Ruang lingkup public relations di
Pertemuan 4
MODUL
PENGANTAR HUMAS (3 SKS)
Oleh: Irmulan Sati T., SH, M.Si
POKOK BAHASAN
Definisi Citra dan Kompetensi PR sebagai pembangun citra organisasi
DESKRIPSI
Pokok bahasan citra dan kompetensi PR sebagai pembangun citra organisasi
menguraikan tentang definisi citra, jenis – jenis citra dalam organisasi yang perlu
dipahami oleh seorang PR, proses pembentukan citra organisasi dalam diri individu,
signifikansi penelitian citra dan konsep citra (yang dibentuk oleh PR) dalam perspektif
model komunikasi.
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
Setelah mengikuti mata kuliah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami dan mampu
menjelaskan kembali definisi citra dan peran PR dalam membangun citra organisasi.
Kepustakaan:
1. Jane Johnson dan Cara Zawawi, Public Relations : Theory and Practice, Allen &
Unwin, Australia, 2000, Chapter 3.
2. Frank Jefkins, Public Relations, Edisi Empat, Penerbit Erlangga, 1995, Chapter
2.
3. M. Linggar Anggoro, Teori dan Profesi Kehumasan serta Aplikasinya di
Indonesia, 2000.
4. Soleh Soemirat dan Elvinardo Ardianto, Dasar-dasar Public Relations,
Rosdakarya, 2002.
Irmulan Sati T / Public Relations
1
Citra Perusahaan
Citra merupakan kesan, perasaan, gambaran diri publik terhadap perusahaan,
kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu obyek, orang atau organisasi. Citra
adalah cara bagaimana pihak lain memandang sebuah perusahaan, seseorang, suatu
komite atau suatu aktivitas. Setiap peruahaan mempunyai citra. Setiap perusahaan
mempunyai citra sebanyak jumlah orang yang memandangnya. Berbagai citra
perusahaan datang dari pelanggan perusahaan, pelanggan potensial, bankir, staf
perusahaan, pesaing, distributor, pemasok, asosiasi dagang dan gerakan pelanggan di
sektor perdagangan yang mempunyai pandangan terhadap perusahaan. (Katz,1994
dalam Soemirat dan Ardianto)
Citra adalah kesan yang diperoleh seseorang berdasarkan pengetahuan dan
pengertiannya tentang fakta-fakta atau kenyataan. Untuk mengetahui citra seseorang
terhadap suatu obyek dapat diketahui dari sikapnya terhadap obyek tersebut. Jalaluddin
Rakhmat (dalam Soemirat dan Ardianto, 2002: 114) menyatakan semua sikap
bersumber pada organisasi kognitif -- pada informasi dan pengetahuan yang kita miliki
--.
Tidak akan ada teori sikap atau aksi sosial yang tidak didasarkan pada
penyelidikan tentang dasar-dasar kognitif. Efek kognitif dari komunikasi sangat
mempengaruhi proses pembentukan citra seseorang. Citra terbentuk berdasarkan
pengetahuan dan informasi -- informasi yang diterima seseorang --. Komunikasi tidak
secara langsung menimbulkan perilaku tertentu, tetapi cenderung mempengaruhi cara
kita mengorganisasikan citra kita tentang lingkungan. (Danasaputra, 1995 dalam
Soemirat dan Ardianto, 2002: 114)
Proses pembentukan citra dalam struktur kognitif yang sesuai dengan pengertian
sistem komunikasi dijelaskan oleh John S. Nimpoeno, dalam laporan penelitian tentang
Tingkah Laku Konsumen, seperti yang dikutip Danasaputra, sebagai berikut:
Model Pembentukan Citra: pengalaman mengenai stimulus
Irmulan Sati T / Public Relations
2
Kognisi
Stimulus Rangsang
Respon Perilaku
Persepsi
Sikap
Motivasi
Public Relations digambarkan sebagai input output, proses intern dalam model
ini adalah pembentukan citra, sedangkan input adalah stimulus yang diberikan dan
output adalah tanggapan atau perilaku tertentu. Citra itu sendiri digambarkan melalui
persepsi kognisi – motivasi – sikap.
“ … Proses – proses psikodinamis yang berlangsung pada individu konsumen berkisar
antara komponen-komponen persepsi, kognisi, motivasi dan sikap konsumen terhadap
produk. Keempat komponen itu diartikan sebagai mental rerpesentation (citra) dari
stimulus” (Nimpoeno, dalam Danasaputra, 1995: 36)
Model pembentukan citra ini menunjukkan bagaimana stimulus yang berasal
dari luar diorganisasikan dan mempengaruhi respons. Stimulus (rangsang) yang
diberikan pada individu dapat diterima atau ditolak. Jika rangsang ditolak proses
selanjutnya tidak akan berjalan, hal ini menunjukkan bahwa rangsang tersebut tidak
efektif dalam mempengaruhi individu karena tidak ada perhatian dari individu tersebut.
Sebaliknya, jika rangsang itu diterima oleh individu, berarti terdapat komunikasi dan
terdapat perhatian dari organisme, dengan demikian proses selanjutnya dapat berjalan.
Empat komponen persepsi – kognisi – motivasi – sikap diartikan sebagai citra
individu terhadap rangsang. Ini disebut sebagai
“picture in our head” oleh Walter
Lipman. Jika stimulus mendapat perhatian, individu akan berusaha untuk mengerti
tentang rangsang tersebut. Persepsi diartikan sebagai hasil pengamatan terhadap unsur
lingkungan yang dikaitkan dengan suatu proses pemaknaan. Dengan kata lain, individu
Irmulan Sati T / Public Relations
3
akan memberikan makna terhadap rangsang berdasarkan pengalamannya mengenai
rangsang.
Kemampuan mempersepsi itulah yang dapat melanjutkan proses pembentukan
citra. Persepsi atau pandangan individu akan positif apabila informasi yang diberikan
oleh rangsang dapat memenuhi kognisi individu. Kognisi yaitu suatu keyakinan diri dari
individu terhadap stimulus. Keyakinan ini akan timbul apabila individu telah mengerti
rangsang tersebut, sehingga individu harus diberikan informasi-informasi yang cukup
yang dapat mempengaruhi perkembangan kognisinya.
Motivasi dan sikap yang ada akan menggerakkan respons seperti yang
diinginkan oleh pemberi rangsang. Motif adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang
mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna
mencapai suatu tujuan.
Sikap adalah kencenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa
dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan
kencenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu. Sikap mempunyai daya
pendorong atau motivasi. Sikap menentukan apakah orang harus pro atau kontra
terhadap sesuatu, menentukan apa yang disukai, diharapkan dan diinginkan. Sikap
mengandung aspek evaluatif, artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak
menyenangkan. Sikap ini juga dapat diperteguh atau diubah.
Proses pembentukan citra pada akhirnya akan menghasilkan sikap, pendapat,
tanggapan atau perilaku umum. Untuk mengetahui bagaimana citra suatu perusahaan
atau lembaga di benak publiknya dibutuhkan adanya suatu penelitian. Melalui penelitian,
perusahaan dapat mengetahui secara pasti sikap publik terhadap lembaganya,
mengetahui apa yang disukai dan apa yang tidak disukai oleh publiknya.
Pentingnya penelitian citra, ungkap H. Frazier Moore (dalam Danasaputra),
penelitian citra menentukan sosok institusional dan citra perusahaan dalam pikiran
publik dengan mengetahui secara pasti sikap masyarakat terhadap sebuah organisasi,
bagaimana mereka memahami dengan baik, dan apa yang mereka sukai dan tidak
sukai
tentang
organisasi
tersebut.
Penelitian
citra
memberi
informasi
untuk
mengevaluasi kebijaksanaan, memperbaiki kesalahpahaman, menentukan daya tarik
pesan hubungan masyarakat dan meningkatkan citra hubungan masyarakat dalam
pikiran publik.
Menurut William V Haney, dalam Danasaputra (dalam Soemirat dan Ardianto,
2002:117) pentingnya penelitian mencakup, pertama, memprediksi tingkah laku publik
Irmulan Sati T / Public Relations
4
sebagai
reaksi
terhadap
tindakan
lembaga
/
organisasi
perusahaan,
kedua,
mempermudah usaha kerjasama dengan publik dan ketiga, memelihara hubungan yang
ada.
Dengan melakukan penelitian citra, perusahaann dapat mengetahui secara pasti
sikap publik terhadap organisasi maupun terhadap produk barang atau jasa yang
dihasilkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Dari penelitian citra ini, perusahaan
juga dapat mengetahui apa-apa yang disukai dan tidak disukai publik tentang
perusahaan, dengan demikian perusahaan dapat mengambil langkah-langkah yang
tepat bagi kebijaksanaan perusahaan selanjutnya. (Danasaputra, 1995: 40)
Berikut ini adalah bagan dari orientasi publik relations, yakni image building
(membangun citra), dapat dilihat sebagai model komunikasi dalam Public Relations.
(Soemirat dan Ardianto, 2002: 118)
Model Komunikasi dalam Public Relations
Sumber = Perusahaan/lembaga/organisasi
Komunikator = Bidang/divisi PR
Pesan = Kegiatan-kegiatan
Komunikan = Publik PR
Efek = Citra publik terhadap perusahaan/ lembaga organisasi
Irmulan Sati T / Public Relations
5
Konteks Teoritis Public Relations
Konteks teori teori umum dalam Komunikasi dengan Public Relations (PR) harus
dipahami dari awal, karena dengan pemahaman teori yang komprehensif akan semakin
mengukuhkan bahwa sebenarnya keseluruhan pengertian, aktivitas, strategi dan taktik
PR mengacu pada tahap tahap teoritis yang sudah ada sebelumnya, baik dari konsep
sosiologi, psikologi, masyarakat, politik dan lain sebagainya.
Teori tentang PR adalah bagaimana melibatkan masyarakat agar termotivasi
atau bagaimana mereka dapat dipersuasi, hal ini meminjam istilah dan konsep dari
domain ilmu psikologi atau sosial psikologi. Teori teori ini juga secara umum
menekankan
pada
profesi marketing
dan
periklanan.
Beberapa
dari
mereka
menyarankan tahapan tahapan dimana setiap individu menjadi paham atas hal hal dan
bagaimana mereka menjangkau keputusannya untuk sebelumnya bertindak. Jika teori
teori ini efektif dapat memfasilitasi desain dan waktu atas perbedaan bagian dari
program PR berkaitan dengan mental dan proses perilaku atas khalayak publik.
Teori Learning sosial
Teori learning sosial menyarankan bahwa masyarakat dapat memodifikasi
perilaku mereka dan sikap mereka berusaha menyamai perilaku dan tindakan yang
dikelola oleh orang lain jika terdapat reward psikologi atas apa yang dilakukannya.
Dalam teori ini menawarkan cara memahami bagaimana masyarakat dapat didukung
untuk berinteraksi sebaik mungkin terhadap organisasi dan cara menganalisis problem
dalam organisasi dimana hubungan itu dapat ditingkatkan.
Teori Persuasi
Ada banyak teori yang mampu menjelaskan bahwa masyarakat dapat
dipersuasi. Teori stimulus respon, menyarankan bahwa masyarakat dapat dikondisikan
ke dalam pemikiran atas kepastian cara dengan contoh yang sederhana. Kognisi
menyederhanakan pemahaman rasional. Jika organisasi proses komunikasinya jelas
dan publiknya juga paham, maka informasi yang dibuatpun akan dapat dikenali dan
dimengerti.
Persuasi dan motivasi menjelaskan penambahan pendekatan kognitif satu atau
dua sangat bagus alasannya mengapa masyarakat tertarik. Hal itu juga berkaitan
dengan pemahaman, motivasi untuk melakukan sesuatu. Aspek sosial dan personality
dibutuhkan dalam program PR.
Irmulan Sati T / Public Relations
6
Hirarkhi efek
Teori hirarkhi efek merupakan runtutan dari tahap tahap keterlibatan PR atau
proses persuasi yang sama. Mc. Elreath memberikan beberapa tahap antara lain (a)
pesan, kampanye atau program yang disusun, (b)pesan pesan tersebut dikirim untuk
mendapatkan efek, (c)pesan yang diterima, (d)munculnya pemahaman diantara kedua
belah pihak, (e)efek dari pemahaman yang timbul dan perilaku yang terjadi (jika program
dapat berjalan secara sukses), (f)adanya perubahan perilaku yang mengikutinya. (1993:
159) Bagaimanapun juga hal ini sangat sederhana teorinya, untuk merencanakan
tahapan tahapan PR aktivitas. Hal ini mengacu pada asumsi progres event dapat
diprediksi, dimana terdapat keragaman hubungan dengan aspek lain yakni aspek
semiotik, teori situasional, teori kognitif dan teori kritis.
Teori Difusi
Teori ini berkaitan dengan tahapan tahapan masyarakat yang berpikir sebelem
mereka menentukan keputusannya apa. Teori difusi menekankan pada media yang
seringkali terlibat dalam tahap pemahaman dan keinginan, dimana kontak personal
sangat diperlukan untuk mengevaluasi dan tahap pembuatan keputusan. Masyarakat
memperoleh ide ide dari kampanye PR. Tetapi mereka juga menjaga diskusi ide idenya
dengan teman teman mereka sendiri, keluarga dan komunitas sebelum menentukan
apakah mereka akan mengadopsinya atau tidak sementara mereka melakukan sesuatu
atas hasil adopsi atau persetujuan atas ide ide tersebut. Implikasi atas PR adalah bahwa
pesan itu sendiri tidak cukup untuk merubah perilaku. Beberapa keterlibatan dalam
komunitas atau kehidupan personal atas target khalayak dapat dibutuhkan untuk hasil
yang efektif. Hal ini tergantung pada keterlibatan hubungan, pencapaian pembentukan
opini dan hubungan yang baik dengan karyawan.
Teori Organisasi dan Komunikasi Organisasi
Kebanyakan studi tentang organisasi berdasarkan pada sistem. Pendekatan
sistem menggunakan cara biological dan perubahan elektronik dan proses mekanisme
sinyal (cybernet) yang mengoperasikan sebagai suatu sinonim (perbandingan) untuk
beberapa cara masyarakat dan organisasinya yang mampu mengatur dirinya sendiri.
Memahami organisasi dapat membantu mengidentifikasi posisi dan peran (posisi dan
peran yang dipilih) atas public relations di dalam organisasi tersebut. Pendekatan sistem
menjelaskan cara kerja organisasi memiliki dukungan literatur yang besar dan kuat.
Irmulan Sati T / Public Relations
7
Teori Sistem
Teori sistem digunakan agar teori dapat dikembangkan oleh PR untuk membantu
aktivitas PR. Perbedaan antara sistem terbuka dan sistem tertutup dipertimbangkan
lebih intrunsiv. Organisasi terdiri dari subsistem yakni manajemen, departemen
produksi, sales dan PR. Dalam sistem open model subsistem ini dapat dilihat sebagai
suatu dialog antara sistem diluar yakni pemerintah, konsumen, supllier, media dan lain
sebagainya.
Dalam sistem tertutup dari departemen internal dari organisasi, mereka tidak
saling terbuka diantara mereka sendiri terhadap komentar dan feedback atas publik
eksternal dan organisasi. Hal yang terpenting untuk menegaskan bahwa sistem lebih
teoritis. Hal ini membandingkan dengan entitas biologis terhadap regulasi yang ada
dalam organisasi, seperti sirkulasi darah dan mahluk hidup. Self regulasi dipacu oleh
feedback informasi yang dikumpulkan melalui komponen yang jelas. Feedback dapat
mengkontrol dan membantu terhindar dari kerusakan kerusakan dan kesalahan. Sistem
yang bagus mendukung adanya keseimbangan kebutuhan dan apa yang diharapkan
terhadap sistem dan apa yang diharapkan dengan keberadaan yang lebih sukses.
Sistem tertutup dan terbuka dari proses komunikasi, seperti terurai di bawah ini:
Sistem boundary spanning PR
beroperasi membuka sistem
tertutup keluar organisasi,
sehingga membentuk sistem
terbuka.
Mutual Komunikasi eksternal
Asosiasi Profesional
Pemerintah
Konsumen
Kelompok kepentingan
Kelompok pedagang
Kelompok minoritas
Media
Khalayak
Kelompok lainnya
Aktivita
s PR
Management
Produksi
Sales
Irmulan Sati T / Public Relations
Kegiatan PR dalam sistem
boundary
spanning
dan
memiliki sistem tertutup atas
komunikasi,
jika
tidak
diterapkan maka organisasi
tidak mampu mendengar
kebutuhan khalayak
8
Irmulan Sati T / Public Relations
9
MODUL
PENGANTAR HUMAS (3 SKS)
Oleh: Irmulan Sati T., SH, M.Si
POKOK BAHASAN
Definisi Citra dan Kompetensi PR sebagai pembangun citra organisasi
DESKRIPSI
Pokok bahasan citra dan kompetensi PR sebagai pembangun citra organisasi
menguraikan tentang definisi citra, jenis – jenis citra dalam organisasi yang perlu
dipahami oleh seorang PR, proses pembentukan citra organisasi dalam diri individu,
signifikansi penelitian citra dan konsep citra (yang dibentuk oleh PR) dalam perspektif
model komunikasi.
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
Setelah mengikuti mata kuliah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami dan mampu
menjelaskan kembali definisi citra dan peran PR dalam membangun citra organisasi.
Kepustakaan:
1. Jane Johnson dan Cara Zawawi, Public Relations : Theory and Practice, Allen &
Unwin, Australia, 2000, Chapter 3.
2. Frank Jefkins, Public Relations, Edisi Empat, Penerbit Erlangga, 1995, Chapter
2.
3. M. Linggar Anggoro, Teori dan Profesi Kehumasan serta Aplikasinya di
Indonesia, 2000.
4. Soleh Soemirat dan Elvinardo Ardianto, Dasar-dasar Public Relations,
Rosdakarya, 2002.
Irmulan Sati T / Public Relations
1
Citra Perusahaan
Citra merupakan kesan, perasaan, gambaran diri publik terhadap perusahaan,
kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu obyek, orang atau organisasi. Citra
adalah cara bagaimana pihak lain memandang sebuah perusahaan, seseorang, suatu
komite atau suatu aktivitas. Setiap peruahaan mempunyai citra. Setiap perusahaan
mempunyai citra sebanyak jumlah orang yang memandangnya. Berbagai citra
perusahaan datang dari pelanggan perusahaan, pelanggan potensial, bankir, staf
perusahaan, pesaing, distributor, pemasok, asosiasi dagang dan gerakan pelanggan di
sektor perdagangan yang mempunyai pandangan terhadap perusahaan. (Katz,1994
dalam Soemirat dan Ardianto)
Citra adalah kesan yang diperoleh seseorang berdasarkan pengetahuan dan
pengertiannya tentang fakta-fakta atau kenyataan. Untuk mengetahui citra seseorang
terhadap suatu obyek dapat diketahui dari sikapnya terhadap obyek tersebut. Jalaluddin
Rakhmat (dalam Soemirat dan Ardianto, 2002: 114) menyatakan semua sikap
bersumber pada organisasi kognitif -- pada informasi dan pengetahuan yang kita miliki
--.
Tidak akan ada teori sikap atau aksi sosial yang tidak didasarkan pada
penyelidikan tentang dasar-dasar kognitif. Efek kognitif dari komunikasi sangat
mempengaruhi proses pembentukan citra seseorang. Citra terbentuk berdasarkan
pengetahuan dan informasi -- informasi yang diterima seseorang --. Komunikasi tidak
secara langsung menimbulkan perilaku tertentu, tetapi cenderung mempengaruhi cara
kita mengorganisasikan citra kita tentang lingkungan. (Danasaputra, 1995 dalam
Soemirat dan Ardianto, 2002: 114)
Proses pembentukan citra dalam struktur kognitif yang sesuai dengan pengertian
sistem komunikasi dijelaskan oleh John S. Nimpoeno, dalam laporan penelitian tentang
Tingkah Laku Konsumen, seperti yang dikutip Danasaputra, sebagai berikut:
Model Pembentukan Citra: pengalaman mengenai stimulus
Irmulan Sati T / Public Relations
2
Kognisi
Stimulus Rangsang
Respon Perilaku
Persepsi
Sikap
Motivasi
Public Relations digambarkan sebagai input output, proses intern dalam model
ini adalah pembentukan citra, sedangkan input adalah stimulus yang diberikan dan
output adalah tanggapan atau perilaku tertentu. Citra itu sendiri digambarkan melalui
persepsi kognisi – motivasi – sikap.
“ … Proses – proses psikodinamis yang berlangsung pada individu konsumen berkisar
antara komponen-komponen persepsi, kognisi, motivasi dan sikap konsumen terhadap
produk. Keempat komponen itu diartikan sebagai mental rerpesentation (citra) dari
stimulus” (Nimpoeno, dalam Danasaputra, 1995: 36)
Model pembentukan citra ini menunjukkan bagaimana stimulus yang berasal
dari luar diorganisasikan dan mempengaruhi respons. Stimulus (rangsang) yang
diberikan pada individu dapat diterima atau ditolak. Jika rangsang ditolak proses
selanjutnya tidak akan berjalan, hal ini menunjukkan bahwa rangsang tersebut tidak
efektif dalam mempengaruhi individu karena tidak ada perhatian dari individu tersebut.
Sebaliknya, jika rangsang itu diterima oleh individu, berarti terdapat komunikasi dan
terdapat perhatian dari organisme, dengan demikian proses selanjutnya dapat berjalan.
Empat komponen persepsi – kognisi – motivasi – sikap diartikan sebagai citra
individu terhadap rangsang. Ini disebut sebagai
“picture in our head” oleh Walter
Lipman. Jika stimulus mendapat perhatian, individu akan berusaha untuk mengerti
tentang rangsang tersebut. Persepsi diartikan sebagai hasil pengamatan terhadap unsur
lingkungan yang dikaitkan dengan suatu proses pemaknaan. Dengan kata lain, individu
Irmulan Sati T / Public Relations
3
akan memberikan makna terhadap rangsang berdasarkan pengalamannya mengenai
rangsang.
Kemampuan mempersepsi itulah yang dapat melanjutkan proses pembentukan
citra. Persepsi atau pandangan individu akan positif apabila informasi yang diberikan
oleh rangsang dapat memenuhi kognisi individu. Kognisi yaitu suatu keyakinan diri dari
individu terhadap stimulus. Keyakinan ini akan timbul apabila individu telah mengerti
rangsang tersebut, sehingga individu harus diberikan informasi-informasi yang cukup
yang dapat mempengaruhi perkembangan kognisinya.
Motivasi dan sikap yang ada akan menggerakkan respons seperti yang
diinginkan oleh pemberi rangsang. Motif adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang
mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna
mencapai suatu tujuan.
Sikap adalah kencenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa
dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan
kencenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu. Sikap mempunyai daya
pendorong atau motivasi. Sikap menentukan apakah orang harus pro atau kontra
terhadap sesuatu, menentukan apa yang disukai, diharapkan dan diinginkan. Sikap
mengandung aspek evaluatif, artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak
menyenangkan. Sikap ini juga dapat diperteguh atau diubah.
Proses pembentukan citra pada akhirnya akan menghasilkan sikap, pendapat,
tanggapan atau perilaku umum. Untuk mengetahui bagaimana citra suatu perusahaan
atau lembaga di benak publiknya dibutuhkan adanya suatu penelitian. Melalui penelitian,
perusahaan dapat mengetahui secara pasti sikap publik terhadap lembaganya,
mengetahui apa yang disukai dan apa yang tidak disukai oleh publiknya.
Pentingnya penelitian citra, ungkap H. Frazier Moore (dalam Danasaputra),
penelitian citra menentukan sosok institusional dan citra perusahaan dalam pikiran
publik dengan mengetahui secara pasti sikap masyarakat terhadap sebuah organisasi,
bagaimana mereka memahami dengan baik, dan apa yang mereka sukai dan tidak
sukai
tentang
organisasi
tersebut.
Penelitian
citra
memberi
informasi
untuk
mengevaluasi kebijaksanaan, memperbaiki kesalahpahaman, menentukan daya tarik
pesan hubungan masyarakat dan meningkatkan citra hubungan masyarakat dalam
pikiran publik.
Menurut William V Haney, dalam Danasaputra (dalam Soemirat dan Ardianto,
2002:117) pentingnya penelitian mencakup, pertama, memprediksi tingkah laku publik
Irmulan Sati T / Public Relations
4
sebagai
reaksi
terhadap
tindakan
lembaga
/
organisasi
perusahaan,
kedua,
mempermudah usaha kerjasama dengan publik dan ketiga, memelihara hubungan yang
ada.
Dengan melakukan penelitian citra, perusahaann dapat mengetahui secara pasti
sikap publik terhadap organisasi maupun terhadap produk barang atau jasa yang
dihasilkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Dari penelitian citra ini, perusahaan
juga dapat mengetahui apa-apa yang disukai dan tidak disukai publik tentang
perusahaan, dengan demikian perusahaan dapat mengambil langkah-langkah yang
tepat bagi kebijaksanaan perusahaan selanjutnya. (Danasaputra, 1995: 40)
Berikut ini adalah bagan dari orientasi publik relations, yakni image building
(membangun citra), dapat dilihat sebagai model komunikasi dalam Public Relations.
(Soemirat dan Ardianto, 2002: 118)
Model Komunikasi dalam Public Relations
Sumber = Perusahaan/lembaga/organisasi
Komunikator = Bidang/divisi PR
Pesan = Kegiatan-kegiatan
Komunikan = Publik PR
Efek = Citra publik terhadap perusahaan/ lembaga organisasi
Irmulan Sati T / Public Relations
5
Konteks Teoritis Public Relations
Konteks teori teori umum dalam Komunikasi dengan Public Relations (PR) harus
dipahami dari awal, karena dengan pemahaman teori yang komprehensif akan semakin
mengukuhkan bahwa sebenarnya keseluruhan pengertian, aktivitas, strategi dan taktik
PR mengacu pada tahap tahap teoritis yang sudah ada sebelumnya, baik dari konsep
sosiologi, psikologi, masyarakat, politik dan lain sebagainya.
Teori tentang PR adalah bagaimana melibatkan masyarakat agar termotivasi
atau bagaimana mereka dapat dipersuasi, hal ini meminjam istilah dan konsep dari
domain ilmu psikologi atau sosial psikologi. Teori teori ini juga secara umum
menekankan
pada
profesi marketing
dan
periklanan.
Beberapa
dari
mereka
menyarankan tahapan tahapan dimana setiap individu menjadi paham atas hal hal dan
bagaimana mereka menjangkau keputusannya untuk sebelumnya bertindak. Jika teori
teori ini efektif dapat memfasilitasi desain dan waktu atas perbedaan bagian dari
program PR berkaitan dengan mental dan proses perilaku atas khalayak publik.
Teori Learning sosial
Teori learning sosial menyarankan bahwa masyarakat dapat memodifikasi
perilaku mereka dan sikap mereka berusaha menyamai perilaku dan tindakan yang
dikelola oleh orang lain jika terdapat reward psikologi atas apa yang dilakukannya.
Dalam teori ini menawarkan cara memahami bagaimana masyarakat dapat didukung
untuk berinteraksi sebaik mungkin terhadap organisasi dan cara menganalisis problem
dalam organisasi dimana hubungan itu dapat ditingkatkan.
Teori Persuasi
Ada banyak teori yang mampu menjelaskan bahwa masyarakat dapat
dipersuasi. Teori stimulus respon, menyarankan bahwa masyarakat dapat dikondisikan
ke dalam pemikiran atas kepastian cara dengan contoh yang sederhana. Kognisi
menyederhanakan pemahaman rasional. Jika organisasi proses komunikasinya jelas
dan publiknya juga paham, maka informasi yang dibuatpun akan dapat dikenali dan
dimengerti.
Persuasi dan motivasi menjelaskan penambahan pendekatan kognitif satu atau
dua sangat bagus alasannya mengapa masyarakat tertarik. Hal itu juga berkaitan
dengan pemahaman, motivasi untuk melakukan sesuatu. Aspek sosial dan personality
dibutuhkan dalam program PR.
Irmulan Sati T / Public Relations
6
Hirarkhi efek
Teori hirarkhi efek merupakan runtutan dari tahap tahap keterlibatan PR atau
proses persuasi yang sama. Mc. Elreath memberikan beberapa tahap antara lain (a)
pesan, kampanye atau program yang disusun, (b)pesan pesan tersebut dikirim untuk
mendapatkan efek, (c)pesan yang diterima, (d)munculnya pemahaman diantara kedua
belah pihak, (e)efek dari pemahaman yang timbul dan perilaku yang terjadi (jika program
dapat berjalan secara sukses), (f)adanya perubahan perilaku yang mengikutinya. (1993:
159) Bagaimanapun juga hal ini sangat sederhana teorinya, untuk merencanakan
tahapan tahapan PR aktivitas. Hal ini mengacu pada asumsi progres event dapat
diprediksi, dimana terdapat keragaman hubungan dengan aspek lain yakni aspek
semiotik, teori situasional, teori kognitif dan teori kritis.
Teori Difusi
Teori ini berkaitan dengan tahapan tahapan masyarakat yang berpikir sebelem
mereka menentukan keputusannya apa. Teori difusi menekankan pada media yang
seringkali terlibat dalam tahap pemahaman dan keinginan, dimana kontak personal
sangat diperlukan untuk mengevaluasi dan tahap pembuatan keputusan. Masyarakat
memperoleh ide ide dari kampanye PR. Tetapi mereka juga menjaga diskusi ide idenya
dengan teman teman mereka sendiri, keluarga dan komunitas sebelum menentukan
apakah mereka akan mengadopsinya atau tidak sementara mereka melakukan sesuatu
atas hasil adopsi atau persetujuan atas ide ide tersebut. Implikasi atas PR adalah bahwa
pesan itu sendiri tidak cukup untuk merubah perilaku. Beberapa keterlibatan dalam
komunitas atau kehidupan personal atas target khalayak dapat dibutuhkan untuk hasil
yang efektif. Hal ini tergantung pada keterlibatan hubungan, pencapaian pembentukan
opini dan hubungan yang baik dengan karyawan.
Teori Organisasi dan Komunikasi Organisasi
Kebanyakan studi tentang organisasi berdasarkan pada sistem. Pendekatan
sistem menggunakan cara biological dan perubahan elektronik dan proses mekanisme
sinyal (cybernet) yang mengoperasikan sebagai suatu sinonim (perbandingan) untuk
beberapa cara masyarakat dan organisasinya yang mampu mengatur dirinya sendiri.
Memahami organisasi dapat membantu mengidentifikasi posisi dan peran (posisi dan
peran yang dipilih) atas public relations di dalam organisasi tersebut. Pendekatan sistem
menjelaskan cara kerja organisasi memiliki dukungan literatur yang besar dan kuat.
Irmulan Sati T / Public Relations
7
Teori Sistem
Teori sistem digunakan agar teori dapat dikembangkan oleh PR untuk membantu
aktivitas PR. Perbedaan antara sistem terbuka dan sistem tertutup dipertimbangkan
lebih intrunsiv. Organisasi terdiri dari subsistem yakni manajemen, departemen
produksi, sales dan PR. Dalam sistem open model subsistem ini dapat dilihat sebagai
suatu dialog antara sistem diluar yakni pemerintah, konsumen, supllier, media dan lain
sebagainya.
Dalam sistem tertutup dari departemen internal dari organisasi, mereka tidak
saling terbuka diantara mereka sendiri terhadap komentar dan feedback atas publik
eksternal dan organisasi. Hal yang terpenting untuk menegaskan bahwa sistem lebih
teoritis. Hal ini membandingkan dengan entitas biologis terhadap regulasi yang ada
dalam organisasi, seperti sirkulasi darah dan mahluk hidup. Self regulasi dipacu oleh
feedback informasi yang dikumpulkan melalui komponen yang jelas. Feedback dapat
mengkontrol dan membantu terhindar dari kerusakan kerusakan dan kesalahan. Sistem
yang bagus mendukung adanya keseimbangan kebutuhan dan apa yang diharapkan
terhadap sistem dan apa yang diharapkan dengan keberadaan yang lebih sukses.
Sistem tertutup dan terbuka dari proses komunikasi, seperti terurai di bawah ini:
Sistem boundary spanning PR
beroperasi membuka sistem
tertutup keluar organisasi,
sehingga membentuk sistem
terbuka.
Mutual Komunikasi eksternal
Asosiasi Profesional
Pemerintah
Konsumen
Kelompok kepentingan
Kelompok pedagang
Kelompok minoritas
Media
Khalayak
Kelompok lainnya
Aktivita
s PR
Management
Produksi
Sales
Irmulan Sati T / Public Relations
Kegiatan PR dalam sistem
boundary
spanning
dan
memiliki sistem tertutup atas
komunikasi,
jika
tidak
diterapkan maka organisasi
tidak mampu mendengar
kebutuhan khalayak
8
Irmulan Sati T / Public Relations
9