BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Umum Hidrokortison Asetat - Penetapan Kadar Bahan Baku Hidrokortison Asetat PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan Secara HPLC (High Performance Liquid Chromatography)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Umum Hidrokortison Asetat

  Rumus Bangun: Rumus Struktur : C

  23 H

  32 O

  6 Nama Kimia : Kortisol 21-asetat [50-03-3]

  Berat Molekul : 404,50 Pemerian : Serbuk hablur, putih hingga praktis putih, tidak berbau.

  Melebur pada suhu lebih kurang 200

  o disertai peruraian.

  Kelarutan : Tidak larut dalam air; sukar larut dalam etanol dan dalam kloroform.

  Identifikasi : A. Spektrum serapan inframerah Zat yang telah dikeringkan dan didipersikan dalam minyak mineral pekat, menunjukkan maksimum hanya pada panjang gelombang yang sama seperti pada Hidrokortison Asetat BPFI.

  B. Spekterum serapan ultraviolet Larutan (1 dalam 10.000) dalam metanol pekat

  BPFI, daya serap masing-masaing dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan, pada panjang gelombang serapan maksimum lebih kurang 242 nm, berbeda tidak lebih dari 2,5%.

  Susut Pengeringan : Tidak lebih dari 1,0% dilakukan pengeringan dalam hampa

  o udara pada suhu 60 selama 3 jam.

  Syarat Kadar : Hidrokortison asetat mengandung tidak kurang dari 97,00% dan tidak lebih dari 102,00% C

  23 H

  32 O 6 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1995).

2.2 Bahan Baku

  Bahan baku adalah semua bahan, baik yang berkhasiat (zat aktif) maupun tidak berkhasiat (zat nonaktif/eksipien), yang berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat walaupun tidak semua bahan tersebut

  Bahan (zat) aktif adalah setiap bahan atau campuran bahan yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi dan apabila digunakan dalam pembuatan obat menjadi zat aktif obat tersebut. Bahan yang ditujukan untuk menciptakan khasiat farmakologi atau efek langsung lain dalam diagnosis, penyembuhan, peredaan, pengobatan atau pencegahan penyakit, atau untuk mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh (Siregar, 2010).

  Semua bahan baku yang digunakan harus memenuhi persyaratan farmakope praformulasi agar diperoleh mutu obat memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, stabilitas dan ketersediaan hayati (Siregar, 2010).

  Spesifikasi bahan awal hendaklah mencakup dimana diperlukan: 1.

  Deskripsi bahan termasuk: a.

  Nama yang ditentukan dan kode produk internal.

  b.

  Rujukan monografi farmakope bila ada.

  c.

  Pemasok yang disetujui dan, bila mungkin produsen bahan.

  d.

  Standar mikrobiologis, bila ada.

  2. Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan.

  3. Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan.

  4. Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan.

  5. Batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian kembali (Ditjen POM, 2006).

  Definisi obat ialah suatu zat yang digunakan untuk diagnosa pengobatan, melunakkan, menyembuhkan atau mencegah penyakit pada manusia atau pada hewan. Meskipun obat dapat menyembuhkan tapi banyak kejadian yang mengakibatkan seseorang menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai obat dan juga dapat bersifat sebagai racun (Anief, 2007).

  Obat itu akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan dalam pengobatan atau dengan kelebihan dosis akan menimbulkan keracunan. Bila dosisnya lebih kecil, maka tidak diperoleh efek penyembuhan (Anief, 2007).

  Penggunaan obat pada kulit dimaksudkan untuk memeperoleh efek pada atau di dalam kulit. Bentuk obat untuk topikal dapat berupa padat, cair dan semipadat.

  Bentuk obat semi padat pada penggunaan topikal, yaitu: salep adalah sediaan setengah padat untuk dipakai pada kulit. Krim adalah sediaan setengah padat yang mengandung banyak air. Pasta adalah suatu salep yang mengandung serbuk yang banyak (Anief, 2007).

  Obat kulit yang umum digunakan mengandung obat-obat golongan antibiotika, kortikosteroid, antiseptik lokal, antifungi dan lain-lain. Obat topikal kulit dapat berupa salep, krim, pasta dan obat cair. Pemilihan bentuk obat kulit topikal dipengaruhi jenis kerusakan kulit, daya kerja yang dikehendaki, kondisi penderita, dan daerah kulit yang diobati (Sartono, 1996).

  Obat kulit topikal mengandung obat yang bekerja secara lokal. Tapi pada misalnya pada pengobatan penyakit kulit kronik dengan obat kulit topikal yang mengandung kortikosteroid. Kortikosteroid mencegah reaksi alergi, mengurangi peradangan, dan menghambat pembelahan sel epidermis. Kortikosteriod secara topikal dapat mengganggu pertahanan kulit alami terhadap infeksi sehingga dikombinasikan dengan obat antibiotika (Sartono, 1996).

  Obat kulit digunakan untuk mengatasi gangguan fungsi dan struktur kulit. Gangguan fungsi struktur kulit dapat dibagi ke dalam tiga golongan, yaitu :

  2. Kerusakan Kulit Sub Akut : gangguan fungsi dan struktur kulit, yang telah terjadi antara 7-30 hari, dengan tanda-tanda antara lain bengkak yang makin parah dan sudah mempengaruhi daerah sekelilingnya.

  3. Kerusakan Kulit Kronik : kerusakan yang telah lama terjadi dan hilang serta timbul kembali, dari beberapa bulan sampai bertahun-tahun.

  Biasanya kulit menjadi tebal, keras dan retak-retak (Sartono, 1996). Hidrokortison asetat (C H O ) digolongkan ke dalam obat antiinflamantori

  23

  32

  6

  analgesik yaitu obat untuk penyakit yang ditandai dengan adanya rasa nyeri, bengkak, kekakuan, dan gangguan alat fungsi penggerak. (Anief,1996).

  Untuk mengatasi gangguan fungsi dan struktur kulit, digunakan obat topikal yang mengandung obat-obat seperti golongan antibiotika, kortikosteroid, antiseptik lokal, antifungi, dan lain-lain. Bentuk obat topikal dapat berupa salep, krim, lotio, dan pasta. Pemilihan bentuk obat topikal dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, parahnya kerusakan kulit, daya kerja obat yang dikehendaki, mengandung obat yang dimaksudkan untuk bekerja pada lapisan kulit yang lebih dalam dari permukaan kulit, misalnya pada opengobatan penyakit kulit kronik dengan obat topikal yang mengandung kortikosteroid (Sartono, 1996).

2.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCCT)

  Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Perpormance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan suatu teknis analisis obat yang paling cepat suhu kamar, jadi senyawa yang tidak tahan panas dapat ditangani dengan mudah. Peralatan KCKT memiliki kepekaan yamg sangat tinggi sehingga menghasilkan data yang lebih akurat dan membutuhkan waktu yang tidak lama (Munson, 1991).

  Kemajuan dalam tekhnologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sensitif telah menyebabkan perubahan pada KCKT menjadi suatu sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi (Munson, 1991).

  Kromatografi cair kinerja tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Perfomance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal 1970-an. KCKT paling sering digunakan untuk: menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam- asam nukleat, dan protein-protein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat, produk hasil samping proses sintesis, atau produk- produk degradasi dalam sediaan farmasi; memonitor sampel-sampel yang berasal dari lingkungan; memurnikan senyawa dalam suatu campuran; memisahkan kontrol kualitas; dan mengikuti jalannya reaksi sintetis (Gandjar, 2007).

  Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran

  KCKT digunakan untuk senyawa-senyawa tak atsiri, berbobot molekul tinggi, anorganik, tidak tahan panas dan lain sebagainya. Kepekaan dari peralatan KCKT sangat tinggi sehingga menghasilkan data yang lebih akurat dan membutuhkan waktu yang tidak lama. Cepatnya perkembangan KCKT didukung oleh perkembangan peralatan yang handal dan kolom yang efisien (Munson, 1991).

  KCKT pada sat ini merupakan metode kromatografi cair paling akhir. Dalam beberapa tahun terakhir ini teknologi KCKT dan pemakaiannya sangat berkembang, walaupun membutuhkan biaya yang relatif tidak sedikit tapi saat ini merupakan suatu tekhnik yang banyak digunakan pada perusahaan obat (Munson, 1991).

  KCKT merupakan salah satu metode yang mempunyai banyak keuntungan, diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Cepat. Untuk analisis yang tidak rumit, dapat dicapai waktu analisis kurang dari 5 menit.

  Daya pisahnya baik. Kemampuan linarut berinteraksi dengan fase diam dan fase gerak memberikan parameter pencapaian pemisahan yang dikehendaki.

  3. Peka / detector unik. Detector yang dipakai adalah uv 254 nm yang dapat mendeteksi berbagai jenis senyawa dalam jumlah nanogram.

  4. Kolom dapat dipakai kembali tetapi mutunya turun. Laju penurunan mutunya bergantung pada jenis cuplikan yang disuntikkan, kemurnian pelarut,dan jenis pelarut yang dipaki.

  6. Mudah memperoleh kembali cuplikan karena detector tidak merusak cuplikan. Pelarut dapat dihilangkan dengan penguapan (Johnson dan Stevenson, 1991)

  Pada dasarnya instrumen KCKT terdiri dari :

  1. Sistem Pompa Pompa harus tahan terhadap semua jenis pelarut, dapat mencapai tekanan sampai 6000 pada saat ini, harus bebas denyut, dan dapat menghantarkan aliran terukur 0,01 – 1,0 atau 0,1 - 20 ml/ menit. Selain itu, pompa harus mempunyai batas volume minimum sehingga memungkinkan pergantian pelarut dengan cepat dan elusi landaian secara efisien. Laju aliran biasanya dikendalikan dengan tombol pada pompa normal atau dengan mikroprosesor pada pompa niaga yang lebih canggih (Gritter, dkk., 1991).

  2. Tandon pelarut Bahan tandon harus lembam terhadap fase gerak berair dan tidak berair. dipakai pada pelarut yang mengandung ion halida dan jika tandon harus bertekanan, hindari penggunaan gelas. Daya tampung tandon harus lebih dari 500 ml digunakan selama 4 jam untuk kecepatan alir 1 – 2 ml/menit (Munson, 1991).

  3. Pipa Pipa merupakan penyambung dari seluruh bagian sistem. Garis tengah dalam pipa sebelum penyuntik tidak berpengaruh, hanya saja harus lembam,

  4. Penyuntik / Sistem Penyuntik Cuplikan Teknik penyuntikan harus dilakukan dengan cepat untuk mencapai ketelitian maksimum pada analisis kuantitatif, yang terpenting adalah sistem harus dapat mengatasi tekanan balik yang tinggi tanpa kehilangan terokan (fase gerak). Pada saat pengisian terokan, terokan dialirkan melewati keluk dan kelebihannya dikeluarkan ke pembuang. Pada saat penyuntikan, katup diputar sehingga fase gerak mengalir melewati keluk kolom (Munson, 1991).

  5. Fase Diam Fase diam dapat berupa permukaan zat padat yang berfungsi sebagai medium yang menjerap, atau permukaan zat cair yang terdapat pada sejenis zat padat. Banyak sistem fase diam baru telah dikembangkan untuk KCKT, dan pemakaian bahan tersebut sangat meningkatkan keefisienan dan kemampuan metode itu. Sebagian besar bahan itu didasarkan pada silika (Gritter, dkk., 1991). kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan divinil benzen. Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH). Oktadesil silika (ODS atau C

  18 ) merupakan fase

  diam yang paling banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa- senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang maupun tinggi (Gandjar dan Rohman, 2009).

  Sekarang ini, gel silika ODS atau fase-fase sejenis seperti gel silika oktil senyawa yang sangat mudah larut dalam air atau untuk pemisahan bioanalisis yang menjadi penting karena matriks sampel tersebut menghasilkan banyak puncak yang mengganggu (Watson, 2005).

6. Fase Gerak

  Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi.

  Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel (Gandjar dan Rohman, 2009).

  Pada KCKT, susunan pelarut atau fase gerak merupakan salah satu hal penting yang mempengaruhi proses pemisahan. Berbagai macam pelarut dipakai dalam semua jenis KCKT, tetapi ada beberapa syarat fase gerak yang digunakan dalam KCKT. Menurut kriteria fase gerak yang ideal adalah sebagai berikut:

  Murni, tanpa cemaran; 2. Tidak bereaksi dengan kemasan; 3. Sesuai dengan detektor; 4. Dapat melarutkan cuplikan; 5. Mempunyai viskositas rendah; 6. Memungkinkan memperoleh kembali cuplikan dengan mudah, jika diperlukan;

7. Harganya wajar (Jhonson dan Stevenson, 1991).

  kroteria pertama merupakan yang paling penting (Jhonson dan Stevenson (1991).

7. Kolom

  Kolom merupakan jantung kromatograf, kebersihan atau kegagalan analisis tergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Dianjurkan untuk mamasang penyaring 2 μm dijalur antar penyuntik dan kolom, untuk menahan partikel yang dibawa fase gerak atau terokan, hal ini dapat memperpanjang umur kolom (Munson, 1991).

  Kolom dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :

  a. Kolom analitik : garis tengah dalam 2-6mm. untuk kemasan makropartikel panjang kolom 50 -100 cm, untuk kemasan mikropartikel biasanya panjang kolomnya 10-30 cm.

  b. Kolom preparatif : garis tengah 6 mm atau lebih panjang 25-100 cm (Johnson dan Stevenson, 1991). berdasarkan pada sifat kimia umum linarut, sifat kelarutan dan ukurannya. Kolom dapat dikemas sendiri atau membeli kolom yang sudah dikemas. KCKT biasanya adalah UV 254 nm. Bila tanggapan detektor lebih lambat dari elusi sampel timbullah pelebaran pita yang memperburuk pemisahan. Pemilihan detektor KCKT tergantung pada sifat sampel, fase gerak dan kepekaan yang tinggi dicapai (Gritter, dkk., 1991).

  8. Detektor komposisi fase gerak. Detektor yang dipakai pada KCKT biasanya adalah UV 254 nm. Bila tanggapan detektor lebih lambat dari elusi sampel timbullah pelebaran pita yang memperburuk pemisahan. pemilihan detektor KCKT tergantung pada sifat sampel, fase gerak dan kepekaan yang tinggi dicapai (Munson, 1991).

  9. Penguat Sinyal Pada umumnya sinyal yang berasal dari detektor diperkuat terlebih dahulu sebelum disampaikan pada alat perekam otomatik yang sesuai, biasanya berupa suatu perekam potensiometrik. Dapat pula sinyal dikirimkan kepada suatu integrator digital elektronik untuk mengukur luas puncak kromatogram secara otomatik (Munson, 1991).

  10. Perekam Perekam merupakan salah satu dari bagian peralatan yang berfungsi merekam atau menunjukkan hasil pemeriksaan suatu senyawa berupa peak

  (puncak). Dari daftar tersebut, secara kualitatif kita dapat mengetahui senyawa Dalam pemisahan suatu senyawa secara KCKT biasanya digunakan suatu pelarut landaian yaitu pelarut yang dapat diubah-ubah kepolarannya sesuai dengan kebutuhan. Ada beberapa keuntungan jika digunakan pelarut landaian, diantaranya : a. Waktu analisis keseluruhan dapat berkurang

  b. Daya pisah keseluruhan persatuan waktu campuran ditingkatkan

  c. Bentuk puncak diperbaiki (pembentukan ekor lebih kecil)

Dokumen yang terkait

Organologi Akustika Gitar Bass Solid Elektrik Fretless oleh Bapak Zulkarnaen Lubis di Jalan Bridgen Katamso No.89 Kelurahan Kampung Baru Kota Medan

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Kajian Organologis Gonrang Sidua-Dua Buatan Bapak Rossul Damanikdi Desa Sarimatondang 1 Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun

0 2 20

19 BAB II ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT PAKPAK, DI DUSUN LAE SALAK, DESA LAE SIREME, KECAMATAN TIGALINGGA, KABUPATEN DAIRI, PROVINSI SUMATERA UTARA 2.1 Wilayah Budaya Pakpak

0 1 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Garam 2.1.1 Pengertian Garam - Penetapan Kadar Iodium Pada Garam Dengan Metode Iodometri

0 1 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Narkotika - Pemeriksaan Narkotika Melalui Urine Menggunakan Alat Multi Drugs Dengan Metode Rapid Test

0 1 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Kadar Logam Kadmium (Cd) pada Air Minum Dalam Kemasan Galon Isi Ulang dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 14

Uji Mutu Bahan Baku Riboflavin Sebagai Bahan Baku Vitamin B Kompleks Yang Diproduksi Oleh Pt. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan

0 0 15

Uji Mutu Bahan Baku Riboflavin Sebagai Bahan Baku Vitamin B Kompleks Yang Diproduksi Oleh Pt. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan

0 1 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet 2.1.1 Pengertian Tablet - Uji Disolusi Natrium Diklofenak dalam Sediaan Tablet Menggunakan Metode Spektrofotometri Ultraviolet

0 1 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Nilam 2.1.1 Morfologi tanaman nilam - Penentuan Bilangan Asam Dan Bobot Jenis Serta Kelarutan Dalam Etanol Dari Minyak Nilam (Pogostemon Cablin B.)

0 2 18