Ruang Bermain di Perkotaan Karakteristik

SEMINAR NASIONAL “IDENTITAS KOTA-KOTA MASA DEPAN DI INDONESIA”
“tomorrow ‘s success is today’s strategies”
21 Desember 2009, The Werdhapura Village, Jl. Danau Tamblingan No. 49, Sanur, Denpasar, Bali

Ruang Bermain di Perkotaan: Karakteristik Bermain dan
Tempat Bermain Anak-anak di Kawasan Padat Penduduk
Kasus Kelurahan Cokrodiningratan, Yogyakarta
1 Yori Herwangi, ST.,MURP., 2 Dimas Wihardyanto, ST.
Dari penelitian ini diperoleh bahwa berbeda dengan
dugaan semula, anak-anak di wilayah studi memiliki
waktu bermain lebih tinggi daripada rata-rata waktu
bermain anak-anak di kota-kota besar lainnya menurut
studi terdahulu. Hal ini diduga berkaitan dengan jenis
permainan dan karakteristik bermain yang mereka miliki,
walaupun ada keterbatasan dari sisi luasan tempat
bermain. Selain itu salah satu hasil terpenting dari
penelitian ini adalah bahwa anak-anak lebih menyukai
tempat bermain yang mempunyai setting alami
dibandingkan tempat bermain yang terstruktur.

Abstrak— “For a child, play must be the whole of his or

her life. Children learn, make friends, and nurture their
creativity through play” (Mistsuru Senda, “Design of
Children’s Play Environment, 1992)
Bermain bagi anak-anak merupakan suatu kegiatan
penting yang dapat membangun jiwa dan raganya
sehingga menjadi orang dewasa yang sehat jiwa dan
raganya. Bermain dapat dilakukan dimana saja. Senda
(1992), menyatakan bahwa anak-anak dapat bermain
kapan dan dimana saja, maka tugas dari orang dewasa
untuk menyediakan tempat bermain yang aman bagi
mereka.

Keywords : perencanaan tempat bermain
karakteristik bermain anak, permukiman padat

Ketersediaan tempat bermain bagi anak seringkali masih
diabaikan dalam pembangunan perkotaan. Pertumbuhan
penduduk yang pesat di kawasan perkotaan
menimbulkan
konsekuensi

pada
meningkatnya
kebutuhan lahan untuk permukiman serta fasilitas
pendukung lainnya. Sementara itu ketersediaan lahan di
perkotaan jumlahnya relatif tetap. Hal ini menimbulkan
konsekuensi terjadinya konflik penggunaan lahan. Dalam
kondisi semacam ini, kepentingan anak-anak seringkali
dikorbankan. Kurangnya lahan terbuka di perkotaan
membuat anak-anak sering terpaksa bermain di tempattempat yang berbahaya seperti jalan, rel kereta, atau
bantaran sungai. Di sisi lain taman bermain yang khusus
di desain untuk anak-anak seringkali tidak sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan anak-anak itu sendiri.

I. PENDAHULUAN
Bermain bagi anak-anak merupakan suatu
kegiatan penting yang dapat membangun jiwa dan
raganya sehingga menjadi orang dewasa yang
sehat jiwa dan raganya. Bermain dapat dilakukan
dimana saja. Senda (1992), menyatakan bahwa
anak-anak dapat bermain kapan dan dimana saja,

maka tugas dari orang dewasa untuk menyediakan
tempat bermain yang aman bagi mereka.
Ketersediaan tempat bermain bagi anak
seringkali masih diabaikan dalam pembangunan
perkotaan. Pertumbuhan penduduk yang pesat di
kawasan perkotaan menimbulkan konsekuensi
pada meningkatnya kebutuhan lahan untuk
permukiman serta fasilitas pendukung lainnya.
Sementara itu ketersediaan lahan di perkotaan
jumlahnya relatif tetap. Hal ini menimbulkan
konsekuensi terjadinya konflik penggunaan lahan.
Dalam kondisi semacam ini, kepentingan anakanak seringkali dikorbankan. Kurangnya lahan
terbuka di perkotaan membuat anak-anak sering
terpaksa bermain di tempat-tempat yang berbahaya
seperti jalan, rel kereta, atau bantaran sungai.
Di sisi lain taman bermain yang khusus di
desain untuk anak-anak seringkali tidak sesuai
dengan kebutuhan dan keinginan anak-anak itu
sendiri. Sebagai contoh berdasarkan penelitian
yang dilakukan pada 500 responden anak di

Inggris menyatakan bahwa taman bermain yang
ada membosankan karena desainnya yang
seragam dan terlalu terstruktur. Hal ini juga sesuai
dengan apa yang dinyatakan oleh Worpole (2002)
bahwa tempat bermain anak
semestinya
menawarkan petualangan dan permainan yang
menantang. Menghindarkan anak-anak dari

Berdasarkan hal-hal tersebut, penelitian ini bertujuan
untuk mengkaji karakteristik aktivitas bermain anak saat
ini, dan kondisi serta lokasi tempat bermain mereka, baik
tempat bermain yang memang disediakan untuk mereka
maupun tempat bermain yang mereka ciptakan sendiri
dengan memanfaatkan ruang publik yang ada. Penelitian
ini juga mencakup persepsi anak-anak terhadap tempat
bermain yang ada maupun tempat bermain ideal yang
mereka harapkan. Untuk tujuan-tujuan tersebut,
penelitian ini mengambil tempat di Kelurahan
Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Yogyakarta. Kel.

Cokrodiningratan
merupakan
kelurahan
yang
berpenduduk padat, hampir 200 jiwa/ha, lebih tinggi dari
kepadatan Kota Yogyakarta, dengan guna lahan
sebagian besar permukiman. Pengumpulan data
dilakukan melalui observasi lapangan. Wawancara juga
dilakukan untuk mendapatkan persepsi dari anak-anak
dan anggota masyarakat lainnya.

Yori Herwangi, Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan UGM,
Fakultas Teknik UGM, Jl. Grafika No.2 Yogyakarta, Telp.0274-580095,
email: yherwangi@yahoo.com.
Dimas Wihardyanto, Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan
UGM, Fakultas Teknik UGM, Jl. Grafika No.2 Yogyakarta, Telp.0274580095, email: dwihardyanto@yahoo.com

1
THE WERDHAPURA VILLAGE, 21 DESEMBER 2009


anak,

permainan
yang menantang justru
dapat
mengarahkan mereka kepada aktivitas yang
berbahaya dan membuat mereka menjadi antisosial. Berdasarkan fakta-fakta tersebut dapat
ditarik kesimpulan bahwa tempat bermain anak
tidak mesti sesuatu yang bersifat terstruktur dan
bebas
resiko,
walaupun
tetap
harus
memperhatikan faktor keamanan dan keselamatan.
Dalam konteks perkotaan Indonesia hal ini dapat
dipandang sebagai suatu celah untuk mengatasi
keterbatasan
lahan
bermain

dengan
memanfaatkan kondisi lansekap dan lahan
terbangun yang ada menjadi tempat yang cukup
layak sebagai tempat bermain bagi anak-anak
(invisible playground). Untuk itu diperlukan suatu
penelitian untuk mengkaji karakteristik aktivitas
bermain anak saat ini, dan kondisi serta lokasi
tempat bermain mereka, baik tempat bermain yang
memang disediakan untuk mereka maupun tempat
bermain yang mereka ciptakan sendiri dengan
memanfaatkan ruang publik yang ada.
Penelitian ini akan mengambil tempat di
Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis,
Yogyakarta. Alasan pengambilan kasus di lokasi ini
adalah karena kecamatan ini merupakan salah satu
kawasan padat penduduk di perkotaan Yogyakarta.
Dengan kepadatan penduduk yang besar, maka
ketersediaan lahan terbuka untuk kegiatan bermain
anak menjadi sangat terbatas. Oleh karena itu akan
sangat menarik untuk mengetahui bagaimana

anak-anak di lokasi tersebut melakukan aktivitas
bermainnya serta kondisi dan ketersediaan dari
visible dan invisible playground yang ada di lokasi
penelitian tersebut.

Peraturan Pemerintah yang menyatakan hak-hak
anak untuk mendapat tempat bermain yang layak
diantaranya:
- Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak
- Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005-2025
- Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005
tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2004-2009
Serta pedoman yang lebih teknis, yakni:
- Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005
tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan
Standar Pelayanan Minimal.

Mengacu pada teori yang dikemukakan oleh
Synder (1982) dalam Hurlock (1978) sebuah
fasilitas atau tempat bermain anak dapat diukur
berdasarkan 3 unsur yang menyusunnya yaitu :
1. Ruang spasial yang digunakan meliputi
elemen alami (topografi, keadaan tanah,
vegetasi,kualitas udara, dll) dan elemen
arsitektur (bentuk dan dimensi ruang, tekstrur,
warna, dan lain-lain) yang ada didalamnya.
2. Dimensi sosial, budaya, dan ekonomi yang
ada meliputi strata masyarakat, kemampuan
ekonomi yang ada, budaya lokal yang ada,
aturan-aturan atau konsensus pemakaian
ruang yang berlaku dalam masyarakat, dan
lain-lain.
3. Presepsi anak meliputi cara penggunaan dan
makna ruang bermain bagi anak.
Lebih lanjut pengukuran terhadap ketiga unsur
diatas menurut Synder (1982) dalam Hurlock
(1978) diterjemahkan kedalam variabel-variabel

yang dikategorikan kedalam karakter fisik dan non
fisik. Karakter fisik dan non fisik inilah yang akan
digunakan sebagai variabel dalam penelitian ini.
Karakter fisik tersebut meliputi :
1. Letak atau posisi ruang bermain anak dalam
sebuah lingkungan pemukiman
2. Jenis ruang bermain anak (visible / invisible)
3. Bentuk dan dimensi lingkungan bermain
4. Kualitas arsitektural ruang bermain anak
(material, warna, tekstur, pencahayaan,
penghawaan, dll)
5. Cara pencapaian lokasi ruang bermain anak
6. Jarak jangkau ruang bermain anak baik dari
rumah maupun sekolah serta jarak ruang
bermain visible dengan invisible yang terdekat
dan terjauh.

III. TINJAUAN PUSTAKA
Ada beberapa teori yang mendefinisikan
mengenai rentang usia anak-anak, baik dalam

bidang psikologi perkembangan, pendidikan,
maupun ketenagakerjaan. Dalam penelitian ini
definisi anak yang akan digunakan adalah yang
tercantum dalam Convention on the Rights of the
Child (1989), yaitu semua manusia yang berumur
dibawah 18 tahun.
Kegiatan bermain bagi anak-anak dapat
didefinisikan dari beberapa sisi. Menurut Senda
(1992) bermain bagi anak-anak merupakan seluruh
hidupnya, pusat kehidupannya. Anak-anak belajar,
berteman, dan membangun kreatifitasnya melalui
bermain. Masih menurut Senda, anak-anak sangat
jenius dalam bermain.

Sedangkan karakter non fisik meliputi :
1. Aktifitas yang diwadahi oleh ruang bermain
anak tersebut
2. Latar belakang anak yang menggunakan
ruang bermain tersebut dilihat dari : usia,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, kondisi
sosial dan ekonomi orang tua
3. Waktu dan frekuensi penggunaan ruang
bermain anak
4. Aturan penggunaan ruang yang ada

They will invent play in any place at any time and
will turn any place into a playground. To give them
play structures and playgrounds is to pluck their
inventiveness for play in the bud” (Senda, 1992:2).
Bagaimanapun, anak adalah tanggung jawab
bersama dari orang dewasa. Oleh karena itu sudah
selayaknya kita menyediakan, merencanakan dan
memastikan keamanan tempat bermain anak.
Sesuai dengan Convention on the Rights of the
Child, setiap anak mempunyai hak untuk
mendapatkan rasa aman. Undang-undang dan
2
THE WERDHAPURA VILLAGE, 21 DESEMBER 2009

5.

C. Kondisi Perekonomian
Kondisi
Perekonomian
di
Kelurahan
Cokrodiningratan sepaerti halnya dengan kondisi
makro wilayahnya yaitu Kecamatan Jetis samasama didominasi oleh sector perdagangan dan
jasa. Koridor jalan di wilayah ini banyak digunakan
sebagai area komersial. Karena merupakan bagian
dari wilayah Kecamatan Jetas maka secara kondisi
struktur aktivitas perekonomian juga

Makna dan nilai ruang bermain anak bagi
pengguna, maupun masyarakat sekitar

IV. CARA PENELITIAN
2.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik
survey primer dan sekunder. Teknik survey primer
dilakukan melalui: pengamatan, wawancara, dan
pemotretan. Tempat-tempat bermain yang ada di
lokasi penelitian diperoleh sebanyak 10 tempat
bermain baik buatan maupun natural. Sedangkan
koresponden (yang meliputi anak-anak), kami ambil
sebanyak 100 anak-anak usia 5-12 tahun. Informasi
yang didapatkan adalah:
- Karakteristik aktivitas bermain di wilayah studi,
yang meliputi aktivitas, latar belakang anak,
waktu, frekuensi, aturan, dan makna ruang
bermain anak.
- Lokasi-lokasi tempat bermain anak yang ada
di wilayah studi
- Kondisi tempat bermain anak yang ada di
wilayah studi, yang mencakup jenis, besaran,
fasilitas pendukung dan cara pencapaian dari
permukiman.

3.2 Gambaran Umum Tempat Bermain Anak di
Wilayah Studi
1. Lapangan IPAL,
Dari awal mulanya, tempat ini sudah
dijadikan sebagai lapangan voli yang digunakan
oleh
warga.
Kemudian
oleh
pemerintah
dibangunlah di atas lahan tersebut sebuah tempat
instalasi pembuangan air limbah. Pembangunan
IPAL (Instalasi Pembuangan Air Limbah) baru
berkisar tiga tahun yang lalu. IPAL tersebut
merupakan tempat pembuangan limbah rumah
tangga dari dua RW (Rukun Warga). Setelah
pembangunan
IPAL,
kegunaannya
sebagai
lapangan tetap berfungsi. Namun untuk akhir-akhir
ini banyak warga (terutama anak-anak dan remaja)
menggunakannya sebagai tempat bermain bola,
bukan lagi sebagai lapangan voli.
Letak Lapangan IPAL berada di tepian,
berbatasan langsung dengan sungai Code. Lebih
tepatnya di sebelah utara Jembatan Gondolayu.
Material yang menyusun tempat bermain ini berupa
beton, hanya sebagian kecil yang masih berupa
tanah yang digunakan untuk menanam tanaman.
Lapangan IPAL bagian selatan dibatasi
dengan tanah kosong, sebelah timur berbatasan
langsung dengan badan sungai, sebelah utara
berbatasan langsung dengan tembok rumah
penduduk, sedangkan sebelah barat dibatasi
dengan adanya kamar mandi/WC umum. Luas dari
2
lapangan ini berkisar antara 100-300 m .
Yang menggunakan Lapangan IPAL sangat
beragam mulai dari anak-anak, remaja, hingga
dewasa.
Biasanya
mereka
bergantian
menggunakannya sesuai pembagian kelompok
umurnya. Kebanyakan mereka menggunakannya
untuk tempat bermain bola. Waktu yang digunakan
bermain di lapangan ini pun lebih banyak di waktu
siang dan sore hari.

2.2 Analisis
Analisis dilakukan secara kuantitatif dan
kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk
menilai kondisi tempat bermain anak,
sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk
menganalisis kecukupan tempat bermain anak
di wilayah studi, dengan cara membandingkan
antara kebutuhan menurut standar dengan
ketersediaan di wilayah studi
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
3.1. Gambaran Umum Wilayah Studi
A. Jumlah Penduduk
Kelurahan Cokrodiningaratan berdasarakan data
monografi kelurahan tahun 2006 memiliki jumlah
pendududk sebesar 13.201 jiwa. Terdiri dari
Penduduk laki-laki sebesar 6900 jiwa serta
penduduk perempuan sebanyak 6.301 jiwa. Jumlah
penduduk itu kebanyakan terkonsentrasi di wilayah
timur tepatnya di kawasan pinggiran kali Code.
Sehingga kawasan pinggiran kali Code lebih padat
daripada kawasan di bagian barat kelurahan.

2. Pekarangan Rumah Dekat IPAL,
Pekarangan
rumah
ini
merupakan
pekarangan milik pribadi. Sebagian besar lahan
masih berupa tanah, sedangkan sebagian yang lain
merupakan bekas bangunan yang berupa beton.
Untuk lahan yang biasa digunakan untuk tempat
bermain adalah lahan yang berada tepat di depan
bangunan rumah. Batasan dari tempat ini adalah
sebelah utara berupa jalan, sebelah barat, selatan
dan timur berupa bangunan rumah. Luasan dari
2
tempat ini kurang dari 100 m .
Anak-anak
biasanya
menggunakan
pekarangan ini untuk permainan tradisional seperti
permainan batu, permainan kelereng, dan bermain

B. Komposisi Penduduk
Komposisi
penduduk
di
Kelurahan
Cokrodiningratan
berdasarkan
data
tentang
komposisi penduduk berdasarkan usia pendidikan
di dominasi oleh usia 7 – 12 tahun. Berdasarakan
data diketahui bahwa jumlah penduduk usia
sekolah mencakup lebih dari 25% dari total
penduduk di Kelurahan Cokrodiningratan. Diantara
penduduk usia sekolah tersebut, penduduk usia 712 tahun adalah yang terbanyak yaitu mencapai
1.004 jiwa.

3
THE WERDHAPURA VILLAGE, 21 DESEMBER 2009

yang lain dari lahan ini, yaitu di bagian timur,
merupakan tempat yang sudah di beton. Kiranya
bagian lahan yang sudah diperkeras ini merupakan
lahan milik warga karena di tempat tersebut ada
sebuah bangunan pos ronda. Luasan lahan kosong
2
lebih dari 300 m .
Batas-batas dari lokasi tempat bermain ini
adalah; sebelah utara berbatasan dengan
bangunan peribadatan berupa gereja, di sebelah
barat berbatasan langsung dengan Jalan A.M.
Sangaji, sedangkan sebelah timur berbatasan
dengan bangunan dan jalan.
Pengguna lahan kosong ini sangat
bervariasi dari jenis umurnya. Yang paling sering
menggunakan adalah usia anak-anak dan remaja.
Umumnya
mereka
menggunakannya
untuk
bermain bola, sedangkan waktu yang sering
digunakan adalah waktu sore hari.

tanah. Waktu dari penggunaan tempat ini biasanya
siang sampai sore hari. Pada malam hari, tempat
ini tidak digunakan untuk bermain.

Gambar 1. Pekarangan Dekat IPAL

5. Lahan Kosong Pakuningratan,
Lahan milik pribadi ini benar-benar masih
lahan kosong, berupa tanah yang belum
dimanfaatkan. Lahan tersebut banyak dipenuhi
dengan rumput liar. Karena belum dimanfaatkan,
lahan tersebut sering digunakan sebagai jalan
alternatif baik sepeda, motor, maupun mobil. Luas
2
lahan kurang lebih 300 m dengan batas-batas
yaitu, sebelah utara dan selatan berupa jalan,
sedangkan batas sebelah timur dan barat berupa
bangunan rumah.
Tempat ini biasa digunakan bermain hanya
oleh anak-anak saja. Kebanyakan dari mereka
menggunakannya untuk bermain kelereng dan
bermain sepeda di waktu sore hari.

Sumber: Hasil Survey Lapangan 2009

3. Lapangan Badminton Dekat IPAL,
Tempat ini dari dulu memang sudah
digunakan
sebagai
lapangan.
Status
kepemilikannya merupakan lahan milik warga.
Komponen bahannya berupa beton dan hanya ada
sisa sedikit tanah untuk menanam tanaman.
Batasan dari tempat ini berupa bangunan rumah
dan jalan. Luasan tempat yang digunakan untuk
2
bermain kurang dari 100 m .
Anak-anak
biasanya
menggunakan
lapangan badminton ini sebagai tempat bermain di
waktu sore hari. Namun itupun tidak setiap hari
karena harus berbagi dengan ibu-ibu yang
menggunakan lapangan tersebut untuk pertemuan
PKK. Sedangkan pada malam hari, terkadang usia
dewasa (bapak-bapak) menggunakan lapangan
tersebut untuk badminton.

6. Halaman Kelurahan,
Letak tempat ini berada tepat di sebelah
timur dari kantor Kelurahan Cokrodiningratan. Dari
sisi fisiknya, lahan ini masih berupa tanah berpasir
dengan tanaman-tanaman dalam pot di tepian
halaman. Batasan halaman ini yaitu sebelah barat
berupa bangunan kantor kelurahan, bagian timur
dan selatan dibatasi dengan jalan, sedangkan
sebelah utara dibatasi dengan pekarangan. Luasan
2
halaman ini berkisar antara 100-300 m .
Penggunaan tempat ini di pagi hari pada
saat jam kerja digunakan sebagai tempat parkir
kendaraan, terutama mobil. Namun di waktu sore
hari sering digunakan sebagai tempat bermain
anak-anak. Jenis permainan yang banyak mereka
mainkan adalah permainan badminton, bola, kasti
dan juga petak umpet.

Gambar 2. Lapangan Badminton Dekat IPAL

7. Lapangan depan Masjid Cokrodiningratan,
Lapangan yang menjadi satu bagian
dengan Masjid Cokrodiningratan ini merupakan
milik warga. Letaknya tepat di depan halaman
masjid. Secara fisik, lapangan ini masih didominasi
tanah berpasir. Tanaman di sekitar lapangan masih
sangat sedikit. Ketika cuaca panas, akan sangat
terasa sekali gerahnya. Batasan lapangan ini
berupa jalan di sebelah timur dan utara, sedangkan
sebelah selatan dan barat berupa bangunan. Luas
2
tempat bermain ini berkisar antara 100-300 m .

Sumber: Hasil Survey Lapangan 2009

4. Lahan Kosong di Selatan Gereja
Dari segi komponen bahannya, lahan
kosong ini masih berupa tanah dengan banyak
ditumbuhi rumput di pinggiran lahan. Sebagian
4
THE WERDHAPURA VILLAGE, 21 DESEMBER 2009

2

Warga yang menggunakan tempat ini
sangat beragam dari segala jenis umur, mulai dari
anak-anak, remaja, sampai dewasa, bahkan ibuibu. Remaja dan dewasa biasanya bermain voli,
sedangkan anak-anak banyak yang bermain bola.
Selain permainan tersebut, anak-anak juga bermain
sepeda,
badminton.
Ada
juga
anak-anak
perempuan bermain di teras masjid. Biasanya
anak-anak perempuan belajar bersama atau
mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan dari
sekolah.

ini kurang dari 100 m . Batas dari tempat ini adalah
sebelah selatan dan timur berbatasan dengan
bangunan
rumah,
bagian
barat
dengan
pekarangan, sedangkan sebelah utara berbatasan
dengan jalan gang.
Tempat ini tidak semua bagian digunakan
bermain oleh anak-anak karena di tempat ini
jugalah warga ada yang menjemur pakaian.
Umumnya anak-anak bermain tanah atau bermain
gerobak kecil yang ada di lapangan. Mereka
kebanyakan bermain di waktu sore hari.

8. Taman Bermain Gardu Pandang,
Tempat bermain ini merupakan satusatunya tempat bermain di Cokrodiningratan yang
sengaja direncanakan. Letaknya berada tepat di
tepian Kali Code di sebelah selatan jembatan
Sardjito. Sebagai gambaran, di tempat tersebut
dibangun sebuah bangunan berupa gardu, dua
gazebo, lapangan badminton. Dulunya ada alat
permainan berupa jungkat-jungkit dan ayunan.
Namun untuk saat ini, kedua media tersebut sudah
tidak terlihat lagi.
Di bagian barat dari area ini, ada sebuah
tempat yang agak tinggi yang permukaannya
diperkeras dengan beton. Karena letaknya yang
cukup tinggi maka dibangun juga sebuah anak
tangga untuk memudahkan orang naik atau turun
dari tempat tersebut. Bagian yang agak tinggi ini
dimanfaatkan sebagai panggung saat ada acaraacara tertentu. Luas tempat bermain ini berkisar
2
100-300 m .
Anak-anak biasa bermain di waktu sore di
taman ini. Mereka banyak yang bermain
badminton, petak umpet, berlari-larian, atau
sekedar duduk-duduk. Pada saat musim bermain
layang-layang, taman ini juga digunakan untuk
menaikkan layang-layang.

10. Pekarangan Pinggir Kali
Tempat
ini
merupakan
lahan
sisa/pekarangan yang berada di tepian kali. Tepat
berbatasan dengan mulut Sungai Code. Secara
fisik tempat ini didominasi dengan tanah dengan
jalan yang dipaving. Di tempat ini juga ada berbagai
tanaman dalam pot sehingga mengesankan cukup
asri. Pekarangan ini berhadapan langsung dengan
pintu depan rumah warga. Luasan dari tempat ini
2
kurang dari 100 m .
Banyak anak yang bermain di tempat ini
memainkan jenis permainan seperti main kelereng
dan
permainan-permainan
olahraga
seperti
bermain bola. Waktu bermain untuk anak-anak
umumnya di waktu sore hari.
3.3 Tinjauan Kondisi Tempat Bermain Anak
Kondisi tempat bermaian anak dapat dibedakan
menjadi karakteristik fisik dan non fisik. Karakter
fisik tersebut meliputi :
1. Letak atau posisi ruang bermain anak dalam
sebuah lingkungan pemukiman
2. Jenis ruang bermain anak (visible / invisible)
3. Bentuk dan dimensi lingkungan bermain
4. Kualitas arsitektural ruang bermain anak
(material,
warna, tekstur, pencahayaan,
penghawaan, dll)
5. Cara pencapaian lokasi ruang bermain anak
6. Jarak jangkau ruang bermain anak baik dari
rumah maupun sekolah serta jarak ruang
bermain visible dengan invisible yang terdekat
dan terjauh.
Sedangkan karakter non fisik meliputi :
1. Aktifitas yang diwadahi oleh ruang bermain
anak tersebut
2. Latar belakang anak yang menggunakan ruang
bermain tersebut dilihat dari : usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, kondisi sosial dan
ekonomi orang tua
3. Waktu dan frekuensi penggunaan ruang
bermain anak
4. Aturan penggunaan ruang yang ada
5. Makna dan nilai ruang bermain anak bagi
pengguna, maupun masyarakat sekitar
Berdasarkan variabel penelitian tersebut,
kondisi tempat bermain anak di kawasan studi
adalah sebagai berikut:

Gambar: Taman Bermain Gardu Pandang

Sumber: Dokumentasi Hasil Survey

9. Lapangan Badminton Utara Jembatan Sardjito,
Lapangan badminton ini terletak di dalam
permukiman. Dari segi fisik, permukaan lapangan
ini sudah dipenuhi dengan beton. Namun di
tepiannya masih ada unsur tanah meskipun itu juga
banyak terdiri dari bongkahan-bongkahan material
bangunan seperti batu dan bata. Luas dari tempat
5
THE WERDHAPURA VILLAGE, 21 DESEMBER 2009

3.3.1 Karakter Fisik Ruang Bermain Anak
A. Lokasi dan Status Lahan Ruang Bermain
Di Kecamatan Cokrodiningratan terdapat
10 ruang terbuka yang digunakan sebagai tempat
bermain anak-anak. Lokasi tempat bermain
tersebut berada di tengah-tengah permukiman
yang cukup padat. Dari lokasinya, terlihat bahwa 4
dari 10 tempat bermain anak tersebut berbatasan
dengan sungai Code yang membelah Kecamatan
Cokrodiningratan. Dari kesepuluh lokasi tersebut
ada beberapa yang status kepemilikannya bukan
publik. Lahan-lahan tersebut merupakan milik
pribadi yang direlakan oleh pemiliknya untuk
digunakan sebagai ruang publik.
Selain bermain di lapangan-lapangan
tersebut, banyak pula anak-anak yang bermain di
fasilitas umum yang bukan diperuntukan sebagai
tempat bermain anak, seperti gang/jalan depan
rumah, kuburan, dan pinggiran sungai. Hampir
setiap responden mengatakan sering bermain di
gang atau jalan depan rumahnya karena dekat dan
mudah dijangkau.

Tabel 1. Ringkasan Temuan mengenai Karakter
Fisik Tempat Bermain Anak
No. Karakter Fisik
Hasil Pengamatan
1.
Letak dalam ruang Sebagian besar berada
permukiman
di
tengah-tengah
permukiman. Ada 10
lokasi
yg
berhasil
diidentifikasi
2.
Jenis
ruang 4
dari
10
tempat
bermain anak
bermain
yang
diidentifikasi merupakan
ruang bermain yang
invisible, dengan status
lahan milik pribadi
3.
Bentuk
dan Sebagian
besar
dimensi
berbentuk
persegi
memanjang dengan luas
rata-rata 192,5 m2
4.
Kualitas
Tutupan
lahannya
arsitektural
sebagian besar berupa
konblok,
pasir
dan
tanah.Penerangannya
rata-rata cukup baik
pada siang hari karena
berada di areal terbuka.
Sebagian besar juga
tidak dilengkapi fasilitas.
Sebagian
kecil
dilengkapi
fasilitas
perlengkapan olahraga
seperti gawang dan net
badminton .
5.
Cara pencapaian Sebagian besar dengan
lokasi
berjalan
kaki
atau
bersepeda
6.
Jarak
jangkau Rata-rata < 50 m
ruang
bermain
anak
Sumber: Hasil analisis 2009

B. Bentuk Fisik Ruang Bermain Anak
Dari bentuk fisiknya sebagian besar tempat
bermain yang ada di wilayah studi berbentuk
2
persegi empat dengan luasan antara 20 m sampai
2
dengan 900 m . Hampir semua juga berbatasan
langsung dengan bangunan rumah atau kantor.
Fasilitas yang tersedia di tempat bermain tersebut
rata-rata berupa perlegkapan olahraga seperti
gawang dan net bulutangkis. Hanya satu lokasi
yaitu Taman Bermain Gardu Pandang yang
memiliki fasilitas permainan anak seperti ayunan,
gazebo, serta meja dan kursi taman. Untuk tutupan
lahannya, sebagian besar berupa konblok, pasir
dan tanah, sedangkan penerangannya rata-rata
cukup baik pada siang hari karena berada di areal
terbuka. Berdasarkan analisis pada kondisi fisik
ruang bermain, dapat disimpulkan bahwa tempat
bermain yang ada di lokasi studi masih didominasi
oleh ruang terbuka yang tidak secara khusus
diperuntukkan untuk bermain anak. Aspek
keamanan dan keselamatan anak-anak yang
bermain di tempat tersebut belum menjadi
perhatian.

3.3.2 Karakter Non Fisik Ruang Bermain Anak
A. Aktivitas Bermain
Berdasarakan hasil survey, jenis permainan
yang banyak dipilih oleh responden adalah
Sepakbola, Badminton, serta Kasti. Sedangkan
untuk permainan yang tidak banyak dipilih
responden adalah menggambar & mewarnai.
Banyak permainan jenis olahraga yang
diminati anak-anak di Kelurahan Cokrodiningratan.
Terutama Sepakbola karena permainan olahraga
seperti itulah yang masih menjadi olahraga favorit
bagi sebagaian besar masyarakat. Sepakbola bisa
dimainkan dimanapun oleh anak-anak asal tersedia
bola, selain di lapangan banyak yang bermain bola
di gang, halaman rumah, halaman sekolah.

C. Jarak Jangkau dan Cara Pencapaian Tempat
Bermain dari Rumah dan Sekolah
Terdapat perbedaan jangkauan layanan dari
masing-masing tempat bermain. Ada tempat
bermain yang melayani anak-anak yang bertempat
tinggal kurang lebih 100 m dari tempat bermain,
ada pula yang hanya melayani anak-anak disekitar
lokasi tersebut. Rata-rata anak-anak tersebut
menuju ke tempat bermain dengan cara berjalan
kaki dan naik sepeda.
Ringkasan temuan karakter fisik ruang bermain
anak di wilayah studi dapat dilihat pada Tabel 1
berikut

6
THE WERDHAPURA VILLAGE, 21 DESEMBER 2009

Gambar 4. Peta Jangkauan Layanan Tempat Bermain di
Kelurahan Cokrodiningratan

Sumber : Hasil Analisis, 2009
Tabel 2. Ringkasan Temuan mengenai Karakter Non-Fisik
Tempat Bermain
No.
Karakter Non-Fisik
Hasil Pengamatan
1.
Aktifitas yang diwadahi Jenis
permainan
yang
dan teman bermain
sering dimainkan adalah
olahraga dan permainan
tradisional.
Rata-rata
bermain dalam kelompok
4-12 anak
2.
Latar belakang anak
Terdiri dari berbagai usia
mulai 4-12 tahun
3.
Waktu dan frekuensi Rata-rata bermain mulai
penggunaan
dari pk 15-18
4.
Aturan
penggunaan Ada tempat bermain yang
ruang yang ada
digunakan bergantian antar
kelompok umur dan ada yg
bergantian
dengan
kegiatan ibu-ibu
bermain
5.
Makna dan nilai ruang Tempat
bermain
anak
bagi merupakan tempat yang
menyenangkan,
pengguna,
maupun asik,
tempat berkumpul
masyarakat sekitar
6.
Keinginan
terhadap Sebagian
besar
ingin
tempat bermain
ditanami dengan rumput
dan tanaman lain
Sumber: Hasil analisis 2009

B. Teman Bermain
Sebanyak 96 % anak-anak di Kelurahan
Cokrodiningrtan
memiliki
tipikal
bermain
berkelompok dengan temannya, sedangkan
sisanya sebesar 4 % bermain secara Individu.
Anak-anak yang bermain secara Individu tersebut
sebagian besar masih berusia 4-6 tahun.
Sedangkan anak-anak yang berkelompok dalam
bermian berusia lebih tua yaitu antara 5-12 tahun.
Mereka rata-rata berkelompok 4-12 anak, dengan
lokasi rumah yang saling berdekatan. Mereka
saling mengenal karena bertetangga dekat ataupun
teman di sekolah yang letak rumahnya memang
tidak terlalu jauh.
C. Keinginan Anak terhadap Ruang Bermainnya
Keinginan terbesar anak-anak terhadap
tempat bermainnya adalah menanami tempat
bermainnya dengan vegetasi (tumbuh-tumbuhan),
dengan jenis tumbuhan terbesar yang diinginkan
adalah rumput serta pepohonan. Selain itu banyak
pula responden yang menginginkan dibangun
taman bermain yang dilengkapi permainan anak
seperti ayunan, rumah-rumahan, mobil-mobilan,
telusuran maupun jungkat-jungkit.

3.4 Kesesuaian dengan Standar
Dengan mengacu pada standar yang ditetapkan
oleh Departemen Pekerjaan Umum yaitu sebesar
2
0,5 m /jiwa, seharusnya minimal tersedia sebanyak
2
6.100 m ruang terbuka hijau yang sekaligus dapat
dijadikan arena bermain anak di lokasi studi. Pada
kenyataannya di lokasi studi hanya terdapat kurang
7

THE WERDHAPURA VILLAGE, 21 DESEMBER 2009

2

lebih 2.704,5 m lahan terbuka. Itupun sebagian
merupakan milik pribadi yang digunakan oleh
masyarakat umum.



VI. KESIMPULAN
Ditinjau dari jumlah dan luasannya, tempat
bermain di lokasi studi belum memenuhi standar
yang telah ditetapkan oleh departemen PU. Hal ini
juga terlihat dari masih banyaknya anak-anak yang
bermain di lokasi fasilitas umum yang bukan tempat
bermain, seperti jalan dan kuburan.
Dari sisi
kondisi fisiknya rata-rata tempat bermain belum
mengalami penataan dan hanya dibiarkan
seadanya. Hal ini juga berkaitan dengan status
kepemilikan lahan yang sebagai merupakan lahan
pribadi yang direlakan untuk digunakan sebagai
tempat bermain anak.
Berdasarkan penelitian ini, waktu bermain
anak-anak di wilayah studi mencapai rata-rata 3,2
jam per hari. Jumlah ini lebih besar dari penelitian
yang pernah dilakukan sebelumnya terhadap anakanak dari 3 kota besar di Indonesia, yang hanya
meliputi 2 jam/hari. Salah satu penyebabnya diduga
berkaitan dengan jenis permainan dan karakteristik
tempat bemain. Dari 10 titik lokasi bermain anakanak, sebagian besar merupakan lapangan
olahraga seperti lapangan badminton dan lapangan
bola. Hal ini kemungkinan juga mempengaruhi jenis
permainan yang bisa dimainkan anak-anak, yang
sebagian besar meliputi jenis permainan olahraga
seperti bulu tangkis, badminton, kasti dan sepak
bola. Jenis permainan olahraga semacam ini
biasanya dimainkan secara berkelompok dan dalam
waktu yang cukup lama. Berbeda dengan
permainan-permainan individu yang cenderung
membuat anak cepat menjadi bosan. Oleh karena
itu untuk memperpanjang waktu bermain anak di
luar rumah, yang semakin hari semakin sedikit,
perlu penyediaan ruang bermain anak dengan
setting
lapangan
olahraga
terbuka
yang
memungkinkan anak untuk berolahraga sekaligus
bermain permainan yang lain. Hal ini juga didukung
oleh aspirasi dari sebagian besar responden yang
menginginkan tempat bermainnya ditanami rumput
dan tumbuhan lain. Oleh karena itu untuk
meningkatkan
waktu
bermain
anak
serta
mengoptimalkan penggunaan tempat bemain,
rekomendasi dari studi ini adalah dengan menata
ruang bermain anak dengan setting alami (ditanami
rumput dan pohon), yang memungkingkan
permainan olahraga memungkinkan anak untuk
bermain dengan fleksibel. Lahan bermain yang
masih dimiliki oleh pribadi dapat diberikan insentif
oleh pemerintah daerah sehingga dapat digunakan
untuk penataan tempat bermain tersebut.



Untuk mengatasi keterbatasan lahan bermain di
kawasan padat penduduk:
• Lahan kosong milik pribadi yang berpotensi
untuk dijadikan taman bermain dapat diberikan
insentif oleh pemerintah daerah sehingga dapat
digunakan untuk penataan lahan tersebut
menjadi tempat bermain.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Astrini, W. (2005), Pengaruh Interior Ruang Belajar dan Bermain
terhadap Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik Anak di TK
Negeri Pembina Malang, Dimensi Interior, Vol.3, No.1,
Juni 2005:1-16
Burhan, M. (1999), Kondisi Lingkungan Bermain Anak di KotaKota Besar sebagai Dampak dari Proses Urbanisasi,
Seminar on Air ZOA No.6 tgl 13-17 Desember 1999.
Craig, W.M. et.al. (2000), Observation of Bullying in the
Playground and in the Classroom, School of Psikology
International, Vol.21, No.1:22-36.
Diani, M. (1998), Restructuring Architectural Theory,
Northwestern University Press.
Hurlock, E. (1978), Perkembangan Anak, Penerbit Erlangga,
Jakarta.
Natadjadja, L. (2007), Tempat Penitipan Anak, Mewah,
Menengah dan Sederhana
(Studi Perbandingan
Perkembangan Anak Balita Secara Kognitif, Motorik,
Afektif), Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 35, No.2,
Desember 2007:143-151
Mott, A., et.al. (1994), Patterns of Injuries to Children Public
Playgrounds, Disease in Childhood, Vol. 71:328-330
Prawesthi, A. (2004), Kondisi Lingkungan Bermain Anak pada
Beberapa Perumahan di Jakarta, dipresentasikan pada
Semiloka: Penyusunan Konsep dan Indikator Kota Ramah
Anak,
Jakarta,
13
Mei
2004,
www.kotalayakanak.org/index.php?option=com_content&t
ask=view&id=129&Itemid=2, diakses 30 Maret 2009.
Sanoff, H. (1991), Visual Research Method in Design, Van
Nostrand Reinhold, New York.
Saragih, JFB. (2007), Keberlanjutan Ruang Bermain Anak di
Permukiman
Rumah
Sederhana,
Laporan
Riset
Universitas Budi Luhur.
Sari, SM. (2006), Konsep Desain Partisipasi dalam Desain
Interior Ruang Terapi Perilaku Anak Autis, Dimensi
Interior, Vol. 4, No. 2, Desember 2006:90-96
Senda, M. (1992), Design of Children’s Play Environments,
Mc.Graw-Hill,Inc., Tokyo
Senda, M. (1998), Play Space for Children, Ichigaya Publishing
Co,Ltd
Wonoseputro, C. (2007), Ruang Publik sebagai Tempat Bermain
Bagi Anak-anak: Studi Kasus Pengembangan “The Urban
Zoo” bagi Kawasan Pecinan di Singapura, Dimensi Teknik
Arsitektur, Vol. 35, No. 1, Juli 2001:73-79
Worpole, K. (2002), No Particular Place to Go?: Children, Young
People and Public Space, Report for Groundwork, United

V. REKOMENDASI
Untuk meningkatkan waktu bermain anak serta
mengoptimalkan penggunaan tempat bemain,
rekomendasi dari studi ini adalah
• Menata ruang bermain anak dengan setting
alami (ditanami rumput dan pohon), yang
8
THE WERDHAPURA VILLAGE, 21 DESEMBER 2009

memungkinkan permainan olahraga serta
memungkinkan anak untuk bermain dengan
fleksibel secara berkelompok.
Meletakkan tempat bermain di tengah-tengah
pemukiman
Luas ideal tempat bermain adalah 150-200 m2.
Luasan
yang
disarankan
(150-200m2)
dimaksudkan agar anak-anak yang bermain
merasa
aman,
karena
kecenderungan
meletakkan sepeda dan barang-barang yang
lain di pinggir, sehingga mereka dapat
mengawasinya. Jarak ideal untuk adanya tiaptiap tempat bermain anak dalam satu
lingkungan pemukiman adalah adalah radius
34 m2
Kontur yang disukai adalah yang rata. Hal ini
terkait dengan jenis permainan yang sering
mereka mainkan yaitu permainan olahraga.

Kingdom,
www.groundwork.org.uk/upload/publications/publication6.p
df, diakses 7 Februari 2009)
Worpole, K. (2002), Play, Participation Potential: Putting Yooung
People at the Heart of Communities, Report for
Groundwork,
United
Kingdom,
www.groundwork.org.uk/upload/publications/publication11.
pdf, diakses 7 Februari 2009)

9
THE WERDHAPURA VILLAGE, 21 DESEMBER 2009