MAKALAH HUKUM DAGANG ( 2 )

MAKALAH
HUKUM DAGANG
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Aspek Hukum dalam Ekonomi

Dosen Pengampuh:
Dr. Rosdalina, S.Ag., M.Hum

Disusun Oleh :
Kelompok 6
Rahayu Ashari Kumaunang
15.4.1.074
Ratu Balgis Yusuf
15.4.1.021

Semester V
Ekonomi Syariah A
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Institut Agama Islam Negeri ( IAIN ) Manado
2017


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bentuk perdagangan yang pertama kali berlangsung pada zaman dahulu
sejak manusia hidup dalam alam primitif, adalah dagang tukar menukar.
Apabila seseorang memiliki barang yang tidak ia perlukan maka ia akan
menukar barang tersebut dengan barang lainnya yang diperlukannya, begitupun
sebaliknya. Pada saat itu, yang bisa ditukar hanya barang dan barang saja
(pertukaran in natura) seperti menukar padi dengan gandum. Dalam hal ini,
pertukaran dibatasi, belum ada hubungan pertukaran yang tetap karena belum
adanya sebuah pasar.
Dewasa ini, dagang dengan cara tukar menukar mengalami berbagai
kesulitan, seperti nilai pertukaran yang harus sama antara barang yang dimiliki
dan barang yang akan ditukar. Kesulitan yang terjadi diakibatkan oleh
meningkatnya kebutuhan manusia. Oleh karena itu, untuk mengurangi tingkat
kesulitan didirikannya hukum perdagangan agar dapat mengatur dan menata
apabila terjadi pelanggaran dalam proses perdagangan. Hukum inilah yang
akan menindak langsung apabila terjadi pelanggaran dan memberi sanksi yang
sesuai dengan KUHD.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan hukum dagang?
2. Bagaimana hubungan antara hukum perdata dan hukum dagang?
3. Bagaimana sampai diberlakukan hukum dagang?
4. Apa yang dimaksud dengan pengusaha dan pembantunya?
5. Apa yang dimaksud dengan pengusaha dan kewajibannya?
6. Apa saja bentuk-bentuk badan usaha?

2

PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Dagang
Hukum dagang adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia
yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau
hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan
hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan.1
Pembagian hukum privat (sipil) ke dalam hukum perdata dan hukum
dagang sebenarnya bukanlah pembagian yang asasi, tetapi pembagian sejarah
dari hukum dagang. Bahwa pembagian tersebut bukanlah bersifat asasi, dapat
kita lihat dalam ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1 KUHD yang
menyatakan: “Bahwa peraturan-peraturan KUHS dapat juga dijalankan dalam

penyelesaian soal-soal yang disinggung dalam KUHD terkecuali dalam
penyelesaian soal-soal yang semata-mata diadakan oleh KUHD itu”.2
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)/Wetboel van
Koophandel (WvK) tidak memberikan pengertian mengenai hukum dagang.
Oleh karena itu, definisi hukum dagang sepenuhnya diserahkan pada
pendapat atau doktrin dari para sarjana.3
Soekardono, mengatakan “hukum dagang adalah bagian dari hukum
perdata pada umumnya, yakni yang mengatur masalah perjanjian dan
perikatan-perikatan yang diatur dalam Buku II BW. Dengan kata lain, hukum
dagang adalah himpunan peraturan-peraturaan yang mengatur hubungan

1

Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, Yogyakarta: Deepublish,

2015, h.1
2

Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.1


3

Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.6

3

seseorang dengan orang lain dalam kegiatan perusahaan yang terutama
terdapat dalam kodifikasi KUHD dan KUHPerdata”.4
Achmad Ichsan, mengatakan “hukum dagang adalah hukum yang
mengatur soal-soal perdagangan yaitu soal-soal yang timbul karena tingkah
laku manusia dalam perdagangan atau perniagaan”.5
Fockema Andreae (Kamus Istilah Hukum Belanda-Indonesia),
mengatakan hukum dagang atau Handelsrecht adalah keseluruhan dari aturan
hukum mengenai perusahaan dalam lalu lintas perdagangan, sejauh mana
diatur dalam KUHD dan beberapa undang-undang tambahan.6
Munir Fuady mengartikan Hukum Bisnis, “suatu perangkat kaidah
hukum yang mengatur tentang tata cara pelaksanaan rusan kegiatan dagang,
industri atau keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran
barang atau jasa dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang atau
jasa dengan menempatkan uang dalam risiko tertentu dengan usaha tertentu

dengan optik adalah untuk mendapatkan keuntungan tertentu”.7
Dari pengertian para sarjana diatas, dapat dikemukakan secara
sederhana rumusan hukum dagang, yakni serangkaian norma yang timbul
khusus dalam dunia usaha atau egiatan perusahaan. Norma tersebut dapat
bersumber pada aturan hukum yang sudah dikodifikasikan, yaitu KUHPer
dan KUHD maupun diluar kodifikasi.8
B. Hubungan Hukum Perdata dan Hukum Dagang
4

Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.6

5

Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.6

6

Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.6

7


Farida Hasyim, Hukum Dagang, Jakarta: Sinar Grafka, 2009, h.13

8

Farida Hasyim, Hukum Dagang, h.14

4

Hubungan hukum perdata dengan hukum dagang dapat dikatakan
saling berkaitan satu dengan yang lainnya sehingga tidak terdapat perbedaan
secara prinsipil antara keduanya. Hal ini dapat dibuktikan di dalam Pasal 1
dan Pasal 15 KUHD.9
Sementara itu, dalam Pasal 1 KUHD disebutkan bahwa KUHPer
seberapa jauh dari padanya dalam kitab ini tidak khusus diadakan
penyimpangan-penyimpangan,

berlaku

juga


terhadap

hal-hal

yang

bersangkutan, oleh kitab ini, dan oleh hukum perdata. Kemudian didalam
Pasal 15 KUHD disebutkan bahwa segala persoalan tersebut dalam bab ini
dikuasai oleh persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan, oleh kitab ini, dan
oleh hukum perdata.10
Dengan demikian, berdasarkan Pasal 1 dan Pasal 15 KUHD dapat
diketahui kedudukan KUHD terhadap KUHPer. Pengertiannya, KUHD
merupakan hukum yang khusus (lex specialis), sedangkan KUHPer
merupakan hukum yang bersifat umum (lex generalis), sehingga berlaku
suatu asas lex specialis derogat legi generali, artinya hukum yang khusus
dapat mengesampingkan hukum yang umum.11
Beberapa pendapat sarjana membicarakan hubungan KUHPer dan
KUHD antara lain:


9

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi,

Jakarta: PT Grasindo, 2017, h.41
10

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi,

11

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi,

h.41

h.41

5

1. Van Kan beranggapan, bahwa hukum dagang adalah suatu tambahan

hukum perdata yaitu suatu tambahan yang mengatur hal-hal yang khusus.
KUHS memuat hukum perdata dalam arti sempit sedangkan KUHD
memuat penambahan yang mengatur hal-hal khusus hukum perdata
dalam arti sempit.12
2. Van Apeldoorn menganggap, hukum dagang suatu bagian istimewa dari
lapangan hukum perikatan yang tidak dapat ditetapkan dalam Kitab III
KUHS.13
3. Sukardono menyatakan bahwa Pasal 1 KUHD memelihara kesatuan
antara hukum perdata umum dan hukum perdata dagang sekadar KUHD
tidak khusus menyimpang dari KUHPer.14
4. Tirtaamijaya menyatakan bahwa hukum dagang adalah suatu hukum
sipil yang istimewa.15
5. Soebekti, terdapatnya KUHD disamping KUHPer sekarang ini dianggap
tidak pada tempatnya oleh karena itu sebenarnya hukum dagang tidak
lain dari pada hukum perdata dan perkataan dagang bukan suatu
pengertian ekonomi.16
6. Purwosutjipto, bahwa hukum dagang terletak dalam lapangan hukum
perikatan, yang khusus timbul dari lapangan perusahaan.17

12


Farida Hasyim, Hukum Dagang, h.14

13

Farida Hasyim, Hukum Dagang, h.14

14

Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.9

15

Farida Hasyim, Hukum Dagang, h.14

16

Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.10

17


HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Jakarta:

Djambatan, 1999, h.4

6

C. Berlakunya Hukum Dagang
Sebelum tahun 1938, Hukum Dagang hanya mengikat kepada para
pedagang saja yang melakukan usaha dagang. Kemudian, sejak tahun 1938
pengertian perbuatan dagang menjadi lebih luas dan dirubah menjadi
perbuatan perusahaan yang mengandung arti menjadi lebih luas sehingga
berlaku bagi setiap pengusaha (perusahaan).18
Sementara itu, tidak ada satu pun para sarjana memberikan pengertian
tentang perusahaan, namun dapat dipahami dari beberapa pendapat, antara
lain:
1. Menurut Hukum
Perusahaan adalah mereka yang melakukan sesuatu untuk mencari
keuntungan dengan menggunakan banyak modal (dalam arti luas), tenaga
kerja, dan dilakukan secara terus menerus, serta terang-terangan untuk
memperoleh penghasilan dengan cara memperniagakan barang-barang
atau mengadakan perjanjian perdagangan.
2. Menurut Mahkamah Agung
Perusahaan adalah sseseorang yang mempunyai perusahaan jika ia
berhubungan dengan keuntungan keuangan dan secara teratur melakukan
perbuatan-perbuatan yang bersangkut-paut dengan perniagaan dan
perjanjian.
3. Menurut Molengraff
Perusahaan (dalam arti ekonomi) adalah keseluruhan perbuatan
yang dilakukan secara terus menerus, bertindak ke luar untuk memperoleh
penghasilan dengan cara memperdagangkan, menyeraahkan barang atau
mengadakan perjanjian-perjanjian perniagaan.
18

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi,

h.42

7

4. Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982
Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap
jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus, didirikan dan bekerja,
serta berkedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia untuk
tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba.19
Dengan demikian, ada beberapa pendapat yang dapat diambil
kesimpulan bahwa seseorang baru dapat dikatakan menjalankan perusahaan
jika telah memenuhi unsur-unsur, seperti berikut:
1. Terang-terangan
2. Teratur bertindak ke luar
3. Bertujuan untuk memperoleh keuntungan materi20
Dengan kata lain, perusahaan yang dijalankan oleh seorang pengusaha
dengan mempunyai kedudukan dan kualitas tertentu, sedangkan yang
dinamakan pengusaha adalah setiap orang atau badan hukum yang langsung
bertanggung jawab dan mengambil risiko di dalam perusahaan dan juga
mewakilinya secara sah. Oleh karena itu, suatu perusahaan yang dijalankan
oleh pengusaha dapat berbentuk sebagai berikut:
1. Seorang diri saja
2. Dapat dibantu oleh para pembantu
3. Orang lain yang mengelola dengan pembantu-pembantu.21

D. Pengusaha dan Pembantu-Pembantunya
19

Elsi Kartika Aari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.42

20

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.43

21

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.43

8

Pengusaha adalah orang yang menjalankan perusahaan perdagangan
atau orang yang memberikan kuasa perusahaannya kepada orang lain. Apabila
seseorang melakukan atau menyuruh melakukan suatu perusahaan disebut
pengusaha. Ia dapat melakukan perusahaan itu sendirian.22
Menurut Abdulkadir Muhammad, pengusaha adalah orang yang
menjalankan

perusahaan

atau

menyuruh

menjalankan

perusahaan.

Menjalankan perusahaan artinya mengelola sendiri perusahaannya, baik
dilakukan sendiri maupun dengan bantuan pekerja. Ini umumnya terdapat
pada perusahaan perseorangan. Apabila pengusaha menjalankan perusahaan
dengan bantuan pekerja, dalam hal ini dia mempunyai dua fungsi yaitu
sebagai pengusaha dan sebagai pemimpin perusahaan.23
Pengusaha adalah seseorang yang melakukan atau menyuruh
melakukan

perusahaan

sendirian,

misalnya

pengusaha-pengusaha

perseorangan yang setip hari menjajakan makanan dan minuman dengan
berjalan kaki atau yang lainnya. Dia melakukan perusahaannya sendiri, tanpa
pembantu itulah pengusaha perseorangan. Bisa juga dia menyuruh oraang lain
membantunya dalam melakukan perusahaan, tetapi ada juga kemungkinan
bahwa dia menyuruh orang lain melakukan perusahaannya, jadi dia tidak turut
serta melakukan perusahaan, dengan alasan kurang ahli, sedangkan dia
mempunyai cukup modal untuk melakukan perusahaan yang bersangkutan.
Definisi tersebut dapat disimpulkan:

a. Dia dapat melakukan perusahaannya sendiri, tanpa pembantu.

22

Farida Hasyim, Hukum Dagang, h.128

23

Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang dan Surat-Surat Berharga, Bandung: PT

Citra Aditya Bakti, 2013, h.25

9

b. Dia dapat melakukan perusahaannya dengan pembantu-pembantunya.
c. Dia dapat menyuruh orang lain untuk melakukan perusahaannya,
sedangkan dia tidak turut serta melakukan perusahaannya.24
Orang-orang lain yang disuruh oleh pengusaha untuk melakukan
perusahaannya

adalah

pemegang-pemegang

kuasa,

yang

menjadikan

perusahaan atas nama pengusaha si pemberi kuasa.25
Pengusaha yang melakukan perusahaannya dengan dibantu oleh orang
lain, sehingga turut serta, dia mempunyai dua kedudukan yaitu: sebagai
pengusaha dan sebagai pemimpin perusahaan. Sedangkan pengusaha yang
menyuruh orang lain untuk melakukan perusahaan dan dia tidak ikut serta,
maka keududukannya hanya sebagai pengusaha, sedangkan yang menjadi
pemimpin perusahaan adalah orang lain yang mendapat kuasa.26
Di dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh
seorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi
jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu, diperlukan
bantuan orang atau pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan
usaha tersebut.27
Sementara itu, pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi
menjadi dua fungsi, yakni pembantu di dalam perusahaan dan pembantu di
luar perusahaan.

24

Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.15

25

Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.16

26

Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.16

27

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.44

10

1. Pembantu di Dalam Perusahaan
Pembantu di dalam perusahaan adalah mempunyai hubungan yang
bersifat sub ordinasi, yaitu hubungan atas dan bawah sehingga berlaku
suatu perjanjian pemburuhan, misalnya pemimpin perusahaan, pemegang
prokurasi, pimpinan filial, pedagang keliling, dan pegawai perusahaan.
2. Pembantu di Luar Perusahaan
Pembantu di luar perusahaan adalah mempunyai hubungan yang
bersifat koordinasi, yaitu hubungan yang sejajar sehingga berlaku suatu
perjanjian pemberian kuasa antara pemberi kuasa dan penerima kuasa
yang akan memperoleh upah, seperti yang diatur dalam Pasal 1792
KUHPer, misalnya seperti pengacara, notaries, agen perusahaan, dan
komisioner.28
Dengan demikian, hubungan hukum yang terjadi di antara mereka
yang termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat:
a. Hubungan perburuhan, sesuai Pasal 1601 a KUHPer
b. Hubungan pemberian kuasa, sesuai Pasal 1792 KUHPer
c. Hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai Pasal 1601 KUHPer29

E. Pengusaha dan Kewajibannya
Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut
undang-undang, ada dua macam kewajiban yang harus dilakukan (dipenuhi)
oleh pengusaha, yaitu:

1. Membuat pembukuan (Dokumen Perusahaan).
28

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.44

29

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.44

11

Di dalam Pasal 6 KUHD menjelaskan makna pembukuan, yakni
mewajibkan setiap orang yang menjalankan perusahaan supaya membuat
catatan atau pembukuan mengenai kekayaan dan semua hal yang berkaitan
perusahaan, sehingga dari catatan tersebut dapat diketahui hak dan
kewajiban para pihak.30
Sementara itu, mengenai dokumen perusahaan didalam KUHD
menggunakan istilah pembukuan, sedangkan dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1997 menggunakan istilah dokumen perusahaan, yaitu
merupakan data, catatan, dan atau keterangan yang dibuat dan atau diterma
oleh perusahaan dalam langkah pelaksanaan kegiatannya, baik tertulis
diatas kertas maupun sarana lain, terekam dalam bentuk cara apapun, dan
dapat dilihat, dibaca, dan didengar.31
Selain itu, didalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1997
yang dikatakan dokumen perusahaan adalah terdiri dari:
a. Dokumen Keuangan
Dokumen keuangan terdiri dari catatan (neraca tahunan,
perhitungan laba rugi tahunan, rekening, jurnal transaksi harian), bukti
pembukuan dan data administrasi keuangan yang merupakan bukti
adanya hak dan kewajiban serta kegiatan usaha suatu perusahaan.

b. Dokumen Lainnya

30

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.44

31

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.44

12

Dokumen lainnya terdiri dari data atau setiap tulisan yang
berisi keterangan yang mempunyai nilai guna bagi perusahaan,
meskipun tidak terkait langsung dengan dokumen keuangan.32

Sifat pembukuan yang dibuat oleh seorang pengusaha adalah
rahasia, artinya meskipun tujuan diadakannya pembukuan agar pihak
ketiga mengetahui hak-hak dan kewajibannya, namun tidak berarti secara
otomatis setiap orang diperbolehkan memeriksa atau mengetahui
pembukuan pengusaha.33
Dalam kaitannya dengan tersebut diatas, yakni pembukuan sebagai
kekuatan pembuktian, berdasarkan Pasal 12 KUHD menentukan bahwa
tiada seorangpun dapat dipaksa akan memperlihatkan buku-bukunya.
Akan tetapi, kerahasiaan pembukuan yang dimaksud oleh Pasal 12 KUHD
tersebut tidak mutlak, artinya bisa dilakukan terobosan dengan beberapa
cara, misalnya:
a. Representation, artinya melihat pembukuan pengusaha dengan
perantara hakim, sebagaimana yang disebut dalam Pasal 8 KUHD.
b. Communication, artinya pihak-pihak yang disebutkan dapat melihat
pembukuan pengusaha secara langsung tanpa perantara hakim, hal ini
disebabkan yang bersangkutan mempunyai hubungan kepentingan
langsung dengan perusahaan, yakni:
1) Para ahli waris
2) Para pendiri perseroan/persero

32

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.45

33

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.45

13

3) Kreditur dalam kepailitan
4) Buruh

yang

upahnya

ditentukan

pada

maju

mundurnya

perusahaan34
Sebagaimana telah ditentukan oleh Undang-Undang bahwa
pembukuan wajib dibuat oleh seorang pengusaha, tentunya bagi
pengusaha yang tidak menjalankan kewajibannya atau lalai dapat
dikenakan sanksi sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1997 dan Pasal 396, 397, 231 (1) (2) KUHP.35
2. Wajib Daftar Perusahaan
Dengan adanya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang
wajib daftar perusahaan maka setiap orang atau badan yang menjalankan
perusahaan, menurut hukum wajib untuk melakukan pendaftaran tentang
segala sesuatu yang berkaitan dengan usahanya sejak tanggal 1 Juni 1985.
Yang dimaksud daftar perusahaan adalah daftar catatan resmi yang
diadakan menurut atau berddasarkan ketentuan undang-undang ini atau
peraturan-peraturan

pelaksanaannya,

memuat

hal-hal

yang

wajib

didaftarkan oleh setiap perusahaan, dan disahkan oleh pejabat yang
berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan.36
Dengan demikian, daftar perusahaan merupakan daftar informasi
umum yang harus didaftarkan pada Departemen Perdagangan dan
Perindustrian/Kanwil serta Departemen Perdagangan dan Perindustrian
Tingkat II.37
34

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.46

35

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.46

36

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.46

37

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.47

14

Daftar perusahaan bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan
yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber
informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai
identitas, data, serta keterangan lainnya tentang perusahaan yang
tercantum dalam daftar perusahaan dalam rangka menjamin kepastian
perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang wajib daftar dalam daftar
perusahaan adalah berbentuk badan hukum, persekutuan, perseorangan,
dan perusahaan-perusahaan baru yang sesuai dengan perkembangan
perekonomian, sedangkan perusahaan yang ditolak pendaftarannya karena
dianggap belum melakukan wajib daftar, tetapi tidak mengurangi
kesempatan dalam usaha atau kegiatan selama tenggang waktu kewajiban
pendaftaran sejak penolakan pendaftaran.38
Kemudian, setiap perubahan dan penghapusan wajib dilaporkan
pada kantor tempat pendaftaran perusahaan oleh pemilik atau pengurus
yang

bersangkutan

dengan

menyebutkan

alasan

perubahan

dan

penghapusan dalam waktu 3 bulan setelah terjadi perubahan atau
penghapusan.39
Selain itu, berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 3 Tahun
1982, daftar perusahaan hapus jika terjadi:

a. Perusahaan yang berssangkutan menghentikan segla kegiatan usahanya
b. Perusahaan yang bersangkutan berhenti pada waktu akta pendiriaannya
kadaluwarsa

38

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.48

39

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.48

15

c. Perusahaan yang brsangkutan dihentikan segala kegiatan usahanya
berdasarkan suatu putusan pengadilan negeri yang telah memperoleh
kekuatan hukum yang tetap.40

F. Bentuk-Bentuk Badan Usaha
Bentuk-bentuk perusahaan secara garis besar dapat diklasifikasikan
dan dilihat dari jumlah pemiliknya dan dilihat dari status hukumnya.
1. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari jumlah pemiliknya:
a. Perusahaan perseorangan, yaitu suatu perusahan yang dimiliki oleh
perseorangan atau seorang pengusaha.
b. Perusahaan persekutuan, yaitu suatu perusahaan yang dimiliki oleh
beberapa

orang pengusaha yang bekerja

sama dalam suatu

persekutuan.
2. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari status hukumnya:
a. Perusahaan berbadan hukum, yaitu sebuah subjek hukum yang
mempunyai kepentingan sendiri terpisah dari kepentingan pribadi
anggotanya, punya tujuan yang terpisah pula dari tujuan pribadi para
anggotanya, dan tanggung jawab pemegang saham terbatas kepada
nilai saham yang diambilnya.
b. Perusahaan bukan badan hukum, yaitu harta pribadi para sekutu
juga akan terpakai untuk memenuhi kewajiban perusahaan tersebut,
biasanya berbentuk perorangan maupun persekutuan.41

40

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.48

41

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.49

16

Sementara itu, dalam masyaarakat dikenal dua macam perusahaan,
yakni:
1. Perusahaan swasta, yaitu perusahaan yang seluruh modalnya dimiliki
oleh swasta dan tidak ada campur tangan pemerintah. Perusahaan ini
terbagi dalam tiga perusahaan, yakni:
a. Perusahaan swasta nasional
b. Perusahaan swasta asing
c. Perusahaan patungan/campuran (join venture)
2. Perusahaan negara, yaitu perusahaan yang seluruh atau sebagian
modalnya dimiliki oleh negara. Pada umumnya perusahaan negara disebut
dengan badan usaha milik negara (BUMN), terdiri dari tiga bentuk, yakni:
a. Perusahaan jawatan (Perjan)
b. Perusahaan umum (Perum)
c. Perusahaan perseroan (Persero)42
Selain

itu,

berdasarkan

pembagian

bentuk

perusahaan

dapat

digolongkan menjadi dua jenis, yakni perusahaan perseorangan dan
perusahaan persekutuan bukan berbadan hukum.

1. Perusahaan Perseorangan
Perusahaan perseorangan yaitu perusahaan swasta yang didirikan
dan dimiliki oleh pengusaha perorangan yang bukan berbadan hukum,
dapat berbentuk perusahaan dagang, jasa, dan industri.43
42

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.50

43

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.50

17

Secara resmi, tidak ada perusahaan perseorangan, tetapi dalam
praktik di masyarakat telah ada suatu bentu perusahaan perorangan yang
diterima oleh masyarakat, yaitu perusahaan dagang. Untuk mendirikan
perusahaan dagang secara resmi dapat mengajukan permohonan dengan
surat izin usaha (SIU) kepada kantor wilayah perdagangan dan
mengajukan surat izin tempat usaha (SITU) kepada pemerintah daerah
setempat.44
2. Perusahaan Persekutuan Bukan Badan Hukum
Perusahaan persekutuan bukan badan hukum yaitu perusahaan
swasta yang didirikan dan dimiliki oleh beberapa pengusaha secara bekerja
sama dalam bentuk persekutuan perdata.45
a. Persekutuan Perdata (Maatsxhap)
Persekutuan perdata adalah suatu perjanjian antara dua orang
atau lebih untuk berusaha bersama-sama mencari keuntungan yang
akan dicapai dengan jalan kedua pihak menyetorkan kekayaan untuk
usaha bersama. Dasar hukum untuk dalam pembentukan persekutuan
perdata diatur dalam Pasal 1618 – Pasal 1652 KUHPer.46

Sementara itu, persekutuan telah berakhir karena:
1) Lewatnya jangka waktu pendirian persekutuan
2) Musnahnya barang atau telah diselesaikannya perbuatan pokok
yang menjadi tujuan persekutuan

44

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.50

45

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.51

46

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.51

18

3) Atas kehendak semata-mata dari beberapa atau seorang sekutu
4) Jika salah seorang sekutu meninggal, ditaruh dibawah pengampuan
atau pailit.47
b. Persekutuan Firma (Vennootshaf Onder Eene Firma)
Persekutuan firma diatur dalam Pasal 15, 16 sampai 35 KUHD.
Dalam Pasal 16 KUHD perseroan firma adalah tiap-tiap perseroan
yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan dibawah nama
bersama, yakni angota-anggotanya langsung dan sendiri-sendiri
bertanggung jawab sepenuhnya terhadap orang-orang ketiga.48
Sementara itu, firma mempunyai arti nama yang digunakan
untuk berdagang secara bersama-sama. Namun suatu firma adakalanya
diambil dari nama seorang yang turut menjadi persekutuan itu sendiri,
tetapi dapat juga diambil dari nama orang yang bukan dari
persekutuan. Dengan demikian, tanggung jawab pada persekutuan
firma, yakni tiap-tiap anggota perseroan secara tanggung-menanggung,
artinya bertanggung jawab untuk seluruhnya atas segala perikatan dan
persekutuan firma.49
Perlu

diketahui,

persekutuan

firma

bukan

merupakan

perusahaan berbentuk badan hukum sehingga pihak ketiga tidak
berhubungan dengan persekutuan firma sebagai satu kesatuan,
melainkan dengan setiap anggota secara sendiri-sendiri. Menurut Pasal

47

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.52

48

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.52

49

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.53

19

17 KUHD, tiap-tiap sekutu dapat bertindak dengan pihak diluar
persekutuan, asalkan tindakan tersebut berkaitan dengan persekutuan.50
c. Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennootschap)
Persekutuan komanditer diatur dalam Pasal 15, 19 sampai 21
KUHD. Di dalam Pasal 19 KUHD disebutkan bahwa persekutuan
komanditer adalah suatu persekutuan untuk menjalankan suatu
perusahaan yang dibentuk antara satu orang atau beberapa orang
persekutuan yang secara tanggung-menanggung bertanggung jawab
untuk seluruhnya pada satu pihak dan atau lebih sebagai pelepas uang
pada pihak lain yang merupakan satu sekutu komanditer yang
bertanggung jawab atas sebatas sampai pada sejumlah uang yang
dimasukannya.51
Dalm persekutuan komanditer terdapat sekutu komplementer
dan sekutu komanditer. Sekutu komplementer adalah sekutu yang
menyerahkan pemasukkan, selain itu juga ikut mengurusi persekutuan
komanditer. Sedangkan sekutu komanditer adalah sekutu yang hanya
menyerahkan pemasukkan pada persekutuan komanditer daan tidak
ikut serta mengurusi persekutuan komanditer.52

Persekutuan komanditer dibagi menjadi tiga, yakni:
1) Persekutuan komanditer diam-diam, yaitu persekutuan komanditer
yang belum menyatakan dirinya dengan terng-terangan kepada
pihak ketiga sebagai persekutuan komanditer.

50

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.53

51

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.54

52

Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.55

20

2) Persekutuan

komanditer

terang-terangan,

yaitu

persekutuan

komanditer yang telah menyatakan diri sebagai persekutuan
komanditer pada pihak ketiga.
3) Persekutuan

komanditer

dengan

saham,

yaitu

persekutuan

komanditer terang-terangan yang modalnya terdiri dari sahmsaham.53

3. Perusahaan Persekutuan Berbadan Hukum
Perusahaan persekutuan berbadan hukum adalah perusahaan yang
didirikan dan dimiliki oleh pengusaha swasta, dapat berbentuk perseroan
terbatas, koperasi, dan yayasan.54

53

Elsi Kartikasari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.55

54

Elsi Kartikasari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.56

21

PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Hukum dagang adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang
turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau hukum
yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum
satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan.
2. Berdasarkan Pasal 1 dan Pasal 15 KUHD dapat diketahui kedudukan
KUHD terhadap KUHPer. Pengertiannya, KUHD merupakan hukum yang
khusus (lex specialis), sedangkan KUHPer merupakan hukum yang
bersifat umum (lex generalis), sehingga berlaku suatu asas lex specialis
derogat

legi

generali,

artinya

hukum

yang

khusus

dapat

mengesampingkan hukum yang umum.
3. Sebelum tahun 1938, Hukum Dagang hanya mengikat kepada para
pedagang saja yang melakukan usaha dagang. Kemudian, sejak tahun 1938
pengertian perbuatan dagang menjadi lebih luas dan dirubah menjadi
perbuatan perusahaan yang mengandung arti menjadi lebih luas sehingga
berlaku bagi setiap pengusaha (perusahaan).
4. Pengusaha adalah orang yang menjalankan perusahaan perdagangan atau
orang yang memberikan kuasa perusahaannya kepada orang lain. Apabila
seseorang melakukan atau menyuruh melakukan suatu perusahaan disebut
pengusaha. Di dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang
dipimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya
seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh
karena itu, diperlukan bantuan orang atau pihak lain untuk membantu
melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.

22

5. Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut
undang-undang, ada dua macam kewajiban yang harus dilakukan
(dipenuhi) oleh pengusaha, yaitu membuat dokumen dan wajib daftar
perusahaan.
6. Bentuk-bentuk perusahaan secara garis besar dapat diklasifikasikan dan
dilihat dari jumlah pemiliknya, yaitu perusahaan perseorangan dan
persekutuan. Sedangkan jika dilihat dari status hukumnya, yaitu
perusahaan berbadan hukum dan bukan berbadan hukum.

DAFTAR PUSTAKA

Hasyim, Farida, (2009), Hukum Dagang, Sinar Grafka, Jakarta.

23

Muhammad, Abdulkadir, (2013), Hukum Dagang dan Surat-Surat Berharga, PT
Citra Aditya Bakti, Bandung.
Purwosutjipto,

(1999),

Pengertian

Pokok

Hukum

Dagang,

Djambatan, Jakarta.
Sari, Elsi Kartika, dan Simanunsong, Advendi, (2017), Hukum
dalam Ekonomi, PT Grasindo, Jakarta.
Suwardi, (2015), Hukum Dagang Suatu Pengantar, Deepublish,
Yogyakarta.

24