Laporan Pendahuluan ASKEP TB Paru

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis

paru

merupakan

penyakit

infeksi

menular

yang

disebabkan

olehmycobacterium tuberculosis dan paling sering bermanifestasi di paru.Mikrobakterium ini
ditransmisikan melalui droplet di udara, sehingga seorang penderita tuberkulosis paru merupakan

sumber penyebab penularan tuberkulosis paru pada populasi di sekitarnya.
Tuberkulosis paru sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan di seluruh belahan
dunia, terutama di Negara berkembang seperti Indonesia, sehingga pada tahun 1993 WHO telah
mencanangkan bahwa TB Paru merupakan kedarutan global, Karena sepertiga penduduk dunia
telah terinfeksi penyakit tersebut dan tidak terkendali, disebabkan banyaknya penderita yang
tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular yaitu penderita yang dalam pemeriksaan
dahaknya ditemukan BTA (Basil Than Asam) yang selanjutnya disebut BTA positif
(Dep.Kes,RI.2000)
Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita TB Paru dengan
kematian 3 juta orang.Di Negara berkembang, kematian karena TB merupakan 25% dari seluruh
kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95% penderita TB berada di Negara
berkembang dan 75% penderita TB adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). WHO
menyatakan bahwa setiap detik satu orang terinfeksi TB dan setiap sepuluh detik satu orang
meninggal karena TB. (Bambang Ruswanto,2010)
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB paru antara lain :
1. Kondisi social ekonomi yang menurun pada berbagai kelompok masyarakat, setiap pada
Negara-negara berkembang, sehingga dapat menimbulkan dampak yang buruk kepada
lingkungannya.
2. Kondisi lingkungan dalam dan luar rumah yang yang sangat mendukung untuk terjadinya
penyakit tuberkulosis paru, seperti kurangnya vemtilasi.

3. Belum optimalnya program TB paru selama ini, hal ini diakibatkan oleh :

a. Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan
b. Tidak memadainya organisasi pelayanan Tuberkulosis (kurang terakses oleh
masyarakat), penemuan kasus atau diagnosis yang tidak standar, Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) tidak terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan,
pencatatan dan pelaporan yang tidak standard an sebabainya.
c. Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan panduan obat yang tidak
standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnose)
d. Salah persepsi terhadap manfaat dan efektivitas vaksin BCG
e. Infrastruktur kesehatan yang buruk pada Negara-negara yang mengalami krisis
ekonomi atau pergolakan masyarakat.
4. Perubahan demografik karena meningkatnya pendududk dunia dan perubahan struktur
umur kependudukan.
5. Dampaka pandemic HIV/AIDS
(Bambang Ruswanto,2010)
Berdasarkan hal tersebut diatas, mengingat besarnya masalah yang dihadapi program
penanggulangan TB maka penulis mengangkat judul “TUBERKULOSA PARU”
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada bagian penting nya masalah, terlihat dengan jelas bahwa

sangat banyak hal yang dapat diteliti dari tubercolosis. Hal-hal yang dapat diteliti tersebut dapat
diidentifikasi sebagai berikut :
1. Patofisiologi dari tuberculosis
2. Patogenesa tubercolosis
3. Hal-hal yang terkait dengan tuberculosis
4. Upaya pemeriksaan fisik dan penunjang tuberculosis
5. Upaya tes tuber culin
6. Upaya pemeriksaan darah
7. Landasan diagnosa dari tuberculosis

1.3. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah yang akan dibahas yaitu :
1. Menjelaskan pengertian Penyakit TB paru
2. Memaparkan cara penularan Penyakit TB paru
3. Memaparkan gejala-gejala TB paru
4. Menjelaskan pencegahan Penyakit TB paru

1.4. Rumusan masalah
1. Apa definisi TB paru?
2. Mengapa seseorang bisa terkena TB paru?

3. Bagaimana tanda dan gejala TB paru?
4. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien TB paru?

1.5. Tujuan penulisan

1. Untuk menjelaskan definisi TB Paru
2. Untuk menjelaskan penyebab penyakit TB Paru, tanda dan gejala serta patofisiologinya
dalam tubuh.
3. Untuk menjelaskan apa saja obat-obatan untuk pasien TB paru.
4. Untuk mengetahui tindak lanjut intervensi keperawatan pada klien TBC.
5. Untuk menjelaskan peran perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan utamanya
terhadap penderita TB Paru.

1.6. Manfaat
Sebagai tambahan ilmu, wawasan dan pengetahuan yang luas dalam upaya
penanggulangan TB Paru.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anamnesa

Sebagian besar kasus Tuberkulosis Paru didiagnosis karena pasien merasa tidak sehat
sehingga dating meminta bantuan ke suatu Puskesmas, Klinik, Rumah Sakit atau Praktek
Dokter.Pada umumnya pasien dating dengan gejala utama batuk secara terus-menerus dan
berdahak selama 3 minggu atau lebih.Selain itu gejala tambahan yang tampak pada pasien TB
adalah gejala sistemik dan respiratorik. (Jhon Crofton,2002)
Gejala sistemik pada umumnya penderita akan mengalami demam. Demam tersebut
berlangsung pada waktu sore dan malam hari disertai dengan keluar keringat dingin meskipun
tanpa kegiatan, kemudian kadang hilang. Gejala ini akan timbul lagi beberapa bulan seperti
demam influenza biasa dan seolah-olah sembuh (tidak demam lagi).Gejala lain adalah malaise
(seperti perasaan lesu) yang bersifat kronik diserti rasa tidak enak badan, lemah, lesu, pegalpegal, nafsu makan berkurang, badan semakin kurus, pusing, serta mudah lelah. Gejala sistemik
ini terdapat baik pada tuberkulosis paru maupun tuberkulosis yang menyerang organ lain.
(Bambang Ruswanto,2010)
Adapun gejala respiratorik atau gejala saluran pernapasan adalah batuk. Batuk bias
berlangsung terus menerus selama 3 minggu atau lebih, hal ini terjadi apabila sudah melibatkan
bronchus. Batuk pada penderita TB Paru akan bertambah hebat bila pernderita tidur pada malam
hari. Gejala respiratorik lainnya adalah batuk produktif sebagai upaya untuk membuang ekskresi
peradangan berupa dahak atau sputum.Dahak ini kadang bersifat mucoid atau purulent.Dahak
yang dikeluarkan biasanya berwarna abu-abu kotor atau hitam menunjukan pigmen yang
mengandung karbon atau besi.Kadang gejala respiratorik ini ditandai dengan batuk darah.Hal ini
disebabkan karena pembuluh darah pecah akibat luka dalam alveoli yang sudah lanjut.Batuk

dahak inilah yang sering membawa pendrita ke dokter. Apabila kerusakan sudah meluas, timbul

sesak napas dan apabila pleura susah terkena maka disertai pula rasa nyeri dada. (Bambang
Ruswanto,2002)

2.2. Patofisiologi
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernapasan, saluran pencernaan
(GI) dan luka terbuka di kulit. Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu ,melalui
inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang
terinfeksi. (Sylvia A.Price dan Mary P.Standridge,2005)
TB adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas diperantarai sel. Sel efektor
adalah makrofag dan limfosit (biasanya limfosit T) adalah sel imnoresponsif.Tipe imunitas
seperti ini biasanya local, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limfosit
dan limfokinnya.Respon ini disebut reaksi hipersensitivitas seluler (lambat). (Sylvia A.Price dan
Mary P.Standridge,2005)
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit
yang terdiri dari 1-3 basil, gumbalan basil yang lebih besar cenderung bertahan disaluran hidung
dan cabang besar bronchus dan tidak menyebabkan penyakit.Setelah berada dalam ruang
alveolus biasanya di bagian bawah lobus atas paru atau di bagian atas lobus bawah.Basil tuberkel
ini membangkitkan reaksi peradangan.Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut

dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut.Sesudah hari-hari pertama
leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul
pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendrinya, sehingga tidak ada sisa
yang tertinggal atau proses daoat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak
di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening
regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian besar bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit, reaksi ini biasanya
membutuhkan waktu 10-20 hari. (Sylvia A.Price dan Mary P.Standridge,2005)
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya.Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahaknya maka makin

menular penderita tersebut.Bila hasil pemeriksaan dahaknya negative maka penderita tersebut
dianggap tidak menular.Faktor risiko yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi
penderita tuberkulosis paru adalah Karena daya tahan tubuh yang lemah, di antara karena gizi
buruk dan HIV/AIDS.HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi kuman
TB menjadi sakit tuberkulosis paru. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya
tahan tubuh seluler (cellular imunity), sehingga jka terjadi infeksi penyerta (opurtunistik), seperti
tuberkulosis paru makan yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bakan bisa mengakibatkan
kematian. Bila jumlah orang terinfesksi HIV meningkat ,maka jumlah penderita TB paru akan
meningkat pula.(Bambang Ruswanto,2010)


2.3. Patogenesa
2.3.1. Tuberkulosis Primer
Penularan TB Paru terjadi karena kuman dibatukkan menjadi droplet nuclei dalam udara
sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap di udara bebas selama 1 sampai 2 jam, tergantung
pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembapan. Dalam suasana gelap
dan lembab kuman bias bertahan sampai berhari-hari bahkan berbulan-bulan. Bila partikel ini
terhisap oleh orang sehat dia akan menempel pada saluran pernapasan atau jaringan paru.
Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel 5mm dan kurang lebih
10% diantaranya terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant
 Berkomplikasi dan menyebar secara :
-

Perkontinuitatum yakni menyebar kesekitarnya

-

Bronkogen yakni menyebar ke paru yang bersangkutan sebelahnya, kuman dapat juga
tertelan dan menyebar ke usus


-

Limfogen yakni ke organ tubuh lainnya

-

Hematogen, ke organ tubuh lainnya. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)

2.3.2. Tuberkulosis Sekunder
Kuman yang dormant pada TB primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai
infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa. TB sekunder terjadi karena imunitas menurun
seperti malnutrisi, alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal.TB sekunder dimulai
dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru (bagian apical-posterior lobus superior atau
inferior).Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiller paru-paru.
(Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)
sarang ini mula-mula berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini
menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel histiosit dan sel datia langhans
dikelilingi oleh sel limfosit dan bergbagi jaringan ikat. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)

TB sekunder juga dapat berasal dari infeksi oksogen dari usia umur muda menjadi TB

usia tua tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas pasien. Sarang dini ini dapat
menjadi :
 Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
sarang yang mula-mula meluas tetapi segera sembuh dengan serbukan jaringan fibrosis.
Ada yang membungkus diri menjadi keras dan menjadi perkapuran.Sarang dini yang meluas
sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya
mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju di batukkan
keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dinidngnya
menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar sehingga menjadi kavitas
kronik. Terjadinya perkejuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat
oleh enzim yang diproduksi makrofag dan poses berlebihan sitokin dengan TNFnya. Bentuk
perkejuan lain yang jarang adalah cryptic disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi dan
usia lanjut. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)
Di sini lesi sangat kecil tetapi berisi bakteri sangat banyak. Kavitas dapat :
 Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini masuk
dalam peredaran darah arteri maka akan terjadi TB millier. Dapat juga masuk ke patu
sebelahnya atau tertelan masuk lambung dan selanjutnya ke usus jadi TB usus. Bisa
juga terjadi TB endobronkial atau TB endotrakeal atau empiema bila rupture terjadi
sampi pleura
Memadat dan membungkus diri sehingga terjadi tuberkuloma.Tuberkuloma ini dapat mengapur

dan menyembuh atau dapat aktif lagi menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik
kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma
disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh dengan membungkus diri menjadi
kecil.Kadang-kadang berakhir sebagai kavitas yang terbungkus, menciut dan membentuk seperti
bintang disebut stellate shaped. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)

2.3.3. Klasifikasi Tuberkulosis
Sampai sekarang belum ada kesepakatan di antara para klinikus, ahli radiologi, ahli
patologi, mikrobiologi dan ahli kesehatan masyarakat tentang keseragaman klasifkasi
tuberkulosis. Dari sistem lama diketahui beberapa klasifikasi seperti :
a.

Pembagian secara patologis :
 Tuberkulosis primer ( Child hood tuberculosis ).
 Tuberkulosis post primer ( Adult tuberculosis ).

b.

Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :
 Tuberkulosis Paru BTA positif.
 Tuberkulosis Paru BTA negative

c.

Pembagian secara aktifitas radiologis :
 Tuberkulosis paru ( Koch pulmonal ) aktif.
 Tuberkulosis non aktif .
 Tuberkulosis quiesent ( batuk aktif yang mulai sembuh ).

d.

Pembagian secara radiologis ( Luas lesi )
 Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat non kapitas pada satu
paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
 Moderateli advanced tuberculosis, yaitu, adanya kapitas dengan diameter tidak lebih dari
4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya
kasar tidak lebih dari satu pertiga bagian satu paru.
 For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas yang melebihi keadaan
pada moderateli advanced tuberculosis.

e.

Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American Thorasic Society

memberikan klasifikasi baru:

 Karegori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak tidak pernah,
tes tuberculin negatif.
 Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya infeksi, disini riwayat
kontak positif, tes tuberkulin negatif.
 Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit.
 Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit.
f.

Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :
 Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru dengan
batuk TB berat.
 Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal dengan sputum BTA
positf.
 Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas
dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I.
 Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.

2.4. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva
mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus atau berat badan
menurun.
Pada pemeriksaan fisis pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan pun terutama
pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Demikian juga bila
sarang penyakit terletak di dalam, akan sulit menemukan kelainan pada pemeriksaan fisis,
Karena hataran getaran/suara yang lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit dinilai secara palpasi,
perkusi, auskultasi. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisis, TB Paru sulit dibedakan dengan
pneumonia biasa.
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak) paru.
Bila dicurigai adanya infiltrate yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan
auskultasi suara nafas bronchial. Akan didapatkan juga suara napas tambahan berupa ronki

basah, kering dan nyraing. Tetapi bila infiltat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napasnya
menjadi vesicular melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara
hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amfrotik.
Pada tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan
retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi mediastinum
atau paru lainnya. Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotic amat luas
yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah
paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti
terjadinya kor pulmonal dan gagal jantung kanan. Disini akan didapatkan tanda-tanda kor
pulmonal dengan gagal jantung kanan seperti takipnea, takikardia, sianosis, right ventricular lift,
right atrial gallop, murmur Graham-Steel, bunyi P2 yang mengeras, tekanan vena jugularis yang
meningkat, hepatomegali, asites, dan edema.
Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit terlihat
agak tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi memberikan
suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.
Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimtomatik dan penyakit baru dicurigai
dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberculin yang
positif.
2.5. Pemeriksaan Penunjang
2.5.1. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum ini penting karena dengan ditemukannya kuman BTA pada sputum
seseorang sudah dapat didiagnosa tuberkulosis paru.Pemeriksaan sputum juga dapat
mengevaluasi pengobatan yang sudah diberikan. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)
Pemeriksaan ini mudah dan murah, tapi kadang-kadang sulit untuk mendapatkan sampel
sputum. Apabila ditemui kesulitan dalam mendapatkan sampel maka dapat dilakukan hal sebagai
berikut :

 Pada pemeriksaan sputum pasien dianjurkan minum air sebanyak +2liter dan dianjurkan
melakukan reflex batuk
 Memberi tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi larutan garam
hipertonik selama 20-30 menit. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)
Sputum yang diperiksa terdiri dari 3 spesimen, yaitu :
 Dahak setempat pertama ketika pasien datang
 Dahak pagi hari berisi semua dahak yang terkumpul selama 1-2 jam pertama
 Dahak setempat kedua ketika pasien kembali membawa dahak pagi hari.
(Jhon Crofton,2002)
Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah :
 Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa
Dengan sediaan pulasan yang dipakai ialah menurut Wright-Giemza, pulasan gram dan
pulasan terhadap kuman tahan asam, yang penting adalah Ziehl-Nesslen dan pulasan
gram.Untuk pemeriksaan gram lebih bermakna, sebaiknya sputum yang diperoleh dicuci
beberapa kali dengan larutan gram steril supaya kuman-kuman yang melekat hanya pada
unsur-unsur sputum dan yang tidak berasal dari bronkus menjadi hanyut.Jika hendak
memakai sputum yang dipekatkan terlebih dulu untuk mencari bakteri tahan asam, carilah
sebagian dari sputum ituyang berkeju atau yang purulent untuk dijadikan sediaan yang
lebih tipis. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)
Pemeriksaan

sediaan

langsung

dengan

mikroskop

fluoresense

dengan

sinar

ultraviolet.Walaupun sensitivitasnya tinggi sangat jarang dilakukan karena pewarnaan yang
dipakai (auraminro-damin) dicurigai bersifat karsinogenik. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)
 Pemeriksaan biakan
Setekah 4-6 minggu penanaman sputum dalam medium biakan koloni kuman
Tuberkulosis mulai tampak.Bila setelah 1 minggu pertumbuhan koloni tidak juga tampak
biakan dinyatakan negative.Sediaan yang dipakai yaitu Lowenstein Jensen, kudoh atau
ogawa. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)

Saat ini sudah dikembangkan pemeriksaan biakan sputum BTA dengan cara bactee
(bactee 400 radio metric system) dimana kuman sudah dapat dideteksi dalam 7-10 hari.

Disamping itu dengan teknik Polimerase Chain Rection (PCR) dapat dideteksi kuman
BTA lebih cepat. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)
Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga specimen hasilnya
positif. Bila hanya satu specimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut foto
rontgen dada atau pemerisaan sputum Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS) diulang :
a. Kalau hasil rontgen mendukung tuberkulosis paru, maka penderita di diagnosis sebagai
penderita tuberkulosis paru BTA positif.
b. Kalau hasil rontgen tidak mendukung tuberkulosis paru maka pemeriksaan dahak
diulangi dengan SPS lagi.
Apabila fasilitas memnungkinkan maka dapat dilakukan pemeriksaan biakan. Bila 3
spesimen dahak hasilnya negative, diberikan antibiotic spectrum luas (missal : contrimocsasol
atau amoksisilin) Selama 1-2 minggu, bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap
mencurigakan tuberkulosis paru, ulangi pemeriksaan dahak SPS.
a. Kalau hasil SPS positive, maka didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis paru BTA
positive
b. Kalau hasil SPS tetap negative, dilakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk
mendukung diagnosis tuberkulosis paru
1) Bila hasil rontgen mendukung tuberkulosis paru, didiagnosis sebagai penderita
tuberkulosis paru BTA negative rontgen positive
2) Bila hasil rontgen tidak mendukung tuberkulosis paru, pendrita tersebut bukan
tuberkulosis paru
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat alur prosedur diagnostic untuk suspek tuberkulosis
paru pada bagian berikut ini :

2.5.2 Tes Tuberkulin
Biasanya dipakai tes mantoux yakni dengan menyuntikan 0,1 cc tuberculin P.P.D (puriviet
protein derivative) intrakutan berkekuatan 5 T.U (Intermediate Streng). Tes tuberculin hanya
digunakan untuk menentukan apakah seorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi
M.Tuberculosa, M.bofis, vaksinasi BCG dan mycobacteria pathogen lainnya.Dasar tes tuberculin
ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan dengan kuman pathogen baik yang virulen
maupun tidak tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibody
seluler pada permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibody humoral yang
perannya akan menekan antibody seluler. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)
Bila pembentukan antibody seluler cukup misalnya pada penularan dengan kuman yang
sngat virulen dan jumlah kuman yang sangat besar atau pada keadaan dimana pembentukan
antibody humoral amatlah berkurang maka akan mudah terjadi penyakit sesudah penularan.
(Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)
Setelah 48-72 jam tuberculin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerah-merahan
yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibody selular dan antigen
tuberculin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibody seluler dan antigen tuberculin amat
dipengaruhi oleh antibody humoral, makin besar pengaruh antibody humoral makin kecil
indurasi yang dihasilkan. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)
Klasifikasi tes mantoux intradermal reaksi tuberculin (tuberculin dengan TU PDD) :
a. Indurasi >5mm diklasifikasikan positive dalam kelompok berikut ini :


Orang dengan HIV positive



Baru-baru ini kontak dengan orang yang menderita TB



Orang dengan perubahan fibrotic pada radiografi dada yang sesuai dengan
gambaran TB lama yang sudah sembuh



Pasien yang menjalani transplantasi organ dan pasien yang mengalami penekanan
imunitas (menerima setara dengan >15 mg/hari pretmisone selama >1 bulan)

b. Indurasi >10mm diklasifikasikan positive dalam kelompok berikut ini :



Baru tiba (15mm, diklasifikasikan positive dalam kelompok berikut ini :


Orang dengan faktor risiko TB yang tidak diketahui

Biasanya hampir seluruh pasien tuberkulosis memberikan reaksi mantoux yang positive
(99,8%). Kelamahan tes ini juga terdapat positive palsu yakni pada pemberian BCG atau
terinfeksi dengan mycobacterium lain. Negative palsu lebih banyak ditemui daripada positive
palsu.
Hal-hal yang memberikan reaksi tuberculin berkurang (negative palsu) yakni :
 Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberkulosis
 Anergi, penyakit sistemik berat (sarkoidosis, LE)
 Penyakit exsantematous dengan panas yang akut : morbilli, cacar air, poliomyelitis
 Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikuler (Hodgkin)
 Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obatan imunosupresi lainnya
 Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan.
Untuk pasien dengan HIV positive, tes mantoux kurang lebih 5 mm, dinilai positive.
2.5.3. Pemeriksaan Sinar X (Radiologis)
Gambaran rontgen yang memberikan kesan kuat tentang adanya tuberkulosis adalah :
a) Bagian atas paru menunjukkan bayangan berupa bercak atau bernoduler
b) Kavitas (lubang)

c) Bayangan dengan perkapuran dapat menyebabkan kesulitan dalam diagnosis. Dapat
terjadi pneumonia tau tumor paru di tepat-tepat yang dulunya terdapat tuberkulosis yang
sudah sembuh lalu mengapur.
Bayangan-bayangan lain yang mungkin berkaitan dengan tuberkulosis adalah :
a) Bayangan bentuk oval atau bundar soliter (tuberkuloma)
b) Kelanainan pada hillus dan mediastinum disebabkan oleh pembesaran kelenjar limfe
(complex primer yang bertahan)
c) Bayangan titik-titik kecil yang tersebar (tuberkulosis millier). (Jhon Crofton,2002)
2.5.4. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapatkan perhatian karena hasilnya kadang-kadang
meragukan, hasilnya tidak sensitive dan tidak spesifik.Pada saat tuberkulosis paru mulai
aktifakan mendapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke
kiri.Jumlah limfosit masih dibawah normal.Laju endap darah mulai meningkat.Bila penyakit
mulai sembuh jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih meninggi.Laju endap
darah mulai turun kea rah normal lagi. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)
Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga :
1. Anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer.
2. Gama globulin meningkat
3. Kadar natrium darah menurun.
Pemeriksaan tersebut juga tidak spesifik. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)
Pemeriksaa serologis yang pernah dipakai adalah reaksi takahashi. Pemeriksaan ini dapat
menunjukkan proses tuberkulosis masih aktif atau tidak. Dengan hasil positive pada titer
1/28.Pemeriksaan ini juga kurang mendapatkan perhatian karena angka-angka positive palsu dan
negative palsunya masih besar. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)
Belakangan ini juga dipakai pemeriksaan serologis yakni PAP-TB (Perosidase Anti
Peroksida).Prinsip pemeriksaan ini adalah menentukan adanya antibody IgG yang spesifik
tergadap antigen M.tuberculosa.sebagai antigen dipakai polimer sitoplasma m.tuberkulin van

bovis BCG yang dihancurkan secara ultrasonil dan dipsahkan secara ultrasentrifus. Hasil uji
PAP-TB dinyatakan patologis bila pada titer 1:10.000 didapatkan hasil uji PAP-TB
positive.Hasil positive palsu kadang-kadang masih didapatkan pada pasien reumatik, kehamilan
dan masa 3 bulan revaksinasi BCG.Uji ini dapat membantu mengakkan diagnosis TB aktif serta
memantau hasil terapi dan dapat mendeteksi adanya kekambuhan, juga dapat mengidentifikasi
TB aktif baik diluar paru maupun diparu. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)
Uji

serologis

lainnya

adalah

uji

mycodot.disini

dipakai

antigen

LAM

(Lipoarabinomanan) yang dilekatkan pada uatu alat yang bebentuk sisir plastic.Sisir iini
dicelupkan kedalam serum pasien. Antibody spesifik anti LAM dalam serum akan terdeteksi
sebagai perubahan warna pada sisir yang intensitasnya sesuai dengan jumlah antibody. (Zulkifli
Amin dan Asril Bahar,2009)
2.6. Diagnosis
Dari uraian-uraian sebelumnya tuberkulosis paru cukup mudah dikenal mulai dari
keluhan-keluhan klinis, gejala-gejala, kelainan fisis, kelainan radiologis sampai dengan kelaianan
bakteriologis. Tetapi dalam prakteknya tidaklah selalu mudah menegakkan diagnosisnya.
Menurut American Thoracic Society dan WHO 1964 diagnosis pasti tuberkulosis paru adalah
dengan menemukan kuman Mycobacterium tuberculose dalam sputum atau jaringan paru secara
biakan. Tidak semua pasien memberikan sediaan atau biakan sputum ysng positif Karena
kelainan paru yang belum berhubungan dengan bronkus atau pasien tidak bias membatukkan
sputumnya dengan baik. Kelainan baru jelas setelah penyakit berlanjut sekali.
Di Indonesia agak sulit menerapkan diagnosis di atas karena fasilitas laboratorium yang
sangat terbatas untuk pemeriksaan biakan. Sebenarnya dengan menemukan kuman BTA dalam
sediaan sputum secara mikroskopik biasa, sudah cukup untuk memastikan diagnosis tuberkulosis
paru, Karena kekerapan Mycobacterium atypic di Indonesia sangat rendah. Sesungguhnya begitu
hanya 30-70%saja dari seluruh kasus tuberkulosis paru yang dapat didiagnosis secara
bakteriologis.
Diagnosis tuberkulosis paru masih banyak ditegakkan berdasarkan kelainan klinisdan
radiologis saja. Kesalahan diagnosis dengan cara ini cukuip banyak sehingga memberikan efek
terhadap pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan. Oleh sebba itu dalam diagnosis ,

tuberkulosis paru sebaiknya dicantumkan status klinis, status radiologis dan status kemoterapi.
WHO tahun 1991 memberikan criteria pasien tuberkulosis paru.
 Pasien dengan sputum BTA positif : 1. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara
mikroskopis ditemukan BTA, sekurang-kurangnya pada 2 x pemeriksaan, atau 2. Satu
sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang sesuai dengan gambaran TB
aktif, atau 3. Satu sediaan sputumnya positif disertai bukan biakannya postifif.
 Pasien dengan sputum BTA negative: 1. Pasien yang pada pemeriksaan secara
mikroskopis tidak ditemukan BTA sedikitnyapada 2 x pemeriksaan tetapi gambaran
radiologis sesuai dengan TB aktif atau 2. Pasien yang ada pemeriksaan sputumnya secara
mikroskopis tidak ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada biakannya positif.
Di samping TB paru terdapat juga TB ekstra paru, yakni pasien dengan kelainan
histologis atau dengan gambaran klinis sesuai dengan TB aktif atau pasien dengan satu sediaan
dari organ ekstra parunya menunjukkan hasil bakteri M. tuberculosae .
Diluar pembagian tersebut diatas pasien digolongkan lagfi berdasarkan riwayat
penyakitnya, yakni :
 Kasus baru, yakni pasien yang tidak mendapat obat anti TB lebih dari 1 bulan.
 Kasus kambuh, yakni pasien yang pernah dinyatakan sembuh dari TB, tetapi kemudian
timbul lagi TB aktifnya.
 Kasus gagal (smear positive fallure), yakni :
-

Pasien yang sputum BTA-nya tetap positif setelah mendapat obat anti TB lebih
dari 5 bulan, atau

-

Pasien yag menghentikan pengobatannya setelah mendapat obat anti TB 1-5 bulan
dan sputum BTA-nya positif.

 Kasus kronik, yakni pasien yang sputum BTAnya tetap positif setelah mendapat
pengopbatan ulang (retreatment) lengkap yang disupervisi dengan baik.
Hal lain yang agak jarang ditemukan adalah cryptic tuberculosis. Disini pemeriksaan
radiologis dan laboratorium / sputum menunjukkan hasil negative dan kelainan klinisnya sangat
minimal (biasanya demam saja dan dianggap sebagai fever of unknown origin. Diagnosis

diberikan berdasarkan percobaan terapi dengan obat anti tuberkulosis seperti INH + etambutol
selama 2 minggu. Bila keluhan membaik terapi dengan obat anti tuberkulosis diteruskan
sebagaimana mestinya. Bila tidak ada perbaikan maka obat-obat di atas dihentikan.
2.7. Komplikasi
Komplikasi Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi seperti: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis,TB usus
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
 Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
 Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi
bronchial.
 Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada
proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
 Pneumotorak spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan Paru.
 Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
 Insufisiensi kardio pulmoner

BAB 3
PEMBAHASAN

3.1. Definisi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis), yang menyerang terutama paru. (Bambang Ruswanto,2005)
3.2. Etiologi atau Faktor Penyebab
Mycobacterium tuberculosis

 Kingdom

: bacteria.

 Filum

: actinobacteria

 Ordo

: actinimycetales

 Upaordo

: corynebacterineae

 Family

: mycobacteriaceae

 Genus

: mycobacterium

 Spesies

: mycobacterium tuberculosis

Adapun bentuk bakteri Mycobacterium tuberculosis ini adalah basil tuberkel yang
merupakan batang ramping dan kurus, dapat berbentuk lurus ataupun bengkok yang panjangnya
sekitar 2-4 µm dan lebar 0,2 -0,5 µm yang bergabung membentuk rantai. Besar bakteri itu
tergantung pada kondisi lingkungan ( Wikipedia ,2010).
Mycobacterium tuberculosis tidak dapat diklasifikasikan sebagai bakteri gram positif atau
bakteri gram negative, karena apabila diwarnai sekali dengan zat warna basa, warna tersebut
tidak dapat dihilangkan dengan alcohol, meskipun dibubuh iodium. Oleh sebab itu bakteri
termasuk dalam bakteri tahan asam. Mycobacterium tuberculosa cenderung permukaan selnya
dan pertumbuhan bergerombol.Mycobacterium tuberculosis tidak menghasilkan kapsul atau
spora serta dinding selnya terdiri dari peptidoglikan di bawahnya.Struktur ini menurunkan
permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektifitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan,
suatu molekul lain dalam dinding sel mycobacterium tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam
makrofag ( indah, 2010).
Bakteri Mycobacterium memiliki sifat tidak tahan panas serta akan mati pada suhu 6
derajal celcius selama 15-20 menit. Biakan bakteri ini dapat mati jika terkena sinar matahari
langsung selama 2 jam.Dalam dahak, bakteri mycobacterium dapat bertahan selama 20 30jam.Basil yang berada dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari. Biakan basil ini
apabila berada dalam suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari
dengan suhu 20 derajat celcius selama 2 tahun. Mycobacterium tahan terhadap berbagi khemikali
dan disinfektan antara lain phenol 5%, asam sulfat 15 %, asam sitrat 3%, dan NaOH. Basil ini
dihancurkan oleh jodium tincture dalam 5 menit, dengan alcohol 80% akan hancur dalam 2-10
menit ( hiswani M. Kes, 2010).
Mycobacterium tuberculosis dapat tahan hidup diudara kering maupun dalam keadaan
dingin atau dapat hidup bertahun – tahun dalam lemari es.Hal ini dapat terjadi apabila kuman
berada dalam sifat dormant (tidur).Pada sifat dormant ini apabila suatu saat terdapat keadaan
dimana memungkinkan untunk berkembang, kuman tuberculosis ini dapat bangkit kembali
(hiswani M. Kes, 2010).
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri aerob,oleh karena itu pada kasus TBC
biasanya mereka ditemukan pada daerah yang banyak udaranya. Microbacteria mendapat energy
dari oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana. Aktivitas biokimianya tidak khas, dan laju
pertumbuhannya lebih lambat dari kebanyakan bakteri lain karena sifatnya

yang cukup

kompleks dan dinding selnya yang impermeable, sehingga penggandaannya hanya berlangsung
setiap kurang lebih 18 jam. Karena pertumbuhannya yang lamban, seringkali sulit untuk
mendiagnostik tuberculosis dengan cepat. Bentuk saprofit

cenderung tumbuh lebih cepat,

berkembang biak pada tahun 22 -23 derajat celcius, mengahasilkan lebih banyak pigmen , dan
kurang tahan asam dari pada bentuk yang pathogen. Mikrobacterium cepat mati dengan sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab.
Bakteri ini biasanya berpindah dari tubuh manusia ke manusia lainnya melalui saluran
pernapasan, keluar melalui udara yang dihembuskan pada proses respirasi dan terhisap masu
saat seseorang menarik nafas. Habitat asli bakteri mycobacterium tuberculosis sendiri adalah
paru paru manusia.Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingg sampai di alveolus dan
menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman tuberculosis berhasil berkembang biak dengan cara
pembelahan diri di dalam paru-paru (anonima, 2010).
Bakteri mycobacterium tuberculosis adalah bakteri yang dapat menyebabkan penyakit
tuberculosis atau disingkat TBC. Sumber penularan adalah penderita tuberculosis (TB) yang
dahaknya mengandung kuman TB hidup ( BTA (-)).infeksi kuman ini paling sering disebabkan
melalui udara. Penyebaran melalui udara berupa partikel – partikel percikan dahak yang
mengandung kuman yang bersala dari penderita saat batuk, tertawa, bernyanyi atau berbicara.
Partikel yang mengandung kuman ini akan terhisap oleh orang sehat dan me nimbulkan infeksi
di saluran pernafasan. Bakteri aktif

mikrobakteria mencemari udara

yang ditinggali atau

ditempati manusia, karena sumber dari bakteri ini adalah manusia. Bakteri ini dapat hidup
selama beberapa jam pada udara terbuka, dan selama itulah dia akan berterbangan di udara
hingga akhirnya menemukan manusia sebagai tempat hidup.
Biasanya pencemaran oleh bakteri ini terjadi pada rumah yang dipenuhi orang namun
memiliki ventilasi yang buruk. Juga ditempat tempat ramai yaitu sarana-sarana perhubungan
seperti bis sekolah, kapal laut, asrama, penjara, dan bahkan dari dokter yang kurang
mempertahankan sanitasi tubuhnya. Habitat asli dari kuman ini hanya manusia dan menjadikan
lingkungan sebagai perantara.TB paru pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh reaktivasi
infeksi sebelumnya sedangkan pada anak-anak menunjukkan penularan aktif M. tuberculosis.
(Utis Sutisna dan Trimar Handayani,2009)

3.3. Tanda dan Gejala
a. Gejala utama : batuk terus menerus dan berdahak selama tiga minggu atau lebih.
b. Gejala tambahan yang sering dijumpai :
-

Dahak bercampur darah

-

Batuk darah

-

Sesak nafas dan rasa nyeri dada

-

Badan lemah dan nafsu makan menurun

-

Malaise atau rasa urang enak badan

-

Berat badan menurun

-

Berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan

-

Demam meriang lebih dari satu bulan

Gejala-gejala tersebut dijumpai pula pada penyakit paru selain tuberkulosis.Oleh karena
itu setiap orang yang datang ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) dengan gejala tersebut,
harus dianggap sebagai seorang suspek tuberkulosis paru atau tersangka penderita
tuberkulosis paru, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
(Ni Putu Ari Widiastuti,2009)
3.4. Stadium TBC
1. Kelas 0
Tidak ada jangkitan tuberkulosis, tidak terinfeksi (tidak ada riwayat terpapar,
reaksi terhadap tes kulit tuberkulin negative)
2. Kelas 1
Terpapar tuberkulosis, tidak ada bukti terinfeksi (ada riwayat pemaparan, reaksi
tes tuberkulosis negative)
3. Kelas 2
Ada infeksi tuberkulosis, tidak timbul penyakit (reaksi tes kulit tuberkulin positif,
pemeriksa bakteri negative, tidak bukti klinik, bakeriologik atau radiografik TB
aktif).
4. Kelas 3

Tuberkulosis aktif secara klinis (Mycobacterium tuberculosis ada dalam biakan,
selain itu reaksi kulit tuberkulin bermakna dan atau bukti radiografik tentang
adanya penyakit). Lokasi penyakit : paru, pleura, limfatik, tulang dan atau sendi,
kemih kelamin, diseminata (milier), meningeal, peritoneal dan lain-lain.
5. Kelas 4
Tuberkulosis saat ini tidak aktif secara klinis (ada riwayat mendapat pengobatan
pencegahan tuberkulosis atau adanya temuan radiografi yang stabil pada orang
yang reaksi tes kulit tuberkulinnya positif, pemeriksaan bakteriologis, bila
dilakukan negative.Tidak ada bukti klinik tentang adanya penyakit pada saat ini).
6. Kelas 5
Tersangka tuberkulosis paru. (Sylvia A.Price dan Marry P.Standridge,2005)
3.5. Penanganan
a. Promotif
-

Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC

-

Pemberitahuan baik melalui spanduk atau iklan tentang bahaya TBC, cara penularan, cara
pencegahan, factor risiko

-

Mensosialisasikan BCG di masyarakat.

b.Preventif
-

Vaksinasi BCG

-

Menggunakan Isoniazid (INH)

-

Membersihkan .lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab

-

Bila ada gejala-gejala TBC segera ke puskesmas atau RS, agar dapat diketahui secara
dini.

c.Kuratif
 Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan. Panduan obat yang digunakan terdiri dari panduan obat utama
dan tambahan.
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah :

-

Rifampisin (R)

-

INH (H)

-

Pirazinamid (Z)

-

Steptomisin (S)

-

Etambutol (E)
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

-

Kanamisin

-

Asam para aminosalisilat

 Kemasan
-

Obat tunggal
Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, Rifampisisn, Pirazinamid, dan
Etambutol.

-

Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination-FDC)
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet. (Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia,2002)

 Efek samping OAT
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat
diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
1. Isoniazid (INH)
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi, kesemutan,
rasa terbakar di kaki dan nyeri otot.Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan
dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B kompleks.Pada keadaan tersebut pengobatan dapat
diteruskan. Kelainan lain dapat menyerupai defisiensi piridoksin (syndrome pellagra).
Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat yang dapat timbul pada kurang
lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan
sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,2002)
2. Rifampisisn
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simtomatik
ialah :

-

Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang

-

Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang –kadang
diare

-

Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
Efek samping yang berat dapat tetapi jarang terjadi adalah :

-

Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan
penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus

-

Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala ini
terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya
telah menghilang

-

Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak nafas
Rifampisisn dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata, air liur.

Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolismeobat dan tidak berbahaya. Hal ini ini
haus diberitahukan kepada pasien agar dimengerti dan tidak perlu khawatir. (Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia,2002)
3. Pirazinamid
Efek samping utama adalah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB
pada keadaan khusus).Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat
menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi
dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi
kulit yang lain. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,2002)
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman,
buta warna untuk warna merah dan hijau.Meskipun demikian keracunan okuler tersebut
tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari
atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal
dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak
karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,2002)

5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan
keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan
peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada pasien
dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga
mendenging (tinitus) pusing dan kehilangan keseimbangan.Keadaan ini dapat dipulihkan bila
obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr.Jika pengobatan diteruskan maka
kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan
tuli).Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit
kepala, muntah dan eritema pada kulit.Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti
kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan.Bila
reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr streptomisin dapat menembus barrier
plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf
pendengaran janin. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,2002)
3.6. Contoh Kasus
IDENTITAS
Nama

: Tn.Amran

Umur

: 49 tahun

Tanggal lahir

: 13 September 1951

Alamat

: Jl.Sosiologi 1 No.11 A

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Pengemudi

Suku/bangsa

: Melayu/Indonesia

Agama

: Islam

ANAMNESA

 Keluhan utama
Batuk berdahak sejak 3 minggu yang lalu
 Riwayat Penyakit Sekarang
-

Pasien batuk berdahak sejak 3 hari yang lalu

-

Dahak yang dikeluarkan dalam jumlah banyak

-

Daahk berbau, berwarna kuning dan agak kental

-

Batuk tidak disertai dengan demam

-

Berkeringat pada malam hari walaupun tidak melakukan aktifitas

-

Pada saat batuk dada terasa nyeri dan nafas sesak

-

Batuk menyebabkan pasien tidak bisa tidur di malam hari

-

Nafsu makan menurun

-

Kelelahan

-

Berat badan menurun

 Riwayat Penyakit Dahulu
-

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit

-

Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit

-

Pasien belum pernah melakukan pemeriksaan labor

-

Pasien belum pernah menjalani operasi

-

Pasien tidak memiliki riwayat vaksinisasi BCG

-

Pasien pernah mengkonsumsi obat-obatan golongan steroid

-

Pasien tidak memiliki riwayat alergi baik terhadap obat-obatan maupun makanan

-

Pasien memiliki kebiasaan merokok

-

Dalam sehari bisa mengkonsumsi 1 bungkus rokok jenis Sampoerna

-

Pasien kadang-kadang mengkonsumsi alcohol untuk menghindari stress

 Riwayat Keluarga dan Sosial
-

Penyakit keturunan : -

-

Penyakit menular : Tuberkulosis Paru

-

Pasien bekerja sebagai seorang pengemudi mobil berat yang membawa barangbarang elektronik antar provinsi

-

Pasien sering melakukan perjalanan ke luar kota

-

Selama dalam perjalanan pasien pernah demam yang disertai flu

-

Pasien memiliki 3 saudara kandung

-

Kedua orang tua pasien sudah meninggal karena kecelakaan

-

Pada saat meninggal ibu pasien berumur 55 tahun dan ayahnya berusia 63 tahun

-

Pasien memiiki 1 orang istri dan 3 orang anak

-

Pasien tinggal disebuah perkampungan

-

Pasien tinggal dirumah yang mempunyai 3 kamar, berlantai ubin, beratapkan
genteng dan kurang ventilasi

-

Ada tetangga pasien yang menderita penyakit TB Paru

PEMERIKSAAN FISIK
 Status Present
-

Keadaan umum

: pasien tampak sakit sedang

-

Kesadaran

: kompos mentis (sadar)

-

Tanda Vital

:

 Suhu

: 37’ C

 Denyut nadi

: 120x/menit

 Frekwensi pernapasan: 32x/menit
 Tekanan darah

: 160/110 mmHg

 Status Lokalis
-

Inspeksi
 Wajah pucat
 Kedua bahu tampak terangkat
 Dinding dada

: tidak ada lesi
Deviasi tulang iga

-

 Bentuk dada

: normal

 Frekwensi nafas

: cepat

 Pola nafas

: tidak teratur

Palapasi
 Kelenjar Getah Bening

: ada pembengkakan

 Nyeri tekan

:+

-

 Gerakan diafragma

: tidak teratur

 Posisi tulang iga

: tidak normal

 Fokal fremitus

: menurun

 Denyut nadi

: meningkat

Perkusi
 Bunyi ketukan

-

: redup

Auskultasi
 Frekwensi nafas

: takipnea

 Jenis pernapasan

: torako abdominal

 Bunyi pernapasan

: bronchial

 Nafas tambahan

: + men