KETERANCAMAN LEKSIKON EKOAGRARIS DALAM BAHASA ANGKOLAMANDAILING: KAJIAN EKOLINGUISTIK Deli Kesuma delikesumayahoo.com Dwi Widayati, Nurlela Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Abstrak - Keterancaman Leksikon Ekoagraris dalam Bahasa Angkola/Man
Kajian Linguistik, Februari 2015, 54-76
Copyright ©2015, Program Studi Linguistik FIB USU, ISSN 1693-4660
Tahun ke-12, No 1
KETERANCAMAN LEKSIKON EKOAGRARIS DALAM BAHASA
ANGKOLA/MANDAILING: KAJIAN EKOLINGUISTIK
Deli Kesuma
delikesuma@yahoo.com
Dwi Widayati, Nurlela
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
Abstrak
Penelitian ini bermaksud mendeskripsikan keberadaan leksikon ekoagraris
yang masih digunakan oleh masyarakat di Angkola Mandailing dan nilai
budaya dan kearifan lingkungan yang terkandung dalam leksikon ekoagraris
di daerah ini, khususnya di Kecamatan Sayurmatinggi. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Data yang
digunakan untuk mendukung penelitian diambil dengan teknik wawancara,
observasi, penyebaran kuesioner, dan memanfaatkan literatur yang sudah
ada. Data penelitian ini adalah leksikon verba, nomina, dan ajektiva yang
terkait dengan leksikon persawahan dan perladangan di Kecamatan
Sayurmatinggi. Hasil peelitian ini terdapat 11 kelompok leksikon yaitu (1)
leksikon bagian sawah (2) leksikon benda-benda persawahan dan
perladangan (3) leksikon peralatan produksi hasil panen (4) leksikon alur
beras dan palawija (5) leksikon alat dan mesin pertanian (6) leksikon
tumbuhan sawah dan sekitar sawah (7) leksikon tanaman ladang (8) leksikon
nama tumbuhan obat di sekitar sawah dan ladang (9) leksikon fauna dalam
persawahan dan perladangan (10) leksikon alat penangkap ikan (11) leksikon
alat penangkap burung. Dari sebelas kelompok leksikon tersebut diperoleh
315 leksikon nomina, leksikon verba terdidi atas 66 leksikon, dan leksikon
ajektiva terdiri atas 13 leksikon, total leksikon yang ditemukan dalam
persawahan dan perladangan di Kecamatan Sayurmatinggi adalah 394
leksikon. Leksikon ekoagraris yang terancam punah dan yang punah di
Kecamatan Sayurmatinggi dalam bahasa Angkola/ Mandailing khususnya
dalam persawahan dan perladangan diperoleh hanya dari dua jenis leksikon
dalam tataran nomina dan verba. Leksikon ekoagraris dalam bahasa
Angkola/Mandailing mengandung nilai-nilai budaya, yaitu (1) nilai sejarah,
(2) nilai sosial dan budaya, (3) nilai kesejahteraan. Leksikon ekoagraris
dalam bahasa Angkola/Mandailing mengandung nilai kearifan lingkungan,
yaitu (1) nilai gotong-royong (2) nilai kedamaian terdiri atas tiga leksikon a.
leksikon tano b. leksikon ordang (alat tugal c. leksikon burangir (sirih).
Kata kunci: Keterancaman Leksikon, Ekoagraris, Nilai-nilai budaya
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberadaan leksikon ekoagraris lokal saat ini sudah menunjukkan gejala-gejala
kepunahan. Majunya era globalisasi dan teknologi merupakan salah satu penyebab
keterancaman keberadaan leksikon ekoagraris. Artinya, leksikon ini tidak hanya
54
Deli Kesuma
dipandang sebagai bagian dari bahasa, tetapi juga merupakan bagian dari situasi alam
yang berhubungan dengan peradaban manusia terhadap lingkungannya.
Lingkungan hendaklah dipandang sebagai alam yang dijaga kelestariannya.
Strategi demikian, pelestarian sumber daya lingkungan erat hubungannya dengan
pelestarian bahasa lokal. Bahasa-bahasa lokal sangat kaya dengan sumber daya kata, dan
ungkapan metapora untuk mewadahi diskursus tentang keanekaragaman hayati, termasuk
bahasa Angkola/Mandailing.
Salah satu wilayah yang sampai saat ini masih terjaga kelestarian lingkungannya,
yaitu daerah Angkola/Mandailing khususnya di Kecamatan Sayurmatinggi yang menjadi
fokus penelitian ini.
Wilayah Kecamatan Sayurmatinggi berbatasan dengan Kecamatan Siabu
Kabupaten Mandailing Natal. Pada umumnya mata pencaharian masyarakatnya adalah
bertani, seperti mengolah persawahan, perladangan, dan pemanfaatan hasil hutan.
Pengolahan persawahan di daerah ini mendapat perhatian yang cukup besar dari
pemerintah daerah dengan disediakannya sumber air irigasi untuk memperluas wilayah
persawahan, yang bernama bendungan Batang Angkola. Bendungan ini merupakan salah
satu sumber air irigasi terbesar di Sumatera Utara dengan luas areal pengairan mencapai
5039.5 Ha. Perluasan daerah pengairan persawahan meliputi beberapa Kecamatan yaitu,
Kecamatan Sayurmatinggi, Kecamatan Tano Tombangan Angkola di Kabupaten Tapanuli
Selatan, dan sebagian wilayah pertanian Mandailing Natal yaitu, Kecamatan Siabu, dan
Kecamatan Bukit Malintang (Sumber: BPS. Kabupaten Tapanuli Selatan Kecamatan
Sayurmatinggi dalam Angka 2013).
Masyarakat Angkola/Mandailing sejak dahulu mengolah lahan pertanian secara
tradisional. Tradisi ini diwariskan oleh para leluhur atau nenek moyang secara turuntemurun. Namun, akibat pesatnya perkembangan ilmu teknologi, khususnya teknologi
dalam bidang pertanian, menyebabkan terjadi pergeseran, yakni dari pertanian tradisional
ke arah pertanian modern. Keberlangsungan situasi ini secara terus-menerus akan
mengakibatkan kepunahan sistem pertanian tradisional dengan perangkat peralatan
pertanian yang berdampak pada hilangnya atau tidak digunakannya lagi alat pertanian
tradisional. Kondisi ini memaksa hilangnya leksikon ekoagraris, terutama leksikon
persawahan dan perladangan. Pemahaman guyub tutur akan leksikon ekoagraris
menyusut dan terancam punah karena beberapa tradisi pengolahan persawahan dan
perladangan secara tradisional mulai ditinggalkan oleh masyarakat Angkola Mandailing
sendiri.
Leksikon-leksikon ekoagraris yang sudah punah disebabkan pengolahan pertanian
secara modern, seperti: mardege (merontokkan gabah dari malai dengan kaki), mamaspas
(merontokkan gabah dari malai dengan menggunakan kayu), mamiari (membersihkan
gabah dengan tampi), andilo (tas pak tani dari kulit kayu), omping danon (emping beras).
Ekoagraris perlu mendapat penanganan yang serius, karena bukan saja berdampak
pada lingkungan kegiatan sosial, ekonomi, maupun keunikan budaya, tetapi juga
berdampak pada kepunahan leksikal. Minimnya perhatian terhadap leksikon ekoagraris
yang terdapat dalam pertanian di Angkola/Mandailing terutama pada leksikon pengolahan
persawahan dan perladangan tradisional yang sekarang ini sudah banyak ditinggalkan
oleh masyarakat Angkola/Mandailing sendiri, member dampak besar bagi masyarakat itu
sendiri. Dampak ini dapat berupa hilangnya kegiatan gotong royong (marsialapari) oleh
masyarakat setempat seperti kegiatan mardege yang merupakan kegiatan yang ditunggu
oleh masyarakat Angkola/Mandailing dalam kegiatan musim panen, dan hanya ada pada
saat musim panen tiba.
55
Kajian Linguistik, Tahun Ke-12, No 1, Februari 2015
Masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini berkaitan dengan keterancaman
leksikon ekoagraris di Kecamatan Sayurmatinggi Kabupaten Tapanuli Selatan,
mencakup:
1. Leksikon ekoagraris apa yang digunakan oleh masyarakat di Kecamatan
Sayurmatinggi?
2. Leksikon ekoagraris apa yang terancam punah dan punah pada guyub tutur di
Kecamatan Sayurmatinggi?
3. Bagaimana nilai budaya dan kearifan lingkungan dalam leksikon ekoagraris di
Kecamatan Sayurmatinggi?
METODOLOGI
Secara umum penelitian tentang ekoagraris masih terbatas khususnya leksikon
persawahan dan perladangan. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif kualitatif, dan disokong oleh pendekatan kuantitatif. Data penelitian ini
adalah leksikon verba, nomina, dan ajektiva yang terkait dengan leksikon persawahan dan
perladangan. Data bersumber dari data lisan yang diperoleh dari informan.
Dari penelitian awal yang dilakukan informan adalah orang yang sudah lama
bertani dan berdomisilih di Kecamatan Sayurmatinggi. Informan yang dimaksud adalah
para petani yang bermukim di lingkungan persawahan dan perladangan Kecamatan
Sayurmatinggi, kontak tani, kelompok tani (Poktan), Penyuluh Pertanian Lapangan
(PPL), Badan Pelaksana Pertanian dan Ketahanan Pangan (BP3K), Kecamatan
Sayurmatinggi, seksi pemerintahan di Kantor Camat Saturmatinggi, dan anggota
masyarakat sekitar Sayurmatinggi yang memahami pengolahan persawahan dan
perladangan secara tradisional dan modern.
Informan dipilih 75 orang dari petani, Poktan, PPL, BP3K, sebagai sumber data
lisan yang diambil dari 5 (lima) desa berdomisili di kecamatan Sayurmatinggi. Data ini
diperoleh dari penutur yang sama di desa yang paling dekat dengan sekitar irigasi dan
mempunyai areal persawahan dan perladangan yang luas.
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri sebagi instrumen utama dan
dibantu dengan instrumen pendukung berupa alat rekam, alat tulis dan kamera yang
dimanfaatkan untuk merekam dan mencatat data atau informasi data yang diperoleh dari
informan.
Analisis data diawali dengan menelaah seluruh data yang diperoleh berdasarkan
observasi, wawancara, catatan lapangan, foto, dan sebagainya. Setelah dibaca, dipelajari
dan ditelaah, langkah selanjutnya adalah mereduksi data dengan membuat
abstraksi/rangkuman untuk selanjutnya dilakukan penyusunan dalam satuan-satuan untuk
menjawab rumusan masalah.
TINJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
1. Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang ekolinguistik masih sangat terbatas, sehingga masih banyak lagi
tugas bagi peneliti dalam lingkup ekolinguististik, khususnya tentang ekologi persawahan
dan perladangan. Beberapa artikel penelitian ekolinguistik sudah ada yang menelitinya, di
56
Deli Kesuma
antaranya mengenai penyusutan fungsi sosioekologis bahasa melayu langkat pada
komunitas remaja di stabat, langkat oleh Aron Meko Mbete dan Abdurrahman
Adisaputera (2009). Dari hasil tes penguasaan leksikon sosioekologis terhadap responden
terungkap bahwa rata-rata pemahaman remaja tentang leksikon bahasa Melayu Langkat
(BML) tergolong rendah. Perubahan dipicu oleh (1) kurangnya interaksi komunitas
remaja dengan entitas yang bercirikan ekologi Melayu, (2) langka bahkan punahnya
entitas sehingga tidak terkonsep dalam alam pikiran penutur, dan (3) konsepsi leksikal
penutur tentang entitas-entitas itu bukan dalam piranti BML, tetapi dalam bahasa lain.
Yusradi Usman (2010) meneliti tentang Penyusutan Tutur dalam Masyarakat
Gayo: pendekatan Ekolinguistik. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan hasil
dalam penelitian ini adalah (1) konsep tutur dalam masyarakat Gayo; munculnya tutur
dalam msyarakat Gayo tidak berdiri sendriri melainkann ada faktor sosial budaya yang
merangkainya. Hal tersebut tidak terlepas dari nilai budaya Gayo yang terdiri dari
pelbagai nilai. Nilai-nilai yang dimaksud adalah imen (iman), mukemel (harga diri), tertip
(tertib), setie (setia), semayang gemasih (kasih sayang), mutentu (kerja keras), amanah
(amanah), genap mupakat (musyawarah), alang tulung (tolong menolong), dan
bersikemelen (kompetitf). Hubungan darah perkawinan, belah (klan), terjadinya
kecelakaan, perkelahian, membantu seseorang, dan mengadopsi anak merupakan
perangkai social yang membentuk tutur masyarakat Gayo. (2) klasifikasi, bentuk, dan
fungsi tutur dalam masyarakat Gayo diklasifikasikan menjadi beberapa buntuk tutur
yaitu: 1) patut atau muperdu bentuk tutur yang sudah baku); 2) museltu (terbentuk akibat
faktor tertentu); 3) mantut (peralihan tutur ke bentuk yang sebenarnya/seharusnya); 4)
uru-uru (tindak betutur akibat ikut – ikutan); 5) gasut (pemakaian tutur yang kerap
berubah – ubah). (3) penyusutan tutur; perubahan sosio-ekologis yang terjadi di dataran
tinggi tanoh Gayo sangat mempengaruhi penyusutan tutur hkususnya di daerah Takengon
yang dikenal dengan pluralitas etnik, hal ini dapat mempengaruhi masyarakat Gayo
secara psikologis dan sosial dalam bertutur. (4) bentuk tutur baru (variasi tutur); yaitu:
tetap, jarang, dan tidak dipakainya lagi tutur serta tercipta bentuk tutur baru.
a. Keterancaman
Keterancaman merupakan kondisi yang sangat darurat dan dalam keadaan yang
membahayakan. Menentukan sebuah bahasa berada dalam tingkat yang ”membahayakan”
atau terancam punah, sangatlah sulit. Hal ini disebabkan oleh keanekaragaman situasi
kebahasaan di seluruh dunia dan ketiadaan model teoretis yang tersedia untuk
mengkombinasikan variabel-variabel yang relevan. Secara sederhana, untuk kasus ini,
Crystal (2008: 19) menawarkan tiga kriteria: (1) tingkat pemerolehan bahasa pada anakanak, (2) sikap masyarakat yang utuh terhadap bahasanya, dan (3) tingkat dampak
bahasa-bahasa lain yang mungkin mengancam bahasa tersebut.
Terkait dengan bahasa yang terancam punah, Wurm (dalam Crystal 2008: 20)
memberikan lima kriteria seperti berikut ini. (1) Bahasa yang potensial terancam: secara
sosial dan ekonomi tidak menguntungkan, di bawah tekanan berat dari bahasa yang lebih
besar, dan awal hilangnya penutur anak-anak, (2) bahasa yang terancam: sedikit atau
tidak ada lagi anak-anak yang belajar bahasa tersebut, dan penutur termuda yang
menguasai dengan baik adalah penutur dewasa yang masih muda, (3) bahasa yang
mengalami ancaman serius: penutur termuda yang menguasai dengan baik adalah penutur
dewasa usia 50 tahun atau lebih, (4) bahasa yang hampir punah: hanya segelintir penutur
yang menguasai dengan baik, kebanyakan sangat tua, (5) bahasa yang musnah: tidak ada
penutur yang tinggal.
57
Kajian Linguistik, Tahun Ke-12, No 1, Februari 2015
b. Leksikon
Leksikon adalah koleksi leksem dalam suatu bahasa. Dalam leksikon terdapat
kajian yang meliputi tentang apa yang dimaksud dengan kata, struktur kosakata,
pembelajaran kata, penggunaan dan penyimpanan kata, sejarah dan evolusi kata
(etimologi), hubungan antarkata, serta proses pembentukan kata pada suatau bahasa.
Dalam penggunaan sehari-hari leksikon dianggap sebagai sinonim kamus atau kosakata.
Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan Surbakti (2012: 11) dalam temuannya tentang
konsep ekologi kesungaian. Leksikon didefinisikan sebagai “kosa kata, komponen bahasa
yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa;
kekayaan kata yang dimiliki suatu bahasa”. KBBI (2008: 805).
Chaer (2007: 5) mengatakan bahwa istilah leksikon berasal dari kata Yunani Kuno
yang berarti „kata‟, „ucapan‟, atau „cara berbicara‟. Kata leksikon seperti ini sekerabat
dengan leksem, leksikografi, leksikograf, leksikal, dan sebagainya. Sebaliknya, istilah
kosa kata adalah istilah terbaru yang muncul ketika kita sedang giat-giatnya mencari kata
atau istilah tidak berbau barat.
1. Kata Benda (Nomina). Chaer (2008: 69) mengatakan “ kata-kata yang dapat diikuti
dengan frase yang... atau yang sangat... disebut kata benda”. Misalnya kata-kata (1)
pakaian (yang bagus); (2) anak (yang rajin); (3) pelajar (yang sangat rajin).
2. Kata Kerja (Verba). Chaer (2008: 106) mengatakan “kata-kata yang dapat diikuti
oleh frase dengan..., baik yang menyatakan alat, yang menyatakan keadaan, maupun
yang menyatakan penyerta, disebut kata kerja”. Misalnya kata-kata: (1) tidur (dengan
nyenyak); (2) pulang (dengan gembira); (3) berpakaian (dengan rapi); (4) menulis
(dengan pinsil).
3. Kata Sifat (Ajektiva). Chaer (2008: 168) mengatakan ciri gramatikal kosakata bahasa
Indonesia „asli‟ yang berkategori ajektiva memang tidak tampak. Hal ini berbeda
dengan kosakata yang berasal dari unsur serapan bahasa asing.
c. Bahasa dan Lingkungan
Bahasa dan lingkungan adalah dua hal yang saling berhubungan dan saling
memengaruhi. Dalam tulisannya Language Ecology and Environment, Muhlhausler
(2001: 3) menyebut, ada empat yang memungkinkan hubungan antara bahasa dan
lingkungan yakni: (1) bahasa berdiri dan terbentuk sendiri (Chomsky, Linguistik
Kognitif); (2) bahasa dikonstruksi alam (Marr); (3) alam dikonstruksi bahasa dan (4)
bahasa saling berhubungan dengan alam-keduanya saling mengontruksi, namun jarang
yang berdiri sendiri (ekolinguistik).
d. Nilai Budaya dan Kearifan Lingkungan
1. Nilai Budaya. Kebudayaan merupakan identitas suatu bangsa yang dapat
membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lainnya. Kebudayaan menurut Mahsun
(2005: 2) terdiri dari nilai-nilai, kepercayaan, dan persepsi abstrak tentang jagat raya
yang berada di balik, dan tercermin dalam perilaku manusia. Sejalan dengan itu
Haviland (1999: 333) mengemukakan pendapatnya bahwa kebudayaan adalah
seperangkat peraturan atau norma yang dimiliki bersama oleh para anggota
masyarakat, dan apabila dilaksanakan oleh para anggotanya, maka akan melahirkan
perilaku yang dipandang layak dan dapat diterima oleh seluruh anggota masyarakat
tersebut.
58
Deli Kesuma
2. Kearifan Lingkungan
Handayani (2012: 17) adalah pengetahuan yang ada sejak periode yang berevolusi
bersama-sama masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang sudah dialami
bersama-sama. Proses ini sangat panjang sehingga melekat dalam kehidupan masyarakat
dan menjadi kearifan lokal sebagai sumber eneri potensial dari sistem penegtahuan
kolektif masyarakat untuk hidup bersama secara dinamis dan damai. Pengertian ini
melihat kearifan lokal tidak sekadar sebagai landasan perilaku seseorang, melainkan
mampu mendinamisasi kehidupan masyarakat penuh keadaban.
Prinst (2004: 69) juga mengatakan bahwa lingkungan hidup kayu dapat diambil
untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk diperdagangkan. Karena jika diperdagnagkan
akan dapat menyebabkan keserakahan masyarakat yang ingin mengambil kayu. Namun
hal itu dapat juga dilakukan jika ada gantinya dengan menanam pohon dan hasilnya dapat
diperjualbelikan.
2. Kerangka Teori
a. Ekolinguistik
Ekolinguistik mengkaji interaksi bahasa dengan ekologi pada dasarnya ekologi
merupakan kajian saling ketergantungan dalam suatu sistem. Ekologi bahasa dan ekologi
memadukan lingkungan, konservasi, interaksi, dan sistem bahasa. Ekolinguistik adalah
suatu disiplin ilmu yang mengkaji lingkungan dan bahasa. Ekolinguistik merupakan ilmu
bahasa interdisipliner, menyanding ekologi dan linguistik (Mbete, 2008: 1).
Ekolinguistik adalah studi hubungan timbal balik yang bersifat fungsional. Dua
parameter yang hendak kita hubungkan adalah bahasa dan lingkungan. Bergantung pada
perspektif yang digunakan baik ekologi bahasa maupun bahasa ekologi. Kombinasi
keduanya menghasilkan kajian ekolinguistik. Ekologi bahasa mempelajari dukungan
pelbagai sistem bahasa yang diperkenalkan bagi kelangsungan makhluk hidup, seperti
halnya dengan faktor-faktor yang memengaruhi kediaman (tempat) bahasa-bahasa
dewasa ini.
Dalam The Ecology of Language Shift, Mickey (dalam Fill dan Muhlhausler, 2001:
67) menjelaskan bahwa pada dasarnya ekologi merupakan kajian saling ketergantungan
dalam suatu sistem. Dalam ekologi bahasa, konsep ekologi memadukan lingkungan,
konservasi, interaksi, dan sistem dalam bahasa (Fill, 2001: 43). Sementara itu, dalam
bahasa Indonesia dikenal istilah ekologi linguistik, linguistik ekologi, ekologi
bahasa/bahasa ekologi, dan ekolinguistik. Lingkungan bahasa dalam ekolinguistik
meliputi lingkungan ragawi dan sosial (Sapir dalam Fill dan Muhlhausler, 2001: 14).
Dalam perspektif antropologi, kognitif, seperangkat leksikon yang digunakan merupakan
objek, peristiwa, dan tanda aktivitas yang penting di lingkungan (Casson, 1981 dalam M
Bete, 2011: 2).
b. Semantik leksikal
Dari segi semantis, “setiap kata memiliki makna sesuai dengan lingkungan budaya
bahasa bersangkutan” (Sibarani, 1997: 7). Pembahasan makna dalam kata merupakan
kajian semantik leksikal. Makna kata itu dianggap sebagai satuan mandiri, bukan makna
kata dalam kalimat (Pateda, 2010: 74). Sweet dalam Palmer (1976: 37) membagi kata
atas kata penuh (full words), kata tugas, dan partikel (form words). Kata penuh
mengandung makna tersendiri. Kata ini bebas konteks kalimat sehingga mudah dianalisis.
Misalnya, nomina, verba, ajektiva, dan adverbia. Kata tugas merupakan bentuk bebas
yang terikat konteks kalimat. Kata ini mengandung makna apabila berada dalam kalimat.
Contohnya, pronomina, numeralia, interogativa, demonstrativa, artikula, preposisi,
59
Kajian Linguistik, Tahun Ke-12, No 1, Februari 2015
konjungsi, interjeksi. Partikel merupakan bentuk terikat yang melekat pada kata dasar dan
terikat pada konteks kalimat.
Semantik berkaitan dengan semiotik. Dalam semantik, kata disebut lambang
(symbol) sedangkan dalam semiotik lambang itu sendiri disebut tanda (sign) (Pateda
2010: 25). Sebagai pengguna bahasa, masyarakat dikelilingi oleh tanda. Tanda-tanda itu
mengandung makna. Dalam semiotik natural ditelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh
alam (Pateda, 2010: 31). Misalnya, air sungai keruh menandakan bahwa di hulu telah
turun hujan, tanah longsor memberikan tanda kepada manusia bahwa manusia telah
merusak alam.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian keterancaman leksikon ekoagraris dalam persawahan
dan perladangan di Kecamatan Sayurmatinggi ditemukan leksikon persawahan dan
perladangan yang dibagi atas sebelas pengelompokan. Leksikon tersebut adalah dalam
bahasa Angkola/Mandailing yang terdiri atas tiga jenis leksikon dalam tataran nomina,
verba, dan ajektiva. Leksikon nomina terdiri atas 315 leksikon, leksikon verba terdidi atas
66 leksikon, dan leksikon ajektiva terdiri atas 13 leksikon, total leksikon yang ditemukan
dalam persawahan dan perladangan adalah 394 leksikon. Di bawah ini akan diuraikan
pengelompokan leksikon ekoagraris dalam bahasa Angkola/Mandailing khususnya dalam
persawahan dan perladangan.
Tabel 5.1 Pengelompokan leksikon ekoagraris dalam Bahas Angkola/Mandailing
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Nama kelompok
Leksikon
bagian persawahan
benda - benda
persawahan - dan
perladangan
perlatan produksi hasil
panen
alur beras dan palawija
alat dan mesin pertanian
tumbuhan sawah dan di
sekitar sawah
leksikon tanaman lading
leksikon nama tumbuhan
obat - di sekitar sawah
dan lading
leksikon fauna dalam
persawahan - dan
perdagangan
alat penangkap ikan
alat penangkap burung
jumlah
Nomina
Verba
Ajektiva
Total
26
24
7
3
2
9
35
36
26
9
-
35
14
21
28
17
12
-
2
-
33
33
28
40
72
-
-
40
72
47
-
-
47
11
6
313
13
5
66
-
24
11
392
60
13
Deli Kesuma
1.
Leksikon Bagian Persawahan
Leksikon bagian persawahan terdiri atas 35 leksikon. Leksikon nomina berjumlah
26 leksikon dan verba terdiri atas 7 leksikon dan untuk leksikon ajektiva ada 2 leksikon
yang diuraikan dalam tabel berikut:
Tabel 5.2 Daftar leksikon bagian persawahan
No
BAM (nomina)
glos
(nomina)
(1)
I
1
(2)
(3)
Bagian persawahan
bondar
parit
2
3
4
5
6
7
bondar karihir
bondar tonga
bondar
buangan
bondar jae
bondar julu
gadu
8
lupak
9
10
lubang
muara
11
12
13
14
15
16
17
18
ombik
pintu ni aek
saba
saba holbung
saba jae
saba julu
saba
pasir/saba
gariang
saba udan
19
sibarati
20
sitapangi
21
22
sibulu-bulu
simual-muali
BAM
(verba)
glos
(verba)
BAM
(adjektiv
a)
glos
(adjektiv
a)
(4)
(5)
(6)
(7)
mambon
dar
membuat parit
bahasa
latin
(nomina
)
(8)
parit pinggir
parit tengah
parit buangan
parit hilir
parit hulu
pematang
mangga membuat pematang yang besar
sawah yang du
besar/batas
antara
sawah yang
satu dengan
yang lain
petakan
marlupa mengerjakan sawah orang lain
sawah
k
liang di bagian sawah
muara/pertemuan air parit
marmua bermuara
ra
gambut
pintu air
sawah
sawah yang tidak rata
sawah hilir
sawah hulu
sawah pasir
sawah hujan
pematang
yang
melintang
saluran air
mambar
ati
membuat pematang
marsita
pa ngi
pipa air
mata air
61
memiliki saluran
air
Kajian Linguistik, Tahun Ke-12, No 1, Februari 2015
23
24
sibatangi
sibujuri
25
26
tahalak
pematang
pematang yang
membujur
bendungan
ulu ni aek
amatangi
mambujuri
membuat pematang
membuat pematang
manahalak
hulu air
membendung
Leksikon nomina tersebut di atas ada yang memiliki leksikon verba yang
mengandung prefix mam- man- dan mar dalam bahasa Angkola/Mandailing sebagai
berikut:
Tabel 5.3. Prefiks mam - mang – dan marNo
1
Nomina
bondar
Glos
parit
2
3
gadu
lupak
pematang
petakan
4
5
sibatangi
pematang
6
sibujuri
7
sibarati
8
tahalak
pematang yang
membujur
pematang yang
melintang
mendungan
2.
verba
mambond
ar
manggadu
marlupak
glos
membuat parit
mamatan
gi
mambujur
i
mambarat
i
manahala
k
membuat pematang
membuat pematang
mengerjakansawah
orang
membuat pematang
membuat pematang
membuat bendungan
Benda-benda Persawahan dan Perladangan
Leksikon benda-benda persawahan dan perladangan terdiri atas 36 leksikon.
Leksikon nomina berjumlah 24 leksikon, lesikon verba berjumlah 3 leksikon dan ajektiva
ada 9 leksikon yang diuraikan dalam tabel berikut:
No
(1)
II
1
2
3
4
5
6
7
Tabel 5.4 Daftar leksikon benda-benda persawahan dan perladangan
BAM
glos
BAM
glos
BAM
glos
(nomina)
(nomin (verba)
(verba (adjektiva) (adjektiv
a)
)
a)
(2)
(3)
(4)
(5)
Benda-benda persawahan dan perladangan
aek
air
pamasuk
menga
aek
iri
alak-alak
orang-orngan sawah
baju salin
batu
bustak
burir
buntubuntu
pakaian kerja petani
batu
lumpur
malai
gundukan tanah
62
(6)
(7)
maraek
berair
marbatu
marbustak
berbuah
berlumpur
bahasa
latin
(nomina
)
(8)
Deli Kesuma
8
9
10
11
12
duhut
irta
karekel
lambang
lapung
rumput
karat air
kerikil
buah yang kopong
gabah hampa
marduhut
marirta
markarekel
berumput
berkarat air
berkerikil
marlapung
13
lungguk
tumpukan besar tanaman padi
yang telah disabit
marlunggu
k
14
15
16
17
18
orsik
para-para
porngis
rintop
sagean
memiliki gabah
hampa
menumpukkan
tanaman padi yang
telah disabit
berpasir
pasir
marorsik
para-para
padi yang berisi
miang
marintop
bermiang
tumpukan-tumpukan kecil tanaman padi yang telah disabit
19
singgulu
topi petani dari kain yang dipakai perempuan
20
21
22
sopo
tano
tano na
lom-lom
tapu-tapu
tano na
rara
marsialapa
ri
dangau/saung
tanah
tanah hitam
23
24
25
topi petani dari kain yang dipakai laki-laki dan perempuan
tanah merah
bergotong royong
Leksikon verba dan ajektiva benda-benda persawahan dan perladangan
mengandung prefiks mar yaitu sebagai berikut:
No
1
Prefiks marNomina glos
aek
air
2
3
4
5
6
batu
bustak
duhut
irta
lapung
7
lungguk
tumpukan besar tanam an padi yang
telah disabit
marlung guk
8
9
orsik
rintop
pasir
miang
marorsik
marintop
Verba
pamasuk
aek
glos
mengair
i
lumpur
rumput
karat
gabah hampa
63
ajektiva
maraek
glos
berair
marbatu
marbustak
marduhut
marirta
marlapung
berbuah
berlum pur
berumput
berkarat
memiliki
gabah hampa
menumpukka
n tanaman
padi yang
telah disabit
berpasir
bermiang
Kajian Linguistik, Tahun Ke-12, No 1, Februari 2015
3.
Peralatan Produksi Hasil Panen
Leksikon peralatan produksi hasil panen dalam persawahan dan perladangan
bahasa Angkola/Mandailing terdiri atas 26 leksikon nomina, 9 leksikon verba, dan tidak
memiliki leksikon ajektiva. Total temuan leksikon peralatan produksi hasil panen adalah
berjumlah 35 leksikon.
4
Daftar leksikon peralatan produksi hasil panen
BAM (nomina) glos
BAM
glos
BAM
(nomina (verba)
(verba)
(adjektiv
)
a)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Peralatan produksi hasil panen
amak
tikar pandan
maramak
amparan
tikar
amparan
tikar plastik
palastik
andilo
tas petani dari kulit kayu
marandilo
5
6
7
8
9
andor
arilas
belek
bide
goni
batang tumbuhan merambat
panas matahari
kaleng
tikar ber bahan rotan
goni
10
harung
karung
11
12
13
induri
indalu
incir/osa ka
14
15
16
17
18
19
jait goni
kadangan
losung
losung aek
napu
pangkipas
tampi
alu
alat pengangkut hasil panen yang
beroda empat dari kayu dan
didorong
jarum goni
tas petani dari plastik
lesung
kincir air
pupuk
kipas
20
paspasan
alat perontok padi dari kayu
21
pardegean
22
23
24
25
26
panggilingan
tali sarisir
tali palastik
timbangan
ubat ni hama
tempat merontokkan padi dengan
kaki
kilang padi
kulit batang pisang yang kering
tali plastik
timbangan
racun hama
No
(1)
III
1
2
3
64
glos
(adjekti
va)
(7)
bahasa
latin
(nomina)
(8)
bertikar
menggunakan tas
petani
manggoni
on
mangkaru
ng kon
menggonikan
Marincir
memakai alat
pengangkut hasil
panen dari kayu
manapui
mangkipa
s
mamaspa
s
mardege
memupuk
mengkipas
mengaru ngkan
merontokkan padi
dengan kayu
merontokkan padi
dengan kaki
Deli Kesuma
Leksikon nomina tersebut ada yang memiliki leksikon verba dan mengandung prefiks
mar dan mang yakni:
Prefiks mar dan mang
No Nomina
Glos
1
amak
tikar pandan
2
andilo
tas petani dari
kulit kayu
3
goni
goni
4
harung
karung
5
incir/osak
a
6
7
napu
pangki
pas
paspasan
alat
pengangkut
hasil panen
dari kayu dan
didorong
pupuk
kipas
8
9
4.
pardegea
n
alat perontok
padi dari kayu
tempat
merontokkan
padi dengan
kaki
Verba
Glos
Ajektiva
Glos
maramak bertikar
marandilo memakai tas petani dari kulit kayu
manggoni
on
mangkaru
ng kon
marincir
menggoni kan
manapui
mangkipa
s
mamaspa
s
mardege
memupuk
mengkipas
mengarungkan
memakai alat pengangkut hasil
panen dari kayu
merontokkan padi dengan kayu
merontokkan padi denag kaki
Alur Beras dan Palawija
Leksikon ekoagraris bahasa Angkola/Mandailing khususnya dalam persawahan
dan perladangan pada alur beras dan palawija terdiri atas 36 leksikon. Leksikon nomina
terdiri atas 14 leksikon, verba ada 17 leksikon dan, ajektiva berjumlah 2 leksikon dan
diuraikan dalam tabel berikut:
No
(1)
IV
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Daftar leksikon alur beras dan palawija
glos
BAM
glos
BAM
(nomina) (verba)
(verba)
(adjektiv
a)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Alur beras dan palawija
bota
padi yang ada dalam beras
buapak
sekam padi
dadak
dedak
danon
buah
mardanon berbuah
dahanon
beras
gorsing
kuning
gumorsing
menguning
monis
menir
manduda
menumbuk padi
omping danon
emping beras
pagilingkon eme mengkilang padi
parsame an
tapak semaian
same
bibit
BAM (nomina)
65
glos
(adjektiv
a)
(7)
bahasa
latin
(nomina)
(8)
Kajian Linguistik, Tahun Ke-12, No 1, Februari 2015
14
15
16
17
18
tampang
topak
tubu
benih
tumbuh
tumbuh
24
boltok menek
manyuan menanam
mancabut mencabut bibit padi
same
mangolbu menyisip
ki
mangkeon membasmi keong
gi
manyamp menyemprot
orot
marbabo
menyiangi
manghian mengeringkan
g
batang padi yang mulai bunting
25
26
27
28
29
30
31
32
33
boltok godang
mamutar
mangaron dam
patiris
manyabur
mangalonca
manjombur
19
20
21
22
23
34
35
padi bunting
menyiangi pematang
merendam
meniris kan
menabur benih
meluku lahan
menjemur hasil panen
mamiari
manamba
l
mangkori
s
mananom
menampi hasil panen
membersihkan tanaman ladang dengan tajak
besar
membersihkan tanaman ladang dengan tajak
kecil
menanam
Leksikon nomina tersebut ada yang mengandung prefiks mar – man – dan mang
dan ada juga leksikon verba dan ajektiva yang tidak mengandung nomina tetapi memiliki
prefiks man – mang - dan mam.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Prefiks man – mang - dan mam
Nomina
glos
Verba
danon
buah
mardanon
gorsing
gumorsing
manduda
pagilingkon
eme
manyuan
mancabut
same
manapui
mangolbuki
mangkeong
i
manyampor
66
glos
ajektiva
berbuah
kuning
mengu ning
menumbuk padi
mengkilang padi
menanam
mencabut bibit
memupuk
menyisip
membasmi keong
menyemprot
glos
Deli Kesuma
12
13
14
15
boltok
menek
boltok
godang
ot
marbabo
menyiangi
manghiang mengeringkan
batang padi yang mulai bunting
padi bunting
16
17
18
19
20
21
22
mamutar
patiris
manyabur
mangalonc
a
manjombur
mamiari
manambal
23
mangkoris
24
mananom
5.
menyiangi pematang
meniriskan
menabur benih
meluku lahan
menjemur hasil panen
menampi hasil panen
membersihkan tanaman ladang dengan tajak
besar
membersihkan tanaman ladang dengan tajak
kecil
menanam
Alat dan Mesin Pertanian
Leksikon nama alat dan mesin pertanian khususnya dalam pesawahan dan
perladangan terdidri atas 33 leksikon. Untuk leksikon nomina terdiri atas 21 leksikon dan
leksikon verba terdiri atas 12 leksikon dalam tabel di bawah ini:
Daftar leksikon alat dan mesin pertanian
No BAM
glos
BAM
glos
BAM
glos
bahasa
(nomina)
(nomina)
(verba)
(verba)
(adjektiv (adjektiv latin
a)
a)
(nomina)
(1) (2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
V
Alat dan mesin pertanian
1
bajak
bajak
mambajak membajak
2
gotil
ani-ani
manggotil mengani-ani
3
jetor
mesin bajak manjetor
membajak
4
kampak
kapak
mangkam mengkampak
pak
5
masin
mesin
msangaro merontokkan padi dari malai
pangaro bot
perontok
bot
6
masin topung alat penggiling beras
7
mesin penampi
9
masin
pangkipas
masin
pangkoring
ordang
10
pangkur
cangkul
11
12
pompa aek
robot
marlung guk
rambas
pompa air
mesin robot
8
13
mesin pengering
alat tugal
arit
mangorda
ng
mamangk
ur
menanam benih dengan alat tugal
mangara
m bas
mengarit
67
mencangkul
Kajian Linguistik, Tahun Ke-12, No 1, Februari 2015
14
samporot
semprot
15
16
sasabi
sinso
17
18
19
20
21
garu
taraktor
tumbilang
tajak godang
tajak menek/
baletong
sabit
mesin
perebah
garpu
traktor roda
tumbilang
tajak besar
tajak kecil
manyamp
orot
manyabi
manyenso
menyemprot hama
manajak
menajak
memanen
menebang pohon dengan mesin
Leksikon nomina tersebut ada yang memiliki leksikon verba yang mengandung prefiks
mam – mang dan man yakni sebagai berikut:
Prefiks mam – mang dan man
No Nomina
glos
1
bajak
bajak
2
gotil
ani-ani
3
jetor
mesin bajak
4
kampak
kapak
5
6
masin
pangarobot
ordang
mesin
perontok
alat tugal
7
8
pangkur
rambas
cangkul
arit
9
samporot
semprot
10
11
12
sasabi
sinso
tajak
godang
sabit
mesin perebah
tajak besar
6.
verba
mambajak
manggotil
manjetor
mangkamp
ak
mangarobo
t
mangordan
g
mamangkur
mangaram
bas
manyampor
ot
manyabi
manyenso
manajak
glos
ajektiva
membajak
mengani-ani
membajak
mengkapak
glos
merontokkan padi dari malai
menanam benih dengan alat
tugal
mencangkul
mengarit
menyemprot hama
memanen
menebang pohon dengan mesin
menajak
Leksikon Tumbuhan Sawah dan di Sekitar Sawah
Leksikon nama tumbuhan sawah dan di sekitar sawah di Kecamatan Sayurmatinggi
terdiri atas leksikon nomina 28 leksikon, dan tidak memiliki leksikon verba dan ajektiva
yang diuraikan dalam tabel berikut:
68
Deli Kesuma
Daftar leksikon tumbuhan sawah dan di sekitar sawah
glos
BAM
glos
BAM
glos
bahasa
(nomina)
(verba)
(verba)
(adjektiv (adjektiv latin
a)
a)
(nomina
)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
No
BAM
(nomina)
(1)
(2)
VI
1
2
3
Tumbuhan sawah dan di sekitar sawah
arambir
pohon kelapa
apas
pohon kapuk
asom-asom rumput berdaun sempit
4
5
6
7
8
9
10
angkung
aromak
botik
bulu
busir
bau-bau
dahan
durame
eme
gayambang
genjer
kotuk-kotuk
ombur
pandan
misang
pau
rumput
manis
roro udan
simaremeeme
sipulut
sirput
sitias
suat
sumangge
suri-suri
susuk bolut
sirompaspa
ra
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
7.
kangkung
teki-tekian
papaya
bambu
keladi
rumput berdaun lebar
jamur merang
padi
kiambang
genjer
rumput berdaun sempit
rumput berdaun sempit
daun pandan
pakis
rumput gajah mini
teki-tekian
teki-tekian
pulut
rumput malu
rumput berdaun sempit
talas
semanggi
teki-tekian
rumput berdaun sempit
rumput berdaun lebar
Leksikon Tanaman Ladang
Leksikon nama tanaman ladang memiliki leksikon nomina yang berjumlah 40
leksikon dan tidak memiliki leksikon verba dan ajektiva yang diuraikan dalam tabel
berikut:
69
Kajian Linguistik, Tahun Ke-12, No 1, Februari 2015
(1)
VII
1
2
Daftar leksikon tanaman ladang
glos
BAM
glos
BAM
(nomina) (verba)
(verba)
(adjektiv
a)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Leksikon tanaman ladang
alas nabontar lengkuas putih
ancimun
mentimun
3
asom
jeruk
4
balinjen
tomat ceri
5
bawang batak
6
7
bawang
panjang
bawang perei
bingkuang
8
boja
semangka
9
botik
papaya
10
buncis
buncis
11
12
bulung gadung
daun sup
daun ubi
saledri
13
14
15
16
17
18
eme hauma
gadung
gadung jarar
jambu Bol
jambu erang
jambu orsik
padi huma
ubi
ubi jalar
19
20
jaung
jelok
jagung
labu kuning
21
22
23
24
25
26
27
kacang goring
kacang gule
kacang ijo
kacang kuning
lasiak
nasi-nasi
onas
kacang tanah
kacang panjang
kacang hijau
kedelai
cabai
daun katu
nanas
28
paria-paria
peria
No
BAM
(nomina)
daun perei
bengkuang
glos
(adjektiv
a)
(7)
bahasa
latin
(nomina)
(8)
cucumis
sativus
citrus
auronfoli
a
pachyrhiz
us erosus
citrullus
vulganis
canica
papaya
phaseolus
vulganis
brassica
juncea
jambu biji
psidium
guava
linn
cucurbita
mosehata
ananas
comosus
momordic
a
chrantina
70
Deli Kesuma
29
pisang
pisang
30
31
32
33
pitulo
pira nitobu
ranti
sabi
gambas
sayuran
sayur meranti
Sawi
34
siala
35
siarum
bayam
36
37
tobu
tomat na
godanggodang
tebu
tomat
38
39
40
torung
unik
unte godang
terong
kunyit
jeruk bali
8.
musa
paradisia
cal
brassica
juncea
asam
skala
amaranth
us spee
lycopersiu
m
esculentu
m
citrus
maxima
Leksikon Nama Tumbuhan Obat di Sekitar Sawah dan Ladang
Khusus leksikon nama tumbuhan obat di sekitar sawah dan ladang lebih banyak
jumlah leksikon yang ditemukan. Di antara dari 11 pengelompokan leksikon ekoagraris
dalam bahasa Angkola/Mandailing khususnya dalam persawahan dan perladangan, yaitu
terdiri atas 72 leksikon nomina dan tidak memilki leksikon verba dan ajektiva yang
diuraikan pada lampiran 1.
9.
Leksikon Fauna dalam Persawahan dan Perladangan
Leksikon nomina nama fauna dalam persawahan dan perladangan terdiri atas 47
leksikon. Kelompok leksikon ini juga tidak memiliki leksikon verba dan ajektiva pada
setiap nomina yang diuraikan dalam tabel berikut:
Daftar leksikon fauna dalam persawahan dan perladangan
No
BAM
glos
BAM
glos
BAM
glos
bahasa
(nomina)
(nomina) (verba)
(verba)
(adjektiv (adjektiv latin
a)
a)
(nomina)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
IX
Leksikon fauna dalam persawahan dan
perladangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
ala
alihi
aluang
agas
antingano
aporas
aruting
bajonggir
borongborong
kala
elang
kalong
nyamuk
walang sangit
ikan sejenis haperas
gabus
kadal
kumbang
71
Kajian Linguistik, Tahun Ke-12, No 1, Februari 2015
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
buntat
burung tasik
bodat
cacibang
capet
garap
gayo
goya
ikan tima
inggit-inggit
kotok
kabangkabang
keong
lompong
limatok
laba-laba
lanok
linta
onggang
pune
piongot
ruak-ruak
rama-rama
rongit
silopak
silisit
salim borbor
salim pot-pot
siapor
siborok
sikurindik
siri-siri
suruk
tangkulapa
tingkalang
tilan
tungir
udang
wereng
nacoklat
wereng
narata
ikan gobi
bangau
monyet
kaki seribu
ikan sepat
kepinding tanah
kepiting sungai
cacing tanah
ikan timah
ikan sejenis lele
tupai
kumbang
keong
kelelawar
pacat
laba-laba
lalat
linta
enggang
punai
tawon
ruak-ruak
kupu-kupu
nyamuk
burung pipit
burung
laron
kunang-kunang
belalang
berudu
jangkrik
capung
anjing tanah
ulat bulu
lele
ikan sejenis belut
tungir
udang
wereng coklat
wereng hijau
10. Alat Penangkap Ikan
Leksikon nama alat penangkap ikan dalam persawahan dan perladangan bahasa
Angkola/Mandailing terdiri atas 24 leksikon. Leksikon nomina berjumlah 11 leksikon,
leksikon verba berjumlah 13 leksikon dan, tidak memiliki leksikon ajektiva yang
diuraikan dalam tabel berikut:
72
Deli Kesuma
No
(1)
X
1
2
3
4
5
Daftar leksikon alat penangkap ikan
BAM
glos (nomina) BAM
glos
BAM
glos
bahasa
(nomina)
(verba)
(verba)
(adjektiv (adjektiv latin
a)
a)
(nomina)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
Alat penangkap ikan
during
during
mandurun menangkap ikan dengan during
g
kail
kail
mangkail memancing
lobu-lobu
alat penangkap marlobu- menangkap ikan dengan bak papan
ikan seperti
lobu
bak papan
luka
alat penangkap marluka
menangkap ikan dengan bubu yang terbuat dari
ikan/bubu
bilah
terbuat dari
bilah
mandehe
meraba/menangkap ikan tanpa alat
6
7
8
rambang
alat penangkap
ikan dan
burung seperti
jala/jarring
9
10
siturum
seterum
11
sulu
lampu
12
tambun
13
taot
14
tuba
alat penangkap
ikan
kail tanpa
joran/kail
pendek
racun ikan dari
tumbuhan
mancetcet
mametok
menangkap belut dengan kail tanpa joran
mangara
mbang
menangkap ikan/burung dengan jarring
sindiran
alat penangkap ikan seperti bubu kecil
manyituru
m
marsulu
menyeturum
manambu
n
martaot
menangkap ikan
manuba
meracun ikan dengan tumbuhan
menangkap ikan dengan bambu runcing
menangkap ikan malam hari dengan membawa
lampu
memancing dengan kail pendek
Leksikon nomina tersebut memiliki leksikon verba yang mengandung prefiks man - mang
- mar - dan mam yaitu sebagai berikut:
Prefiks man - mang – mar
No Nomina
Glos
1
durung
durung
2
3
kail
lobu-lobu
kail
alat
penangkap
ikan seperti
bak papan
Verba
Glos
mandurun
g
mangkail
marlobulobu
menangkap ikan dengan during
73
Ajektiva
Glos
memancing
manangkap ikan dengan bak papan
Kajian Linguistik, Tahun Ke-12, No 1, Februari 2015
4
luka
alat penangkap ikan/bubu terbuat dari bilah
5
mandehe
meraba/menangkap ikan tanpa alat
6
mancetcet
mametok
menangkap belut dengan kail tanpa
joran
menangkap ikan dengan bambu
runcing
menangkap ikan/buru ng dengan
jarring
7
8
ram bang
9
siturum
alat
penangkap
ikandan
burung
seperti
jala/jarring
seterum
10
sulu
lampu
11
tambun
12
taot
13
tuba
alat
penangkap
ikan
kail tanpa
joran/kail
pendek
racun ikan
dari
tumbuhan
mangara
m bang
manyituru
m
marsulu
manambu
n
menyetrum
menangkap ikan malam hari
dengan membawa lampu
menangkap ikan
martaot
memancing dengan kail pendek
manuba
meracun ikan dengan tumbuhan
11. Alat Penangkap Burung
Leksikon nama alat penangkap burung dalam persawahan dan perladangan bahasa
Angkola/Mandailing di Kecamatan Sayurmatinggi terdiri atas 11 leksikan yang terbagi
atas dua leksikon yaitu leksikon nomina terdiri atas 6 leksikon dan leksikon verba terdiri
atas 5 leksikon, sementara tidak memiliki leksikon ajektiva yang diuraikan dalam tabel di
bawah ini:
Daftar leksikon alat penangkap burung
No BAM
glos
BAM
glos
BAM
glos
bahasa
(nomina)
(nomina)
(verba)
(verba)
(adjektiv (adjektiv latin
a)
a)
(nomina)
(1) (2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
XI Alat penangkap burung
1
katapel
katapel
magkatap mengkata pel
el
2
pike
pike
marpike
memikat burung
3
pulut
pulut
mamulut
menangkap burung dengan getah kayu
4
sambat
sambat
5
sinapang
angin
Ultop
Ultop
6
manyamb
at
sinapang angin
74
menangkap burung dengan tali/benang
Deli Kesuma
Leksikon nomina tersebut memiliki leksikon verba yang mengandung prefiks mang – mar
– mam – dan man yaitu sebagai berikut:
Tabel 5.19 Prefiks mang – mar – mam – dan man
No
1
Nomina
katapel
Glos
ketapel
2
pike
3
pulut
4
sambat
5
ultop
alat
memikat burung
penangkap
burung
alat
mamulut
menangkap burung dengan getah
penangkap
kayu
burung dari
getah kayu
alat
manyamb menangkap burung dengan
penangkap
at
tali/benang
burung dari
tali/benang
alat penangkap burung terbuat dari bamboo
Verba
magkatap
el
marpike
glos
ajektiva
mengkata pel
glos
SIMPULAN
Leksikon ekoagraris dalam bahasa Angkola/Mandailing di Kecamatan
Sayurmatinggi terdiri atas 11 kelompok leksikon yaitu (1) leksikon bagian sawah (2)
leksikon benda- benda persawahan dan perladangan (3) leksikon peralatan produksi hasil
panen (4) leksikon alur beras dan palawija (5) leksikon alat dan mesin pertanian (6)
leksikon tumbuhan sawah dan sekitar sawah (7) leksikon tanaman ladang (8) leksikon
nama tumbuhan obat di sekitar sawah dan ladang (9) leksikon fauna dalam persawahan
dan perladangan (10) leksikon alat penangkap ikan (11) leksikon alat penangkap burung.
DAFTAR PUSTAKA
Adisaputra, Abdurrahman. (2009). “Potensi Kepunahan Bahasa Pada Komunitas Melayu
Langkat di Stabat, Kabupaten Langkat Sumatera Utara”. [Jurnal Logat Volume V
No.1 April 2009]. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Amri, Yusni Khairul. (2011). “Tradisi Lisan Upacara Adat Tapanuli Selatan (Pemahaman
Leksikon pada Remaja di Padang Sidempuan)”. [Tesis]. Medan: Universitas
Sumatera Utara.
Al-Gayoni, Yusradi Usman. (2012). Ekolinguistik. Jakarta: Pang Linge Bekerjasama
dengan Research Centre for Gayo (RDfG).
Chaer, Abdul. (2007). Leksikologi dan Leksikografi Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Fill, Alwin and Peter Muhlhausler. (2001). The Ecolinguistics Reader Language, Ecology
and Environment. London: Continuum.
Haugen, Einar. (1972). “The Ecology of Language”. The Ecology of Language. Ed.
Anwar S. Dil. California: Stanford University. 325-339.
75
Kajian Linguistik, Tahun Ke-12, No 1, Februari 2015
Haviland, William A. (1999). Antropologi. Edisi Keempat, Jilid 1, Jakarta: Penerbit
Erlangga
K. K Dwi Susilo, Rachmad. (2008). Sosiologi Lingkungan. Jakarta: Rajawali Pers.
K. K Dwi Susilo, Rachmad. (2012). Sosiologi Lingkungan dan Sumber Daya Alam:
Perspektif Teori dan Isu-Isu Mutakhir. Jakarta: Ar-Ruzz Media.
Koentjaraningrat. (2004). Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta:
Gramedia.
Mahsun. (2005). Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
M. Mbete, Aron. (2009). “Problematika Keetnikan dan Kebahasaan dalam Perspektif
Ekolinguistik”. Seminar Nasional Budaya Etnik III: Universitas Udayana.
M. Mbete, Aron. (2009). Refleksi Ringan tentang Problematika Keetnikan dan
Kebahasaan dalam Perspektif Ekolinguistik
M. Mbete, Aron. (2011). “Ekolinguistik: Perspektif Kelinguistikan Yang Prospektif”.
Kupang: Udayana.
M. Mbete, Aron. (2012). “Hak Hidup Bahasa-Bahasa Minor, Ancaman, dan Strategi
Pelestariannya”. Seminar Nasional Bahasa Ibu V: Universitas Udayana.
M. Mbete, Aron. (2013). Penulisan Singkat Penulisan Proposal Penelitian Ekolinguistik.
Denpasar: Vidia.
Muhlhausler, Peter and Alwin Fill (Eds.) (2003). The Ecolinguistics Reader. Language,
Ecology and Environment. London and New York: Continuum.
Moleong, Lexy J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. [Edisi Revisi] Bandung:
Rosdakarya.
76
Copyright ©2015, Program Studi Linguistik FIB USU, ISSN 1693-4660
Tahun ke-12, No 1
KETERANCAMAN LEKSIKON EKOAGRARIS DALAM BAHASA
ANGKOLA/MANDAILING: KAJIAN EKOLINGUISTIK
Deli Kesuma
delikesuma@yahoo.com
Dwi Widayati, Nurlela
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
Abstrak
Penelitian ini bermaksud mendeskripsikan keberadaan leksikon ekoagraris
yang masih digunakan oleh masyarakat di Angkola Mandailing dan nilai
budaya dan kearifan lingkungan yang terkandung dalam leksikon ekoagraris
di daerah ini, khususnya di Kecamatan Sayurmatinggi. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Data yang
digunakan untuk mendukung penelitian diambil dengan teknik wawancara,
observasi, penyebaran kuesioner, dan memanfaatkan literatur yang sudah
ada. Data penelitian ini adalah leksikon verba, nomina, dan ajektiva yang
terkait dengan leksikon persawahan dan perladangan di Kecamatan
Sayurmatinggi. Hasil peelitian ini terdapat 11 kelompok leksikon yaitu (1)
leksikon bagian sawah (2) leksikon benda-benda persawahan dan
perladangan (3) leksikon peralatan produksi hasil panen (4) leksikon alur
beras dan palawija (5) leksikon alat dan mesin pertanian (6) leksikon
tumbuhan sawah dan sekitar sawah (7) leksikon tanaman ladang (8) leksikon
nama tumbuhan obat di sekitar sawah dan ladang (9) leksikon fauna dalam
persawahan dan perladangan (10) leksikon alat penangkap ikan (11) leksikon
alat penangkap burung. Dari sebelas kelompok leksikon tersebut diperoleh
315 leksikon nomina, leksikon verba terdidi atas 66 leksikon, dan leksikon
ajektiva terdiri atas 13 leksikon, total leksikon yang ditemukan dalam
persawahan dan perladangan di Kecamatan Sayurmatinggi adalah 394
leksikon. Leksikon ekoagraris yang terancam punah dan yang punah di
Kecamatan Sayurmatinggi dalam bahasa Angkola/ Mandailing khususnya
dalam persawahan dan perladangan diperoleh hanya dari dua jenis leksikon
dalam tataran nomina dan verba. Leksikon ekoagraris dalam bahasa
Angkola/Mandailing mengandung nilai-nilai budaya, yaitu (1) nilai sejarah,
(2) nilai sosial dan budaya, (3) nilai kesejahteraan. Leksikon ekoagraris
dalam bahasa Angkola/Mandailing mengandung nilai kearifan lingkungan,
yaitu (1) nilai gotong-royong (2) nilai kedamaian terdiri atas tiga leksikon a.
leksikon tano b. leksikon ordang (alat tugal c. leksikon burangir (sirih).
Kata kunci: Keterancaman Leksikon, Ekoagraris, Nilai-nilai budaya
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberadaan leksikon ekoagraris lokal saat ini sudah menunjukkan gejala-gejala
kepunahan. Majunya era globalisasi dan teknologi merupakan salah satu penyebab
keterancaman keberadaan leksikon ekoagraris. Artinya, leksikon ini tidak hanya
54
Deli Kesuma
dipandang sebagai bagian dari bahasa, tetapi juga merupakan bagian dari situasi alam
yang berhubungan dengan peradaban manusia terhadap lingkungannya.
Lingkungan hendaklah dipandang sebagai alam yang dijaga kelestariannya.
Strategi demikian, pelestarian sumber daya lingkungan erat hubungannya dengan
pelestarian bahasa lokal. Bahasa-bahasa lokal sangat kaya dengan sumber daya kata, dan
ungkapan metapora untuk mewadahi diskursus tentang keanekaragaman hayati, termasuk
bahasa Angkola/Mandailing.
Salah satu wilayah yang sampai saat ini masih terjaga kelestarian lingkungannya,
yaitu daerah Angkola/Mandailing khususnya di Kecamatan Sayurmatinggi yang menjadi
fokus penelitian ini.
Wilayah Kecamatan Sayurmatinggi berbatasan dengan Kecamatan Siabu
Kabupaten Mandailing Natal. Pada umumnya mata pencaharian masyarakatnya adalah
bertani, seperti mengolah persawahan, perladangan, dan pemanfaatan hasil hutan.
Pengolahan persawahan di daerah ini mendapat perhatian yang cukup besar dari
pemerintah daerah dengan disediakannya sumber air irigasi untuk memperluas wilayah
persawahan, yang bernama bendungan Batang Angkola. Bendungan ini merupakan salah
satu sumber air irigasi terbesar di Sumatera Utara dengan luas areal pengairan mencapai
5039.5 Ha. Perluasan daerah pengairan persawahan meliputi beberapa Kecamatan yaitu,
Kecamatan Sayurmatinggi, Kecamatan Tano Tombangan Angkola di Kabupaten Tapanuli
Selatan, dan sebagian wilayah pertanian Mandailing Natal yaitu, Kecamatan Siabu, dan
Kecamatan Bukit Malintang (Sumber: BPS. Kabupaten Tapanuli Selatan Kecamatan
Sayurmatinggi dalam Angka 2013).
Masyarakat Angkola/Mandailing sejak dahulu mengolah lahan pertanian secara
tradisional. Tradisi ini diwariskan oleh para leluhur atau nenek moyang secara turuntemurun. Namun, akibat pesatnya perkembangan ilmu teknologi, khususnya teknologi
dalam bidang pertanian, menyebabkan terjadi pergeseran, yakni dari pertanian tradisional
ke arah pertanian modern. Keberlangsungan situasi ini secara terus-menerus akan
mengakibatkan kepunahan sistem pertanian tradisional dengan perangkat peralatan
pertanian yang berdampak pada hilangnya atau tidak digunakannya lagi alat pertanian
tradisional. Kondisi ini memaksa hilangnya leksikon ekoagraris, terutama leksikon
persawahan dan perladangan. Pemahaman guyub tutur akan leksikon ekoagraris
menyusut dan terancam punah karena beberapa tradisi pengolahan persawahan dan
perladangan secara tradisional mulai ditinggalkan oleh masyarakat Angkola Mandailing
sendiri.
Leksikon-leksikon ekoagraris yang sudah punah disebabkan pengolahan pertanian
secara modern, seperti: mardege (merontokkan gabah dari malai dengan kaki), mamaspas
(merontokkan gabah dari malai dengan menggunakan kayu), mamiari (membersihkan
gabah dengan tampi), andilo (tas pak tani dari kulit kayu), omping danon (emping beras).
Ekoagraris perlu mendapat penanganan yang serius, karena bukan saja berdampak
pada lingkungan kegiatan sosial, ekonomi, maupun keunikan budaya, tetapi juga
berdampak pada kepunahan leksikal. Minimnya perhatian terhadap leksikon ekoagraris
yang terdapat dalam pertanian di Angkola/Mandailing terutama pada leksikon pengolahan
persawahan dan perladangan tradisional yang sekarang ini sudah banyak ditinggalkan
oleh masyarakat Angkola/Mandailing sendiri, member dampak besar bagi masyarakat itu
sendiri. Dampak ini dapat berupa hilangnya kegiatan gotong royong (marsialapari) oleh
masyarakat setempat seperti kegiatan mardege yang merupakan kegiatan yang ditunggu
oleh masyarakat Angkola/Mandailing dalam kegiatan musim panen, dan hanya ada pada
saat musim panen tiba.
55
Kajian Linguistik, Tahun Ke-12, No 1, Februari 2015
Masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini berkaitan dengan keterancaman
leksikon ekoagraris di Kecamatan Sayurmatinggi Kabupaten Tapanuli Selatan,
mencakup:
1. Leksikon ekoagraris apa yang digunakan oleh masyarakat di Kecamatan
Sayurmatinggi?
2. Leksikon ekoagraris apa yang terancam punah dan punah pada guyub tutur di
Kecamatan Sayurmatinggi?
3. Bagaimana nilai budaya dan kearifan lingkungan dalam leksikon ekoagraris di
Kecamatan Sayurmatinggi?
METODOLOGI
Secara umum penelitian tentang ekoagraris masih terbatas khususnya leksikon
persawahan dan perladangan. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif kualitatif, dan disokong oleh pendekatan kuantitatif. Data penelitian ini
adalah leksikon verba, nomina, dan ajektiva yang terkait dengan leksikon persawahan dan
perladangan. Data bersumber dari data lisan yang diperoleh dari informan.
Dari penelitian awal yang dilakukan informan adalah orang yang sudah lama
bertani dan berdomisilih di Kecamatan Sayurmatinggi. Informan yang dimaksud adalah
para petani yang bermukim di lingkungan persawahan dan perladangan Kecamatan
Sayurmatinggi, kontak tani, kelompok tani (Poktan), Penyuluh Pertanian Lapangan
(PPL), Badan Pelaksana Pertanian dan Ketahanan Pangan (BP3K), Kecamatan
Sayurmatinggi, seksi pemerintahan di Kantor Camat Saturmatinggi, dan anggota
masyarakat sekitar Sayurmatinggi yang memahami pengolahan persawahan dan
perladangan secara tradisional dan modern.
Informan dipilih 75 orang dari petani, Poktan, PPL, BP3K, sebagai sumber data
lisan yang diambil dari 5 (lima) desa berdomisili di kecamatan Sayurmatinggi. Data ini
diperoleh dari penutur yang sama di desa yang paling dekat dengan sekitar irigasi dan
mempunyai areal persawahan dan perladangan yang luas.
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri sebagi instrumen utama dan
dibantu dengan instrumen pendukung berupa alat rekam, alat tulis dan kamera yang
dimanfaatkan untuk merekam dan mencatat data atau informasi data yang diperoleh dari
informan.
Analisis data diawali dengan menelaah seluruh data yang diperoleh berdasarkan
observasi, wawancara, catatan lapangan, foto, dan sebagainya. Setelah dibaca, dipelajari
dan ditelaah, langkah selanjutnya adalah mereduksi data dengan membuat
abstraksi/rangkuman untuk selanjutnya dilakukan penyusunan dalam satuan-satuan untuk
menjawab rumusan masalah.
TINJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
1. Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang ekolinguistik masih sangat terbatas, sehingga masih banyak lagi
tugas bagi peneliti dalam lingkup ekolinguististik, khususnya tentang ekologi persawahan
dan perladangan. Beberapa artikel penelitian ekolinguistik sudah ada yang menelitinya, di
56
Deli Kesuma
antaranya mengenai penyusutan fungsi sosioekologis bahasa melayu langkat pada
komunitas remaja di stabat, langkat oleh Aron Meko Mbete dan Abdurrahman
Adisaputera (2009). Dari hasil tes penguasaan leksikon sosioekologis terhadap responden
terungkap bahwa rata-rata pemahaman remaja tentang leksikon bahasa Melayu Langkat
(BML) tergolong rendah. Perubahan dipicu oleh (1) kurangnya interaksi komunitas
remaja dengan entitas yang bercirikan ekologi Melayu, (2) langka bahkan punahnya
entitas sehingga tidak terkonsep dalam alam pikiran penutur, dan (3) konsepsi leksikal
penutur tentang entitas-entitas itu bukan dalam piranti BML, tetapi dalam bahasa lain.
Yusradi Usman (2010) meneliti tentang Penyusutan Tutur dalam Masyarakat
Gayo: pendekatan Ekolinguistik. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan hasil
dalam penelitian ini adalah (1) konsep tutur dalam masyarakat Gayo; munculnya tutur
dalam msyarakat Gayo tidak berdiri sendriri melainkann ada faktor sosial budaya yang
merangkainya. Hal tersebut tidak terlepas dari nilai budaya Gayo yang terdiri dari
pelbagai nilai. Nilai-nilai yang dimaksud adalah imen (iman), mukemel (harga diri), tertip
(tertib), setie (setia), semayang gemasih (kasih sayang), mutentu (kerja keras), amanah
(amanah), genap mupakat (musyawarah), alang tulung (tolong menolong), dan
bersikemelen (kompetitf). Hubungan darah perkawinan, belah (klan), terjadinya
kecelakaan, perkelahian, membantu seseorang, dan mengadopsi anak merupakan
perangkai social yang membentuk tutur masyarakat Gayo. (2) klasifikasi, bentuk, dan
fungsi tutur dalam masyarakat Gayo diklasifikasikan menjadi beberapa buntuk tutur
yaitu: 1) patut atau muperdu bentuk tutur yang sudah baku); 2) museltu (terbentuk akibat
faktor tertentu); 3) mantut (peralihan tutur ke bentuk yang sebenarnya/seharusnya); 4)
uru-uru (tindak betutur akibat ikut – ikutan); 5) gasut (pemakaian tutur yang kerap
berubah – ubah). (3) penyusutan tutur; perubahan sosio-ekologis yang terjadi di dataran
tinggi tanoh Gayo sangat mempengaruhi penyusutan tutur hkususnya di daerah Takengon
yang dikenal dengan pluralitas etnik, hal ini dapat mempengaruhi masyarakat Gayo
secara psikologis dan sosial dalam bertutur. (4) bentuk tutur baru (variasi tutur); yaitu:
tetap, jarang, dan tidak dipakainya lagi tutur serta tercipta bentuk tutur baru.
a. Keterancaman
Keterancaman merupakan kondisi yang sangat darurat dan dalam keadaan yang
membahayakan. Menentukan sebuah bahasa berada dalam tingkat yang ”membahayakan”
atau terancam punah, sangatlah sulit. Hal ini disebabkan oleh keanekaragaman situasi
kebahasaan di seluruh dunia dan ketiadaan model teoretis yang tersedia untuk
mengkombinasikan variabel-variabel yang relevan. Secara sederhana, untuk kasus ini,
Crystal (2008: 19) menawarkan tiga kriteria: (1) tingkat pemerolehan bahasa pada anakanak, (2) sikap masyarakat yang utuh terhadap bahasanya, dan (3) tingkat dampak
bahasa-bahasa lain yang mungkin mengancam bahasa tersebut.
Terkait dengan bahasa yang terancam punah, Wurm (dalam Crystal 2008: 20)
memberikan lima kriteria seperti berikut ini. (1) Bahasa yang potensial terancam: secara
sosial dan ekonomi tidak menguntungkan, di bawah tekanan berat dari bahasa yang lebih
besar, dan awal hilangnya penutur anak-anak, (2) bahasa yang terancam: sedikit atau
tidak ada lagi anak-anak yang belajar bahasa tersebut, dan penutur termuda yang
menguasai dengan baik adalah penutur dewasa yang masih muda, (3) bahasa yang
mengalami ancaman serius: penutur termuda yang menguasai dengan baik adalah penutur
dewasa usia 50 tahun atau lebih, (4) bahasa yang hampir punah: hanya segelintir penutur
yang menguasai dengan baik, kebanyakan sangat tua, (5) bahasa yang musnah: tidak ada
penutur yang tinggal.
57
Kajian Linguistik, Tahun Ke-12, No 1, Februari 2015
b. Leksikon
Leksikon adalah koleksi leksem dalam suatu bahasa. Dalam leksikon terdapat
kajian yang meliputi tentang apa yang dimaksud dengan kata, struktur kosakata,
pembelajaran kata, penggunaan dan penyimpanan kata, sejarah dan evolusi kata
(etimologi), hubungan antarkata, serta proses pembentukan kata pada suatau bahasa.
Dalam penggunaan sehari-hari leksikon dianggap sebagai sinonim kamus atau kosakata.
Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan Surbakti (2012: 11) dalam temuannya tentang
konsep ekologi kesungaian. Leksikon didefinisikan sebagai “kosa kata, komponen bahasa
yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa;
kekayaan kata yang dimiliki suatu bahasa”. KBBI (2008: 805).
Chaer (2007: 5) mengatakan bahwa istilah leksikon berasal dari kata Yunani Kuno
yang berarti „kata‟, „ucapan‟, atau „cara berbicara‟. Kata leksikon seperti ini sekerabat
dengan leksem, leksikografi, leksikograf, leksikal, dan sebagainya. Sebaliknya, istilah
kosa kata adalah istilah terbaru yang muncul ketika kita sedang giat-giatnya mencari kata
atau istilah tidak berbau barat.
1. Kata Benda (Nomina). Chaer (2008: 69) mengatakan “ kata-kata yang dapat diikuti
dengan frase yang... atau yang sangat... disebut kata benda”. Misalnya kata-kata (1)
pakaian (yang bagus); (2) anak (yang rajin); (3) pelajar (yang sangat rajin).
2. Kata Kerja (Verba). Chaer (2008: 106) mengatakan “kata-kata yang dapat diikuti
oleh frase dengan..., baik yang menyatakan alat, yang menyatakan keadaan, maupun
yang menyatakan penyerta, disebut kata kerja”. Misalnya kata-kata: (1) tidur (dengan
nyenyak); (2) pulang (dengan gembira); (3) berpakaian (dengan rapi); (4) menulis
(dengan pinsil).
3. Kata Sifat (Ajektiva). Chaer (2008: 168) mengatakan ciri gramatikal kosakata bahasa
Indonesia „asli‟ yang berkategori ajektiva memang tidak tampak. Hal ini berbeda
dengan kosakata yang berasal dari unsur serapan bahasa asing.
c. Bahasa dan Lingkungan
Bahasa dan lingkungan adalah dua hal yang saling berhubungan dan saling
memengaruhi. Dalam tulisannya Language Ecology and Environment, Muhlhausler
(2001: 3) menyebut, ada empat yang memungkinkan hubungan antara bahasa dan
lingkungan yakni: (1) bahasa berdiri dan terbentuk sendiri (Chomsky, Linguistik
Kognitif); (2) bahasa dikonstruksi alam (Marr); (3) alam dikonstruksi bahasa dan (4)
bahasa saling berhubungan dengan alam-keduanya saling mengontruksi, namun jarang
yang berdiri sendiri (ekolinguistik).
d. Nilai Budaya dan Kearifan Lingkungan
1. Nilai Budaya. Kebudayaan merupakan identitas suatu bangsa yang dapat
membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lainnya. Kebudayaan menurut Mahsun
(2005: 2) terdiri dari nilai-nilai, kepercayaan, dan persepsi abstrak tentang jagat raya
yang berada di balik, dan tercermin dalam perilaku manusia. Sejalan dengan itu
Haviland (1999: 333) mengemukakan pendapatnya bahwa kebudayaan adalah
seperangkat peraturan atau norma yang dimiliki bersama oleh para anggota
masyarakat, dan apabila dilaksanakan oleh para anggotanya, maka akan melahirkan
perilaku yang dipandang layak dan dapat diterima oleh seluruh anggota masyarakat
tersebut.
58
Deli Kesuma
2. Kearifan Lingkungan
Handayani (2012: 17) adalah pengetahuan yang ada sejak periode yang berevolusi
bersama-sama masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang sudah dialami
bersama-sama. Proses ini sangat panjang sehingga melekat dalam kehidupan masyarakat
dan menjadi kearifan lokal sebagai sumber eneri potensial dari sistem penegtahuan
kolektif masyarakat untuk hidup bersama secara dinamis dan damai. Pengertian ini
melihat kearifan lokal tidak sekadar sebagai landasan perilaku seseorang, melainkan
mampu mendinamisasi kehidupan masyarakat penuh keadaban.
Prinst (2004: 69) juga mengatakan bahwa lingkungan hidup kayu dapat diambil
untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk diperdagangkan. Karena jika diperdagnagkan
akan dapat menyebabkan keserakahan masyarakat yang ingin mengambil kayu. Namun
hal itu dapat juga dilakukan jika ada gantinya dengan menanam pohon dan hasilnya dapat
diperjualbelikan.
2. Kerangka Teori
a. Ekolinguistik
Ekolinguistik mengkaji interaksi bahasa dengan ekologi pada dasarnya ekologi
merupakan kajian saling ketergantungan dalam suatu sistem. Ekologi bahasa dan ekologi
memadukan lingkungan, konservasi, interaksi, dan sistem bahasa. Ekolinguistik adalah
suatu disiplin ilmu yang mengkaji lingkungan dan bahasa. Ekolinguistik merupakan ilmu
bahasa interdisipliner, menyanding ekologi dan linguistik (Mbete, 2008: 1).
Ekolinguistik adalah studi hubungan timbal balik yang bersifat fungsional. Dua
parameter yang hendak kita hubungkan adalah bahasa dan lingkungan. Bergantung pada
perspektif yang digunakan baik ekologi bahasa maupun bahasa ekologi. Kombinasi
keduanya menghasilkan kajian ekolinguistik. Ekologi bahasa mempelajari dukungan
pelbagai sistem bahasa yang diperkenalkan bagi kelangsungan makhluk hidup, seperti
halnya dengan faktor-faktor yang memengaruhi kediaman (tempat) bahasa-bahasa
dewasa ini.
Dalam The Ecology of Language Shift, Mickey (dalam Fill dan Muhlhausler, 2001:
67) menjelaskan bahwa pada dasarnya ekologi merupakan kajian saling ketergantungan
dalam suatu sistem. Dalam ekologi bahasa, konsep ekologi memadukan lingkungan,
konservasi, interaksi, dan sistem dalam bahasa (Fill, 2001: 43). Sementara itu, dalam
bahasa Indonesia dikenal istilah ekologi linguistik, linguistik ekologi, ekologi
bahasa/bahasa ekologi, dan ekolinguistik. Lingkungan bahasa dalam ekolinguistik
meliputi lingkungan ragawi dan sosial (Sapir dalam Fill dan Muhlhausler, 2001: 14).
Dalam perspektif antropologi, kognitif, seperangkat leksikon yang digunakan merupakan
objek, peristiwa, dan tanda aktivitas yang penting di lingkungan (Casson, 1981 dalam M
Bete, 2011: 2).
b. Semantik leksikal
Dari segi semantis, “setiap kata memiliki makna sesuai dengan lingkungan budaya
bahasa bersangkutan” (Sibarani, 1997: 7). Pembahasan makna dalam kata merupakan
kajian semantik leksikal. Makna kata itu dianggap sebagai satuan mandiri, bukan makna
kata dalam kalimat (Pateda, 2010: 74). Sweet dalam Palmer (1976: 37) membagi kata
atas kata penuh (full words), kata tugas, dan partikel (form words). Kata penuh
mengandung makna tersendiri. Kata ini bebas konteks kalimat sehingga mudah dianalisis.
Misalnya, nomina, verba, ajektiva, dan adverbia. Kata tugas merupakan bentuk bebas
yang terikat konteks kalimat. Kata ini mengandung makna apabila berada dalam kalimat.
Contohnya, pronomina, numeralia, interogativa, demonstrativa, artikula, preposisi,
59
Kajian Linguistik, Tahun Ke-12, No 1, Februari 2015
konjungsi, interjeksi. Partikel merupakan bentuk terikat yang melekat pada kata dasar dan
terikat pada konteks kalimat.
Semantik berkaitan dengan semiotik. Dalam semantik, kata disebut lambang
(symbol) sedangkan dalam semiotik lambang itu sendiri disebut tanda (sign) (Pateda
2010: 25). Sebagai pengguna bahasa, masyarakat dikelilingi oleh tanda. Tanda-tanda itu
mengandung makna. Dalam semiotik natural ditelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh
alam (Pateda, 2010: 31). Misalnya, air sungai keruh menandakan bahwa di hulu telah
turun hujan, tanah longsor memberikan tanda kepada manusia bahwa manusia telah
merusak alam.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian keterancaman leksikon ekoagraris dalam persawahan
dan perladangan di Kecamatan Sayurmatinggi ditemukan leksikon persawahan dan
perladangan yang dibagi atas sebelas pengelompokan. Leksikon tersebut adalah dalam
bahasa Angkola/Mandailing yang terdiri atas tiga jenis leksikon dalam tataran nomina,
verba, dan ajektiva. Leksikon nomina terdiri atas 315 leksikon, leksikon verba terdidi atas
66 leksikon, dan leksikon ajektiva terdiri atas 13 leksikon, total leksikon yang ditemukan
dalam persawahan dan perladangan adalah 394 leksikon. Di bawah ini akan diuraikan
pengelompokan leksikon ekoagraris dalam bahasa Angkola/Mandailing khususnya dalam
persawahan dan perladangan.
Tabel 5.1 Pengelompokan leksikon ekoagraris dalam Bahas Angkola/Mandailing
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Nama kelompok
Leksikon
bagian persawahan
benda - benda
persawahan - dan
perladangan
perlatan produksi hasil
panen
alur beras dan palawija
alat dan mesin pertanian
tumbuhan sawah dan di
sekitar sawah
leksikon tanaman lading
leksikon nama tumbuhan
obat - di sekitar sawah
dan lading
leksikon fauna dalam
persawahan - dan
perdagangan
alat penangkap ikan
alat penangkap burung
jumlah
Nomina
Verba
Ajektiva
Total
26
24
7
3
2
9
35
36
26
9
-
35
14
21
28
17
12
-
2
-
33
33
28
40
72
-
-
40
72
47
-
-
47
11
6
313
13
5
66
-
24
11
392
60
13
Deli Kesuma
1.
Leksikon Bagian Persawahan
Leksikon bagian persawahan terdiri atas 35 leksikon. Leksikon nomina berjumlah
26 leksikon dan verba terdiri atas 7 leksikon dan untuk leksikon ajektiva ada 2 leksikon
yang diuraikan dalam tabel berikut:
Tabel 5.2 Daftar leksikon bagian persawahan
No
BAM (nomina)
glos
(nomina)
(1)
I
1
(2)
(3)
Bagian persawahan
bondar
parit
2
3
4
5
6
7
bondar karihir
bondar tonga
bondar
buangan
bondar jae
bondar julu
gadu
8
lupak
9
10
lubang
muara
11
12
13
14
15
16
17
18
ombik
pintu ni aek
saba
saba holbung
saba jae
saba julu
saba
pasir/saba
gariang
saba udan
19
sibarati
20
sitapangi
21
22
sibulu-bulu
simual-muali
BAM
(verba)
glos
(verba)
BAM
(adjektiv
a)
glos
(adjektiv
a)
(4)
(5)
(6)
(7)
mambon
dar
membuat parit
bahasa
latin
(nomina
)
(8)
parit pinggir
parit tengah
parit buangan
parit hilir
parit hulu
pematang
mangga membuat pematang yang besar
sawah yang du
besar/batas
antara
sawah yang
satu dengan
yang lain
petakan
marlupa mengerjakan sawah orang lain
sawah
k
liang di bagian sawah
muara/pertemuan air parit
marmua bermuara
ra
gambut
pintu air
sawah
sawah yang tidak rata
sawah hilir
sawah hulu
sawah pasir
sawah hujan
pematang
yang
melintang
saluran air
mambar
ati
membuat pematang
marsita
pa ngi
pipa air
mata air
61
memiliki saluran
air
Kajian Linguistik, Tahun Ke-12, No 1, Februari 2015
23
24
sibatangi
sibujuri
25
26
tahalak
pematang
pematang yang
membujur
bendungan
ulu ni aek
amatangi
mambujuri
membuat pematang
membuat pematang
manahalak
hulu air
membendung
Leksikon nomina tersebut di atas ada yang memiliki leksikon verba yang
mengandung prefix mam- man- dan mar dalam bahasa Angkola/Mandailing sebagai
berikut:
Tabel 5.3. Prefiks mam - mang – dan marNo
1
Nomina
bondar
Glos
parit
2
3
gadu
lupak
pematang
petakan
4
5
sibatangi
pematang
6
sibujuri
7
sibarati
8
tahalak
pematang yang
membujur
pematang yang
melintang
mendungan
2.
verba
mambond
ar
manggadu
marlupak
glos
membuat parit
mamatan
gi
mambujur
i
mambarat
i
manahala
k
membuat pematang
membuat pematang
mengerjakansawah
orang
membuat pematang
membuat pematang
membuat bendungan
Benda-benda Persawahan dan Perladangan
Leksikon benda-benda persawahan dan perladangan terdiri atas 36 leksikon.
Leksikon nomina berjumlah 24 leksikon, lesikon verba berjumlah 3 leksikon dan ajektiva
ada 9 leksikon yang diuraikan dalam tabel berikut:
No
(1)
II
1
2
3
4
5
6
7
Tabel 5.4 Daftar leksikon benda-benda persawahan dan perladangan
BAM
glos
BAM
glos
BAM
glos
(nomina)
(nomin (verba)
(verba (adjektiva) (adjektiv
a)
)
a)
(2)
(3)
(4)
(5)
Benda-benda persawahan dan perladangan
aek
air
pamasuk
menga
aek
iri
alak-alak
orang-orngan sawah
baju salin
batu
bustak
burir
buntubuntu
pakaian kerja petani
batu
lumpur
malai
gundukan tanah
62
(6)
(7)
maraek
berair
marbatu
marbustak
berbuah
berlumpur
bahasa
latin
(nomina
)
(8)
Deli Kesuma
8
9
10
11
12
duhut
irta
karekel
lambang
lapung
rumput
karat air
kerikil
buah yang kopong
gabah hampa
marduhut
marirta
markarekel
berumput
berkarat air
berkerikil
marlapung
13
lungguk
tumpukan besar tanaman padi
yang telah disabit
marlunggu
k
14
15
16
17
18
orsik
para-para
porngis
rintop
sagean
memiliki gabah
hampa
menumpukkan
tanaman padi yang
telah disabit
berpasir
pasir
marorsik
para-para
padi yang berisi
miang
marintop
bermiang
tumpukan-tumpukan kecil tanaman padi yang telah disabit
19
singgulu
topi petani dari kain yang dipakai perempuan
20
21
22
sopo
tano
tano na
lom-lom
tapu-tapu
tano na
rara
marsialapa
ri
dangau/saung
tanah
tanah hitam
23
24
25
topi petani dari kain yang dipakai laki-laki dan perempuan
tanah merah
bergotong royong
Leksikon verba dan ajektiva benda-benda persawahan dan perladangan
mengandung prefiks mar yaitu sebagai berikut:
No
1
Prefiks marNomina glos
aek
air
2
3
4
5
6
batu
bustak
duhut
irta
lapung
7
lungguk
tumpukan besar tanam an padi yang
telah disabit
marlung guk
8
9
orsik
rintop
pasir
miang
marorsik
marintop
Verba
pamasuk
aek
glos
mengair
i
lumpur
rumput
karat
gabah hampa
63
ajektiva
maraek
glos
berair
marbatu
marbustak
marduhut
marirta
marlapung
berbuah
berlum pur
berumput
berkarat
memiliki
gabah hampa
menumpukka
n tanaman
padi yang
telah disabit
berpasir
bermiang
Kajian Linguistik, Tahun Ke-12, No 1, Februari 2015
3.
Peralatan Produksi Hasil Panen
Leksikon peralatan produksi hasil panen dalam persawahan dan perladangan
bahasa Angkola/Mandailing terdiri atas 26 leksikon nomina, 9 leksikon verba, dan tidak
memiliki leksikon ajektiva. Total temuan leksikon peralatan produksi hasil panen adalah
berjumlah 35 leksikon.
4
Daftar leksikon peralatan produksi hasil panen
BAM (nomina) glos
BAM
glos
BAM
(nomina (verba)
(verba)
(adjektiv
)
a)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Peralatan produksi hasil panen
amak
tikar pandan
maramak
amparan
tikar
amparan
tikar plastik
palastik
andilo
tas petani dari kulit kayu
marandilo
5
6
7
8
9
andor
arilas
belek
bide
goni
batang tumbuhan merambat
panas matahari
kaleng
tikar ber bahan rotan
goni
10
harung
karung
11
12
13
induri
indalu
incir/osa ka
14
15
16
17
18
19
jait goni
kadangan
losung
losung aek
napu
pangkipas
tampi
alu
alat pengangkut hasil panen yang
beroda empat dari kayu dan
didorong
jarum goni
tas petani dari plastik
lesung
kincir air
pupuk
kipas
20
paspasan
alat perontok padi dari kayu
21
pardegean
22
23
24
25
26
panggilingan
tali sarisir
tali palastik
timbangan
ubat ni hama
tempat merontokkan padi dengan
kaki
kilang padi
kulit batang pisang yang kering
tali plastik
timbangan
racun hama
No
(1)
III
1
2
3
64
glos
(adjekti
va)
(7)
bahasa
latin
(nomina)
(8)
bertikar
menggunakan tas
petani
manggoni
on
mangkaru
ng kon
menggonikan
Marincir
memakai alat
pengangkut hasil
panen dari kayu
manapui
mangkipa
s
mamaspa
s
mardege
memupuk
mengkipas
mengaru ngkan
merontokkan padi
dengan kayu
merontokkan padi
dengan kaki
Deli Kesuma
Leksikon nomina tersebut ada yang memiliki leksikon verba dan mengandung prefiks
mar dan mang yakni:
Prefiks mar dan mang
No Nomina
Glos
1
amak
tikar pandan
2
andilo
tas petani dari
kulit kayu
3
goni
goni
4
harung
karung
5
incir/osak
a
6
7
napu
pangki
pas
paspasan
alat
pengangkut
hasil panen
dari kayu dan
didorong
pupuk
kipas
8
9
4.
pardegea
n
alat perontok
padi dari kayu
tempat
merontokkan
padi dengan
kaki
Verba
Glos
Ajektiva
Glos
maramak bertikar
marandilo memakai tas petani dari kulit kayu
manggoni
on
mangkaru
ng kon
marincir
menggoni kan
manapui
mangkipa
s
mamaspa
s
mardege
memupuk
mengkipas
mengarungkan
memakai alat pengangkut hasil
panen dari kayu
merontokkan padi dengan kayu
merontokkan padi denag kaki
Alur Beras dan Palawija
Leksikon ekoagraris bahasa Angkola/Mandailing khususnya dalam persawahan
dan perladangan pada alur beras dan palawija terdiri atas 36 leksikon. Leksikon nomina
terdiri atas 14 leksikon, verba ada 17 leksikon dan, ajektiva berjumlah 2 leksikon dan
diuraikan dalam tabel berikut:
No
(1)
IV
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Daftar leksikon alur beras dan palawija
glos
BAM
glos
BAM
(nomina) (verba)
(verba)
(adjektiv
a)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Alur beras dan palawija
bota
padi yang ada dalam beras
buapak
sekam padi
dadak
dedak
danon
buah
mardanon berbuah
dahanon
beras
gorsing
kuning
gumorsing
menguning
monis
menir
manduda
menumbuk padi
omping danon
emping beras
pagilingkon eme mengkilang padi
parsame an
tapak semaian
same
bibit
BAM (nomina)
65
glos
(adjektiv
a)
(7)
bahasa
latin
(nomina)
(8)
Kajian Linguistik, Tahun Ke-12, No 1, Februari 2015
14
15
16
17
18
tampang
topak
tubu
benih
tumbuh
tumbuh
24
boltok menek
manyuan menanam
mancabut mencabut bibit padi
same
mangolbu menyisip
ki
mangkeon membasmi keong
gi
manyamp menyemprot
orot
marbabo
menyiangi
manghian mengeringkan
g
batang padi yang mulai bunting
25
26
27
28
29
30
31
32
33
boltok godang
mamutar
mangaron dam
patiris
manyabur
mangalonca
manjombur
19
20
21
22
23
34
35
padi bunting
menyiangi pematang
merendam
meniris kan
menabur benih
meluku lahan
menjemur hasil panen
mamiari
manamba
l
mangkori
s
mananom
menampi hasil panen
membersihkan tanaman ladang dengan tajak
besar
membersihkan tanaman ladang dengan tajak
kecil
menanam
Leksikon nomina tersebut ada yang mengandung prefiks mar – man – dan mang
dan ada juga leksikon verba dan ajektiva yang tidak mengandung nomina tetapi memiliki
prefiks man – mang - dan mam.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Prefiks man – mang - dan mam
Nomina
glos
Verba
danon
buah
mardanon
gorsing
gumorsing
manduda
pagilingkon
eme
manyuan
mancabut
same
manapui
mangolbuki
mangkeong
i
manyampor
66
glos
ajektiva
berbuah
kuning
mengu ning
menumbuk padi
mengkilang padi
menanam
mencabut bibit
memupuk
menyisip
membasmi keong
menyemprot
glos
Deli Kesuma
12
13
14
15
boltok
menek
boltok
godang
ot
marbabo
menyiangi
manghiang mengeringkan
batang padi yang mulai bunting
padi bunting
16
17
18
19
20
21
22
mamutar
patiris
manyabur
mangalonc
a
manjombur
mamiari
manambal
23
mangkoris
24
mananom
5.
menyiangi pematang
meniriskan
menabur benih
meluku lahan
menjemur hasil panen
menampi hasil panen
membersihkan tanaman ladang dengan tajak
besar
membersihkan tanaman ladang dengan tajak
kecil
menanam
Alat dan Mesin Pertanian
Leksikon nama alat dan mesin pertanian khususnya dalam pesawahan dan
perladangan terdidri atas 33 leksikon. Untuk leksikon nomina terdiri atas 21 leksikon dan
leksikon verba terdiri atas 12 leksikon dalam tabel di bawah ini:
Daftar leksikon alat dan mesin pertanian
No BAM
glos
BAM
glos
BAM
glos
bahasa
(nomina)
(nomina)
(verba)
(verba)
(adjektiv (adjektiv latin
a)
a)
(nomina)
(1) (2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
V
Alat dan mesin pertanian
1
bajak
bajak
mambajak membajak
2
gotil
ani-ani
manggotil mengani-ani
3
jetor
mesin bajak manjetor
membajak
4
kampak
kapak
mangkam mengkampak
pak
5
masin
mesin
msangaro merontokkan padi dari malai
pangaro bot
perontok
bot
6
masin topung alat penggiling beras
7
mesin penampi
9
masin
pangkipas
masin
pangkoring
ordang
10
pangkur
cangkul
11
12
pompa aek
robot
marlung guk
rambas
pompa air
mesin robot
8
13
mesin pengering
alat tugal
arit
mangorda
ng
mamangk
ur
menanam benih dengan alat tugal
mangara
m bas
mengarit
67
mencangkul
Kajian Linguistik, Tahun Ke-12, No 1, Februari 2015
14
samporot
semprot
15
16
sasabi
sinso
17
18
19
20
21
garu
taraktor
tumbilang
tajak godang
tajak menek/
baletong
sabit
mesin
perebah
garpu
traktor roda
tumbilang
tajak besar
tajak kecil
manyamp
orot
manyabi
manyenso
menyemprot hama
manajak
menajak
memanen
menebang pohon dengan mesin
Leksikon nomina tersebut ada yang memiliki leksikon verba yang mengandung prefiks
mam – mang dan man yakni sebagai berikut:
Prefiks mam – mang dan man
No Nomina
glos
1
bajak
bajak
2
gotil
ani-ani
3
jetor
mesin bajak
4
kampak
kapak
5
6
masin
pangarobot
ordang
mesin
perontok
alat tugal
7
8
pangkur
rambas
cangkul
arit
9
samporot
semprot
10
11
12
sasabi
sinso
tajak
godang
sabit
mesin perebah
tajak besar
6.
verba
mambajak
manggotil
manjetor
mangkamp
ak
mangarobo
t
mangordan
g
mamangkur
mangaram
bas
manyampor
ot
manyabi
manyenso
manajak
glos
ajektiva
membajak
mengani-ani
membajak
mengkapak
glos
merontokkan padi dari malai
menanam benih dengan alat
tugal
mencangkul
mengarit
menyemprot hama
memanen
menebang pohon dengan mesin
menajak
Leksikon Tumbuhan Sawah dan di Sekitar Sawah
Leksikon nama tumbuhan sawah dan di sekitar sawah di Kecamatan Sayurmatinggi
terdiri atas leksikon nomina 28 leksikon, dan tidak memiliki leksikon verba dan ajektiva
yang diuraikan dalam tabel berikut:
68
Deli Kesuma
Daftar leksikon tumbuhan sawah dan di sekitar sawah
glos
BAM
glos
BAM
glos
bahasa
(nomina)
(verba)
(verba)
(adjektiv (adjektiv latin
a)
a)
(nomina
)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
No
BAM
(nomina)
(1)
(2)
VI
1
2
3
Tumbuhan sawah dan di sekitar sawah
arambir
pohon kelapa
apas
pohon kapuk
asom-asom rumput berdaun sempit
4
5
6
7
8
9
10
angkung
aromak
botik
bulu
busir
bau-bau
dahan
durame
eme
gayambang
genjer
kotuk-kotuk
ombur
pandan
misang
pau
rumput
manis
roro udan
simaremeeme
sipulut
sirput
sitias
suat
sumangge
suri-suri
susuk bolut
sirompaspa
ra
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
7.
kangkung
teki-tekian
papaya
bambu
keladi
rumput berdaun lebar
jamur merang
padi
kiambang
genjer
rumput berdaun sempit
rumput berdaun sempit
daun pandan
pakis
rumput gajah mini
teki-tekian
teki-tekian
pulut
rumput malu
rumput berdaun sempit
talas
semanggi
teki-tekian
rumput berdaun sempit
rumput berdaun lebar
Leksikon Tanaman Ladang
Leksikon nama tanaman ladang memiliki leksikon nomina yang berjumlah 40
leksikon dan tidak memiliki leksikon verba dan ajektiva yang diuraikan dalam tabel
berikut:
69
Kajian Linguistik, Tahun Ke-12, No 1, Februari 2015
(1)
VII
1
2
Daftar leksikon tanaman ladang
glos
BAM
glos
BAM
(nomina) (verba)
(verba)
(adjektiv
a)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Leksikon tanaman ladang
alas nabontar lengkuas putih
ancimun
mentimun
3
asom
jeruk
4
balinjen
tomat ceri
5
bawang batak
6
7
bawang
panjang
bawang perei
bingkuang
8
boja
semangka
9
botik
papaya
10
buncis
buncis
11
12
bulung gadung
daun sup
daun ubi
saledri
13
14
15
16
17
18
eme hauma
gadung
gadung jarar
jambu Bol
jambu erang
jambu orsik
padi huma
ubi
ubi jalar
19
20
jaung
jelok
jagung
labu kuning
21
22
23
24
25
26
27
kacang goring
kacang gule
kacang ijo
kacang kuning
lasiak
nasi-nasi
onas
kacang tanah
kacang panjang
kacang hijau
kedelai
cabai
daun katu
nanas
28
paria-paria
peria
No
BAM
(nomina)
daun perei
bengkuang
glos
(adjektiv
a)
(7)
bahasa
latin
(nomina)
(8)
cucumis
sativus
citrus
auronfoli
a
pachyrhiz
us erosus
citrullus
vulganis
canica
papaya
phaseolus
vulganis
brassica
juncea
jambu biji
psidium
guava
linn
cucurbita
mosehata
ananas
comosus
momordic
a
chrantina
70
Deli Kesuma
29
pisang
pisang
30
31
32
33
pitulo
pira nitobu
ranti
sabi
gambas
sayuran
sayur meranti
Sawi
34
siala
35
siarum
bayam
36
37
tobu
tomat na
godanggodang
tebu
tomat
38
39
40
torung
unik
unte godang
terong
kunyit
jeruk bali
8.
musa
paradisia
cal
brassica
juncea
asam
skala
amaranth
us spee
lycopersiu
m
esculentu
m
citrus
maxima
Leksikon Nama Tumbuhan Obat di Sekitar Sawah dan Ladang
Khusus leksikon nama tumbuhan obat di sekitar sawah dan ladang lebih banyak
jumlah leksikon yang ditemukan. Di antara dari 11 pengelompokan leksikon ekoagraris
dalam bahasa Angkola/Mandailing khususnya dalam persawahan dan perladangan, yaitu
terdiri atas 72 leksikon nomina dan tidak memilki leksikon verba dan ajektiva yang
diuraikan pada lampiran 1.
9.
Leksikon Fauna dalam Persawahan dan Perladangan
Leksikon nomina nama fauna dalam persawahan dan perladangan terdiri atas 47
leksikon. Kelompok leksikon ini juga tidak memiliki leksikon verba dan ajektiva pada
setiap nomina yang diuraikan dalam tabel berikut:
Daftar leksikon fauna dalam persawahan dan perladangan
No
BAM
glos
BAM
glos
BAM
glos
bahasa
(nomina)
(nomina) (verba)
(verba)
(adjektiv (adjektiv latin
a)
a)
(nomina)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
IX
Leksikon fauna dalam persawahan dan
perladangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
ala
alihi
aluang
agas
antingano
aporas
aruting
bajonggir
borongborong
kala
elang
kalong
nyamuk
walang sangit
ikan sejenis haperas
gabus
kadal
kumbang
71
Kajian Linguistik, Tahun Ke-12, No 1, Februari 2015
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
buntat
burung tasik
bodat
cacibang
capet
garap
gayo
goya
ikan tima
inggit-inggit
kotok
kabangkabang
keong
lompong
limatok
laba-laba
lanok
linta
onggang
pune
piongot
ruak-ruak
rama-rama
rongit
silopak
silisit
salim borbor
salim pot-pot
siapor
siborok
sikurindik
siri-siri
suruk
tangkulapa
tingkalang
tilan
tungir
udang
wereng
nacoklat
wereng
narata
ikan gobi
bangau
monyet
kaki seribu
ikan sepat
kepinding tanah
kepiting sungai
cacing tanah
ikan timah
ikan sejenis lele
tupai
kumbang
keong
kelelawar
pacat
laba-laba
lalat
linta
enggang
punai
tawon
ruak-ruak
kupu-kupu
nyamuk
burung pipit
burung
laron
kunang-kunang
belalang
berudu
jangkrik
capung
anjing tanah
ulat bulu
lele
ikan sejenis belut
tungir
udang
wereng coklat
wereng hijau
10. Alat Penangkap Ikan
Leksikon nama alat penangkap ikan dalam persawahan dan perladangan bahasa
Angkola/Mandailing terdiri atas 24 leksikon. Leksikon nomina berjumlah 11 leksikon,
leksikon verba berjumlah 13 leksikon dan, tidak memiliki leksikon ajektiva yang
diuraikan dalam tabel berikut:
72
Deli Kesuma
No
(1)
X
1
2
3
4
5
Daftar leksikon alat penangkap ikan
BAM
glos (nomina) BAM
glos
BAM
glos
bahasa
(nomina)
(verba)
(verba)
(adjektiv (adjektiv latin
a)
a)
(nomina)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
Alat penangkap ikan
during
during
mandurun menangkap ikan dengan during
g
kail
kail
mangkail memancing
lobu-lobu
alat penangkap marlobu- menangkap ikan dengan bak papan
ikan seperti
lobu
bak papan
luka
alat penangkap marluka
menangkap ikan dengan bubu yang terbuat dari
ikan/bubu
bilah
terbuat dari
bilah
mandehe
meraba/menangkap ikan tanpa alat
6
7
8
rambang
alat penangkap
ikan dan
burung seperti
jala/jarring
9
10
siturum
seterum
11
sulu
lampu
12
tambun
13
taot
14
tuba
alat penangkap
ikan
kail tanpa
joran/kail
pendek
racun ikan dari
tumbuhan
mancetcet
mametok
menangkap belut dengan kail tanpa joran
mangara
mbang
menangkap ikan/burung dengan jarring
sindiran
alat penangkap ikan seperti bubu kecil
manyituru
m
marsulu
menyeturum
manambu
n
martaot
menangkap ikan
manuba
meracun ikan dengan tumbuhan
menangkap ikan dengan bambu runcing
menangkap ikan malam hari dengan membawa
lampu
memancing dengan kail pendek
Leksikon nomina tersebut memiliki leksikon verba yang mengandung prefiks man - mang
- mar - dan mam yaitu sebagai berikut:
Prefiks man - mang – mar
No Nomina
Glos
1
durung
durung
2
3
kail
lobu-lobu
kail
alat
penangkap
ikan seperti
bak papan
Verba
Glos
mandurun
g
mangkail
marlobulobu
menangkap ikan dengan during
73
Ajektiva
Glos
memancing
manangkap ikan dengan bak papan
Kajian Linguistik, Tahun Ke-12, No 1, Februari 2015
4
luka
alat penangkap ikan/bubu terbuat dari bilah
5
mandehe
meraba/menangkap ikan tanpa alat
6
mancetcet
mametok
menangkap belut dengan kail tanpa
joran
menangkap ikan dengan bambu
runcing
menangkap ikan/buru ng dengan
jarring
7
8
ram bang
9
siturum
alat
penangkap
ikandan
burung
seperti
jala/jarring
seterum
10
sulu
lampu
11
tambun
12
taot
13
tuba
alat
penangkap
ikan
kail tanpa
joran/kail
pendek
racun ikan
dari
tumbuhan
mangara
m bang
manyituru
m
marsulu
manambu
n
menyetrum
menangkap ikan malam hari
dengan membawa lampu
menangkap ikan
martaot
memancing dengan kail pendek
manuba
meracun ikan dengan tumbuhan
11. Alat Penangkap Burung
Leksikon nama alat penangkap burung dalam persawahan dan perladangan bahasa
Angkola/Mandailing di Kecamatan Sayurmatinggi terdiri atas 11 leksikan yang terbagi
atas dua leksikon yaitu leksikon nomina terdiri atas 6 leksikon dan leksikon verba terdiri
atas 5 leksikon, sementara tidak memiliki leksikon ajektiva yang diuraikan dalam tabel di
bawah ini:
Daftar leksikon alat penangkap burung
No BAM
glos
BAM
glos
BAM
glos
bahasa
(nomina)
(nomina)
(verba)
(verba)
(adjektiv (adjektiv latin
a)
a)
(nomina)
(1) (2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
XI Alat penangkap burung
1
katapel
katapel
magkatap mengkata pel
el
2
pike
pike
marpike
memikat burung
3
pulut
pulut
mamulut
menangkap burung dengan getah kayu
4
sambat
sambat
5
sinapang
angin
Ultop
Ultop
6
manyamb
at
sinapang angin
74
menangkap burung dengan tali/benang
Deli Kesuma
Leksikon nomina tersebut memiliki leksikon verba yang mengandung prefiks mang – mar
– mam – dan man yaitu sebagai berikut:
Tabel 5.19 Prefiks mang – mar – mam – dan man
No
1
Nomina
katapel
Glos
ketapel
2
pike
3
pulut
4
sambat
5
ultop
alat
memikat burung
penangkap
burung
alat
mamulut
menangkap burung dengan getah
penangkap
kayu
burung dari
getah kayu
alat
manyamb menangkap burung dengan
penangkap
at
tali/benang
burung dari
tali/benang
alat penangkap burung terbuat dari bamboo
Verba
magkatap
el
marpike
glos
ajektiva
mengkata pel
glos
SIMPULAN
Leksikon ekoagraris dalam bahasa Angkola/Mandailing di Kecamatan
Sayurmatinggi terdiri atas 11 kelompok leksikon yaitu (1) leksikon bagian sawah (2)
leksikon benda- benda persawahan dan perladangan (3) leksikon peralatan produksi hasil
panen (4) leksikon alur beras dan palawija (5) leksikon alat dan mesin pertanian (6)
leksikon tumbuhan sawah dan sekitar sawah (7) leksikon tanaman ladang (8) leksikon
nama tumbuhan obat di sekitar sawah dan ladang (9) leksikon fauna dalam persawahan
dan perladangan (10) leksikon alat penangkap ikan (11) leksikon alat penangkap burung.
DAFTAR PUSTAKA
Adisaputra, Abdurrahman. (2009). “Potensi Kepunahan Bahasa Pada Komunitas Melayu
Langkat di Stabat, Kabupaten Langkat Sumatera Utara”. [Jurnal Logat Volume V
No.1 April 2009]. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Amri, Yusni Khairul. (2011). “Tradisi Lisan Upacara Adat Tapanuli Selatan (Pemahaman
Leksikon pada Remaja di Padang Sidempuan)”. [Tesis]. Medan: Universitas
Sumatera Utara.
Al-Gayoni, Yusradi Usman. (2012). Ekolinguistik. Jakarta: Pang Linge Bekerjasama
dengan Research Centre for Gayo (RDfG).
Chaer, Abdul. (2007). Leksikologi dan Leksikografi Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Fill, Alwin and Peter Muhlhausler. (2001). The Ecolinguistics Reader Language, Ecology
and Environment. London: Continuum.
Haugen, Einar. (1972). “The Ecology of Language”. The Ecology of Language. Ed.
Anwar S. Dil. California: Stanford University. 325-339.
75
Kajian Linguistik, Tahun Ke-12, No 1, Februari 2015
Haviland, William A. (1999). Antropologi. Edisi Keempat, Jilid 1, Jakarta: Penerbit
Erlangga
K. K Dwi Susilo, Rachmad. (2008). Sosiologi Lingkungan. Jakarta: Rajawali Pers.
K. K Dwi Susilo, Rachmad. (2012). Sosiologi Lingkungan dan Sumber Daya Alam:
Perspektif Teori dan Isu-Isu Mutakhir. Jakarta: Ar-Ruzz Media.
Koentjaraningrat. (2004). Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta:
Gramedia.
Mahsun. (2005). Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
M. Mbete, Aron. (2009). “Problematika Keetnikan dan Kebahasaan dalam Perspektif
Ekolinguistik”. Seminar Nasional Budaya Etnik III: Universitas Udayana.
M. Mbete, Aron. (2009). Refleksi Ringan tentang Problematika Keetnikan dan
Kebahasaan dalam Perspektif Ekolinguistik
M. Mbete, Aron. (2011). “Ekolinguistik: Perspektif Kelinguistikan Yang Prospektif”.
Kupang: Udayana.
M. Mbete, Aron. (2012). “Hak Hidup Bahasa-Bahasa Minor, Ancaman, dan Strategi
Pelestariannya”. Seminar Nasional Bahasa Ibu V: Universitas Udayana.
M. Mbete, Aron. (2013). Penulisan Singkat Penulisan Proposal Penelitian Ekolinguistik.
Denpasar: Vidia.
Muhlhausler, Peter and Alwin Fill (Eds.) (2003). The Ecolinguistics Reader. Language,
Ecology and Environment. London and New York: Continuum.
Moleong, Lexy J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. [Edisi Revisi] Bandung:
Rosdakarya.
76