Kerinduanku bermuara di atas sajadah

Kerinduanku bermuara di atas sajadah
Rinduu,,,!! Apakah rindu itu?? Darimanakah rindu?? Dan akan
kemana rindu??. Pertanyaan yang bersifat logis namun hampir tidak
pernah terpikirkan oleh banyak kalangan manusia. Rindu merupakan
sebuah bentuk perasaan yang sejatinya dialami oleh seluruh umat
manusia, orang kaya, orang miskin, orang dewasa, anak kecil, hingga
kepada bayi yang baru memiliki usia beberapa tahun saja, hebat
bukan,,,!! Ternyata rindu itu dialami oleh seluruh kalangan dan golongan
manusia. Sungguh takjub, karena dari dampak kerinduan yang dialami
oleh seseorang itu, dapat menghasilkan banyak akibat dan mendorong
serta
memotivasinya
untuk
melakukan
hal-hal
yang
dapat
menghantarkannya kepada titik kepuasan, hingga kerinduanya dapat
terbayar atau terpenuhi.
Rindu merupakan hasil daripada rasa perhatian, kepedulian, kasih
sayang dan

kecintaan, yang akan terpancar jelas dari raut muka
seseorang bilamana sedang merasakan kerinduan. Rindu condong sekali
dari akibat cinta, katanya kalo rindu itu berarti cinta,,, hemm emang iya
yah??... Lalu cinta apa sih??... yuk kita bahas... menurut Al-Buthy cinta
adalah kebergantungan hati kepada sesuatu sehingga menyebabkan
kenyemanan di hati saat berada di dekatnya atau perasaan gelisah saat
berada jauh darinya.
Rindu juga merupakan sebuah gejolak jiwa yang terjadi dalam diri
setiap manusia. Gejolak jiwa itu biasanya banyak terjadi pada saat
mendengarkan lagu-lagu yang dinyanyikan dengan suara yang merdu,
akan membangkitkan perasaan rindu, rasa gembira, dan rasa sedih.
Sumber gejolak jiwa itu adalah masa lalu ketika Allah menyatakan
“Bukankah aku Rabb kalian?” kepada ruh kita, ketika masih berada di
dalam kandungan, sebagaimana Allah berfirman:

      





      
      
    
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
"Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami
menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan)", (QS Al-A’raf: 172).

Kemudian ruh kita ini secara terus menerus merindukan masamasa itu. Hanya saja keterbatasan diri kita untuk memahami hakikat
perasaan tersebut, dengan tidak ada bahasa atau lemahnya kata-kata
yang bisa mengungkapkan perasaan rindu itu, demi mengungkap
perasaan ruh. Saat ruh kita ini mendengarkan suara-suara merdu, yang
terjadi adalah gejolak rindu sebagai bentuk ungkapan jiwa. Dan hingga
ketika bahasa dan kata-kata dengan segala macam penjelasannya tidak
bisa mengungkapkan perasaan jiwa, maka gejolak itulah bentuk
ungkapannya.
Lalu apa korelasinya dengan sajadah yang dituliskan penulis pada
judul ini??.. sajadah merupakan sarana beribadah, alas sujud kita saat

melakukan penghambaan kepada Allah Swt, dan tempat kita bersimpuh
di hadapan-Nya. Tidakkah kita merasa rindu terhadap sesuatu yang tak
tampak oleh mata? Tidakkah kita rindu kepada sesuatu yang jauh?
Apakah kita tidak merasa adanya keinginan untuk tunduk kepada
sesuatu? Pernahkah kita merasa lemah dan butuh pertolongan kemudian
kita merasakan bahwa Allah maha kuat dan tempat bergantungnya
seluruh alam? Itu semua tak lain karena bisikan ruh kepada kita. Ruh
berbicara kepada kita tentang kepenatannya, mengembalikan daya ingat
kita akan masa saat kita bersaksi kepada Allah, dan menceritakan
tentang kesedihan masa lalunya dan janji-janjinya.
Maka di atas sajadahlah kita akan mendapatkan kepuasan
kerinduan itu, yang merupakan sebuah kepuasan batin. Sehingga
kerinduan kita terpenuhi dan terbayar total, dengan bersujud beribadah,
bersimpuh, dan berdzikir kepada pencipta segala bentuk perasaan, baik
rasa rindu, gembira, dan sedih yaitu Allah Azza Wajalla. Karena
sesungguhnya ruh manusia, apa pun bentuknya, akan cenderung
kepada yang dicintai, yang diyakini paling indah tiada duanya,
yaitu Allah Swt. Sekian dan terima kasih, mudah-mudahan tulisan ini
dapat bermanfaat dan membangkitkan kita untuk menjadi pribadipribadi yang sukses di jalan yang benar.
Sumber: Kitab Cinta, Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy,

diterjemahkan oleh: Said Aqil Siradj, dari judul asli Al-Hubb Fil Quran wa
Dauru Hubb fi Hayatil Insan, Darul Fikr, Damaskus, 2009.

AKHMAD FAHRUROJI HAERUS
KABID KADERISASI
IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH PK. FAI 2014.