MOTIVASI BERHENTI MENGGUNAKAN NARKOBA PA

MOTIVASI BERHENTI MENGGUNAKAN NARKOBA
PADA MAHASISWA PENGGUNA NARKOBA DI BANJARBARU
BERDASARKAN TEORI ABRAHAM MASLOW
Disusun untuk Memenuhi Tugas mata Kuliah Metode Penelitian Kualitatif
Dosen Pengampu :
Dwi Nur Rachmah, S.Psi,MA
Rahmi Fauzia,MA,Psikolog

Disusun Oleh :
NOR MAI LEZA. I1C115019

PRODI PSIKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2017

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap tahunnya penggunaan narkoba (Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif lainnya)

semakin meningkat. Penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah, mengingat hampir
seluruh penduduk dunia dengan mudah mendapatkan narkoba dari orang-orang yang tidak
bertanggung jawab (Hawari, 2009). Istilah narkoba mulai dikenal pada sekitar tahun 1998, akibat
maraknya kasus penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat aditif terlarang. Agar lebih
mudah dalam penyebutan, masyarakat menyingkat istilah narkotika, psikotropika, dan zat aditif
terlarang menjadi narkoba. Sekarang istilah ini sudah sangat akrab di telinga masyarakat.
Istilah narkoba berasal dari Bahasa Inggris yakni Narcotics yang berarti obat bius.
Menurut pasal 1 undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang narkotika, narkoba yaitu suatu zat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi bahkan sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam
golongan-golongan sebagaimana terlampir di dalam undang-undang tersebut. Penyalahgunaan
narkoba yang terus menerus atau melebihi takaran yang telah ditentukan akan menyebabkan
ketergantungan. Ketergantungan atau kecanduan inilah yang akan mengakibatkan gangguan fisik
dan psikologis, karena terjadinya kerusakan system saraf pusat dan organ-organ tubuh seperti
jantung, paru-paru, hati, dan ginjal (Tim Ahli BNN. Mahasiswa dan Bahaya Narkotika.
Yogyakarta: BNN, 2014, hlm. 9).
Hal ini sesuai dengan pernyataan subjek dalam wawancara dengan peneliti pada hari
Minggu 16 April 2017, subjek merupakan mahasiswa pecandu narkoba yang mengaku
mengonsumsi salah satu jenis narkoba sejak 2014. Menurut paparannya, narkoba yang

dikonsumsinya adalah inex yaitu narkoba jenis psikotropika golongan II. Efek pada dirinya yaitu
merasa tenang seperti tidak ada pikiran sehingga membuatnya ketergantungan atau kecanduan.
Selain mengonsumsi narkoba, subjek mengaku juga mengonsumsi minuman keras sejak berada
di bangku SMP hingga saat ini. Subjek mengatakan bahwa dirinya menderita gangguan syaraf
setelah diperiksa kesehatannya.

Perkembangan peredaran dan penyalahgunaan narkoba setiap tahun terus meningkat,
karena itu pemerintah menetapkan status Indonesia saat ini sebagai negara darurat narkoba.
Data Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan pada Tahun 2014 pengguna narkoba
mencapai 4,2 juta jiwa dan di Tahun 2015 meningkat menjadi 5,1 juta, kemudian pada bulan
Mei tahun 2016 jumlahnya terus bertambah mencapai 5,9 juta jiwa.
Pada perkembangan di Kalimantan selatan sendiri berdasarkan informasi yang diperoleh
dari Banjarmasin Post (Sabtu, 17 Desember 2016), berikut kutipan dari berita tersebut :
“Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi Kalimantan Selatan, Komisaris Besar Polisi
Arnowo, mengungkapkan, angka pengguna narkoba di Kalimantan Selatan pada tahun 2015
mencapai 55.000 jiwa. Temuan ini merujuk hasil penelitian BNN bersama Universitas Indonesia
yang dilakukan pada 2015 lalu. Arnowo meyakini, pengguna narkoba di Kalsel jumlahnya terus
bertambah di tahun 2016 ini. Pihaknya mengaku telah melakukan pendampingan terhadap 3.000
lebih korban penyalahgunaan narkoba di Kalsel. Melalui pendampingan, ia mengetahui data riil
para pengguna narkoba”.

Berdasarkan data survey pravelensi penyalahgunaan narkoba pada kelompok rumah
tangga di 20 provinsi tahun 2015 oleh Pusat Penelitian Data dan Informasi Badan Narkotika
Nasional tahun 2016, ditemukan bahwa, mereka yang pernah pakai narkoba setahun terakhir
(current user) di tahun 2015 menyentuh angka 0,6%. Hal ini menunjukkan dari seribu orang, ada
enam orang yang pakai narkoba dalam setahun terakhir di tingkat rumah tangga umum. Mereka
yang pakai narkoba setahun terakhir kebanyakan berada di kelompok umur 20-29 tahun,
terutama di kota. Penyalahguna laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Di kota,
laki-laki yang pakai narkoba berada di kelompok umur 20-29 tahun, sedangkan di kabupaten
berumur diatas 30 tahun. Sementara itu, pada golongan perempuan, penyalahguna narkoba di
kota mayoritas berasal dari kelompok umur lebih dari 30 tahun, sedangkan di kabupaten pada
kelompok umur 10-19 tahun.
Dalam waktu yang relatif singkat beberapa tahun belakangan ini penyalahgunaan narkoba
telah menjadi momok yang begitu mengerikan. Hal ini dikarenakan narkoba dapat masuk
kesemua usia dan lapisan masyarakat. Para pengguna narkoba sebenarnya sangat memerlukan
perhatian semua pihak baik dari orang tua, masyarakat, maupun pemerintah, karena menyangkut

masa depan setiap orang, dampak penyalahgunaan narkoba pada setiap orang berbeda-beda
tergantung jenis yang digunakan (Hawari, 2009).
Melalui wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada Minggu, 16 April 2017, diketahui
bahwa kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua dan kebebasan anak untuk bermain di

luar karena pola asuh orang tua yang permisif atau selalu memberikan kesempatan pada anaknya
untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya, menjadikan subjek melakukan
perilaku-perilaku negatif yaitu minum-minuman beralkohol, merokok, hingga mengkonsumsi
obat-obatan terlarang bersama dengan teman-temannya. Subjek mengaku bahwa dia ingin
berhenti dari melakukan perilaku-perilaku negatif tersebut, tetapi subjek merasa kesulitan karena
teman-temannya yang selalu mempengaruhinya. Berhenti dari perilaku-perilaku negatif tersebut
tidaklah mudah. Namun jika ada motivasi dari dalam diri maupun dari dukungan sosial dapat
membuat seseorang berhenti untuk melakukan hal-hal buruk secara bertahap.
Motivasi merupakan dorongan individu untuk melakukan kegiatan yang bertujuan tidak
terlepas dari dalam maupun dari luar individu. Secara sederhana motivasi adalah tenaga
penggerak (motif) yang telah menjadi aktif. Motif yang menjadi aktif dimunculkan dalam bentuk
perilaku tertentu yang terarah pada tujuan tertentu dan terpelihara dalam waktu yang relatif lama
(Crow dan Crow, dalam Anima, 2000). Berdasarkan asumsi bahwa motif, alasan, dan tujuan
tidak mempunyai perbedaan makna yang krusial, maka motivasi telah lama menjadi perhatian
dan faktor-faktor mayor masyarakat dalam memandang perbuatan atau perilaku individu atau
kelompok (Rosana, 2000).
Wresniwiro (1999) berpendapat bahwa ada faktor yang berperan sangat besar dalam
proses kesembuhan korban penyalahgunaan obat-obatan terlarang atau narkoba antara lain faktor
motivasi individu untuk berhenti menggunakan narkoba dan keyakinan individu bahwa dirinya
akan mampu melepaskan diri dari pengaruh obat-obatan terlarang atau narkoba tersebut. Izul

(2006) menambahkan bahwa lingkungan juga menjadi faktor yang dapat membuat individu
memiliki keinginan atau kemauan untuk sembuh dari jeratan narkoba, mengurungkan niatnya
untuk tidak terbujuk rayuan para pengedar yang masih berkeliaran di dalam lingkungannya.
Akibat dari pengaruh kelompok atau lingkungan yang bersangutan dengan mudah dicapai oleh
pengedar, baik secara langsung atau melalui teman-teman pengguna sendiri. Hal ini mudah

terjadi karena adanya pengaruh dan sikap konformitas terhadap kelompok. Baik itu kelompok
dari orang kaya atau miskin.
Proses kesembuhan para pengguna narkoba memang tidak mudah, karena lebih banyak
ditentukan oleh faktor kemauan yang keras untuk terbebas dari jeratan narkoba dari diri
pengguna sendiri (Izul, 2006). Contohnya, seperti seorang artis yang biasa dipanggil Novia
Ardana. Ia mengatakan bahwa dirinya ingin sekali keluar dari jeratan narkoba tidak mudah.
Sensasi-sensasi saat menggunakan narkoba sering menggoda penggunaan narkoba untuk kembali
ke jeratan narkoba.Agar bisa keluar dari jeratan narkoba Novia Ardana menggunakan berbagai
macam cara, mulai dari masuk lembaga rehabilitasi sampai ia bersembunyi untuk tidak bertemu
dengan teman-teman yang menggunakan narkoba. Akhirnya dengan motivasi yang kuat, ia dapat
sembuh dan tidak menggunakan narkoba (Imawan, 2006).
Motivasi dan keyakinan pada kemampuan diri akan sangat membantu keberhasilan
individu dalam rangka melepaskan diri dari jeratan narkoba. Motivasi dan keyakinan individu ini
pulalah yang akan memberikan suatu keberanian individu untuk bisa kembali menjalani

kehidupan secara normal. Terkait dari hal tersebut, menurut Maslow, 1993, motivasi adalah
suatu proses tingkah laku manusia yang dibangkitkan dan diarahkan oleh kebutuhan yang ada
pada dirinya. Maslow (1993) menjelaskan motivasi terdapat lima kebutuhan yang bertingkat
yaitu kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial, akan penghargaan dan aktualisasi. Seseorang tidak
mudah memenuhi kebutuhannya. Apabila kebutuhan itu tidak terpenuhi maka seseorang akan
berusaha untuk memenuhinya dengan cara apapun yang bisa dilakukan. Berdasarkan
permasalahan dan fenomena diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Motivasi
berhenti menggunakan narkoba pada mahasiswa pengguna narkoba di banjarbaru berdasarkan
teori abraham maslow”.
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian penting dalam suatu penelitian yang bersifat kualitatif. Hal ini untuk
membatasi ruang lingkup penelitian yang akan dilakukan dan memegang peranan yang penting
dalam memandu serta mengarahkan jalannya suatu penelitian.
Masalah utama yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah motivasi berhenti
menggunakan narkoba pada mahasiswa pengguna narkoba di Banjarbaru berdasarkan teori

kebutuhan Abraham Maslow. Untuk dapat mempermudah dalam penelitian yang dilakukan maka
yang menjadi fokus penelitian mengenai permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Apa saja faktor-faktor penyebab individu menggunakan narkoba?
2. Apa saja faktor yang mendorong individu untuk berhenti menggunakan narkoba dari segi

motivasi intrinsik dan ekstrinsik?
3. Bagaimana motivasi individu untuk berhenti menggunakan narkoba dari segi teori
kebutuhan Abraham Maslow?

C. Signifikansi dan Keunikan Penelitian
Penelitian ini sebelumnya pernah dilakukan oleh Pradana Andita Nugroho, Ika Herani
dan Lusy Asa Akhrani pada tahun 2012 mengenai “Motivasi Berhenti Menggunakan Narkoba
pada Anak Jalanan Pengguna Narkoba Berdasarkan Teori Abraham Maslow”. Hasil penelitian
ini menunjukkan : 1) faktor penyebab anak menggunakan narkoba yaitu : faktor reaksi frustasi
karena adanya permasalahan dengan orang tua, rasa keingintahuan, tersediannya narkoba, dan
pengaruh teman. 2) motivasi berhenti menggunakan narkoba berdasarkan teori kebutuhan
Abaram Maslow : adanya kebutuhan sosial dari orang tua (ibunya) karena subyek tidak
dianggap anak lagi apabila masih menggunakan narkoba, kebutuhan sosial dari lingkungan
karena subjek dijauhi atau dimusuhi oleh teman-temannya karena menggunakan narkoba, dan
kebutuhan keamanan karena merasa ada ketakutan jika tertangkap oleh polisi. Selain itu juga
pernah dilakukan oleh Karyani Puspita Kusumaningsih pada tahun 2007 mengenai “Motivasi
Berhenti Menggunakan Narkoba (Studi Kualitatif Pada Mantan Pengguna Narkoba)”. Hasil
penelitian menunjukkan : 1) faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi individu berhenti
menggunakan narkoba dibedakan atas faktor intern meliputi: sikap, minat, kondisi fisik dan
mental dalam diri individu dan faktor ekstern meliputi perhatian keluarga, perhatian orang yang

dicintai, dan faktor teman dekat. 2) dari faktor-faktor tersebut, motivasi berhenti menggunakan
narkoba menimbulkan tiga dimensi psikologi, yaitu: (1) sikap dan perilaku subjek diperoleh
motivasi intern dan ekstern yang bersifat positif, maka kondisi subjek tidak akan menggunakan
narkoba kembali. (2) sikap dan perilaku subjek diperoleh motivasi intern bersifat negatif dan
ekstern yang bersifat positif atau sebaliknya (motivasi intern bersifat positif dan ekstern yang
bersifat negatif), maka kondisi subjek ada kemungkinan kembali menggunakan narkoba. (3)

sikap dan perilaku subjek tidak dipengaruhi motivasi intern dan ekstern, maka kondisi subjek
tidak mempunyai motivasi berhenti menggunakan narkoba. 3) kegiatan-kegiatan yang dilakukan
oleh subjek untuk dapat berhenti menggunakan narkoba, antara lain: (1) individu melakukan
kegiatan olah raga, (2) individu melakukan kegiatan bekerja, dan (3) individu melakukan
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pendidikan, seperti aktif di kuliah dan kegiatan di
kampus.
Tidak banyak penelitian yang membahas mengenai motivasi berhenti menggunakan
narkoba berdasarkan teori kebutuhan Abraham Maslow. Karena itu, saya hanya dapat
menemukan satu penelitian yang fokus penelitiannya sama yaitu motivasi berhenti menggunakan
narkoba berdasarkan teori Abraham Maslow tetapi dengan subjek penelitian yang berbeda yaitu
anak jalanan. Adapun penelitian mengenai motivasi berhenti menggunakan narkoba pada
mahasiswa pengguna narkoba berdasarkan teori Abraham Maslow sejauh ini belum ditemukan,
khususnya di Banjarbaru Kalimantan Selatan.

Dengan belum adanya penelitian tentang motivasi berhenti menggunakan narkoba pada
mahasiswa pengguna narkoba di Banjarbaru berdasarkan teori Abraham Maslow, maka hal ini
menggugah peneliti untuk melakukan penelitian mengenai motivasi berhenti menggunakan
narkoba pada mahasiswa pengguna narkoba di Banjarbaru berdasarkan teori Abraham Maslow.
Dan dengan digunakannya metode kualitatif dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan
hasil yang maksimal.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui faktor-faktor penyebab individu menggunakan narkoba.
2. Mengetahui faktor yang mendorong individu untuk berhenti menggunakan narkoba dari
segi motivasi intrinsik dan ekstrinsik.
3. Menjelaskan motivasi individu untuk berhenti menggunakan narkoba dari segi teori
kebutuhan Abraham Maslow.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang yang akan didapatkan dari penelitian ini, yaitu:

a. Manfaat Teoritis
Dapat berguna bagi peneliti selanjutnya dengan permasalahan yang sama untuk
menambah pengetahuan tentang masalah narkoba maupun motivasi untuk berhenti
menggunakan narkoba. Selain itu dapat digunakan sebagai wacana bagi masyarakat

untuk menambah pengetahuan tentang narkoba dan mengetahui motivasi pengguna
narkoba untuk berhenti menggunakan narkoba.
b. Manfaat Praktis
Dapat menjadi bahan pertimbangan bagi kalangan pemerhati masalah narkoba untuk
dapat lebih memahami dan mengambil tindakan-tindakan dalam memberikan bantuan
yang tepat guna dan bermanfaat bagi pembentukan. Adapun untuk pengguna narkoba itu
sendiri adalah untuk lebih mengetahui dan memahami dampak negatif dari penggunaan
narkoba dan dengan informasi ini diharapkan para pengguna narkoba akan termotivasi
untuk berbagi pengalaman dengan pengguna lain sehingga akan lebih banyak pengguna
yang berhasil lepas dari jeratan narkoba.
c. Manfaat Operasional
Memberikan pengetahuan bagi masyarakat secara umum dan mahasiwa secara khusus
tentang motivasi berhenti menggunakan narkoba pada mahasiswa pengguna narkoba di
Banjarbaru berdasarkan teori kebutuhan Abraham Maslow.

BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN

A. Motivasi
1. Pengertian Motivasi

Kata motivasi berasal dari bahasa latin “Movere” yang artinya menimbulkan pergerakan.
Motivasi itu berarti membangkitkan motif, membangkitkan daya gerak, menggerakkan seseorang
atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu (Sobur,
2009). Menurut RA. Supriyono, motivasi adalah kemampuan untuk berbuat sesuatu sedangkan
motif adalah kebutuhan, keinginan, dorongan untuk berbuat sesuatu. Motivasi seseorang
dipengaruhi oleh stimuli kekuatan intrinsik yang ada pada individu yang bersangkutan. Stimuli
eksternal mungkin dapat pula mempengaruhi motivasi tetapi motivasi itu sendiri mencerminkan
reaksi individu terhadap stimuli tersebut (Supriyono, 2003 : 329). Sedangkan motivasi menurut
Maslow adalah suatu proses tingkah laku manusia yang dibangkitkan dan diarahkan oleh
kebutuhan (Maslow, 1993).
2. Jenis Motivasi
Djamarah (2002) menyebutkan motivasi terbagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu motivasi
intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
a. Motivasi Instrinsik
Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu
dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan
sesuatu. Motivasi intrinsik datang dari hati sanubari umumnya karena kesadaran yang timbul dari
dalam diri.
Djamarah (2002) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi intrinsik yaitu
:
1) Kebutuhan

Seseorang melakukan aktivitas (kegiatan) karena adanya kebutuhan baik biologis maupun
psikologis.
2) Harapan
Seseorang dimotivasi oleh karena keberhasilan dan adanya harapan keberhasilan bersifat
pemuasan diri seseorang, keberhasilan dan harga diri meningkat dan menggerakkan seseorang ke
arah pencapaian tujuan.
3) Minat
Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keinginan pada suatu hal tanpa ada yang menyuruh.
b. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya
perangsang atau pengaruh dari orang lain sehingga seseorang berbuat sesuatu (Djamarah, 2002).
Djamarah (2002) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ekstrinsik
adalah :
1) Dorongan Keluarga
Dorongan keluarga merupakan desakan atau anjuran yang berasal dari sanak saudara atau kaum
kerabat.
2) Lingkungan
Lingkungan adalah tempat dimana seseorang tinggal. Lingkungan dapat mempengaruhi
seseorang sehingga dapat termotivasi untuk melakukan sesuatu. Selain keluarga, lingkungan juga
mempunyai peran yang besar dalam memotivasi seseorang dalam merubah tingkah lakunya.
Dalam sebuah lingkungan yang hangat dan terbuka, akan menimbulkan rasa kesetiakawanan
yang tinggi.
3) Imbalan
Seseorang dapat termotivasi karena adanya suatu imbalan sehingga orang tersebut ingin
melakukan sesuatu.

3. Teori Hierarki Motivasi dari Abraham Maslow
Abraham maslow sebagai salah satu ilmuwan yang memfokuskan diri pada pendekatan
humanistic mengemukakan model motivasi berdasarkan teori kebutuhan manusia. Maslow
mempercayai bahwa manusia tidak terlepas dari motif yang diinginkannya sehingga
menghasilkan tingkah laku sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Kebutuhan dasar seperti
kebutuhan yang bersifat fisik dan kebutuhan yang bersifat social akan menghasilkan suatu
pencapaian hidup yang lebih tinggi atau self actualization (Febriana et al., 2012).
Hirarki kebutuhan maslow berdasarkan kebutuhan manusia seperti yang disebutkan oleh
Passer dan Smith (2007) terdiri dari kebutuhan fisiologis (physiological needs), kebutuhan akan
rasa aman (safety needs), kebutuhan untuk memiliki dan cinta (belongingness and love needs),
kebutuhan akan harga diri (esteem needs), kebutuhan akan pengetahuan (cognitive needs),
kebutuhan akan seni (aesthetic needs), dan aktualisasi diri (self actualization).
Maslow meyakini bahwa setelah memenuhi kebutuhan yang mendasar maka selanjutnya
akan meningkat menuju pemenuhan kebutuhan di tingkat selanjutnya. Apabila kebutuhan yang
di tingkat bawah tidak terpenuhi atau tidak terpuaskan maka individu akan mengalami
kemunduran dengan berusaha memenuhi kebutuhan yang mendasar, begitu seterusnya sampai
semua kebutuhan terpenuhi dan dapat menuju kebutuhan di tingkat yang tertinggi yaitu

aktualisasi

diri

(Febriana

et

al.,

2012).

Actu
aliza
tion
Nee
Aesthetic
ds

Needs

Cognitive Needs
Esteem Needs
Belongingness and love needs
Safety Needs
Psysiological Needs

Gambar 1 Hierarki Motivasi dari Abraham Maslow

1) Kebutuhan fisiologis (physiological needs)
Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam hierarki Maslow.
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang sangat primer dan mutlak harus dipenuhi

untuk memelihara homeostatis biologis dan kelangsungan kehidupan bagi tiap
manusia, apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi maka dapat mempengaruhi kebutuhan
yang lain. Kebutuhan fisiologis bersifat lebih mendesak untuk dilakukan daripada
kebutuhan-kebutuhan lain yang ada pada tingkat yang lebih tinggi.
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan paling mendasar dari setiap manusia
termasuk didalamnya adalah makanan, air, oksigen, mempertahankan suhu tubuh, dan
lain sebagainya. Orang-orang yang terus menerus lapar akan termotivasi untuk
makan, dibandingkan termotivasi mencari atau memperoleh harga diri. Orang-orang
yang kelaparan akan terus menerus berpikir tentang makanan dan bersedia untuk
melakukan apapun demi mendapatkan makanan (Feist dan Feist, 2010).
2) Kebutuhan akan rasa aman (safety needs)
Kebutuhan akan rasa aman berada pada tingkat psikologis. Individu memerlukan
dunia yang aman dan konsisten, tetapi kehidupan tidak selalu bekerja sama. Politik,
hukum, dan ketertiban dapat mempengaruhi kemanan yang dirasakan individu
(Goble, 1987).
Kebutuhan akan keamanan mencakup keamanan fisik, stabilitas, ketergantun,
perlindungan, dan kebebasan dan kekuatan-kekuatan yang mengancam, seperti
perang, terorisme, penyakit, rasa takut, kecemasan, bahaya, kerusuhan, dan bencana
alam. Kebutuhan akan hukum, ketentraman, dan keteraturan juga merupakan bagian
dari kebutuhan akan keamanan. Ketika manusia tidak berhasil memenuhi kebutuhan
rasa aman tersebut, mereka akan mengalami apa yang disebut Abraham Maslow
sebagai kecemasan dasar atau basic anxiety (Feist dan Feist, 2010). Kebutuhan akan
kemanan berupa keselamatan dan perlindungan dari kerugian fisik maupun kerugian
emosional (Robbins, 2006).
3) Kebutuhan akan cinta dan keberadaan (belongingness and love needs)
Konsep Abraham Maslow dalam kebutuhan akan cinta dan keberadaan mencakup
memberi dan menerima cinta. Memberi cinta adalah usaha untuk mengisi kekosongan
dengan memahami dan menerima orang lain. Menerima cinta adalah cara
menghindari kepedihan, kesepian, dan penolakan. Kebutuhan akan rasa cinta akan
kehilangan daya tarik ketika individu merasa sudah cukup terpenuhi. Pada umumnya,
individu akan melewati kebutuhan fisiologis, keamanan, kemudian penghormatan

atau harga diri, tetapi beberapa orang ada pula yang menyebrangi yakni ingin
dihormati sebelum menginginkan cinta (Griffin, 2012).
Kebutuhan akan cinta dan keberadaan (belongingness and love needs) mencakup
keinginan untuk bertemu, keinginan untuk mempunyai pasangan dan anak, kebutuhan
untuk menjadi bagian dari sebuah keluarga, sebuah perkumpulan, lingkungan
masyarakat atau negara. Cinta dan keberadaan juga mencakup beberapa aspek dari
seksualitas dan hubungan dengan manusia lain dan juga kebutuhan untuk memberi
dan mendapatkan cinta (Feist dan Feist, 2010). Kebutuhan akan cinta dan keberadaan
disebut juga sebagai kebutuhan social yang mencakup kasih sayang, rasa memiliki,
diterima baik dan persahabatan (Robbins, 2008).
Abraham Maslow (Feist dan Feist, 2010) membagi tiga kelompok untuk
mengkategorikan kebutuhan akan cinta dan keberadaan, yaitu:
a. Kelompok pertama
Orang yang kebutuhan akan cinta dan keberadaannya cukup terpenuhi sejak
dari masa kecil, sehingga tidak menjadi panic ketika cintanya ditolak. Orang
semacam ini mempunyai kepercayaan diri bahwa mereka akan diterima oleh
orang-orang yang penting bagi mereka, sehingga ketika orang lain melakukan
penolakan, mereka tidak merasa hancur.
b. Kelompok kedua
Kelompok yang terdiri dari orang-orang yang tidak pernah merasakan cinta
dan keberadaan, oleh karena itu mereka menjadi tidak mampu memberikan
cinta. Mereka jarang atau bahkan tidak pernah dipeluk atau disentuh ataupun
mendapatkan pernyataan cinta dalam bentuk apapun. Abhraham Maslow
percaya bahwa orang semacam ini lama-kelamaan akan belajar untuk tidak
mengutamakan cinta dan terbiasa dengan ketidakhadiran cinta.
c. Kelompok ketiga
Kelompok yang terdiri dari orang-orang yang menerima cinta dan keberadaan
hanya dalam jumlah sedikit, sehingga akan sangat termotivasi untuk
mencarinya. Dengan kata lain, orang yang menerima sedikit cinta mempunyai
kebutuhan akan kasih sayang dan penerimaan yang lebih besar daripada orang

yang menerima cinta dalam jumlah cukup atau tidak menerima cinta sama
sekali.
4) Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs)
Kebutuhan akan penghargaan terbagi menjadi dua, yakni harga diri dan
pengakuan orang lain. Harga diri adalah hasil dari kompetensi atau penguasaan tugas.
Pengakuan orang lain adalah penilaian orang lain terhadap kekuasaan yang dimiliki
(Goble, 1987).
Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs) mencakup penghormatan diri,
kepercayaan diri, kemampuan dan pengetahuan yang orang lain hargai tinggi.
Abraham Maslow (Feist dan Feist, 2010) mengidentisikasikan dua tingkatan
kebutuhan akan penghargaan, yaitu:
a. Reputasi
Reputasi merupakan persepsi akan gengsi, pengakuan, atau ketenaran
yang dimiliki seseorang dilihat dari sudut pandang orang lain.
b. Harga diri
Harga diri merupakan perasaan pribadi seseorang bahwa dirinya bernilai
atau bermanfaat dan percaya diri. Harga diri ini didasari oleh dari sekedar
reputasi maupun gengsi. Harga diri menggambarkan keinginan untuk
memperoleh kekuatan, pencapaian atau keberhasilan, kecukupan, penguasaan
dan kekampuan, kepercayaan diri di hadapan dunia, serta kemandirian dan
kebebasan. Dengan kata lain, harga diri didasari oleh kekampuan nyata dan
bukan hanya didasari oleh opini dari orang lain. Setelah orang memenuhi
kebutuhan mereka akan penghargaan, mereka siap untuk mengejar aktualisasi
diri yang merupakan kebutuhan tertinggi yang diungkapkan oleh Abraham
Maslow.
5) Kebutuhan kognitif (cognitive needs)
Abraham Maslow menjelaskan bahwa sebagian besar orang mempunyai
keinginan untuk mengetahui, memecahkan misteri, memahami, dan untuk menjadi
penasaran dan keinginan-keinginan ini disebut kebutuhan kognitif. Ketika kebutuhan
kognitif tidak terpenuhi, maka semua kebutuhan pada konatif terancam tidak dapat

terpenuhi pula, karena pengetahuan merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk
memenuhi kelima kebutuhan konatif tersebut (Feist dan Feist, 2010).
Orang-orang dapat memenuhi kebutuhan fisiologis dengan mengetahui cara
mendapatkan makanan, minuman, kebutuhan keamanan dapat terpenuhi dengan
megetahui cara berhubungan dengan orang lain, kebutuhan akan penghargaan dapat
terpenuhi dengan mengetahui cara memperoleh rasa percaya diri, dan kebutuhan akan
aktualisasi diri dapat terpenuhi dengan cara menggunakan sepenuhnya potensi
kognitif mereka (Feist dan Feist, 2010).
Abraham Maslow percaya bahwa orang yang sehat mempunyai keinginan untuk
mengetahui lebih besar, untuk berteori, untuk membuktikan hipotesis, untuk
menyelesaikan misteri, atau untuk mengetahui cara sesuatu dapat berfungsi hanya
karena penasaran mereka, mengalami hambatan dalam membuktikan rasa penasaran,
atau yang telah menolak masuknya informasi ke dalam dirinya, maka dapat terjangkit
penyakit yang berupa sikap skaptik, kecewa, dan sinis (Feist dan Feist, 2010).
6) Kebutuhan estetika (aesthetic needs)
Abraham Maslow menjelaskan bahwa kebutuhan estetika ini tidak bersifat
universal, akan tetapi ada sebagian orang di setiap kultur yang terdorong oleh
kebutuhan atau keindahan dan pengalaman yang menyenangkan secara estetis.
Orang-orang dengan kebutuhan estetika kuat menginginkan lingkungan yang indah
dan teratur. Abraham Maslow meyakini bahwa ketika kebutuhan ini tidak terpenuhi,
seperti berada pada lingkungan yang tidak indah dan tidak teratur, maka mereka akan
sakit secara fisik maupun psikologis (Feist dan Feist, 2010).
7) Kebutuhan aktualisasi diri diri (self actualization needs)
Abraham Maslow menggambarkan kebutuhan untuk aktualisasi diri sebagai
keinginan untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya dan keinginan untuk mampu
dalam segala sesuatu. Kebutuhan aktualisasi diri dapat mengambil banyak bentuk,
tergantung pada individu itu sendiri. Variasi ini dapat mencakup pencarian
pengetahuan, pemahaman, perdamaian, pemenuhan diri, makna hidup, atau
keindahan (Goble, 1987).
Abraham Maslow menjelaskan kebutuhan akan aktualisasi diri mencakup
pemenuhan diri, sadar akan semua potensi diri dan keinginan untuk menjadi sekreatif

mungkin. Aktualisasi diri adalah proses bawaan dimana orang cenderung untuk
tumbuh secara spiritual dan menyadar potensinya (Feist dan Feist, 2010).
Individu akan mentransedensikan dirinya dan menjadi satu dengan dunia serta
merasa sepenuhnya puas dengan diri mereka dalam aktualisasi diri. Pemikiran ini
yang disebut Abraham Maslow sebagai pengalaman puncak (peak experience).
Pengalaman puncak umum dialami oleh orang yang telah mengakualisasi diri
sepenuhnya. Pemahaman yang didapatkan melalui pengalaman puncak ini membantu
orang untuk mempertahankan kepribadian yang dewasa. Orang seperti ini terpenuhi
secara spiritual yakni merasa nyaman dengan dirinya sendiri dan dengan orang lain,
mencintai dan kreatif, realitas dan produktif. Pengalaman puncak dapat ditemukan
dalam pertemanan, keluarga, pekerjaan, dan kehidupan sehari-hari (Friedman dan
Schustack, 2006).
Orang yang mencapai aktualisasi diri adalah individu yang memiliki pengetahuan
realitas mengenai dirinya dan mampu menerima diri apa adanya, mandiri, spontan,
dan menyenangkan karena rasa humor yang baik, sehingga mampu membangun
hubungan yang intim dan umumnya mencintai sesama. Mereka juga adalah orang
yang tidak mudah mengikuti orang lain (Friedman dan Schustack, 2006).
Orang yang mengaktualisasikan diri dapat mempertahankan harga diri mereka
bahkan ketika mereka dimaki, ditolak dan diremehkan orang lain. Dengan kata lain,
orang-orang mengaktualisasikan diri tidak bergantung pada pemecahan kebutuhan
cinta maupun kebutuhan akan penghargaan. Mereka menjadi mandiri sejak kebutuhan
level rendah yang memberi mereka kehidupan (Feist dan Feist, 2010).

B. Narkoba
1. Pengertian Narkoba
Ahmadi Sofyan (2007) berpendapat, narkotika atau dalam istilah disebut sebagai drug
adalah sejenis zat yang memiliki ciri-ciri tertentu. Narkoba dalah segolongan obat, bahan, atau
zat yang jika masuk ke dalam tubuh berpengaruh terutama pada fungsi otak (susunan syaraf
pusat) dan sering menimbulkan ketergantungan (adiktif), terjadi perubahan pada kesadaran,
pikiran, perasaan, dan perilaku pemakainya.

Pramono U. Thantawi (2003) berpendapat bahwa narkoba terdiri dari dua zat, yakni
narkotika dan psikotropika. Dan secara khusus dua zat ini memiliki pengertian, jenis (golongan),
serta diatur dengan Undang-undang No. 22 tahun 1997, sedangkan psikotropika diatur dengan
Undang-undang No. 5 tahun 1997, dan Undang-undang ini merupakan langkah pemerintah
Indonesia untuk meratifikasi konveksi PBB tentang pemberantasan peredaran gelap narkotika
dan psikotropika tahun 1988.
Narkotika sebagaimana bunyi pasal 1 UU No. 22 didefinisikan sebagai zat obat yang
berasal dari tanaman bakau, baik sintetis maupun semi sintetsi, yang dapat menyebabkan
penurunan perubahan kesadaran, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan.
1.1 Jenis-jenis Narkoba
Narkoba dibagi dalam 3 jenis yaitu Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif lainnya.
Penjelasan mengenai jenis-jenis narkoba adalah sebagai berikut:
a. Narkotika
Menurut
narkotika adalah

Soerdjono
Zat

yang

Dirjosisworo
bisa

menimbulkan

mengatakan
pengaruh

bahwa pengertian
tertentu

bagi

yang

menggunakannya dengan memasukkan kedalam tubuh. Pengaruh tersebut bisa berupa
pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat dan halusinasi atau timbulnya
khayalan-khayalan. Sifat-sifat tersebut yang
medis bertujuan dimanfaatkan bagi

diketahui dan ditemukan dalam dunia

pengobatan dan kepentingan manusia di bidang

pembedahan, menghilangkan rasa sakit dan lain-lain.
Narkotika digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu (Undang- Undang Republik
Indonesia Nomor 22 tahun 1997) :
 Narkotika

golongan

I adalah

narkotika

yang

paling

berbahaya.

Daya

adiktifnya sangat tinggi. Golongan ini digunakan untuk penelitian dan ilmu
pengetahuan. Contoh : ganja, heroin, kokain, morfin, dan opium.

 Narkotika golongan II adalah narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi
bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : petidin, benzetidin, dan
betametadol.
 Narkotika golongan III adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan,
tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : kodein dan
turunannya.
b. Psikotropika
Psikotopika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun
sintesis, yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas normal dan perilaku.
Psikotropika digolongkan lagi menjadi 4 kelompok adalah :
 Psikotropika golongan I adalah dengan daya adiktif yang sangat kuat, belum
diketahui manfaatnya untuk pengobatan dan sedang diteliti khasiatnya. Contoh:
MDMA, LSD, STP, dan ekstasi.
 Psikotropika golongan II adalah psikotropika dengan daya adiktif kuat serta
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : amfetamin, metamfetamin,
dan metakualon.
 Psikotropika golongan III adalah psikotropika dengan daya adiksi sedang serta
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : lumibal, buprenorsina, dan
fleenitrazepam.
 Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan
serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : nitrazepam (BK,
mogadon, dumolid ) dan diazepam.
c. Zat adiktif lainnya
Zat adiktif lainnya adalah zat - zat selain narkotika dan psikotropika yang dapat
menimbulkan ketergantungan pada pemakainya, diantaranya adalah :

 Rokok
 Kelompok

alkohol

dan

minuman

lain

yang

memabukkan

dan

menimbulkan ketagihan.
 Thiner dan zat lainnya, seperti lem kayu, penghapus cair dan aseton, cat, bensin
yang

bila

dihirup

akan

dapat

memabukkan

(Alifia, 2008).

2. Faktor-faktor penyebab penyalahgunaan narkoba
Menurut Roebyantho (1991) mengungkapkan bahwa ada dua faktor yang
menyebabkan remaja menggunakan narkoba diantaranya:
a. Faktor intern, dimana factor ini datang dari dalam diri pengguna itu sendiri.
b. Faktor ekstern, factor dyang datangnya dari luar diri remaja yaitu factor sekolah,
keluarga, dan masyarakat. Keluarga juga bisa menyebabkan anak menggunakan narkoba,
yaitu karena anggota keluarga (ayah, ibu, atau saudara kandung) gagal menjalankan
peran dan kewajiban mereka didalam keluarga, sehingga menyebabkan kekacauan
didalamnya. Contohnya perceraian orang tua, tidak adanya komunikasi antara orang tua
dengan anak, dan sebagainya.
Muchlis Catio (2006) dari Badan Narkotika Nasional mengemukakan, jika dicari
informasi mengapa seseorang bisa ikut terlibat ke dalam pemakaian narkoba maka ditemukan
beberapa faktor, yaitu:
 Rasa ingin tahu atau coba-coba
 Ikut-ikutan teman yang menggunakan narkoba
 Solidaritas kelompok
 Biar terlihat gaya (terpengaruh oleh gaya hidup yang modern yang salah)
 Mencari kegairahan atau excitemen
 Agar merasa lebih baik
 Bisa melupakan masalah dan menghilangkan stress
 Menunjukkan kehebatan atau kekuaaan
 Ingin tampil menonjol dari teman-teman yang lain

 Meraa sudah dewasa
 Menunjukkan sikap berontak
 Untuk mengurangi rasa sakit
 Mengikuti tokoh idola
3. Dampak Mengonsumsi Narkoba
Jenis narkoba yang sering disalahgunakan oleh remaja adalah sebagai berikut:
a. Ganja
Ganja yang paling banyak dikonsumsi berbentuk minyak (canabis), balok
(hashish), atau hasil pengeringan (marijuana). Ganja dipakai dengan cara dimakan begitu
saja, dicampurkan ke- dalam masakan, atau dicampur bersama tembakau sebagai rokok.
Ganja mengandung zat psikoaktif yang disebut Delta-9 tetra hydro cannabinol atau THC.
Tanaman ganja juga mengandung kana-binoid lain seperti kanabidiol dan asam tetra
hydro kanabidiolat (Yanny, 2001).
Hawari (2002), mengungkapkan perubahan mental dan perilaku pada pengguna
ganja yaitu:
1) Jantung berdebar-debar (palpitasi)
2) Gejala psikologik:
a) Euforia (rasa gembira tanpa sebab)
b) Halusinasi dan delusi
c) Perasaan waktu berlalu dengan lambat misal 10 menit dirasakan sebagai 1 jam
d) Apatis
3) Gejala fisik:
a) Mata merah
b) Nafsu makan bertambah
c) Mulut kering

d) Perilaku
b. Amphetamine (Ecstasy dan Shabu- shabu)
Hawari (2002), mengungkapkan bahwa narkoba jenis amphetamin (psikotropika
golongan I) misalnya pil ekstasi (ditelan) dan shabu-shabu (dengan cara dihirup dengan
menggunakan alat khusus yang disebut “Bong”). Idries (2003) mengatakan ekstasi/
methamphetamines dalam bentuk pil yang berakibat kondisi tubuh memburuk dan
tekanan darah semakin tinggi. Gejalanya suka bicara , rasa cemas dan gelisah, tidak dapat
duduk dengan tenang, denyut nadi terasa cepat, tangan dan jari selalu bergetar.
Yanny

(2001),

mengungkapkan

bahwa

ekstasi

diklasifikasikan

sebagai

Amfetamin yang dapat menimbulkan efek halusinasi. Bentuk dan warnanya sangat
beragam, tergantung dari kadar kemurniannya, mulai dari tablet berwarna coklat dan
putih, kapsul merah muda, kuning atau bening. Pengaruh ekstasi terjadi 30-60 menit
setelah ditelan, mencapai puncak dalam 2-4 jam dan dapat berlangsung selama beberapa
jam tergantung dari jumlah obat yang digunakan.
c. Opiat (morphine, heroin/putaw)
Idries (2003), mengungkapkan bahwa heroin dihasilkan melalui proses kimia atas
bahan baku morfin. Heroin yang diedarkan sering dalam bentuk bubuk berwarna putih
keabu-abuan atau coklat. Dinikmati dengan cara mencium.
Yanny (2001), mengungkapkan heroin adalah candu yang berasal dari opium
poppy (papaver somniferum). Jenis obat dari heroin antara lain: Bero, Smack, Scag,
H.Junk, Gear atau Borse. Heroin dapat digunakan dengan cara dihisap, disedot atau
disuntikkan. Heroin jarang sekali ditelan, karena cara itu tidak cukup efektif. Penggunaan
yang paling popular adalah dengan cara memanaskan bubuk heroin diatas kertas
alumunium foil dan menghisap asapnya dengan menggunakan pipa kecil atau gulungan
kertas. Penyuntikkan dapat dilakukan dengan menyuntikkan melalui otot, subkutan
(dibawah kulit) atau lewat pembuluh vena (pembuluh darah balik).
Yanny (2001), mengungkapkan efek psikologis meliputi perasaan bebas dari rasa
sakit, perasaan tegang diikuti perasaan senang, pusing, hangat dan keinginan bersuka ria.
Sedangkan efek fisik yang khas adalah tertariknya bola mata (miosis). Orang yang

menggunakan heroin untuk pertama kali sering me- ngalami mual-mual, muntah dan
gatal- gatal.Hawari (2002), mengungkapkan perubahan mental dan perilaku yaitu sebagai
berikut:
1) Pupil mata mengecil atau sebaliknya melebar
2) Euforia atau sebaliknya disforia
3) Apatis, retardasi psikomotorik seperti lesu dan tidak bertenaga
4) Mengantuk, pembicaraan cadel/pelo
5) Gangguan pemusatan perhatian atau konsentrasi
6) Daya ingat menurun, tingkah laku maladaptif
d. Kokain
Hawari (2002), mengungkapkan bahwa kokain digunakan dengan cara
dihirup/disedot melalui hidung. Perubahan mental dan perilaku yaitu sebagai berikut:
1) Agitasi psikomotorik (hiperaktif)
2) Rasa gembira (elation), rasa harga diri meningkat (grandiosity)
3) Banyak

bicara,

kewaspadaan meningkat (paranoid)

4) Jantung berdebar-debar (palpitasi), pupil mata melebar (dilatasi pupil)
5) Tekanan darah naik (hypertensi), berkeringat berlebihan dan kedinginan

e. Alkohol
Hawari (2002), mengungkapkan bahwa miras atau minuman keras adalah jenis
narkoba dalam bentuk minuman yang mengandung alkohol tidak peduli berapa kadar
alkohol didalamnya. Alkohol termasuk zat adiktif, artinya zat tersebut dapat
menimbulkan adiksi (addiction) yaitu ketagihan dan dependensi (ketergantungan).
Hawari (2002), menjelaskan gangguan mental organik yang terjadi pada diri seseorang
yang menggunakan alkohol yaitu:

1) Terdapat dampak berupa perilaku misalnya perkelahian dan tindakan kekerasan.
2) Gejala fisiologik
a) Pembicaraan cadel (slurred speech)
b) Gangguan koordinasi, cara jalan yang tidak menetap
c) Mata juling (nistagmus), muka merah
3) Gejala psikologik
a) Perubahan alam perasaan (afek/mood)
b) Mudah marah dan tersinggung (irritabilitas)
c) Banyak bicara (melantur), gangguan perhatian/konsentrasi
f. Sedatif / Hipnotik
Didunia kedokteran terdapat jenis obat yang berkhasiat sebagai “Obat tidur”
(sedative/hipnotik) yang mengandung zat aktif nitrazepam atau barbiturat atau senyawa
lain yang berkhasiat serupa. Penggunaan sedatif/hipnotik ini yang seharusnya sebagai
pengobatan (medi- cine) bila disalahgunakan dapat menimbulkan ketagihan (adiksi) dan
ketergantungan (dependen), apalagi bila dosisnya melampui batas (Hawari, 2002).
Hawari (2002), mengungkapkan bahwa perubahan mental dan perilaku bagi
pemakai yaitu sebagai berikut:
1) Gejala psikologik
a) Emosi labil
b) Hilangnya hambatan dorongan/impulse seksual dan agresif
c) Mudah tersinggung dan marah, banyak bicara (melantur)
2) Gejala neurologik
a) Pembicaraan cadel, gangguan koordinasi
b) Cara jalan yang tidak menetap, gangguan perhatian atau daya ingat

3) Perilaku maladaptive
BNN mengungkapkan dampak penyalahgunaan narkoba antara lain:
1. Gangguan kesehatan jasmani: fungsi organ tubuh terganggu (hati, jantung, paru, otak
dan lain-lain)
2. Penyakit menular karena pemakaian jarum suntik bergantian (hepatitis B/C,
HIV/AIDS)
3. Overdosis yang menyebabkan kematian, ketergantungan, yang menyebabkan gejala
sakit jika pemakaiannya dihentikan atau dikurangi, serta meningkatkan jumlah
narkoba yang dikonsumsi.
4. Gangguan kesehatan jiwa (gangguan perkembangan mental-emosional, paranoid)
5. Gangguan dalam kehidupan keluarga, sekolah dan sosial (pertengkaran, masalah
keuangan, putus sekolah, menganggur, kriminalitas, dipenjara, dikucilkan dan lainlain).

C. Perspektif Teoritis
Motivasi itu berarti membangkitkan motif, membangkitkan daya gerak, menggerakkan
seseorang atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu
(Sobur, 2009).
Djamarah (2002) menyebutkan motivasi terbagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu motivasi
intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
a. Motivasi Instrinsik
Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu
dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan
sesuatu. Motivasi intrinsik datang dari hati sanubari umumnya karena kesadaran yang timbul dari
dalam diri.
Djamarah (2002) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi intrinsik yaitu
:

1) Kebutuhan
Seseorang melakukan aktivitas (kegiatan) karena adanya kebutuhan baik biologis maupun
psikologis.
2) Harapan
Seseorang dimotivasi oleh karena keberhasilan dan adanya harapan keberhasilan bersifat
pemuasan diri seseorang, keberhasilan dan harga diri meningkat dan menggerakkan seseorang ke
arah pencapaian tujuan.
3) Minat
Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keinginan pada suatu hal tanpa ada yang menyuruh.

b. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya
perangsang atau pengaruh dari orang lain sehingga seseorang berbuat sesuatu (Djamarah, 2002).
Djamarah (2002) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ekstrinsik
adalah :
1) Dorongan Keluarga
Dorongan keluarga merupakan desakan atau anjuran yang berasal dari sanak saudara atau kaum
kerabat.
2) Lingkungan
Lingkungan adalah tempat dimana seseorang tinggal. Lingkungan dapat mempengaruhi
seseorang sehingga dapat termotivasi untuk melakukan sesuatu. Selain keluarga, lingkungan juga
mempunyai peran yang besar dalam memotivasi seseorang dalam merubah tingkah lakunya.
Dalam sebuah lingkungan yang hangat dan terbuka, akan menimbulkan rasa kesetiakawanan
yang tinggi.

3) Imbalan
Seseorang dapat termotivasi karena adanya suatu imbalan sehingga orang tersebut ingin
melakukan sesuatu.
Motivasi menurut Maslow adalah suatu proses tingkah laku manusia yang dibangkitkan
dan diarahkan oleh kebutuhan (Maslow, 1993). Abraham maslow sebagai salah satu ilmuwan
yang memfokuskan diri pada pendekatan humanistic mengemukakan model motivasi
berdasarkan teori kebutuhan manusia. Maslow mempercayai bahwa manusia tidak terlepas dari
motif yang diinginkannya sehingga menghasilkan tingkah laku

sesuai dengan tujuan yang

diharapkan.
Hirarki kebutuhan maslow berdasarkan kebutuhan manusia seperti yang disebutkan oleh
Passer dan Smith (2007) terdiri dari kebutuhan fisiologis (physiological needs), kebutuhan akan
rasa aman (safety needs), kebutuhan untuk memiliki dan cinta (belongingness and love needs),
kebutuhan akan harga diri (esteem needs), kebutuhan akan pengetahuan (cognitive needs),
kebutuhan akan seni (aesthetic needs), dan aktualisasi diri (self actualization).
Narkotika sebagaimana bunyi pasal 1 UU No. 22 didefinisikan sebagai zat obat yang
berasal dari tanaman bakau, baik sintetis maupun semi sintetsi, yang dapat menyebabkan
penurunan perubahan kesadaran, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan.
Menurut Roebyantho (1991) mengungkapkan bahwa ada dua faktor yang menyebabkan
remaja menggunakan narkoba diantaranya:
a. Faktor intern, dimana factor ini datang dari dalam diri pengguna itu sendiri.
b. Faktor ekstern, factor dyang datangnya dari luar diri remaja yaitu factor sekolah, keluarga,
dan masyarakat. Keluarga juga bisa menyebabkan anak menggunakan narkoba, yaitu karena
anggota keluarga (ayah, ibu, atau saudara kandung) gagal menjalankan peran dan kewajiban
mereka didalam keluarga, sehingga menyebabkan kekacauan didalamnya. Contohnya
perceraian orang tua, tidak adanya komunikasi antara orang tua dengan anak, dan
sebagainya.

D. Badan Studi Kepustakaan

BAB III
PRODESUR PENELITIAN
A. Metode dan alasan menggunakan metode kualitatif
Permasalahan yang akan dikaji oleh peneliti merupakan masalah yang bersifat
kompleks dan dinamis. Oleh karena itu, peneliti memilih menggunakan metode penelitian
kualitatif untuk menentukan cara mencari, mengumpulkan, mengolah dan menganalisis
data hasil penelitian tersebut.
Penelitian kualitatif menurut Moleong (2007:6) adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata- kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah
dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Menurut Bogdan dan Taylor (1975) yang dikutip oleh Moleong (2007:4)
mengemukakan bahwa metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati.
Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu
hal menurut pandangan manusia yang diteliti. Penelitian kualitatif berhubungan dengan
ide, persepsi, pendapat atau kepercayaan orang yang diteliti dan kesemuanya tidak dapat
diukur dengan angka.
Format desain penelitian kualitatif terdiri dari tiga model, yaitu format deskriptif,
format verifikasi, dan format grounded research. Dalam penelitian ini digunakan
metode kualitatif dengan desain deskriptif, yaitu penelitian yang memberi gambaran

secara cermat mengenai individu atau kelompok tertentu tentang keadaan dan gejala
yang terjadi (Koentjaraningrat, 1993:89).
Dalam penelitian ini, peneliti akan memberikan gambaran secara cermat tentang
fenomena bagaimana

seorang mahasiswa di Banjarbaru termotivasi untuk berhenti

menggunakan narkoba berdasarkan teori motivasi Abraham Maslow.
B. Tempat penelitian
Lokasi atau tempat penelitian yang diambil oleh peneliti dalam penelitian ini
adalah kota Banjarbaru. Kota banjarbaru adalah salah satu kota di provinsi Kalimantan
Selatan. Banjarbaru memiliki luas wilayah sekitar 371, 30 km 2 dengan total polulasi
226.146 jiwa yang terdiri dari 115.706 jiwa penduduk laki-laki dan 108.643 jiwa
penduduk wanita, yang tersebar di 5 (lima) kecamatan.

Berdasarkan informasi dari

Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi Kalimantan Selatan, bahwa angka pengguna
narkoba di Kalimantan Selatan pada tahun 2015 telah mencapai 55.000 jiwa. Dua
kelurahan di Banjarbaru, yaitu kelurahan Sungai Besar menjadi kawasan nomor satu
urusan penyalahgunaan narkotika sementara penyalahgunaan obat keras yang nomor satu
berada di kawasan Kelurahan Cempaka.
Instrument penelitian
Dalam penelitian kualitatif instrument utamanya adalah peneliti sendiri. Peneliti
sebagai human instrument, berfungsi menetapkan focus penelitian, memilih informasi
sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data,
menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya. Peneliti akan terjun ke
lapangan sendiri, baik pada grand our question, tahap focused and selection, melakukan
pengumpulan data, analisis dan membuat kesimpulan (Sugiyono, 2004).
Sejalan dengan pandangan human-as-instrument ini, metode pengumpulan data
dalam penelitian kualitatif merupakan perpanjangan dari kegiatan yang lazim dilakukan
manusia dalam kesehariannya seperti membaca, melihat, mendengar, berbicara, dan
seterusnya. Dalam bahasa metodologis, kegiatan seperti ini disebut observasi dan
interview atau wawancara. Kedua jenis metode ini merupakan aktifitas utama yang pada
umumnya dilakukan peneliti dalam proses pengumpulan data kualitatif.
C. Sampel sumber data

Dalam penelitian kualitatif, hal yang menjadi bahan pertimbangan utama dalam
pengumpulan data adalah pemilihan informan. Dalam penelitian

kualitatif

tidak

digunakan istilah populasi. Teknik sampling yang digunakan oleh peneliti adalah
purposive sample. Purposive

sample

adalah teknik penentuan sampel

dengan

pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2009:85).
Sanafiah Faisal (1990) dengan mengutip pendapat Spradley mengemukakan
bahwa, situasi sosial untuk sampel awal sangat disarankan suatu situasi sosial yang
didalamnya menjadi semacam muara dari banyak domain lainnya. Selanjutnya
dinyatakan bahwa, sampel sebagai sumber data atau sebagai informan sebaiknya yang
memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi,
sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga dihayatinya.
2. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan
yang tengah diteliti
3. Mereka yang me