BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Darah Gambar1.Serum darah( http:homepage.usask.ca~vim458virologystudpages2007) - Analisa kadar gula dalam darah dengan menggunakan Spektrofotometer Microlab 300

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Darah Gambar1.Serum darah

  Darah tediri dari plasma darah dan sel – sel darah. Sebagian besar sel darah terdiri dari sel darah merah atau eritrosit, sedangkan jumlah sel darah putih ataupun leukosit relatif sangat sedikit, yaitu dua permil dari jumlah eritrosit. Disamping eritrosit dan leukosit masih ada partikel lain yang disebut dengan trombosit. Trombosit ini mempunyai fungsi penting pada penggumpalan darah. Darah beredar keseluruh tubuh melalui system sirkulasi.

  Apabila darah yang telah diberikan antikoagulan diputar dengan pemusing (sentrifuga), maka sel-sel darah akan mengendap, sedangkan plasma darah akan berada diatasnya. Pada darah normal, sel-sel darah akan menempati 0,45 bagian dari volume keseluruhan. Keadaan ini disebut dengan hematokrit atau VPRC (Volume of Packed Red Cells) yang bila dinyatakan dalam Unit Internasional, VPRC normal untuk pria adalah 0,45 liter per liter (L/L); untuk wanita kira-kira 0,41 L/L.

  Hematokrit untuk darah orang penderita anemia lebih kecil dari yang normal, misalnya 0,15L/L, sedangkan pada kasus polisitemia lebih besar dari normal misalnya 0,65 L/L.

2.2 Fungsi Darah

  Beberapa fungsi darah dalam tubuh yaitu : 1.

  Pernafasan.

  Oksigen ditransfor dari paru-paru ke jaringan-jaringan dan karbondioksida dari jaringan ke paru-paru.

  2. Gizi.

  Zat-zat yang diabsorbsi ditranfor melalui dinding usus.

  3. Eksresi Sisa metabolisme ditransfor ke ginjal, paru-paru, kulit dan usus untuk dibuang 4. Suhu tubuh diatur dengan meratakan panas tubuh 5. Keseimbangan asam basa diatur dalam tubuh 6. Keseimbangan air diatur melalui efek darah terhadap pertukaran air antara cairan yang bersirkulasi dengan cairan dalam jaringan

  7. Perlawanan terhadap peradangan 8.

  Hormon ditransfor 9. Transfor metabolit

  Kebanyakan karbohidrat makanan merupakan suatu polisakarida makanan, pati: selulosa tidak dapat dicerna oleh manusia. Amilase saliva mulai mencerna karbohidrat dengan mengkonversi sedikit pati. Tidak terjadi pencernaan karbohidrat secara kimia yang lebih lanjut didalam lambung. Glukosa merupakan monosakarida utama dari produk akhir pencernaan karbohidrat; juga hasil fruktosa dan galaktosa bila seseorang mendapatkan diet normal. Jumlah fruktosa ditingkatkan oleh diet yang mengandung banyak buah atau gula tebu(sukrosa). Jumlah galaktosa ditingkatkan bila proporsi masukan karbohidrat yang tinggi adalah laktosa dan ini terjadi pada bayi-bayi dan pada pasien dengan diet susu.

  2.3 Gula darah/glukosa darah Gambar 2. Struktur glukosa

  Istilah ‘gula darah’ secara bebas untuk glukosa dan gula-gula lainnya serta kadang-kadang zat-zat pereduksi lain yang mungkin terdapat didalam darah. Mula- mulanya, kebanyakan metode analisa gula tergantung atas glukosa yang menjadi zat pereduksi. Adalah mungkin untuk menghilangkan reduksi yang tak spesifik dan hanya mengukur yang disebabkan oleh gula-gula, ini dinamai dengan ‘gula sejati’ dan normalnya reduksi karena gula yang lain dari glukosa misalnya galaktosa dapat diabaikan. Normalnya darah untuk pemeriksaan gula dicampur dengan fluoride yang menghambat glikolisis.

  Nilai rujukan untuk glukosa darah lengkap vena puasa pada waktu istirahat adalah 3,0-5,5 mmol/L pada orang dewasa dan dan lebih rendah dari bayi. Dalam darah kapiler (yang mewakili darah arteri) pada waktu istirsahat,nilai ini sekitar 0,2 mmol/L lebih tinggi. Karena luasnya penggunaan contoh kapiler, maka glukosa darah lengkap lebih lajim diukur daripada glukosa plasma, walaupun yang terakhir lebih disukai. Glukosa bisa berdifusi secara bebas diantara air sel dan air plasma serta perbedaan kandungan air sel dan plasma menyababkan konsentrasi glukosa yang diukur didalam plasma 10-15 persen lebih tinggi daripada yang berada didalam darah lengkap.

  Insulin dapat diukur didalam plasma atau serum dengan analisa radioimun dan analisa ini terutama digunakan dalam penyelidikan hipoglikemia spontan. Batas rujukan untuk insulin plasma puasa adalah 10-30µu/mL. Juga ada berbagai analisa biologis yang sulit, yang efektif mengukur aktivitas seperti insulin dan yang hasilnya bisa berbeda dari yang ditemukan dengan analisa radioimun.

  2.3.1 Eskresi glukosa

  Glukosa difiltrasi oleh glomerulus dan reabsorpsi tubulus normal rata-rata lebih dari 99 persen glukosa yang memasuki filtrasi glomerulus. Tubulus proksimalis ginjal bertanggung jawab bagi kembalinya glukosa ke sirkulasi. Jika aliran plasma ginjal normal dan ginjal sehat, maka pada konsentrasi glukosa darah kapiler lebih dari sekitar 10mmol/L, cukup glukosa yang difiltrasi ke tubulus ginjal untuk menjenuhkan proporsi bermakna dari kapasitas reabsopsi yang bervariasi dan timbul glikosuria yang bisa dideteksi. Konsentrasi 10mml/L ini dikenal sebagai ambang ginjal bagi glukosa. Pengurangan aliran plasma ginjal (seperti pada payah jantung atau deplesi natrium) melalui glomerulus. Dalam kasus seperti ini, konsentrasi glukosa darah yang tinggi menyebabkan konsentrasi glukosa filtrat glomerulus tinggi jika aliran plasma ginjal normal. Jika kekuatan reabsorpsi tubulus tidak berubah maka peningkatan ambang ginjal untuk glukosa dengan hiperglikemia ringan tidak akan menyebabkan glikosuria. Sekitar 2% pasien diabetes, terutama pasien yang tua, mempunyai ambang ginjal yang tinggi untuk glukosa.

  2.3.2 Efek karbohidrat atas glukosa darah

  Bila orang yang puasa menelan glukosa atau makanan yang mengandung karbohidrat, maka kadar glukosa darah meningkat karena glukosa diabsorbsi dari usus. Pada orang normal, setelah makan, kadar glukosa darah vena tidak melebihi 8,5 mmol/L dan kadar glukosa kapiler (orang menunjukkan glukosa darah arteri) seharusnya tidak meningkat melebihi 10 mmol/L. Sekresi insulin sangat meningkat serta sekresi setelah peningkatan permulaan (glucagon) dan hormon pertumbuhan menurun. Mekanisme oksidase jaringan, penyimpanan glukosa sebagai glikogen dan pengurangan glukoneogenesis (kesemuanya ‘antihiperglikemia’)adalah aktif dan melawan peningkatan glukosa darah yang disebabkan oleh absorpsi glukosa. Kira-kira sejam setelah menelan karbohidrat, kecepatan pengeluaran glukosa dari darah menjadi lebih besar daripada kecepatan penambahan glukosa ke dalam darah dan kadar glukosa darah mulai turun dibawah kadar puasa pada waktu sekitar 2 jam – kemudian hipoglikemia ringan memobilisasi antagonis insulin serta insulin dan hormon pertumbuhan kembali normal setelah 3 jam setelah selesai makan.

  Jumlah karbohidrat yang direspon tubuh atas beban karbohidrat, dikenal sebagai toleransi glukosa dan terutama mencerminkan kapasitas hati untuk mengambil glukosa. Kelemahan toleransi glukosa berarti bahwa setelah mendapat karbohidrat (sebagai glukosa), kadar glukosa darah meningkat lebih tinggi, dan peningkatan ini lebih lama dari pada orang yang normal.

  Respon terperinci atas beban karbohidrat tergantung atas diet karbohidrat sebelumnya dan atas jumlah glukosa yang dimakan. Jika seorang yang diet dengan sangat tinggi karbohidrat (atau makan tepat sebelum tes) maka ini akan meninggikan toleransi glukosa. Perubahan toleransi glukosa dengan perubahan diet berhubungan dengan perubahan metabolisme glikogen hepar serta perubahan ekskresi dan hormon pertumbuhan. Jumlah peningkatan kadar glukosa darah setelah makan karbohidrat akan bertambah sesuai dosis glukosa, sampai dosis sekitar 1g/kg berat badan. Sehingga jika pengurangan toleransi glukosa diperlukan untuk pemeriksaan penyakit, maka harus ditentukan keadaan standart diet dan dosis glukosa.

2.3.4 Penyelidikan abnormalitas metabolisme karbohidrat

  Penyelidikan toleransi glukosa sangat penting didalam praktek klinik dan eksperimental. Kondisinya harus distandarisasi sehingga bisa didapat respon yang konsisten.

  Hasil yang dapat dipercaya dan dapat diulang, hanya diperoleh bila pasien mendapat diet normal (sekurang-kurangnya mengandung 300 g karbohidrat per hari) selama sekurang-kurangnya 3 hari sebelum tes dan istirahat secara mental dan fisik sebelum dan selama tes. Pasien harus puasa 10-16 jam pada malam sebelum melakukan keseluruhan tes (diijinkan minum air) dan tidak boleh merokok.

  Hasil yang konsisten tidak ditemukan pada anak-anak dibawah 2 tahun. Dosis glukosa orang dewasa rutin yang biasa adalah 50 g (280 mmol) dan pada anak-anak 1 g/kg berat badan sampai maksimum 50g : rekomendasi internasional baru-baru ini untuk orang dewasa 75g atau 1,75 g/kg berat badan pada anak-anak sampai maksimum 75 g : dosis 100 g yang lebih besar, tak direkomendasikan karena ini bisa menyebabkan kelambatan pengosongan lambung maupun vomitus. Biasanya hasil diagnostik dapat diperoleh tanpa memperlama tes lebih dari 120 menit.

  Tes tidak diperlukan untuk mendiagnosa kasus-kasus yang secara klinis jelas diabetes melitus atau jika gula darah puasa lebih dari 7 mmol/L atau nilai acak lebih dari 10 mmol/L.

2.3.4 Test Toleransi Glukosa

2.3.4.1 Tes Toleransi Glukosa Standar (oral)

  Metode Ambil contoh darah puasa untuk pemeriksaan glukosa. Pasien mengosongkan

  • kandung kemihnya dan mengumpulkan contoh urinanya.
  • lebih disukai yang dibumbui misalnya dengan limun.

  Waktu nol : pasien minum larutan 75 g glukosa dalam segelas air (250mL);

  • pemeriksaan glukosa.

  Pada waktu 30 menit, 60 menit, 90 menit,120 menit: ambil darah untuk

  • kemihnya ; mengumpulkan contoh urin secara terpisah.

  Pada waktu 60 menit dan 120 menit : pasien mengosongkan kandung

  • jelas dengan watu pengambilan.

  Kirimkan semua contoh darah dan urine ke laboratorium dengan label yang

  a.

  Respon yang normal

  Kadar glukosa darah puasa 3,0 – 5,5 mmol/L. Glukosa darah meningkat sebesar 1,5 – 4,0 mmol/L pada kadar 30-60 menit, yang biasanya dibawah 10 mmol/L, kemudian turun ke kadar 120 menit, yang sebesar dibawah 7,0 mmol/L. Tidak ada glukosuria.

  b.

  Toleransi glukosa yang melemah Kelemahan toleransi bisa didapat pada obesitas,kehamilan lanjut (atau karena kontraseptif hormonal), infeksi yang berat (kerusakan hepar yang luas, keracunan menahun, penyakit ginjal kronik, pada usia tua dan pada diabetes melitus ringan atau baru mulai (insipien) Hasil pemeriksaan urina memberikan petunjuk tentang ambang ginjal untuk glukosa pada pasien tersebut, dan ini bernilai untuk memperlihatkan berapa banyak kepercayaan yang dapat diberikan atas pemeriksaan urina dalam menata laksana pasien.

  Tes toleransi glukosa yang ditambah dengan steroid memberikan sejumlah bantuan dalam mendeteksi diabetes yang baru mulai. Misalnya jika diberikan 100 mg kortison pada pagi dini sebelum tes toleransi glukosa, maka glukosa darah 120 menit bisa meningkat diatas 7,7 mmol pada orang yang mempunyai potensi menderita diabetes.

  c.

  Hipoglikemia lambat karena hiperinsulinisme Pada pasien dengan hiperinsulinisme, glukosa darah puasa adalah hipoglikemik atau normal dan glukosa darah belakangan diperkirakan 4,6 dan jika diperlukan pengambilan glukosa 24 jam bisa menunjukkan tingkatan hipoglikemik.

2.3.4.2 Tes toleransi glukosa Intravena

  Respon abnormal terhadap tes toleransi glukosa per oral bisa ditutupi oleh cacat absorpsi usus. Untuk pemeriksaan metabolisme glukosa pada pasien seperti itu, glukosa bisa diberikan intravena. Metode Ambil contoh darah puasa untuk pemeriksaan glukosa darah.

  • Waktu nol : 50mL glukosa 50 persen disuntikkan secara intravena dalam 2
  • menit.
  • glukosa darah. Walaupun kadang-kadang penting, tes ini sedikit dipergunakan karena perlu menentukan waktu pengambilan contoh dengan sangat tepat, suntikan glukosa hipertonik juga membawa sedikit resiko. Jarang kasus yang merupakan tindakan diagnostik penting seperti dugaan diabetes pada pasien stetorea. Ia bernilai untuk riset toleransi glukosa, karena menghilangkan variasi dalam absorpsi usus.

  Pada 10 menit, 20 menit, dan 30 menit : ambil contoh untuk pemeriksaan

  2.3.4.3 Tes sensitivitas insulin

  Respon glukosa darah terhadap insulin telah digunakan penyelidikan sensitivitas insulin dan respon hipoglikemia pada penyakit endokrin, walau karena tes ini berbahaya, sekarang telah diganti dengan analisa hormon plasma yang sesuai. Pada pasien dengan hipopituitarisme atau defesiensi tirodea atau adrenokortikal, glukosa darah turun lebih cepat dan tetap rendah lebih lama daripada orang yang normal.

  2.3.4.4 Tes Metabolisme Piruvat

  terhadap keadaan metabolisme karbohidrat tetapi juga terhadap derajat kejenuhan tiamin (vitamin B) pada pasien, karena tiamin pirofosfat berlaku sebagai koenzim dalam oksidase piruvat selanjutknya ke asetil Ko-A. Pengukuran transketolase eritrosit dan responnya terhadap tiamin pirofosfat lebih sensitive dan spesifik untuk diagnosa difisiensi tiamin.

  Batas rujukan untuk piruvat darah puasa adalah 40 - 80µmol/L. Pada orang normal, setelah pemberian 50 g glukosa pada keadaan puasa dan pada 30 menit kemudian, kadar piruvat darah 60 menit tidak melebihi 90µmol/L dan kadar 90 menit tidak melebihi 100µmol/L. Peningkatan nilai setelah pemberian glukosa terlihat pada defesiensi tiamin dan kadang-kadang pada polineuritis dari etiologi lain. Nilai abnormal sejenis timbul pada keracunan barbiturate atau alcohol kronis, juga karena gangguan oksidasi glukosa di perifer.

2.4 Glikosuria

  Glikosuria berarti terdapat glukosa yang mencukupi untuk bisa dideteksi dengan tes klinis yang sederhana – istilah glukosuria yang “benar” jarang digunakan. Tes komprehensif tergantung atas reduksi tembaga dan ini bersifat semikuantitatif : tes tradisional meliputi larutan benedict, yang mengandung tembaga (III) sitrat alkali (kupri sitrat) yang berwarna biru karena adanya ion tembaga (III).

2.4.1 Penyebab glikosuria

  Penyebab glikosuria bisa diringkas sebagai berikut : 1. hiperglikemia disertai dengan kelemahan toleransi glukosa 2. hiperglikemia sementara 3. ambang ginjal yang rendah bagi glukosa

  Hiperglikemia tanpa glikosuria bisa ditemukan jika ada peningkatan ambang karena berkurangnya aliran plasma ginjal : hal ini benar-benar telihat pada pasien diabetes berusia lanjut. Zat pereduksi yang ditemukan didalam urina bisa komponen dengan asam glukoronat dan ia merupakan zat pereduksi .

2.5 Diabetes melitus

  Penyakit diabetes melitus (DM) yang kita kenal sebagai penyakit kencing manis adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolute maupun relatif. DM merupakan salah satu penyakit degredatif dengan sifat kronis yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1983, prevalensi DM di Jakarta baru sebesar 1,7%; pada tahun 1993 prevalensinya meningkat menjadi 5,7 % dan pada tahun 2001 melonjak menjadi 12,8%.

  Ganggauan metabolik ini mempengaruhi metabolisme dari karbohidrat, protein, lemak, air, dan elektrolit. Gangguan metabolisme tergantung pada adanya kehilangan aktivitas insulin dalam tubuh dan pada banyak kasus, akhirnya menimbulkan kerusakan selular, khususnya sel endothelial vascular pada mata, ginjal dan susunan saraf. Diabetes melitus bukan merupakan penyakit yang tunggal tetapi merupakan sekelompok penyakit. Klasifikasidari diabetes mellitus yang dianjurkan oleh American Diabetes Data Group pada tahun 1979 dan umumnya diterima oleh WHO (1980)

Tabel 1.1 Klasifikasi dari diabetes mellitus dan tipe intoleransi glukosa lainnya (National Diabetes Data Group 1979)

  Diabetes mellitus Tergantung insulin atau tipe 1 ◦

  Tidak tergantung insulin atau tipe 2 Diabetes sekunder dengan obesitas Tanpa obesitas

  Diabetes dengan penurunan toleransi glukosa Diabetes kehamilan Kelainan toleransi glukosa sebelumnya‡ Potensi kelainan toleransi glukosa‡ Ket : ◦ : Berdasarkan pada hiperglikemia puasa atau suatu kelainan GTT ‡ : Dapat merupakan bagian dari riwayat alamiah diabetes. Tidak ada perubahan dalam metabolisme karbohidrat.

  Sebenarnya penyakit diabetes tidaklah menakutkan bila diketahui lebih awal. Kesulitan diagnosis timbul karena kadang-kadang dia datang tenang dan bila dibiarkan akan menghanyutkan pasien kedalam komplikasi fatal. Oleh karena itu, mengenal tanda-tanda awal penyakit diabetes ini menjadi sangat penting.

  Pada pasien dengan gejala – gejala pokok, secara kasar diagnosis dari diabetes melitus ditegakkan dengan suatu peningkatan kadar glukosa darah puasa dalam darah vena sebesar 8 mmol/L atau lebih dari 11 mmol/L atau lebih setelah makan. Kadar glukosa darah puasa kurang dari 6 mmol/L biasanya menyingkirkan diagnosis diabetes. Jika kadar glukosa darah puasa antara 6 dan 8 mmol/L harus dilakukan uji toleransi glukosa (GTT).

  Walaupun terdapat variasi dalam GTT per oral dan kepustakaan yang luas mengenai GTT intravena tetapi GGT per oral 75 g, seperti yang dianjurkan olah WHO (1980), kemungkinan akan digunakan secara luas dimasa depan dan mempunyai keuntungan karena sederhana dalam interpretasi. Suatu beban standar 75 g glukosa dalam 250mL air diberikan setelah puasa semalaman dan setelah asupan karbohidrat yang cukup selama 3 hari (lebih besar daripada 250g/hari). Sampel darah diambil sebelum dan dalam waktu 1 dan 2 jam setelah.

Tabel 1.2 Kadar glukosa diagnostik

  Diagnosis Darah Vena Darah kapiler Plasma vena dalam mmol/L lengkap dalam dalam mmol/L mmol/L

  Diabetes mellitus ◦

  Puasa ≥ 7,0 ≥7,0 ≥ 8,0

  Glukosa darah 2 jam ≥ 10,0 ≥ 11,0 ≥ 11,0

  Gangguan toleransi glikosa Puasa < 7,0 < 7,0 < 8,0 Glukosa darah 2 jam

  ≥7,0-<10,0 ≥ 8,0-<11,0 ≥ 8,0-<11,0 Ket : ◦ : Tanpa adanya gejala-gejala diabetes diperlukan kadar abnormal 1 jam disamping gambaran 2 jam untuk memperkuat diagnosis dari diabetes mellitus (WHO 1980).

  2.5.1 Faktor Pencetus

  Faktor bibit merupakan penyebab utama timbulnya penyakit diabetes disamping penyebab lain seperti infeksi, kehamilan dan obat-obatan. Tetapi meskipun demikian, pada orang dengan bibit diabetes, belum menjamin timbulnya penyakit diabetes. Masih mungkin bibit ini tidak menampakkan diri secara nyata sampai akhir hayatnya.

  Beberapa faktor yang dapat meyuburkan dan sering merupakan faktor pencetus diabetes mellitus (DM) ialah :

  • kurang gerak/malas
  • makanan berlebihan
  • kehamilan
  • kekurangan produksi hormon insulin
  • penyakit hormon yang kerjanya berlawanan dengan insulin

  2.5.2 Gejala dan Tanda-tanda Awal

  Adanya penyakit diabetes ini pada awalnya sering kali tidak dirasakan dan tidak disadari oleh penderita. Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah: 1.

  Keluhan klasik a.

  Penurunan berat badan dan rasa lemah Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu yang relatif singkat harus menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah hebat yang menyebabkan penurunan prestasi di sekolah dan lapangan olah raga juga mencolok. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk kedalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akhirnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.

  b.

  Banyak kencing

  Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan meyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu malam hari.

  c.

  Banyak minum Rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalahtafsirkan. Dikiranya sebab rasa haus adalah udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita minum banyak.

  d.

  Banyak makan Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisasikan menjadi glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu merasa lapar.

2. Keluhan lain a.

  Gangguan saraf tepi/kesemutan Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki diwaktu malam, sehingga mengganggu tidur.

  b.

  Gangguan penglihatan Pada fase awal diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan yang mendorong penderita untuk mengganti kaca matanya berulang kali agar ia tetap dapat melihat dengan baik.

  c.

  Gatal/bisul Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau daerah lipatan kulit seperti ketiak dan dibawah payudara. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul akibat hal yang sepele seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti.

  d.

  Gangguan Ereksi Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak secara terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan masalah seks, apalagi menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang.

  e.

  Keputihan Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.

  2.5.3 Diagnosis

  Apabila ditemukan gejala dan tanda-tanda seperti diatas, sebaiknya segera pergi kedokter untuk berkonsultasi. Diagnosis diabetes melitus hanya bisa ditegakkan setelah terbukti dengan pemeriksaan glukosa darah. Pemeriksaan dengan air seni sering kurang dapat dipercaya karena beberapa keadaan dapat menyebabkan negatif maupun positif palsu.

  2.5.4 Pengobatan

  Tujuan utama pengobatan diabetes mellitus (DM) :

  • Mengembalikan metabolisme glukosa darah menjadi senormal mungkin agar penyandang DM merasa nyaman dan sehat
  • Mencegah atau memperlambat timbulnya komplikasi
  • Mendidik penderita dalam pengetahuan dan motivasi agar dapat merawat sendiri penyakitnya sehingga mampu mandiri.

2.5.4.1 Pokok-pokok pengobatan :

  • Edukasi penyandang DM
  • Mengatur makanan
  • Latihan jasmani
  • Obat-obatan

  Pengelolaan diabetes melitus tanpa komplikasi akut pada umumnya selalu dimulai dengan pengaturan makanan dan latihan jasmani dulu. Apabila dengan pendekatan tersebut belum mencapai target yang diinginkan, baru diberikan obat- obatan baik oral maupun suntikan sesuai indikasi.

  Mengingat sifat diabetes melitus yang menahun, tidak dapat dipungkiri bahwa edukasi yang terus menerus dan berkesinambungan menjadi sangat penting. Pada akhirnya tujuan pengobatan diabetes mellitus harus ditetapkan bersama antara penyandang DM dengan tim yang mengelola.

  2.5.5 Komplikasi

  Betapa seriusnya penyakit diabetes yang menyerang peyandang DM dapat dilihat pada setiap komplikasi yang ditimbulkannya. Lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak menyerang satu alat saja, tetapi berbagai komplikasi dapat diidap secara bersamaan, yaitu:

  • Jantung diabetes
  • Ginjal diabetes
  • Mata diabetes
  • Saraf diabetes
  • Kaki diabetes

  2.5.6.Pencegahan

  Pencegahan pada diabetes melitus sangat penting karena mengingat sifat penyakitnya yang menahun dan bila telah timbul komplikasi, biaya perawatannya sangat mahal.

  Masyarakat perrlu dilibatkan dalam program pencegahan dan pengelolaan penyakit diabetes ini. Dengan pengetahuan yang memadai, masyarakat dilibatkan dalam program skrining kasus baru terutama pada kelompok resiko tinggi untuk timbulnya penyakit diabetes mellitus, disebut pencegahan primer. Sementara itu untuk kelompok masyarakat yang telah menjadi penyandang diabetes, dapat diajak melakukan pencegahan mandiri terhadap kemungkinan timbulnya komplikasi, disebut dengan pencegahan sekunder atau mencegah berlanjutnya komplikasi menjadi lebih buruk atau fatal, disebut pencegahan tersier. Dengan program pencegahan pada tingkat manapun, akan sangat membantu penyandang DM dan keluarga serta masyarakat secara keseluruhan.

Dokumen yang terkait

BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Singkat Perusahaan - Analisis Alokasi Anggaran Biaya Operasional Pada PT TASPEN (Persero) KCU Medan

0 0 17

BAB II KERANGKA TEORI - Kata Jihad Dalam Terjemahan Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia: Analisis Strategi Penerjemahan

0 2 10

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG - Kata Jihad Dalam Terjemahan Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia: Analisis Strategi Penerjemahan

0 0 8

2.1.1 Pembagian Lotio berdasarkan fungsinya - Penetapan Kadar Oktil Metoksi Sinamat Dalam Lusio Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

0 1 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air - Analisis Alkalinitas Pada Air Reservoir Di Pdam Tirtanadi Medan

1 1 14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian - Pengembangan dan Karakterisasi Sifat Listrik Film Kitosan Sebagai Sensor Aseton dengan Penambahan Carboxymethyl Cellulosa (CMC)

0 2 70

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitosan (Chitosan) - Pengembangan dan Karakterisasi Sifat Listrik Film Kitosan Sebagai Sensor Aseton dengan Penambahan Carboxymethyl Cellulosa (CMC)

0 5 25

Pengembangan dan Karakterisasi Sifat Listrik Film Kitosan Sebagai Sensor Aseton dengan Penambahan Carboxymethyl Cellulosa (CMC)

0 1 19

Analisa Kandungan Fluorida (F), Tingkat Pengetahuan dan Tindakan Orang Tua Anak Usia 4-6 Tahun Tentang Pasta Gigi yang Dipakai di Taman Kanak-Kanak Kecamatan Medan Area Tahun 2015

0 1 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Toksik Pada Produk Konsumen - Analisa Kandungan Fluorida (F), Tingkat Pengetahuan dan Tindakan Orang Tua Anak Usia 4-6 Tahun Tentang Pasta Gigi yang Dipakai di Taman Kanak-Kanak Kecamatan Medan Area Tahun 2015

0 0 44