada pasien pasca operasi karena jika pasien membatasi
pergerakannya di tempat tidur dan sama sekali tidak melakukan ambulasi pasien akan
semakin sulit untuk memulai berjalan (Kozier, 2010).

2. Tindakan-tindakan Ambulasi
a. Duduk diatas tempat tidur
1) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
2) Tempatkan klien pada posisi terlentang
3) Pindahkan semua bantal
4) Posisi menghadap kepala tempat tidur
5) Regangkan kedua kaki perawat dengan kaki paling dekat ke kepala tempat tidur di
belakang kaki yang lain.
6) Tempatkan tangan yang lebih jauh dari klien di bawah bahu klien, sokong kepalanya dan
vetebra servikal.
7) Tempatkan tangan perawat yang lain pada permukaan tempat tidur.
8) Angkat klien ke posisi duduk dengan memindahkan berat badan perawat dari depan kaki
ke belakang kaki.
9) Dorong melawan tempat tidur dengan tangan di permukaan tempat tidur.
b. Duduk di tepi tempat tidur

1) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
2) Tempatkan pasien pada posisi miring, menghadap perawat di sisi tempat tidur tempat ia
akan duduk.
3) Pasang pagar tempat tidur pada sisi 2. yang berlawanan.
4) Tinggikan kepala tempat tidur pada ketinggian yang dapat ditoleransi pasien.
5) Berdiri pada sisi panggul klien yang berlawanan.
6) Balikkan secara diagonal sehingga perawat berhadapan dengan pasien dan menjauh dari
sudut tempat tidur.
7) Regangkan kaki perawat dengan kaki palingdekat ke kepala tempat tidur di depan kaki
yang lain
8) Tempatkan lengan yang lebih dekat ke kepala tempat tidur di bawah bahu pasien,
sokong kepala dan lehernya
9) Tempat tangan perawat yang lain di atas paha pasien.
10) Pindahkan tungkai bawah klien dan kaki ke tepi tempat tidur.
11) Tempatkan poros ke arah belakang kaki, yang memungkinkan tungkai atas pasien
memutar ke bawah.
12) Pada saat bersamaan, pindahkan berat badan perawat ke belakang tungkai danangkat
pasien.
13) Tetap didepan pasien sampai mencapai keseimbangan.
14) Turunkan tinggi tempat tidur sampai kaki menyentuh lantai

c. Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Kursi
1) Bantu pasien ke posisi duduk di tepi tempat tidur. Buat posisi kursi pada sudut 45 derajat
terhadap tempat tidur. Jika menggunakan kursi roda, yakinkan bahwa kusi roda dalam posisi
terkunci.
2) Pasang sabuk pemindahan bila perlu, sesuai kebijakan lembaga.
3) Yakinkan bahwa klien menggunakan sepatu yang stabil dan antislip.
4) Regangkan kedua kaki perawat.
5) Fleksikan panggul dan lutut perawat, sejajarkan lutut perawat dengan pasien
6) Pegang sabuk pemindahan dari bawah atau gapai melalui aksila pasien dantempatkan
tangan pada skapula pasien.
7) Angkat pasien sampai berdiri pada hitungan 3 sambil meluruskan panggul dankaki,
pertahankan lutut agak fleksi.
8) Pertahankan stabilitas kaki yang lemah atau sejajarkan dengan lutut perawat.
9) Berporos pada kaki yang lebih jauh dari kursi, pindahkan pasien secara langsung ke
depan kursi

10) Instruksikan pasien untuk menggunakan penyangga tangan pada kursi untuk menyokong.
11) Fleksikan panggul perawat dan lutut saat menurunkan pasien ke kursi.
12) Kaji klien untuk kesejajaran yang tepat.
13) Stabilkan tungkai dengan selimut mandi

14) Ucapkan terima kasih atas upaya pasien dan puji pasien untuk kemajuan dan
penampilannya.
d. Membantu Berjalan
1) Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan di samping badan atau memegang telapak
tangan perawat.
2) Berdiri di samping pasien dan pegang telapak dan lengan bahu pasien.
3) Bantu pasien berjalan
e. Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Brancard
Merupakan tindakan keperawatan dengan cara memindahkan pasien yang tidak dapat atau
tidak boleh berjalan sendiri dari tempat tidur ke branchard.
1) Atur posisi branchard dalam posisi terkunci
2) Bantu pasien dengan 2 – 3 perawat
3) Berdiri menghadap pasien
4) Silangkan tangan di depan dada
5) Tekuk lutut anda, kemudian masukkan tangan ke bawah tubuh pasien.
6) Perawat pertama meletakkan tangan di bawah leher/bahu dan bawah pinggang,perawat
kedua meletakkan tangan di bawah pinggang dan pinggul pasien, sedangkan perawat ketiga
meletakkan tangan di bawah pinggul dan kaki.
7) Angkat bersama-sama dan pindahkan ke branchard
f. Melatih Berjalan dengan menggunakan Alat Bantu Jalan

Kruk dan tongkat sering diperlukan untuk meningkatkan mobilitas pasien. Melatih
berjalan dengan menggunakan alat bantu jalan merupakan kewenangan team fioterapi.
Namun perawat tetap bertanggungjawab untuk menindaklanjuti dalam menjamin bahwa
perawatan yang tepat dan dokumentasi yang lengkap dilakukan.
3. Alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan ambulasi
a. Kruk adalah alat yang terbuat dari logam atau kayu dan digunakan permanen untuk
meningkatkan mobilisasi serta untuk menopang tubuh dalam keseimbangan pasien. Misalnya:
Conventional, Adjustable dan lofstrand
b. Canes (tongkat) yaitu alat yang terbuat dari kayu atau logam setinggi pinggang yang
digunakan pada pasien dengan lengan yang mampu dan sehat. Meliputi tongkat berkaki
panjang lurus (single stight-legged) dan tongkat berkaki segi empat (quad cane).
c. Walkers yaitu alat yang terbuat dari logam mempunyai empat penyangga yang kokoh
digunakan pada pasien yang mengalami kelemahan umum, lengan yang kuat dan mampu
menopang tubuh.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi
a. Kesehatan Umum
Penyakit, kelemahan, penurunan aktivitas, kurangnya latihan fisik dan lelah kronik
menimbulkan efek yang tidak nyaman pada fungsi musculoskeletal.
b. Tingkat Kesadaran
Pasien dengan kondisi disorienrtasi, bingung atau mengalami perubahan tingkat kesadaran

tidak mampu melakukan ambulasi dini pasca operasi.
c. Nutrisi
Pasien yang kurang nutrisi sering mengalami atropi otot, penurunan jaringan subkutan yang
serius, dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pasien juga akan mengalami
defisisensi protein, keseimbangan nitrogen dan tidak ada kuatnya asupan vitamin C.
d. Emosi

Perasaan nyaman, kebahagiaan, kepercayaan dan penghargaan pada diri sendiri akan
mempengaruhi pasien untuk melaksanakan prosedur ambulasi.
e. Tingkat Pendidikan
Pendidikan menyebabkan perubahan pada kemampuan intelektual, mengarahkan pada
ketrampilan yang lebih baik dalam mengevaluasi informasi. Pendidikan dapat meningkatkan
kemampuan seseorang untuk mengatur kesehatan mereka, untuk mematuhi saran-saran
kesehatan.
f. Pengetahuan
Hasil penelitian mengatakan bahwa perilaku yang di dasari oleh pengetahuan akan bertahan
lama dari pada yang tidak didasari oleh pengetahuan. (Kozier, 2010)
5. Konsep Dasar Mobilisasi
Definisi Mobilisasi
1) Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan keegiatan dengan bebas

(Kosier, 2010)
2) Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk
meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif
dan untuk aktualisasi. Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam
dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki
dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam (Asmadi, 2008)
Definisi Imobilisasi
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North American
Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu yang
mengalami atau beresiko mengalami keterbatsan gerakan fisik. Individu yang mengalami
atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu
dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu
yang kehilangan fungsi anatomic akibat perubahan fisiologik (kehilangan fungsi
motorik,klien dengan stroke, klien penggunaa kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti
gipsatau traksi), dan pembatasan gerakan volunteer (Potter, 2005).
Tujuan Mobilisasi
a. Memenuhi kebutuhan dasar manusia
b. Mencegah terjadinya trauma
c. Mempertahankan derajat kesehatan

d. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari - hari
e. Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh
Batasan karakteristik
a. Penurunan waktu reaksi
b. Kesulitan membolak-balik posisi
c. Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (mis., meningkatkan perhatian
pada aktivitas orang lain, mengendalikan perilaku, fokus pada ketunadayaan/aktivitas
sebelum sakit)
d. Dispnea setelah beraktifitas
e. Perubahan cara berjalan
f. Gerakan bergetar
g. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus
h. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
i. Keterbatasan rentang pergerakan sendi
j. Tremor akibat pergerakan
k. Ketidakstabilan postur
l. Pergerakan lambat

m. Pergerakan tidak terkoordinasi
(NANDA, 2012)
Jenis Mobilitas dan Imobilitas
a. Jenis Mobilitas
1) Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan
bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari.
Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat
mengontrol seluruh area tubuh seseorang
2) Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan
jelas dan tidak mam.pu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf
motorik dan sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau
patah tulang dengan pemasangan traksi. Pada pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas
sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas
sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan
batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada
system musculoskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang
b) Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan
yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya system saraf yang reversibel,
contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang,
poliomilitis karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik. (Potter, 2010)
b. Jenis Imobilitas
1) Imobilisasi fisik
Imobilisasi fisik merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah
terjadinya gangguan komplikasi pergerakan
2) Imobilisasi intelektual
Imobilisasi intelektual merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya
pikir
3) Imobilitas emosional
Imobilitas emosional merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara
emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri
4) Imobilitas sosial
Imobilitas sosial merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan
interaksi sosial karena keadaan penyakitnya, sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam
kehidupan sosial. (Potter, 2010)
6. Etiologi Imobilisasi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan
otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan penyebab utama
kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada demensia dan
gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran
keluarga yang berlebihan dapat menyebabkan orangusia lanjut terus menerus berbaring di
tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit (Kozier, 2010).
Penyebab secara umum:
 Kelainan postur
 Gangguan perkembangan otot
 Kerusakan system saraf pusat
 Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
 Kekakuan otot
7. Patofisiologi

Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal,
sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena
adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit.
Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan
tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan
tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot,
misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi
dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot
memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya
peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan
darah) karena latihan isometrik.
Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi
paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang
dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan
pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang
berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan
tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian
melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung
kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah
rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan
ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ
vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah
merah. (Potter, 2010)
8. Tanda Dan Gejala
a. Dampak fisiologis dari imobilitas, antara lain:
EFEK
HASIL
Penurunan konsumsi oksigen maksimum 
Intoleransi ortostatik
 Penurunan fungsi ventrikel kiri
 Penurunan volume sekuncup

Peningkatan denyut jantung, sinkop
 Perlambatan fungsi usus

Penurunan kapasitas kebugaran
 Pengurangan miksi

Konstipasi
 Gangguan tidur

Penurunan evakuasi kandung kemih

Bermimpi pada siang hari, halusinasi
b. Efek Imobilisasi pada Berbagai Sistem Organ
ORGAN / SISTEM
PERUBAHAN YANG TERJADI AKIBAT IMOBILISASI
Muskuloskeletal
Osteoporosis, penurunan massa tulang, hilangnya kekuatan otot,
penurunan area potong lintang otot, kontraktor, degenerasi rawan
sendi, ankilosis, peningkatan tekanan intraartikular, berkurangnya
volume sendi
Kardiopulmonal dan
Peningkatan denyut nadi istirahat, penurunan perfusi miokard,
pembuluh darah
intoleran terhadap ortostatik, penurunan ambilan oksigen maksimal
(VO2 max), deconditioning jantung, penurunan volume plasma,
perubahan uji fungsi paru, atelektasis paru, pneumonia,
peningkatan stasis vena, peningkatan agresi trombosit, dan
hiperkoagulasi
Integumen
Peningkatan risiko ulkus dekubitus dan laserasi kulit

Metabolik dan endokrin

Keseimbangan nitrogen negatif, hiperkalsiuria, natriuresis dan
deplesi natrium, resistensi insulin (intoleransi glukosa),
hiperlipidemia, serta penurunan absorpsi dan metabolisme
vitamin/mineral

(Potter, 2010)
9. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi
a. Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat
pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya.
Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa
melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan
gaya berbeda dengan seorang pramugari atau seorang pemambuk.
b. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya
misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untukobilisasi secara bebas. Demikian
pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk
bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita
penyakit tertentu misallya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit
kardiovaskuler.
c. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas misalnya;
seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda mobilitasnya dengan anak
kota yang biasa pakai mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda
mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya.
d. Tingkat energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit akan
berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari.
e. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny dibandingkan dengan seorang
remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat
kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.
f. Faktor resiko
Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada usia
lanjut. (Kozier, 2010)
B. Manajemen Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Aspek biologis
1) Usia
Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas, terkait dengan kekuatan
muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah postur tubuh yang sesuai dengan
tahap pekembangan individu.
2) Riwayat keperawatan
Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan pada sistem
muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan aktivitas, jenis latihan
atau olahraga yang sering dilakukan klien dan lain-lain
3) Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan dampak
imobilisasi terhadap sistem tubuh.
b. Aspek psikologis

Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana respons psikologis klien
terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya, mekanisme koping yang digunakan
klien dalam menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.
c. Aspek sosial kultural
Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk mengidentifikasi dampak yang
terjadi akibat gangguan aktifitas yang dialami klien terhadap kehidupan sosialnya, misalnya
bagaimana pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik dirumah, kantor maupun sosial
dan lain-lain.
d. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai yang dianut klien
dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti apakah klien menunjukan
keputusasaannya? Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan keterbatasan kemampuan
fisiknya? Dan lain-lain.
e. Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal adalah penurunan
tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan kekuatan skeletal.
Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk memantau perubahan dan
keefektifan intervensi.
f. Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau meyaknkan tentang
perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk diagnostic yang dapat
diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi eritema,
edema, nyeri tekan dan tanda homans positif. Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu
gerakan untuk berdiri tegak seperti gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan
darah, pucat, tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop.
g. Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan pneumonia.
Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut jantung. Perubahanperubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri mengindikasikan
adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.
h. Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi. Perubahan
awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak teratur dan
didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3 menit
setelah tekanan dihilangkan.
i. Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa berkemih
sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas kandung kemih yang dapat
diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk berkemih
dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian bawah
j. Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian bawah,
rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna, anoreksia, mual gelisah,
depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
k. Faktor Lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam rumah, kamar
mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat, tangga yang tinggi,
lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan mobilitas klien.
Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas termasuk jalan koridor yang terhalang,

tempat tidudan posisi yang tinggi, dan cairan pada lantai. Identifikasi dan penghilangan
hambatan-hambatan yang potensial dapat meningkatakan mobilitas.
Pengkajian
Masalah
Sistem Muskuloskeletal
Mengukur lingkar lengan dan tungkai
Penurunan lingkar otot akibat
Mempalpasi dan mengamati sendi
penurunan massa otot
tubuh
Kekauan atau nyeri sendi
Melakukan pengukuran goniometrik
pada rentang pergerakan sendi
Penurunan rentang pergerakan
sendi, kontraktur sendi
Sistem Kardiovaskuler
Mengauskultasi jantung
Peningkatan frekuensi jantung
Mengukur tekanan darah
Hipotensi ortostatik
Mempalpasi dan mengobservasi
Edema tergantung perifer,
sakrum, tungkai, dan kaki
peningkatan pembengkakan vena
perifer
Mempalpasi perifer
Kelemahan denyut nadi perifer
Mengukur lingkar otot betis
Edema
Mengamati otot betis apakah ada
Tromboflebitis
kemerahan, nyeri tekan, dan
pembengkakan
Sistem Pernafasan
Mengamati pergerakan dada
Mengauskultasi dada

Sistem Metabolisme
Mengukur tinggi dan berat badan
Mempalpasi kulit
Sistem Perkemihan
Mengukur asupan dan haluaran cairan
Menginspeksi urine
Mempalpasi kandung kemih
Sistem Pencernaan
Mengamati feses
Mengauskultasi bising usus
Sistem Integumen
Menginspeksi kulit
(Kozier, 2010)
Pemeriksaan Fisik

Pergerakan dada asimetris, dispnea
Penurunan bunyi napas, ronki
basah, mengi, dan peningkatan
frekuensi pernapasan
Penurunan berat badan akibat atrofi
otot dan kehilangan lemak subkutan
Edema umum akibat penurunan
kadar protein darah
Dehidrasi
Urine pekat, keruh; berat jenis urine
tinggi
Distensi kandung kemih akibat
retensi urine
Feses kering, kecil, keras
Penurunan bising usus karena
penurunan motilitas usus
Kerusakan integritas kulit

a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang.
Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis.
Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya
menandakan adanya patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
 Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
 Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
 Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)
c. Mengkaji sistem persendian
Pemeriksaan fisik sendi terdiri dari inspekstang pergerakan aktif, dan jika pergerakan aktif
tidak memungkinkan, kaji rentang pergerakan pasif. Perawat harus mengkaji hal-hal berikut:
 Apakah ada pembengkakan atau kemerahan sendi, yang dapat menunjukan keberadaan
cedera atau inflamasi.
 Apakah ada deformitas, seperti pembesaran atau kontraktur tulang, dan simetrisitas
tulang yang terkena.
 Perkembangnan otot yang berhubungan dengan tiap sendi dan ukuran relatif serta
simetrisitas otot di setiap sisi tubuh.
 Apakah ada nyeri tekan tekan yang dilaporkan atau yang dipalpasi.
 Krepitasi (teraba atau terdengar sensasi krek atau gesekan yang dihasilkan oleh
pergerakan sendi).
 Peningkatan suhu pada sendi. Palpasi sendi dengan menggunakan bagian punggung jari
dan bandingkan dengan suhu pada sendi simetrisnya.
 Derajat pergerakan sendi. Minta klien menggerakkan bagian tubuh tertentu. Jika
diindikasikan, ukur besarnya pergerakan dengan menggunakan goniometer, sebuah peralatan
yang mengukur sudut sendi dalam ukuran derajat.
Pengkajian rentang gerak tidak boleh menyebabkan terlalu letih dan pergerakan sendi perlu
dilakukan secara halus, pelan dan berirama. Tidak ada sendi yang harus digerakkan secara
paksa. Pergerakan yang tidak sama dan tersentak-sentak dan pemaksaan dapat menyebabkan
cedera pada sendi dan otot serta ligamen yang ada di sekitarnya.
d. Mengkaji sistem otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot.
Lingkar ekstremitas untuk memantau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas lebih
pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan cara berjalan
abnormal (mis.cara berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah –
penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari lainnya
dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu
dan waktu pengisian kapiler.
g. Mengkaji fungsional klien
(Kozier, 2010)
Kategori tingkat kemampuan aktivitas
TINGKAT
AKTIVITAS/ MOBILITAS

KATEGORI

0
1
2

Mampu merawat sendiri secara penuh
Memerlukan penggunaan alat
Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain

3

Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan

4

Rentang gerak (range of motion-ROM)
GERAK SENDI

Bahu
Siku
Pergelangan
tangan

Tangan dan
jari

DERAJAT RENTANG
NORMAL

Adduksi: gerakan lengan ke lateral dari posisi
samping ke atas kepala, telapak tangan
menghadap ke posisi yang paling jauh.
Fleksi: angkat lengan bawah ke arah depan
dan ke arah atas menuju bahu.
Fleksi: tekuk jari-jari tangan ke arah bagian
dalam lengan bawah.
Ekstensi: luruskan pergelangan tangan dari
posisi fleksi
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke arah
belakang sejauh mungkin
Abduksi: tekuk pergelangan tangan ke sisi
ibu jari ketika telapak tangan menghadap ke
atas.
Adduksi: tekuk pergelangan tangan ke arah
kelingking telapak tangan menghadap ke atas.
Fleksi: buat kepalan tangan
Ekstensi: luruskan jari
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke
belakang sejauh mungkin
Abduksi: kembangkan jari tangan
Adduksi: rapatkan jari-jari tangan dari posisi
abduksi

180
150
80-90
80-90
70-90
0-20
30-50
90
90
30
20
20

Derajat kekuatan otot
SKALA

PERSENTASE KEKUATAN
NORMAL (%)

KARAKTERISTIK

0
1

0
10

2

25

3
4

50
75

5

100

Paralisis sempurna
Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di
palpasi atau dilihat
Gerakan otot penuh melawan gravitasi
dengan topangan
Gerakan yang normal melawan gravitasi
Gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahanan minimal
Kekuatan normal, gerakan penuh yang
normal melawan gravitasi dan tahanan penuh

KATZ INDEX
AKTIVITAS

KEMANDIRIAN
(1 poin)

KETERGANTUNGAN
(0 poin)

TIDAK ADA pemantauan, perintah
ataupun didampingi
MANDI

BERPAKAIAN

TOILETING

PINDAH POSISI

KONTINENSIA
MAKAN

(1 poin)
Sanggup mandi sendiri tanpa bantuan,
atau hanya memerlukan bantuan pada
bagian tubuh tertentu (punggung,
genital, atau ekstermitas lumpuh)
(1 poin)
Berpakaian lengkap mandiri. Bisa jadi
membutuhkan bantuan unutk memakai
sepatu
(1 poin)
Mampu ke kamar kecil (toilet),
mengganti pakaian, membersihkan
genital tanpa bantuan
(1 poin)
Masuk dan bangun dari tempat tidur /
kursi tanpa bantuan. Alat bantu
berpindah posisi bisa diterima
(1 poin)
Mampu mengontrol secara baik
perkemihan dan buang air besar
(1 poin)
Mampu memasukkan makanan ke mulut
tanpa bantuan. Persiapan makan bisa jadi
dilakukan oleh orang lain.

Dengan pemantauan, perintah,
pendampingan personal atau perawatan
total
(0 poin)
Mandi dengan bantuan lebih dari satu
bagian tuguh, masuk dan keluar kamar
mandi. Dimandikan dengan bantuan total
(0 poin)
Membutuhkan bantuan dalam
berpakaian, atau dipakaikan baju secara
keseluruhan
(0 poin)
Butuh bantuan menuju dan keluar toilet,
membersihkan sendiri atau
menggunakan telepon
(0 poin)
Butuh bantuan dalam berpindah dari
tempat tidur ke kursi, atau dibantu total
(0 poin)
Sebagian atau total inkontinensia bowel
dan bladder
(0 poin)
Membutuhkan bantuan sebagian atau
total dalam makan, atau memerlukan
makanan parenteral

Total Poin :
6 = Tinggi (Mandiri); 4 = Sedang;