Makalah Sosiologi Pembangunan Melepas De
MAKALAH
SOSIOLOGI PEMBANGUNAN
MELEPAS DETERMINISME NEGARA ASING DENGAN
PEMBANGUNAN DAERAH PERBATASAN
OLEH:
Mukhammad Fatkhullah
NIM. 071114035
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
2014-2015
KATA PENGANTAR
Sosiologi pembangunan merupakan salah satu mata kuliah wajib yang harus
ditempuh seluruh mahasiswa Universitas Airlangga jurusan Sosiologi setelah
menempuh mata kuliah lain yang yang mengharuskan untuk melakukan prosedur
penulisan ilmiah. Dalam pelaksanaannya, mata kuliah ini adalah salah satu tempat
untuk melatih para mahasiswa dalam melakukan penelitian baik melatih tentang
bagaimana cara menggali data dan referensi, juga menyajikannya melalui
keterampilan menulis sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah.
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan
rahmat,
taufik,
dan
hidayah-Nya
sehingga
penulis
bisa
menyelesaikan makalah dengan judul “Melepas Determinisme Negara Asing
dengan Pembangunan Daerah Perbatasan”.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna
dalam penyusunan makalah ini. Oleh sebab itu, penulis mengharap kritik dan saran
yang bersifat membangun dari semua pihak guna kesempurnaan pembuatan
makalah selanjutnya.
Surabaya, 27 Desember 2014
Hormat Kami,
.
Penulis
2
DAFTAR ISI
……………………………..……….Kata Pengantar ................................................ 2
………………………………………….Daftar Isi ..................................................... 3
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................. 4
1.2 Lampiran Jurnal ............................................................................................. 6
1.3 Tujuan Penulisan Makalah ............................................................................. 7
1.4 Manfaat Penulisan Makalah ........................................................................... 7
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
2.1 Daerah Perbatasan dalam Konteks Pembangunan Nasional .......................... 8
2.2 Tipe-tipe Daerah Perbatasan .......................................................................... 10
2.3 Permasalahan Daerah Perbatasan................................................................... 11
BAB 3 PEMBAHASAN
3.1 Pentingnya Daerah Perbatasan Negara Indonesia .......................................... 13
3.2 Determinisme Negara Asing di Berbagai Aspek ........................................... 14
3.3 Memasuki Era Asean Economic Community 2015 ....................................... 16
3.4 Pemuda Sekarang dan di Masa Mendatang ................................................... 17
3.5 Membangun Kekuatan Baru di Daerah Perbatasan ....................................... 18
3.6 Strategi Pembangunan di Daerah Perbatasan................................................. 19
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan. ................................................................................................... 22
4.2 Saran .............................................................................................................. 22
……………………………………...Daftar Pustaka ................................................. 24
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Saat ini, model pembangunan yang dinilai mampu merepresentasikan
kaidah dan tujuan dari pembangunan itu sendiri adalah model pembangunan yang
menjadikan manusia sebagai subyek, bukan lagi menjadi obyek pembangunan.
Model pembangunan dengan konsep ‘peple oriented’ inilah yang dinilai mampu
membawa sebuah perubahan pada bangsa dan mendorong masyarakat untuk
bertransformasi dalam berbagai aspek kehidupannya menjadi lebih baik. Sejalan
dengan berakhirnya era pembangunanisme yang di prakarsai oleh rezim Soeharto,
sistem pemerintahan dan manajemen Negara pun ikut berubah. Dari yang semula
sentralisasi menjadi desentralisasi. Dalam pengertian ini, pembangunan kea rah
people oriented sebenarnya sudah mulai diwacanakan, bahkan telah dilakukan.
Namun, jika melihat progress dan perkembangan yang ada sepertinya pemikiran
tersebut berkembang sangat lambat.
Oleh karena itulah, usaha-usaha pembangunan baik yang dilakukan oleh
pemerintah lokal maupun pemerintah pusat menunjukan gejala-gejala dan
karakteristik khusus yang tak jauh berbeda dengan aktor di era rezim Soeharto yang
menggunakan paradigma pembangunanism sebagai dasar untuk bertransformasi
bersama. Akibatnya, ketertinggalan dan ketimpangan di berbagai daerah kerap
terjadi dan semakin melebar. Membuat jurang di antara kelompok-kelompok
masyarakat yang saling menaruh curiga yang pada gilirannya membuat situasi dan
kondisi sosial politik di Indonesia menjadi kian memburuk dan tegang.
Salah satu problema yang paling terlihat dari ilustrasi diatas adalah
konsentrasi pembangunan itu sendiri. Sewajarnya, desentralisasi memberikan hak
penuh kepada pemerintah daerah untuk mengembangkan daerahnya dengan potensi
dan sumberdaya yang ada. Namun, dalam hal ini bukan berarti pemerintah harus
melepas proses atau bahkan telibat secara penuh. Alih-alih membantu wilayahwilayah atau daerah untuk berkembang, pemerintah justru lebih terlihat sedang
memilih anak kesayangan dan membuat anak-anak lain terlihat seperti anak tiri
4
yang kurang diperhatikan. Pada pengertian ini, letak paradigma pembangunanisme
sangat terlihat dala prosesnya pembangunan hanya difokuskan pada kota atau
profinsi tertentu saja. Sedangkan, kota dan provinsi lain di luar daeah jangkauan
pembangunan menjadi sangat tertinggal atau bahkan bisa dikatakan belum pernah
mendapatkan sentuhan dari pembangunan itu sendiri.
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJM-Nasional 2004-2009) telah menetapkan arah
dan pengembangan wilayah Perbatasan Negara sebagai salah satu program prioritas
pembangunan nasional. Pembangunan wilayah perbatasan memiliki keterkaitan
yang sangat erat dengan misi pembangunan nasional, terutama untuk menjamin
keutuhan dan kedaulatan wilayah, pertahanan keamanan nasional, serta
meningkatkan kesejahteraan rakyat di wilayah perbatasan. Paradigma baru,
pengembangan wilayah-wilayah perbatasan adalah dengan mengubah arah
kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking
menjadi outward looking sehingga wilayah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai
pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga.
Pendekatan pembangunan wilayah Perbatasan Negara menggunakan pendekatan
kesejahteraan (prosperity approach) dengan tidak meninggalkan pendekatan
keamanan (security approach). Sedangkan program pengembangan wilayah
perbatasan (RPJM Nasional 2004-2009), bertujuan untuk : (a) menjaga keutuhan
wilayah NKRI melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh Hukum
Internasional; (b) meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan
menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya serta keuntungan lokasi geografis
yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga. Disamping itu
permasalahan perbatasan juga dihadapkan pada permasalahan keamanan seperti
separatisme dan maraknya kegiatan-kegiatan ilegal. Namun, dalam praktiknya
usaha pemerintah seolah terhenti pada pembuatan undang-undang saja tanpa
adanya realisasi undang-undang itu sendiri.
Untuk itulah isu pemerataan pembangunan sebenarnya menjadi tantangan
utama dalam kajian dan wacana pembangunan di masa seperti sekarang ini. Tak
hanya menjadi kajian dan wacana, problema tersebut bahkan harus segera
dipecahkan mengingat kembali pada tahun 2015 mendatang masyarakat Indonesia
5
akan bergabung dengan ASEAN Community dimana kegiatan perdagangan di
kawasan ASEAN akan semakin bebas tanpa ada hambatan, quota, dan pajak yang
tinggil. Hal ini merupakan sebuah kesempatan emas, namun juga buah simalakama
bagi Indonesia yang tidak siap untuk menghadapinya dan masih terkungkung
dengan persoalan seputar pengangguran, kesenjangan, kriminalitas, dan
pemerataan pembangunan yang tak kunjung usai.
Daerah dan wilayah perbatasan, sebagai batas yang menghubungkan
Indonesia dengan Negara-negara tetangga jika kita kaitkan dengan problema
terbaru seputar ASEAN Community, maka menjadi potensi yang amat besar untuk
membuka ekspansi pasar. Pada pengertian ini, kerjasama lintas-batas antar Negara
sangatlah memungkinkan terjadi dalam regional perbatasan. Oleh karena itu,
wilayah perbatasan merupakan batas pertama dimana perubahan baik dalam
struktur ekonomi, budaya, dan politik dimulai jika dikaitkan dengan faktor
perubahan dar luar yaitu pengaruh Negara lain. Namun, faktanya pembangunan
justru mengesampingkan masyarakat perbatasan dengan potensi yang luar biasa ini.
Alih-alih menjadi kekuatan dengan berbagai usaha lintas-batas antar Negara,
masyarakat perbatasan justru menjadi bulan-bulanan dan berbagai kegiatannya
sangatlah tergantung dari kegiatan dan aktivitas Negara tetangga. Hal ini, tentu
sungguh ironis, manakala ketergantungan tersebut tak hanya dari faktor ekonomi,
namun juga mental masyarakat. Mulai dari mata uang, hingga pekerjaan semuanya
tergantung dari Negara tetangga. Aibatnya, semangat dan identitas ke-Indonesiaan
mereka pun mulai luntur dan memudar. Oleh karena itu, pembangunan di daerah
perbatasan selayaknya mulai saat ini harus digalakkan. Pasalnya tak hanya akan
kehilangan potensi yang amat sangat besar, Negara juga akan merugi dan dilanda
krisis ketidakpercayaan masyarakat kepada Negara dan melabel Negara telah gagal
dalam mengayomi semua elemen masyarakat khususnya mereka yang tinggal di
daerah perbatasan yang sama sekali tidak pernah merasakan manfaat pembangunan
dari tangan pemerintah pusat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat ditarik beberapa rumusan
masalah seperti yang akan dipaparkan dibawah ini:
6
1. Seberapa pentingkah perbatasan Negara itu?
2. Masalah seperti apakah yang muncul di daerah perbatasan Negara?
3. Bagaimana solusi dan strategi jitu untuk mencegah dan menyelesaikan
masalah di perbatasan Negara dalam konteks pembangunan nasional?
4. Bagaimana peran serta pemuda dalam menangani masalah yang ada
khususnya ketidakmerataan pembangunan di perbatasan Negara?
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dijabarkan sebelumnya, maka
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui pentingnya wilayah perbatasan Negara berupa potensi
ekonomi, sosial, dan budaya, terutama jika dikaitkan dengan kondisi
perdagangan bebas ASEAN yang diselenggarakan pada tahun 2015
mendatang.
2. Mengetahui masalah-masalah dan kebutuhan mendasar yang ada di daerah
perbatasan Negara secara komprehensif.
3. Menemukan solusi dan strategi jitu untuk mencegah dan menyelesaikan
masalah di perbatasan Negara dalam konteks pembangunan nasional.
4. Mengetahui peran serta pemuda dalam menangani masalah yang ada
khususnya ketidakmerataan pembangunan di wilayah perbatasan Negara.
1.4 Manfaat Penulisan Makalah
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini antara lain:
1. Bagi penulis: dapat menambah wawasan mengenai pentingnya, potensi, dan
usaha pembangunan di wilayah perbatasan Negara Indonesia.
2. Bagi pembaca: dapat menambah informasi
dan referensi tentang
pentingnya, potensi, serta berbagai usaha pembangunan di wilayah
perbatasan Negara Indonesia.
7
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Daerah Perbatasan Dalam Konteks Pembangunan Nasional
Pada hakekatnya pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya
pembangunan berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan
masyarakat, bangsa, dan Negara. Pembangunan dilaksanakan untuk mewujudkan
tujuan Nasional sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945, yaitu
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial. Pembangunan Nasional dilaksanakan secara terencana, menyeluruh,
terpadu, terarah, bertahap, dan berkelanjutan untuk memacu peningkatan
kemampuan Nasional, dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar dan
sederajat dengan bangsa lain yang telah maju. Pembangunan Nasional dilaksanakan
bersama oleh masyarakat dan pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama
pebangunan, dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing,
serta menciptakan suasana yang menunjang sehingga akan saling mengisi, saling
melengkapi dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan
Nasional.
Pembangunan Nasional meliputi pembangunan daerah yang dilaksanakan
dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini berarti pembangunan daerah harus merata di
seluruh wilayah dan diselenggarakan dari, oleh, dan untuk rakyat. Secara umum
pembangunan Nasional Indonesia bertujuan untuk: (a) Mewujudkan keseimbangan
antar daerah dalam hal tingkat pertumbuhannya; (b) Memperkokoh kesatuan
ekonomi Nasional, serta (c) Memelihara efisiensi pertumbuhan Nasional.
Poernomosidi H (1975) dalam Listiyah M (1996) menyatakan bahwa salah satu
diantara ke tiga tujuan tersebut merupakan sentral, yaitu keseimbangan antar daerah
dalam hal pertumbuhan. Keseimbangan antar daerah akan memenuhi keadilan
sosial, mengurangi kesenjangan pertumbuhan antar daerah, dan merupakan bagian
8
untuk mencapai pemerataan pembangunan ke seluruh wilayah Indonesia sebagai
pemantapan perwujudan Wawasan Nusantara.
Dalam rangka pemerataan pembangunan ke seluruh wilayah, telah
diupayakan pelaksanaan Otonomi Daerah (Otoda) dengan mempertimbangkan
kemampuan pembangunan daerah yang bersangkutan. Dalam pelaksanaan
pembangunan masih diperlukan perhatian yang lebih besar khususnya kepada
daerah yang terbelakang, daerah yang padat dan daerah yang sangat kurang
penduduknya, daerah transmigrasi, daerah terpencil dan daerah perbatasan, serta
daerah yang memiliki ciri khas seperti daerah tertentu di KTI. Hal tersebut sudah
tercantum sejak masih diberlakukannya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
tahun 1993. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan
Nasional, dilaksanakan secara serasi, terpadu, dan berkelanjutan, berhasil guna dan
berdaya guna, pada tiap tingkat pemerintahan. Pelaksanaan pembangunan daerah
diupayakan sesuai dengan potensi dan prioritas daerah yang bersangkutan.
Pada umumnya terdapat kecenderungan bahwa daerah yang telah
berkembang menjadi pusat pelayanan (misalnya daerah perkotaan), akan menyerap
lebih banyak investasi dan intervensi pembangunan. Pertumbuhan suatu wilayah
akan saling terkait dengan perkembangan fasilitas pelayanan, disebabkan
pertumbuhan wilayah membutuhkan dukungan pengadaan dan perluasan
pelayanan. Ketersediaan pelayanan di suatu wilayah tersebut pada gilirannya akan
menstimulir
pertumbuhan
wilayah.
Hal
ini
disebabkan
kebijaksanaan
pembangunan wilayah berjalan bersama-sama dengan perwujudan pelayanan
sosial, ekonomi, dan infrastruktur wilayah lainnya.
Sejak dimulainya Repelita VI telah digariskan bahwa koordinasi
keseluruhan pembangunan di daerah perlu mencakup segi spasial yang akan
memberikan dasar pada masing-masing kawasan, baik pada kawasan khusus,
kawasan perdesaan, termasuk dalam hal ini wilayah perbatasan antar propinsi.
Dalam rangka pemerataan pembangunan wilayah secara internal, daerah perbatasan
merupakan bagian wilayah yang perlu mendapatkan perhatian khusus karena
beberapa kecenderungan yang terjadi di daerah perbatasan, dalam hal pertumbuhan
dan perkembangannya yaitu:
9
1. Pertumbuhan daerah perbatasan cenderung lambat, dan
2. Daerah perbatasan cenderung kurang mampu berkembang secara optimal
karena keterbatasan antara lain:
a. lahan pada umumnya marginal,
b. jauh dari pusat kegiatan, dan
c. investasi dan intervensi dari luar sangat terbatas.
2.2 Tipe-tipe Daerah Perbatasan
Wilayah perbatasan merupakan wilayah pertemuan antara dua wilayah
administrasi, namun sumberdaya alam (natural resources) dan masyarakatnya bisa
menjadi bagian komplementer pada satu satuan sistem fungsional bagi
pengembangan wilayah yang didukung Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Bappeda Provinsi D.I Yogyakarta bekerjasama dengan Lembaga Penelitian P4N
UGM tahun 1993, wilayah perbatasan dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) tipe
(Listiyah M, 1996), yaitu:
1. Wilayah buntu, dicirikan oleh: (1) posisi pada ujung jaringan atau bahkan
belum terjangkau oleh sistem jaringan yang merangkai tempat tersebut
dengan pusat pelayanan hirarkhi terendah dalam sistem wilayah yang
membawahinya atau dengan perkotaan lain; (2) terletak pada lahan marginal
karena sifat geologi wilayahnya (seperti: morfologi, lereng, batuan, dan
tanah); (3) kepadatan penduduk rendah; dan (4) proyek pengembangan
sangat terbatas karena faktor ekologis;
2. Wilayah perbatasan jalur perifer, dicirikan oleh: (1) terlewati sistem
jaringan jalan yang merangkai tempat tersebut dengan sistem wilayah yang
membawahinya, maupun dengan sistem seberang perbatasan; (2) terletak
pada wilayah dengan kegiatan ekonomi sedang; dan (3) prospek
pengembangan sangat tergantung wilayah yang secara langsung terangkai
menjadi satu kesatuan wilayah atau kesatuan sistem jaringan dengan
wilayah tersebut;
10
3. Wilayah perbatasan kontak tinggi, dicirikan oleh: (1) posisi antar wilayah
utama; (2) intensitas kegiatan ekonomi pada satu sisi atau pada kedua sisi
pembatas; (3) kepadatan penduduk relatif tinggi; dan (4) terdapat
aglomerasi penduduk dan pusat pelayanan yang melayani kebutuhan
penduduk pada kedua sisi perbatasan.
2.3 Permasalahan Daerah Perbatasan
Beberapa permasalahan yang secara umum dijumpai di daerah perbatasan
meliputi:
1. Sering timbul permasalahan dalam hal kebijaksanaan yang harus
diterapkan;
2. Terdapat kecenderungan tumbuh lebih lambat (untuk tipe wilayah
perbatasan a dan b);
3. Benturan dua kepentingan berbeda antar dua wilayah; dan
4. Belum ada kesatuan dalam perencanaan wilayah perbatasan itu sendiri yang
menimbulkan ketidakserasian persepsi dan aspirasi pembangunan, yang
kemudian
akan
berakibat
pada
ketidakserasian
program-program
pembangunan, baik yang dilaksanakan oleh masyarakat maupun oleh
pemerintah di daerah perbatasan tersebut.
Telah ditegaskan bahwa pelaksanaan pembangunan di daerah harus selaras
dengan potensi dan peluang pengembangan, dan sejalan dengan prioritas yang telah
digariskan oleh peraturan yang berlaku pada masing-masing wilayah. Khusus untuk
wilayah perbatasan, diperlukan koordinasi yang matang antara dua wilayah
administrasi untuk memadukan dua atau lebih kepentingan yang berbeda. Untuk
mencapai optimalisasi pembangunan di wilayah perbatasan, terlebih dahulu perlu
diketahui karakteristik wilayahnya, dengan melakukan identifikasi potensi,
kendala, dan peluang pengembangannya. Dengan demikian maka penyusunan
rencana pengembangan wilayah perbatasan tersebut akan menghasilkan rencana
intervensi pembangunan, baik dalam bentuk program atau proyek yang berhasil
guna dan berdaya guna. Pada umumnya daerah-daerah perbatasan termasuk ke
dalam kriteria desa miskin dengan pertumbuhan cenderung lebih lambat
11
dibandingkan dengan desa-desa di sekitarnya. Beberapa faktor penyebab lambatnya
pertumbuhan desa-desa di daerah perbatasan diantaranya:
1. Belum ditemu-kenalinya secara mendalam dan menyeluruh mengenai
potensi sosial-ekonomi masyarakat di daerah perbatasan, yang pada
dasarnya merupakan faktor pendukung ketahanan masyarakat di wilayah
perbatasan tersebut;
2. Lemahnya kemampuan pelayanan sosial dan ekonomi masyarakat di
wilayah perbatasan dibandingkan dengan jumlah penduduk yang harus
dilayani; dan
3. Kurang terdistribusinya secara merata pelayanan sosial dan ekonomi di
wilayah perbatasan dilihat atas dasar lokasi atau agihan keruangan (spatial
distribution).
Di samping faktor-faktor tersebut, lambatnya perkembangan daerah-daerah
perbatasan juga masih ditambah lagi oleh imbas dampak kesenjangan antara desa –
kota, seperti investasi ekonomi (dalam bidang infrastruktur dan kelembagaan) yang
cenderung terkonsentrasi di daerah perkotaan, yang berakibat pada lebih cepatnya
wilayah perkotaan tumbuh dan berkembang, sedangkan wilayah perdesaan relatif
tertinggal (urban bias). Ketertinggalan tingkat kemajuan wilayah perdesaan juga
disebabkan oleh masih rendahnya produktivitas, kwalitas petani, dan pertanian,
terbatasnya akses petani terhadap sumberdaya permodalan, serta rendahnya
kwalitas dan kwantitas infrastruktur pertanian dan perdesaan. Sebagai akibatnya
kesejahteraan masyarakat di perdesaan, yang mencakup sekitar 60 persen penduduk
Indonesia, khususnya petani masih sangat rendah tercermin dari jumlah
pengangguran dan jumlah penduduk miskin yang lebih besar dibandingkan wilayah
perkotaan.
12
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Pentingnya Daerah Perbatasan Negara Indonesia
Dalam berbagai studi-studi yang pernah dilakukan, daerah perbatasan
mempunyai potensi strategis untuk menunjang pembangunan dalam suatu Negara.
Misalnya, seperti hasil temuan Smallbone yang mengungkapkan bahwa usahausaha koperasi dan kewirausaan di Negara-negara Eropa memberikan dampak yang
signifikan terhadap perekonomian dan pembangunan khususnya bidang sosio
kultural di kawasan perbatasan yang ditunjang oleh kebijakan pemerintah.
Selanjutnya, hasil studi yang dilakukan oleh Uiboupin dkk menunjukkan adanya
indicator keberhasilan pembangunan dalam kegiatan-kegiatan kerjasama yang
dilakukan oleh antar Negara di kawasan lintas batas. Artinya pada pengertian ini,
pembangunan dikatakan berhasil oleh Uiboupin dkk ketika dalam skala tertentu
masyarakat tak hanya melakukan kegiatan ekonomi satu arah, namun juga dua arah
timbal balik yang menghasilkan keuntungan. Tak hanya itu, banyak sekali temuantemuan lain menunjukkan betapa pentingnya daerah perbatasan sehingga
mengabaikan daerah perbatasan adalah sebuah kesalahan utama dalam melakukan
pembangunan, sebaliknya memberikan perhatian penuh dan terfokus adalah salah
satu cara untuk memaksimalkan potensi dari kegiatan pembangunan khususnya di
daerah perbatasan itu sendiri.
Daerah perbatasan merupakan wilayah pembelahan kultural sebuah
komunitas yang dianggap berasal dari satu akar budaya yang sama namun oleh
kebijakan pemerintah dua negara bertetangga, akhirnya dibagi menjadi dua entitas
yang berbeda. Daerah perbatasan juga merupakan cerminan dari tingkat
kemakmuran antara dua negara dan tidak jarang, daerah ini menjadi ajang konflik
antara penduduk yang berbeda kewarganegaraannya karena tujuan-tujuan tertentu.
Bahkan daerah perbatasan merupakan salah satu wilayah yang potensial untuk
melakukan penyelundupan dan merugikan negara dalam jumlah besar, bahkan
kerugian negara untuk darat dan laut bila dinominalkan bisa mencapai ± 20 milyar
US$ per tahun. Sedangkan Kemiskinan merupakan masalah klasik di daerah
perbatasan, yang sampai sekarang belum tuntas ditangani. Daerah perbatasan juga
13
sangat rawan terjadi tindak illegal logging dimana penyebabnya adalah beberapa
patok tapal batas Indonesia dan negara tetangga, yaitu Malaysia, rusak dimakan
waktu serta hilang atau terkubur oleh alam.
Tidak dipungkiri daerah perbatasan memiliki nilai strategis dan seluruh pilar
komponen bangsa hendaknya bersatu padu dengan visi dan misi untuk membangun
daerah perbatasan dan seluruh petinggi negeri memahami dan mengerti serta tahu
akan pentingnya daerah perbatasan sebagai pondasi untuk menopang wilayah yang
bersebelahan dengan Negara tetangga. Bahkan seminar mengenai daerah
perbatasan sudah berulang kali akan tetapi belum kelihatan greget realisasinya.
Sebagai contoh daerah perbatasan Kalimantan dan Malaysia dimana masalah
frontier ekonomi yang menjadi kendala berporos pada dibutuhkannya anggaran
yang besar untuk membangun perekonomian penduduk daerah perbatasan,
sementara kehidupan penduduk negara tetangga perekonomiannya jauh lebih baik.
Dari berbagai persoalan yang muncul seperti illegal logging, human trafficking
maupun penyerobotan wilayah ini, maka melahirkan persepsi bahwa wilayah
perbatasan adalah rawan dan rentan terhadap konflik dan pelanggaran hukum tanpa
memperhatikan persoalan-persoalan lain. Sebagai akibatnya wilayah perbatasan
selalu didefinisikan dan dipahami secara hitam putih dengan cap negatif. Hal ini
merupakan satu sisi dari realita perbatasan yang jauh lebih kompleks dan berwarna.
3.2 Determinisme Negara Asing di Berbagai Aspek
Hingga saat ini, ketidakmerataan pembangunan membuat daerah perbatasan
seolah tergantung oleh berbagai kegiatan dan aktivitas dari Negara tetangga. Mulai
dari kegiatan ekonomi, pendidikan, hingga kegiatan mendasar seperti pemenuhan
kebutuhan pokok. Salah satu contoh yang bisa dilihat ialah ketika kita berbicara
mengenai mata uang. Di daerah perbatasanm, sangat ironis bahwa mata uang
Negara asing lebih dikenal daripada mata uang Negara sendiri.1 Faktanya, interaksi
yang dilakukan masyarakat dalam kesehariannya memang tak lepas dari peran
Negara tetangga. Sehingga tak jarang interaksi pemerintah yang lebih minim
1
Suhendra, 2014
14
membuat mereka seolah dicampakkan dan diabaikan oleh pemerintah mereka
sendiri, baik pemerintah daerah apalagi pemerintah pusat.
Pada umumnya daerah pebatasan belum mendapat perhatian secara
proporsional. Kondisi ini terbukti dari kurangnya sarana prasarana pengamanan
daerah perbatasan dan aparat keamanan di perbatasan. Hal ini telah menyebabkan
terjadinya berbagai permasalahan seperti, perubahan batas-batas wilayah,
penyelundupan barang dan jasa serta kejahatan trans nasional (transnational
crimes). Kondisi umum daerah perbatasan dilihat dari aspek pancagatra yaitu:
1. Aspek Ideologi, Kurangnya akses pemerintah baik pusat maupun daerah ke
kawasan perbatasan dapat menyebabkan masuknya pemahaman ideologi
lain seperti paham komunis dan liberal kapitalis, yang mengancam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dari rakyat Indonesia.
2. Aspek Politik, Kehidupan sosial ekonomi di daerah perbatasan umumnya
dipengaruhi oleh kegiatan di negara tetangga. Kondisi tersebut berpotensi
untuk mengundang ke-rawanan di bidang politik, karena meskipun orientasi
masyarakat masih terbatas pada bidang ekonomi dan sosial, terutama
apabila kehidupan ekonomi masyarakat daerah perbatasan mempunyai
ketergantungan kepada perekonomian negara tetangga, maka hal inipun
selain dapat menimbulkan kerawanan di bidang politik juga dapat
menurunkan harkat dan martabat bangsa.
3. Aspek Ekonomi, Kesenjangan sosial ekonomi masyarakat daerah
perbatasan dengan masyarakat negara tetangga mempengaruhi watak dan
pola hidup masyarakat setempat dan berdampak negatif bagi pengamanan
daerah perbatasan dan rasa nasionalisme. Maka tidak jarang daerah
perbatasan sebagai pintu masuk atau tempat transit pelaku kejahatan dan
teroris. Daerah perbatasan merupakan daerah tertinggal disebabkan antara
lain:
a. Lokasinya yang relatif terisolir (terpencil) dengan tingkat
aksesibilitas yang rendah.
b. Rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat.
15
c. Rendahnya tingkat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat daerah
perbatasan (jumlah penduduk miskin dan desa tertinggal).
d. Langkanya informasi tentang pemerintah dan masyarakat di daerah
perbatasan (blank spot).
4. Aspek Sosial Budaya, Akibat globalisasi dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, teknologi informasi, dan
komunikasi, dapat mempercepat masuk dan berkembangnya budaya asing
ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Masyarakat daerah perbatasan
cenderung lebih cepat terpengaruh oleh budaya asing, dikarenakan
intensitas hubungan lebih besar dan kehidupan ekonominya sangat
tergantung dengan negara tetangga. dan hal ini dapat merusak ketahanan
nasional; mempercepat dekulturisasi yang bertentangan dengan nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila.
5. Aspek Pertahanan dan Keamanan, Daerah perbatasan merupakan wilayah
pembinaan yang luas dengan pola penyebaran penduduk yang tidak merata,
sehingga menyebabkan rentang kendali pemerintah, pengawasan dan
pembinaan teritorial sulit dilaksanakan dengan mantap dan efisien. Seluruh
bentuk kegiatan atau aktifitas yang ada di daerah perbatasan apabila tidak
dikelola dengan baik akan mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan
dan keamanan, di tingkat regional maupun internasional baik secara
langsung dan tidak langsung.
3.3 Memasuki Era Asean Economic Community 2015
Asean Economic Community (AEC) merupakan kesepakatan yang
dibangun oleh sepuluh negara anggota ASEAN. Terutama di bidang ekonomi
dalam upaya meningkatkan perekonomian di kawasan dengan meningkatkan daya
saing di kancah internasional agar ekonomi bisa tumbuh merata, juga meningkatkan
taraf hidup masyarakat, dan yang paling utama adalah mengurangi kemiskinan.
AEC merupakan realisasi dari Visi ASEAN 2020 yaitu untuk melakukan integrasi
terhadap ekonomi negara-negara ASEAN dengan membentuk pasar tunggal dan
basis produksi bersama.
16
Dalam pelaksanaan AEC, negara-negara ASEAN harus memegang teguh
prinsip pasar terbuka dan ekonomi yang digerakkan oleh pasar. Dengan kata lain,
konsekuensi diberlakukannya AEC adalah liberalisasi perdagangan barang, jasa,
dan tenaga terampil secara bebas dan tanpa hambatan tarif dan nontarif. Rencana
pemberlakuan AEC tersebut dicantumkan dalam Piagam ASEAN yang disahkan
pada 2007. Pada tahun tersebut pula disepakati bahwa pencapaian AEC akan
dipercepat dari 2020 menjadi 2015. Pengesahan AEC sendiri dicantumkan pada
pasal 1 ayat 5 Piagam ASEAN dan diperkuat dengan pembentukan Dewan Area
Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Council) yang tercantum dalam
lampiran I Piagam ASEAN. Itulah dasar hukum yang mengesahkan terbentuknya
ASEAN Economic Community. Kesiapan Indonesia dalam menghadapi AEC
2015, antara peluang dan ancaman. Siap atau tidak siap sudah tidak perlu
diperdebatkan lagi karena AEC sudah menjadi keputusan dan ketetapan politik
yang harus dihadapi semua negara ASEAN.
Keberadaan Asean Economic Community ini, memberikan gambaran
tentang urgensi pembangunan di daerah perbatasan.
3.4 Pemuda Sekarang dan di Masa Mendatang
Salah satu senjata pamungkas untuk melancarkan proses pembangunan
adalah dengan menggunakan sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia
semaksimal mungkin. Saat ini yang bisa dilihat dari Indonesia jika kita meninjau
kembali bonus demografi yang akan diterima Indonesia dalam beberapa tahun
mendatang mengindikasikan betapa besarnya potensi dan peran pemuda untuk
berpartisipasi dalam proses pembangunan nantinya.
Bonus Demografi adalah bonus yang dinikmati suatu negara sebagai akibat
dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15-64 tahun) dalam
evolusi kependudukan yang dialaminya. Saat ini Indonesia mengalami bonus
demografi ini dikarenakan proses transisi demografi yg berkembang sejak beberapa
tahun yg lalu yang dipercepat dengan keberhasilan program KB menurunkan
tingkat fertilitas dan meningkatnya kualitas kesehatan serta suksesnya programprogram pembangunan lainnya. Akan tetapi usia produktif ini apabila tidak
berkualitas malah akan menjadi beban Negara. Oleh karena itu, pemuda di masa
17
mendatang dapat menjadi kekuatan, namun juga dapat menjadi beban yang teramat
berat bagi pemerintah ketika pembangunan terus menerus berjalan secara pincang
dan memperparah jurang kesenjangan antar elemen masyarakat.
3.5 Membangun Kekuatan Baru di Daerah Perbatasan
Dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan kekuatan pemuda di masa
mendatang, diharapkan dapat membangun sebuah kekuatan baru dan menuai hasil
pembangunan yang benar-benar diorientasikan untuk masyarakat.
Namun demikian, segala pihak dan elemen masyarakat hendaknya merasa
pembangunan daerah perbatasan adalah kewajiban yang harus direalisasikan
bersama. Pihak Pemda merencanakan melalui survei, studi kelayakan dalam
merencanakan pembangunan prioritas apa yang harus didahulukan dan hendaknya
harus sinkron antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat termasuk pemecahan
dan jalan keluarnya, karena tanpa adanya kerjasama yang harmonis, tidak mungkin
akan tercipta kesinambungan antara pemerintah pusat dan daerah dalam
penanganan masalah daerah perbatasan. TNI sendiri telah berusaha dengan keras
menjaga wilayah perbatasan khususnya sepanjang kawasan perbatasan Kaltim dan
Kalbar dengan negara Malaysia telah dibangun 41 pos serta ditempatkan sejumlah
personil TNI guna pengamanan dan memperkecil kemungkinan pelanggaran
terhadap kedaulatan perbatasan Indonesia. Walaupun dalam pelaksanaan tugasnya,
personel TNI tanpa didukung sarana dan prasarana yang memadahi semisal
kendaraan khusus untuk patroli, sedangkan tiap pos jaraknya bisa mencapai lebih
dari 50 Km. Jadi “seelit” apapun pasukan TNI yang ditugaskan dengan beban tugas
yang sangat berat dimana harus melalui hutan belantara, maka akan terasa sulit dan
diluar kemampuan untuk menghadapi gangguan keamanan yang muncul pada
wilayah perbatasan.
Alternatif penanganan bagi pemerintah adalah penambahan pos perbatasan
serta penambahan personel TNI yang dilengkapi dengan sarana pendukungnya dan
tidak kalah penting tentunya pemberian stimulus dalam bentuk konkret untuk
merangsang semangat para prajurit yang bertugas di daerah perbatasan. Perlunya
direalisasikan pembangunan sabuk pengaman. Sebab sabuk pengaman dipandang
penting dalam menetralisir segala kejahatan. Manfaat lain sabuk pengaman itu
18
sendiri adalah dapat diwujudkan untuk meningkatkan kegiatan-kegiatan
perekonomian masyarakat, sehingga seluruhnya bermuara kepada peningkatan
pertahanan kita. Terlebih bila sentra-sentra ekonomi melalui kegiatan pemda
diteruskan dengan bimbingan kepada masyarakat sebagai petani plasma, sehingga
melalui pembangunan sabuk pengaman serta pembangunan sentra-sentra ekonomi
masyarakat sekitar perbatasan maka pertahanan secara otomatis akan meningkat
dan terwujud kokohnya pertahanan nasional di daerah perbatasan.
Bilamana negara belum mampu membangun sabuk pengaman, maka dapat
ditemukan alternatif lain seperti melibatkan pengusaha pribumi dengan kompensasi
dari negara dengan pembebasan lahan kanan kiri sabuk pengaman serta pelebaran
tertentu yang kemudian dapat diambil hasil hutannya dan dikompensasikan dalam
bentuk jalan, yang selanjutnya bisa dimanfaatkan sebagai perkebunan sekaligus
diarahkan kepada masyarakat setempat dalam hal pengelolaannya melalui
pembinaan yang intensif sebagai petani-petani plasma.
3.6 Strategi Pembangunan di Daerah Perbatasan
Untuk mengatasi permasalahan di daerah perbatasan, tidak dapat dilepaskan
dengan pembangunan pertanian dan daerah perdesaan secara umum. Dalam upaya
mengurangi kesenjangan perkembangan antar wilayah, RPJM Nasional 2004 –
2009 telah menggariskan bahwa sasaran pembangunan yang dilakukan adalah
meningkatkan peran perdesaan sebagai basis pertumbuhan ekonomi agar mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pedesaan, meningkatkan pembangunan
pada daerah-daerah terbelakang dan tertinggal, meningkatkan perkembangan
wilayah yang didorong oleh daya saing kawasan dan produk-produk unggulan
daerah, serta meningkatkan keseimbangan pertumbuhan pembangunan antar kotakota metropolitan, besar, menengah, dan kecil dengan memperhatikan keserasian
pemanfaatan ruang dan penatagunaan tanah.
Guna mencapai sasaran tersebut, telah disusun prioritas pembangunan dan
arah
kebijakan
pembangunan
perdesaan
dan
pengurangan
ketimpangan
pembangunan antar wilayah. Pembangunan perdesaan dilakukan dengan
mengembangkan diversifikasi kegiatan ekonomi perdesaan; meningkatkan promosi
dan pemasaran produk-produk pertanian dan perdesaan lainnya; memperluas akses
19
masyarakat perdesaan ke sumber daya-sumber daya produktif, pelayanan publik
dan pasar; meningkatkan keberdayaan masyarakat perdesaan melalui peningkatan
kwalitas penduduknya, penguatan kelembagaan dan modal sosial masyarakat
perdesaan; meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan serta meminimalkan
risiko kerentanan; serta mengembangkan praktek-praktek budidaya pertanian dan
usaha non pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Sedangkan pengurangan ketimpangan pembangunan wilayah dilakukan
dengan:
1. Mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah
strategis dan cepat tumbuh yang selama ini masih belum berkembang secara
optimal, sehingga dapat menjadi motor penggerak bagi wilayah-wilayah
tertinggal di sekitarnya dalam suatu ‘sistem wilayah pengembangan
ekonomi’ yang sinergis;
2. Meningkatkan keberpihakan pemerintah untuk mengembangkan wilayahwilayah tertinggal dan terpencil sehingga wilayah-wilayah tersebut dapat
tumbuh dan berkembang secara lebih cepat dan dapat mengejar
ketertinggalan pembangunannya dengan daerah lain;
3. Mengembangkan wilayah-wilayah perbatasan dengan mengubah arah
kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward
looking menjadi outward looking, sehingga kawasan tersebut dapat
dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan
dengan Negara tetangga, baik dengan menggunakan pendekatan
pembangunan melalui peningkatan kesejahteraan (prosperity approach)
maupun keamanan (security approach);
4. Menyeimbangkan
pertumbuhan
pembangunan
antar
kota-kota
metropolitan, besar, menengah, dan kecil secara hirarkis dalam suatu
‘sistem pembangunan perkotaan nasional;’
5. Meningkatkan keterkaitan kegiatan ekonomi yang berada di wilayah
perdesaan dengan yang berada di perkotaan;
20
6. Mengoperasionalisasikan ’Rencana Tata Ruang’ sesuai dengan hirarki
perencanaan (RTRW-Nasional, RTRW-Pulau, RTRW-Provinsi, RTRWKabupaten/Kota) sebagai acuan koordinasi dan sinkronisasi pembangunan
antar sektor dan antar wilayah.
Untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah langkah prioritas jangka
pendek yang dilakukan menitik beratkan pada percepatan pembangunan
infrastruktur, yang dilakukan antara lain dengan:
1. Penyediaan sarana irigasi, air bersih, dan sanitasi dasar terutama daerahdaerah langka sumber air bersih;
2. Pembangunan jalan, jembatan, dan dermaga terutama daerah terisolasi dan
tertinggal;
3. Redistribusi sumber dana kepada daerah-daerah yang memiliki pendapatan
rendah dengan instrumen Dana Alokasi Khusus (DAK)
21
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pemerataan pembangunan sebenarnya menjadi tantangan utama dalam
kajian dan wacana pembangunan di masa seperti sekarang ini. Dalam konteks
kekinian, pembangunan di daerah perbatasan memiliki urgensi yang tinggi terutama
jika kita kaitkan dengan ASEAN Economic Community. Kedepannya, dengan
bantuan dan peran pemuda pemerataan pembangunan diharapkan dapat tercapai,
sehingga dapat menekan kesenjangan yang terus melebar. Berbagai usaha-usaha
yang dapat ditempuh untuk membangun daerah perbatasan dengan potensi yang
begitu besar antara lain:
1. Penyediaan sarana irigasi, air bersih, dan sanitasi dasar terutama daerahdaerah langka sumber air bersih;
2. Pembangunan jalan, jembatan, dan dermaga terutama daerah terisolasi dan
tertinggal;
3. Redistribusi sumber dana kepada daerah-daerah yang memiliki pendapatan
rendah dengan instrumen Dana Alokasi Khusus (DAK)
4.2 Saran/Rekomendasi
1. Mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah
strategis dan cepat tumbuh yang selama ini masih belum berkembang secara
optimal, sehingga dapat menjadi motor penggerak bagi wilayah-wilayah
tertinggal di sekitarnya dalam suatu ‘sistem wilayah pengembangan
ekonomi’ yang sinergis;
2. Meningkatkan keberpihakan pemerintah untuk mengembangkan wilayahwilayah tertinggal dan terpencil sehingga wilayah-wilayah tersebut dapat
tumbuh dan berkembang secara lebih cepat dan dapat mengejar
ketertinggalan pembangunannya dengan daerah lain;
22
3. Mengembangkan wilayah-wilayah perbatasan dengan mengubah arah
kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward
looking menjadi outward looking, sehingga kawasan tersebut dapat
dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan
dengan Negara tetangga, baik dengan menggunakan pendekatan
pembangunan melalui peningkatan kesejahteraan (prosperity approach)
maupun keamanan (security approach);
4. Menyeimbangkan
pertumbuhan
pembangunan
antar
kota-kota
metropolitan, besar, menengah, dan kecil secara hirarkis dalam suatu
‘sistem pembangunan perkotaan nasional;’
5. Meningkatkan keterkaitan kegiatan ekonomi yang berada di wilayah
perdesaan dengan yang berada di perkotaan;
6. Mengoperasionalisasikan ’Rencana Tata Ruang’ sesuai dengan hirarki
perencanaan (RTRW-Nasional, RTRW-Pulau, RTRW-Provinsi, RTRWKabupaten/Kota) sebagai acuan koordinasi dan sinkronisasi pembangunan
antar sektor dan antar wilayah.
23
Daftar Pustaka
Afrizal. Membangun Sumber Daya Manusia Kawasan Perbatasan (Prespektif
Pemberdayaan Pemuda) di Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal Perbatasan
Universitas Maritim Raja Ali Haji, 24 Oktober 2013.
Budiantara, Aziz. Pengembangan Wilayah Perbatasan Sebagai Upaya Pemerataan
Pembangunan Wilayah di Indonesia. Jurnal SMARTek, Vol. 8, No. 1, Pebruari
2010: 72 – 8.
Mufizar (dkk). Pembangunan Sosial Masyarakat Perbatasan di Kecamatan Sajingan
Besar Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal PMIS-UNTAN-PSS2012.
Smallbone, David (dkk). Business on the Edge: Cross-Border Cooperation in the
Context of EU Enlargement. Socio-Economic Sciences and Humanities Research
Journal, Desember 2008.
Uiboupin, Janek. Cross Border Cooperation and Economic Development in Border
Regions of Western Ukraine. Electronic Publications of Pan-European Institute
Journal, September 2007.
_________. Meningkatkan Bela Negara Masyarakat Perbatasan guna Mendukung
Pembangunan Nasional dalam Rangka Menjaga Keutuhan NKRI. Jurnal Kajian
Lemhannas, Edisi 15 Mei 2013.
___________________________________
http://www.antarakaltim.com/print/7193/warga-perbatasan-sebatik-gunakan-duamata-uang, terakhir diakses 20 Desember 2014.
http://ikbalumhar.wordpress.com/2014/07/11/siap-tidak-siap-harus-siapindonesia-menuju-asean-economic-community-aec-2015/, terakhir diakses 20
Desember 2014.
http://unspeternakan.blogspot.com/2013/03/makalah-tentang-perbatasanindonesia.html, terakhir diakses 20 Desember 2014.
24
SOSIOLOGI PEMBANGUNAN
MELEPAS DETERMINISME NEGARA ASING DENGAN
PEMBANGUNAN DAERAH PERBATASAN
OLEH:
Mukhammad Fatkhullah
NIM. 071114035
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
2014-2015
KATA PENGANTAR
Sosiologi pembangunan merupakan salah satu mata kuliah wajib yang harus
ditempuh seluruh mahasiswa Universitas Airlangga jurusan Sosiologi setelah
menempuh mata kuliah lain yang yang mengharuskan untuk melakukan prosedur
penulisan ilmiah. Dalam pelaksanaannya, mata kuliah ini adalah salah satu tempat
untuk melatih para mahasiswa dalam melakukan penelitian baik melatih tentang
bagaimana cara menggali data dan referensi, juga menyajikannya melalui
keterampilan menulis sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah.
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan
rahmat,
taufik,
dan
hidayah-Nya
sehingga
penulis
bisa
menyelesaikan makalah dengan judul “Melepas Determinisme Negara Asing
dengan Pembangunan Daerah Perbatasan”.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna
dalam penyusunan makalah ini. Oleh sebab itu, penulis mengharap kritik dan saran
yang bersifat membangun dari semua pihak guna kesempurnaan pembuatan
makalah selanjutnya.
Surabaya, 27 Desember 2014
Hormat Kami,
.
Penulis
2
DAFTAR ISI
……………………………..……….Kata Pengantar ................................................ 2
………………………………………….Daftar Isi ..................................................... 3
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................. 4
1.2 Lampiran Jurnal ............................................................................................. 6
1.3 Tujuan Penulisan Makalah ............................................................................. 7
1.4 Manfaat Penulisan Makalah ........................................................................... 7
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
2.1 Daerah Perbatasan dalam Konteks Pembangunan Nasional .......................... 8
2.2 Tipe-tipe Daerah Perbatasan .......................................................................... 10
2.3 Permasalahan Daerah Perbatasan................................................................... 11
BAB 3 PEMBAHASAN
3.1 Pentingnya Daerah Perbatasan Negara Indonesia .......................................... 13
3.2 Determinisme Negara Asing di Berbagai Aspek ........................................... 14
3.3 Memasuki Era Asean Economic Community 2015 ....................................... 16
3.4 Pemuda Sekarang dan di Masa Mendatang ................................................... 17
3.5 Membangun Kekuatan Baru di Daerah Perbatasan ....................................... 18
3.6 Strategi Pembangunan di Daerah Perbatasan................................................. 19
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan. ................................................................................................... 22
4.2 Saran .............................................................................................................. 22
……………………………………...Daftar Pustaka ................................................. 24
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Saat ini, model pembangunan yang dinilai mampu merepresentasikan
kaidah dan tujuan dari pembangunan itu sendiri adalah model pembangunan yang
menjadikan manusia sebagai subyek, bukan lagi menjadi obyek pembangunan.
Model pembangunan dengan konsep ‘peple oriented’ inilah yang dinilai mampu
membawa sebuah perubahan pada bangsa dan mendorong masyarakat untuk
bertransformasi dalam berbagai aspek kehidupannya menjadi lebih baik. Sejalan
dengan berakhirnya era pembangunanisme yang di prakarsai oleh rezim Soeharto,
sistem pemerintahan dan manajemen Negara pun ikut berubah. Dari yang semula
sentralisasi menjadi desentralisasi. Dalam pengertian ini, pembangunan kea rah
people oriented sebenarnya sudah mulai diwacanakan, bahkan telah dilakukan.
Namun, jika melihat progress dan perkembangan yang ada sepertinya pemikiran
tersebut berkembang sangat lambat.
Oleh karena itulah, usaha-usaha pembangunan baik yang dilakukan oleh
pemerintah lokal maupun pemerintah pusat menunjukan gejala-gejala dan
karakteristik khusus yang tak jauh berbeda dengan aktor di era rezim Soeharto yang
menggunakan paradigma pembangunanism sebagai dasar untuk bertransformasi
bersama. Akibatnya, ketertinggalan dan ketimpangan di berbagai daerah kerap
terjadi dan semakin melebar. Membuat jurang di antara kelompok-kelompok
masyarakat yang saling menaruh curiga yang pada gilirannya membuat situasi dan
kondisi sosial politik di Indonesia menjadi kian memburuk dan tegang.
Salah satu problema yang paling terlihat dari ilustrasi diatas adalah
konsentrasi pembangunan itu sendiri. Sewajarnya, desentralisasi memberikan hak
penuh kepada pemerintah daerah untuk mengembangkan daerahnya dengan potensi
dan sumberdaya yang ada. Namun, dalam hal ini bukan berarti pemerintah harus
melepas proses atau bahkan telibat secara penuh. Alih-alih membantu wilayahwilayah atau daerah untuk berkembang, pemerintah justru lebih terlihat sedang
memilih anak kesayangan dan membuat anak-anak lain terlihat seperti anak tiri
4
yang kurang diperhatikan. Pada pengertian ini, letak paradigma pembangunanisme
sangat terlihat dala prosesnya pembangunan hanya difokuskan pada kota atau
profinsi tertentu saja. Sedangkan, kota dan provinsi lain di luar daeah jangkauan
pembangunan menjadi sangat tertinggal atau bahkan bisa dikatakan belum pernah
mendapatkan sentuhan dari pembangunan itu sendiri.
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJM-Nasional 2004-2009) telah menetapkan arah
dan pengembangan wilayah Perbatasan Negara sebagai salah satu program prioritas
pembangunan nasional. Pembangunan wilayah perbatasan memiliki keterkaitan
yang sangat erat dengan misi pembangunan nasional, terutama untuk menjamin
keutuhan dan kedaulatan wilayah, pertahanan keamanan nasional, serta
meningkatkan kesejahteraan rakyat di wilayah perbatasan. Paradigma baru,
pengembangan wilayah-wilayah perbatasan adalah dengan mengubah arah
kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking
menjadi outward looking sehingga wilayah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai
pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga.
Pendekatan pembangunan wilayah Perbatasan Negara menggunakan pendekatan
kesejahteraan (prosperity approach) dengan tidak meninggalkan pendekatan
keamanan (security approach). Sedangkan program pengembangan wilayah
perbatasan (RPJM Nasional 2004-2009), bertujuan untuk : (a) menjaga keutuhan
wilayah NKRI melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh Hukum
Internasional; (b) meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan
menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya serta keuntungan lokasi geografis
yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga. Disamping itu
permasalahan perbatasan juga dihadapkan pada permasalahan keamanan seperti
separatisme dan maraknya kegiatan-kegiatan ilegal. Namun, dalam praktiknya
usaha pemerintah seolah terhenti pada pembuatan undang-undang saja tanpa
adanya realisasi undang-undang itu sendiri.
Untuk itulah isu pemerataan pembangunan sebenarnya menjadi tantangan
utama dalam kajian dan wacana pembangunan di masa seperti sekarang ini. Tak
hanya menjadi kajian dan wacana, problema tersebut bahkan harus segera
dipecahkan mengingat kembali pada tahun 2015 mendatang masyarakat Indonesia
5
akan bergabung dengan ASEAN Community dimana kegiatan perdagangan di
kawasan ASEAN akan semakin bebas tanpa ada hambatan, quota, dan pajak yang
tinggil. Hal ini merupakan sebuah kesempatan emas, namun juga buah simalakama
bagi Indonesia yang tidak siap untuk menghadapinya dan masih terkungkung
dengan persoalan seputar pengangguran, kesenjangan, kriminalitas, dan
pemerataan pembangunan yang tak kunjung usai.
Daerah dan wilayah perbatasan, sebagai batas yang menghubungkan
Indonesia dengan Negara-negara tetangga jika kita kaitkan dengan problema
terbaru seputar ASEAN Community, maka menjadi potensi yang amat besar untuk
membuka ekspansi pasar. Pada pengertian ini, kerjasama lintas-batas antar Negara
sangatlah memungkinkan terjadi dalam regional perbatasan. Oleh karena itu,
wilayah perbatasan merupakan batas pertama dimana perubahan baik dalam
struktur ekonomi, budaya, dan politik dimulai jika dikaitkan dengan faktor
perubahan dar luar yaitu pengaruh Negara lain. Namun, faktanya pembangunan
justru mengesampingkan masyarakat perbatasan dengan potensi yang luar biasa ini.
Alih-alih menjadi kekuatan dengan berbagai usaha lintas-batas antar Negara,
masyarakat perbatasan justru menjadi bulan-bulanan dan berbagai kegiatannya
sangatlah tergantung dari kegiatan dan aktivitas Negara tetangga. Hal ini, tentu
sungguh ironis, manakala ketergantungan tersebut tak hanya dari faktor ekonomi,
namun juga mental masyarakat. Mulai dari mata uang, hingga pekerjaan semuanya
tergantung dari Negara tetangga. Aibatnya, semangat dan identitas ke-Indonesiaan
mereka pun mulai luntur dan memudar. Oleh karena itu, pembangunan di daerah
perbatasan selayaknya mulai saat ini harus digalakkan. Pasalnya tak hanya akan
kehilangan potensi yang amat sangat besar, Negara juga akan merugi dan dilanda
krisis ketidakpercayaan masyarakat kepada Negara dan melabel Negara telah gagal
dalam mengayomi semua elemen masyarakat khususnya mereka yang tinggal di
daerah perbatasan yang sama sekali tidak pernah merasakan manfaat pembangunan
dari tangan pemerintah pusat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat ditarik beberapa rumusan
masalah seperti yang akan dipaparkan dibawah ini:
6
1. Seberapa pentingkah perbatasan Negara itu?
2. Masalah seperti apakah yang muncul di daerah perbatasan Negara?
3. Bagaimana solusi dan strategi jitu untuk mencegah dan menyelesaikan
masalah di perbatasan Negara dalam konteks pembangunan nasional?
4. Bagaimana peran serta pemuda dalam menangani masalah yang ada
khususnya ketidakmerataan pembangunan di perbatasan Negara?
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dijabarkan sebelumnya, maka
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui pentingnya wilayah perbatasan Negara berupa potensi
ekonomi, sosial, dan budaya, terutama jika dikaitkan dengan kondisi
perdagangan bebas ASEAN yang diselenggarakan pada tahun 2015
mendatang.
2. Mengetahui masalah-masalah dan kebutuhan mendasar yang ada di daerah
perbatasan Negara secara komprehensif.
3. Menemukan solusi dan strategi jitu untuk mencegah dan menyelesaikan
masalah di perbatasan Negara dalam konteks pembangunan nasional.
4. Mengetahui peran serta pemuda dalam menangani masalah yang ada
khususnya ketidakmerataan pembangunan di wilayah perbatasan Negara.
1.4 Manfaat Penulisan Makalah
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini antara lain:
1. Bagi penulis: dapat menambah wawasan mengenai pentingnya, potensi, dan
usaha pembangunan di wilayah perbatasan Negara Indonesia.
2. Bagi pembaca: dapat menambah informasi
dan referensi tentang
pentingnya, potensi, serta berbagai usaha pembangunan di wilayah
perbatasan Negara Indonesia.
7
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Daerah Perbatasan Dalam Konteks Pembangunan Nasional
Pada hakekatnya pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya
pembangunan berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan
masyarakat, bangsa, dan Negara. Pembangunan dilaksanakan untuk mewujudkan
tujuan Nasional sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945, yaitu
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial. Pembangunan Nasional dilaksanakan secara terencana, menyeluruh,
terpadu, terarah, bertahap, dan berkelanjutan untuk memacu peningkatan
kemampuan Nasional, dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar dan
sederajat dengan bangsa lain yang telah maju. Pembangunan Nasional dilaksanakan
bersama oleh masyarakat dan pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama
pebangunan, dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing,
serta menciptakan suasana yang menunjang sehingga akan saling mengisi, saling
melengkapi dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan
Nasional.
Pembangunan Nasional meliputi pembangunan daerah yang dilaksanakan
dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini berarti pembangunan daerah harus merata di
seluruh wilayah dan diselenggarakan dari, oleh, dan untuk rakyat. Secara umum
pembangunan Nasional Indonesia bertujuan untuk: (a) Mewujudkan keseimbangan
antar daerah dalam hal tingkat pertumbuhannya; (b) Memperkokoh kesatuan
ekonomi Nasional, serta (c) Memelihara efisiensi pertumbuhan Nasional.
Poernomosidi H (1975) dalam Listiyah M (1996) menyatakan bahwa salah satu
diantara ke tiga tujuan tersebut merupakan sentral, yaitu keseimbangan antar daerah
dalam hal pertumbuhan. Keseimbangan antar daerah akan memenuhi keadilan
sosial, mengurangi kesenjangan pertumbuhan antar daerah, dan merupakan bagian
8
untuk mencapai pemerataan pembangunan ke seluruh wilayah Indonesia sebagai
pemantapan perwujudan Wawasan Nusantara.
Dalam rangka pemerataan pembangunan ke seluruh wilayah, telah
diupayakan pelaksanaan Otonomi Daerah (Otoda) dengan mempertimbangkan
kemampuan pembangunan daerah yang bersangkutan. Dalam pelaksanaan
pembangunan masih diperlukan perhatian yang lebih besar khususnya kepada
daerah yang terbelakang, daerah yang padat dan daerah yang sangat kurang
penduduknya, daerah transmigrasi, daerah terpencil dan daerah perbatasan, serta
daerah yang memiliki ciri khas seperti daerah tertentu di KTI. Hal tersebut sudah
tercantum sejak masih diberlakukannya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
tahun 1993. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan
Nasional, dilaksanakan secara serasi, terpadu, dan berkelanjutan, berhasil guna dan
berdaya guna, pada tiap tingkat pemerintahan. Pelaksanaan pembangunan daerah
diupayakan sesuai dengan potensi dan prioritas daerah yang bersangkutan.
Pada umumnya terdapat kecenderungan bahwa daerah yang telah
berkembang menjadi pusat pelayanan (misalnya daerah perkotaan), akan menyerap
lebih banyak investasi dan intervensi pembangunan. Pertumbuhan suatu wilayah
akan saling terkait dengan perkembangan fasilitas pelayanan, disebabkan
pertumbuhan wilayah membutuhkan dukungan pengadaan dan perluasan
pelayanan. Ketersediaan pelayanan di suatu wilayah tersebut pada gilirannya akan
menstimulir
pertumbuhan
wilayah.
Hal
ini
disebabkan
kebijaksanaan
pembangunan wilayah berjalan bersama-sama dengan perwujudan pelayanan
sosial, ekonomi, dan infrastruktur wilayah lainnya.
Sejak dimulainya Repelita VI telah digariskan bahwa koordinasi
keseluruhan pembangunan di daerah perlu mencakup segi spasial yang akan
memberikan dasar pada masing-masing kawasan, baik pada kawasan khusus,
kawasan perdesaan, termasuk dalam hal ini wilayah perbatasan antar propinsi.
Dalam rangka pemerataan pembangunan wilayah secara internal, daerah perbatasan
merupakan bagian wilayah yang perlu mendapatkan perhatian khusus karena
beberapa kecenderungan yang terjadi di daerah perbatasan, dalam hal pertumbuhan
dan perkembangannya yaitu:
9
1. Pertumbuhan daerah perbatasan cenderung lambat, dan
2. Daerah perbatasan cenderung kurang mampu berkembang secara optimal
karena keterbatasan antara lain:
a. lahan pada umumnya marginal,
b. jauh dari pusat kegiatan, dan
c. investasi dan intervensi dari luar sangat terbatas.
2.2 Tipe-tipe Daerah Perbatasan
Wilayah perbatasan merupakan wilayah pertemuan antara dua wilayah
administrasi, namun sumberdaya alam (natural resources) dan masyarakatnya bisa
menjadi bagian komplementer pada satu satuan sistem fungsional bagi
pengembangan wilayah yang didukung Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Bappeda Provinsi D.I Yogyakarta bekerjasama dengan Lembaga Penelitian P4N
UGM tahun 1993, wilayah perbatasan dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) tipe
(Listiyah M, 1996), yaitu:
1. Wilayah buntu, dicirikan oleh: (1) posisi pada ujung jaringan atau bahkan
belum terjangkau oleh sistem jaringan yang merangkai tempat tersebut
dengan pusat pelayanan hirarkhi terendah dalam sistem wilayah yang
membawahinya atau dengan perkotaan lain; (2) terletak pada lahan marginal
karena sifat geologi wilayahnya (seperti: morfologi, lereng, batuan, dan
tanah); (3) kepadatan penduduk rendah; dan (4) proyek pengembangan
sangat terbatas karena faktor ekologis;
2. Wilayah perbatasan jalur perifer, dicirikan oleh: (1) terlewati sistem
jaringan jalan yang merangkai tempat tersebut dengan sistem wilayah yang
membawahinya, maupun dengan sistem seberang perbatasan; (2) terletak
pada wilayah dengan kegiatan ekonomi sedang; dan (3) prospek
pengembangan sangat tergantung wilayah yang secara langsung terangkai
menjadi satu kesatuan wilayah atau kesatuan sistem jaringan dengan
wilayah tersebut;
10
3. Wilayah perbatasan kontak tinggi, dicirikan oleh: (1) posisi antar wilayah
utama; (2) intensitas kegiatan ekonomi pada satu sisi atau pada kedua sisi
pembatas; (3) kepadatan penduduk relatif tinggi; dan (4) terdapat
aglomerasi penduduk dan pusat pelayanan yang melayani kebutuhan
penduduk pada kedua sisi perbatasan.
2.3 Permasalahan Daerah Perbatasan
Beberapa permasalahan yang secara umum dijumpai di daerah perbatasan
meliputi:
1. Sering timbul permasalahan dalam hal kebijaksanaan yang harus
diterapkan;
2. Terdapat kecenderungan tumbuh lebih lambat (untuk tipe wilayah
perbatasan a dan b);
3. Benturan dua kepentingan berbeda antar dua wilayah; dan
4. Belum ada kesatuan dalam perencanaan wilayah perbatasan itu sendiri yang
menimbulkan ketidakserasian persepsi dan aspirasi pembangunan, yang
kemudian
akan
berakibat
pada
ketidakserasian
program-program
pembangunan, baik yang dilaksanakan oleh masyarakat maupun oleh
pemerintah di daerah perbatasan tersebut.
Telah ditegaskan bahwa pelaksanaan pembangunan di daerah harus selaras
dengan potensi dan peluang pengembangan, dan sejalan dengan prioritas yang telah
digariskan oleh peraturan yang berlaku pada masing-masing wilayah. Khusus untuk
wilayah perbatasan, diperlukan koordinasi yang matang antara dua wilayah
administrasi untuk memadukan dua atau lebih kepentingan yang berbeda. Untuk
mencapai optimalisasi pembangunan di wilayah perbatasan, terlebih dahulu perlu
diketahui karakteristik wilayahnya, dengan melakukan identifikasi potensi,
kendala, dan peluang pengembangannya. Dengan demikian maka penyusunan
rencana pengembangan wilayah perbatasan tersebut akan menghasilkan rencana
intervensi pembangunan, baik dalam bentuk program atau proyek yang berhasil
guna dan berdaya guna. Pada umumnya daerah-daerah perbatasan termasuk ke
dalam kriteria desa miskin dengan pertumbuhan cenderung lebih lambat
11
dibandingkan dengan desa-desa di sekitarnya. Beberapa faktor penyebab lambatnya
pertumbuhan desa-desa di daerah perbatasan diantaranya:
1. Belum ditemu-kenalinya secara mendalam dan menyeluruh mengenai
potensi sosial-ekonomi masyarakat di daerah perbatasan, yang pada
dasarnya merupakan faktor pendukung ketahanan masyarakat di wilayah
perbatasan tersebut;
2. Lemahnya kemampuan pelayanan sosial dan ekonomi masyarakat di
wilayah perbatasan dibandingkan dengan jumlah penduduk yang harus
dilayani; dan
3. Kurang terdistribusinya secara merata pelayanan sosial dan ekonomi di
wilayah perbatasan dilihat atas dasar lokasi atau agihan keruangan (spatial
distribution).
Di samping faktor-faktor tersebut, lambatnya perkembangan daerah-daerah
perbatasan juga masih ditambah lagi oleh imbas dampak kesenjangan antara desa –
kota, seperti investasi ekonomi (dalam bidang infrastruktur dan kelembagaan) yang
cenderung terkonsentrasi di daerah perkotaan, yang berakibat pada lebih cepatnya
wilayah perkotaan tumbuh dan berkembang, sedangkan wilayah perdesaan relatif
tertinggal (urban bias). Ketertinggalan tingkat kemajuan wilayah perdesaan juga
disebabkan oleh masih rendahnya produktivitas, kwalitas petani, dan pertanian,
terbatasnya akses petani terhadap sumberdaya permodalan, serta rendahnya
kwalitas dan kwantitas infrastruktur pertanian dan perdesaan. Sebagai akibatnya
kesejahteraan masyarakat di perdesaan, yang mencakup sekitar 60 persen penduduk
Indonesia, khususnya petani masih sangat rendah tercermin dari jumlah
pengangguran dan jumlah penduduk miskin yang lebih besar dibandingkan wilayah
perkotaan.
12
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Pentingnya Daerah Perbatasan Negara Indonesia
Dalam berbagai studi-studi yang pernah dilakukan, daerah perbatasan
mempunyai potensi strategis untuk menunjang pembangunan dalam suatu Negara.
Misalnya, seperti hasil temuan Smallbone yang mengungkapkan bahwa usahausaha koperasi dan kewirausaan di Negara-negara Eropa memberikan dampak yang
signifikan terhadap perekonomian dan pembangunan khususnya bidang sosio
kultural di kawasan perbatasan yang ditunjang oleh kebijakan pemerintah.
Selanjutnya, hasil studi yang dilakukan oleh Uiboupin dkk menunjukkan adanya
indicator keberhasilan pembangunan dalam kegiatan-kegiatan kerjasama yang
dilakukan oleh antar Negara di kawasan lintas batas. Artinya pada pengertian ini,
pembangunan dikatakan berhasil oleh Uiboupin dkk ketika dalam skala tertentu
masyarakat tak hanya melakukan kegiatan ekonomi satu arah, namun juga dua arah
timbal balik yang menghasilkan keuntungan. Tak hanya itu, banyak sekali temuantemuan lain menunjukkan betapa pentingnya daerah perbatasan sehingga
mengabaikan daerah perbatasan adalah sebuah kesalahan utama dalam melakukan
pembangunan, sebaliknya memberikan perhatian penuh dan terfokus adalah salah
satu cara untuk memaksimalkan potensi dari kegiatan pembangunan khususnya di
daerah perbatasan itu sendiri.
Daerah perbatasan merupakan wilayah pembelahan kultural sebuah
komunitas yang dianggap berasal dari satu akar budaya yang sama namun oleh
kebijakan pemerintah dua negara bertetangga, akhirnya dibagi menjadi dua entitas
yang berbeda. Daerah perbatasan juga merupakan cerminan dari tingkat
kemakmuran antara dua negara dan tidak jarang, daerah ini menjadi ajang konflik
antara penduduk yang berbeda kewarganegaraannya karena tujuan-tujuan tertentu.
Bahkan daerah perbatasan merupakan salah satu wilayah yang potensial untuk
melakukan penyelundupan dan merugikan negara dalam jumlah besar, bahkan
kerugian negara untuk darat dan laut bila dinominalkan bisa mencapai ± 20 milyar
US$ per tahun. Sedangkan Kemiskinan merupakan masalah klasik di daerah
perbatasan, yang sampai sekarang belum tuntas ditangani. Daerah perbatasan juga
13
sangat rawan terjadi tindak illegal logging dimana penyebabnya adalah beberapa
patok tapal batas Indonesia dan negara tetangga, yaitu Malaysia, rusak dimakan
waktu serta hilang atau terkubur oleh alam.
Tidak dipungkiri daerah perbatasan memiliki nilai strategis dan seluruh pilar
komponen bangsa hendaknya bersatu padu dengan visi dan misi untuk membangun
daerah perbatasan dan seluruh petinggi negeri memahami dan mengerti serta tahu
akan pentingnya daerah perbatasan sebagai pondasi untuk menopang wilayah yang
bersebelahan dengan Negara tetangga. Bahkan seminar mengenai daerah
perbatasan sudah berulang kali akan tetapi belum kelihatan greget realisasinya.
Sebagai contoh daerah perbatasan Kalimantan dan Malaysia dimana masalah
frontier ekonomi yang menjadi kendala berporos pada dibutuhkannya anggaran
yang besar untuk membangun perekonomian penduduk daerah perbatasan,
sementara kehidupan penduduk negara tetangga perekonomiannya jauh lebih baik.
Dari berbagai persoalan yang muncul seperti illegal logging, human trafficking
maupun penyerobotan wilayah ini, maka melahirkan persepsi bahwa wilayah
perbatasan adalah rawan dan rentan terhadap konflik dan pelanggaran hukum tanpa
memperhatikan persoalan-persoalan lain. Sebagai akibatnya wilayah perbatasan
selalu didefinisikan dan dipahami secara hitam putih dengan cap negatif. Hal ini
merupakan satu sisi dari realita perbatasan yang jauh lebih kompleks dan berwarna.
3.2 Determinisme Negara Asing di Berbagai Aspek
Hingga saat ini, ketidakmerataan pembangunan membuat daerah perbatasan
seolah tergantung oleh berbagai kegiatan dan aktivitas dari Negara tetangga. Mulai
dari kegiatan ekonomi, pendidikan, hingga kegiatan mendasar seperti pemenuhan
kebutuhan pokok. Salah satu contoh yang bisa dilihat ialah ketika kita berbicara
mengenai mata uang. Di daerah perbatasanm, sangat ironis bahwa mata uang
Negara asing lebih dikenal daripada mata uang Negara sendiri.1 Faktanya, interaksi
yang dilakukan masyarakat dalam kesehariannya memang tak lepas dari peran
Negara tetangga. Sehingga tak jarang interaksi pemerintah yang lebih minim
1
Suhendra, 2014
14
membuat mereka seolah dicampakkan dan diabaikan oleh pemerintah mereka
sendiri, baik pemerintah daerah apalagi pemerintah pusat.
Pada umumnya daerah pebatasan belum mendapat perhatian secara
proporsional. Kondisi ini terbukti dari kurangnya sarana prasarana pengamanan
daerah perbatasan dan aparat keamanan di perbatasan. Hal ini telah menyebabkan
terjadinya berbagai permasalahan seperti, perubahan batas-batas wilayah,
penyelundupan barang dan jasa serta kejahatan trans nasional (transnational
crimes). Kondisi umum daerah perbatasan dilihat dari aspek pancagatra yaitu:
1. Aspek Ideologi, Kurangnya akses pemerintah baik pusat maupun daerah ke
kawasan perbatasan dapat menyebabkan masuknya pemahaman ideologi
lain seperti paham komunis dan liberal kapitalis, yang mengancam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dari rakyat Indonesia.
2. Aspek Politik, Kehidupan sosial ekonomi di daerah perbatasan umumnya
dipengaruhi oleh kegiatan di negara tetangga. Kondisi tersebut berpotensi
untuk mengundang ke-rawanan di bidang politik, karena meskipun orientasi
masyarakat masih terbatas pada bidang ekonomi dan sosial, terutama
apabila kehidupan ekonomi masyarakat daerah perbatasan mempunyai
ketergantungan kepada perekonomian negara tetangga, maka hal inipun
selain dapat menimbulkan kerawanan di bidang politik juga dapat
menurunkan harkat dan martabat bangsa.
3. Aspek Ekonomi, Kesenjangan sosial ekonomi masyarakat daerah
perbatasan dengan masyarakat negara tetangga mempengaruhi watak dan
pola hidup masyarakat setempat dan berdampak negatif bagi pengamanan
daerah perbatasan dan rasa nasionalisme. Maka tidak jarang daerah
perbatasan sebagai pintu masuk atau tempat transit pelaku kejahatan dan
teroris. Daerah perbatasan merupakan daerah tertinggal disebabkan antara
lain:
a. Lokasinya yang relatif terisolir (terpencil) dengan tingkat
aksesibilitas yang rendah.
b. Rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat.
15
c. Rendahnya tingkat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat daerah
perbatasan (jumlah penduduk miskin dan desa tertinggal).
d. Langkanya informasi tentang pemerintah dan masyarakat di daerah
perbatasan (blank spot).
4. Aspek Sosial Budaya, Akibat globalisasi dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, teknologi informasi, dan
komunikasi, dapat mempercepat masuk dan berkembangnya budaya asing
ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Masyarakat daerah perbatasan
cenderung lebih cepat terpengaruh oleh budaya asing, dikarenakan
intensitas hubungan lebih besar dan kehidupan ekonominya sangat
tergantung dengan negara tetangga. dan hal ini dapat merusak ketahanan
nasional; mempercepat dekulturisasi yang bertentangan dengan nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila.
5. Aspek Pertahanan dan Keamanan, Daerah perbatasan merupakan wilayah
pembinaan yang luas dengan pola penyebaran penduduk yang tidak merata,
sehingga menyebabkan rentang kendali pemerintah, pengawasan dan
pembinaan teritorial sulit dilaksanakan dengan mantap dan efisien. Seluruh
bentuk kegiatan atau aktifitas yang ada di daerah perbatasan apabila tidak
dikelola dengan baik akan mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan
dan keamanan, di tingkat regional maupun internasional baik secara
langsung dan tidak langsung.
3.3 Memasuki Era Asean Economic Community 2015
Asean Economic Community (AEC) merupakan kesepakatan yang
dibangun oleh sepuluh negara anggota ASEAN. Terutama di bidang ekonomi
dalam upaya meningkatkan perekonomian di kawasan dengan meningkatkan daya
saing di kancah internasional agar ekonomi bisa tumbuh merata, juga meningkatkan
taraf hidup masyarakat, dan yang paling utama adalah mengurangi kemiskinan.
AEC merupakan realisasi dari Visi ASEAN 2020 yaitu untuk melakukan integrasi
terhadap ekonomi negara-negara ASEAN dengan membentuk pasar tunggal dan
basis produksi bersama.
16
Dalam pelaksanaan AEC, negara-negara ASEAN harus memegang teguh
prinsip pasar terbuka dan ekonomi yang digerakkan oleh pasar. Dengan kata lain,
konsekuensi diberlakukannya AEC adalah liberalisasi perdagangan barang, jasa,
dan tenaga terampil secara bebas dan tanpa hambatan tarif dan nontarif. Rencana
pemberlakuan AEC tersebut dicantumkan dalam Piagam ASEAN yang disahkan
pada 2007. Pada tahun tersebut pula disepakati bahwa pencapaian AEC akan
dipercepat dari 2020 menjadi 2015. Pengesahan AEC sendiri dicantumkan pada
pasal 1 ayat 5 Piagam ASEAN dan diperkuat dengan pembentukan Dewan Area
Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Council) yang tercantum dalam
lampiran I Piagam ASEAN. Itulah dasar hukum yang mengesahkan terbentuknya
ASEAN Economic Community. Kesiapan Indonesia dalam menghadapi AEC
2015, antara peluang dan ancaman. Siap atau tidak siap sudah tidak perlu
diperdebatkan lagi karena AEC sudah menjadi keputusan dan ketetapan politik
yang harus dihadapi semua negara ASEAN.
Keberadaan Asean Economic Community ini, memberikan gambaran
tentang urgensi pembangunan di daerah perbatasan.
3.4 Pemuda Sekarang dan di Masa Mendatang
Salah satu senjata pamungkas untuk melancarkan proses pembangunan
adalah dengan menggunakan sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia
semaksimal mungkin. Saat ini yang bisa dilihat dari Indonesia jika kita meninjau
kembali bonus demografi yang akan diterima Indonesia dalam beberapa tahun
mendatang mengindikasikan betapa besarnya potensi dan peran pemuda untuk
berpartisipasi dalam proses pembangunan nantinya.
Bonus Demografi adalah bonus yang dinikmati suatu negara sebagai akibat
dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15-64 tahun) dalam
evolusi kependudukan yang dialaminya. Saat ini Indonesia mengalami bonus
demografi ini dikarenakan proses transisi demografi yg berkembang sejak beberapa
tahun yg lalu yang dipercepat dengan keberhasilan program KB menurunkan
tingkat fertilitas dan meningkatnya kualitas kesehatan serta suksesnya programprogram pembangunan lainnya. Akan tetapi usia produktif ini apabila tidak
berkualitas malah akan menjadi beban Negara. Oleh karena itu, pemuda di masa
17
mendatang dapat menjadi kekuatan, namun juga dapat menjadi beban yang teramat
berat bagi pemerintah ketika pembangunan terus menerus berjalan secara pincang
dan memperparah jurang kesenjangan antar elemen masyarakat.
3.5 Membangun Kekuatan Baru di Daerah Perbatasan
Dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan kekuatan pemuda di masa
mendatang, diharapkan dapat membangun sebuah kekuatan baru dan menuai hasil
pembangunan yang benar-benar diorientasikan untuk masyarakat.
Namun demikian, segala pihak dan elemen masyarakat hendaknya merasa
pembangunan daerah perbatasan adalah kewajiban yang harus direalisasikan
bersama. Pihak Pemda merencanakan melalui survei, studi kelayakan dalam
merencanakan pembangunan prioritas apa yang harus didahulukan dan hendaknya
harus sinkron antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat termasuk pemecahan
dan jalan keluarnya, karena tanpa adanya kerjasama yang harmonis, tidak mungkin
akan tercipta kesinambungan antara pemerintah pusat dan daerah dalam
penanganan masalah daerah perbatasan. TNI sendiri telah berusaha dengan keras
menjaga wilayah perbatasan khususnya sepanjang kawasan perbatasan Kaltim dan
Kalbar dengan negara Malaysia telah dibangun 41 pos serta ditempatkan sejumlah
personil TNI guna pengamanan dan memperkecil kemungkinan pelanggaran
terhadap kedaulatan perbatasan Indonesia. Walaupun dalam pelaksanaan tugasnya,
personel TNI tanpa didukung sarana dan prasarana yang memadahi semisal
kendaraan khusus untuk patroli, sedangkan tiap pos jaraknya bisa mencapai lebih
dari 50 Km. Jadi “seelit” apapun pasukan TNI yang ditugaskan dengan beban tugas
yang sangat berat dimana harus melalui hutan belantara, maka akan terasa sulit dan
diluar kemampuan untuk menghadapi gangguan keamanan yang muncul pada
wilayah perbatasan.
Alternatif penanganan bagi pemerintah adalah penambahan pos perbatasan
serta penambahan personel TNI yang dilengkapi dengan sarana pendukungnya dan
tidak kalah penting tentunya pemberian stimulus dalam bentuk konkret untuk
merangsang semangat para prajurit yang bertugas di daerah perbatasan. Perlunya
direalisasikan pembangunan sabuk pengaman. Sebab sabuk pengaman dipandang
penting dalam menetralisir segala kejahatan. Manfaat lain sabuk pengaman itu
18
sendiri adalah dapat diwujudkan untuk meningkatkan kegiatan-kegiatan
perekonomian masyarakat, sehingga seluruhnya bermuara kepada peningkatan
pertahanan kita. Terlebih bila sentra-sentra ekonomi melalui kegiatan pemda
diteruskan dengan bimbingan kepada masyarakat sebagai petani plasma, sehingga
melalui pembangunan sabuk pengaman serta pembangunan sentra-sentra ekonomi
masyarakat sekitar perbatasan maka pertahanan secara otomatis akan meningkat
dan terwujud kokohnya pertahanan nasional di daerah perbatasan.
Bilamana negara belum mampu membangun sabuk pengaman, maka dapat
ditemukan alternatif lain seperti melibatkan pengusaha pribumi dengan kompensasi
dari negara dengan pembebasan lahan kanan kiri sabuk pengaman serta pelebaran
tertentu yang kemudian dapat diambil hasil hutannya dan dikompensasikan dalam
bentuk jalan, yang selanjutnya bisa dimanfaatkan sebagai perkebunan sekaligus
diarahkan kepada masyarakat setempat dalam hal pengelolaannya melalui
pembinaan yang intensif sebagai petani-petani plasma.
3.6 Strategi Pembangunan di Daerah Perbatasan
Untuk mengatasi permasalahan di daerah perbatasan, tidak dapat dilepaskan
dengan pembangunan pertanian dan daerah perdesaan secara umum. Dalam upaya
mengurangi kesenjangan perkembangan antar wilayah, RPJM Nasional 2004 –
2009 telah menggariskan bahwa sasaran pembangunan yang dilakukan adalah
meningkatkan peran perdesaan sebagai basis pertumbuhan ekonomi agar mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pedesaan, meningkatkan pembangunan
pada daerah-daerah terbelakang dan tertinggal, meningkatkan perkembangan
wilayah yang didorong oleh daya saing kawasan dan produk-produk unggulan
daerah, serta meningkatkan keseimbangan pertumbuhan pembangunan antar kotakota metropolitan, besar, menengah, dan kecil dengan memperhatikan keserasian
pemanfaatan ruang dan penatagunaan tanah.
Guna mencapai sasaran tersebut, telah disusun prioritas pembangunan dan
arah
kebijakan
pembangunan
perdesaan
dan
pengurangan
ketimpangan
pembangunan antar wilayah. Pembangunan perdesaan dilakukan dengan
mengembangkan diversifikasi kegiatan ekonomi perdesaan; meningkatkan promosi
dan pemasaran produk-produk pertanian dan perdesaan lainnya; memperluas akses
19
masyarakat perdesaan ke sumber daya-sumber daya produktif, pelayanan publik
dan pasar; meningkatkan keberdayaan masyarakat perdesaan melalui peningkatan
kwalitas penduduknya, penguatan kelembagaan dan modal sosial masyarakat
perdesaan; meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan serta meminimalkan
risiko kerentanan; serta mengembangkan praktek-praktek budidaya pertanian dan
usaha non pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Sedangkan pengurangan ketimpangan pembangunan wilayah dilakukan
dengan:
1. Mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah
strategis dan cepat tumbuh yang selama ini masih belum berkembang secara
optimal, sehingga dapat menjadi motor penggerak bagi wilayah-wilayah
tertinggal di sekitarnya dalam suatu ‘sistem wilayah pengembangan
ekonomi’ yang sinergis;
2. Meningkatkan keberpihakan pemerintah untuk mengembangkan wilayahwilayah tertinggal dan terpencil sehingga wilayah-wilayah tersebut dapat
tumbuh dan berkembang secara lebih cepat dan dapat mengejar
ketertinggalan pembangunannya dengan daerah lain;
3. Mengembangkan wilayah-wilayah perbatasan dengan mengubah arah
kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward
looking menjadi outward looking, sehingga kawasan tersebut dapat
dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan
dengan Negara tetangga, baik dengan menggunakan pendekatan
pembangunan melalui peningkatan kesejahteraan (prosperity approach)
maupun keamanan (security approach);
4. Menyeimbangkan
pertumbuhan
pembangunan
antar
kota-kota
metropolitan, besar, menengah, dan kecil secara hirarkis dalam suatu
‘sistem pembangunan perkotaan nasional;’
5. Meningkatkan keterkaitan kegiatan ekonomi yang berada di wilayah
perdesaan dengan yang berada di perkotaan;
20
6. Mengoperasionalisasikan ’Rencana Tata Ruang’ sesuai dengan hirarki
perencanaan (RTRW-Nasional, RTRW-Pulau, RTRW-Provinsi, RTRWKabupaten/Kota) sebagai acuan koordinasi dan sinkronisasi pembangunan
antar sektor dan antar wilayah.
Untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah langkah prioritas jangka
pendek yang dilakukan menitik beratkan pada percepatan pembangunan
infrastruktur, yang dilakukan antara lain dengan:
1. Penyediaan sarana irigasi, air bersih, dan sanitasi dasar terutama daerahdaerah langka sumber air bersih;
2. Pembangunan jalan, jembatan, dan dermaga terutama daerah terisolasi dan
tertinggal;
3. Redistribusi sumber dana kepada daerah-daerah yang memiliki pendapatan
rendah dengan instrumen Dana Alokasi Khusus (DAK)
21
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pemerataan pembangunan sebenarnya menjadi tantangan utama dalam
kajian dan wacana pembangunan di masa seperti sekarang ini. Dalam konteks
kekinian, pembangunan di daerah perbatasan memiliki urgensi yang tinggi terutama
jika kita kaitkan dengan ASEAN Economic Community. Kedepannya, dengan
bantuan dan peran pemuda pemerataan pembangunan diharapkan dapat tercapai,
sehingga dapat menekan kesenjangan yang terus melebar. Berbagai usaha-usaha
yang dapat ditempuh untuk membangun daerah perbatasan dengan potensi yang
begitu besar antara lain:
1. Penyediaan sarana irigasi, air bersih, dan sanitasi dasar terutama daerahdaerah langka sumber air bersih;
2. Pembangunan jalan, jembatan, dan dermaga terutama daerah terisolasi dan
tertinggal;
3. Redistribusi sumber dana kepada daerah-daerah yang memiliki pendapatan
rendah dengan instrumen Dana Alokasi Khusus (DAK)
4.2 Saran/Rekomendasi
1. Mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah
strategis dan cepat tumbuh yang selama ini masih belum berkembang secara
optimal, sehingga dapat menjadi motor penggerak bagi wilayah-wilayah
tertinggal di sekitarnya dalam suatu ‘sistem wilayah pengembangan
ekonomi’ yang sinergis;
2. Meningkatkan keberpihakan pemerintah untuk mengembangkan wilayahwilayah tertinggal dan terpencil sehingga wilayah-wilayah tersebut dapat
tumbuh dan berkembang secara lebih cepat dan dapat mengejar
ketertinggalan pembangunannya dengan daerah lain;
22
3. Mengembangkan wilayah-wilayah perbatasan dengan mengubah arah
kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward
looking menjadi outward looking, sehingga kawasan tersebut dapat
dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan
dengan Negara tetangga, baik dengan menggunakan pendekatan
pembangunan melalui peningkatan kesejahteraan (prosperity approach)
maupun keamanan (security approach);
4. Menyeimbangkan
pertumbuhan
pembangunan
antar
kota-kota
metropolitan, besar, menengah, dan kecil secara hirarkis dalam suatu
‘sistem pembangunan perkotaan nasional;’
5. Meningkatkan keterkaitan kegiatan ekonomi yang berada di wilayah
perdesaan dengan yang berada di perkotaan;
6. Mengoperasionalisasikan ’Rencana Tata Ruang’ sesuai dengan hirarki
perencanaan (RTRW-Nasional, RTRW-Pulau, RTRW-Provinsi, RTRWKabupaten/Kota) sebagai acuan koordinasi dan sinkronisasi pembangunan
antar sektor dan antar wilayah.
23
Daftar Pustaka
Afrizal. Membangun Sumber Daya Manusia Kawasan Perbatasan (Prespektif
Pemberdayaan Pemuda) di Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal Perbatasan
Universitas Maritim Raja Ali Haji, 24 Oktober 2013.
Budiantara, Aziz. Pengembangan Wilayah Perbatasan Sebagai Upaya Pemerataan
Pembangunan Wilayah di Indonesia. Jurnal SMARTek, Vol. 8, No. 1, Pebruari
2010: 72 – 8.
Mufizar (dkk). Pembangunan Sosial Masyarakat Perbatasan di Kecamatan Sajingan
Besar Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal PMIS-UNTAN-PSS2012.
Smallbone, David (dkk). Business on the Edge: Cross-Border Cooperation in the
Context of EU Enlargement. Socio-Economic Sciences and Humanities Research
Journal, Desember 2008.
Uiboupin, Janek. Cross Border Cooperation and Economic Development in Border
Regions of Western Ukraine. Electronic Publications of Pan-European Institute
Journal, September 2007.
_________. Meningkatkan Bela Negara Masyarakat Perbatasan guna Mendukung
Pembangunan Nasional dalam Rangka Menjaga Keutuhan NKRI. Jurnal Kajian
Lemhannas, Edisi 15 Mei 2013.
___________________________________
http://www.antarakaltim.com/print/7193/warga-perbatasan-sebatik-gunakan-duamata-uang, terakhir diakses 20 Desember 2014.
http://ikbalumhar.wordpress.com/2014/07/11/siap-tidak-siap-harus-siapindonesia-menuju-asean-economic-community-aec-2015/, terakhir diakses 20
Desember 2014.
http://unspeternakan.blogspot.com/2013/03/makalah-tentang-perbatasanindonesia.html, terakhir diakses 20 Desember 2014.
24