ASKEP Pada Pasien Dengan Myasthenia Grav
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi
kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan (dapat memakan
waktu 10 hingga 20 kali lebih lama dari normal). Myasthenia gravis
mempengaruhi sekitar 400 per 1 juta orang. Kelemahan otot yang parah yang
disebabkan oleh penyakit tersebut membawa sejumlah komplikasi lain, termasuk
kesulitan bernapas, kesulitan mengunyah dan menelan, bicara cadel, kelopak
mata murung dan kabur atau penglihatan ganda.
Myasthenia gravis dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur.
Namun lebih sering terjadi pada para wanita, yaitu wanita berusia antara 20 dan
40 tahun. Pada laki-laki lebih dari 60 tahun. Dan jarang terjadi selama masa
kanak-kanak.
Siapapun bisa mewarisi kecenderungan terhadap kelainan autoimun ini.
Sekitar 65% orang yang mengalami myasthenia gravis mengalami pembesaran
kelenjar thymus, dan sekitar 10% memiliki tumor pada kelenjar thymus
(thymoma). Sekitar setengah thymoma adalah kanker (malignant). Beberapa
orang dengan gangguan tersebut tidak memiliki antibodi untuk reseptor
acetylcholine tetapi memiliki antibodi terhadap enzim yang berhubungan dengan
pembentukan persimpangan neuromuskular sebagai pengganti. Orang ini bisa
memerlukan pengobatan berbeda.
Pada 40% orang dengan myasthenia gravis, otot mata terlebih dahulu
terkena, tetapi 85% segera mengalami masalah ini. Pada 15% orang, hanya otototot mata yang terkena, tetapi pada kebanyakan orang, kemudian seluruh tubuh
terkena, kesulitan berbicara dan menelan dan kelemahan pada lengan dan kaki
yang sering terjadi. Pegangan tangan bisa berubah-ubah antara lemah dan normal.
Otot leher bisa menjadi lemah. Sensasi tidak terpengaruh.
Ketika orang dengan myasthenia gravis menggunakan otot secara
berulang-ulang, otot tersebut biasanya menjadi lemah. Misalnya, orang yang
1
dahulu bisa menggunakan palu dengan baik menjadi lemah setelah memalu untuk
beberapa menit. Meskipun begitu, kelemahan otot bervariasi dalam intensitas dari
jam ke jam dan dari hari ke hari, dan rangkaian penyakit tersebut bervariasi
secara luas. Sekitar 15% orang mengalami peristiwa berat (disebut myasthenia
crisis), kadangkala dipicu oleh infeksi. Lengan dan kaki menjadi sangat lemah,
tetapi bahkan kemudian, mereka tidak kehilangan rasa. Pada beberapa orang, otot
diperlukan untuk pernafasan yang melemah. Keadaan ini dapat mengancam
nyawa.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep teori miastenia gravis?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada miastenia gravis?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan instruksional umum
Menjelaskan konsep dan proses keperawatan miastenia gravis.
2. Tujuan instruksional khusus
a. Mengetahui definisi miastenia gravis
b. Mengetahui etiologi miastenia gravis
c. Mengetahui patofisiologi miastenia gravis
d. Mengetahui manifestasi klinis miaatenia gravis
e. Mengetahui pemeriksaan diagnostik miastenia gravis
f. Mengetahui komplikasi miastenia gravis
g. Mengetahui penatalaksanaan miastenia gravis
h. Mengetahui prognosis miastenia gravis
i. Mengetahui asuhan keperawatan pada miastenia gravis
D. Manfaat penulisan
1. Mahasiswa mampu dan mengerti tentang miastenia gravis
2. Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien
miastenia gravis
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Miastenia gravis merupakan bagian dari penyakit neuromuskular.
Miastenia gravis adalah gangguan yang mempengaruhi transmisi neuromuskular
pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter).
Miastenia gravis merupakan kelemahan otot yang parah dan satu-satunya
penyakit neuromuskular dengan gabungan antara cepatnya terjadi kelelahan otototot volunter dan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10-20 kali lebih
lama dari normal). (Price dan Wilson, 1995).
Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan
umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter yang dipengaruhi oleh fungsi
saraf kranial. Serangan dapat terjadi pada beberapa usia, ini terlihat paling sering
pada wanita antara 15-35 tahun dan pada pria sampai 40 tahun.
B. Etiologi
1. Autoimun : direct mediated antibody
2. Virus
3. Pembedahan
4. Stres
5. Alkohol
6. Tumor mediastinum
7. Obat-obatan :
a. Antibiotik (Aminoglycosides, ciprofloxacin, ampicillin, erythromycin)
b. B-blocker (propranolol)
c. Lithium
d. Magnesium
e. Procainamide
f. Verapamil
3
g. Chloroquine
h. Prednisone
C. Patofisiologi
Antibodi langsung menuju ke reseptor acetilkolin di neuromuscular
junction otot skeletal. Hal ini mengakibatkan penurunan jumlah reseptor nicotinic
acetylcholine pada motor end-plate, mengurangi lipatan membran postsinaps,
melebarkan celah sinaps.
D. Manifestasi klinis
1. Kelemahan otot mata dan wajah (hampir selalu ditemukan)
a. Ptosis
b. Diplobia
c. Otot mimik
2. Kelemahan otot bulbar
a. Otot-otot lidah
1) Suara nasal, regurgitasi nasal
2) Kesulitan dalam mengunyah
3) Kelemahan rahang yang berat dapat menyebabkan rahang terbuka
4) Kesulitan menelan dan aspirasi dapat terjadi dengan cairan è batuk
dan tercekik saat minum
b. Otot-otot leher
Otot-otot fleksor leher lebih terpengaruh daripada otot-otot ekstensor
c. Kelemahan otot anggota gerak
d. Kelemahan otot pernafasan
1) Kelemahan otot interkostal dan diaphragma menyebabkan retensi
CO2 hipoventilasi menyebabkan kedaruratan neuromuscular
2) Kelemahan otot faring dapat menyebabkan gagal saluran nafas atas
4
E. Klasifikasi
Tabel 2.1
Klasifikasi Miastenia
KLASIFIKASI
Miastenia Okular
KLINIS
Kelompok I
Hanya menyerang otot –otot okular, disertai ptosis dan
diplopia. Sangat ringan, tak ada kasus kematian
Kelompok Miastenia Umum
Miastenia Umum Ringan Awitan (onset) lambat, biasanya pada mata, lambat
laun menyebar ke otot – otot rangka dan bulbar
Sistem pernapasan tidak terkena. Respon terhadap
terapi obat baik
Miastenia Umum Sedang
Angka kematian rendah
Awitan bertahap dan sering disertai gejala – gejala
okular, lalu berlanjut semakin berat dengan
terserangnya seluruh otot – otot rangka dan bulbar
Disartria, disfagia, dan sukar mengunyah lebih
nyata dibandingkan dengan miastenia gravis umum
ringan. Otot – otot pernapasan tidak terkena
Respons terhadap terapi obat : kurang memuaskan
dan aktifitas klien terbatas, tetapi angka kematian
rendah
Miastenia Umum Berat
1. Fulminan akut :
Awitan yang cepat dengan kelemahan otot – otot
rangka dan bulbar dan mulai terserangnya otot –
otot pernapasan
Biasanya penyakit berkembang maksimal dalam
waktu 6 bulan
Respons terhadap obat buruk
Insiden krisis miastonik, kolinergik, maupun krisis
gabungan keduanya tinggi
5
Tingkat kematian tinggi
2. Lanjut :
Miastenia gravis berat timbul paling sedikit dua
tahun setelah awitan gejala – gejala kelompok I
atau II
Miastenia
gravis
dapat
berkembang
secara
perlahan atau tiba – tiba
Respons terhadap obat dan prognosis buruk
Miastenia Kritis
Miastenia dg kelemahan yg progresif dan terjadi
gagal nafas atau mengancam jiwa
Kelanjutan dari mistenia generalisata berat
Onset terjadi tiba2 dan biasanya dipicu oleh infeksi
saluran pernafasan atas yg berkembang menjadi
bronkhitis
atau
pnemoni,pekerjaan
fisik
yg
berlebihan, melahirkan
F. Pemeriksaan diagnostik
1. Laboratorium
a. Anti-acetylcholine receptor antibody
85% pada miastenia umum
60% pada pasien dengan miastenia okuler
b. Anti-striated muscle
Pada 84% pasien dengan timoma dengan usia kurang dari 40 tahun
c. Interleukin-2 receptor
Meningkat pada MG
Peningkatan berhubungan dengan progresifitas penyakit
2. Imaging
a. X-ray thoraks
Foto polos posisi AP dan Lateral dapat mengidentifikasi timoma
sebagai massa mediatinum anterior
b. CT scan thoraks
6
Identifikasi timoma
c. MRI otak dan orbita
Menyingkirkan penyebab lain defisit Nn. Craniales, tidak
digunakan secara rutin
3. Pemeriksaan klinis
Menatap tanpa kedip pada suatu benda yg terletak diatas bidang kedua
mata selama 30 dtk, akan terjadi ptosis
Melirik ke samping terus menerus akan terjadi diplopia
Menghitung atau membaca keras-keras selama 3 menit akan terjadi
kelemahan pita suara atau suara hilang
Tes untuk otot leher dengan mengangkat kepala selama 1 menit dalam
posisi berbaring
Tes exercise untuk otot ekstremitas, dengan mempertahankan posisi
saat mengangkat kaki dengan sudut 45° pada posisi tidur telentang 3
menit, atau duduk-berdiri 20-30 kali. Jalan diatas tumit atau jari 30
langkah, tes tidur-bangkit 5-10 kali
4. Tes tensilon (edrophonium chloride)
Suntikkan tensilon 10 mg (1 ml) i.v, secara bertahap. Mula-mula 2 mg à
bila perbaikan (-) dlm 45 dtk, berikan 3 mg lagi à bila perbaikan (-),
berikan 5 mg lagi. Efek tensilon akan berakhir 4-5 menit
Efek samping : ventrikel fibrilasi dan henti jantung
5. Tes kolinergik
6. Tes Prostigmin (neostigmin) :
Injeksi prostigmin 1,5 mg im,
dapat ditambahkan atropin untuk mengurangi efek muskariniknya spt
nausea, vomitus, berkeringat. Perbaikan terjadi pd 10-15 menit,
mencapai puncak dlm 30 menit, berakhir dalam 2-3 jam
7. Pemeriksaan EMNG ;
Pada stimulasi berulang 3 Hz terdapat penurunan amplitudo (decrement
respons) > 10% antara stimulasi I dan V. MG ringan penurunan
mencapai 50%, MG sedang sampai berat dapat sampai 80%
7
8. Pemeriksaan antibodi AChR
Antibodi AChR ditemukan pd 85-90% penderita MG generalisata,
&0% MG okular. Kadar ini tdk berkorelasi dg beratnya penyakit
9. Evaluasi Timus
Sekitar 75% penderita MG didapatkan timus yg abnormal,terbanyak
berupa hiperplasia,sedangkan15% timoma. Adanya timoma dapat
dilihat dg CT scan mediastinum, tetapi pd timus hiperplasia hasil CT
sering normal
10. Diagnosis Banding :
Sindroma Eaton-Lambert :
Sering terjadi bersamaan dg small cell Ca dari paru.
Lesi terjadi di membran pre sinaptik dimana ‘release’ Ach tidak dpt
berlangsung dg baik
Botulism
Penyebab : neurotoksin dari Clostridium botulinum, yg dpt masuk
mll makanan yg terkontaminasi
Dengan cara menghambat/menghalang-halangi pelepasan Ach dari
ujung terminal akson persinaptik
11. Pengobatan
a. Mestinon
b. Antikolinesterase : menghambat destruksi Ach
Piridostigmin bromide (Mestinon, Regonol). Dosis awal 30-60 mg
tiap 6-8 jam atau setiap 3-4 jam. Dosis optimal bervariasi tgt
kebutuhan mulai 30-120 mg setiap 4 jam. Bila > 120 mg tiap 3 jam
dpt menimbulkan à Krisis Kolinergik (G/ : dispneu, miosis,
lakrimasi, hipersalivasi, emesis, diare
Neostigmin Bromide (Prostigmin). Kerja lebih pendek. Dosis 15 mg
tiap 3-4 jam
c. Kortikosteroid : Mulai dosis rendah (12-50 mg prednison) kmd dinaikkan
pelan-pelan sampai respon optimal (maksimal 50-60 mg prednison).
Dosis dipertahankan sampai perbaikan mencapai plateau (biasanya 6-12
8
bulan). urunkan dosis sgt pelan-pelan sampai dosis pemeliharaan
minimal. Awasi efek samping obat
d. Imunosupresan
Obat ; azathiprine 1-2,5 mg/minggu Biasanya dipakai bersama
prednisone
Obat lain : Cyclosporine,Cyclophosphamide, Mycophenolate mofetil
e. Intravenous Imunoglobulin
Dosis : 0,4 gr/kg BB/hari selama 5 hari berturut2
Pada MG berat
Plasmapharesis
Pada MG berat untuk menghilangkan atau menurunkan antibodi yg
beredar dlmserum penderita
G. Penatalaksanaan
1. Periode istirahat yang sering selama siang hari menghemat kekuatan.
2. Obat antikolinesterase diberikan untuk memperpanjang waktu paruh
asetilkolin di taut neuro moskular. Obat harus diberikan sesuai jadwal
seetiap hari untuk mencegah keletihan dan kolaps otot.
3. Obat anti inflamasi digunakan untuk membatasi serangan autoimun.
4. Krisis miastenik dapat diatasi dengan obat tambahan,dan bantuan
pernapasan jika perlu.
5. Krisis kolinergik diatasi dengan atropin (penyekat asetilkolin) dan bantuan
pernapasan,sampai gejala hilang. Terapi antikolinesisterase ditunda
sampaikadar toksik obatb diatasi.
6. Krisis miastenia dan krisis kolinergik terjadi dengan cara yang
sama,namun diatasi secara berbeda. Pemberian tensilon dilakukan untuk
membedakan dua gangguan tersebut.
H. Komplikasi
1. Gagal nafas
2. Disfagia
9
3. Krisis miastenik
4. Krisis cholinergic
5. Komplikasi sekunder dari terapi obat. Penggunaan steroid yang lama :
a. Osteoporosis, katarak, hiperglikemi
b. Gastritis, penyakit peptic ulcer
c. Pneumocystis carinii
I. Prognosis
1. Tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%
2. MG yang mendapat pengobatan, angka kematian 4%
3. 40% hanya gejala okuler
10
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MIASTENIA
GRAVIS
A. Pengkajian
1. Identitas klien yang meliputi nama,alamat,umur,jenis kelamin,dannstatus
2. Keluhan utama : kelemahan otot
3. Riwayat kesehatan : diagnosa miastenia gravis didasarkan pada riwayat
dan presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan
pemulihan kekuatan parsial setelah istirahat sangatlah menunjukkan
miastenia gravis, pasien mungkin mengeluh kelemahan setelah melakukan
pekerjaan fisik yang sederhana. Riwayat adanya jatuhnya kelopak mata
pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang
kelemahan otot.
4. Pemeriksaan fisik :
a. B1(breathing): dispnea,resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan
akut, kelemahan otot diafragma
b. B2(bleeding) : hipotensi / hipertensi .takikardi / bradikardi
c. B3(brain)
: kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi
okular,jatuhnya mata atau dipoblia
d. B4(bladder)
:
menurunkan
fungsi
kandung
kemih,retensi
urine,hilangnya sensasi saat berkemih
e. B5(bowel)
: kesulitan mengunyah-menelan,disfagia, dan peristaltik
usus turun, hipersalivasi,hipersekresi
f. B6(bone)
: gangguan aktifitas / mobilitas fisik,kelemahan otot yang
berlebih
B. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifanpola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot
pernafasan
2. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan ptosis,dipoblia
11
3. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan fungsi indra penglihatan tidak
optimal
4. Gangguan aktivitas
hidup sehari-hari yang berhubungan dengan
kelemahan fisik umum, keletihan
5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,gangguan
pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangankontrol tonus otot
fasial atau oral
6. Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan
komunikasi verbal
C. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot
pernafasan
Tujuan
Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan intervensi polapernapasan
klien kembali efektif
Kriteria hasil :
Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal
Bunyi nafas terdengar jelas
Respirator terpasang dengan optimal
Intervensi
1. Kaji Kemampuan ventilasi
1. Untuk
Rasionalisasi
klien dengan
penurunan
kapasitasventilasi, perawat mengkaji
frekuensipernapasan, kedalaman, dna
bunyi nafas,pantau hasil tes fungsi
paru-paru
tidal,
kapasitas
vital,
kekuatan inspirasi),dengan interval
yang
sering
dalammendeteksi
masalah pau-paru, sebelumperubahan
kadar gas darah arteri dansebelum
tampak gejala klinik.
12
2. Kaji kualitas,
frekuensi, dan 2. Dengan mengkaji kualitas, frekuensi,
kedalaman
pernapasan,
dankedalaman
laporkansetiap perubahan yang
terjadi.
3. Baringkan
klien
dapatmengetahui
sejauh
kita
mana
perubahan kondisiklien.
dalamposisi 3. Penurunan diafragma memperluas
yang nyamandalam posisi duduk
4. Observasi
pernapasan,
daerah dada sehingga ekspansi paru
bisa maksimal
vital 4. Peningkatan RR
tanda-tanda
(nadi,RR)
merupakan
dan
takikardi
indikasi
adanya
penurunan fungsi paru
2. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan ptosis, dipoblia
Tujuan
Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
Kriteria hasil :
Adanya perubahan kemampuan yang nyata
Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang
Intervensi
1. Tentukan kondisi patologis klien
2. Kaji
gangguan
Rasional
1. Untuk mengetahui tipe dan lokasi
yang mengalami gangguan.
penglihatan 2. Untuk mempelajari kendala yang
terhadap perubahan persepsi
berhubungan
dengan
disorientasi
klien.
3. Latih klien untuk melihat suatu 3. Agar klien tidak kebingungan dan
obyek dengan telaten dan seksama
lebih berkonsentrasi.
4. Observasi respon perilaku klien, 4. Untuk mengetahui keadaan emosi
seperti
menangis,
bahagia,
klien
bermusuhan, halusinasi setiap saat.
5. Berbicaralah dengan klien secara 5. Memfokuskan
tenang
dan
gunakan
kalimat-
sehingga
kalimat pendek.
dimengerti.
13
setiap
perhatian
masalah
klien,
dapat
3. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan fungsi indra penglihatan yang tidak
optimal
Tujuan
Menyatakan
pemahaman
terhadap
faktor
yang
terlibat
dalam
kemungkinan cedera.
Kriteria hasil :
Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan
faktor resiko dan melindungi diri dari cedera.
Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk meningkatkan
keamanan
1.
Intervensi
Rasionalisasi
Kaji kemampuan klien dalam 1. Menjadi data dasar dalam melakukan
melakukan aktivitas
2. Atur cara beraktivitas
intervensi selanjutnya
klien 2. Sasaran klien adalah memperbaiki
sesuai kemampuan
kekuatandan daya tahan. Menjadi
partisipan
harus
dasar
dalampengobatan,
belajar
tentangfakta-faakta
mengenai
agen-
agenantikolinesterase-kerja,
penyesuaiandosis,
klien
waktu,
gejala-gejala
kelebihan dosis, danefek toksik. Dan
yang
penting
padapengguaan
medikasi dengan tepat waktuadalah
ketegasan.
3. Evaluasi Kemampuan aktivitas 3. Menilai singkat keberhasilan dari
motorik
terapi yang boleh diberikan
4. Gangguan aktivitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan kelemahan
fisik umum, keletihan
Tujuan
Infeksi bronkhopulmonal dapat dikendalikan untuk menghilangkan edema
inflamasi dan memungkinkanpenyembuhan aksi siliaris normal. Infeksi
14
pernapasan minor yang tidak memberikan dampak pada individu yang
memilikiparu-paru normal, dapat berbahaya bagi klien dengan PPOM
Kriteria hasil :
Frekuensi nafas 16-20 x/menit, frekuensi nadi 70-90x/menit
Kemampuan batuk efektif dapat optimal
Tidak ada tanda peningkatan suhu tubuh
Intervensi
Rasionalisasi
1. Kaji kemampuan klien dalam 1. Menjadi data dasar dalam melakukan
melakukan aktivitas
2. Atur cara beraktivitas
intervensi selanjutnya
klien 2. Sasaran klien adalah memperbaiki
sesuai kemampuan
kekuatandan daya tahan. Menjadi
partisipan
harus
dasar
dalampengobatan,
belajar
tentangfakta-faakta
mengenai
agen-
agenantikolinesterase-kerja,
penyesuaiandosis,
klien
waktu,
gejala-gejala
kelebihan dosis, danefek toksik. Dan
yang
penting
padapengguaan
medikasi dengan tepat waktuadalah
ketegasan.
3. Evaluasi Kemampuan aktivitas 3. Menilai singkat keberhasilan dari
motorik
terapi yang boleh diberikan
5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,gangguan
pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangankontrol tonus otot
fasial atau oral
Tujuan
Klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi,
mampu mengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa
isyarat
Kriteria hasil :
Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat dipenuhi
15
Klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun
isyarat.
Intervensi
1. Kaji komunikasi verbal klien.
1.
Rasionalisasi
Kelemahan otot-otot bicara klien
krisis miastenia gravis dapat berakibat
pada komunikasi
komunikasi 2. Teknik
untuk
2. Lakukan
metode
yang
idealsesuai
dengan
meningkatkan
komunikasimeliputi
kondisiklien
mendengarkan
klien, mengulangiapa yang mereka
coba komunikasikan dengan jelas dan
membuktikan yang diinformasikan,
berbicara
dengan
kedipan
mata
klienterhadap
mereka
dan
ataugoyangkan jari-jari tangan atau
kaki untukmenjawab ya/tidak. Setelah
periode krisis klien selalu mampu
mengenal kebutuhan mereka.
3. Beri peringatan bahwaklien di 3. Untuk
kenyamanan
ruang
inimengalami
berhubungan
gangguanberbicara, sediakan bel
yang
dengan
ketidakmampuan komunikasi
khusus bila perlu
4. Antisipasi dan bantu kebutuhan 4. Membantu menurunkan frustasi oleh
klien
karenaketergantungan
atau
ketidakmampuan berkomunikasi
6. Ucapkan langsung kepada klien 5. Mengurangi
kebingungan
atau
dengan
berbicara
tenang,gunakan
pelan
dan
kecemasanterhadap
pertanyaan
informasi.
denganjawaban ”ya” atau”tidak”
banyaknya
Memajukanstimulasi
komunikasi ingatan dan kata-kata.
dan perhatikanrespon klien
7. Kolaborasi: konsultasi ke ahli 6. Mengkaji
terapi bicara
kemampuan
individual,sensorik,
serta
16
fungsi
dan
kognitif
verbal
motorik,
untuk
mengidentifikasi defisit dankebutuhan
terapi
6. Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan komunikasi
verbal
Tujuan
Citra diri klien meningkat
Kriteria hasil :
Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang
terdekat tentang situasi dan perubahan yangsedang terjadi
Mampu menyatakan penerimaan diriterhadap situasi
Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam kosep diri
dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif.
1. Kaji
Intervensi
Rasionalisasi
perubahan darigangguan 1. Menentukan
bantuan
persepsi danhubungan dengan
individual
dalam menyusun rencana perawatan
derajat ketidakmampuan
ataupemilihan intervensi.
2. Identifikasi arti dari Kehilangan 2. Beberapa klien dapat
atau disfungsi pada klien.
menerima
danmengatur beberapa fungsi secara
efektifdengan
sedikit
penyesuaian
diri, sedangkanyang lain mempunyai
kesulitanmembandingkan
mengenal
dan mengaturkekurangan.
3. Bantu dan anjurkan perawatan 3. Membantu meningkatkan perasaan
yang
baik
dan
memperbaiki
hargadiri dan mengontrol lebih dari
kebiasaan
satu areakehidupan
4. Anjurkan orang yang Terdekat 4. Menghidupkan kembali
untuk
mengizinkan
klien
kemandirian
melakukan hal untuk dirinya
sebanyak-banyaknya
5. Kolaborasi: rujuk pada
neuropsikologi
dan
dan
perkembanganharga
perasaan
membantu
diri
serta
mempengaruhi prosesrehabilitasi
ahli 5. Dapat memfasilitasi perubahan peran
konseling
yang penting untuk perkembangan
17
bila ada indikasi.
perasaan
18
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi
kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan. Myasthenia
gravis dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Namun lebih
sering terjadi pada para wanita sehingga kita sebagai perawat harus bisa
menentukan diagnosa keperawatan terhadap pasien dengan myastenia gravis
serta perlu melakukan beberapa tindakan dan asuhan kepada pasien dengan
masalah tersebut.
B. Saran
Adapun saran yang akan disampaikan adalah sebagai berikut.
1. Setelah memahami tentang konsep asuhan keperawatan terhadap pasien
dengan myastenia gravis tentunya bisa dilakukan penerapan yang baik
untuk dapat melakukan asuhan keperawatan yang tepat pada klien secara
komprehensif sehingga dapat menetapkan diagnosis yang benar agar dapat
dilakukan perawatan yang lebih intensif.
2. Semua tenaga kesehatan dapat bekerja sama untuk dapat memberikan
perawatan yang benar terhadap pasien dengan myastenia gravis.
19
DAFTAR PUSTAKA
Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi klinis 2nded., Gajah Mada University
Press, Yogyakarta
Howard, J.F., 1997, Department of Neurology, The University of North
Carolina
at
Chapol
Hill.
http://www.myasthenia.org/information/summary.htm
Lombardo,M.C., 1995, Penyakit Degeneratif dan Gangguan Lain Pada
Sistem Saraf, dalam S.A. Price, L.M. Wilson, (eds), Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit 4th ed., EGC, Jakarta
Mardjono, M., 2003, Neurologi Klinis Dasar 9th ed., hal 55,149,348, Dian
Rakyat, Jakarta
Murray, R.K., 1997, Dasar Biokimiawi Beberapa Kelainan Neuropsikiatri,
dalam R.K. Murray, D.K. Granner, P.A. Mayes, V.W. Rodwell, (eds),
Biokimiawi Harper 24th ed., EGC, Jakarta
NINDS
Myasthenia
Gravis
Fact
Sheet,
2003.
http://www.ninds.nih.gov/health_and_medical/pubs/myastheniagravis.
htm
Sidharta, P., 1999, Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum, hal 129,142,
167, 174, 421, Dian Rakyat, Jakarta
Sidharta, P., 1999, Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi, hal 139,
280, 317, 366, 390, 421, 576, Dian Rakyat, Jakarta
Walshe III, T.M., 1995, Disease of Nerve And Muscle, dalam M.A.
Samuels, (eds), Manual Of Neurologic Therapeutics 5th ed., Little
brown And Company, London
20
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi
kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan (dapat memakan
waktu 10 hingga 20 kali lebih lama dari normal). Myasthenia gravis
mempengaruhi sekitar 400 per 1 juta orang. Kelemahan otot yang parah yang
disebabkan oleh penyakit tersebut membawa sejumlah komplikasi lain, termasuk
kesulitan bernapas, kesulitan mengunyah dan menelan, bicara cadel, kelopak
mata murung dan kabur atau penglihatan ganda.
Myasthenia gravis dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur.
Namun lebih sering terjadi pada para wanita, yaitu wanita berusia antara 20 dan
40 tahun. Pada laki-laki lebih dari 60 tahun. Dan jarang terjadi selama masa
kanak-kanak.
Siapapun bisa mewarisi kecenderungan terhadap kelainan autoimun ini.
Sekitar 65% orang yang mengalami myasthenia gravis mengalami pembesaran
kelenjar thymus, dan sekitar 10% memiliki tumor pada kelenjar thymus
(thymoma). Sekitar setengah thymoma adalah kanker (malignant). Beberapa
orang dengan gangguan tersebut tidak memiliki antibodi untuk reseptor
acetylcholine tetapi memiliki antibodi terhadap enzim yang berhubungan dengan
pembentukan persimpangan neuromuskular sebagai pengganti. Orang ini bisa
memerlukan pengobatan berbeda.
Pada 40% orang dengan myasthenia gravis, otot mata terlebih dahulu
terkena, tetapi 85% segera mengalami masalah ini. Pada 15% orang, hanya otototot mata yang terkena, tetapi pada kebanyakan orang, kemudian seluruh tubuh
terkena, kesulitan berbicara dan menelan dan kelemahan pada lengan dan kaki
yang sering terjadi. Pegangan tangan bisa berubah-ubah antara lemah dan normal.
Otot leher bisa menjadi lemah. Sensasi tidak terpengaruh.
Ketika orang dengan myasthenia gravis menggunakan otot secara
berulang-ulang, otot tersebut biasanya menjadi lemah. Misalnya, orang yang
1
dahulu bisa menggunakan palu dengan baik menjadi lemah setelah memalu untuk
beberapa menit. Meskipun begitu, kelemahan otot bervariasi dalam intensitas dari
jam ke jam dan dari hari ke hari, dan rangkaian penyakit tersebut bervariasi
secara luas. Sekitar 15% orang mengalami peristiwa berat (disebut myasthenia
crisis), kadangkala dipicu oleh infeksi. Lengan dan kaki menjadi sangat lemah,
tetapi bahkan kemudian, mereka tidak kehilangan rasa. Pada beberapa orang, otot
diperlukan untuk pernafasan yang melemah. Keadaan ini dapat mengancam
nyawa.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep teori miastenia gravis?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada miastenia gravis?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan instruksional umum
Menjelaskan konsep dan proses keperawatan miastenia gravis.
2. Tujuan instruksional khusus
a. Mengetahui definisi miastenia gravis
b. Mengetahui etiologi miastenia gravis
c. Mengetahui patofisiologi miastenia gravis
d. Mengetahui manifestasi klinis miaatenia gravis
e. Mengetahui pemeriksaan diagnostik miastenia gravis
f. Mengetahui komplikasi miastenia gravis
g. Mengetahui penatalaksanaan miastenia gravis
h. Mengetahui prognosis miastenia gravis
i. Mengetahui asuhan keperawatan pada miastenia gravis
D. Manfaat penulisan
1. Mahasiswa mampu dan mengerti tentang miastenia gravis
2. Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien
miastenia gravis
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Miastenia gravis merupakan bagian dari penyakit neuromuskular.
Miastenia gravis adalah gangguan yang mempengaruhi transmisi neuromuskular
pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter).
Miastenia gravis merupakan kelemahan otot yang parah dan satu-satunya
penyakit neuromuskular dengan gabungan antara cepatnya terjadi kelelahan otototot volunter dan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10-20 kali lebih
lama dari normal). (Price dan Wilson, 1995).
Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan
umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter yang dipengaruhi oleh fungsi
saraf kranial. Serangan dapat terjadi pada beberapa usia, ini terlihat paling sering
pada wanita antara 15-35 tahun dan pada pria sampai 40 tahun.
B. Etiologi
1. Autoimun : direct mediated antibody
2. Virus
3. Pembedahan
4. Stres
5. Alkohol
6. Tumor mediastinum
7. Obat-obatan :
a. Antibiotik (Aminoglycosides, ciprofloxacin, ampicillin, erythromycin)
b. B-blocker (propranolol)
c. Lithium
d. Magnesium
e. Procainamide
f. Verapamil
3
g. Chloroquine
h. Prednisone
C. Patofisiologi
Antibodi langsung menuju ke reseptor acetilkolin di neuromuscular
junction otot skeletal. Hal ini mengakibatkan penurunan jumlah reseptor nicotinic
acetylcholine pada motor end-plate, mengurangi lipatan membran postsinaps,
melebarkan celah sinaps.
D. Manifestasi klinis
1. Kelemahan otot mata dan wajah (hampir selalu ditemukan)
a. Ptosis
b. Diplobia
c. Otot mimik
2. Kelemahan otot bulbar
a. Otot-otot lidah
1) Suara nasal, regurgitasi nasal
2) Kesulitan dalam mengunyah
3) Kelemahan rahang yang berat dapat menyebabkan rahang terbuka
4) Kesulitan menelan dan aspirasi dapat terjadi dengan cairan è batuk
dan tercekik saat minum
b. Otot-otot leher
Otot-otot fleksor leher lebih terpengaruh daripada otot-otot ekstensor
c. Kelemahan otot anggota gerak
d. Kelemahan otot pernafasan
1) Kelemahan otot interkostal dan diaphragma menyebabkan retensi
CO2 hipoventilasi menyebabkan kedaruratan neuromuscular
2) Kelemahan otot faring dapat menyebabkan gagal saluran nafas atas
4
E. Klasifikasi
Tabel 2.1
Klasifikasi Miastenia
KLASIFIKASI
Miastenia Okular
KLINIS
Kelompok I
Hanya menyerang otot –otot okular, disertai ptosis dan
diplopia. Sangat ringan, tak ada kasus kematian
Kelompok Miastenia Umum
Miastenia Umum Ringan Awitan (onset) lambat, biasanya pada mata, lambat
laun menyebar ke otot – otot rangka dan bulbar
Sistem pernapasan tidak terkena. Respon terhadap
terapi obat baik
Miastenia Umum Sedang
Angka kematian rendah
Awitan bertahap dan sering disertai gejala – gejala
okular, lalu berlanjut semakin berat dengan
terserangnya seluruh otot – otot rangka dan bulbar
Disartria, disfagia, dan sukar mengunyah lebih
nyata dibandingkan dengan miastenia gravis umum
ringan. Otot – otot pernapasan tidak terkena
Respons terhadap terapi obat : kurang memuaskan
dan aktifitas klien terbatas, tetapi angka kematian
rendah
Miastenia Umum Berat
1. Fulminan akut :
Awitan yang cepat dengan kelemahan otot – otot
rangka dan bulbar dan mulai terserangnya otot –
otot pernapasan
Biasanya penyakit berkembang maksimal dalam
waktu 6 bulan
Respons terhadap obat buruk
Insiden krisis miastonik, kolinergik, maupun krisis
gabungan keduanya tinggi
5
Tingkat kematian tinggi
2. Lanjut :
Miastenia gravis berat timbul paling sedikit dua
tahun setelah awitan gejala – gejala kelompok I
atau II
Miastenia
gravis
dapat
berkembang
secara
perlahan atau tiba – tiba
Respons terhadap obat dan prognosis buruk
Miastenia Kritis
Miastenia dg kelemahan yg progresif dan terjadi
gagal nafas atau mengancam jiwa
Kelanjutan dari mistenia generalisata berat
Onset terjadi tiba2 dan biasanya dipicu oleh infeksi
saluran pernafasan atas yg berkembang menjadi
bronkhitis
atau
pnemoni,pekerjaan
fisik
yg
berlebihan, melahirkan
F. Pemeriksaan diagnostik
1. Laboratorium
a. Anti-acetylcholine receptor antibody
85% pada miastenia umum
60% pada pasien dengan miastenia okuler
b. Anti-striated muscle
Pada 84% pasien dengan timoma dengan usia kurang dari 40 tahun
c. Interleukin-2 receptor
Meningkat pada MG
Peningkatan berhubungan dengan progresifitas penyakit
2. Imaging
a. X-ray thoraks
Foto polos posisi AP dan Lateral dapat mengidentifikasi timoma
sebagai massa mediatinum anterior
b. CT scan thoraks
6
Identifikasi timoma
c. MRI otak dan orbita
Menyingkirkan penyebab lain defisit Nn. Craniales, tidak
digunakan secara rutin
3. Pemeriksaan klinis
Menatap tanpa kedip pada suatu benda yg terletak diatas bidang kedua
mata selama 30 dtk, akan terjadi ptosis
Melirik ke samping terus menerus akan terjadi diplopia
Menghitung atau membaca keras-keras selama 3 menit akan terjadi
kelemahan pita suara atau suara hilang
Tes untuk otot leher dengan mengangkat kepala selama 1 menit dalam
posisi berbaring
Tes exercise untuk otot ekstremitas, dengan mempertahankan posisi
saat mengangkat kaki dengan sudut 45° pada posisi tidur telentang 3
menit, atau duduk-berdiri 20-30 kali. Jalan diatas tumit atau jari 30
langkah, tes tidur-bangkit 5-10 kali
4. Tes tensilon (edrophonium chloride)
Suntikkan tensilon 10 mg (1 ml) i.v, secara bertahap. Mula-mula 2 mg à
bila perbaikan (-) dlm 45 dtk, berikan 3 mg lagi à bila perbaikan (-),
berikan 5 mg lagi. Efek tensilon akan berakhir 4-5 menit
Efek samping : ventrikel fibrilasi dan henti jantung
5. Tes kolinergik
6. Tes Prostigmin (neostigmin) :
Injeksi prostigmin 1,5 mg im,
dapat ditambahkan atropin untuk mengurangi efek muskariniknya spt
nausea, vomitus, berkeringat. Perbaikan terjadi pd 10-15 menit,
mencapai puncak dlm 30 menit, berakhir dalam 2-3 jam
7. Pemeriksaan EMNG ;
Pada stimulasi berulang 3 Hz terdapat penurunan amplitudo (decrement
respons) > 10% antara stimulasi I dan V. MG ringan penurunan
mencapai 50%, MG sedang sampai berat dapat sampai 80%
7
8. Pemeriksaan antibodi AChR
Antibodi AChR ditemukan pd 85-90% penderita MG generalisata,
&0% MG okular. Kadar ini tdk berkorelasi dg beratnya penyakit
9. Evaluasi Timus
Sekitar 75% penderita MG didapatkan timus yg abnormal,terbanyak
berupa hiperplasia,sedangkan15% timoma. Adanya timoma dapat
dilihat dg CT scan mediastinum, tetapi pd timus hiperplasia hasil CT
sering normal
10. Diagnosis Banding :
Sindroma Eaton-Lambert :
Sering terjadi bersamaan dg small cell Ca dari paru.
Lesi terjadi di membran pre sinaptik dimana ‘release’ Ach tidak dpt
berlangsung dg baik
Botulism
Penyebab : neurotoksin dari Clostridium botulinum, yg dpt masuk
mll makanan yg terkontaminasi
Dengan cara menghambat/menghalang-halangi pelepasan Ach dari
ujung terminal akson persinaptik
11. Pengobatan
a. Mestinon
b. Antikolinesterase : menghambat destruksi Ach
Piridostigmin bromide (Mestinon, Regonol). Dosis awal 30-60 mg
tiap 6-8 jam atau setiap 3-4 jam. Dosis optimal bervariasi tgt
kebutuhan mulai 30-120 mg setiap 4 jam. Bila > 120 mg tiap 3 jam
dpt menimbulkan à Krisis Kolinergik (G/ : dispneu, miosis,
lakrimasi, hipersalivasi, emesis, diare
Neostigmin Bromide (Prostigmin). Kerja lebih pendek. Dosis 15 mg
tiap 3-4 jam
c. Kortikosteroid : Mulai dosis rendah (12-50 mg prednison) kmd dinaikkan
pelan-pelan sampai respon optimal (maksimal 50-60 mg prednison).
Dosis dipertahankan sampai perbaikan mencapai plateau (biasanya 6-12
8
bulan). urunkan dosis sgt pelan-pelan sampai dosis pemeliharaan
minimal. Awasi efek samping obat
d. Imunosupresan
Obat ; azathiprine 1-2,5 mg/minggu Biasanya dipakai bersama
prednisone
Obat lain : Cyclosporine,Cyclophosphamide, Mycophenolate mofetil
e. Intravenous Imunoglobulin
Dosis : 0,4 gr/kg BB/hari selama 5 hari berturut2
Pada MG berat
Plasmapharesis
Pada MG berat untuk menghilangkan atau menurunkan antibodi yg
beredar dlmserum penderita
G. Penatalaksanaan
1. Periode istirahat yang sering selama siang hari menghemat kekuatan.
2. Obat antikolinesterase diberikan untuk memperpanjang waktu paruh
asetilkolin di taut neuro moskular. Obat harus diberikan sesuai jadwal
seetiap hari untuk mencegah keletihan dan kolaps otot.
3. Obat anti inflamasi digunakan untuk membatasi serangan autoimun.
4. Krisis miastenik dapat diatasi dengan obat tambahan,dan bantuan
pernapasan jika perlu.
5. Krisis kolinergik diatasi dengan atropin (penyekat asetilkolin) dan bantuan
pernapasan,sampai gejala hilang. Terapi antikolinesisterase ditunda
sampaikadar toksik obatb diatasi.
6. Krisis miastenia dan krisis kolinergik terjadi dengan cara yang
sama,namun diatasi secara berbeda. Pemberian tensilon dilakukan untuk
membedakan dua gangguan tersebut.
H. Komplikasi
1. Gagal nafas
2. Disfagia
9
3. Krisis miastenik
4. Krisis cholinergic
5. Komplikasi sekunder dari terapi obat. Penggunaan steroid yang lama :
a. Osteoporosis, katarak, hiperglikemi
b. Gastritis, penyakit peptic ulcer
c. Pneumocystis carinii
I. Prognosis
1. Tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%
2. MG yang mendapat pengobatan, angka kematian 4%
3. 40% hanya gejala okuler
10
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MIASTENIA
GRAVIS
A. Pengkajian
1. Identitas klien yang meliputi nama,alamat,umur,jenis kelamin,dannstatus
2. Keluhan utama : kelemahan otot
3. Riwayat kesehatan : diagnosa miastenia gravis didasarkan pada riwayat
dan presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan
pemulihan kekuatan parsial setelah istirahat sangatlah menunjukkan
miastenia gravis, pasien mungkin mengeluh kelemahan setelah melakukan
pekerjaan fisik yang sederhana. Riwayat adanya jatuhnya kelopak mata
pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang
kelemahan otot.
4. Pemeriksaan fisik :
a. B1(breathing): dispnea,resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan
akut, kelemahan otot diafragma
b. B2(bleeding) : hipotensi / hipertensi .takikardi / bradikardi
c. B3(brain)
: kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi
okular,jatuhnya mata atau dipoblia
d. B4(bladder)
:
menurunkan
fungsi
kandung
kemih,retensi
urine,hilangnya sensasi saat berkemih
e. B5(bowel)
: kesulitan mengunyah-menelan,disfagia, dan peristaltik
usus turun, hipersalivasi,hipersekresi
f. B6(bone)
: gangguan aktifitas / mobilitas fisik,kelemahan otot yang
berlebih
B. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifanpola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot
pernafasan
2. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan ptosis,dipoblia
11
3. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan fungsi indra penglihatan tidak
optimal
4. Gangguan aktivitas
hidup sehari-hari yang berhubungan dengan
kelemahan fisik umum, keletihan
5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,gangguan
pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangankontrol tonus otot
fasial atau oral
6. Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan
komunikasi verbal
C. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot
pernafasan
Tujuan
Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan intervensi polapernapasan
klien kembali efektif
Kriteria hasil :
Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal
Bunyi nafas terdengar jelas
Respirator terpasang dengan optimal
Intervensi
1. Kaji Kemampuan ventilasi
1. Untuk
Rasionalisasi
klien dengan
penurunan
kapasitasventilasi, perawat mengkaji
frekuensipernapasan, kedalaman, dna
bunyi nafas,pantau hasil tes fungsi
paru-paru
tidal,
kapasitas
vital,
kekuatan inspirasi),dengan interval
yang
sering
dalammendeteksi
masalah pau-paru, sebelumperubahan
kadar gas darah arteri dansebelum
tampak gejala klinik.
12
2. Kaji kualitas,
frekuensi, dan 2. Dengan mengkaji kualitas, frekuensi,
kedalaman
pernapasan,
dankedalaman
laporkansetiap perubahan yang
terjadi.
3. Baringkan
klien
dapatmengetahui
sejauh
kita
mana
perubahan kondisiklien.
dalamposisi 3. Penurunan diafragma memperluas
yang nyamandalam posisi duduk
4. Observasi
pernapasan,
daerah dada sehingga ekspansi paru
bisa maksimal
vital 4. Peningkatan RR
tanda-tanda
(nadi,RR)
merupakan
dan
takikardi
indikasi
adanya
penurunan fungsi paru
2. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan ptosis, dipoblia
Tujuan
Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
Kriteria hasil :
Adanya perubahan kemampuan yang nyata
Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang
Intervensi
1. Tentukan kondisi patologis klien
2. Kaji
gangguan
Rasional
1. Untuk mengetahui tipe dan lokasi
yang mengalami gangguan.
penglihatan 2. Untuk mempelajari kendala yang
terhadap perubahan persepsi
berhubungan
dengan
disorientasi
klien.
3. Latih klien untuk melihat suatu 3. Agar klien tidak kebingungan dan
obyek dengan telaten dan seksama
lebih berkonsentrasi.
4. Observasi respon perilaku klien, 4. Untuk mengetahui keadaan emosi
seperti
menangis,
bahagia,
klien
bermusuhan, halusinasi setiap saat.
5. Berbicaralah dengan klien secara 5. Memfokuskan
tenang
dan
gunakan
kalimat-
sehingga
kalimat pendek.
dimengerti.
13
setiap
perhatian
masalah
klien,
dapat
3. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan fungsi indra penglihatan yang tidak
optimal
Tujuan
Menyatakan
pemahaman
terhadap
faktor
yang
terlibat
dalam
kemungkinan cedera.
Kriteria hasil :
Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan
faktor resiko dan melindungi diri dari cedera.
Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk meningkatkan
keamanan
1.
Intervensi
Rasionalisasi
Kaji kemampuan klien dalam 1. Menjadi data dasar dalam melakukan
melakukan aktivitas
2. Atur cara beraktivitas
intervensi selanjutnya
klien 2. Sasaran klien adalah memperbaiki
sesuai kemampuan
kekuatandan daya tahan. Menjadi
partisipan
harus
dasar
dalampengobatan,
belajar
tentangfakta-faakta
mengenai
agen-
agenantikolinesterase-kerja,
penyesuaiandosis,
klien
waktu,
gejala-gejala
kelebihan dosis, danefek toksik. Dan
yang
penting
padapengguaan
medikasi dengan tepat waktuadalah
ketegasan.
3. Evaluasi Kemampuan aktivitas 3. Menilai singkat keberhasilan dari
motorik
terapi yang boleh diberikan
4. Gangguan aktivitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan kelemahan
fisik umum, keletihan
Tujuan
Infeksi bronkhopulmonal dapat dikendalikan untuk menghilangkan edema
inflamasi dan memungkinkanpenyembuhan aksi siliaris normal. Infeksi
14
pernapasan minor yang tidak memberikan dampak pada individu yang
memilikiparu-paru normal, dapat berbahaya bagi klien dengan PPOM
Kriteria hasil :
Frekuensi nafas 16-20 x/menit, frekuensi nadi 70-90x/menit
Kemampuan batuk efektif dapat optimal
Tidak ada tanda peningkatan suhu tubuh
Intervensi
Rasionalisasi
1. Kaji kemampuan klien dalam 1. Menjadi data dasar dalam melakukan
melakukan aktivitas
2. Atur cara beraktivitas
intervensi selanjutnya
klien 2. Sasaran klien adalah memperbaiki
sesuai kemampuan
kekuatandan daya tahan. Menjadi
partisipan
harus
dasar
dalampengobatan,
belajar
tentangfakta-faakta
mengenai
agen-
agenantikolinesterase-kerja,
penyesuaiandosis,
klien
waktu,
gejala-gejala
kelebihan dosis, danefek toksik. Dan
yang
penting
padapengguaan
medikasi dengan tepat waktuadalah
ketegasan.
3. Evaluasi Kemampuan aktivitas 3. Menilai singkat keberhasilan dari
motorik
terapi yang boleh diberikan
5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,gangguan
pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangankontrol tonus otot
fasial atau oral
Tujuan
Klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi,
mampu mengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa
isyarat
Kriteria hasil :
Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat dipenuhi
15
Klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun
isyarat.
Intervensi
1. Kaji komunikasi verbal klien.
1.
Rasionalisasi
Kelemahan otot-otot bicara klien
krisis miastenia gravis dapat berakibat
pada komunikasi
komunikasi 2. Teknik
untuk
2. Lakukan
metode
yang
idealsesuai
dengan
meningkatkan
komunikasimeliputi
kondisiklien
mendengarkan
klien, mengulangiapa yang mereka
coba komunikasikan dengan jelas dan
membuktikan yang diinformasikan,
berbicara
dengan
kedipan
mata
klienterhadap
mereka
dan
ataugoyangkan jari-jari tangan atau
kaki untukmenjawab ya/tidak. Setelah
periode krisis klien selalu mampu
mengenal kebutuhan mereka.
3. Beri peringatan bahwaklien di 3. Untuk
kenyamanan
ruang
inimengalami
berhubungan
gangguanberbicara, sediakan bel
yang
dengan
ketidakmampuan komunikasi
khusus bila perlu
4. Antisipasi dan bantu kebutuhan 4. Membantu menurunkan frustasi oleh
klien
karenaketergantungan
atau
ketidakmampuan berkomunikasi
6. Ucapkan langsung kepada klien 5. Mengurangi
kebingungan
atau
dengan
berbicara
tenang,gunakan
pelan
dan
kecemasanterhadap
pertanyaan
informasi.
denganjawaban ”ya” atau”tidak”
banyaknya
Memajukanstimulasi
komunikasi ingatan dan kata-kata.
dan perhatikanrespon klien
7. Kolaborasi: konsultasi ke ahli 6. Mengkaji
terapi bicara
kemampuan
individual,sensorik,
serta
16
fungsi
dan
kognitif
verbal
motorik,
untuk
mengidentifikasi defisit dankebutuhan
terapi
6. Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan komunikasi
verbal
Tujuan
Citra diri klien meningkat
Kriteria hasil :
Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang
terdekat tentang situasi dan perubahan yangsedang terjadi
Mampu menyatakan penerimaan diriterhadap situasi
Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam kosep diri
dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif.
1. Kaji
Intervensi
Rasionalisasi
perubahan darigangguan 1. Menentukan
bantuan
persepsi danhubungan dengan
individual
dalam menyusun rencana perawatan
derajat ketidakmampuan
ataupemilihan intervensi.
2. Identifikasi arti dari Kehilangan 2. Beberapa klien dapat
atau disfungsi pada klien.
menerima
danmengatur beberapa fungsi secara
efektifdengan
sedikit
penyesuaian
diri, sedangkanyang lain mempunyai
kesulitanmembandingkan
mengenal
dan mengaturkekurangan.
3. Bantu dan anjurkan perawatan 3. Membantu meningkatkan perasaan
yang
baik
dan
memperbaiki
hargadiri dan mengontrol lebih dari
kebiasaan
satu areakehidupan
4. Anjurkan orang yang Terdekat 4. Menghidupkan kembali
untuk
mengizinkan
klien
kemandirian
melakukan hal untuk dirinya
sebanyak-banyaknya
5. Kolaborasi: rujuk pada
neuropsikologi
dan
dan
perkembanganharga
perasaan
membantu
diri
serta
mempengaruhi prosesrehabilitasi
ahli 5. Dapat memfasilitasi perubahan peran
konseling
yang penting untuk perkembangan
17
bila ada indikasi.
perasaan
18
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi
kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan. Myasthenia
gravis dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Namun lebih
sering terjadi pada para wanita sehingga kita sebagai perawat harus bisa
menentukan diagnosa keperawatan terhadap pasien dengan myastenia gravis
serta perlu melakukan beberapa tindakan dan asuhan kepada pasien dengan
masalah tersebut.
B. Saran
Adapun saran yang akan disampaikan adalah sebagai berikut.
1. Setelah memahami tentang konsep asuhan keperawatan terhadap pasien
dengan myastenia gravis tentunya bisa dilakukan penerapan yang baik
untuk dapat melakukan asuhan keperawatan yang tepat pada klien secara
komprehensif sehingga dapat menetapkan diagnosis yang benar agar dapat
dilakukan perawatan yang lebih intensif.
2. Semua tenaga kesehatan dapat bekerja sama untuk dapat memberikan
perawatan yang benar terhadap pasien dengan myastenia gravis.
19
DAFTAR PUSTAKA
Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi klinis 2nded., Gajah Mada University
Press, Yogyakarta
Howard, J.F., 1997, Department of Neurology, The University of North
Carolina
at
Chapol
Hill.
http://www.myasthenia.org/information/summary.htm
Lombardo,M.C., 1995, Penyakit Degeneratif dan Gangguan Lain Pada
Sistem Saraf, dalam S.A. Price, L.M. Wilson, (eds), Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit 4th ed., EGC, Jakarta
Mardjono, M., 2003, Neurologi Klinis Dasar 9th ed., hal 55,149,348, Dian
Rakyat, Jakarta
Murray, R.K., 1997, Dasar Biokimiawi Beberapa Kelainan Neuropsikiatri,
dalam R.K. Murray, D.K. Granner, P.A. Mayes, V.W. Rodwell, (eds),
Biokimiawi Harper 24th ed., EGC, Jakarta
NINDS
Myasthenia
Gravis
Fact
Sheet,
2003.
http://www.ninds.nih.gov/health_and_medical/pubs/myastheniagravis.
htm
Sidharta, P., 1999, Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum, hal 129,142,
167, 174, 421, Dian Rakyat, Jakarta
Sidharta, P., 1999, Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi, hal 139,
280, 317, 366, 390, 421, 576, Dian Rakyat, Jakarta
Walshe III, T.M., 1995, Disease of Nerve And Muscle, dalam M.A.
Samuels, (eds), Manual Of Neurologic Therapeutics 5th ed., Little
brown And Company, London
20