BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obat - Persyaratan dan Analisis Mutu Keseragaman Bobot dan Kadar Air pada Sediaan Obat vTradisional Jamu di Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Obat

  Obat merupakan komponen pelayanan kesehatan yang sangat mempengaruhi kesembuhan penyakit, serta pencegahan dari keparahan penyakit dan komplikasi yang mungkin timbul. Di sisi lain, kesalahan pemberian obat sering berujung pada kondisi serius hingga menyebabkan kematian. Apabila ditinjau dari sudut pandang manajemen, pemakaian obat meliputi 30% hingga 60% biaya pelayanan kesehatan.

  Pengolahan logistik obat membutuhkan akurasi yang tinggi karena harga bebrapa item obat sangat mahal, perputaran obat sangat bervariasi antara satu item obat dengan item yang lain, serta secara umum obat merupakan produk yang mudah rusak (perishable). Ada obat-obat tertentu yang harus selalu tersedia di rumah sakit dan esensial bagi pelayanan kepada pasien. Beberapa kenyataan tersebut menuntut sistem informasi klinis, asuhan kefarmasian, maupun manajerial yang prima.

  Dunia medis dan kefarmasian juga berkembang pesat dan kompleks dengan dihasilkannya berbagai penemuan obat dan teknologi kedokteran sampai tingkat molekuler. Pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien juga mendapatkan momentumnya dalam satu dasa warsa terakhir. Farmasi sebagai salah satu tenaga kesehatan yang bergelut di bidang obat dan pengobatan tengah berupaya meningkatkan peranannya yang lebih signifikan kepada masyarakat, untuk menjamin ketersedian masyarakat, untuk menjamin ketersediaan obat dan yang berkualitas, memastikan bahwa pasien mendapatkan obat yang dapat, dengan dosis yang sesuai, diminum dengan cara yang benar, memberikan hasil terapi yang maksimal, dan mendapatkan efek samping yang minimal.

  Pelaksanaan dispending yang benar, yang mengacu pada siklus dispensing yang benar, sangat perlu dipahami oleh semua farmasi untuk menjamin efikasi dan keamanan obat bagi pasien. Teknologi informasi dan komunikasi dapat sangat membantu untuk efisiensi dan pencegahan kesalahan akibat human error pada proses dispending dan pengelolaan obat.

  Di lain pihak, makin baiknya tingkat pendidikan masyarakat dan mudahnya akses informasi melalui media membuat masyarakat lebih melek informasi dan makin sadar akan hak-haknya sebagai konsumen, termasuk konsumen produk dan jasa bidang kesehatan. Walaupun demikian, masih banyak masyarakat yang menjadi korban malpraktek atau tidak memperoleh hak-haknya secara sebenarnya.

  Karena itu, Teknologi Informasi dan Komunikasi dapat sangat berkontribusi dalam memberikan hak atas informasi bagi konsumen obat.

  Kesehatan merupakan modal utama setiap umat manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Ketika kesehatan mulai terganggu, maka upaya pengobatan merupakan langkah yang harus ditempuh bagi setiap insan. Banyaknya jenis penyakit dan banyaknya macam obat yang beredar di pasaran, menyebabkan sulitnya dokter, farmasi maupun masyarakat dalam mencarai informasi obat dengan cepat. Kecepatan akan pemenuhan informasi obat tentunya akan sangat berpengaruh pada cepatnya upaya pengobatan, yang selanjutnya akan berujung pada cepatnya proses penyembuhan. (Kusumadewi, 2011).

2.2. Sejarah Obat Tradisional

  Indonesia merupakan salah satu Negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman telah diketahui khasiatnya namun kurang dari 300 tanaman yang digunakan sebagai bahan baku industri farmasi secara regular. Sekitar 1000 jenis tanaman telah diidentifikasi dari aspek botani sistematik tumbuhan dengan baik. WHO pada tahun 2008 mencatat bahwa 68% penduduk dunia masih menggantungkan sistem pengobatan tradisional yang mayoritas melibatkan tumbuhan untuk menyembuhkan penyakit dan lebih dari 80% penduduk dunia menggunakan obat herbal untuk mendukung kesehatan mereka. Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa tumbuhan obat memiliki arti penting yakni secara mendasar mendukung kehidupan maupun potensi perdagangan.

  Berbagai tanaman obat dan ribuan tanaman berpotensi obat di Indonesia mengandung beraneka ragam jenis senyawa kimia alami. Berdasarkan penggunaan tradisional dan berbagai penelitian ilmiah, tanaman tersebut memiliki berbagai efek farmakologis dan bioaktivitas penting mulai dari potensi sebagai agen anti penyakit infeksi sampai penyakit degeneratif seperti imunodefisiensi, hepatitis, arthritis, stroke, osteoporosis bahkan kanker.

  Di sisi lain pengobatan dengan senyawa tungggal (single entity) atau senyawa isolate murni maupun sintesis belum memberikan kesembuhan optimal dan paripurna. Maka masyarakat berupaya untuk mencari obat alternatif, terutama dari herbal.Minum jamu untuk mendukung kesehatan dan penggunaan bahan obat alam terutama tumbuhan telah melekat di dalam kehidupan masyarakat Indonesia dari generasi ke generasi hingga kini. Apresiasi yang lebih tinggi terhadap bahan alami semakin meningkat seiring dengan berbagai fakta bahwa bahan-bahan sintetis termasuk obat sintetis memiliki efek samping yang tidak bisa dianggap remeh.

  Gaya hidup masyarakat modern “sadar alami” menjadikan jamu dan obat herbal untuk agen promosi kesehatan dan pencegahan terhadap penyakit serta untuk mendukung vitalitas atau mendukung kinerja harian. Beberapa anggota masyarakat menggunakannya sebagai agen kuratif (penyembuh) namun belum didukung penelitian ilmiah yang memadai misal untuk antikanker, antirematik, anti asam urat atau sebagai penyembuh dengan indikasi masih belum spesifik seperti mengobati pasca kelahiran, mengobati demam, mengobati masuk angin, dan lain-lain. Khususnya di Indonesia, fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa obat herbal memiliki peran penting di dalam bidang kesehatan masyarakat dalam hal aspek pengobatan sebagai agen preventif, promotif bahkan kuratif. Untuk itu perlu dilakukan penelitian berkesenimbangun terkait efek farmakologi, toksisitas, farmakokinetika zat khasiat, penatapan mutu dan keamanan bahan baku ekstrak yang digunakan di dalam penunjang kesehatan.

  Fakta bahwa obat berbasis tumbuhan telah melekat di dalam kehidupan masyarakat, Indonesia Negara terkaya biodiversitasnya, kecendrungan orang kembali ke alam meneguhkan peran penting tumbuhan sebagai sumber obat bahkan berpotensi nilai ekonomi tinngi. Namun isu besar yang menjadi pemikiran pemerintah saat ini adalah bagaimana menjamin obat yang berbasis herbal di atas memiliki mutu yang terukur, mampu mendukung derajat kesehatan dan terjamin keamanan terbebas dari bahan dan mikroba berbahaya serta bagaimana menaikkan nilai ekonomi sehingga menjadi Negara produsen yang bermartabat.

  Di kalangan perguruan tinggi bidang farmasi, kedokteran dan kimia, pembelajaran dan fitoterafi dan upaya standardisasi sudah dilakukan puluhan tahun namun output yang dihasilkan berupa dokumen lintas departemen masih belum memadai. Walau demikian semenjak tahun 2000 pemerintah RI melalui depkes-BPOM mulai mengintensifkan pembuatan standar dan acuan standardisasi bahan obat alam. Hingga kini telah diterbitkan monografi ekstrak tumbuhan obat tahun 2004 dan 2006 dan farmakope herbal yang akan diterbitkan tahun mendatang.

  Meskipun pembuatan Materia Medika Indonesia sudah dimulai sejak sekitar tahun 1980-an, namun lebih banyak menitik beratkan pada aspek botani dan sangat kurang dalam parameter kimiawi, mikrobiologi dan fisis sebagai hakekat standardisasi sesungguhnya. Sedangkan ekstrak tanaman yang sudah dibakukan standardisasinya baru mencapai kurang dari 60 buah (bandingkan dengan ribuan tanaman obat dan berpotensi obat Indonesia yang belum tersentuh secara ilmiah). Lima tahun terakhir perguruan tinggi yang berbasis kimia dan farmasi telah intensif mulai memberikan materi pembelajaran standardisasi bahan obat alam yang awalnya mungkin hanya mata kuliah pilihan kemudian menjadi mata kuliah wajib.

  Begitu pula ratusan industri farmasi besar dan menengah mulai memperhatikan parameter spesifik seperti aspek senyawa apa yang bertanggung jawab terhadap khasiat. Dengan demikian prospek dan pekerjaan standardisasi bahan obat alam merupakan isu besar dan tantangan besar hingga 20 tahun mendatang.

2.3. Standarisasi Obat Tradisional

  Objek standarisasi adalah ekstrak tumbuhan yakni material yang diperoleh dengan cara mencari bahan tumbuhan dengan pelarut tertentu. Kecuali dinyatakan lain pelarut yang diperbolehkan adalah etanol. Pelarut organik lain selain metanol memiliki potensi toksisitas yang lebih tinggi. Etanol memiliki kemampuan mencari polaritas yang lebar mulai senyawa non polar sampai dengan polar. Sedangkan pencari air cukup sulit diuapkan pada suhu rendah sehingga berpotensi terdegradasinya komponen aktif atau terbentuknya senyawa lain karena pemanasan. Ekstraksi dengan non pelarut seperti superkritikal gas diperkenankan namun yang menjadi masalah adalah aplikasi di Indonesia untuk industri masih sangat terbatas karena peralatan yang cukup mahal.

  Ada beberapa jenis ekstrak yakni: ekstrak cair, ekstrak kental dan ekstrak kering. Ekstrak cair jika hasil ekstraksi masih bisa dituang, biasanaya kadar air lebih dari 30%. Ekstrak kental jika memiliki kadar air antara 5-30%. Ekstrak kering memungkinkan langsung dilakukan penyerbukan dan lebih mudah memperhitungkan kadar serta melakukan formulasi. Untuk industri yang tidak mampu membuat serbuk sebaiknya kadar air dibuat antara 10-30% dan tidak terlalu kental. Dengan konsistensi terlalu kental justru sangat sulit diserbukkan.

2.3.1. Manfaat Standarisasi Obat Tradisional

  Tanaman obat dan rempah Indonesia mempunyai potensi besar sebagai produk unggulan. Belum tingginya upaya lintas sektoral dan terpadu antara swasta- pemerintah-perguruan tinggi untuk mengangkat secara sistematis natural product Indonesia mengakibatkan banyak produk ekspor herbal yang berdaya tawar rendah. Hingga kini Cina dan India adalah raja produk herbal di dunia, bahkan Singapura yang merupakan Negara mungil adalah salah satu pengolah dan penjual produk alam yang cukup besar dan Negara inilah yang menerapkan standar bagi eksportir sehingga banyak sekali bahan mentah Indonesia yang diekspor dengan harga cukup murah namun melalui pabrikasi dan proses di Negara bersangkutan tersebut dijual dengan nilai yang jauh lebih tinggi.

  Standardisasi adalah upaya penting untuk menaikkan nilai ekonomi produk alam Indonesia. Dampak positif standardisasi sebenarnya menguntungkan semua pihak yakni konsumen, pemerintah bahkan produsen sendiri. Agar bisa diaplikasikan secara klinik, menjaga konsistensi khasiat atau menaikkan efikasi produk dan jika digunakan sebagai bahan baku industri maka ekstrak tanaman harus memiliki zat aktif atau senyawa marker pada kadar tertentu. Selain itu untuk memastikan keamanan, ekstrak tidak boleh mengandung zat-zat yang berbahaya. Bagi produsen akan menguntungkan dari aspek stabilitas produk, karena zat-zat tertentu bisa mempercepat kerusakan produk yang beredar di pasaran, misalnya kadar air yang terlalu tinggi (>10%) akan menurunkan stabilitas ekstrak. Produk yang bermutu dengan khasiat yang konsisten dan aman akan menaikkan kepercayaan konsumen dan klien.

2.3.2. Penetapan Standarisasi Obat Tradisional

  Pemerintah adalah pemegang mandat politik untuk menjamin mutu pelayanan dan barang yang beredar di masyarakat serta mencegah bahaya apapun terhadap bahan yang dikonsumsi publik. Pemerintah melalui Departemen Kesehatan dan Badan POM menetapkan standar dan parameter mutu dan keamanan bahan apapun termasuk bahan obat herbal yang dikonsumsi oleh masyarakat.

  Standar itu merupakan acuan yang digunakan oleh institusi di luar pemerintah yang memiliki kepentingan dengan obat herbal: produsen, industry, eksportir, lembaga penelitian, dan lain-lain. Mereka harus menepati mutu produk yang telah ditetapkan. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang bertanggungjawab dalam penyelenggaraan Standardisasi, sedangkan evaluasi dan penilaian produk, baik jamu, Obat Herbal Terstandar (OHT), maupun Fitofarmaka menjadi tugas dan tanggungjawab Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik. Produsen, supplier, agen, pengimpor dan pengekspor berbahan baku ekstrak wajib menaati ketentuan pengujian, parameter hasil dan metode yang digunakan termasuk instrumentasi terutama sekali parameter keamanan. Untuk itu mereka harus melakukan proses standardisasi ekstrak jika produk herbal beredar di masyarakat sebagai obat herbal terstandar dan fitofarmaka.

  Perlu dikemukakan di sini bahwa ada 3 kategori obat herbal yang beredar di Indonesia yakni: jamu, suatu bahan pengobatan tradisional namun sudah terdaftar di institusi pemerintah yang tanpa dilakukan standardisasi dan belum diteliti khasiat atau farmakologinya, baik secara pra klinik maupun klinik. Obat herbal terstandar, jika bahan baku telah distandardisasi dan khasiatnya telah dibuktikan secara klinik pada pasien manusia. Direktorat penilaian pada Badan POM yang akan memeriksa kesesuaian hasil ajuan dari subjek standardisasi diatas.

  Idealnya ekstrak yang ditetapkan parameter mutu dan keamanannya adalah ekstrak yang berasal tanaman yang telah diteliti dan ditetapkan efek farmakologis dan toksisitas kliniknya (baik akut, subkronis, maupun kronis), yakni telah teruji pada pasien sehingga output yang dihasilkan adalah produk dengan nilai ekonomi dan berdaya guna tinggi. Namun untuk mendapatkan ekstrak tanaman yang teruji secara klinik sudah merupakan problem besar tersendiri terkait dengan besarnya dana yang harus diinvestasikan.

  Di sisi lain masyarakat turun temurun atau mengikuti tren atau mengadsorpsi kebiasaan baru mengonsumsi obat herbal tertentu yang notabene banyak diantaranya belum mengalami penelitian farmakologi maupun toksikologinya. Demikian jamu yang beredar di pasaran, hendaknya minimal bahan baku ekstraknya telah ditetapkan aspek parameter non spesifiknya.

  Sudah menjadi tugas pemerintah untuk menetapkan parameter mutu dan menjaga keamanan masyarakat pemakai obat herbal sehingga dengan sendirinya bahan obat herbal apapun yang telah dikonsumsi public secara missal tetap pada batas-batas aman meskipun bahan atau produk terkonsumsi belum mengalami uji farmakologi praklinik maupun klinik.

2.3.3. Acuan Standarisasi Obat Tradisional

  Parameter terkait ketentuan mutu dan keamanan obat herbal dibuat dalam dokumen resmi pemerintah seperti Materia Medika Indonesia, Monografi Ekstrak, Farmakope Herbal yang merupakan standar resmi pemerintah. Panduan bisa diperluas jika diperlukan yakni dari WHO: Quality Control Methods for Medicinal Plan Materials. Jadi standardisasi bahan obat herbal ditujukan untuk menjamin mutu yang artinya bisa menjamin efikasi efek farmakologinya secara konsisten dan menjamin keamanan pada konsumen. Pemerintah melalui BPOM yang menentukan parameter-parameternya. Sedangkan produsen, distributor, eksportir dan importer memiliki kewajiban memenuhi criteria parameter dan keamanan yang telah digariskan dalam dokumen resmi tersebut, seperti farmakope herbal, monografi ekstrak, parameter mutu dan keamanan ekstrak dan lain-lain. Pekerjaan parameter nonspesifik meliputi aspek penetapan sisa air. Berikut ini adalah penjelasan mengenai aspek penetapan sisa air.

  Tujuan : Menetapkan residu air setelah proses pengentalan atau pengeringan.

  Parameter : Range kadar air tergantung jenis ekstrak yang diinginkan ekstrak kering kadar air <10%, ekstrak kental 5-30%, ekstrak cair >30%.

  Atau menyesuaikan kebutuhan pengeringan serta perhitungan dosis formulasi tetapi jika tidak dinyatakan lain, maka ekstrak adalah ekstrak kental. Problem : Untuk menetapkan parameter non spesifik titik krusial terpenting adalah homogenitas sampel. Seringkali keterulang (simpangan deviasi) beberapa pengukuran rendah karena cara Sampling yang tidak representatif. Sebagaimana diungkapkan di depan, bahwa karakteristik ekstrak adalah sering terjadi separasi selama penyimpanan.

  Kadar air menetukan stabilitas ekstrak dan bentuk sediaan selanjutnya. Biasanya kadar air yang cukup berisiko adalah lebih dari 10%.

2.4. Penggunaan Air

  Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan fungsinya tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain. Air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita. Bahkan dalam bahan makanan yang kering sekalipun, seperti buah kering, tepung, serta biji-bijian terkandung air dalam jumlah tertentu. Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan makanan hewani maupun maupun nabati. Air berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisa-sisa metabolisme, sebagai media reaksi yang menstabilkan pembentukan biopolimer dan sebagainya

2.4.1. Kimia Air

  Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom oksigen yang berikatan kovalen dengan dua atom hidrogen. Hidrogen dan oksigen mempunyai daya padu yang sangat besar antar keduanya. Keunikan air terjadi berkat ikatan pemadu kedua unsurnya. Perangkaian jarak atom-atomnya mirip kunci yang masuk lubangnya, kecocokannya begitu sempurna, sehingga air tergolong senyawa alam yang paling mantap. Semua atom dalam molekul air terjalin menjadi satu oleh ikatan yang kuat, yang hanya dapat dipecahkan oleh perantara yang paling agresif, misalnya energi listrik atau zat kimia seperti logam kalium.

  Sebuah atom oksigen mempunyai sebuah inti dengan delapan proton; kulit elektron bagian dalam berisi dua elektron dan sebuah kulit elektron luar hanya berisi enam elektron, jadi masih belum penuh atau masih kekurangan dua elektron. Sedang sebuah atom hidrogen mempunyai kulit elektron luar hanya berisi enam elektron, jadi masih belum penuh atau masih kekurangan dua elektron. Sedang sebuah atom hidrogen mempunyai kulit elektron tunggal di sekeliling intinya, yang berisi hanya satu elektron, jadi masih belum penuh atau kekurangan satu elektron. Kulit yang belum terisi penuh tersebut tidak mantap dan elektron-elektronnya cepat bergabung dengan electron lain untuk memenuhi ruang dalam suatu kulit. Kulit yang terisi penuh merupakan bentuk yang mantap, dan setelah hal itu terjadi, maka akan dilawannya setiap usaha pemisahan.

2.4.2. Ikatan Kovalen dan Ikatan Antarmolekul Air

  Dalam sebuah molekul air dua buah atom hidrogen berikatan dengan sebuah atom oksigen melalui dua ikatan kovalen, yang masing-masing mempunyai energi sebesar 110,2 kkal per mol. Ikatan kovalen tersebut merupakan dasar bagi sifat air yang penting, misalnya kebolehan air sebagai pelarut. Bila dua atom hidrogen bersenyawa dengan sebuah atom oksigen, maka molekul tersebut menghasilkan molekul yang berat sebelah, dengan kedua atom hidrogen melekat di satu atom

  o

  oksigen dengan sudut 104,5 antara keduanya. Posisi tersebut mirip dengan dua dua telinga pada kepala kelinci. Akibat perbedaan elektronegativitas anatar hidrogen dan oksigen, sisi hidrogen molekul air bermuatan positif sedang pada sisi oksigen bermuatan negatif.

  Sebuah molekul air dapat digambarkan sebagai menempati pusat dari sebuah tetrahedron, suatu benda ruang dengan 4 sisi yang masing-masing sisinya merupakan segi tiga sama sisi, sebuah molekul air dengan kutub-kutub positif dan negatif secara permanen menjadi dwikutub (dipolar), seperti halnya sebatang magnet yang mempunyai kutub berbeda pad kedua ujungnya. Karena itu molekul air dapat ditarik oleh senyawa lain yang bermuatan positif atau yang bermuatan negatif. Daya tarik-menarik di antara kutub positif sebuah molekul air dengan kutub negatif molekul air lainnya menyebabkan terjadinya penggabungan molekul-molekul air melalui ikatan hidrogen.

  Ikatan hidrogen jauh lebih lemah dari ikatan kovalen. Ikatan-ikatan hidrogen mengikat molekul-miolekul air lain di sebelahnya dan sifat inilah yang bertanggungjawab terhadap sifat mengalirnya air. Molekul air yang satu dengan molekul air yang lain bergabung dengan suatu ikatan hidrogen antara atom H denagn atom O dari molekul air yang lain.

  Kemampuan molekul air membentuk ikatan hidrogen menyebabkan air mempunyai sifat-sifat yang unik. Ikatan hidrogen yang terjadi antara molekul- molekul yang berdampingan mengakibatkan air pada tekanan atmosfer bersifat

  o

  mengalir (flow) pada suhu 0-100

  C. kelompok-kelompok kecil molekul air bergabung dengan suatu pola tertentu, tetapi kelompok-kelompok tersebut bergerak bebas dan menyebabkan terjadinya pertukaran ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen ini tidak hanya mengikat molekul-molekul air satu sama lain, tetapi dapat juga menyebabkan pembentukan hidrat antara air dengan senyawa-senyawa lain yang mempunyai kutub O atau N, seperti senyawa metanol atau karbohidrat yang mempunyai gugus OH. (Winarno, 2004)

2.5. Metode Destilasi Toluena

  Penetapan kadar air ditetapkan dengan cara destilasi toluena. Toluena yang digunakan dijenuhkan dengan air terlebih dahulu, setelah dikocok didiamkan, kedua lapisan air dan toluena akan memisah, lapisan air dibuang. Sebanyak 2,0 g ekstrak yang ditimbang dengan seksama dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan ditambahkan toluena yang telah dijenuhkan dengan air.

  Alat dipasang dan toluena dituangkan kedalam tabung penerima melalui pendingin. Labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluene mulai mendidih, penyulingan diatur 2 tetes/detik, lalu 4 tetes/detik. Setelah semua toluena mendidih, pendingin dicuci dengan toluena sambil dibersihkan dengan sikat kecil dan sulingan dilanjutkan selama 5 menit. Dibiarkan tabung penerima mendingin sampai temperatur kamar. Setelah lapisan air dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca dan dihitung kadar air dalam persen terhadap berat ekstrak semula. Pekerjaan diulangi tiga kali.

  Sebaiknya deviasi hasil antarpekerjaan tidak lebih dari 25%. Kerugian yang diakibatkan oleh pencemaran mikrobiologi memiliki konsekuensi baik material dan hukum yang berat apalagi jika obat herbal masuk ke wilayah hukum Negara lain. Jadi ibaratkan lebih baik kurang berefek namun tidak membahayakan konsumen daripada terdeteksinya beberapa bakteri atau jamur berbahaya didalam sampel. Untuk itu ekstraksi bahan baku, penyimpanan ekstrak dan packaging produk perlu dilakukan hingga keberadaan bakteri dan jamur minimal.

  Proses penyimpanan ekstrak juga menetukan sterilitas. Jangan menyimpan ekstrak di dalam freezer meskipun memiliki suhu sangat rendah namun justru memicu tumbuhnya E.coli karena proses tidak hanya sekali dan harus menutup buka pintu freezer dan kontaminan dari tangan membuat eksrtak mengandung titik-titik air yang mengandung bakteri atau jamur. Justru penyimpanan pada tempat kering suhu 25 C di dalam kotak yang dasarnya dilapisi kapur tohon bisa mengurangi masalah ini. (Saifudin, 2011)

2.6. Jamu sebagai Obat Tradisional

  Jamu adalah ramuan tradisional yang sudah dikenal luas oleh masyarakat sejak zaman dahulu. Banyak manfaat yang bisa diperoleh dengan mengonsumsi jamu sebagai contoh untuk mencegah berbagai jenis penyakit, mengobati berbagai jenis penyakit, menigkatkan kecantikan wanita disamping juga menjaga kelangsingan tubuh. Dewasa ini jamu makin popular saja dimasyarakat mengingat selain harganya yang terjangkau, jamu juga dipercaya lebih aman dibanding obat-obatan kimia. Namun benarkah demikian?

  Meskipun banyak masyarakat mengonsumsi jamu namun tidak banyak masyarakat yang paham cara mengonsumsi jamu. Kebanyakan dari masyarakat masih asal-asalan dalam memanfaatkan jamu sehingga terkesan over dosis. Perlu diketahui bahwa meskipun jamu bahan alami namun di dalamnya juga mengandung bahan kimia walaupun bahan kimia dalam jamu formulasinya tidak sekeras bahan kimia dalam obat.

  Kecendrungan masyarakat untuk kembali ke alam dalam memelihara kesehatan tubuh dengan memanfaatkan obat bahan alam yang tersedia melimpah di tanah air ini membuat industri di bidang obat tradisional berusaha meningkatkan kapasitas produksinya. Berkembangnya pasar bagi peredaran obat tradisional ini juga berperan dalam tumbuhnya industri baru di bidang obat tradisional yang berasal dari Negara lain. Kecendrungan kembali ke alam ini didasari alasan umum bahwa obat bahan alam merupakan bahan aman digunakan dan mudah didapat.

  Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) selaku badan yang memiliki otoritas di dalam pengawasan obat dan makanan di Indonesia, terus berupaya untuk memenuhi keinginan masyarakat dengan meningkatkan perannya didalam melindungi masyarakat dari peredaran obat tradisional yang tidak memenuhi syarat mutu dan keamanan.

  Disamping itu Badan POM juga berperan dalam membina industri maupun importer/distributor secara komprehensif mulai dari pembuatan, peredaran serta distribusi, agar masyarakat terhindar dari penggunaan obat tradisional yang berisiko bagi pemeliharaan kesehatan. Pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM dimulai sebelum produk beredar yaitu dengan evaluasi produk pada saat pendaftaran, inspeksi sarana produksi sampai kepada pengawasan produk di peredaran.

2.6.1. Definisi Jamu

  Definisi jamu atau obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Kurangnya pengetahuan produsen akan bahaya mengkonsumsi bahan kimia obat secara tidak terkontrol baik dosis maupun cara penggunaanya atau bahkan semata-mata demi meningkatkan penjualan karena konsumen menyukai produk obat tradisional yang bereaksi cepat pada tubuh.

  Konsumen yang tidak menyadari adanya bahaya obat tradisional yang dikonsumsinya, apalagi memperhatikan adanya kontra indikasi penggunaan beberapa bahan kimia bagi penderita penyakit tertentu maupun interaksi bahan obat yang terjadi apabila penggunaan beberapa bahan kimia bagi penderita penyakit tertentu maupun interaksi bahan obat yang terjadi apabila pengguna obat tradisional sedang mengkonsumsi obat lain, tentunya sangat membahayakan.

  Untuk itulah Badan POM secara berkesinambungan melakukan pengawasan yang antara lain dilakukan melalui inspeksi pada sarana distribusi serta pengawasan produk di peredaran dengan cara sampling dan pengujian laboratorium terhadap produk yang beredar.

2.6.2. Penggolongan Jamu

  Pada dasarnya jamu dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu: 1.

  Jamu Inilah jamu tradisional yang diwariskan oleh nenek moyang kita. Di pasaran, kita bisa menjumpainya dalam bentuk herbal kering siap seduh atau siap rebus, juga dalam bentuk segar rebusan (jamu godhok) sebagaimana di jajakan para penjual jamu gendong. Demi alasan kepraktisan, kini jamu juga di produksi dalam kapsul dan dalam bentuk pil siap minum. Pada umumnya jamu dalam kelompok ini di racik berdasarkan resep peninggalan leluhur, yang belum diteliti secara ilmiah. Khasiat dan keamananya dikenal secara empiris (berdasarkan pengalaman turun- temurun).

  2. Herbal terstandar Sedikit berbeda dari jamu, herbal terstandar umumnya sudah mengalami pemrosesan, misalnya berupa ekstrak atau kapsul. Herbal yang sudah di ekstrak tersebut sudah di teliti khasiat dan keamanannya melalui uji para klinis (terhadap hewan) di laboratorium.

  Disebut herbal terstandar, karena dalam proses pengujiannya telah diterapkan standar kandungan bahan, proses pembuatan ekstrak, higenitas serta uji toksisitas (untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan racun dalam herbal tersebut).

  3. Fitofarmaka Merupakan jamu dengan kasta tertinggi karena khasiat, keamanan serta standar proses pembuatan dan bahannya telah di uji secara klinis, jamu berstatus sebagai fitofarmaka juga di jual di apotek dan sering diresepkan oleh dokter.

2.6.3. Kelebihan dan Kekurangan Jamu

  Jamu memang memiliki kelebihan dibandingkan dengan obat-obatan kimia atau yang kita kenal dengan obat apotik. Namun demikian jamu juga memiliki kekurangan. Karena itu sebelum mengonsumsi jamu hendaknya kita memahami segala kelebihan dan kekurangan jamu dengan baik. Kelebihan jamu diantaranya adalah relatif murah sehingga bisa terjangkau oleh segenap lapisan masyarakat bahkan sebagian besar bahan-bahanya tersedia di sekitar kita sehingga bagi anda yang kreatif bisa memanfaatkannya. Tentu saja harganya akan semakin murah bahkan gratis misalnya berbagai jenis herbal seperti jahe dan kencur dengan mudah dapat kita tanam di halaman rumah demikian juga daun papaya, buah belimbing, tanaman kumis kucing, tanaman ekor kucing ataupun jengger ayam sangat mudah kita budidayakan di pekarangan rumah kita.

  Kelebihan lainnya adalah kandungan bahan kimia di dalam jamu formulasinya lebih ringan dibandingkan dengan obat apotik karenanya jamu boleh di konsumsi lebih sering jika dibandingkan obat-obatan kimia namun bukan berarti jamu boleh di konsumsi sesuka hati atau dengan kata lain di konsumsi setiap hari dengan takaran yang tidak di perhitungkan karena walupun dalam kadar yang ringan jamu juga mengandung bahan kimia alami.

  Selain berbagai kelebihan di atas jamu juga memiliki kekurangan diantaranya efek yang di dapatkan tidak akan dirasakan seketika sehingga jika kita menginginkan kesembuhan dalam waktu yang cepat bukan jamu solusinya. Kelemahan lainnya adalah belum banyak penelitian tentang jamu termasuk tentang segi keamanan jamu sehingga hal tersebut masih menjadi tanda tanya besar bagi konsumen. Karena itu sebagian besar jamu belum memiliki keamanan dari badan kesehatan Negara dalam hal ini depkes ataupun Badan POM. Selain itu karena penelitian tentang jamu belum banyak dilakukan maka dosis tepat suatu sediaan jamu belum dapat ditentukan secara tepat.

2.6.4. Manfaat Jamu

  Pada awalnya jamu adalah ramuan warisan nenek moyang yang di gunakan secara turun-temurun. Pengguna jamu juga kalangan terbatas dalam arti belum banyak orang yang percaya dengan manfaat atau khasiat jamu. Namun kini orang makin percaya dengan khasiat dan manfaat jamu sehingga jamu menjadi kian popular di masyarakat karena itu hampir semua lapisan masyarakat mengenal jamu bahkan sebagian besar dari mereka telah mengonsumsi jamu.

  Adapun manfaat jamu antaralain adalah sebagai berikut.

  1. Menjaga kebugaran tubuh Berbagai jenis memiliki fungsi untuk menjaga kebugaran tubuh termasuk menjaga vitalitas, menghilangkan rasa tidak enak di badan yang mengganggu kebugaran tubuh misalkan lemah, letih, lesu serta capek-capek.

  2. Menjaga kecantikan Selain menjaga kebugaran tubuh, beberapa jenis jamu juga berfungsi menjaga dan meningkatkan kecaktikan. Beberapa hal yang termasuk disini diantaranya adalah menyuburkan rambut, melembutkan kulit, memutihkan kulit, menghilangkan bau badan serta bau mulut dan lain sebagainya.

  3. Mencegah penyakit Beberapa jenis jamu berfungsi meningkatkan kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah gangguan kesehatan ringan misalkan influenza, mabuk perjalanan dan mencegah cacat pada janin.

4. Mengobati penyakit

  Manfaat jamu yang paling di kenal di masyarakat adalah untuk mengobati penyakit. Sehubungan dengan mahalnya biaya pengobatan, jamu mulai dilirik sebagai pengganti obat. Berbagai jenis jamu mulai dipercaya untuk mengobati berbagai jenis penyakit misalnya asam urat, asma, batu ginjal, bronkitis, demam berdarah, diabetes mellitus, disentri, eksem, hipertensi, influenza, kanker, gangguan kolestrol, lepra, lever, luka, malaria, muntaber, peradangan, rematik, TBC, tifus, tumor dan usus buntu.

  2.6.5. Bahaya Jamu

  Dibalik manfaatnya yang besar seperti halnya obat jamu juga berbahaya jika digunakan secara sembarangan misalnya digunakan secara terus menerus, digunakan dengan jumlah yang berlebihan maupun konsumen salah memilih jamu yang di konsumsi misalnya mengonsumsi jamu-jamu palsu ataupun jamu yang di campur zat-zat berbahaya sehingga tidak bermanfaat bagi tubuh bahkan akan menimbulkan efek negatif pada tubuh kita.

  2.6.6. Tips Mengkonsumsi Jamu

  Tidak ada salahnya anda mengkonsumsi jamu, namun namun agar jamu yang anda konsumsi bermanfaat bagi tubuh dan tidak mengganggu kesehatan kita.

  Berikut ini tips yang harus dilakukan: 1.

  Memilih jamu yang telah teregistrasi.

  2. Membiasakan diri untuk bersikap teliti dan hati-hati seperti cermati kemasannya, perhatikan bentuk, waspadai rayuan iklan dan jangan terlena.

  3. Waspadai produsen nakal.

  4. Jangan terlalu sering mengonsumsinya.

  5. Perhatikan reaksi tubuh anda.

  6. Waspadai jamu terlalu manjur.

  7. Waspadai jamu dewa.

  8. Jangan mencampur jamu dengan obat atau jamu lainnya.

  9. Awas wanita hamil.

  (Yuliarti, 2008)

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG - Kata Jihad Dalam Terjemahan Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia: Analisis Strategi Penerjemahan

0 0 8

2.1.1 Pembagian Lotio berdasarkan fungsinya - Penetapan Kadar Oktil Metoksi Sinamat Dalam Lusio Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

0 1 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air - Analisis Alkalinitas Pada Air Reservoir Di Pdam Tirtanadi Medan

1 1 14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian - Pengembangan dan Karakterisasi Sifat Listrik Film Kitosan Sebagai Sensor Aseton dengan Penambahan Carboxymethyl Cellulosa (CMC)

0 2 70

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitosan (Chitosan) - Pengembangan dan Karakterisasi Sifat Listrik Film Kitosan Sebagai Sensor Aseton dengan Penambahan Carboxymethyl Cellulosa (CMC)

0 5 25

Pengembangan dan Karakterisasi Sifat Listrik Film Kitosan Sebagai Sensor Aseton dengan Penambahan Carboxymethyl Cellulosa (CMC)

0 1 19

Analisa Kandungan Fluorida (F), Tingkat Pengetahuan dan Tindakan Orang Tua Anak Usia 4-6 Tahun Tentang Pasta Gigi yang Dipakai di Taman Kanak-Kanak Kecamatan Medan Area Tahun 2015

0 1 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Toksik Pada Produk Konsumen - Analisa Kandungan Fluorida (F), Tingkat Pengetahuan dan Tindakan Orang Tua Anak Usia 4-6 Tahun Tentang Pasta Gigi yang Dipakai di Taman Kanak-Kanak Kecamatan Medan Area Tahun 2015

0 0 44

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Darah Gambar1.Serum darah( http:homepage.usask.ca~vim458virologystudpages2007) - Analisa kadar gula dalam darah dengan menggunakan Spektrofotometer Microlab 300

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pelaksanaan Korespondensi Bagi Seorang Sekretaris Pada Bagian Sekretariat Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

0 1 9