Teori Sebumi Solusi dan resolusi konflik

Makalah Seminar Internasional Indonesia-Malaysia Up date 2008

UGM dan University Malaya CYBERCLASH CONFLICT RESOLUTION

:PANGGILAN MENDAMAIKAN DUA BANGSA SERUMPUN

Oleh:

Syafuan Rozi Soebhan

Peneliti Pusat Penelitian Politik (P2P), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta. Alamat email: syafuanrozi@yahoo.com.sg , syaf004@lipi.go.id

Telp.: 6281 61 963 543.

Yogyakarta, Tgl. 27-29 Mei 2008.

Makalah Seminar Indonesia-Malaysia Up date 2008

CYBERCLASH CONFLICT RESOLUTION:

PANGGILAN MENDAMAIKAN DUA BANGSA SERUMPUN

Oleh: Syafuan Rozi Soebhan 1

Abstract

Cyber clash or debate between Malindo (Malaysia and Indonesia/Nusantara) people in mailing-list and blogs-website has been a contemporary phenomenon, when there rised issues of “I hate Indon” and “Malingsia”. This was looked as a latent-conflict which happen in 2007-2008 period. Some netters or blogger have been advocated and established clash, making provocation, reality and peace messages toward of two nation’s stereotypes. It has been expressed in virtual-wars through acts of like and dislike expression toward bilateral relations such as cultural heritage claim, nusantara workers condition in Malaysia, territorial boundaries, smokes impact, illegal logging, terrorism actors, etc. This radicalism has increasingly become an bilateral concern since the Sipadan-Ligitan and Ambalat Block cases, illegal logging, haze and forest burning cases, Indonesia workers victimizations which involved the leader of the Indonesia and Malaysia annual meeting in KL between PM Abdulah Badawi and President SBY in January 2008. Many cases and conjuncture pattern of two people relation should be come a public intellctual concern. Here by Nusantara and Malay people and their leader should be gathered in mutual common grounding to start creating better methods, positive communication, to find cross cutting relation as conflict resolution. Unfortunately, Nusantara-Malay leader and their public intellectuals tend do not demonstrate a strong commitment to resolve this problems of natural and cultural factors. There were still remain problems potentially will disturb future relations, such as the cyber clash or latent-conflict between two people. However, bad virtual diplomacy such as cyber clash tension between Indonesian and Malaysian should be managed perhaps by mutual peace- building strategy such as Asia Community agenda, common trust values that we are big family of one-anchestors or universal human genome declaration, a cross-married between two nations –Malay and Nusantara voluntry wedding proposal or increase youth interchange culture-home-stay program to build more genuine trust between two of nations .

I. Pendahuluan

Cyberclash atau debat sengit antarMalindo (Malaysia-Indonesia) netters atau pengguna mailing-list dan blogs telah menjadi gejala yang mengharu-birukan ke dua bangsa serumpun sejak munculnya issu “I hate

1 Penulis adalah Peneliti Madya pada bidang Perkembangan Politik Nasional, dengan minat khusus pada analisis kebijakan publik dan resolusi konflik di Pusat Penelitian Politik

(P2P), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta. Alamat email: syafuanrozi@yahoo.com.sg , syaf004@lipi.go.id Telp.: 6281 61 963 543. Penulis telah dua kali mengunjungi Malaysia, menjelajahi lebuh raya dari Johor hingga KL, Genting, Putra Jaya, Selangor, Seremban dan sekitarnya. Memiliki sejumlah sahabat dari Malaysia seperti peneliti Tapir Malaysia, Siti Khadijah, API-fellow asal Pahang. Juga Bang Mel, Tour-Guide Hutan Sabah-Serawak yang berperawakan tinggi, santun nan ramah. Juga para cerdik- cendikia seperti Dr. Nizam, Dr. Rizal, dkk. Dosen/pensyarah di Sains Politik dan Sains Alam Sekitar di UKM. Kita amat sangat menyambut hangat para sahabat baru di pertemuan dua bangsa serumpun di Bumi Mataram Ngayogyakarta Hadiningrat, di Seminar Indonesia- Malaysia Update 2008, atas kerjasama pihak UGM dan University Malaya, tgl. 27-29 Mei 2008.

Indon” dan “Malingsia” antara tahun 2007-2008 di media virtual/website. Netters dan bloggers bergantian memunculkan pesan yang bersifat antagonis, saling serang dan bertahan, hingga mendekati ‘konflik latent’ yang sangat seru. Keadaannya sudah seperti “perang”, kasar dan keras “untungnya” itu hanya di dunia maya. Sebagian pihak dari kedua kubu sangat bernafsu untuk menyerang dan sebagian lagi (jumlahnya relatif lebih sedikit) yang menyerukan damai, memakai akal sehat, menyerukan semangat peradaban/tamaddun, mejawab dengan perkataan santun dan mau bersikap kooperatif, berkaitan dengan keadaan pasang surut hubungan di antara dua bangsa serumpun.

Hal itu berkaitan dengan berbagai persoalan kehidupan dan soal perasaan kebangsaan, seperti cultural heritages claim & misunderstanding – lagu rasa sayange, kamus bahasa Melayu-USU, Reog, batik, dll.; kondisi pekerja nusantara di Malaysia, pengaruh buruk yang dibawa migran nusantara di tanah Malaya –dadah, regol, musik setan-, soal batas wilayah yang bergeser dan rekruitmen askar Wataniah, persoalan kabut asap/Jerubu asal Sumatera dan Kalimantan yang sampai ke Malaysia dan fakta bahwa sebagian perkebunan itu milik pengusaha sawit Malaysia, soal aktor dibelakang tindak illegal logging, terrorism actors –Dr. Azhari, Nurdin M. Top, dkk, dan sebagainya.

II. Permasalahan

Gejala radikalisme antarpengguna internet meningkat seiring adanya kasus lagu ‘rasa sayange’, sebelmnya lagi ada Sipadan-Ligitan dan blok Ambalat, juga adanya pembalakan kayu dan ekspor kayu ilegal ke Malaysia Timur, adanya kabut asap akibat kebakaran hutan yang membawa cuaca dan udara buruk di semenanjung, berjatuhannya korban Tenaga Kerja Indonesia dan dipukulnya wasit karate asal Indonesia di Seremban Malaysia, telah menjadi akar persoalan cyber-clash dua bangsa, yang akhirnya mendorong pertemuan tahunan Indonesia -Malaysia di KL antara PM Abdulah Badawi dan President SBY pada bulan Januari 2008.

Selain isu lingkungan dan ketenagakerjaan yang menjadi akar konflik latent antara warga Indonesia-Malaysia, sebenarnya ada juga jembatan kesamaan keturunan, budaya dan kepentingan bersama pariwisata kawasan di masa depan yang perlu dikembangkan, disebabkan karena kekayaan minyak dan hasil alam akan habis dalam waktu 50-100 tahun ke depan. Dua bangsa serumpun ini perlu ber-sinergi untuk masa depan yang lebih panjang.

Kedua anak bangsa tampaknya perlu bertemu dan membangun mutual common grounding berupa program nyata untuk mulai membangun kesepahaman, saling percaya untuk maju bersama. Semacam positive political core-values and cross cultural communication: Bersekutu menambah mutu, Kemanusian yang adil dan beradab. Sayangnya, dalam kehidupan nyata sebagian publik di Indonesia dan Malaysia cenderung belum menunjukan komitmen yang kuat untuk mendamaikan dan bersinergi dalam mengelola alam sekitar dan potensi budaya serumpun. Setelah pertemuan SBY-Pak Lah, masih tersisa potensi pertikaian antaranak bangsa Malaysia dan Indonesia di dunia maya dan dunia nyata yang perlu dicarikan Kedua anak bangsa tampaknya perlu bertemu dan membangun mutual common grounding berupa program nyata untuk mulai membangun kesepahaman, saling percaya untuk maju bersama. Semacam positive political core-values and cross cultural communication: Bersekutu menambah mutu, Kemanusian yang adil dan beradab. Sayangnya, dalam kehidupan nyata sebagian publik di Indonesia dan Malaysia cenderung belum menunjukan komitmen yang kuat untuk mendamaikan dan bersinergi dalam mengelola alam sekitar dan potensi budaya serumpun. Setelah pertemuan SBY-Pak Lah, masih tersisa potensi pertikaian antaranak bangsa Malaysia dan Indonesia di dunia maya dan dunia nyata yang perlu dicarikan

III. Penghampiran Teori: Cyberclash Conflict Resolution

Bila dilihat dari sudut pandang teoritis, konflik menurut Ralf Dahrendorf merupakan fenomena yang selalu hadir (inherent omni-presence) dalam setiap masyarakat manusia. Menurutnya, perbedaan pandangan dan kepentingan di antara kelompok-kelompok masyarakat tersebut merupakan hal yang cenderung alamiah dan tidak terhindarkan. Namun pihak yang menolak sudut pandang itu mengatakan bahwa akan menjadi persoalan besar tatkala cara untuk mengekspresikan perbedaan kepentingan diwujudkan dalam ekspresi-ekspresi yang tidak demokratis dan merusak, palagi akan mengarah atau melalui penggunaan

cara-cara kekerasan fisik, yang mengarah pada perang. 2

Meluasnya konflik sering disebabkan oleh karena gagalnya upaya-upaya penghentian kekerasan, atau dalam beberapa kasus tampak adanya indikasi ‘pembiaran’ oleh aktor-aktor negara. 3 Sedangkan situasi pasca-konflik seringkali belum diperkuat oleh resolusi konflik, pengembalian hak-hak korban, tidak adanya problem-solving terhadap pihak-pihak yang bertikai, atau hanya diisi oleh kegiatan- kegiatan ‘perdamaian’ yang lebih bersifat top-down katimbang bottom-up sehingga hasilnya tidak memuaskan atau bahkan mengalami kegagalan. Namun perkembangan yang cukup menggembirakan muncul kemudian dengan adanya upaya – upaya yang lebih serius baik dari insiatif pemerintah maupun masyarakat untuk memperkuat peace building dengan upaya pembangunan kembali kehidupan masyarakat yang pernah berkonflik.

Sementara itu Joel S. Migdal (1988) dalam teori state and society relations menyebutkan bahwa kemampuan suatu negara untuk mencapai perubahan di masyarakat memerlukan peran pemimpin mereka untuk mengupayakan membuat perencanaan negara, kebijakan publik dan tindakan aksi, termasuk juga kemampuan untuk masuk melibatkan masyarakat, mengatur hubungan sosial, dan pengelolaan sumber daya yang ada secara baik. Ia berpandangan: The capabilities of states to achieve the kinds of change in society that their leaders have sought through state planning, policies and actions, include the capacities to penetrate society, regulate social relationships, extract resources and appropriate or use resources in

determined ways. 4 Rancangan perubahan dan strategi di tengah masyarakat, dalam hal ini bisa dikaitkan dengan upaya resolusi konflik.

Berkaitan dengan perkembangan dan berakhirnya proses konflik, Louis Kriesberg (2003) berpendapat bahwa semakin tinggi tingkat interaksi dan saling- ketergantungan antar pihak-pihak yang tadinya berkonflik, akan semakin membatasi munculnya konflik baru. Munculnya saling pengertian dan

2 Ralf Dahrendorf, Class and Class Conflict in Industrial Society (Stanford, CA: Stanford University Press, 1959) p. 241-248.

3 John Pieris, Konflik Maluku Konflik Peradaban (Jakarta: Yayasan Obor, 2004).

4 Joel S. Migdal, Strong societies and weak states (New Jersey: Princeton University Press, 1988), p. 5-6.

berkembangnya norma-norma bersama juga akan dapat mencegah konflik. 5 Pendapat tersebut senada dengan Asutosh Varshney (2002) yang mempelajari konflik antara penganut Islam dan Hindu di India. Varshney mengatakan bahwa ikatan/pertalian hubungan antara etnis/pemeluk agama yang berbeda dapat

mencegah konflik. 6 Mudah-mudahan kesamaan pemeluk muslim mayoritas di antara

Malaysia dan Nusantara juga bisa meredam konflik antar dua bangsa serumpun.

Berkaitan dengan pengelolan konflik, Johan Galtung (1969) membangun pendekatan resolusi konflik antara lain merujuk kepada upaya pemahaman deskripsi konflik. Hal ini memuat tiga unsur utama yaitu: (1) ketidaksesuaian di antara kepentingan, atau kontradiksi di antara kepentingan, atau, menurut istilah akademisi C.R. Mitchell (1981:18) sebagai suatu “ketidakcocokan di antara nilai-nilai sosial dan struktur sosial; (2) perilaku negatif dalam bentuk persepsi atau stereotip yang berkembang di antara pihak-pihak yang berkonflik; (3) perilaku kekerasan dan ancaman yang diperlihatkan. Sedangkan, konflik berlaku dalam konteks kelangkaan: sumberdaya, kekuasaan, status, dan lain-lain. Oleh karenanya, kompetisi di antara individu, kelompok, atau antar kelompok dalam suatu negara menjadi tak terhindarkan. Konflik dapat dicegah atau diatur jika pihak-pihak yang berkonflik dapat menemukan cara atau metode menegosiasikan perbedaan kepentingan dan menyepakati aturan main untuk mengatur konflik. Penanganan konflik atau khususnya resolusi konflik,sangat ditentukan oleh struktur konflik. Malaysia-Indonesia Update 2008 merupakan media untuk mengatur konflik, menjadi konflik yang fungsional bukan konflik yang destruktif.

Berkaitan dengan perkembangan dan berakhirnya proses konflik, Louis Kriesberg (2003) berpendapat bahwa semakin tinggi tingkat interaksi dan saling- ketergantungan antar pihak-pihak yang tadinya berkonflik, akan semakin membatasi munculnya konflik baru. Munculnya saling pengertian dan

berkembangnya norma-norma bersama juga akan dapat mencegah konflik. 7 Resolusi konflik merupakan suatu terminologi ilmiah yang menekankan kebutuhan untuk melihat perdamaian sebagai suatu proses terbuka dan membagi proses penyelesaian

konflik dalam beberapa tahap sesuai dengan dinamika siklus konflik. 8 Secara empirik, resolusi konflik dilakukan dalam empat tahap. Tahap pertama masih didominasi oleh strategi yang berupaya untuk mengendalikan kekerasan fisik yang mungkin terjadi. Tahap kedua memiliki orientasi politik yang bertujuan untuk memulai proses re-integrasi elit politik dari kelompok-kelompok yang bertikai. Tahap ketiga lebih bernuansa sosial dan berupaya untuk menerapkan problem- solving approach. Tahap keempat, memiliki nuansa kultural yang kental karena tahap ini bertujuan untuk melakukan perombakan-perombakan struktur sosial- budaya yang dapat mengarah kepada pembentukan komunitas perdamaian yang langgeng.

Empat Tahap Resolusi Konflik itu bisa di-elaborasi menjadi:

5 Louis Kriesberg, Constructive Conflicts From Escalation to Resolution (Maryland: Rowman and Littlefield Publisher Inc., 2003), p. 384.

6 Asutosh Varshney, Ethnic Conflict and Civic Life: Hindus and Muslim in India (New York: Yale University Press, 2002), p. 363.

7 Louis Kriesberg, Constructive Conflicts From Escalation to Resolution (Maryland: Rowman and Littlefield Publisher Inc., 2003), p. 384.

8 Andi Widjajanto, “Empat Tahap Resolusi Konflik”, TEMPO Interaktif , Kamis, 17 Juni

Tahap I-Mencari De-eskalasi Konflik (Penyekatan, perlucutan kekerasan/intervensi pihak keamanan/aktor negara); Hal ini telah dilakukan ke dua pemerintahan. Tahap II-Intervensi Kemanusiaan dan Negosiasi Politik (Mediasi, Relokasi, Rekonstruksi, Rehabilitasi, Opsi perundingan); Hal ini sudah dilaukan ditingkat elit dan sekarang akar rumpt. Tahap III-Problem-solving Approach (Orientasi Sosial Budaya, Transformasi dan Resolusi); Tahap IV-Peace-building (Transisi, Rekonsiliasi, Konsolidasi). Penjelasan dari masing-masing tahap tersebut adalah sebagai berikut: .

Tahap I : De-eskalasi Konflik

Di tahap pertama, konflik yang terjadi masih diwarnai oleh pertikaian sehingga pengusung resolusi konflik berupaya untuk menemukan waktu yang tepat untuk memulai (entry point) proses resolusi konflik. Tahap ini masih berurusan dengan adanya keadaan yang mengarah pada konflik fisik, sehingga proses resolusi konflik terpaksa harus bergandengan tangan dengan orientasi-orientasi militer. Proses resolusi konflik dapat dimulai jika mulai didapat indikasi bahwa pihak-pihak yang bertikai akan menurunkan tingkat eskalasi konflik.

Kajian tentang entry point ini didominasi oleh pendapat Zartman (1985) tentang kondisi “hurting stalemate”. Saat kondisi ini muncul, pihak-pihak yang bertikai mengalami kebuntuan dalam upaya untuk menyelesaikan konflik dan tidak terbuka untuk menerima opsi perundingan untuk mengurangi beban biaya kekerasan yang meningkat. Pendapat ini didukung oleh Bloomfied, Nupen dan Haris

(2000). 9 Namun, ripeness thesis ini ditolak oleh Burton (1990), 10 yang menyatakan bahwa “problem-solving conflict resolution seeks to make possible more accurate prediction and costing, together with the discovery of viable options, that would make this ripening unnecessary”. Dengan demikian, entry point juga dapat diciptakan jika

ada pihak ketiga yang dapat menurunkan eskalasi konflik (Kriesberg,1998). 11 Pihak itu bisa kalangan intelektual, artis, seniman, juga para tokoh spiritualis dari kedua bangsa atau bangsa-bangsa.

Tahap II: Intervensi Kemanusiaan dan Negosiasi Politik

Ketika de-eskalasi konflik sudah terjadi, maka tahap kedua proses resolusi konflik dapat dimulai bersamaan dengan penerapan intervensi kemanusiaan untuk meringankan beban penderitaan korban-korban konflik (Anderson, 1996). 12 Intervensi kemanusiaan ini dilakukan dengan menerapkan prinsip mid-war

9 Zatman, William I., Ripe for Resolution: Conflict and Intervention in Africa (New York: Oxford University Press, 1985); Bloomfield, David., Nupen, Charles., dan Haris, Peter..

“Proses-proses Negosiasi” dalam Haris, Peter dan Reilly, Ben. (eds.). Demokrasi dan Konflik yang Mengakar: Sejumlah Pilihan Negosiator (Jakarta: International IDEA, 2000).

10 Burton, John, Conflict: Resolution and Provention, (London: MacMillan Press, 1990), p.88-90.

11 Kriesberg, Louis. Constructive Conflict: Form Escalation to Resolution . (New York: Rowman & Littlefield, Publ., 1998).

12 Anderson, Mary B. “Humanitarian NGOs in Conflict Intervention” dalam Crocker, Chester A (et.al)(eds.). Managing Global Chaos: Sources of and Responses to International

Conflict (Washington, D.C.: USIP Press, 1996).

operations (Loescher dan Dwoty: 1996; Widjajanto: 2000). 13 Prinsip ini yang merupakan salah satu perubahan dasar dari intervensi kemanusiaan di dekade 90-

an, mengharuskan intervensi kemanusiaan untuk tidak lagi bergerak di lingkungan pinggiran konflik bersenjata tetapi harus bisa mendekati titik sentral ”peperangan”. Dengan demikian, bentuk-bentuk aksi kemanusian minimalis yang hanya menangani masalah defisiensi komoditas pokok (commodity-based humanitarianism) dianggap tidak lagi memadai. Intervensi kemanusiaan tersebut dapat dilakukan bersamaan dengan usaha untuk membuka peluang masuk untuk diadakannya negosiasi antar elit. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tahap ini kental dengan orientasi politik yang bertujuan untuk mencari kesepakatan politik (political settlement) antara aktor konflik: I hate Indon dan Malingsia misalnya.

Tahap III: Problem-solving Approach

Tahap ketiga dari proses resolusi konflik adalah problem-solving yang memiliki orientasi sosial. Tahap ini diarahkan menciptakan suatu kondisi yang kondusif bagi pihak-pihak antagonis untuk melakukan transformasi suatu konflik

yang spesifik ke arah resolusi (Jabri: 1996). 14 Transformasi konflik dapat dikatakan berhasil jika dua kelompok yang bertikai dapat mencapai pemahaman timbal-balik (mutual understanding) tentang cara untuk mengeskplorasi alternatif-alternatif penyelesaian konflik yang dapat langsung dikerjakan oleh masing-masing komunitas. Alternatif-alternatif solusi konflik tersebut dapat digali jika ada suatu institusi resolusi konflik yang berupaya untuk menemukan sebab-sebab fundamental

dari suatu konflik. Bagi Burton (1990), 15 sebab-sebab fundamental tersebut hanya dapat ditemukan jika konflik yang terjadi dianalisa dalam konteks yang menyeluruh (total environment).

Aplikasi empirik dari problem-solving approach ini dikembangkan oleh misalnya, Rothman (1992) yang menawarkan empat komponen utama proses problem-solving. 16 Komponen pertama adalah masing-masing pihak mengakui legitimasi pihak lain untuk melakukan inisiatif komunikasi tingkat awal. Komponen kedua adalah masing-masing pihak memberikan informasi yang benar kepada pihak lain tentang kompleksitas konflik yang meliputi sebab-sebab konflik, trauma-trauma yang timbul selama konflik, dan kendala-kendala struktural yang akan menghambat fleksibilitas mereka dalam melakukan proses resolusi konflik. Komponen ketiga adalah kedua belah pihak secara bertahap menemukan pola interaksi yang diinginkan untuk mengkomunikasikan signal-signal perdamaian. Komponen terakhir adalah problem-solving workshop yang berupaya menyediakan suatu suasana yang kondusif bagi pihak-pihak bertikai untuk melakukan proses (tidak langsung mencari outcome) resolusi konflik. Malindo Up Date 2008 adalah salah satu bentuknya.

13 Loescher, Gil dan Dowty, Alan. “Refugee Flows as Grounds for International Action”. International Security, Vol.2, No.1 (Summer 1996); Widjajanto, Andi. “Kelemahan Internal

Aksi Kemanusiaan PBB”, Kompas, Selasa, 19 September (2000a);Widjajanto, Andi. “Etika Perang dan Resolusi Konflik”, Global: Jurnal Politik Internasional, Vol.1, No.6 (September 2000b).

14 Jabri, Viviene. Discourse on violence: Conflict analysis reconsidered (Manchester: ManchesterUniversity Press, 1996) p. 149.

15 Burton, John., Conflict: Resolution and Provention, (London: MacMillan Press, 1990),

p. 202.

16 Rothman, J. From Confrontation to Cooperation: Resolving Ethnic and Regional Conflict (Newbury Park, CA: Sage, 1992) p. 30.

Tahap IV: Peace-building

Tahap keempat adalah peace-building yang meliputi tahap transisi, tahap rekonsiliasi dan tahap konsolidasi. Tahap ini merupakan tahapan terberat dan akan memakan waktu paling lama karena memiliki orientasi struktural dan kultural.

Kajian tentang tahap transisi, misalnya, dilakukan oleh Ben Reily (2000), 17 yang telah mengembangkan berbagai mekanisme transisi demokrasi bagi masyarakat pascakonflik. Tahap kedua dari proses peace-building adalah rekonsiliasi. Rekonsiliasi perlu dilakukan jika potensi konflik terdalam yang akan dialami oleh suatu komunitas adalah rapuhnya kohesi sosial masyarakat karena beragam kekerasan struktural yang terjadi dalam dinamika sejarah komunitas tersebut. Tahap terakhir dari proses peace-building adalah tahap konsolidasi. Dalam tahap konsolidasi ini, semboyan utama yang ingin ditegakkan adalah “Quo Desiderat Pacem, Praeparet Pacem”. Semboyan ini mengharuskan aktor-aktor yang relevan untuk terus menerus melakukan intervensi perdamaian terhadap struktur sosial dengan dua tujuan utama yaitu mencegah terulangnya lagi konflik yang melibatkan kekerasan bersenjata serta mengkonstruksikan proses perdamaian langgeng yang dapat dijalankan sendiri oleh pihak-pihak yang bertikai. (Miall: 2000). 18

Dua tujuan tersebut dapat dicapai dengan merancang dua kegiatan. Kegiatan pertama adalah mengoperasionalkan indikator sistem peringatan dini (early warning system). Sistem peringatan dini ini diharapkan dapat menyediakan ruang manuver yang cukup luas bagi beragam aktor resolusi konflik dan memperkecil kemungkinan penggunaan kekerasan bersenjata untuk mengelola konflik. Kegiatan kedua, perlu dikembangkan beragam mekanisme resolusi konflik lokal yang melibatkan sebanyak mungkin aktor-aktor non militer di berbagai tingkat eskalasi konflik (Widjajanto:

2001). 19 Aktor-aktor resolusi konflik tersebut dapat saja melibatkan Non- Governmental Organisations (NGOs). (Aall:1996), 20 mediator internasional (Zartman dan Touval: 1996), 21 atau institusi keagamaan (Sampson: 1997; Lederach: 1997). 22 Berdasarkan uraian di atas beberapa hal penting dalam resolusi konflik cyber-clash antara lain adalah :

17 Reily, Ben. “Katup-katup Demokratis bagi Pengelolaan Konflik” dalam Haris, Peter dan Reilly, Ben. (eds.). Demokrasi dan Konflik yang Mengakar: Sejumlah Pilihan Negosiator

(Jakarta: International IDEA, 2000), hlm. 135-283.

18 Miall, Hugh. (et.al.). Resolusi Damai Konflik Kontemporer: Menyelesaikan, Mencegah, Melola da Mengubah Konlik Bersumber Politik, Sosial, Agama dan Ras, terj. Tri Budhi

Sastrio (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 302-344.

19 Widjajanto, Andi. “Dinamika Keamanan Pasca Orde Baru”, Global: Jurnal Politik Internasional, Vol.1, No.7, (Februari 2001).

20 Aall, Pamela. “Nongovernmental Organizations and Peacemaking” dalam Crocker, Chester A (et.al)(eds.). Managing Global Chaos: Sources of and Responses to International

Conflict (Washington, D.C.: USIP Press, 1996).

21 Zartman, William I. dan Touval, Saadia. “International Mediation in the Post-Cold War Era” dalam Crocker, Chester A (et.al)(eds.). Managing Global Chaos: Sources of and

Responses to International Conflict (Washington, D.C.: USIP Press, 1996).

22 Sampson, Cynthia. “Religion and Peacebuilding” dalam Zartman, William I. dan Rasmussen, J,L.. Peacemaking in International Conflict: Methods and Techniques

(Washington, D.C.: USIP, 1997); Lederach, J.. Building Peace: Sustainable Reconciliation in Divided Societies (Washington, D.C.: USIP, 1997).

(1) Rekonstruksi sosial-budaya adalah membangun kembali hubungan sosial, peredam ikatan budaya dan tingkat kepercayaan yang telah hancur, menjadi bangunan masyarakat multikultural yang hormonis dan egaliter.

(2) Rehabilitasi adalah membangun kembali hubungan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dst. yang retak akibat konflik, mengadakan trauma center, pemulihan hubungan dan dialog antarpihak.

(3) Relokasi sekat-sekat antarbangsa dengan menempatkan kembali konteks persamaan, adaptasi kehidupan dan kontrak sosial baru yang sejalan dengan keinginan kedua pihak. Juga peningkatan penerimaan dan saling percaya untuk membuka babak baru yang lebih seimbang.

(4) Rekonsiliasi adalah program atau kegiatan mediasi kohesi sosial di antara pihak-pihak yang pernah bertikai untuk hidup baru, bersedia menerima dan berhubungan lagi secara damai, sejajar, bertindak adil, merubah perilaku yang buruk, saling memaafkan dan mau melupakan kepedihan masa lalu untuk menyongsong masa depan yang lebih baik.

IV. Wajah Cyber-clash dan Pesan Damai Bangsa Serumpun

Ada pandangan bahwa pasang surutnya perkembangan hubungan bilateral Nusantara - Malaysia mulai menunjukkan gejala memburuk lagi selama tiga tahun terakhir ini. Di mulai pada awal tahun 2005 dengan membaranya isu Ambalat (kedaulatan Negara), berlanjut dengan masalah TKI yang tak kunjung selesai, hingga ke masalah pergaduhan seni budaya. Permasalahan demi permasalahan seakan susul menyusul mengiringi perjalanan selama tiga tahun terakhir. Tahun 2007 kemarin, sepertinya menjadi klimaks tahun-tahun terberat bagi hubungan antara Malaysia dan Indonesia. Tahun yang penuh dengan pergaduhan, tahun yang penuh dengan masalah. 23

Setelah penat mengikuti perkembangan, memasuki tahun 2008 tampaknya ketegangan hubungan kedua negara sedang diusahakan untuk dieliminir. 24 Hal ini ditegaskan dengan diadakannya pertemuan antara kedua pimpinan pemerintahan yang bertemu tanggal 11 - 12 Januari 2008. Pertemuan kedua pucuk pimpinan tersebut didahului dengan bertemunya

23 http :/ / f4iq un.wo rd p re ss.c o m/ 2008/ 01/ 09/ me ng ukuhka n-ke mb a li-hub ung a n- ind o ne sia -ma la ysia /

24 Media massa Malaysia yang diprotes seluruh elemen masyarakat Indonesia karena sering menggunakan istilah-istilah yang tidak sepantasnya, harus segera mengakhiri penggunaan istilah itu. Istilah-istilah yang dimaksud,

antara lain: penggunaan kata INDON untuk menyebut warga negara Indonesia, penggunaan istilah “mini Jakarta” atau “mini Bandung” untuk menggambarkan suatu kawasan “remang-remang” dan rawan kejahatan di KL atau di Penang, dan lain-lain.Sementara media massa Indonesia harus pula segera mengakhiri berita-berita yang sifatnya memprovokasi atau membesarkan masalah yang dapat mengganggu hubungan kedua negara. Diharapkan, seyogianya permasalahan- permasalahan tersebut diuraikan dengan berimbang dari kedua belah pihak dan diarahkan untuk mencarikan solusi penyelesaiannya, bukan justru “mengapi-apikan” dan memainkan isu sensitif tersebut.Untuk itulah media massa Malaysia membentuk Ikatan Setiakawan Wartawan Malaysia-Indonesia (ISWMI) pada tanggal 8 Januari 2008, untuk lebih merapatkan persefahaman antara media kedua-dua negara sekaligus mengukuhkan hubungan dua hala (dua arah). Dan dalam waktu tak lama lagi, organisasi serupa juga akan dibentuk di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk menciptakan interaktif positif seperti rangkaian dialog (siri dialog) dan kunjungan (lawatan) pertukaran wartawan dapat dilaksanakan

dengan segera. Ibid,- f4iqun.wordpress.com dengan segera. Ibid,- f4iqun.wordpress.com

Calvin Michel Sidjaja seorang bloger berpandangan bahwa bukan pemandangan aneh kalau kita menemukan ratusan situs yang memaki-maki negara Indonesia atau Malaysia, dengan hinaan berbau rasis dan kasar. Lihat perbandingannya hasilnya dengan menggunakan searching engine Google:

1). Malingsia = Menghasilkan 65,200 halaman.

2) “Malingsia” (menggunakan integer tanda kutip) = Menghasilkan

64,700 halaman.

3) “Indon” (istilah yang kita anggap rasis, setara dengan Negro) =

Menghasilkan 121,000 halaman. 26

Menurut Calvin Michel Sidjaja, cyberwar ini benar-benar tidak ada gunanya. Kita bermimpi ASEAN menjadi suatu wilayah yang terintegrasi, tapi ironisnya, Indonesia- Malaysia, negara yang serumpun, menggunakan bahasa serupa, ribut karena masalah yang harusnya bisa diselesaikan secara ’kepala dingin’.Jadi, untuk para blogger Indonesia- Malaysia semua, perang maki-makian ini lebih baik berhenti atau dilanjutkan? Apakah ada

gunanya?. 27 Ia juga menelusuri Tags: ASEAN, Cyberwar, Indonesia, Malaysia, Racism, December 8th, 2007 hasilnya mengejutkan: Related posts

• Ribut-ribut Soal http://ihateindon.blogspot.com/ (4) • “Bawang Putih Bawang Merah” (Memang) Milik Malaysia? (2) • Now Counting: ASEAN Charter Ratification (1) • Musuh Bersama Untuk Indonesia? (15) • Should We Forgive Soeharto? (25) • Selamat Ulang Tahun ke-62, Indonesia (3) • Promoting ASEAN Integration Through Multicultural-Basis Education? (0)

Berikut ini contoh cyber-clash atau perang digital antara netters Indonesia dengan Malaysia dengan tags “I hate Indon” ditemukan lewat penelusuran searching engine Google dengan hasil ada Urutan 1 - 10 dari sekitar 735,000 unit komentar (dalam waktu 0.47 detik). Sedangkan untuk “Malingsia” tags dengan mesin pencari yang sama ditemukan ada urutan 1 -

25 Dalam pertemuan tersebut Datuk Seri Najib Tun Razak memberikan padangan: “Malaysia dan Indonesia perlu mengekalkan hubungan baik yang sudah sekian lama terjalin kerana kedua-dua negara berpotensi untuk lebih maju

dan berjaya”. Beliau berkata demikian ketika berucap merasmikan Dialog Malindo 2008: Belia Malaysia-Indonesia. Dialog bertema Memperkukuhkan Hubungan Generasi Muda Malaysia- Indonesia Melalui Kerjasama Ekonomi dan Sosio Budaya itu disertai 300 belia dari kedua-dua negara. Tugas utama memperbaiki hubungan, tentunya secara resmi terletak sepenuhnya di pundak kedua penguasa pemerintahan negara yang berkenaan. Namun usaha tersebut tak akan berjalan mulus jika tak sampai menyentuh ke seluruh lapisan pejabat negaranya dan ke akar rumput seluruh lapisan masyarakatnya. Untuk itulah unsur media massa turut dilibatkan dalam rangkaian pertemuan ini. Ibid,-

f4iqun.wordpress.com

26 http :/ / re p ub likb a b i.c o m/ ind o ne sia -ma la ysia -c yb e rwa r-b e rhe nti-a ta u-la njutka n/ 27 Ib id,-

10 dengan hasil 80,200 unit komentar dalam waktu 0.27 detik. Berikut ini contoh konflik latent saling –serang yang terjadi:

bagus // Oct 28, 2007 at 5:44 am “….Sikap malaysia pada indonesia bagaikan anak tak tahu budi yang durhaka

terhadap gurunya.andai saja dulu maha aksi ganyang malaysia berhasil, pastilah tanah melayu raya ini akan tentram & damai di bawah komando indonesia yang perkasa.maka dari itu mari sekarang kita gaung lagi GANYANG MALAYSIA TUK SLAMA-LAMANYA (komandan Gerakan Muda Ganyang Malaysia)…”

Abikusno Cokrosuyoso(smasa tmg) // Oct 28, 2007 at 5:50 am “…Perilaku malaysia saat ini benar2 mencerminkan bahwa mereka adalah negara

tak terpelajar.apalagi dengan polisi di sana yg bagaikan lulusan pasar kumuh.sepertinya dulu guru2 kita dulu kurang lama mengajari mereka/memang mereka begundal belaka.salute abis untuk MALAYSIA, MALING ASIA !!!...”

Bagus,Revolusioner dari Smasa Tmg // Oct 28, 2007 at 6:06 am “….Sebagai komandan Gerakan Muda Ganyang Malaysia, saya sangat berbahagia dgn

adanya kasus2 pencurian harta (kayu, alat musik,batik,lagu,pulau,dll) Indonesia oleh Malaysia.Sebab,hanya dgn itulah emosi rakyat Indonesia dpt tertumpah dng hebat2an pd Maling Asia tsb.Mari Indonesia,kita bentuk poros dgn negara kuat dunia utk menggempur Malaysia habis2an,bahkan kalau perlu kita bangkitkan PERANG DUNIA 3…”

• Jimmy wrote on 09. March 2005 at 4:32 pm o'clock “…Saya warga Malaysia…wah seperti anda semua di RI beriya-iya mau berperang

yah!…coba anda duduk! dan berpikir sebentar secara logik!..adakah anda mampu?…sedang kan negara anda sendiri dalam pergolakan, seperti di Aceh…yang sedari dulu ngga mampu diatasi oleh TNI…ini kan pula mahu berperang sama Malaysia…yang ternyata lebih canggih/maju dalam persenjataan!… Secara logiknya semangat kesatuan RI itu udah mula pudar dan luntur….kita (Malaysia) bisa aja menawan hati rakyat2 di Sumatra Utara, yang memang terang-terangan membenci pemerintahan Jakarta…..Heyyy saudara2 di RI sadarlah!….anda bukan lagi di jaman era 60an….skrg kita di era 2000….dimana kekuatan minda/akal pikiran…lebih penting dari kekuatan fizikal….mo “ganyang Malaysia” huh!…..mimpi disiang hari kalian…..pulang aja sono….!urusin rakyat mu itu!…urusin para2 TKI yang lagi nganggur,kelaparan, ngga punya pekerjaan itu….”

Web Site Pariwisata Indonesia dan Blog I Hate Indon… 28

Aku Sedih, Aku Marah, Aku Harus Bagaimana?…

• Mengamati berita-berita dari beberapa teman di maillist, beberapa message di YM

serta berita di Jawa Pos mengenai konflik Indonesia dan Malaysia. Tentang pengambil alihan hak atas lagu Rasa Sayang, kesenian Reog, Rendang yang sudah dipatenkan Malaysia, rasialisme dengan menyebut para WNI di Malaysia dengan sebutan INDON (yang khabarnya sudah tidak digunakan lagi di media cetak) dan

28 http :/ / g re e nsa nd .wo rd p re ss.c o m/ 2007/ 12/ 09/ we b -site -p a riwisa ta -ind o ne sia - d a n-b lo g -i-ha te -ind o n/ 28 http :/ / g re e nsa nd .wo rd p re ss.c o m/ 2007/ 12/ 09/ we b -site -p a riwisa ta -ind o ne sia - d a n-b lo g -i-ha te -ind o n/

• Indonesia-Malaysia Cyberwar: Berhenti Atau Lanjutkan? 29

“…Seperti yang sudah kita ketahui, sengketa ini dipicu oleh klaim lagu rasa sayange oleh Malaysia. Publik di Indonesia marah karena lagu tersebut merupakan lagu tradisional dari Maluku. Permasalahannya mungkin bisa tuntas andaikan pemerintah Indonesia dan Malaysia mau bernegosiasi untuk fair use penggunaan folk song ini. Yang ada, Indonesia dan Malaysia mulai ngotot-ngototan mengklaim bahwa lagu itu merupakan lagu milik masing- masing. Pemerintah Indonesia seperti kebakaran jenggot dan berusaha mencari rekaman- rekaman lagu-lagu daerah untuk membuktikan bahwa lagu tersebut adalah properti intelektual bangsa.Tapi masalah tampaknya belum akan tuntas karena permasalahan ini sudah mencapai ke tingkat publik, dengan kata lain, kita, orang biasa. Tampaknya sedang ada perang terbuka di Internet antara blogger/netter Indonesia-Malaysia. Di wordpress.com saja, ada sekitar 3,980 halaman yang membicarakan Rasa Sayange…”

Selanjutnya berikut ini contoh pesan prasangka dan anggapan antar Bangsa Serumpun: 30

• Kenapa Orang-orang Malingsia (Malaysia) Membenci Orang Indon (Indonesia)? Posted by: Bang Mandor | Oktober 5, 2007:

Tentunya tidak semua orang malaysia benci kepada orang indonesia. Namun sudah menjadia rahasia umum bahwa orang Indonesia di sana, khususnya TKI dipandang rendah. TKI/TKW dinamakan dengan orang “indon”, yang istilah indon ini menurut kabar yang beredar berkonotasi rendah, mungkin dapat disamakan dengan istilah “negro” di jaman perbudakan amerika dahulu kala. Dugaan saya, mereka memandang rendah orang Indonesia karena negara Indonesia miskin melarat dan korup, yang memaksa sebagian tenaga kerjanya mengais-ngais ringgit di tanah melayu, sarawak dan sabah. Jadi dipandang remeh dan hina. Kebencian kepada Indon (dan sebaliknya indon benci Malingsia) ini saya temui di forum diskusi online:

1. 13 malingsia jadi pencuri (maling) di changi airport

2. Benarkah Bangsa Indonesia Bangsa yang Bodoh? kata malaysia Presiden RI adalah bodoh….?!!

3. Malaysia Forum

4. Google search results Di sini orang Indon nyebut Malaysia sebagai Malingsia (mungkin artinya ‘maling kamu!’).

Dalam keseharian nampaknya fenomena diatas tidak jauh beda, terutama perilaku Polis Diraja Malaysia dan pasukan RELAWAN (RELA) Malaysia. Laporan dari Gatra edisi edisi bulan lalu 12 September 2007 “Laku Lancung Negeri Serumpun” pada tulisan berjudul “Luka Akibat Razia Polisi Diraja” halaman 22 menyebutkan sbb:

29 http :/ / re p ub likb a b i.c o m/ ind o ne sia -ma la ysia -c yb e rwa r-b e rhe nti-a ta u-la njutka n/

30 http://bangsabodoh.wordpress.com/2007/10/05/kenapa-orang-orang-malingsia-malyasia-membenci-orang- indon-indonesia/

• Maklum belakangan razia terhadap warga negara indonesia (WNI) menjadi

pemandangan rutin di negeri jiran tersebut • Hampir saban akhir pekan, polisi malaysia melakukan razia • Para TKI atau pelajar menjadi sasaran, khilaf membawa paspor dipastikan masuk

bui berhari-hari • Majikan Malaysia yang memegang paspor TKI/TKW kadang malas mengurus tki yang tertangkap • Polisi malaysia sering bersikap pongah • Untuk memudahkan razia, misalnya, para anggota polisi malaysia yang dibantu

RELA — organisasi relawan yang bertugas menangkap TKI — kerap merazia bus dengan berteriak lantang menyebut WNi dengan sebutan “indon”. “indon… indon… turun!”

• Jika ada razia, TKI dikumpulkan dan disuruh berjongkok di tepi jalan. • Berani berdiri di depan tuan-tuan polisi itu, tendangan dan pukulan langsung

menyambar. • Di mata polisi malaysia, mereka seperti budak-budak yang tak punya hak hukum.

• TKI/TKW sembari dipelototi, dicemooh, dibentak, dan dijadikan tontonan orang yang lalu lalang. • Banyak tki yang rela gaji dipotong untuk bayar polisi malaysia ini.

• Buat yang masuk bui, perlakuan tak manusiawi, penghinaan, dan penyiksaan sering terjadi di ruang-ruang tahanan polisi. • Dipukul, dimaki dengan kata-kata kotor dan dipalak, dirampas uang dalam dompet adalah hal biasa buat TKI.

Puncaknya adalah ketika polisi malaysia ini bertemu dengan Donald Pieter Luther Kolopita, mereka pikir donald yang wasit karate ini paling juga indon yang cuma TKI yang bakal ketakutan dan bisa diperas. kalau tidak salah donald bebek ini sempat melawan hingga empat polisi kewalahan. naun setelah polisi ini memberitahu donald bahwa mereka polisi, donald berhenti melawan. namun kantor polisi, kembali donald yang tidak berdaya digebukin rame-rame satu lawan empat! akibatnya adonald mengalami luka memar, lebam seluruh badan, gegar otak ringan, perdarahan di kemaluan dan kedua bola mata.

Baca berita Antara: Donald: Saya Dipukul Polisi Malaysia Meski Tangan Diborgol Perdana menterinya Abdullah Ahmad Badawi kabarnya minta maaf kepada presiden

SBY dengan cara tidak resmi melalui telepon. Namun Pak Amien Rais menilai cara Badawi minta maaf menyimpan kecongkakan. Jauh dari harapan. Seharusnya disampaikan secara tertulis dan dinyatakan terbuka dalam konferensi pers. Amien membuat ilustrasi setengah ledekan. “Dia kan cuma malam-malam ambil telepon kemudian bisik-bisik:’Ya Pak SBY, kita minta maaf deh’.Tahu enggak komentar SBY mengenai kasus ini “ya kita tidak bisa memaksa malaysia minta maaf secara resmi.

Well, Bang Mandor baru saja menemukan berita mengenaskan. Belum lama ini seorang pembantu indonesia diperkosa 12 orang malaysia (termasuk 1 orang polisi (ada yang bilang anggota RELA) dan 1 orang pelajar). orang malaysia ini menyamar sebagai polisi Diraja yang menangkap pembantu berusia 22 tahun ini. Kabarnya sudah biasa malaysia ini menyamar sebagai polisi buat menangkapi dan memeras para TKI/TKW di sana.

Baca beritanya: Indonesian migrant worker raped in Johor. btw: Ada yang tahu artinya “ker” “ni” dan bahasa melayu lainnya? Tolong ajarin dong!. variasi kata: melayu malay melay maalyu maalayu malaysia malysia malasia malesa endonesia endonesa indonesia indon is cool indome indomie indo mie serumpun rumpun kuala lumpur kualalumpur kualalumpur.

• http://inipunyapaw.wordpress.com/2007/12/07/i-hate-indon/:

I Hate Indon

“...indon sering membanggakan diri kreatif dan berbudaya… coba saudara- saudari pikiran, bendera dan garuda aja nyolong dari Polandia… nggak kreatip indon ini, kalo nyontek tu biar nggak mirip....”

Jimmy wrote on 10. March 2005 at 1:07 pm o'clock: “…kerana itu saya bilang bangsa Malaysia itu bangsa yang bijak/pinter….jaman sekarang

siapa yang lebih bijak dialah yang akan maju kedepan!….anda bangsa goblok dan TKI yang ngga punya pendidikan senang ditipu sama agent2 pekerjaaan….that not our problem…that Indonesian Gov. problem…kenapa ngga dikasih rakyatnya pendidikan yang secukupnya ,agar ngga menjadi bodoh!…agar bisa menghitung uang! agar jangan sampai ditipu orang….hahahaha….Bersatu!…Indonesia bersatu!….jangan mimpi disiang hari dong!…Indonesia ngga akan bakalan bersatu….”demi kesatuan republik indonesia” mu udah lama pudar/luntur….contoh nya , kamu kehilangan Timor2, di Sumatra Utara masih berlaku penentangan….itu udah terbukti kesatuan Indonesia itu udah ilang!…..Ini adalah gara2 orang2 besarmu yang duduk di DPR itu!…meraka pada gendut2 semua hasil dari wang korupsi….dan anda orang2 kecil, lagi mengemis ke Malaysia..untuk sesuap nasi…..“kasian deh loe”…..”.

Selain ada fenomena saling-serang, berikut ini adapula contoh pesan

damai dan konstruktif yang terjadi di suatu mailing list: 31

• “...*bapak2 ibu2 dari indonesia dan malaysia, dengan ini saya umumkan bahwa blogger ini bukan orang malaysia, tapi adalah orang yang sangat membenci kaum melayu. yang pasti blogger ini bukan orang malaysia. jadi jangan terpancing dengan propaganda murahan seperti ini kami rakyat kaum melayu dari malaysia dan indonesia mendoakan agar blogger ini sadar dan diberi petunjuk oleh Allah..tidak mungkin seorang muslim menghina saudaranya sendiri, krn itu sama saja memakan darah dagingnya sendiri.-----*

Tapi yang jelas, cuma Tuhan yang tau siapa tuh penulis blog-nya.Semakin komentar ... blog nya semakin laris Hebat euy !!...” --- ANdry ---

• Siti Nurhaliza wrote on 10. March 2005 at 2:13 pm o'clock : “….Amboi, amboi, mau ganyang Malaysia yah? Jangan begitu donk,nanti Siti ngak suka

sama kamu lagik…oh Indon…nafsu amarah bisa mengorbankan mu…hi…”.

• Andie Summerkiss, on December 13th, 2007 at 6:55 pm, said: 32

“…All these hatred and rage .. It’s hard to believe that we are actually the same people. Same language, same culture … however hard they try to draw the line. There is actually no line to begin with. Sorry. Just my silly thoughts….’.

31 http :/ / www.ma il-a rc hive .c o m/ fo rb a s@ g o o g le g ro up s.c o m/ msg 02882.html 32 http :/ / the unsp unb lo g .c o m/ 2007/ 12/ 12/ ka rim-ra sla n-a nd -e nd a -o n-i-ha te -ind o n-

b lo g /

• Telat: I Hate Indon Nggak Semuanya Jelek 19 Desember

Posted by Mardies in Blog, Dunia Lain, Internet. Tags: Blog, i hate indon, Ihateindon, Iseng, Malaysia trackback . Baru tau kalo blog ihateindon.blogspot.com ternyata buatan orang Indon juga. Kalo dibaca-baca emang bener-bener bikin emosi. Huh, EMOSI!!! X-( Pengennya mau nutup aja itu tab. Tapi ya.. penasaran juga, sih. Blog ini menceritakan bahwa orang Indonesia (di Malaysia disebut “Indon”) itu bodoh, kelas kedua, kelas kuli, tukang korupsi, rendah diri, kriminal, dlsb. Banyak juga plesetan istilah-istilah di Indonesia. Otomatis ini blog menuai protes. Komentarnya banyak banget dan kebanyakan diisi oleh orang-orang Indonesia. Setelah diperiksa (yang jelas bukan aku yang memeriksa) dari segi bahasanya, IP- nya, dll, ternyata blog ini buatan orang kita!. Apa motifnya? Tau deh. Kalo dipikir-pikir, blog ini bisa dijadikan bahan introspeksi. Terutama buat pemerintah. Mereka mesti baca itu blog. Dari tulisan-tulisan yang dibuat, kita bisa berkaca. Sedikit atau banyak itulah wajah kita.

Catatan Kecil dari Kranggan

Dec 6, '07 6:15 AM

Blog I Hate Indon...

for everyone

Beda pendapat adalah alamiah. Kalapun mencuat konflik kata-kata, itupun masih bisa saya tolerir. Tapi apa jadinya jika harga diri diinjak-injak? Coba lihat "ini", apa pendapat anda? Blog ini dengan sengaja dibuat untuk menimbulkan pertentangan. Paling tidak untuk menyulut emosi kita orang Indonesia (sorry bukan Indon seperti disebut oleh Malaysia). Saya sih enggan larut dalam permusuhan, selain gak penting, juga karena saya cinta damai. Saya hanya berdo'a buat pembuat blog itu agar hidupnya selamat dunia akhirat. Semoga rahmat Allah selalu menyertai pemilik blog itu.

reply estherlita wrote on Dec 6, '07, edited on Dec 6, '07 bener mas...didoain ajah yang baik2 , biar ybs enak tidurnya.... setelah menjelek2kan bangsa lain....didoain ajah biar diampuni dosanya...diberi kesadaran kalau ybs itu gak luput dari api neraka....gak luput dari karma...gak luput juga azab dari Allah...

reply ilzaf wrote on Dec 6, '07 mohon mencelah... Saya juga tak setuju web seperti itu diadakan. Diharap pembuatnya segera berhenti. tak lupa juga, para pembuat web www.malingsia.com juga berhenti dari terus menghina Malaysia.

M**angkava // Nopember 20, 2007 at 10:31 am 35

Kalau Mat Indon sama Datuk Malingsia mau berantem, yang cepat yaa. Kalau udah selesai Mat Indon sama Datuk Malingsia kompakan lagi buat ngelawan invasi Oriental, Erope, American dll. Biar nanti Melayu pernah juga nyobain jadi pemimpin di dunia ni.Cepaaat nanti keburu Kiamat lo.

udin // Nopember 29, 2007 at 4:12 am 36

33 http :/ / ma rd ie s.wo rd p re ss.c o m/ 2007/ 12/ 19/ te la t-i-ha te -ind o n-ng g a k-se mua nya - je le k/

34 http :/ / ud intp i.multip ly.c o m/ jo urna l/ ite m/ 170/ Blo g _I_Ha te _Ind o n..._ 35 http :/ / a g usse t.wo rd p re ss.c o m/ 2007/ 10/ 25/ ma t-ind o n-vs-d a tuk-ma ling sia / 36 http :/ / a g usse t.wo rd p re ss.c o m/ 2007/ 10/ 25/ ma t-ind o n-vs-d a tuk-ma ling sia /

Majoriti asal usul bangsa melayu di malaysia berasal dari indonesia. Maka dengan itu nenek moyang kami dari indonesia telah membuka perkampungan di malaysia dan membawa sekali budaya meraka dari indonesia. Seterusnya budaya itu semakin berkembang sehingga hari ini dan menjadi cara hidup masyarakat di sesetengah tempat di malaysia. Tidak hairanlah terdapatnya budaya seperti kuda kepang, barongan, congkak dan lain-lain. Walaubagaimanapun budaya ini saya pasti ada perbezaan dengan di indonesia kerana telah di ubah suai mengikut peredaran zaman. Begitu juga budaya masyarakat india dan cina di malaysia yang budaya mereka juga lebih kurang sama dengan cina di negara china dan india di negara india. Keturunan saya berasal dari ponorogo, dan sudah tentu datuk nenek saya tahu mengenai barongan dan budaya lain di sana. Dan sudah tentu mereka membawa budaya ini ke malaysia dan di kembangkan kepada keturunan mereka. Adakah apabila kita berada di negara lain dan menjadi penduduk di negara lain kita harus melupakan budaya dan asal usul kita?..

• .. rbbagindoDecember 12th, 2007 at 9:02 pm 37

Arquilla & Rondsfelt pernah bilang d tulisannya Cyberwar is comming! klo perang maya itu dibagi dua. intinya pertama Netwar, dimana perang dijalankan antar komunitas atau individu. Kedua perang dijalankan antar indivudu, komunitas atau negara terhadap negara lain. seperti web negara lain, jaringan negara lain, atau sektor ekonomi atau militer yang memiliki dampak secara langsung terhadap masyarakat negara tersebut.

G sendiri sech melihatnya jgn sampe dech cyberwar bener2 terjadi antara dua negara serumpun ini… Tp klo kita ngeliat secara kekuatan (kapabilitas dan quantitas) sendiri g yakin mereka juga akan mikir2 karena Indonesia sendiri masuk dalam list 10 besar Hacker dunia.. Jd klo sampe kjadian yah siap2 aja…(bukan nantangin nich maap2 yah klo ada anak malay yg baca)… cyber terrorist dan hacker indo lebih banyuak ketimbang Malay. Sementara ini untuk masalah perang blog yg terjadi antara orang2 Indo-Malay yah menurut g sech biarin aja dulu. Alasannya biar kita bisa saling ngerti apa sech sebenernya yg sodara kita ngga suka dari kita? dan sbaliknya. Juga apa sech sebenernya yg mereka mau dan yg kita mau..?? biar kita bisa sama2 tau. Agar lebih dewasa kedepannya dalam bersaudara/bertetangga.

Soal produk-produk kebudayaan sendiri seharusnya Indonesia harus lebih berbesar hati lah terhadap “Saudara-saudara muda” kita di Malaysia. Klo dulu kita ngga pernah dijajah bisa jadi Malaysia bisa satu negara dengan Indonesia. Gini dech gambarannya, 60-70% populasi Malaysia punya saudara di Indonesia dan mereka juga secara langsung mengakui klo mereka emang keturunan Indonesia, seperti Etnis Melayu, Bugis, Minang, Jawa, Tionghoa dan Arab. Rata-rata punya hubungan darah antara kedua Negara itu. Jd yah maksud g seharusnya kita bisa sharing aja tuch budaya, tp juga musti bilang g pake dulu yah buat ini buat itu… dan satu sama lain juga musti ngaku sebenernya budaya ini dari mana asalnya…

Kota Metropolitan Kuala Lumpur itu klo mau kita liat secara historis awalnya adalah daerah pertempuran antara kerajaan Minang dan Bugis. Trus Negeri Sembilan klo loe liat di websitenya http://www.rajakitans.gov.my. sampe sekarang masih make lagu “ayam den lapeh” serta lagu2 minang lainnya dan bahkan Bendera Negeri Sembilan sendiri masih make bendera Jerman (alias hitam, merah dan kuning warna bendera Minang Kabau. Biasa loe liat klo ada kawinan orang Minang tuch bendera). Rumah adat orang Negeri sembilan juga rumah Gadang. Masa loe mau ngelarang mereka make rumah gadangnya nya?..trus kita minta loe bayar royalti donk make rumah loe hehehe… Tp kenapa orang2 Minang ngga pada protes??. Selama ngga dikomersilin sech tuch padang2 tukang dagang ngga bakal protes..hehehh.. =p

37 http :/ / re p ub likb a b i.c o m/ ind o ne sia -ma la ysia -c yb e rwa r-b e rhe nti-a ta u-la njutka n/ 37 http :/ / re p ub likb a b i.c o m/ ind o ne sia -ma la ysia -c yb e rwa r-b e rhe nti-a ta u-la njutka n/

Ket.: DYMM Tuanku Ja'afar Juga Keturunan Minangkabau, Sumatera. Masyarakat Melayu di Negeri Sembilan memang terkenal dengan panggilan orang Minang.

Hal ini disebabkan kebanyakannya berasal daripada keturunan orang-orang Minangkabau yang terdapat di Wilayah Minangkabau, Sumatera . Masyarakat Minangkabau bersifat peramah dan bijak dalam berbicara terutamanya pada upacara-upacara adat yang dilakukan.

Mereka menyampaikan sesuatu hal atau hajat secara halus dan cara kiasan, sehingga dalam menerimanya harus pula dengan perasaan yang halus.