TANAMAN PENTING DATARAN RENDAH. pdf

Pengenalan Tanaman Penting Dataran Rendah

LAPORAN PRAKTIKUM

Oleh
Kelompok 4/ Golongan G
1. Triya Sri Lestari

(141510601008)

2. Muhammad Rosyid

(141510601030)

3. Lelani Ega Nandita

(141510601112)

4. Vera Rizky Ananda

(141510601060)


5. Siti Fatimah

(141510601116)

6. Inas Margi Ali Ridho

(141510601120)

7. Ani Domiah

(141510601167)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

BAB 1. PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara agraris tentunya memiliki keanekaragaman
hayati yang tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai jenis tanaman yang
tersebar luas mendiami tanah air. Oleh karena itu, sektor utama perekonomian
Indonesia tidak akan lepas dari bidang pertanian. Petani Indonesia mampu
menanam berbagai macam tanaman yang dikehendaki serta mempunyai potensi
yang besar untuk bisnis pertanian.
Meskipun demikian, tidak semua tanaman dapat ditanam di sembarang
tempat tanpa memperhatikan faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang
tanaman. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman adalah habitat. Habitat tanaman merupakan faktor yang
paling menentukan keberlangsungan hidup tanaman. Habitat yang tidak sesuai
dengan sifat tanaman akan menyebabkan tanaman layu atau bahkan menimbulkan
kematian tanaman.
Habitat tanaman tergantung pada topografi atau ketinggian tempat yang
akan mempengaruhi keadaan iklim mikro, suhu, intensitas cahaya, kondisi solum
tanah, dan lain sebagainya. Topografi tanaman juga akan berpengaruh terhadap
jenis tanaman yang hidup pada suatu daerah, taksonomi tanaman, anatomi, serta
morfologi tanaman. Tanaman yang hidup di daerah topografi rendah akan

mengalami kesulitan untuk beradaptasi di daerah topografi tinggi, sebaliknya
tanaman yang hidup di daerah topografi tinggi juga sulit untuk beradaptasi di
daerah topografi rendah. Namun, hal tersebut akan menjadi berbeda apabila telah
dilakukan rekayasa lingkungan terhadap tanaman.
Iklim mikro mempunyai andil dalam menjaga keberlangsungan hidup
tanaman. Pengelompokan tanaman berdasarkan iklim mikro antara lain tanaman
daerah panas/tropis, sedang, sejuk, dan dingin. Setiap daerah tersebut memiliki
ketinggian tempat serta jenis tanaman yang berbeda. Daerah panas memiliki
ketinggian tempat antara 0-600 dpl, daerah sedang antara 600-1500 dpl, daerah
sejuk antara 1500-2500 dpl, serta daerah dingin lebih dari 2500 dpl.

Faktor suhu juga sangat penting untuk tumbuh kembang tanaman. Kisaran
suhu pada setiap ketinggian berbeda-beda. Semakin tinggi suatu tempat, maka
kisaran suhu semakin kecil. Daerah panas memiliki kisaran suhu antara 26,3
22 , daerah sedang dengan kisaran suhu 22
17,1

-

- 17,1 , daerah sejuk antara


- 11,1 , serta daerah dingin antara 11,1 -6,2 .
Intensitas cahaya akan mempengaruhi tanaman dalam melakukan

fotosintesis. Penyinaran matahari akan berbeda dalam setiap ketinggian tempat
tanaman. Semakin tinggi suatu tempat, intensitas cahaya yang diterima tanaman
semakin tinggi.

1.2 Tujuan
Supaya mahasiswa mengetahui dan mengenal tanaman-tanaman penting
yang berhabitat di daerah dataran rendah serta morfologi dan taksonominya.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Dantsey-Burry et al (2004) dalam Agronoun et al (2012), sumber
varietas tanaman untuk produk makanan dan pertanian adalah berbasis
perlindungan

makanan


secara

mendunia.

Tanaman

menyediakan

mata

pencaharian untuk semua makhuk di nuka bumi ini. Salah satu angkah yang dapat
ditempuh untuk menjadikan tanaman sebagai mata pencaharian adaah dengan
melakukan pembudidayaan tanaman.
Menurut Basri (1989) dalam Firmansyah dkk (2009), Pertumbuhan
tanaman dipengaruhi oleh tiga faktor lingkungan utama. Faktor pertama adalah
iklim yang meliputi suhu udara, radiasi sinar matahari, angin, dan kelembaban.
Faktor kedua adalah tanah dan kandungan unsur hara yang ada pada tanah. Faktor
ketiga adalah biotik yang meliputi gulma, hama, dan penyakit tanaman. Cahaya
matahari merupakan sumber energi utama bagi tanaman dan merupakan salah satu
unsur iklim yang memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan

perkembangan tanaman.
Menurut Larcher (1995) dalam Widiatningrum dan Pukan (2010), faktor
eksternal dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman
dalam tiga cara yaitu secara induksi, kuantitatif, dan formatif. Secara induksi
dilakukan dengan memulai atau menghentikan proses perkembangan sehingga
terjadi regulasi temporal. Secara kuantitatif berarti mempengaruhi kecepatan dan
ukuran pertumbuhan. Secara formatif yaitu dengan mempengaruhi morfogenesis
dan tropisme. Faktor eksternal yang dimaksud terdiri dari ketinggian tempat,
suhu, kelembaban dan cahaya yang sesuai kondisi di kedua area penanaman.
Lokasi tanam akan berpengaruh pada suhu udara, sinar matahari,
kelembapan udara, dan angin. Unsur-unsur tersebut sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Ketinggian tempat (topografi) tanaman
akan mempengaruhi keempat unsur tersebut (Kusumayadi dkk., 2013).
Ketinggian tempat (topografi) selalu berkaitan dengan suhu setempat.
Semakin tinggi tempat di atas permukaan laut, semakin sejuk suhu. Hal ini
menunjukkan bahwa bumi sebagai massa padat yang mampu menyerap panas

serta memantulkannya kembali ke atmosfer. Setiap kenaikan setinggi 100 m,
terdapat penurunan suhu rata-rata sebesar 0,6


(Ashari, 1995).

Menurut Las (2007) dalam Surmaini dkk (2011), peningkatan suhu
menyebabkan terjadinya peningkatan transpirasi yang selanjutnya menurunkan
produktivitas tanaman, meningkatkan konsumsi air, mempercepat pematangan
buah/biji, mendorong berkembangnya hama dan penyakit tanaman serta
menurunkan mutu hasil. Peningkatan suhu mengakibatkan semakin banyak
kandungan air yang menguap sehingga transpirasi berjalan cepat. Penguapan yang
berlebihan mengakibatkan tanaman kehilangan banyak air dan akan berpengaruh
terhadap proses fotosintesis. Fotosintesis akan berjalan tidak optimal serta hasil
fotosintesis tidak maksimal.
Indonesia memiliki dua jenis dataran yang memiliki karakter berbeda yaitu
dataran tinggi dan dataran rendah. Dataran rendah berada dalam ketinggian di
bawah 700 m dpl sedangkan dataran tinggi berketinggian di atas 700 m dpl.
Dataran rendah dan dataran tinggi memiliki dua jenis tipe iklim yaitu iklim kering
dan iklim basah dimana jenis tanaman pada setiap iklim berbeda. Dataran rendah
memiliki kisaran suhu 25
suhu 12

- 35


sedangkan dataran tinggi memiliki kisaran

- 21 . Tanaman yang umum ditanam pada daerah dataran rendah iklim

kering antara lain anggur, mangga, srikaya, dan lain sebagainya. Sedangkan pada
iklim basah umumnya ditanami durian, rambutan, manggis, duku, pisang, dan lain
sebagainya (Sunarjono, 2008).
Tanah merupakan salah satu unsur penting yang mendukung daya tumbuh
kembang tanaman sebab tanah menjadi tempat penopang tanaman. Hal yang perlu
diperhatikan saat ini adalah bagaimana meningkatkan kualitas tanah yang semakin
hari semakin rusak akibat bahan-bahan kimia tang masuk ke dalam lapisan tanah.
Peningkatan kualitas tanah sangat penting untuk mempertahankan dan
meningkatkan produktivitas pertanian jangka panjang serta sistem tanam dalam
mencapai hasil yang diinginkan (Nyalemegbe et al., 2011).
Belajar dan memahami tentang sifat-sifat tanah dan distribusi mereka
sangat penting untuk mengembangkan praktek pengelolaan tanah di daerah
dataran rendah. Pengelolaan tanah dalam pertanian merupakan salah satu

indikator keberhasilan suatu produksi. Kandungan hara dalam tanah perlu dijaga

agar pertumbuhan dapat berlangsung optimal (Alemayehu et al., 2014).
Produktivitas pertanian tidak akan berjalan seperti yang diharapkan tanpa
adanya peningkatan kualitas biji, pupuk, irigasi, serta pengolahan tanah yang tepat
yang tersedia sevara tepat waktu dan menggunakan cara yang tepat. Komponen
sapta usaha tani perlu diterapkan secara maksimum dalam usaha budidaya di
dataran rendah. Selain itu, pengaturan musim tanam yang tepat juga menjadi
perhatian utama para petani dataran rendah (Faleye et al., 2013).

BAB 3. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum acara “Pengenalan Tanaman Penting Dataran Rendah”
dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 26 Oktober 2014 pukul 13.00-14.00 WIB
di UPT Agroteknopark.

3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1. Tabel Pengamatan
2. Alat tulis
3. Penggaris

4. Meja dada

3.2.2 Alat
1. Tanaman yang diamati

3.3 Cara Kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Menetapkan objek tanaman yang diamati
3. Menggambar bentuk tanaman yang diamati dan memberi keterangan bagianbagiannya
4. Mengisi tabel pengamatan

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Tabel Pengamatan
LEMBAR KERJA PRAKTEK LAPANGAN
MATA KULIAH PENGANTAR ILMU TANAMAN
TAHUN AKADEMIK 2014/2015

1.


Varietas

: Buah Naga Merah
Buah Naga Putih

2.

Deskripsi Varietas
A. Kingdom

: Plantae

B. Divisi

: Spermatophyta

C. Kelas

: Dicotyledonae

D. Ordo

: Cactales

E. Famili

: Cactaceae

F. Genus

: Hylocereus

G. Species

: Hylocereus undatus (daging putih)
Hylocereus polyrhizus (daging merah)

3.

Cara Pembibitan/Persemaian

: Stek batang

4.

Cara Pengolahan Tanah

: Secara konvensional dengan jarak
tanam 3m x 3m dan lubang tanam
40cm x 40cm x 40cm.

5.

Cara Penanaman

: Konvensional.

6.

Sistem Penanaman

: Monokultur.

7.

Cara Pemeliharaan
A. Pemupukan

: Menggunakan pupuk urea, KCl, SP
36, dan Ponska. Awal penanaman
menggunakan pupuk organik, masa
vegetative menggunakan pupuk kimia.

Saat musim penghujan menggunakan
pupuk padat sedangkan saat musim
kemarau menggunakan pupuk cair.
B. Pengairan

: Saat musim penghujan tiba
menggunakan air hujan, saat musim
kemarau menggunakan air PDAM.

8.

C. Pengendalian Penyakit

: -

D. Pengendalian Hama

: Pestisida kimia.

E. Pengendalian Gulma

: Secara mekanik.

Ciri-ciri Morfologi
A. Akar

Ukuran
: Bentuk akar tunggang dan bersifat
aerial. Pada tanaman muda panjangnya
sekitar 20-30 cm dan saat akan
berproduksi memiliki panjang
mencapai 50-60 cm.

B. Batang

: Berwarna hijau tua, berbentuk segitiga
dengan ukuran kurang dari 1 cm.

C. Daun

: Berupa duri

D. Bunga

: Berbentuk corong berukuran 30cm.

E. Buah

: Bentuk buah bulat memanjang dengan
tebal kulit kurang dari 2cm. Kulit buah
berwarna merah menyala.

F. Biji

: Berbentuk pipih dan kecil seperti buah
selasih, berwarna hitam.

9.

Pemanenan
A. Ciri-ciri Panen

Matang secara fisiologis.

B. Umur Panen

2 bulan (mulai muncul bunga hingga
masak).

C. Cara Panen

Dipotong langsung dari tangkai
dengan pola segitiga.

D. Penanganan Pasca Panen
 Pengeringan

-

 Pembersihan

-

 Sortasi/Grading

-

 Pengemasan

-

 Pelabelan

-

 Penyimpanan

-

 Pengolahan (menjadi

-

produk lain)
 Pengolahan Limbah

-

 Kehilangan Panen

-

10. Pemasaran
A. Domestik/Ekspor

: Domestik

B. Tataniaga Pemasaran

: Didatangi langsung oleh konsumen

C. Harga (RP/kg atau

: Musim panen = Rp 12.000 – Rp

RP/ton)

15.000
Tidak musim panen = Rp 30.000 – Rp
35.000

4.2 Pembahasan
Buah naga (Dragon Fruit) merupakan komoditas buah yang relatif langka
di Indonesia. Buah ini memiliki bentuk unik dan menarik. Bentuk tanaman buah
naga mirip pohon kaktus dengan sulur-sulur yang memanjang seperti lidah naga
yang memanjang. Bentuk buah naga mirip nanas tetapi memiliki sulur pada
kulitnya. Kulit buah naga berwarna merah jambu dan dagingnya ada yang
berwarna putih (Hylocereus undatus), merah (Hylocereus polyrhizus), super
merah (Hylocereus costaricencis), dan kuning (Selenicereus megalanthus). Buah
daging putih melakukan penyerbukan sendiri sedangkan buah naga merah
melakukan penyerbukan sendiri maupun silang (Mahmudi, 2011).

Menurut Novita (2010) dalam Basri dkk (2013), buah naga ada empat jenis
yaitu buah naga merah, putih, super merah, dan kuning. Keempat jenis buah
tersebut memiliki keunggulan masing-masing serta ciri yang berbeda sehingga
mempunyai perbedaan nilai jual. Kelebihan buah naga berdaging putih adalah
ukuran buah lebih besar, warna daging lebih menarik, proses penyerbukan lebih
mudah, dan produktvitasnya lebih tinggi dibandingkan jenis yang lain.
Buah naga awalnya berasal dari Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika
Selatan, kemudian dibawa ke kawasan Indocina (Vietnam) sebagai tanaman hias
karena bentuknya yang unik, berbunga indah, dan warnanya mengkilap bersirip.
Buah naga masuk ke Indonesia sekitar tahun 2000, diimpor langsung dari
Thailand, kemudian dibudidayakan di berbagai daerah di Indonesia seperti
Malang, Yogyakarta, Mojokerto, Bogor, dan Jember. Buah naga cocok hidup di
iklim tropis dengan curah hujan yang ideal untuk pertumbuhan sekitar 60mm/bln
atau 720mm/tahun. Suhu ideal tanaman buah naga adalah sekitar 26 -36

.

Tanaman ini tidak tahan dengan genangan air. Intensitas sinar matahari yang baik
adalah sekitar 70%-80% dan sebaiknya ditanam di lahan tanpa naungan serta
memiliki sirkulasi udara yang baik (Basri dkk., 2013).
Buah naga termasuk dalam tanaman kelompok kaktus atau family
cactaceae, termasuk dalam genus hylocereus dan merupakan tanaman berkeping
dua (dikotil). Salah satu keberhasilan budidaya buah naga adalah melalui
penyiapan bibit yang baik dan berkualitas. Bibit yang sehat, vigor, serta bebas
hama dan penyakit merupakan beberapa ciri bibit yang berkualitas tinggi. kualitas
bibit juga bisa dilihat dari kualitas induknya. Untuk memperoleh bibit yang
sifatnya tidak jauh bebeda dengan induknya dapat dilakukan dengan cara
perbanyakan vegetative. Cara perbanyakan vegetative yang terbukti berhasil
dilakukan pada buah naga adalah dengan cara stek batang. Perbanyakan dengan
stek batang memiliki beberapa keuntungan antara lain dapat bertahan hidup lebih
tinggi, pertumbuhannya lebih cepat, bibit yang dihasilkan berkualitas tinggi sama
seperti induknya serta mudah untuk diterapkan. Perbanyakan tanaman buah naga
secara vegetative dengan teknik stek dapat memanfaatkan batang atau cabang
sebagai bahan tanam secara optimal dengan memperhatikan panjang stek yang

akan digunakan namun bibit yang akan diperoleh diharapkan tetap berkualitas
tinggi. Hal ini disebabkan bahan tanam berupa stek yang berasal dari batang atau
cabang terbatas jumlahnya dan mahal harganya. Pembibitan dengan cara stek
dilakukan pada batang yang tidak terlalu muda dan juga tidak terlalu tua. Apabila
batang terlalu muda dikhawatirkan akan mempengaruhi proses pertumbuhan
sebab usia batang yang menopause. Sedangkan pada batang yang terlalu tua
dikhawatirkan cadangan makanan yang terkandung di dalamnya tidak optimal
(Purwati, 2013).
Pengolahan tanah yang dilakukan pada buah naga di Agrotechnopark
Universitas Jember adalah secara konvensional menggunakan cangkul dengan
jarak tanam 3m x 3m serta kedalaman lubang tanam 40cm x 40cm x 40cm.
Pengolahan tanah menjadi faktor yang sangat penting dalam menentukan
keberhasilan budidaya buah naga sebab peran tanah sebagai media penopang yang
menyediakan unsur hara. Oleh karena itu, tanah perlu dijaga pH dan
kelembapannya agar buah naga dapat berproduksi secara maksimal.
Tanaman buah naga akan berbuah apabila batangnya menjuntai ke bawah
(arah tanah). Oleh karena itu, diperlukan suatu penyangga untuk menopangnya.
Fungsi ban yang ada pada tanaman buah naga adalah sebagai penyangga.
Penanaman buah naga di Agrotechnopark dilakukan dengan cara konvensional
dan sistem penanaman monokultur sebab dalam suatu batasan lahan hanya
ditanami dengan tanaman buah naga.
Pupuk yang digunakan dalam budidaya buah naga di Agrotechnopark
antara lain pupuk urea, ponska, KCl, dan SP 36. Pemberian pupuk berbeda pada
tiap fasenya dimana pada fase awal, pupuk yang digunakan adalah pupuk organik
kemudian memasuki fase vegetative menggunakan pupuk kimia. Bentuk pupuk
yang digunakan berupa pupuk padat dan larutan. Larutan pupuk diberikan pada
saat musim kemarau tiba sedangkan pupuk padat disebar saat musim penghujan.
Sistem irigasi diterapkan saat musim kemarau menggunakan air PDAM dengan
intensitas penyiraman satu kali dalam seminggu, namun saat musim penghujan
datang system irigasi tidak diterapkan. Buah naga di Agrotechnopark tidak ada
yang terserang penyakit sehingga tidak dilakukan pengendalian terhadap penyakit.

Namun, umumnya penyakit yang menyerang buah naga antara lain busuk pangkal
batang, busuk bakteri, dan fusarium. Pengendalian terhadap penyakit tersebut
dilakukan dengan menyemprotkan cairan benlate (untuk busuk pangkal batang
dan fusarium) dan langsung dicabut bagian yang terserang penyakit (untuk busuk
bakteri). Salah satu hama yang menyerang buah naga di Agrotechnopark adalah
semut hitam. Pengendalian terhadap hama semut hitam dilakukan dengan
menyemprotkan pestisida kimia yang namanya disembunyikan oleh narasumber.
Selain gangguan hama, gulma juga turut berperan menjadi pengganggu terhadap
tanaman buah naga. Jenis gulma yang menyertai buah naga antara lain gulma
berdaun lebar, gulma berdaun sempit, serta rumput teki. Pengendalian terhadap
gulma dilakukan secara mekanik oleh petani dengan cara mencabut langsung
gulma yang menjadi pengganggu tersebut.
Morfologi buah naga terdiri dari akar, batang, buah, bunga, biji, dan daun.
Sistem perakaran buah naga bersifat epifit, merambat, dan menempel pada
tanaman lain. Memiliki kedalaman yang dangkal hanya sekitar 50-60 cm.
Pertumbuhannya mengikuti perpanjangan batang berwarna coklat yang di dalam
tanah. Batang buah naga berbentuk segitiga yang di dalamnya mengandung air
dalam bentuk lendir. Apabila tanaman mencapai fase dewasa, akan tumbuh
lapisan lilin pada bagian batangnya. Daun buah naga berupa duri. Duri-duri
tersebut dapat dijadikan dasar dalam membedakan spesies buah naga putih dan
merah. Pada buah naga putih, jarak antar duri lebih rapat sedangkan pada buah
naga merah jaraknya lebih merenggang. Buah berbentuk seperti buah nanas
namun memiliki sulur atau sirip yang biasanya berukuran 2cm. Buah biasanya
terletak di dekat ujung batang atau cabang. Kulit buah naga berwarna merah
jambu dan memiliki ketebalan 1-2 cm. bunga berbentung corong memanjang
dengan ukuran sekitar 30cm. Bunga buah naga akan mulai mekar pada sore hari
dan akan mekar sempurna pada malam hari, sedangkan pada pagi hari, bunga
kuncup. Warna mahkota bunga putih bersih dan memiliki benang sari berwarna
kuning. Biji buah naga sekilas mirip selasih. Biji berbentuk bulat berukuran kecil
dan tipis. Biji dapat digunakan untuk perbanyakan secara generative. Satu buah
naga dapat mengandung lebih dari seribu biji buah naga (Soetopo, 2013).

Pemanenan pada buah naga dilakukan apabila buah naga telah
menunjukkan kematangan secara fisiologis. Ciri fisiologis buah naga yang sudah
matang adalah warnanya yang merah mengkilap serta sirip kulitnya yang berubah
warna dari hijau menjadi kemerahan. Tanaman buah naga mulai berbunga dan
berbuah setelah berumur sekitar 1,5-2 tahun dari masa tanam awal. Pemanenan
buah naga dilakukan setelah berumur 2 bulan dari bunga mekar hingga buah
masak sempurna. Teknik pemanenan dilakukan dengan memotong tangkai batang
yang ada disekitar buah dengan pola segitiga. Pemotongan segitiga ini dilakukan
karena dikhawatirkan dari ujung duru tumbuh bunga sehingga dapat mengurangi
produksi.
Pada penanganan pasca panen, buah naga langsung dijual ke konsumen
sehingga tidak mengalami pengeringan, pengemasan, pelabelan, sortasi, serta
penyimpanan. Buah naga juga tidak diolah menjadi produk lain sebab buah naga
langsung habis terjual dalam keadaan segar sehingga tidak ada pengolahan
limbah. Hingga saat ini, buah naga di Agrotechnopark belum pernah mengalami
kehilangan panen.
Pemasaran dilakukan secara domestik tanpa melakukan ekspor. Konsumen
langsung datang membeli buah naga ke Agrotechnopark sehingga buah langsung
terjual habis di tempat. Harga jual buah naga pada saat musim panen tiba sekitar
Rp. 12.500 – Rp. 15.000, sedangkan bila musim panen sepi harganya dapat
mencapai Rp. 30.000 – Rp. 35.000.
Menurut Hardjadinata (2010) dalam Basri dkk (2011), selain bentuknya
yang menarik, buah naga juga banyak memberikan manfaat bagi manusia.secara
umum, manfaat buah naga terkait dengan sistem kesehatan dalam tubuh manusia.
Manfaat buah naga antara lain dapat menyeimbangkan gua darah, mencegah
kanker usus, melindungi kesehatan mulut, menurunkan kolesterol, menguatkan
fungsi ginjal dan tulang, mencegah pendarah, sehingga secara keseluruhan dapat
meningkatkajn daya tahan tubuh.

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1.

Tanaman buah naga berhabitat di dataran rendah dengan ketinggian 0350 dpl. Meskipun dapat hidup di daerah dataran tinggi, namun
produktivitasnya kurang maksimal.

2.

Morfologi buah naga terdiri dari akar tunggang, batang tegak berwarna
hijau, daun berupa duri, buah bersirip bewarna merah jambu, bunga
berbentuk corong, dan biji mirip selasih serta tidak memiliki daun.

3.

Buah naga termasuk dalam divisi spermatophyta serta termasuk dalam
tanaman dikotil. Buah naga termasuk dalam ordo cactales dari family
cactae dan bergenus hylocereus. Terdapat empat jenis species buah naga
yaitu buah naga merah (Hylocereus polyrhizus), buah naga putih
(Hylocereus

udantus),

buah

naga

super

merah

(Hylocereus

costaricencis), serta buah naga kuning (Selenicereus megalanthus).

5.2 Saran
1.

Pengembangan varietas buah naga hendaknya lebih ditingkatkan lagi
sehingga bukan hanya buah naga merah dan putih yang terus
dikembangkan, melainkan juga buah naga super merah dan kuning juga
turut dijadikan komoditas unggulan.

2.

Kegiatan pengembangan varietas dapat membantu peningkatan daya jual
buah naga dan secara otomatis juga turut meningkatkan pendapatan
petani khususnya petani buah naga.

DAFTAR PUSTAKA

Alemayehu, Yacob., H. Gebrekidan, dan S. Beyene. 2014. Pedological
Characteristics And Classification Of Soils Along Landscapes At Abobo,
Southwestern Lowlands Of Ethiopia. Soil Science And Environmental
Management, 5(6): 72-78.
Ashari, Semeru. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Firmansyah, Ferry., T.M. Anngo, dan A.M. Akyas. 2009. Pengaruh Umur Pindah
Tanam Bibit dan Populasi Tanaman Terhadap Hasil dan Kualitas Sayuran
Packoy (Brassica camprestis L., Chinensis Group) yang Ditanam dalam
Naungan Kasa di Dataran Medium. Agrikultura, 20(3): 216-224.
Kusumayadi, I.W.H., I.M. Sukewijaya, I.K. Sumiartha, dan N.S. Antara. 2013.
Pengaruh Ketinggian Tempat, Mulsa dan Jumlah Bibit Terhadap
Pertumbuhan dan Rendamen Minyak Sereh Dapur (Cybopogon Citratus).
Agroekoteknologi Tropika, 2(1): 49-55.
Nyalemegbe, K.K., J.W. Oteng, E.O. Darkwa, dan C. Oti-Boateng. 2011.
Comperative Study of Lowland Rice-Based Cropping Systems on The
Vertisols of The Accra Plainsm of Ghana. Agriculture Science Research,
1(8): 172-177.
Sunarjono, H.Hendro. 2008. Berkebun 21 Jenis Tanaman Buah. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Surmaini, Elza., E. Runtunuwu, dan I. Las. 2011. Upaya Sektor Pertanian Dalam
Menghadapi Perubahan Iklim. Litbang Pertanian, 30(1): 1-7.
T, Faleye., J. David, O.T. Dada-joel, U.C. Chukwu, dan Y.S. Ademiluyi. 2013.
Determination of Energy Consumption in Lowland Rice Production in
Nigeria. Agricultural Science and Soil Science, 3(10): 336-342.
Widiatningrum, talitha., dan K.K.Pukan. 2010. Pertumbuhan dan Produksi Kubis
Bunga (Brassica oleracea Var Botrytis) dengan Sistem Pertanian Organik di
Dataran Rendah. Biosaintifika, 2(2): 115-121.

Dokumen yang terkait

PENGARUH KOMPOSISI KONSENTRASI ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PERTUMBUHAN TIGA HIBRID TANAMAN ANGGREK Dendrobium sp.

10 148 1

KAJIAN APLIKASI PUPUK KASCING PADA TIGA JENIS TANAMAN SELADA (Lactuca sativa L.) DENGAN PERBANDINGAN MEDIA YANG BERBEDA

3 58 19

PENGARUH TINGKAT SALINITAS TERHADAP PERTUMBUHAN VEGETATIF TANAMAN ASAM JAWA (Tamarindus indica, Linn.)

2 32 14

INSTRUMEN UKUR KADAR KEBUTUHAN PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG MENGGUNAKAN METODE FUZZY LOGIC

13 68 149

INTEGRASI APLIKASI METARHIZIUM ANISOPLIAE DAN NEMATODA PATOGEN SERANGGA SEBAGAI AGEN PENGENDALI HAYATI HAMA URET LEPIDIOTA STIGMA YANG MENYERANG TANAMAN TEBU

5 78 10

KARAKTERISASI HIDROLISAT PROTEIN IKAN WADER (Rasbora jacobsoni) SECARA ENZIMATIS DENGAN ENZIM PROTEASE DARI TANAMAN BIDURI (Calotropis gigantea)

5 51 48

PENGARUH JENIS DAN POPULASI GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis)

4 23 54

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF TANAMAN PADI TADAH HUJAN (Oryza sativa L.) PADA LAHAN KELMPOK TANI KARYA SUBUR DI DESA PESAWARAN INDAH KECAMATAN PADANG CERMIN KABUPATEN PESAWARAN

3 52 58

UJI EFEKTIVITAS PUPUK ORGANONITROFOS DAN KOMBINASINYA DENGAN PUPUK KIMIA TERHADAP PERTUMBUHAN, SERAPAN HARA DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merr) PADA MUSIM TANAM KETIGA

2 27 50

PENGARUH APLIKASI BEBERAPA BAHAN PEMBENAH TANAH DAN TANAMAN SELA TERHADAP BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH PADA TANAH PERKEBUNAN KARET (Hevea brasiliensis) YANG DITANAMI TANAMAN UBI KAYU (Manihot esculenta)

1 18 9