Tol Laut Sebagai Wujud Evolusi Pelayaran

Tol Laut Sebagai Wujud Evolusi Pelayaran Indonesia

Latar Belakang

Saat masih kanak-kanak kita tentu mengenal lagu yang berlirik
“Nenek moyangku seorang pelaut, Gemar mengarung luas samudra...”.
Lirik lagu terseebut memang berkaca pada sebuah realita bahwa nenek
moyang Bangsa Indonesia adalah pelaut. Kenyataan itu tak bisa dibantah,
kondisi geografs Indonesia yang berupa kepulauan tentu menjadikan
penduduknya akrab dengan lautan. Masyarakat Indonesia dulu benarbenar

memanfaatkan

perairan

Indonesia,

selain

sebagai


sumber

kehidupan juga digunakan sebagai sarana utama mereka untuk saling
berinteraksi dengan masyarakat di daerah lain. Lautan menjadi tempat
mereka bersosialisasi melalui perniaggan. Lebih dari itu, lautan menjadi
sarana penghubung mereka dengan dunia luar.
Seiring berjalannya waktu, sektor maritim terus berkembang. Sektor
maritim mengambil peran besar dalam kancah ekonomi global. Pelayaran
telah bertransformasi menjadi tulang punggung distribusi berbagai produk
ke

berbagai negara. Begitu juga dengan Indonesia, dunia pelayaran

tanah air tak kalah pesat perkembangannya. Posisi Indonesia yang berada
tepat pada persimpangan jalur pelayaran tersibuk dunia menjadikan lalulintas kapal internasional di perairan Indonesia begitu intens. Lalu,
bagaimana dengan keadaan pelayaran dalam negeri, apakah sudah
selaras dengan kemajuan dunia pelayaran global. Di sisi lain ramainya
arus pelayaran Internasional ternyata
signifkan


bagi

masyarakat

Indonesia.

belum memberikan
Lantas

bagaimana

manfaat
upaya

pemerintah menangani hal tersebut, semua akan coba penulis jawab
dalam tulisan ini.
A. Sekilas Dunia Pelayaran Nusantara Masa Lampau

Jika kita berbicara mengenai pelayaran dan kelautan Indonesia memang sangat
panjang. Identitas sebagai pelaut memang telah melekat erat pada diri orang Indonesia. Wajar

jika orang Indonesia telah begitu dekat dengan dunia kelautan.
Sejak dulu sudah banyak sekali pelaut-pelaut Nusantara yang mengarungi samudra.
Hal ini menunjukkan betapa telah majunya pemkiran bangsa Indonesia pada masa lampau,
mengingat melaut bukan hanya tentang naik kapal. Berlayar bukan hanya tentang mengarungi
samudra. Melaut membutuhkan suatu pengetahuan yang mumpuni tentang ilmu-ilmu
kelautan seperti Ilmu astronomi, navigasi laut, kemampuan mengenali arus laut, bahkan
kemampuan membaca cuaca. Tanpa pengetahuan yang mumpuni seorang pelaut hanya akan
terombang ambing di lautan tanpa arah yang jelas.
Selama berabad-abad kerajaan-kerajan kecil di Indonesia hidup terpencar satu sama
lain. Namun, sudah barang tentu terjadi komunikasi diantara mereka, baik itu interaksi sosial,
kultural bahkan ekonomi. Adanya komunikasi dan lalu lintas antar kepulauan Indonesia ini
tentu dapat terjadi karena penduduknya telah mengembangkan suatu jaringan hubungan
maritim yang begitu baik, didukung dengan keahlian navigasi, serta teknologi perkapalan
yang telah maju pada masa itu. Hal ini menunjukkan bagaimana para pelayar Nusantara telah
memiliki kemahiran tersendiri dalam berlayar. Kemahiran itu terlihat dari bagaimana mereka
menguasasi ilmu tentang arah angin dan pergantian musim. Pelaut Nusantara memanfaatkan
perubahan arah angin di setiap musimnya untuk berlayar. Pada bulan Oktober kapal-kapal
sudah berangkat dari Maluku menuju pusat-pusat perdagangan di Makasar, Gresik, Demak,
Banten sampai ke Malaka menggunakan angin timur. Kemudian pada bulan maret kapal
kapal dari barat kembali ke kawasan timur seperti Makasar dan Maluku menggunakan angin

barat.
Jadi, sistem angin di kepulauan Indonesia, terlebih di bagian barat, membuat kawasan
ini memiliki kedudukan istimewa. Di sinilah kapal-kapal dari semua penjuru bertemu. Maka,
tak mengherankan bila kerajaan-kerajaan besar seperti Majapahit dan Sriwijaya di masa
Hindhu-Budha serta Aceh, Samudra Pasai dan Malaka di masa Islam berpusat di kawasan ini.
Posisi geografis ini sangat menguntungkan karena kerajaan-kerajaan tersebut dapat
menguasai tempat pertemuan jalur pelayaran dan perdagangan (Adrian B. Lapian, 2008:4)
Dunia pelayaran Nusantara telah berkembang begitu pesat. Bahkan sebelum pelautpelaut Eropa mendarat di Indonesia. Pelayaran nusantara kala itu memang tak bisa dilepaskan

dari dunia perdagangan. Peran besar para pelaut-pelaut nusantara adalah perdagangan
rempah-rempah serta hasil bumi dengan para pedagang dari Malaka, India, Cina, bahkan
Arab. Melalui merekalah rempah-rempah Indonesia mampu mencapai Constantinopel dan
masuk ke pasar Eropa.
Pada abad-abad awal jauh sebelum pelaut Eropa menginjakkan kaki di Indonesia.
Rempah-rempah dan hasil bumi Indonesia khususnya Maluku perlu beberapa tahapan
perjalanan untuk bisa sampai di pasar Eropa. Rempah-rempah tersebut umumnya dibawa ke
pusat-pusat perdagangan di pesisir Jawa dan Malaka. Kemudian para pedagang dari Arab dan
Indialah yang membawanya ke Constantinopel dan pasar Eropa. Pada tahun 1521, pelaut
Spanyol Sebastian del Cano untuk pertama kalinya berhasil menempuh perjalanan dari
Tidore kembali ke Sevilla. Perjalanan tersebut dimulai dari Tidore ke selatan ke arah Timor

lalu ke arah barat daya menyebrangi Samudra Hindia menuju Tanjung Harapan di ujung
Afrika, kemudian ke Laut Atlantik sampai ke muara sunga Guadalquivir di Iberia Selatan.
Perjalanan ini telah membuka jalan baru bagi dunia pelayaran internasional, yaitu jalur yang
menghubungan Indonesia khususnya Maluku dengan daratan Eropa, yang kemudian menjadi
sebuah jalur legendaris yang digunakan oleh pelaut-pelaut Eropa lain untuk mencapai daratan
Indonesia.
Tak berhenti di situ, dunia pelayaran dan perniagaan Nusantara terus berkembang.
Interaksi antar pedagang pribumi dengan pedagang asing kian intensif. Hal ini
mengakibatkan arus pelayaran di perairan Nusantara makin sibuk. Kehadiran Portugis di
Malaka pada 1511 tak membuat arus perdagangan terhenti. Pedagang-pedagang dari Arab
dan India yang akan mengarah ke Cina berlayar mencari jalur baru untuk menggantikan jalur
Selat Malaka yang di kuasai Portugis.
Terlihat jelas bahwa arus perdagangan di Indonesia kala itu tak bisa terlepas dari laut.
Sektor pelayaran menjadi unsur vital bagi kelancaran perdagangan kala itu. Kendati belum
ada perusahaan-perusahaan jasa pelayaran seperti sekarang, tapi awal dari kemajuan itu sudah
terlihat jelas. Terlepas dari keberadaan EIC dan VOC yang berhasil memonopoli pelayaran
dan perdagangan di Nusantara sepanjang abad 17 hingga 18, para saudagar pribumi telah
berhasil mengembangkan dunia pelayaran Nusantara dengan sangat baik.

B. Kondisi Pelayaran dan Transportasi Laut Indonesia

Keadaan Indonesia yang berupa kepulauan dengan jumlah pulau yang mencapai
18.110 pulau ditambah dengan wilayah laut yang mencapai dua pertiga wilayahnya
merupakan suatu anugerah tersendiri. Besarnya wilayah laut di Indonesia diperkirakan
mampu menghidupi 180 juta penduduk hanya dari sektor kelautan saja. (Bapenas,2015:4)
Namun keadaan di lapangan berbeda. Perkembangan sector maritim masih sangat
terbatas. Potensi besar dimiliki oleh wilayah laut Indonesia. Banyak sekali aspek yang dapat
dioptimalkan dari sektor kelautan, diantaranya pariwisata, cadangan minyak bumi, perikanan
bahkan transportasi. Untuk menjadi negara maritim yang kuat, Indonesia harus mampu
mengoptimalkan wilayah laut yang dimiliki sebagai basis pengembangan kekuatan politik,
kekuatan militer, kekuatan budaya serta kekuatan ekonomi.
Pengembangan kekuatan di sektor ekonomi yang berbasis maritim menyangkut
berbagai sektor. Khusus sektor transportasi laut, wilayah laut Indonesia digunakan untuk
menghubungkan antarpulau serta angkutan logistik internasional. Menurut data dari
Direktorat Transportasi Kementrian PPN/Bappenas dalam Laporan Implementasi Konsep Tol
Laut 2015 disebutkan bahwa transportasi laut digunakan oleh sekitar 90% perdagangan
domestik dan Internasional. Dari sini terlihat jelas bagaimana sektor transportasi laut
memegang andil besar dalam pengembangan kekuatan ekonomi nasioal yang tak hanya pada
sektor maritim namun sektor perekonomian nasional secara keseluruhan.
Dalam transportasi laut keberadaan infrastruktur penunjang seperti pelabuhan sangat
vital kedudukannya. Saat ini total pelabuhan di Indonesia baik pelabuhan komersial maupun

pelabuhan non-komersial berjumlah 1.241 pelabuhan, atau bila dibagi dengan jumlah pulau
di Indonesia satu pelabuhan melayani 14 pulau (14,1 pulau/pelabuhan) dengan cakupan luas
rata-rata 1548 km2/pelabuhan. Keadaan infrastruktur pelabuhan ini dirasa masih kurang
mengingat begitu luasnya wilayah perairan Indonesia. Apabila dibandingkan dengan negara
kepulauan di Asia lainnya, cakupan pelabuhan di Indonesia juga masih kalah dengan Jepang
yang mencapai 3,6 pulau/pelabuhan atau dengan Filipina yang mencapai 10,1
pulau/pelabuhan. Kondisi tersebut ditambah dengan tingginya intensitas pelayaran di
Indonesia mengakibatkan tingginya antrian sandar kapal di Indonesia.

Saat ini arus perdagangan dan pelayaran Indonesia cenderung terkonsentrasi pada
wilayah barat Indonesia. Hal ini menimbulkan ketimpangan aktivitas logistik antara wilayah
barat dan timur Indonesia. Masih kurang memadainya infrastruktur maritim di kawasan
Indonesia Timur menjadi faktor utama penyebab terjadinya ketimpangan tersebut, selain itu
aktivitas ekonomi yang mayoritas berada di kawasasan barat Indonesia turut menjadikan
ketimpangan itu makin jelas. Saat ini aktivitas-aktivitas perdagangan dan pelayaran
internasional dapat dilakukan dibanyak pelabbuhan di Indonesia yakni sekitar 141 pelabuhan
(Bappenas,2015:15) yang pada umumnya berupa kegiatan ekspor. Namun untuk import
dalam skala besar hanya terpusat pada pelabuhan utama di Indonesia yaitu Belawan di
Sumatra Utara, Tanjung Priok di Jakarta, Tanjung Perak di Surabaya, serta pelabuhan
Makasar di Sulawesi Selatan.

Arus pelayaran yang begitu sibuk di Indonesia menjadi keuntungan tersendiri.
Ramainya lalu lintas perdagangan via laut akan turut berpengaruh pada pertumbuhan
ekonomi serta kemajuan wilayah yang dilalui. Pemerintah dalam hal ini memiliki kesempatan
besar untuk memanfaatkan kesibukan arus lalu lintas pelayaran internasional teersebut
dengan mengoptimalkan potensi bangsa terutama dibidang maritim dan perdagangan dalam
negeri untuk mendukung kemajuan ekonomi Indonesia. Berbagai masalah seperti
ketimpangan antara wilayah timur dan barat, belum meratanya persebaran logistik, hingga
belum memadainya infrastruktur di beberapa tempat di Indonesia menjadi tantangan
sekaligus pekerjaan rumah yang harus segera dibereskan oleh pemerintah. Mengingat kondisi
maritim Indonesia yang masih jauh tertinggal dari negara-negara kepulaun lain di dunia
sementara potensi besar dimiliki oleh Indonesia. Wilayah laut yang begitu luas dengan
berjuta kekayaannya ditunjang dengan letak geografis yang berada pada jalur pelayaran
paling sibuk di dunia seharusnya dapat dimaksimalkan untuk kemajuan dan kesejahteraan
masyarakat Indonesia itu sendiri.

C. Tol Laut dan Usaha Pemerataan Kesejahteraan Bangsa
Masalah besar yang dihadapi pemerintah Indonesia saat ini adalah masalah
pemerataan ekonomi. Kondisi perekonomian Indonesia saat ini masih berpusat di kawasan
barat Indonesia dengan Pulau Jawa sebagai basis perekonomian. Tentu saja hal ini berimbas
pada kemajuan suatu wilayah. Di satu sisi Pulau Jawa mengalami perkembangan yang sangat

pesat, namun di sisi lain kawasan lain di Indonesia cenderung lambat berkembang. Kawasankawasan di luar Jawa umumnya masih sangat bergantung pada barang-barang hasil produksi
dari Pulau Jawa. Sementara pengiriman barang keluar Jawa membutuhkan biaya yang tak
sedikit. Imbasnya harga berbagai macam barang di wilayah luar Jawa khususnya Kawasan
Indonesia Timur melambung tinggi. Tak hanya barang-barang sekunder, barang kebutuhan
pokokpun dihargai dengan sangat mahal.
Pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo meluncurkan sebuah kebijakan yang
ditujukan untuk mengatasi ketimpangan ekonomi antara kawasan barat dan timur Indonesia.
Kebijakan ini dikenal dengan Program Tol Laut. Program Tol Laut adalah suatu konsep
memperkuat jalur pelayaran yang dititik beratkan pada Indonesia bagian Timur
(Bappenas,2015:25). Konsep ini selain digunakan untuk mengkoneksikan jalur pelayaran dari
barat ke timur Indonesia juga akan mempermudah akses niaga dari negara-negara Pasifik ke
wilayar timur Asia.
Dalam konsep Tol Laut, kesiapan dari infrastruktur pelayaran Indonesia mutlak
dibutuhkan baik itu dari sarana pelabuhan, kapal, maupun sarana-sarana penunjang lain. Dari
sektor pelabuhan, pemerintah menyiapkan setidaknya dua pelabuhan besar berskala hub
internasional. Disamping itu persiapan juga dilakukan pada pelabuhan-pelabuhan feeder serta
pelabuhan rakyat guna memperlancar konektivitas distribusi barang. Untuk mendukung hal
terseebut dikembangkan rute armada pelayaran yang menghubungkan pelabuhan hub dari
wilayah timur hingga barat Indonesia. Kemudian kargo dari pelabuhan hub akan
didistribusikan ke pelabuhan feeder dan diteruskan ke pelabuhan rakyat. Rute pelayaran

tersebut dilayani oleh kapal yang rutin dan terjadwal dari barat ke timur Indonesia. Untuk
mendukung hal tersebut pemerintah setidaknya mempersiapkan 24 pelabuhan strategis untuk

merealisasikan konsep Tol Laut diantaranya Belawan, Batu Ampar, Palembang, Tanjung
Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, Pontianak, Makasar, Bitung, Ambon, Sorong dan
berbagai pelabuhan lainnya.
Tol Laut merupakan suatu kebijakan jitu yang digadang-gadang dapat mengatasi
masalah konektivitas dan distribusi barang di Tanah Air. Program ini membawa angin segar
tak hanya bagi masyarakat di kawasan Timur Indonesia yang selama ini mengalami masalah
dengan tingginya harga kebutuhan, namun juga menjadi peluang bisnis yang menguntungkan
bagi pelaku bisnis tanah air. Dengan makin lancarnya konektivitas antar wilayah Indonesia
tentunya distribusi barang akan makin lancar pula. Sehingga tingginya harga kebutuhan
dibeberapa wilayah yang selama ini terjadi dapat ditekan. Dan pada akhirnya tujuan
utamanya adalah pertumbuhan ekonomi yang merata di seluruh wilayah Indonesia sehingga
ketimpangan antara wilayah timur dan barat Indonesia dapat teratasi dan terciptalah
kesejahteraan ekonomi dan sosial yang merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

D. Kesimpulan
Identitas sebagai pelaut telah melekat pada diri orang Indonesia. Berbagai perjalanan

telah dituliskan dalam sejarah, perjalanan menaklukkan laut oleh para nenek moyang Bangsa
Indonesia. Perjalanan yang tak hanya berniaga, namun lebih dari itu, perjalanan mereka
adalah sebuah bentuk interaksi dan komunikasi sosial antar masyarakat yang saat itu belum
terikat satu sama lain sebagai satu bangsa. Perjalanan-perjalanan inilah yang akhirnya
menyatukan mereka menjadi satu bangsa yaitu Bangsa Indonesia.
Melalui pelayaran dan perniagaan, masyarakat Indonesia telah membangun sebuah
sistem perekonomian yang cukup mumpuni. Namun pesatnya perkembangan zaman tak
secepat evolusi dari kehidupan masyarakat Indonesia. Akibatnya ketimpangan sosial dan
ekonomi dibeberapa wilayah Indonesia. Tol Laut hadir sebagai sebuah solusi dari masalah di
atas. Melalui program ini diharapkan tercipta kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh
masyarakat Indonesia.

E. Saran
Mengingat betapa luasnya wilayah perairan Indonesia, sektor maritim khusunya
pelayaran akan terus berkembang. Wacana pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai
poros maritim dunia pada tahun 2045 merupakan sebuah wacana yang patut didukung.
Penulis berharap agar adanya program Tol Laut sebagai wujud dari implementasi wacana
tersebut dapat diterapkan dengan baik demi kesejahteraan rakyat Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Kementrian PPN/Bappenas. 2015. Laporan Implementasi Konsep Tol Laut 2015-2019.
Jakarta: Kementrian PPN/Bappenas
Lapian, Adrian B..2008. Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke 16 dan 17. Depok:
Komunitas Bambu
Lapian, Adrian B., 2009. Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut: Sejarah Kawasan Laut
Sulawesi Abad XIX. Depok: Komunitas Bambu
Niemeijer, Hendrik E., 2016, “Maritime Connections And Cross-Cultural Contacts Between
The Peoples of The Nusantara and The Europeans in The Early Eighteen Century”. Jurnal
Sejarah Citra Lekha. Volume 1, No. 1, hal. 3-10
Susilowati, Endang. 2016, “Peran Roepelin Dalam Mempertahankan Eksistensi Pelayaran
Perahu pada Pertengahan Pertama Abad Ke-20”, Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 1, No. 1.
Hal. 51-55