Memanusiakan Kota Mempersiapkan DKI Jaka

Memanusiakan Kota:
Mempersiapkan DKI Jakarta untuk Menyambut Era Transportasi Baru
Keziah Cahya Virdayanti
Dalam survey yang diadakan oleh Castrol-Magnatec Stop Start Index pada tahun
2015, DKI Jakarta dinyatakan sebagai kota dengan tingkat kemacetan tertinggi di
dunia. Ironisnya, ‘prestasi’ ini sesuai dengan prediksi yang diungkapkan oleh Japan
International Corporation Agency (JICA) pada tahun 2000 silam. JICA memprediksi,
DKI Jakarta akan mengalami kemacetan total pada tahun 2014, dan benar saja, 14
tahun kemudian hal tersebut menjadi kenyaataan. Rata-rata kecepatan berkendara di
Jakarta adalah sebesar 20 kilometer per jam, dengan jumlah berhenti rata-rata
sebanyak 33.240 kali dalam setahun untuk setiap pengendara. Jumlah ini lebih dari
dua kali lipat dari jumlah berhenti rata-rata di kota New York, yang notabene
merupakan kota megapolitan tingkat dunia.
Hal ini sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya jumlah kendaraan, yang tidak
diimbangi dengan penambahan ruas jalan yang juga masih dibawah rata-rata.
Pertumbuhan kendaraan bermotor di Jakarta setiap hari mencapai lebih dari 1000,
sementara pertumbuhan jalan hanya sebesar 0,01 persen per tahun. Selain itu, moda
transportasi umum yang saat ini sudah beroperasi tidak didukung oleh manajeman dan
fasilitas yang memadai. Sehingga, masih banyak komuter yang memilih
menggunakan kendaraan pribadi, meskipun harus berkutat dengan macet.
Oleh karena itu, pembangunan transportasi publik besar-besaran yang tengah

berlangsung saat ini bagaikan oase di padang pasir. Saat ini sedang dilaksanakan
pembangunan jalur MRT (mass rapid transit), yang didukung oleh jalur LRT (light
rail transit) dan BRT (bus rapid transit). MRT jalur Utara-Selatan fase I direncanakan
akan mulai beroperasi pada tahun 2019. Moda transportasi ini diharapkan dapat
mengurai gridlock yang terjadi pada lalu lintas Jakarta saat ini. Namun, berdasarkan
keterangan yang diberikan oleh Direktur Utama PT MRT Jakarta sendiri, MRT tidak
akan mampu mengatasi kemacetan jika tidak didukung sistem transportasi yang
komprehensif. Meskipun demikian, MRT yang

sudah terintegrasi dengan moda

transportasi lainnya hanya bisa mengurai kemacetan sebesar 30%, jika tidak didukung
oleh perubahan perilaku masyarakat. Kesuksesan MRT dalam menanggulangi macet

tidak diukur berdasarkan canggihnya infrastruktur, tapi dampaknya terhadap budaya
komuter Jakarta.
Mengubah budaya bukan merupakan sesuatu yang mudah, karena dibutuhkan waktu
yang lama agar budaya dapat mengakar di dalam suatu masyarakat. Budaya terbentuk
dari kebiasaan yang dilakukan secara massal, yang awalnya bermula dari perilaku
terus-menerus. Sebagai penentu kebijakan, pemerintah adalah tokoh yang paling

berkuasa dalam membentuk perilaku masyarakat. Karena perilaku merupakan respon
terhadap stimulus, maka untuk membentuk perilaku tertentu pada masyarakat,
pemerintah harus memberikan stimulus yang sesuai. Pada kasus ini, stimulus yang
harus diberikan yaitu berupa keunggulan transportasi massal jika dibandingkan
dengan kendaraan pribadi. Selain tarif yang murah, saat ini keunggulan KRL hanya
satu, yaitu waktu tempuhnya yang singkat. Sedangkan, aspek kenyamanan dan
kemudahannya belum maksimal, sehingga masyarakat yang bersedia membayar lebih
dan tidak diburu waktu pasti tetap akan menggunakan kendaraan privat.
Dalam sebuah proyek transportasi massal, fokus pelaksana proyek sebagian besar
dicurahkan kepada kendaraan dan jalur operasinya. Hal tersebut bukan merupakan
sesuatu yang salah, namun perlu diingat bahwa sesungguhnya, sebuah proyek
transportasi massal bertujuan untuk memindahkan manusia dari satu tempat ke tempat
lain, bukan kendaraan. Oleh karena itu, penting bagi pelaksana proyek untuk
memberi perhatian lebih terhadap aspek kenyamanan penumpang.

Aspek

kenyamanan ini juga tidak hanya sebatas lingkungan fisik. Contohnya ada pada kasus
KRL saat ini, yang sudah dilengkapi dengan AC dan tempat duduk yang nyaman.
Meski lingkungan fisik di dalam kereta sudah cukup baik, tapi masih banyak

penumpang yang mengeluh karena membludaknya jumlah penumpang, sehingga pada
akhirnya fasilitas tersebut tidak bisa dirasakan. Pada peak hour, jumlah penumpang
KRL bisa mencapai 1000 penumpang, padahal kapasitas idealnya hanya untuk 250
orang. Dalam kasus ini, aspek kenyamanan tidak terbatas pada fasilitas fisik saja, tapi
juga manajemen operasional.
Tidak hanya itu, aspek kenyamanan juga perlu diperhatikan di dalam fasilitas
penunjang yang digunakan untuk mencapai moda transportasi tersebut. Contohnya
mudah: logikanya, apabila penumpang harus menunggu kereta datang, buatlah tempat
menunggu yang nyaman. Hal ini bertolak belakang dengan apa yang terjadi di

lapangan. Pada stasiun Manggarai, contohnya, selain harus menunggu kereta datang,
calon penumpang juga tidak bisa duduk di stasiun dikarenakan bangku yang diganti
dengan tiang bersandar. Toilet yang tersedia juga tidak bersih, bahkan musholla pun
tidak disediakan.
Contoh kedua: transportasi secanggih apapun, akan minim pengguna apabila sulit
dicapai. Alasan utama kenapa kendaraan pribadi banyak digunakan adalah karena
jalanan yang tidak pernah putus. Berbeda halnya dengan transportasi publik yang
hanya beroperasi pada trayek tertentu. Solusinya hanya satu: konektivitas.
Konektivitas tidak hanya sekedar menyambungkan trayek moda transportasi berbeda,
tapi juga menghubungkan ruang transisi penumpangnya: dari stasiun ke halte, dari

halte ke terminal. Konektivitas sesungguhnya harus dilihat dari sudut pandang
manusia, bukan kendaraan.
Selama ini kita mengeluhkan Jakarta yang semakin padat, jalanan yang semakin
macet. Ini disebabkan sistem transportasi kita yang selama ini mengakomodasi luas
area 7,5 m2/orang (luas area mobil) atau 2 m2/orang (luas area motor), padahal
sesungguhnya rata-rata ruang personal yang dibutuhkan manusia bahkan tidak
mencapai 1 m2. Mimpi saya untuk Jakarta cukup simpel: agar manusianya otonom
dalam bertransportasi. Tentu untuk mencapai titik tersebut dibutuhkan jangka waktu
yang panjang dan modal yang besar. Namun, tidak ada salahnya jika dari sekarang
kita mulai mengatur prioritas, serta membuat kebijakan yang tepat sasaran.
Desainlah kota untuk manusia, bukan kendaraan.

Daftar Pustaka
Basuki, Arie. 2015. Potret Suram Jakarta, Kota Termacet di Dunia.
(http://www.merdeka.com/foto/jakarta/495736/20150205182200-potret-suramjakarta-kota-termacet-di-dunia-002-isn.html diakses 3 Agustus 2016)
Chandra. 2011. Hubungan Antara Budaya dan Perilaku.
(http://ruangchandra.blogspot.co.id/2011/03/makalah-hubungan-antara-budayadan.html diakses 4 Agustus 2016)

Nailufar, Nibras Nada. 2016. MRT Tidak Akan Atasi Kemacetan.
(http://megapolitan.kompas.com/read/2016/07/27/19470851/mrt.tidak.akan.atasi.kem

acetan?utm_source=news&utm_medium=bp-kompas&utm_campaign=related&
diakses 3 Agustus 2016)
Rahmat, Basuki. 2015. Macet Jakarta, Kecemasan 15 Tahun Lalu yang Jadi
Kenyataan.
(http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150205141454-20-29891/macet-jakartakecemasan-15-tahun-lalu-yang-jadi-kenyataan/ diakses 3 Agustus 2016)
Ramadhiani, Arimbi. 2016. Integrasi Kawasan Jakarta Bikin Pejalan Kaki Lebih
Nyaman.
(http://properti.kompas.com/read/2016/07/29/080000921/Integrasi.Kawasan.Jakarta.B
ikin.Pejalan.Kaki.Lebih.Nyaman?
utm_source=properti&utm_medium=bp&utm_campaign=related& diakses 4 Agustus
2016)
Rudi, Alsadad. 2015. Agar Nyaman, Berapa Jumlah Ideal Penumpang di dalam
Gerbong KRL?
(http://megapolitan.kompas.com/read/2015/12/02/15071151/Agar.Nyaman.Berapa.Ju
mlah.Ideal.Penumpang.di.dalam.Gerbong.KRL diakses 4 Agustus 2016)
Rudi, Alsadad. 2015. Tak Ada “Park and Ride”, Rancangan Stasiun MRT Dinilai
Belum Ideal.
(http://megapolitan.kompas.com/read/2015/11/12/08550681/Tak.Ada.Park.and.Ride.R
ancangan.Stasiun.MRT.Dinilai.Belum.Ideal diakses 4 Agustus 2016)
Wardani, Agustin Setyo. 2015. Bangku Tunggu Diganti Sandaran, Penumpang KRL

Tak Nyaman.
(http://wartakota.tribunnews.com/tag/krl/?url=2015/10/20/bangku-tunggu-digantijadi-sandaran-penumpang-krl-tak-nyaman diakses 5 Agustus 2016)

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

Analisis pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil badan usaha milik daerah terhadap pendapatan asli daerah Kota Tangerang (2003-2009)

19 136 149

Pengaruh Atribut Produk dan Kepercayaan Konsumen Terhadap Niat Beli Konsumen Asuransi Syariah PT.Asuransi Takaful Umum Di Kota Cilegon

6 98 0

Perilaku komunikasi para pengguna media sosial path di kalangan mahasiswa UNIKOM Kota Bandung : (studi deksriptif mengenai perilaku komunikasi para pengguna media sosial path di kalangan mahasiswa UNIKOM Kota Bandung)

9 116 145

Sistem Informasi Absensi Karyawan Di Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung

38 158 129

Analisis Prioritas Program Pengembangan Kawasan "Pulau Penawar Rindu" (Kecamatan Belakang Padang) Sebagai Kecamatan Terdepan di Kota Batam Dengan Menggunakan Metode AHP

10 65 6

Perilaku Komunikasi Waria Di Yayasan Srikandi Pasundan (Studi Deskriptif Mengenai Perilaku Komunikasi Waria di Yayasan Srikandi Pasundan di Kota Bandung)

3 50 1

Perancangan Logo Ulang Tahun Kota Cimahi Ke Delapan Di Pemerintah Kota Cimahi

1 42 1