PUPUK ORGANIK CAIR BERBASIS LIQUID HYPER

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TANAMAN
HORTIKULTURA DENGAN PUPUK ORGANIK CAIR
BERBASIS LIQUID HYPER NANO-TECHNOLOGY

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2010

I. PENDAHULUAN
Hortikultura merupakan komoditas yang multifungsi baik sebagai bahan makanan
(sumber gizi), sumber pendapatan, bahan baku industri, menjaga kelestarian lingkungan
maupun sebagai obyek wisata, sehingga posisinya sangat penting dan strategis. Jenis
komoditas ini merupakan kebutuhan pokok manusia yang hakiki, yang setiap saat selalu
harus tersedia dalam jumlah yang cukup dengan mutu yang layak, aman dikonsumsi, dan
dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Pasar di Indonesia sangat besar, dan dari
tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat sejalan dengan
peningkatan laju pertumbuhan penduduk Indonesia, kesadaran akan pentingnya gizi dan
meningkatnya pendapatan masyarakat.
Pembangunan hortikultura telah memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi
sektor pertanian maupun perekonomian nasional, yang dilihat dari pembentukan Produk

Domestik Bruto (PDB), jumlah rumah tangga yang mengandalkan sumber pendapatan dari
subsektor hortikultura, peningkatan pendapatan masyarakat, perdagangan internasional,
sumber pangan masyarakat. Produk Domestik Bruto (berdasarkan harga berlaku) pada tahun
2005 mencapai Rp. 61.792,44 Trilyun dan pada tahun 2006 menjadi Rp. 68.640,39 Trilyun.
Tahun 2007 (prognosa) menjadi 74.768 Trilyun dan pada tahun 2008 direncanakan menjadi
78.292 Trilyun. Hal ini menunjukkan peran penting subsektor hortikultura dalam mendukung
perekonomian nasional, khususnya dalam upaya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat.
Usaha agribisnis hortikultura (buah-buahan, sayuran, dan tanaman hias) merupakan
sumber pendapatan tunai bagi masyarakat dan petani skala kecil, menengah dan besar
karena banyak jenis dan varietas yang memiliki nilai jual yang tinggi sehingga dapat
diandalkan sebagai sumber pendapatan. Dalam industri, komoditas ini mempunyai
sumbangan yang tidak dapat diabaikan, karena dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
industri olahan (jus, jeli, anggur, tepung, buah kalengan, saus dan lain-lain).
Ketersediaan sumberdaya hayati yang berupa jenis tanaman dan varietas yang banyak
dan ketersediaan sumberdaya lahan yang sesuai untuk pengembangan berbagai jenis

komoditas hortikultura merupakan potensi yang sangat besar dalam upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat, namun kondisi ini ternyata belum dimanfaatkan secara optimal,
karena beberapa permasalahan yang masih dihadapi oleh para pelaku usaha hortikultura,

diantaranya: rendahnya produktivitas, lokasi yang terpencar, skala usaha sempit dan belum
efisien, kurangnya kebijakan dan regulas yang memihak dibidang perbankan serta
transportasi, ekspor dan impor yang belum sepenuhnya mendukung pelaku agribisnis
hortikultura nasional. Hal ini menyebabkan produk hortikultura nasional kurang mampu
bersaing dengan produk hortikultura yang berasal dari negara lain. Oleh karena itu untuk
meningkatkan kontribusi subsektor hortikultura ke depan diperlukan dukungan semua pihak
secara sistemik dan terintegrasi sesuai manfaat dan fungsinya.

II. KARAKTERISTIK HORTIKULTURA
Permasalahan hortikultura di Indonesia sampai saat ini umumnya adalah hasil yang
rendah, kontinuitasnya tak terjamin, pada waktu tertentu hasilnya berlimpah dan pada saat
dibutuhkan hasil rendah Disamping itu, pemasaran hasil masih dikuasai oleh tengkulak dan
padagang pengumpul dan pedagang besar yang tidak mehihak pada petani sehingga
keuntungan yang diperoleh kecil dan kehidupan petani menjadi termarginalkan. Komoditas
hortikultura sebenarnya merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi dan
permintaan pasar yang tinggi. Luas wilayah Indonesia dengan keragaman agroklimatnya
memungkinkan pengembangan berbagai jenis tanaman baik tanaman hortikultura tropis
maupun hortikultura subtropis, yang mencakup 323 jenis komoditas, yang terdiri dari 60
jenis komoditas buah-buahan, 80 jenis komoditas sayuran, dan 117 jenis komoditas tanaman
hias. Walaupun produk hortikultura umumnya mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, namun

produk hortikultura mempunyai karakteristik yang mudah rusak (perishable) sehingga jika
penanganan pascapanennya kurang baikhal tersebut sangat berdampak terhadap harga dan
pendapatan petani. Artinya dalam pengembangan hortikultura perlu mempertimbangkan
banyak faktor, seperti permintaan (kebutuhan) pasar, jalur distribusi, rantai pasar, mutu
produk dan faktor-faktor lainnya yang terkait mulai dari produk tersebut dihasilkan sampai ke
tangan konsumen. Di sisi lain tuntutan masyarakat terhadap produk hortikultura bermutu

semakin tinggi. Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di dalam negeri,
yang dicirikan dengan berkembangnya pasar-pasar swalayan/hypermart di kota-kota besar
memberikan peluang dan tantangan tersendiri karena pasar-pasar tersebut melayani pangsa
pasar masyarakat menengah-atas, yang menuntut kualitas produk pada tingkat tertentu yang
lebih baik. Perkembangan pasar-pasar swalayan yang pesat tersebut perlu disikapi pula
dengan penyediaan produk hortikultura yang bermutu.
Perkembangan hortikultura di Indonesia hingga saat ini, belum menunjukkan hasil
yang memuaskan, karena perlu penanganan yang serius, modal besar, dan berisiko tinggi.
Selain itu, harga produk hortikultura rendah dan berfluktuasi sehingga memperbesar risiko
kerugian petani. Sampai saat ini kondisi pertanaman hortikultura sangat bervariasi sekali,
masih banyak yang sangat memprihatinkan karena kebanyakan tanaman buah (durian,
manggis, duku, rambutan dan lain-lain) yang dibudidayakan selain sudah banyak yang sangat
tua dan merupakan warisan nenek moyang, juga pengelolaan tanaman yang dilakukan

sangat sederhana (tanpa atau sangat sedikit sentuhan teknologi), penggunaan bibit yang
kurang bermutu (biasanya berasal dari biji yang tidak jelas identitasnya) serta areal
produksinya masih sangat terbatas. Kondisi ini menyebabkan produktivitas tanaman rendah
sehingga buah yang dihasilkan jumlahnya sedikit dengan mutu yang rendah (sangat beragam)
sehingga sulit bersaing di pasar internasional maupun supermarket. Tetapi banyak juga
komoditas hortikultura yang sudah diusahakan secara intensif seperti beberapa jenis
tanaman sayuran (tomat, cabai, kentang dan lain-lain), tanaman hias (anggrek, krisan, mawar
dan lain-lain) serta buah2an (semangka, melon, strawbery, jeruk dan lain-lain) memberikan
keuntungan yang layak.
Dalam budidaya tanaman hortikultura, tanah merupakan faktor lingkungan fisik yang
sangat diperlukan oleh tanaman sebagai media tumbuh, sumber zat hara dan mineral, dan
nutrisi tanaman sehingga tanaman dapat berproduksi dengan baik. Indonesia dan
kebanyakan negara tropis, jenis tanah didominasi oleh tanah oxisol dan ultisol, tipe tanah
yang memiliki kandungan serta cekaman kation yang rendah. Untuk dapat memperbaiki
kondisi tanah tipe tersebut maka pemberian bahan-bahan organik sangat diperlukan,
terutama untuk produksi tanaman hortikultura jenis sayuran. Banyak kasus yang dialami

petani di lapangan, dimana petani memberikan pupuk tidak berdasarkan anjuran dan
rekomendasi, sehingga mereka cendrung memupuk dalam jumlah tinggi dan tidak
berdasarkan pada analisis tanah setempat, sehingga pemberian pupuk tidak efektif dan

efisien. Selain itu, budidaya tanaman hortikultura terutama sayuran banyak dilakukan dengan
tidak mengindahkan aspek-aspek kelestarian lingkungan, seperti budidaya dilahan-lahan
yang miring dan berbukit. Keadaan ini menyebabkan lahan yang digunakan terdegradasi
(kesuburan menurun) karena proses erosi tanah yang terjadi terus menerus tanpa ada upaya
perbaikannya. Beberapa usaha yang bisa ditempuh untuk memperbaiki kondisi ini adalah
dengan melakukan pengaturan pola tanam, pemberian pupuk yang berimbang serta aplikasi
nanoteknologi

III. NANOTEKNOLOGI
Nanoteknologi

adalah

teknologi

yang

menggunakan

skala


nanometer,

atau

sepersemilyar meter, merupakan teknologi berbasis pengelolaan materi berukuran nano atau
satu per miliar meter, dan merupakan lompatan teknologi untuk mengubah dunia materi
menjadi jauh lebih berharga dari sebelumnya. Nanoteknologi telah dianggap sebagai ilmu
pengetahuan baru di masa mendatang, dengan inovasi terbaru menggunakan partikel mikro
yang dapat digunakan dalam berbagai sektor, misallkan untuk memperkokoh botol kemasan,
dan membersihkan pakaian tanpa air. Dengan nanoteknologi, kekayaan sumber daya alam
Indonesia dapat diberi nilai tambah guna memenangi persaingan global. Dengan menciptakan
zat hingga berukuran satu per miliar meter (nanometer), sifat dan fungsi zat tersebut bisa
diubah sesuai

dengan

yang

diinginkan


(http://id.wikipedia.org; http://id.shvoog.com;

http://aa.nanoteknologi.blogspot.com).
Berdasarkan tabel periodik unsur saat ini terdapat 118 unsur dimana 17 unsur telah
diklasifikasikan sebagai unsur penting bagi tumbuhan seperti Na, Ni, dan Si. Namun dari tabel
periodik selain 17 unsur tersebut masih terdapat unsur yang ditemukan dan penting bagi
tumbuhan khususnya unsur Lantanida seperti Ce dan La.

Unsur yang terdapat pada Lantanida dan yang sering dan banyak diketemukan pada jaringan
tanaman tingkat tinggi adalah La dan Ce. Beberapa hasil penelitian ahli biologi tanaman dan
agriculturist menunjukkan bahwa unsur La dan Ce dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman
jauh lebih baik dibandingkan 17 unsur yang sudah diklasifikasikan sebagai unsur yang
diperlukan oleh tanaman, baik dari sisi tingkat pertumbuhan, hasil dan kualitas tanaman baik
untuk tanaman pangan maupun tanaman hortikultura.
Peranan unsur Lantanida (La dan Ce) dalam pertumbuhan tanaman :
1. Secara Langsung, dimana unsur lantanida ( La, Ce dan Neodynium) diketemukan
terakumulasi dalam fisiologi tanaman yaitu daun, batang dan akar, dimana peningkatan
pertumbuhan daun, batang dan akar diikuti dengan peningkatan akumulasi unsur
Lantanida dalam bagian-bagian tanaman tersebut. Pada kondisi ini unsur Lantanida

menstimulasi pembentukan auxin (ujung akar) dan klorofil (daun) sehingga peningkatan
tersebut terbukti nyata meningkatkan pertumbuhan serta hasil tanaman. Sehingga
disimpulkan bahwa unsur Lantanida merupakan (1) unsur esensaial tanaman
sebagaimana 17 unsur esensial tanaman lainnya (N, P, K, Mg, dst) dan sebagai (2) unsur
mikro yang berperan aktif menstimulasi aktivitas ensim dalam system fisiologi tanaman,
sebagaimana unsur Fe.
2. Secara Tidak Langsung, bahwa unsur Lantanida

(La, Ce dan Neodymium) dapat

meningkatkan kemampuan penyerapan nitrogen melalui aktivasi pertukaran nitrogen
dalam system transport aktif N oleh akar tanaman dan menstimulsi transport aktif
Kalsium menuju bagian atas tanaman (batang dan daun). Disamping itu, peran unsur La
dalam tanah dengan mekanisme stimulasi enzimatis mampu meningkatkan aktivitas (1)
mikroba tanah yang berperan dalam proses nitratifikasi dan nitrifikasi, (2) mikroba
penambat N bebas, (3) mikroba pelarut fosfat Dengan demikian, adanya unsur La dalam
tanah akan meningkatkan ketersediaan N dan P dalam tanah melalui peningkatan proses
stimulasi enzimatis pada mikroba-mikroba tersebut. Disamping itu ion La mampu
berikatan dengan unsur-unsur logam mikro (Fe dan Mn) yang memiliki kemampuan yang
kuat mengikat unsur hara terutama P.


Dengan sifat unsur lantanida sebagai unsur essensial dan sebagai aktivator di atas, akan
berpengaruh sangat besar dalam meningkatkan ketersediaan unsur hara tanah (N, P, K) baik
melalui mekanisme reaksi kimia dan biologis tanah maupun proses fisiologi tanaman.
Saat ini telah ada beberapa produk pupuk organik cair Bio fertilizer yang diformulasikan
oleh ahli pertanian berbasis Hypernano technology dan bioteknologi. Hypernano technology
biofertilizer ini mengandung 3 unsur pembentuk utama, yaitu:
1. Berbagai unsur mineral bagi pembentukan kompleks mineral makro dan mikro sehingga
dapat diperoleh komposisi unggulan yang tepat bagi pemenuhan kebutuhan nutrisi
tanaman. Untuk memperoleh bahan tersebut di alam tanpa adanya pertambangan yang
merusak lingkungan biasanya sangat sulit dan bahkan mustahil untuk mendapatkannya.
Mineral kompleks tersebut adalah alumuniun, barium, boron, cadmium, calsium, cuprum,
ferrum, magnesium, manganese, molybdenum, phosporus, potassium, sodium, selenium,
sulphur, zinc
2. Penyimpanan getaran ultra sonic dalam unsur cerium, lanthanum maupun molybdenum
sebagai sumber aktivator bagi berbagai proses pertumbuhan sehingga menyebabkan
respon pertumbuhan yang optimal bagi tanaman.

Secara makro teknologi ini telah


dipergunakan di Israel dengan mengunakan pengeras suara (speaker) dan memberikan
hasil. Dengan teknologi nano, getaran ini disimpan sebagaimana halnya micro chips pada
teknologi komputer biasa dimana disimpan dalam beberapa unsur mineral di atas
sebagaimana halnya penyimpanan mikro cips pada umumnya
3. Suatu konsorsium mikroorganisme perangsang tumbuh (mikroba stimulator) dengan multi
fungsi seperti penambat N, (Azotobacter sp dan Azospirillium sp) yang diperkaya dengan
mikroba pelarut fosfat dan penghasil fitohormon ( Pseudomonas sp, Bacillus sp,
Aspergillus sp) yang dapat memberikan reaksi aktif secara optimal dengan adanya getaran
yang tertanam bersama didalam hypernano fertilizer ini

Pupuk organik cair hypernano technology biofertilizer yang mengandung nutrisi mikro
dan makro, nutrisi elektrik dan mikroba stimulator dapat berfungsi untuk mempercepat
pertumbuhan akar, batang dan daun, merangsang pertumbuhan bunga dan buah,

meningkatkan jumlah klorofil tanaman, mencegah serangan bakteri dan jamur patogen,
meningkatkan kualitas dan hasil produksi tanaman, meminimalkan kegagalan panen dan
kerusakan pada tanaman, mempercepat penyerapan nitrogen dalam udara bebas,
memberikan warna segar dan cerah pada tanaman serta menambah dan mempertahankan
unsur hara dalam tanah.
Berdasarkan hasil laporan sementara Balittanah (Husnain, et al. 2010) tentang uji

mutu (kandungan kimiawi, mikroba dan asam-asam organik), pengaruhnya terhadap
pertumbuhan tanaman serta inkubasi tanah dengan produk

hypernano technology

biofertilizer memperlihatkan bahwa:


Produk hypernano technology biofertilizer yang diuji mengandung hara makro (NPK)
yang rendah tetapi memiliki kandungan unsur mikro yang cukup tinggi serta
mengandung lantanida yang manfaatnya untuk tanaman masih perlu dipelajari.
Kandungan mikroba dan asam-asam organik masih belum selesai



Pemberian hypernano technology biofertilizer terhadap tanaman padi, jagung, tomat
dan terong baru diperoleh data pertumbuhan (tinggi tanaman dan jumlah daun atau
jumlah anakan) sedangkan data produksinya belum bisa dilaporkan. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa pemberian hypernano technology biofertilizer
tanpa pupuk NPK menghasilkan pertumbuhan yang hampir sama dengan kontrol dan
menghasilkan tanaman yang daunnya menguning dan kerdil, terutama pada tanaman
jagung. Sedangkan tanaman yang diberi NPK + hypernano technology biofertilizer
memperlihatkan pertumbuhan tanaman yang tertinggi.



Hasil pengamatan 1 minggu setelah inkubasi memperlihatkan bahwa inkubasi
hypernano technology biofertilizer dapat meningkatkan ketersediaan P namun
menurunkan kandungan Fe dan Mn. Penurunan kandungan Fe dan Mn ini cukup
menguntungkan bagi tanaman terutama untuk tanah-tanah masam yang memiliki
kandungan Fe dan Mn cukup tinggi, sehingga tidak meracuni bagi tanaman.

IV. HASIL OBSERVASI SEMENTARA PENGGUNAAN HYPERNANO TECHNOLOGY BIOFERTLIZER
PADA BEBERAPA KOMODITAS HORTIULTURA
Puslitbang Hortikultura bersama dengan Balai Penelitian tanaman buah tropika, Balai
Penelitian tanaman Jeruk dan Sub Tropika, Balai penelitian Tanaman Sayuran dan Balai
Penelitian Tanaman Hias telah mencoba untuk melakukan kajian awal tentang manfaat dan
pengaruh pupuk organik cair yang berbasis nano teknologi (Hypernano Technology
Biofertilizer) pada beberapa jenis komoditas buah (manggis, lengkeng dan jeruk), sayuran
(bawang daun) dan tanaman hias (krisan dan anggrek). Hasilnya adalah sebagai berikut:

Tanaman Manggis
Observasi pada manggis ditujukan untuk mempercepat pertumbuhan bibit karena
kendala utama pada tanaman manggis adalah sangat lambatnya laju tumbuh tanaman
sehingga untuk mencapai kondisi siap tanam memerlukan waktu yang sangat lama. Bibit
manggis umur 20 bulan disemprot dengan pupuk organik cair dalam 3 konsentrasi, yaitu 1%,
2% dan 3% serta tanaman yang tidak disemprot hypernano technology biofertilizer sebagai
kontrol. Setelah 5 bulan terlihat bahwa pertumbuhan bibit manggis yang disemprot dengan
hypernano technology biofertilizer dapat tumbuh lebih cepat daripada kontrol (Tabel 1). Dari
tabel 1 ini terlihat bahwa penyemprotan pupuk organik cair hypernano technology
biofertilizer 1% dapat menghasilkan tanaman yang paling tinggi dengan daun yang paling
banyak, sedangkan perlakuan hypernano technology biofertilizer 2% dapat menghasilkan
diameter batang paling besar dengan daun paling banyak. Pemberian hypernano technology
biofertilizer 1% pada bibit manggis terlihat bisa memacu pertumbuhan karena lebih baik
daripada perlakukan kontrol, tetapi tidak sebaik penggunaan dosis 1 dan 2%. Dari hasil
sementara ini menunjukkan bahwa hypernano technology biofertilizer bersifat stimulan
karena mampu memacu pertumbuhan bibit manggis, tetapi observasi ini masih perlu
dilanjutkan dan disempurnakan dengan penelitian melalui rancangan, dosis, saat dan
frekuensi pemberian pupuk organik cair hypernano technology biofertilizer yang tepat agar
dapat direkomendasikan lebih akurat kepada pengguna (petani).

Tabel 1. Pengaruh pupuk organik cair hypernano technology biofertilizer terhadap
pertumbuhan bibit manggis pada umur 25 bulan
Hypernano technology
biofertilizer
1%
2%
3%
Kontrol
Tanaman Lengkeng

Tinggi tanaman

Diameter batang

Jumlah daun

(cm)
32,0
30,25
30,75
27,75

(cm)
0,6
0,65
0,63
0,58

(helai)
19,5
19,5
18,75
17,0

Observasi dilakukan pada tanaman Lengkeng varietas Diamond river umur 4 bulan.
Aplikasi dilakukan dengan cara menyiramkan larutan pupuk organik cair hypernano
technology biofertilizer yang diencerkan dengan air dengan konsentrasi 1: 10 (sesuai
anjuran) volume larutan 1 liter/pohon pada bidang perakaran. Hasilnya memperlihatkan
bahwa sebulan setelah aplikasi terjadi pertumbuhan daun baru pada ujung tunas secara
serentak, dengan ruas yang lebih panjang, tetapi warna daun pucat (khlorosis). Terjadinya
klorosis pada daun lengkeng ini mungkin dosis yang digunakan terlalu tinggi. Aplikasi
berikutnya dengan cara yang sama dilakukan terhadap pohon yang sama dengan dosis 5
cc/Lt dengan volume larutan 1 liter/pohon segera setelah gejala khlorosis diketahui.
Pemberian dilakukan 4 kali dengan interval 1 bulan. Selama kajian berlangsung tanaman
tidak dipupuk. Hasil menunjukkan bahwa pada bulan kedua warna daun mulai kembali
normal, pertumbuhan tunas pesat, tetapi pada bulan kempat daun muda tampak tipis agak
kaku. Mulai bulan kelima pemberian larutan dihentikan kemudian tanaman dipupuk dengan
NPK 100 g/pohon dengan interval 1 bulan. Pertumbuhan tanaman selanjutnya nampak
normal kembali, daun muda tebal dan tidak kaku (gambar 1 dan 2).

Gambar 1. Warna pupus daun kembali normal
Gambar 2. Tanaman lengkeng umur 13 bln
(9 bln setelah
aplikasi)

Dari hasil observasi sementara ini terlihat bahwa pupuk organik cair hypernano technology
biofertilizer ini pada tanaman lengkeng ini bersifat stimulan yang aplikasinya memerlukan dosis
yang jauh lebih rendah daripada dosis anjuran dan perlu diimbangi dengan pemberian pupuk
agar pertumbuhannya tetap seimbang / normal.
Tanaman Jeruk
Kajian penggunaan hypernano technology biofertilizer pada tanaman jeruk terdiri dari 2
kegiatan, yaitu:
1. Penggunaan hypernano technology biofertilizer untuk memacu pertumbuhan tunas pada
bibit jeruk hasil okulasi.
Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan 3 ulangan dan 3 perlakuan, yaitu:
a. Pengenceran dalam air 1:10 (disiramkan)
b. Pengenceran dalam air 1:100 (disemprotkan)
c. Kontrol (tanpa pemberian hypernano technology biofertilizer)
Setiap perlakuan terdiri dari 100 tanaman yang dilakukan 3 hari setelah okulasi dipotong
batang bawahnya dengan cara penyiraman pada polibag sebanyak 200 ml larutan
(perlakukan A) dan disemprotkan pada bibit (perlakuan B). Hasilnya (Tabel 2) menunjukkan
bahwa pemberian hypernano technology biofertilizer pada bibit jeruk setelah okulasi
cenderung dapat mempercepat saat muncul tunas dan memacu pemanjangan tunas
walaupun pemacuannya tidak nyata secara statistik.
Tabel 2. Pengaruh pupuk organik cair hypernano technology biofertilizer terhadap
pertumbuhan bibit jeruk hasil okulasi
Perlakuan

A (1:50)
B (1:100)

Tahap pertama
Muncul
Panjang
tunas (hari)
tunas (cm)
9,5
9,6

25,5
24,3

Tahap kedua
Muncul
Panjang
tunas (hari)
tunas (cm)
60,5
62

68,4
67,8

C (kontrol)

10,2

23,3

63

66,3

2. Penggunaan hypernano technology biofertilizer terhadap pertumbuhan dan saat berbunga
tanaman mutasi jeruk Keprok Soe.
Kajian dilakukan dengan menyemprotkan larutan hypernano technology biofertilizer
pada tanaman jeruk sebulan sekali selama 3 bulan dengan dosis 1 : 100. Jumlah tanaman
yang disemprot sebanyak 30 tanaman dan kontrol juga 30 tanaman. Hasilnya
memperlihatkan bahwa pertumbuhan tanaman (tinggi, diameter batang dan lebar kanopi)
pada tanaman perlakuan tidak berbeda nyata dengan tanaman kontrol. Demikian pula
halnya dengan saat berbunga, yaitu tanaman perlakuan tidak tidak berbeda nyata dengan
tanaman kontrol.
Dari hasil observasi pada tanaman jeruk ini terlihat bahwa hypernano technology
biofertilizer ini belum memberikan reaksi yang signifikan terhadap pemacuan pertumbuhan
maupun percepatan pembungaan. Hal ini mungkin karena dosis yang diberikan belum
sesuai, cara dan saat aplikasi yang belum tepat serta frekuensi pemberian yang belum
optimal.

Tanaman Krisan
Kajian dilakukan terhadap tanaman krisan yang ditanam dalam polibag (5
tanaman/polibag) yang berisi media tanah + humus + pupuk kandang (1:1:1). Perlakuan
terdiri dari 3 perlakuan, yaitu pemberian melalui akar (1:10), penyemprotan pada daun
(1:100) dan kontrol dengan 10 ulangan. Pemberian hypernano technology biofertilizer
dilakukan seminggu sekali. Hasil penelitian (Tabel 3 dan 4 serta gambar 1 dan 2)
menunjukkan bahwa pemberian hypernano technology biofertilizer pada tanaman krisan
baik melalui akar maupun penyemprotan pada daun tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap pertumbuhan tanaman (Tinggi tanaman, diameter batang, panjang dan lebar
daun) maupun terhadap karakter pembungaan (jumlah kuntum bunga, diameter kuntum

bunga, panjang tangkai bunga dan vase life) tanaman krisan (Soedardjo, M dan Yadi
Supriadi, 2010).
Tabel 3. Pengaruh hypernano technology biofertilizer terhadap pertumbuhan tanaman
krisan
Perlakuan

Tinggi tanaman
(cm)
Disiramkan pada
22,93
media
Disemprotkan
22,91
pada daun
Kontrol
22,71

Diameter
batang (cm)
0,259

Panjang daun
(cm)
4,76

Lebar daun
(cm)
3,76

0,251

4,88

3,86

0,253

4,78

3,74

Tabel 4. Pengaruh hypernano technology biofertilizer terhadap karakter bunga tanaman
krisan
Perlakuan

Jumlah kuntum

Diameter

Panjang tangkai

Vase life

bunga

kuntum bunga

bunga (cm)

(hari)

(cm)
Disiramkan pada

3,5

4,958

7,4

11

media
Disemprotkan

3,5

5,036

7,37

11

pada daun
Kontrol

3,4

4,977

7,41

11

Gambar 1. Pengaruh hypernano technology biofertilizer terhadap pertumbuhan (tinggi
tanaman, diameter batang, panjang daun dan lebar daun) tanaman krisan

Gambar 2. Pengaruh hypernano technology biofertilizer terhadap karakter bunga (jumlah dan
diameter kuntum bunga, panjang tangkai bunga dan vase life) tanaman krisan.

Tanaman Anggrek
Penelitian dilakukan terhadap tanaman muda Anggrek Dendrobium yang mempunyai
karakter pertumbuhan sangat lambat. Dosis hypernano technology biofertilizer yang
diberikan sesuai anjuran. Hasilnya memperlihatkan bahwa pemberian hypernano
technology biofertilizer pada tanaman anggrek Dendrobium memberikan efek yang tidak
berbeda dengan tanaman anggrek yang dipelihara menggunakan pupuk cair Hyponex. Hal
ini mungkin karena dosis, saat, cara dan frekuensi pemberian yang belum tepat, sehingga
tanaman anggrek tidak memberikan respon pertumbuhan yang signifikan.
Tanaman Bawang Daun
Observasi dilakukan dengan memberikan larutan

hypernano technology biofertilizer

pada tanaman bawang daun yang ada dilapangan setiap minggu selama 4 kali pada saat
tanaman bawang daun sudah berumur 14 hari, 21 hari, 28 hari dan 35 hari. Hasil penelitian
(Tabel 3) menunjukkan bahwa pemberian hypernano technology biofertilizer cenderung
mampu meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan/rumpun dan hasil tanaman/rumpun,
walaupun mungkin secara statistik belum nyata.
Tabel 3. Pengaruh pupuk organik cair hypernano technology biofertilizer terhadap
pertumbuhan dan hasil bawang daun
Perlakuan
Perlakuan
Kontrol

Tinggi tanaman (cm)
48,00
48,50

Jumlah anakan
11,10
11,50

Hasil (gram)
310
320

V. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil observasi yang telah dilakukan oleh Puslitbang Hortikultura bersama Balai-Balai
Penelitiannya pada beberapa jenis tanaman hortikultura dapat disimpulkan dan disarankan halhal sebagai berikut:

1. Sifat unsur lantanida yang terdapat pada hypernano technology biofertilizer merupakan
unsur essensial dan sebagai aktivator, akan berpengaruh sangat besar dalam
meningkatkan ketersediaan unsur hara tanah (N, P, K) baik melalui mekanisme reaksi
kimia dan biologis tanah maupun proses fisiologi tanaman.
2. Pemberian larutan hypernano technology biofertilizer pada beberapa jenis tanaman
hortikultura memberikan reaksi yang berbeda, yaitu ada yang dapat memacu
pertumbuhan (bibit manggis, bibit jeruk dan bawang daun ), dan tidak memacu maupun
menghambat pertumbuhan (Jeruk, krisan dan Anggrek).
3. Tidak terpacunya pertumbuhan pada beberapa tanaman percobaan mungkin karena
dosis, cara, saat dan frekuensi pemberian hypernano technology biofertilizer yang belum
tepat.
4. Perlu dilakukan penelitian dan kajian yang lebih mendalam tentang penggunaan
hypernano technology biofertilizer baik dosis, saat, cara maupun frekuensi pemberian
pada berbagai jenis tanaman hortikultura (kentang, bawang merah, cabai, tomat, jeruk,
manggis, mangga, lengkeng, anggrek, krisan dan mawar), agar rekomendasi yang akan
diberikan kepada pengguna dapat lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Hortikultura. 2009. Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan
Hortikultura Tahun 2010. Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian.
Hilman, Y. 2009. Mendorong Pengembangan
Pemanfaatan Varietas Lokal.
Perlindungan Varietas Tanaman

Varietas Unggul Tanaman Buah Melalui

Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional
(PVT) ke 4, tanggal 17 – 18 November 2009 di Jakarta.

http://id.wikipedia.org; http://id.shvoog.com; http://aa.nanoteknologi.blogspot.com)
Husnain, A. Kasno, Linca Anggria, dan Jaenuddin. 2010. Penelitian Uji Mutu Pupuk Cair Nano
Bregardium Water dan Percobaan Pengaruh Pemberian Pupuk Cair Nano Bregardium
Water Terhadap Tanaman di Rumah Kaca. Laporan Sementara Hasil Penelitian.

Soedardjo, Muchdar dan Yadi Supriyadi. 2010. Pengaruh Bregardium Water (produk
nanotechnology) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bunga Krisan var. Swarna
Kencana. Laporan Hasil Penelitian, 2010.