LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG (1)

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG
MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT

Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Mengunakan Bibit Hasil
Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea, Kabupaten
Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke II)

Cultivation of Seaweed Kappaphycus alvarezii Using Tissue-Cultured
Seedings In Bungin Permai Village, Tinanggea Sub-District, South Konawe
Regency, South East Sulawesi (Monitoring of The 2nd Year)
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada
Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut

OLEH :
AZUKA B. YUUKANNA
I1A2 15 025

JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI

2018

HALAMAN PENGESAHAN
Judul

: Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii
Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungin
Permai Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan
Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke-II)

Laporan Lengkap

: Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah
Manajemen Akuakultur Laut

Nama

: Azuka B. Yuukanna

Stambuk


: I1A2 15 025

Kelompok

: VII (Tujuh)

Jurusan

: Budidaya Perairan

Laporan Lengkap ini
Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh :

Dosen Mata Kuliah

Prof. Dr. Ir. La Ode Muhammad Aslan, M.Sc
NIP. 19961210 199103 1 005

Kendari, Juli 2018

Tanggal Pengesahan

ii

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis bernama lengkap Azuka B. Yuukanna, lahir di
Kendari Sulawesi Tenggara pada tanggal 25 Oktober
1998 yang merupakan anak tunggal dari pasangan suami
istri Bapak Kyosuke Hamaguchi dan Ibu Ni Gusti.
Penulis mengawali pendidikannya di SD Pelangi dan
lulus

pada

tahun

2010.

Kemudian


melanjutkan

pendidikan di SMP Negeri 1 Kendari lulus pada tahun
2013, pada tahun yang sama, penulis melanjutkan
pendidikan di SMA Negeri 1 Kendari dan lulus pada tahun 2015 dan mulai tahun
2015 penulis diterima sebagai mahasiswa Budidaya Perairan (BDP), Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Universitas Halu Oleo (UHO) melalui jalur
Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). PKL-MAL ini
merupakan karya tulis ketiga setelah karya pertama berupa terjemahan publikasi
ilmiah yang berjudul Genetic Improvement of Macroalgae : Status to Date and
Needs For the Future (Pengembangan Genetik Makroalga : Status Perkembangan
dan Kebutuhannya di Masa Depan) yang ditulis oleh Nick Robinson, Pia Winberg,
dan Lisa Kirkendale. Diterbitkan di J. Appl Phycol (2013) 25: 703-716 dan karya
kedua berupa terjemahan dari publikasi ilmiah yang berjudul Seaweeds : A
Promising Source for Sustainable Development (Rumput laut : Sumber yang
berpeluang untuk Perkembangan yang berkelanjutan) yang ditulis oleh

iii


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut yang berjudul Budidaya Rumput
Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Mengunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa
Bungin Permai Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi
Tenggara (Monitoring Tahun ke II) sesuai dengan batas waktu yang telah
ditentukan.
Penulis tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada orang tua
yang selalu menyemangati, memberi doa dan materinya. Serta ucapan terima kasih
kepada bapak Dosen Mata kuliah Manajemen Akuakultur Laut, Prof. Dr. Ir La Ode
Muhammad Aslan, M.Sc yang telah meluangkan waktu dan tenaganya dengan
penuh keikhlasan untuk membimbing kegiatan PKL Mata kuliah Manajemen
Akuakultur Laut sampai pada penyusunan laporan. Ucapan terima kasih juga untuk
asisten pembimbing kakak Armin S.Pi, serta pihak-pihak yang telah membantu
menyiapkan serta memberikan masukan dalam penyususnan laporan ini.
Penulis menyadari akan kekurangan dalam pembuatan laporan ini baik dari
segi isi, penulisan dan lain-lain untuk itu kritik dan saran dari berbagai pihak yang
sifatnya membangun sangat penulis harapkan guna penyempurnaan laporanlaporan selanjutnya.

Demikian laporan lengkap ini penulis buat semoga bermanfaat bagi para
pembaca yang telah meluangkan waktunya untuk membaca laporan ini.

Kendari,

Penulis

iv

Juli 2018

Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Mengunakan Bibit Hasil
Kutur Jaringan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea, Kabupaten
Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Monitoring ke II)

ABSTRAK

Rumput laut merupakan salah satu spesies perairan yang memiliki nilai ekonomi
dan layak untuk dibudidayakan. Tujuan kegiatan PKL ini adalah untuk mengetahui
teknik-teknik budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii dengan metode

longline, mulai dari persiapan sampai pemasaran. PKL ini dilaksanakan selama 3
bulan (April-Juni 2018) di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten
Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Kegiatan PKL ini meliputi tahap persiapan,
tahap uji lapangan, tahap panen dan pasca panen, dan tahap pemasaran. Laju
pertumbuhan harian (LPH) rumput laut K. alvarezii yang diamati selama kegiatan
PKL, yaitu 4,36 + 0,66%/hari. Hasil yang diperoleh lebih rendah dibandingkan
dengan kegiatan sebelumnya, yang dilakukan oleh Rama et al., (2018) yang
memperoleh LPH sebesar 4,6 ± 0,56 %/hari. Rasio berat kering : berat basah adalah
1 : 9,7. Parameter kualitas air seperti, suhu berkisar 26-29 C dan salinitas bekisar
29-31 ppt. Hama yang ditemukan berupa tanaman epifit, Sargassum polycystum
dan penyakit Ice-ice. Harga pasar rumput laut K. alvarezii adalah Rp 18.000 /kg.

Kata Kunci : K. alvarezii, Kultur Jaringan, Laju Pertumbuhan Harian (LPH),
Parameter Kualitas Air, Hama dan Penyakit

v

Seaweed Cultivation Kappaphycus alvarezii Using Tissue-Cultured Seedings
In Bungin Permai Village, Tinanggea Sub-District, South Konawe Regency,
South East Sulawesi (Monitoring of the 2nd Year)


ABSTRACT
Seaweed is one of the aquatic species that have economic value and very easy to
cultivated. The purpose of this field practice was to know the techniques of seaweed
farming K. alvarezii with longline method, from preparation to marketing. The
Field practice were held for 3 months (April-June 2018) in Bungin Permai Village,
Tinanggea Sub-District, South Konawe District, Southeast Sulawesi. The activities
of this field practice include preparatory phase, field test phase, harvest and post
harvest stage, and marketing stage. The daily growth rate (DGR) of K. alvarezii
seaweed observed during the field practice activity was 4.36 + 0,56%/day. It was
lower than the previous study done by Rama et al., (2018) in which, they found the
DGR 4,6 ± 0,66 %/day. The ratio of dry weight: wet weight is 1: 9,7. Water quality
parameters such as, temperatures ranged from 26 to 29 C and salinitas ranged from
29 to 31 ppt. Pests and disease found in the form of epiphytic plants, Sargassum
polycystum as well as Ice-ice disease. The market price of K. alvarezii seaweed was
IDR 18,000 / kg.
Keywords: K. alvarezii, Tissue-Cultured, Daily Growth Rate (DGR), Water
Quality, Pest and disease

vi


DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...............................................................................
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................
RIWAYAT HIDUP .................................................................................
KATA PENGANTAR .............................................................................
ABSTRAK ..............................................................................................
ABSTRACT ............................................................................................
DAFTAR ISI ...........................................................................................
DAFTAR TABEL ...................................................................................
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
I.
PENDAHULUAN ........................................................................
1.1 Latar Belakang ..............................................................
1.2 Rumusan Masalah .........................................................
1.3 Tujuan dan Kegunaan ....................................................
II.
METODE ....................................................................................
2.1 Waktu dan Tempat ........................................................

2.2 Prosedur Praktikum .......................................................
2.2.1 Tahap Persiapan ...........................................
2.2.2 Tahap Uji Lapangan .....................................
2.2.3 Tahap Panen dan Pasca Panen ......................
2.3 Parameter yang Diamati ................................................
2.3.1 Laju Pertumbuhan Harian .............................
2.3.2 Rasio Berat Kering : Berat Basah .................
2.3.3 Parameter Kualitas air ..................................
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................
3.1 Hasil Pengamatan ..........................................................
3.1.1 Laju Pertumbuhan Harian .............................
3.1.2 Parameter Kualitas Air .................................
3.1.3 Pasca Panen .................................................
3.2 Pembahasan...................................................................
3.2.1 Laju Petumbuhan Harian (LPH) ...................
3.2.2 Parameter Kualitas Air .................................
3.2.3 Panen dan Pasca Panen.................................
3.2.4 Pemasaran ....................................................
IV.

KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................
4.1 Kesimpulan ...................................................................
4.2 Saran .............................................................................
DAFTAR PUSTAKA

vii

i
ii
iii
iv
v
vi
vii
ix
x
1
1
2
3
4
4
4
4
6
10
13
13
13
14
15
15
15
15
16
16
16
17
18
19
20
20
20

DAFTAR TABEL

Tabel

Teks

Halaman

1. Alat dan Bahan yang digunakan pada Tahap Persiapan beserta
Kegunaanya ..................................................................................

4

2. Alat dan Bahan yang digunakan pada Tahap Uji Lapangan beserta
Kegunaanya ..................................................................................

7

3. Parameter Kualitas Air yang diukur Selama Kegiatan PKL ...........

14

4. Hama dan Penyakit .......................................................................

14

5. Hasil Pengamatan Laju Pertumbuhan Harian (LPH)......................

15

6. Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Air .....................................

15

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

Teks

1. Alat Pintar (Pemintal Tali Rumput Laut) ......................................

5

2. Tali PE yang Digunakan ...............................................................

5

3. Proses Pembuatan Tali Pengikat Bibit ..........................................

6

4. Jarak Antar Tali Pengikat Bibit .....................................................

6

5. Peta Lokasi Kegiatan PKL............................................................

7

6. Bibit Hasil Kultur Jaringan yang digunakan..................................

8

7. Pemotongan Bibit Rumput Laut Kultur Jaringan ..........................

8

8. Penimbangan Bibit Hasil Kultur Jaringan .....................................

9

9. Proses Pengikatan Bibit Hasil Kultur Jaringan ..............................

9

10. Proses membersihkan Rumput Laut ..............................................

10

11. Pemanenan Rumput Laut ..............................................................

11

12. Penimbangan Hasil Panen Keseluruhan ........................................

11

13. Penimbangan Berat Akhir (Wt) ....................................................

12

14. Proses Penjemuran dengan Metode Gantung ................................

13

15. Pengukuran Berat Kering .............................................................

13

16. Kualitas Hasil Penjemuran Rumput Laut ......................................

16

17. Hama dan Penyakit .......................................................................

18

ix

1.
1.1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Rumput laut merupakan salah satu komoditas perikanan penting di

Indonesia karena memiliki potensi ekspor yang cukup besar (Ali et al., 2015).
Rumput laut sebagai komoditas ekspor yang kegiatan budidayanya sebagai sumber
pendapatan nelayan, dapat menyerap tenaga kerja, serta mampu memanfaatkan
lahan perairan pantai di kepulauan Indonesia yang sangat potensial sehingga
merupakan sumber devisa bagi negara. Sebagai negara kepulauan, maka
pengembangan rumput laut di Indonesia dapat dilakukan secara luas (Rosdiani,
2017).
Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP, 2015), produksi
rumput laut nasional pada tahun 2014 mencapai 10,2 juta ton atau meningkat lebih
dari tiga kali lipat dibandingkan dengan produksi rumput laut pada tahun 2010
hanya berkisar diangka 3,9 juta ton. Rumput laut banyak dibudidayakan di
Indonesia terutama di Pulau Sulawesi, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara.
(Rahadiati et al., 2012). Di pulau Sulawesi, Sulawesi Tenggara merupakan sebuah
provinsi yang memiliki potensi untuk pengembangan budidaya rumput laut karena
wilayah lautnya adalah ± 114. 879 km2, dengan garis pantai 1.740 km (Dinas
Kelautan dan Perikanan, 2014). Salah satu wilayah di Sulawesi Tenggara yang
merupakan tempat pengembangan budidaya rumput laut adalah di Kabupaten
Konawe Selatan (Konsel) (Rahadiati et al., 2012).
Konawe selatan (Konsel) merupakan salah satu kabupaten yang memiliki
potensi pengembangan usaha budidaya rumput laut di Provinsi Sulawesi Tenggara
(Sultra). Rumput laut di Kabupaten Konsel merupakan salah satu komoditas
unggulan berdasarkan penetapan komoditas unggulan pada masing-masing
wilayah. Komoditas tersebut merupakan komoditas strategis secara nasional,
sehingga patut untuk dikembangkan dan merupakan komoditas khas daerah. Jenis
rumput laut yang paling banyak dibudidayakan di perairan Konsel adalah jenis
Kappaphycus alvarezii, karena dapat diusahakan dengan modal rendah,
menggunakan teknologi untuk produksi dengan biaya murah, permintaan pasar
yang tinggi, siklus produksi yang singkat, metode pasca panen yang tidak terlalu
sulit, serta permintaan pasar masih terbuka (Asaf et al. 2014).

2

K. alvarezii (Doty) adalah spesies rumput laut kelas Rhodophyceae
(ganggang merah) yang memproduksi karagenan kappa yang banyak digunakan
dalam industri makanan, farmasi, kosmetik, dan lain-lain. Kebutuhan akan produk
karaginan dan bahan baku K. alvarezii diprediksi akan meningkat di masa depan.
Budidaya benih K. alvarezii berkualitas tinggi dapat meningkatkan tingkat produksi
(Fadilah et al., 2016).
1.2

Rumusan Masalah
Kendala dalam proses pembudidayaan rumput laut para pembudidaya selain

sering menemukan penyakit Ice-ice yang menyerang rumput laut juga menemukan
hama pengganggu yang menempel pada talus rumput laut yang disebut dengan
epifit yang dapat menghambat pertumbuhan dan menurunkan produktivitas rumput
laut (Marlia et al., 2016). Selain itu, penggunaan bibit dengan perbanyakan vegetatif
yang terus menerus. Sebagian besar, rumput laut dibudidaya menggunakan bibit
yang dihasilkan oleh perbanyakan vegetatif dari kultur plama nutfah. Melalui
praktik ini, parasit atau patogen dari rumput laut yang dipanen sebelumnya,
berpeluang perkenalkan kembali yang berakibat pengurangan produktivitas
budidaya. Masalah logistik lainnya yang dihadapi oleh petani rumput laut
konvensional antara lain identifikasi lokasi yang tepat untuk budidaya, inspeksi,
penyakit dan kehilangan bibit yang dihasilkan karena kondisi cuaca yang ekstrim
dan kualitas air. Untuk meningkatkan produktivitas, bioteknologi modern melalui
teknologi kultur jaringan dapat dianggap sebagai salah satu opsi terbaik untuk
mengatasi tantangan pemuliaan konvensional (Yong et al., 2016). Salah satu solusi
untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggunakan bibit hasil kultur
jaringan (Suryati et al., 2007).
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan secara vegetatif,
yaitu teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman dan
menumbuhkan bagian tersebut pada media buatan yang kaya nutrisi dan zat
pengatur tumbuh, perlakuan ini dilakukan secara aseptik dalam wadah tertutup dan
memberikan kemungkinan bagi sumber eksplan tersebut untuk beregenerasi
menjadi tanaman utuh (Harahap, 2010). Kultur jaringan telah dianggap sebagai
metode alternatif untuk menghasilkan rumput laut yang tidak terkontaminasi
sebagai bibit untuk budidaya berkelanjutan dan bahan baku untuk berbagai industri

3

termasuk produksi pangan (Yong et al., 2017). Penerapan kultur jaringan teknik
dalam rumput laut dapat membantu menghasilkan klon unggul, sehingga
meningkatkan penyediaan benih

yang

diperlukan untuk

budidaya

dan

menghasilkan bibit yang seragam dalam jumlah besar tetapi dalam waktu singkat
(Sulistiani et al., 2012)
Budidaya rumput laut K. alvarezii menggunakan bibit hasil kultur jaringan
di desa Bungin Permai pada bulan April-Mei sudah pernah dilakukan sebelumnya
pada tahun 2017 oleh Rama et al. (2018). Hasil penelitian tersebut diperoleh laju
pertumbuhan harian (LPH) sebesar 4,6 ± 0,66%/hari dengan suhu berkisar 28 – 29
º C dan salinitas 30-31 ppt. Namun, kegiatan PKL ini dapat dijadikan sebagai
pembanding dengan menggunakan rumput laut (K. alvarezii) bibit kultur jaringan
pada penanaman rumput laut K. alvarezii pada tahun ke II dalam pemanfaatan
rumput laut K. alvarezii hasil kultur jaringan di perairan Desa Bungin Permai,
Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, provinsi Sulawesi tenggara.
1.3

Tujuan dan Manfaat
Tujuan Praktek Kerja Lapang (PKL) Manajemen Akuakultur Laut (MAL)

ini adalah untuk mengetahui tahapan-tahapan dalam budidaya rumput laut dengan
menggunakan metode longline, mulai dari persiapan hingga pemasaran, dengan
menggunakan bibit hasil kultur jaringan dan untuk mengetahui laju pertumbuhan
harian dari rumput laut tersebut.
Manfaat PKL-MAL ini adalah sebagai penambah wawasan dan ilmu
pengetahuan mengenai tahapan-tahapan dalam budidaya rumput laut dengan
metode longline, mulai dari persiapan sampai pemasaran, yang menggunakan bibit
hasil kultur jaringan dan mengetahui laju pertumbuhan harian dari rumput laut yang
dihasilkan.
Kegiatan PKL-MAL ini diharapkan menjadi bahan pembanding dengan
kegiatan PKL-MAL yang pernah dilakukan pada tahun 2017 yang lalu dan dapat
menjadi bahan masukan bagi berbagai pihak terkait (stakeholders).

4

2.
2.1

METODE

Waktu dan Tempat
PKL-MAL dilaksanakan pada bulan Apri-Juni 2018. Kegiatan PKL ini

terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap uji lapangan, dan tahap
pemasaran. Tahap persiapan dilaksanakan di Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Halu Oleo, Kendari, Sulawesi Tenggara. Tahap uji lapangan
dilaksanakan di Perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten
Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Tahap Pemasaran dilakukan di pengepul
rumput laut yang berlokasi di Kendari, Sulawesi Tenggara.
2.2

Prosedur Praktikum

2.2.1 Tahap Persiapan
Tahap persiapan kegiatan PKL-MAL dilaksanakan pada bulan April 2018
yang bertempat di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo,
Kendari, Sulawesi Tenggara. Tahap persiapan terdiri dari kegiatan asistensi
pembuatan tali, pembagian tali, pembuatan tali pengikat, dan pembuatan tali ris.
Alat dan bahan yang digunakan pada tahap persiapan kegiatan PKL dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan Bahan yang Digunakan beserta Kegunaanya
No
Alat dan Bahan
Kegunaan
1. Alat
- Pisau
Memotong tali dan bibit rumput laut
- Alat Pintar
Alat bantu pengikat tali bibit rumput laut
- Mistar
Mangukur jarak tali pengikat
- Papan nama
Label nama pada tali
- Kamera
Mendokumentasi kegiatan
2. Bahan
- Tali PE no 4 mm
Media tanam rumput laut
- Tali PE no 1,5 mm
Tali Pengikat rumput laut
- Lilin
Membakar Ujung tali pengikat
Prosedur kerja yang dilakukan pada tahap persiapan kegiatan PKL-MAL,
sebagai berikut :

5

a.

Pembuatan Tali
Mengikuti kegiatan asistensi yang menjelaskan tentang langkah-langkah

pembuatan tali rumput laut dengan menggunakan alat pintar (pemintal tali rumput
laut) (Gambar 1).

Gambar 1. Alat Pintar (Alat Pemintal Tali
Rumput Laut)
b.

Pembagian Tali
Tali yang digunakan adalah tali PE no 4 mm untuk tali ris dan tali PE no 1,5

mm untuk tali pengikat bibit (Gambar 1). Panjang tali yang digunakan dalam
kegiatan PKL mata kuliah MAL adalah sepanjang 21 m.

Gambar 2. Tali PE yang Digunakan
c.

Pembuatan Tali Pengikat
Tali pengikat bibit rumput laut dibuat dengan membuat simpul pada

kedua ujung tali (Gambar 2A), setelah itu membakar ujung simpul tali untuk

6

menghilangkan serabut tali (Gambar 2B). Serabut tali pada tali pengikat bibit
rumput laut dapat mempermudah lumut dan epifit menempel pada tali.
A

B

Gambar 3. Pembuatan tali pengikat rumput laut. Pengikatan Simpul A),
Pembakaran Ujung Tali B)
d.

Pembuatan Tali Ris
Pembuatan tali ris dibuat dengan mengikatkan tali pengikat bibit pada

tali ris dengan menggunakan bantuan alat pintar (pemintal tali rumput laut). Jarak
antar tali pengikat bibit adalah 10 cm (Gambar 3).

10 cm

Gambar 4. Jarak antar tali pengikat bibit
2.2.2 Tahap Uji Lapangan
Tahap uji lapangan kegiatan PKL-MAL dilaksanakan pada bulan Mei 2018
yang bertempat di perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, kabupaten
Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, dengan lokasi 4°29'24.03" Lintang Selatan
dan 122°13'26.60" Lintang Timur. Desa Bungin Permai memiliki jumlah penduduk
sekitar 1360 Jiwa dan 310 KK (Gambar 4).

7

Gambar 5. Peta Lokasi Kegiatan PKL-MAL
Alat dan bahan yang digunakan pada tahap uji lapangan kegiatan PKL dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Alat dan Bahan yang Digunakan beserta Kegunaanya
No
Alat dan Bahan
Kegunaan
1. Alat
- Tali Ris
Media tanam rumput laut
- Timbangan Digital
Menimbang berat bibit rumput laut
- Thermometer
Mengukur suhu
- Botol Air Mineral 600 ml
Sebagai pelampung tali rumput laut
- Hand Refraktometer
Mengukur salinitas
- Perahu
Transportasi ke lokasi budidaya
- Papan nama
Label nama pada tali
- Kamera
Mendokumentasi kegiatan
2. Bahan
- Bibit rumput laut hasil Kultur
Objek budidaya
Jaringan (K. alvarezii)
Prosedur kerja yang dilakukan dalam tahap uji lapangan pada kegiatan PKLMAL antara lain persiapan bibit, pemotongan bibit, penimbangan bibit, pengikatan
bibit, perendaman, penanaman, dan monitoring.
a.

Persiapan Bibit
Bibit rumput laut yang digunakan pada kegiatan PKL-MAL, merupakan

hasil dari kultur jaringan (Gambar 5).

8

1 cm

Gambar 6. Bibit Hasil Kultur Jaringan
b. Pemotongan Bibit
Memotong bibit rumput laut menggunakan pisau atau gunting (Gambar 6).
Selain untuk mempermudah, pemotongan menggunakan pisau atau gunting dapat
menghasilkan potongan yang rapi.

Gambar 7. Pemotongan bibit rumput
laut kultur jaringan

9

c.

Penimbangan Bibit
Menimbang bibit rumput laut hasil kultur jaringan menggunakan timbangan

digital. Berat awal (W0) yang digunakan pada kegiatan PKL ini sekitar 10 g
(Gambar 7).

Gambar 8. Penimbangan bibit hasil
kultur jaringan
d. Pengikatan Bibit
Setelah penimbangan, bibit kemudian diikat pada tali ris rumput laut.
Pengikatan dilakukan dengan hati-hati agar bibit tidak patah pada proses pengikatan
(Gambar 8).

Gambar 9. Proses pengikatan bibit
hasil kultur jaringan

10

e.

Perendaman
Setelah pengikatan bibit selesai, bibit pada tali ris kemudian direndam di

laut. Hal ini bertujuan agar rumput laut tidak mengalami stress akibat kekurangan
air selama proses pengikatan.
f.

Penanaman
Menanam rumput laut pada lokasi penanaman. Metode penanaman rumput

laut pada kegiatan PKL ini menggunakan metode longline.
g.

Monitoring
Kegiatan monitoring dilakukan 2 kali seminggu, yang dilakukan setiap hari

Kamis dan Minggu. Monitoring dilakukan untuk membersihkan hama pengganggu
pertumbuhan rumput laut dan lumpur yang menempel pada rumput laut. Selain itu,
kegiatan monitoring dilakukan untuk mengamati pertumbuhan rumput laut serta
melihat kerusakan pada rumput laut (Gambar 9).

Gambar 10. Proses membersihkan rumput laut
2.2.3 Tahap Pemanenan dan Pasca Panen
a.

Tahap Pemanenan
Tahap pemanenan kegiatan PKL terdiri dari kegiatan pengambilan

rumput laut, penimbangan kelompok, penimbangan individu, dan memasukan
rumput laut ke dalam karung.

11

1.

Pengambilan rumput laut
Proses pemanenan meliputi pengambilan rumput laut pada lokasi

pemeliharaan. Pengambilan rumput laut dilakukan dengan perlahan agar rumput
laut tidak rusak atau lepas dari talinya (Gambar 10).

Gambar 11. Pemanenan Rumput Laut
2.

Penimbangan Kelompok
Setelah mengambilan rumput laut dari lokasi pemeliharaan, selanjutnya

adalah proses penimbangan total keseluruhan dari hasil panen (Gambar 11). Hasil
penimbangan kelompok 7 sebesar 47,7 kg.

Gambar 12. Penimbangan Hasil
Panen Keseluruhan

12

3.

Penimbangan Individu
Menimbang hasil panen pada setiap satu rumput laut dengan mengunakan

timbangan digital untuk mengetahui berat akhir (Gambar 12).

Gambar 13. Penimbangan Berat Akhir (Wt)
4.

Pemasukan ke dalam Karung
Setelah proses penimbangan, hasil panen rumput laut kemudian dimasukan

ke dalam karung untuk membawanya ke lokasi penjemuran/pengeringan.
b.

Tahap Pasca Panen
Kegiatan yang termasuk dalam tahap pasca panen meliputi kegiatan

penjemuran atau pengeringan rumput laut.
1.

Penjemuran
Metode yang digunakan dalam melakukan proses penjemuran rumput laut

pada kegiatan PKL-MAL ini adalah metode gantung. Metode gantung lebih
direkomendasikan karena dapat mengeringkan rumput laut dengan cepat
(Gambar 13). Penjemuran rumput laut menggunakan bantuan cahaya matahari
untuk mempermudah proses penjemurannya.

13

Gambar 14. Proses penjemuran dengan metode gantung
2.

Penimbangan Berat Kering
Setelah rumput laut kering, rumput laut kemudian ditimbang untuk mengetahui

berat kering yang diperoleh (Gambar 14).

Gambar 15. Pengukuran berat kering
2.3

Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati pada kegiatan PKL antara lain laju pertumbuhan

spesifik dan parameter kualitas air.

14

2.3.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
LPH dihitung dengan menggunakan rumus Young et al. (2013) :

LPH = [(((

Dimana :

𝑊𝑡

)
𝑊𝑜

1⁄
𝑡

) − 1) X 100]

LPH = Laju Pertumbuhan Harian (%/hari)
Wt = Bobot Rumput laut pada waktu t (g)
Wo = Bobot Rumput laut awal (g)
t
= Periode pengamatan (hari)

2.3.2 Rasio Berat Kering : Berat Basah
Rasio perbandingan berat basah dan berat kering dihitung menggunakan
rumus :
Wk : Wb
Dimana :
Wb = Berat Basah Rumput Laut (g)
Wk = Berat Kering Rumput Laut (g)
2.3.3 Parameter Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diamati dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Parameter Kualitas Air yang diukur Selama Kegiatan PKL
Waktu Pengukuran
No
Parameter
Satuan
Alat
1 kali dalam seminggu
1
Suhu
ºC
Thermometer
2
Salinitas
Ppt
Hand Refraktometer 1 kali dalam seminggu
2.3.4 Hama dan Penyakit
Hal yang diperhatikan berkaitan hama dan penyakit selama kegiatan PKLMAL dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hama dan Penyakit Rumput Laut
No

Hama dan Penyakit

Keterangan

1.

S. polycystum

Hama

2.

Ice-ice

Penyakit

15

3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.3 Hasil Pengamatan
3.1.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
Berdasarkan hasil pengamatan, LPH yang diperoleh selama 35 hari
pemeliharaan yaitu 4,36 ± 0,56 %/hari dan rasio perbandingan berat basah dan berat
kering adalah 1 : 9,7. LPH rumput laut yang dibudidaya selama kegiatan PKL-MAL
dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Hasil Pengamatan Laju Pertumbuhan Spesifik (LPH)
W kering
LPH
Sampel
W0 (g)
Wt (g)
(g)
(%/hari ± sd)
1
10
53,9
5
4,93
2
10
59,7
5
5,24
3
10
59,1
6
5,21
4
10
59,4
6
5,22
5
10
55,9
6
5,04
6
10
35,9
5
3,72
7
10
45,9
5
4,45
Rata-rata
45,51
4,27
4,36 ± 0,56

Rasio
1 :10,78
1 : 9,95
1 : 9,85
1 : 9,90
1 : 11,18
1 : 7,18
1: 9,18
1 : 9,72

3.1.2 Parameter Kualitas Air
Berdasarkan hasil pengukuran parameter kualitas air, suhu berkisar antara
26-29 ºC dan salinitas berkisar antara 29-31 ppt. Hasil dari pengukuran parameter
kualitas air selama kegiatan PKL-MAL mengenai budidaya rumput laut, dapat
dlihat pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Air
No
Tanggal
Suhu (ºC)
1
26/04/2018
26
2
29/04/2018
26
3
03/05/2018
26
4
13/05/2018
29
5
20/05/2018
29

Salinitas (ppt)
30
31
31
30
29

3.1.3 Hasil Pasca Panen
Kualitas rumput laut setelah proses pengeringan atau penjemuran dapat
terlihat pada warnanya. Rumput laut yang dijemur dengan tepat, warnanya akan

16

menjadi merah kecoklatan sedangkan rumput laut yang dijemur dengan cara yang
tidak tepat warnanya menjadi putih pucat. Perbedaan kualitas hasil penjemuran
rumput laut dapat dilihat pada (Gambar 15).
A

1 cm

B

1 cm

Gambar 16. Kualitas Hasil Penjemuran. Hasil Penjemuran yang Buruk
A); Kualitas Hasil Penjemuran yang Baik B)
3.4

Pembahasan

3.4.3 Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
Hasil LPH yang diperoleh adalah 4,36 ± 0,56 %/hari dengan rasio
perbandingan berat basah : berat kering adalah 1:9,7. Hasil LPH yang diperoleh
lebih rendah dibandingkan Santi (2018) yang memperoleh LPH 9,17 ± 0,50 %/hari
dan lebih rendah juga dibandingkan dengan Rama et al. (2017), yang memperoleh
LPH sebesar 4,6 ± 0,66 %/hari. LPH lebih rendah dibandingkan Santi (2018)
dikarenakan adanya penambahkan pelampung pada tali ris rumput laut, agar rumput
lautnya tidak terlalu tenggelam dan lebih terkena sinar matahari. Tetapi hasil LPH
yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan hasil LPH yang diperoleh dari penelitian
Perfyasamy et al. (2014), yang memperoleh LPH sebesar 3,64 %/hari.
Hung et al. (2009), menjelaskan bahwa LPH terendah diperoleh pada
waktu pemeliharaan bulan Maret sampai Agustus, dengan hasil LPH berkisar 1,62,8 % dan 3,5 - 4,6 %/hari di bulan September sampai Febuari. Hasil LPH dari
penelitian Sapitiri et al. (2016) adalah 4,87 % yang menguji jarak tanam yang
berbeda. Pada penelitian Alimudin (2013), hasil LPH yang diperoleh adalah
berkisar 1, 14 % - 1,54%/hari yang dipelihara di ekosistem padang lamun perairan
Puntondo Takalar.

17

Ateweberhan et al. (2014) menjelaskan bahwa budidaya rumput laut K.
alvarezii dengan metode longline menghasilkan LPH yang lebih tinggi (5,46 % ±
0,09 %/hari) dibandingkan metode lepas dasar (3,99 % ± 0,07 perhari). Musim
dingin (April-Agustus) lebih menghasilkan LPH yang lebih tinggi dengan hasil 5,04
± 0,3 % /hari, dibandingkan musim panas yang memperoleh hasil LPH sebesar
3,90 ± 0,28 %/hari.
3.4.4 Parameter Kualitas Air
Kualitas air memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup
organisme perairan. Oleh karena itu, dalam kegiatan budidaya perairan, kualitas air
perlu diperhatikan dan dikondisikan agar tetap dalam kisaran yang optimum.
Neksidin (2013) menyatakan bahwa kualitas air merupakan salah satu faktor yang
memegang peranan penting terhadap keberhasilan suatu usaha budidaya, oleh sebab
itu, persyaratan teknis yang harus diperhatikan dalam penentuan lokasi budidaya
adalah kualitas air.
Pada kegiatan PKL-MAL, parameter kualitas air yang diukur ialah suhu
dan salinitas (Tabel 3). Hasil pengukuran suhu yang diperoleh selama pemeliharaan
berkisar 26-29 ºC. Yulius et al. (2018) menjelaskan bahwa suhu merupakan salah
satu faktor untuk menentukan kelayakan lokasi karena pengaruh suhu memiliki
dampak pada fisiologis tanaman atau pengaruh secara tidak langsung melalui
lingkungan setempat. Suhu optimum untuk kegiatan budidaya rumput laut berkisar
25-31 ºC.
Arisandi et al. (2011) menjelaskan bahwa salinitas merupakan parameter
kualitas air yang sangat berperan terhadap pertumbuhan thallus, warna dan
perkembangan morfogenetik rumput laut, karena berhubungan langsung dengan
osmoregulasi yang terjadi di dalam sel. Berdasarkan hasil pengukuran salinitas yang
diperoleh selama pemeliharaan adalah berkisar 29-31 ppt. Menurut Nur et al.
(2016), kadar garam yang sesuai untuk pertumbuhan rumput laut berkisar 28-35 ppt,
dengan nilai optimum 33 ppt.
3.4.5 Hama dan Penyakit
Monitoring dilakukan untuk melihat hama dan penyakit yang menyerang
rumput laut pada kegiatan PKL-MAL. Hama yang umum ditemukan pada kegiatan

18

PKL ini adalah S. polycystum, yang merupakan tumbuhan epifit (Gambar 16A). Hal
ini sesuai dengan pernyataan Marlia et al. (2016) yang menyatakan bahwa epifit
merupakan hama penggangu yang menempel pada talus rumput laut yang bersifat
menghambat pertumbuhan dan menurunkan produktivitas rumput laut. Menurut
Siregar et al. (2014), S. polycystum tumbuh sepanjang tahun, bersifat “parenial”
atau setiap musim Barat maupun Timur dapat dijumpai di berbagai perairan.
A

B

Gambar 17. Hama dan Penyakit. Epifit S. polycystum A); Penyakit Ice-ice B)
Penyakit yang ditemukan pada rumput laut adalah penyakit Ice-ice (Gambar
16B). Penyakit ini ditandai dengan munculnya bagian putih pada rumput laut. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Raharja et al. (2016) yang menyatakan bahwa
penyakit Ice-ice ditandai dengan pemutihan pada bagian thallus dan berangsurangsur menjadi kropos dan akhirnya thallus patah. Menurut Santoso dan Nugraha
(2008), penyakit Ice-ice biasanya menyerang pada waktu musim hujan (OktoberApril) dan bersifat menular karena disebabkan oleh bakteri.
3.4.6 Panen dan Pasca panen
Pemanenan dilakukan setelah 35 hari setelah ditanam, waktu panen ini
terbilang cepat, karena menurut Anggadiredja et al., (2006) umumnya rumput laut
siap dipanen pada umur 1,5 bulan – 2,0 bulan. Basiroh et al. (2016) juga
menjelaskan bahwa, umur panen rumput laut yang baik adalah 45-60 hari. Hal yang
perlu diperhatikan pada saat melakukan proses pemanenan rumput laut adalah
cuaca. Proses pemanenan dilakukan pada saat cuaca dalam kondisi baik atau tidak
hujan. Hal ini dilakukan, karena kualitas rumput laut akan menurun bila terkena air
dengan salinitas rendah, salah satunya air hujan. Setelah pemanenan, rumput laut
kemudian dikeringkan dengan cara menjemurnya.

19

Pengeringan rumput laut dilakukan dengan menjemurnya di bawah sinar
matahari, dengan metode gantung. Metode gantung lebih direkomendasikan dalam
melakukan pengeringan rumput laut karena mempunyai kelebihan dibandingkan
dengan metode lainnya. Salah satu kelebihannya adalah pengeringan yang merata.
Selain itu, dengan menggunakan metode gantung, air dan kotoran pada rumput laut
akan jatuh ke bawah karena gaya gravitasi. Ling et al. (2014) menjelaskan bahwa
ada 6 metode pengeringan rumput laut, yaitu : (1) pengeringan di oven, (2)
pengeringan dengan sinar matahari, (3) metode gantung, (4) pengeringan di tempat
teduh, (5) pengeringan sauna, dan (6) pengeringan beku.
3.4.7 Pemasaran
Rumput laut yang telah kering, kemudian di jual di pengepul rumput laut
yang berlokasi di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Rumput laut di jual dengan
harga Rp 18.000/ kg. Berat total kering rumput laut kelompok 7 sebesar 2,87 kg.

20

4. SIMPULAN DAN SARAN
4.3

Simpulan
Rumput laut yang dibudidayakan dengan metode longline dengan bibit

kultur jaringan dapat memperoleh laju pertumbuhan harian (LPH) sebesar 4,36 ±
0,56%/ hari lebih randah dari Rama et al. (2018) yang memperoleh LPH sebesar
4,6 ± 0,66 %/hari dan Santi (2018) yang memperoleh LPH 9,17 ± 0,50 %/hari,
dengan rasio berat kering : berat basah sebesar 1 : 9,7. Pengukuran suhu berkisar
antara 26-29 ºC dan salinitas berkisar antara 29-31 ppt. Hama yang ditemukan
berupa tanaman epifit S. polycystum dan penyakit Ice-ice. Rumput laut di jual
dengan harga Rp 18.000/ kg
4.4

Saran
Kegiatan PKL Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut ke depannya

diharapkan masa pemeliharaannya mencapai 45 hari dan kegiatan PKL-MAL tahun
ke III (2019) dilanjutkan dengan menggunakan laporan PKL-MAL ini sebagai
pembanding.

21

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M., Putri B., dan Romadoni, S. 2015. Pengaruh Perbedaan Media dan Periode
Transportasi Terhadap Pertumbuhan Bibit Rumput Laut Kappaphycus
alvarezii. Aquasaains. 297-304.
Anggadiredja, T. J., Achmad, E., Purwanto, H. dan Sri, I. 2006. Cara Budidaya
Rumput Laut Pembudidayaan Pengelolaan dan Pemasaran Komoditas
Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta, 147 hal.
Arisandi, A., Marsoedi., Nursyam, H., dan Sartimbul, A. 2011. Pengaruh Salinitas
yang Berbeda Terhadap Morfologi, Ukuran dan Jumlah Sel, Pertumbuhan
Serta Rendemen Karaginan Kappahycus alvarezii. Jurnal Ilmu Kelautan,
16(3): 143-150.
Asaf, R., Makmur, dan Suhaemi, R. A. 2014. Upaya Peningkatan P roduktivitas
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Dengann Mengetahui Faktor
Pengelolaan di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara.
J. Ris Akuakultur, 9(3): 463-473.
Atewerberhan, M., Rougler, A., dan Rakotomahazo, C. 2014. Influence of
Environmental Factors and Farming Technique on Growth and Heath of
Farmed Kappaphycus alvarezii (cottonii) in South-west Madagascar. J.
Appl Phycol. DOI 10. 1007/10811-014-0378-3.
Basiroh, S., Ali M.,, dan Putri B. 2016. Pengaruh Periode Panen yang Berbeda
Terhadap Kualitas Karaginan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii :
Kajian Rendemen dan Organoleptik Karaginan. Maspari Journal, 8(2):
127-135.
Fadilah, S., Alimudin, Pong-Masak, P. R., Santoso J. dan Parenrengi A. 2016.
Growth, Morphology and Growth Related Hormone Level in
Kappaphycus alvarezii Produced by Mass Selection in Gorontalo Waters,
Indonesia.
Harahap, F. 2010. Budidaya Rumput Laut dengan Spora dan Kultur Jaringan untuk
Peningkatan Pendapatan Keluarga. Jurnal Pengabdian Kepada
Masyarakat, 16 (62): 38 – 43.
Hermanto, A. D., Rejeki, S. dan Ariyanti, R. W. 2015. Pertumbuhan Budidaya
Rumput Laut (Eucheuma cottoni dan Gracilaria sp.) dengan Metode Long
Line di Perairan Pantai Bulu Jepara. Journal of Aquaculture Management
and Technology, 4(2): 60-66.
Hermawan, D. 2015. Pengaruh Perbedaan Strain Rumput Laut Kappaphycus
alvarezii Terhadap Laju Pertumbuhan Spesifik. Jurnal Perikanan dan
Kelautan, 5(1): 71-78.
Hung, L. D., Hori, K., Nang H. Q., Kha, T. dan Hoa, L. T. 2009. Seasonal Changes
in growth Rate, Carragenan Yield and Lectin Content in The Red Alga
Kappaphycus alvarezii Cultivated in Camranh Bay, Vietnam.J Appl
Phycol, 21: 265-272.
Ling, A. L. M., Yasir S., Matanjun P., dan Bakar M. F. A. 2014. Effect of Different
Drying Techniques on the Phytochemical Content and Antioxidant
Activity of Kappaphycus alvarezii. J. ApplPhycol.DOI 10. 1007/10811014-0467-3.

22

Luhur, E. S., Witomo, C. M. dan Firdaus, M. 2012. Analisa Daya Saing Rumput
Laut di Indonesia (Studi Kasus : Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi
Tenggara). J. Sosek KP, 7(1): 55-66.
Marlia, Kasim, M., dan Abdullah. 2016. Suksesi dan Komposisi Jenis Makroepifit
pada Rumput Laut Kappaphycus alvarezii yang Dibudidayakan
denganRakit Jaring Apung di Perairan Desa Tanjung Tiram Kabupaten
Konawe Selatan. Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, 1(4): 451-461.
Neksidin. 2013. Studi Kualitas Air untuk Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus
alvarezii) di Perairan Teluk Kolono Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal
mina laut Indonesia. 3(12): 147-155.
Nur, A. I., Syam, H., dan Patang. Pengaruh Kualitas Air Terhadap Produksi Rumput
Laut (Kappaphycus alvarezii). Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian,
Vol 2(2016): 27-40.
Periyasamy, C., Rao, P. V. S., dan Anantharaman, P. 2015. Spatial and Temporal
Variation in Carragenan Yield and Gel Strength of Cultivated
Kappaphycus alvarezii (Doty) in Relation to Environmental Parameters in
Palk Bay Waters, Tamil Nadu, Southeast Coast of India. J Appl Phycod,
DOI 10,1007/10811-014-0380-9.
Rahadiati, A., Dewayanya, Hartini, S., Widjojo, S. dan Windiastuti, R. 2012.
Budidaya Rumput Laut dan Daya Dukung Perairan Timur Indonesia :
Studi Kasus Kabupaten Konawe Selatan. Globe, 14(2): 178-186.
Raharjo, E., Prayitno, S. B. dan Sarjito. Pengaruh Konsentrasi Konsorsium Bakteri
K7, K8, dan K9 Terhadap Status Kesehatan Rumput Laut (Eucheuma
cottoni). Journal of Aquaculture Management and Technology, 5(1): 108115.
Rama, Aslan L. O. M., Iba W., Rahman A., Armin. dan Yusnaeni. 2018. Seaweed
cultivation of micropropagated seaweed (Kappaphycus alvarezii) in
Bungin Permai coastal waters, Tinanggea sub-district, South Konawe
regency, Southeast Sulawesi. Faculty of Fisheries and Marine Science.
Halu Oleo University.
Rosdiani, A. 2017. Analisis Kelayakan Teknologi Industri Tepung Rumput Laut
(Kappaphycus alvarezii) Semi-Refined Karagenan di Kabupaten Bone.
Jtech, 5(1): 16-25.
Santoso, L. dan Nugraha, Y. T. 2008. Pengendalian Penyakit Ice-ice Untuk
Meningkatkan Produksi Rumput Laut Indonesia. Jurnal Saintek
Perikanan, 3(2): 37-43.
Sapitri, A. R., Cokrowati, N. dan Rusman. 2016. Pertumbuhan Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan pada Jarak Tanam yang
Berbeda. J. Depik, 5(1): 12-18.
Siregar, T. R. P., Lubis, A. dan Supriadi. 2014. Pemanfaatan Dua Jenis Kompos
Ganggang Coklat (Sargassum polycystum) dalam Meningkatkan
Kesuburan Tanah Ultisol Serta Produksi Tanaman Sawi (Brassica juncea
L.). Jurnal Online Agroteknologi, 2(3): 1259-12688.
Sulistiani, E., Soelistyowati, D. T., Alimuddin dan Yani, S. A. 2012. Callus
Induction and Filaments Regeneration From Callus of Cotoni Seaweed
(Kappaphycus alvarezii (Doty) Collected From Natuna Islands, Riau
Islands Province. Biotropia, 19(2): 103-114.

23

Yong, W. T. L., Chin, G. J. W. L. dan Rodrigues, K. F. 2016. Genetic Identification
and Mass Propagation of Economically Important Seaweeds. Intech,
Chapter 11: 277-305.
Yong, W. T. L., Chin, J. Y. Y., Thien, V. Y. dan Yasir, S. 2017. Heavy metal
accumulation in field cultured and tissue cultured Kappaphycus alvarezii
and Gracilaria changii. International Food Research Journal, 24(3): 970975
Yulius, Ramdhan, M., Prihantono, J., Gunawan, D., Saepuloh, D., Salim, H. L.,
Rizaki, I. dan Zahara, R. I. 2018. Pengelolaan Budidaya Rumput Laut
Berbasis Daya Dukung Lingkungan Perairan di Pesisir Kabupaten Dompu,
Provinsi Nusa Tenggara Barat. Seminar Nasional Geomatika 2017.