BAB II TUGAS DAN FUNGSI PENGAWAS PERIKANAN SERTA HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL PERIKANAN YANG MELAKUKAN PENANGKAPAN IKAN DI WILAYAH LAUT INDONESIA A. Pengawasan Terhadap Perikanan di Wilayah Laut Indonesia - Tinjauan Yuridis Terhadap Pembakaran Dan/Atau Penengg

BAB II TUGAS DAN FUNGSI PENGAWAS PERIKANAN SERTA HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL PERIKANAN YANG MELAKUKAN PENANGKAPAN IKAN DI WILAYAH LAUT INDONESIA A. Pengawasan Terhadap Perikanan di Wilayah Laut Indonesia Wilayah Indonesia yang sering disebut dengan kepulauan nusantara (archipelago; group of many island) merupakan wilayah yang sangat strategis. Kesatuan wilayah yang terdiri atas daratan, Perairan, dan dirgantara adalah salah

  satu kesatuan yang menyatu dalam bangsa Indonesia dalam rangka wawasan nusantara. Dari tiga matra wilayah Republik Indonesia maka wilayah Perairan (lautan) merupakan bahagian yang terluas disbanding dengan wilayah daratannya. Kondisi riel ini yang membuat sejak zaman nenek moyang dahulu Negara dan bangsa Indonesia dikenal sebagai negara dan bangsa bahari (maritim), dimana

  

  sangat banyak kegiatan yang berhubungan dengan lautan. Keberadaan negara Indonesia merupakan karunia dari Allah SWT, terutama keberadaan Negara

  

Indonesia sebagai Negara Kepulauan. Sebagai Negara kepulauan, Indonesia

  memiliki luas laut yang lebih luas dari luas daratan Indonesia. Dua Pertiga wilayah Indonesia diliputi oleh Perairan laut yang terdiri dari laut Pesisir, laut lepas, teluk, dan selat. Pemerintah tepatnya pada tanggal 13 Desember 1957 dalam Deklarasi Juanda mengumumkan lebar laut wilayah Indonesia menjadi 12 24 Hasim Purba, Hukum Pengangkutan di Laut, Medan : Pustaka Bangsa Press, 2005,

  hal. 1 mil laut dan lebar laut tersebut diukur dari garis dasar yang menghubungkan titik luar dari pulau-pulau Indonesia yang terluar dikenal dengan “point to point

  

theory” . Hal ini kemudian didukung dengan diadakannya Konvensi Hukum

  Laut Internasional tahun 1982 atau United Nation on the Law of the Sea 1982, yang kemudian wilayah laut tersebut dibagi atas : a.

  Laut Teritorial Batas laut teritorial adalah suatu batas laut yang ditarik dari sebuah garis dasar dengan jarak 12 mil ke arah laut. Garis dasar adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik dari ujung-ujung terluar pulau di Indonesia. Laut yang terletak di sebelah dalam garis dasar merupakan laut Pedalaman. Di dalam batas laut teritorial ini, Indonesia mempunyai hak kedaulatan sepenuhnya. Negara lain dapat berlayar di wilayah ini atas izin

27 Pemerintah Indonesia.

  b.

  Landas Kontinen Istilah landas kontinen atau landas benua (continental shelf) pada mulanya adalah istilah dalam ilmu geologi (geology), khususnya geologi kelautan

   (marine geology) . Undang-undang 1 tahun 1973 tentang Landas

  Kontinen Indonesia adalah sebagai tindak lanjut Pengumuman Pemerintah tentang Landas Kontinen yang dikeluarkan tanggal 17 Februari 1969, memuat asas-asas dan dasar-dasar pokoknya kebijaksanaan Pemerintah 26 tentang landas kontinen Indonesia. Yang dimaksud dengan landas

H. Djoko Tribawono. Hukum Perikanan Indonesia edisi kedua, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, hal. 48.

   kontinen Indonesia sebagaimana tercantum dalam pasal 1 adalah dasar laut dan tanah dibawahnya diluar wilayah Perairan sebagaimana yang diatur dalam UU 4 Prp 1960 sampai kedalaman 200 meter atau lebih, dimana masih mungkin diadakan eksplorasi dan ekploitasi nkekayaan alam.

  Kekayaan alam meliputi mineral dan sumber tidak bernyawa lainnya di dasar dan atau didalam lapisan tanah dibawahnya bersam-sama dengan organisme hidup yang termasuk dalam jenis sedinter. Jenis sedinter ini adalah organisme yang pada masa Perkembangannya tidak bergerak, baik diatas maupun di dasar laut. Batas landas kontinen diukur mulai dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur dengan jarak paling jauh adalah 200 mil. Kalau ada dua negara yang berdampingan mengusai laut dalam satu landas kontien dan jaraknya kurang dari 400 mil, batas kontinen masing-masing negara ditarik sama jauh dari garis dasar masing- masing. Kewajiban negara ini adalah tidak mengganggu lalu lintas Pelayaran damai di dalam batas landas kontinen.

  c.

  Zona Ekonomi Eksklusif Secara umum dapat didefenisikan tentang apa yang dimaksud dengan zona ekonomi eksklusif, yakni bagian Perairan(laut) yang terletak di luar dari dan berbatasan dengan laut teritorial selebar 200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur. Dengan defenisi umum ini dapat ditarik beberapa prinsip dasar dari zona ekonomi eksklusif ini, yakni :

  1. Letak dari zona ekonomi eksklusif ini secara geografis adalah diluar laut teritorial. Dengan demikian, zona ekonomi eksklusif bukanlah bagian dari laut teritorial karena letaknya yang diluar laut terotorial.

  2. Letaknya yang secara geografis berada diluar laut teritorial bukanlah berarti berjauhan dengan laut teritorial, melainkan berdampingan atau berbatasan langsung dengan laut teritorial. Ini berarti antara keduanya dibedakan oleh suatu garis batas. Garis batas ini ditinjau dari laut teritorial adalah merupakan garis atau batas luar (outer limit) dari laut teritorial itu sendiri.

3. Lebar zona ekonomi eksklusif tersebut adalah 200 mill laut.

  Karena itu merupkn hasil kesepakatan negara-negara Peserta dalam Konferensi Hukum Lau PBB 1973-1982 yang berhasil disepakati melalui Perundingan-Perundingan yang cukup lama.

  4. Pengukuran mengenai lebar 200 mil laut tersebut dilakukan dari garis pangkal. Garis pangkal yang dimaksud adalah garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur. Garis pangkal itu bisa berupa garis pangkal normal, garis pangkal lurus, ataupun garis pangkal kepulauan.

  5. Oleh karena baik laut teritorial maupun zona ekonomi eksklusif sama-sama diukur dari garis pangkal maka praktis lebar dari zona ekonomi eksklusif adalah (200-12) mil laut, yakni 188 mil laut. Hal ini disebabkan karena laut selebar 12 mil laut dari garis pangkal sudah merupakan laut teritorial yang merupakan bagian wilayah negara pantai dan tunduk pada kedaulatan negara pantai itu sendiri.

  6. Zona ekonomi eksklusif dengan demikian bukanlah merupakan bagian wilayah negara pantai dan oleh karena itu tidak tunduk pada kedaulatan negara pantai. Negara pantai hanya memiliki hak-hak berdaulat dan yurisdiksi yang sifatnya eksklusi pada zona ekonomi

  

  eksklusifnya Dengan demikian luasnya laut Indonesia, Indonesia juga memiliki kekayaan laut yang sangat banyak mulai dari potensi Perikanan tangkap, industri kelautan, jasa kelautan, transportasi, hingga wisata bahari. Perikanan merupakan salah satu kekayaan alam laut Indonesia yang patut untuk dibanggakan. Hal ini dapt dilihat dari potensi Perikanan bidang Penangkapan sebesar 6,4 juta ton/ tahun, potensi Perikanan umum sebedar 305.650 ton/tahun dan pada tahun 2011,

  

  produksi Perikanan tangkap Indonesia sebesar 5.408.900 ton. Pencapaian jumlah tersebut menunjukkan bahwa Perikanan Indonesia memiliki sumberdaya yang baik. Dengan jumlah potensi yang demikian besar, tentu Indoneisa harus memiliki Peraturan yang mengatur tentang Perikanan Indonesia. Sejarah Peraturan Perikanan dibagi atas tiga bagian masa, yakni : a.

  Masa Ordonansi Belanda Dalam masa Belanda, ada dilekuarkan beberapa ordonansi, siantaranya 29 ialah :

  I Wayan Parthiana,op.cit., hal. 105

  Ordonansi Perikanan mutiara dan bunga karang (pada tahun 1916), ordonansi Perikanan untuk melindungi ikan (pada tahun 1920), Ordonansi Penangkapan ikan pantai (pada tahun 1927), Ordonansi Penangkapan ikan pantai (pada tahun 1927), Ordonansi Perburuan ikan paus (pada tahun 1927), Peraturan Pendaftaran kapal-kapal nelayan laut Asing (pada tahun 1938), Ordonansi laut teritorial dan lingkungan maritim (pada tahun 1939) b.

  Masa Pasca Kemerdekaan Adapun aturan-aturan mengenai Perikanan yang dikeluarkan dalam kurun waktu pasca kemerdekaan sampai keluarnya Undang-Undang Nomor 9 tahun 1985 tentang Perikanan, beberapa diantaranya ialah: 1.

  SK Mentan No.327/1972, menetapkan bahwa untuk menjaga kelestariannya maka Duyung (Dugong-dugong) dinyatakan sebagai satwa yang dilindungi yang dilindungi.

  2. SK Mentan No.214/1973, Tentang larangan ekspor/Perdagangan ke luar negeri

3. SK Mentan No.40/1974, Mewajibkan kepada setiap usaha

  Penangkapan udang untuk memanfaatkan hasil sampingan yang diPerolehnya.

  4. SK Mentan No.01/1975, Dalam mengelola dan melestarikan sumber Perikanan, Mentan dapat menetapkan Peraturan tentang: Penutupan daerah/musim tertentu dan Pengendalian kegiatan Penangkapan

  5. SK Mentan No.123/1975, Melarang semua kegiatan Penangkapan kembung layar selar Melarang semua kegiatan Penangkapan kembung, layar, selar, lemuru, dan ikan-ikan Pelagis sejenisnya dengan menggunakan purse seine berukuran mata jaring

  6. SK Mentan No.35/1975, Menetapkan bahwa lumba-lumba air tawar (Pesut) dan lumbalumba air laut sebagai satwa liar yang dilindungi.

  c.

  Masa Undang-Undang Perikanan : 1.

  UU No.5 thn 1983 tentang ZEE di Indonesia 2. UU No.9 thn 1985 tentang Perikanan 3. UU No.31 thn 2004 tentang Perikanan 4. Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan

  Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan Dengan berlakunya Undang-Undang Perikanan, maka semua ordonansi yang dikeluarkan pada masa Pemerintahan Belanda yang bertentangan dengan Undang-Udnang Perikanan dinyatakan tidak berlaku lagi. Kemudian dengan dikeluarkannya Udnang-Undang Nomor 31 tahun 2004, maka Undang-Undang Nomor 9 tahun 1985 dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.

  Sektor Perikanan yang memiliki potensi yang kaya tersebut, menyebabkan banyak nelayan asing maupun lokal memiliki kapal besar dengan teknologi tinggi melakukan kegiatanillegal fishing di Perairan Indonesia.

  Masalah kelautan dan Perikanan merupakan masalah yang sering menajdi bahan pembicaraan masyarakat ataupun aparat Penegak hukum dalam bidang Perikanan, hal ini baik dikarenakan potensi Perikanan yang menguntungkan ataupun karena terjadinya tindak pidana Perikanan yang merugikan sektor Perikanan Indonesia. Oleh karena itu Perautran mengenai Perikanan yang hanya sekedar saja tidak mampu mengatasi persoalan yang terjadi pada masa sekarang ini. Selain dengan adanya Peraturan Perikanan, harus ada upaya Pengawasan terhadap sektor Perikanan Indonesia. Pengawasan terhadap sektor Perikanan pada masa sekarang ini harus ditingkatkan dalam hal pengawasan terhadap kegiatan penangkapan ikan. kegiatan penangkapan ikan tersebut harus dilakukan dengan efisien dan efektif. Efisiensi dan efektivitas penangkapan ikan ditunjang juga oleh Perkembangan teknologi Perikanan. Hal tersebut dikarenakan terjadinya gangguan terhadap kelestarian sumber daya ikan tidak hanya disebabkan tekanan Pemanfaatan lebih (over

  

fishing) , yang juga disebabkan oleh Penggunaan alat tangkap hasil temuan

  kemajuan teknologi yang sebenarnya terlarang digunakan. Untuk mencegah dan mmberantasnya perlu dilakukan Pengawasan yang dikenal dengan monitoring,

  

controlling, surveillance. Pengawasan terhadap pengelolaan perikanan di

  wilayah laut Indonesia dilaksanakan oleh Petugas yang disebut Pengawas Perikanan. Pengawasan Perikanan ini adalah salah satu kegiatan yang dilakukan untuk Pencegahan terhadap Perbuatan-Perbuatan yang menyimpang maupun melakukan tindakan yang bersifat represif atas suatu Pelanggaran terhadap Peraturan Perundang-undangan di bidang Perikanan.

  Peraturan mengenai Pengawasan Perikanan di Indonesia diatur dalam bebrapa Peraturan baik undang-undang maupun Peraturan menteri, yakni Undang- Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan Undang-udanng Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, Peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor Per. 05/Men/2007 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 17/PERMEN-KP/2014 tentang Tugas Pengawas Perikanan. Dalam Peraturan Menteri Nomor 17/PERMEN-KP/2014 pasal 1 angka 2 dijelaskan bahwa Pengawasan Perikanan adalah kegiatan yang ditujukan untuk menjamin terciptanya tertib Pelaksanaan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang Perikanan.

  Salah satu upaya Pengawasan Perikanan juga dilakukan dengan cara melaksanakan Pengawasan dan Pemantauan terhadap keberadaan kapal Perikanan yang melakukan kegiatan oprasional di wilayah Perairan Perikanan di Indonesia. Pengawasan dan Pemantauan terhadap kapal Perikanan yang melakukan kegiatan di wilayah laut Indoensia ini harus dilakukan secara sistemtis dan simultan. Dalam artian bahwa, Pelaksanan Pengawasan kapal Perikanan ini merupakan suatu kewajiban pokok, sehingga diharapkan dengan adanya kegiatan Pengawasan kapal Perikanan ini mampu meningkatkan daya tangkap kapal yang melakukan Penangkapan ikan, sebab Perikanan tangkap yang pada prinsipnya bahwa kapal Perikanan tersebut Perlu dipantau kegiatannya. Pengawasan terhadap kapal Perikanan ini juga diatur dalam sebagaimana yang diatur dalam Permen Kelautan dan Perikanan Nomor Per.05/Men/2007 tentang Penyelenggaran sistem Pemantauan kapal Perikanan. Dalam rangka mengefektifkan dan efisiensi dari Pemantauan kapal Perikanan, maka direktorat Jendral Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikananan menerbitkan Surat Keputusan Nomor Kep19/DJ-P2SDKP/2008 tentang Petunjuk Teknis Oprasional Pengawasan Kapal Perikanan. Dalam Pasal 2 dikatakan bahwa Petunjuk teknis dan oprasional Pengawasan kapal Perikanan ditetapkan dengan maksud sebagai acauan Pengawasan Perikanan dalam melaksanakan tugas Pengawasan sumber daya Perikanan. Petunjuk oprasional Pengawasan Perikanan ditetapkan dengan tujuan terciptanya suatu kesan kesepahaman dalam melaksanakan Pengawasan.

  Dalam rangka Pelaksanaan Pengawasan kapal Perikanan yang berkaitan dengan usaha Perikanan tangkap secara terpadu, maka Perlu ditentukan sasaran yang akan dijadikan dasar untuk melaksakan Pengawasan kapal Perikanan secara intensif. Dalam Pasal 3 dinyatakan pula bahwa objek Pengawasan kapal Perikanan meliputi : a.

  Dokumen Perizinan kapal Perikanan b. Fisik kapal Perikanan c. Alat Penangkapan ikan d. Alat bantu Penangkapan ikan e. Ikan hasil tangkapan f. Ikan yang diangkut g.

  Daerah Penangkapan h. Pelabuhan pangkalan/Pelabuhan muat/singgah

  Oleh karena itu efektifitas Pengawasan kapal Perikanan harus ditunjang pula oleh tempat-tempat tertentu untuk melakukan Pengawasan. Hal ini sesuai ketentuan yang termaktub dalam Pasal 4 SK tersebut, dinyatakan bahwa Pengawasan kapal Perikanan dilakukan di :

  (a) Wilayah Pengelolaan ikan republik Indonesia (WPP RI)

  (b) Pelabuhan Perikanan dan/atau Pelabuahn bukan Pelabuhan Perikanan;

  (c) Pelabuhan umum yang ditetapkan sebagai Pelabuhan pangkalan

  (d) Pangkalan Pendaratan ikan

  (e) Sentra-sentra kegiatan nelayan B.

   Tugas dan Kewenangan Pengawas Perikanan

  Yang dimaksud dengan Perikanan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan Pengelolaan dan Pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, Pengelolaan, sampai dengan Pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis Perikanan. Pengelolaan Perikanan merupakan bagian dari hal-hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan Perikanan.

  Dari defenisi diatas jelas bahwa Perikanan memiliki banyak aspek kajian, salah satunya ialah Pengelolaan ikan. Pengelolaan Perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis dan perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, penangkapan ikan dan implementasi serta penegakan hukum dari Peraturan Perundang-undangan di bidang Perikanan, yang dilakukan oleh Pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati Perairan dan tujuan yang telah disepakati. Karena aspek kajian dari perikanan tersebut merupakan hal-hal yang penting dan tidak sembarang maka melakukan Pengawasan terhadap sektor Perikanan di Wilayah laut Indonesia merupakan hal yang wajib. Karena Pengawasan ini juga merupakan upaya untuk menanggulangi tindak pidana Perikanan. Upaya monitoring, controlling dan surveilling adalah serangkaian dari Pengawasan yang dilakukan untuk mencegah segala tindakan yang bertentangan dengan aturan Perundang-undangan di bidan Perikanan. Yang melakukan Pengawasan terhadap Perikanan ialah Pengawas Perikanan. Dalam kaitan ini, Petugas diberi kewenangan Penuh melakukan Penyidikan membantu Pejabat Penyidik umum untuk berwenang. Kewenangan seperti ini sebelumnya tidak terdapat dalam ordonansi Perikanan yang dulu yakni aturan mengenai Perikanan sebelum dikeluarkannya Undang-Undang Perikanan yang sekarang. Menurut Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan Pasal 66 ayat 2, Pengawas Perikanan bertugas untuk mengawasi tertib Pelaksanaan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang Perikanan.

  Sejalan dengan Pengawas Perikanan yang diatur dalam Undang-Undang Perikanan, Pemerintah membuat suatu lembaga yang memiliki tugas mengawasi kelautan dan Perikanan di Indonesia, lembaga tersebut adalah Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP). Ditjen PSDKP adalah lembagyang berada di bawah Pengelolaan yang secara resmi dibentuk pada 23 sesuai Kepres Nomor 165 Tahun 2000, Ditjen PSDKP merupakan Direktorat Jenderal yang bertanggung jawab untuk melakukan Pengawasan di bidang sumberdaya kelautan dan Perikanan. Dalam melakukan Pengawasan Ditjen PSDKP berkoordinasi dengaAngkatan Laut, Bakorkamla dan Polair.

   1.

  Direkrut dari PNS di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan Adapun struktur Organisasi yang ada dalam Direktorat

  Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP) ialah Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Pengawasan Sumber Daya Perikanan, Direktorat Pengawasan Sumber Daya Kelautan, Direktorat Pengawasan Sumber Daya Kelautan, Direktorat Pemantau Sumber Daya KP Dan Pengembangan Infrastruktur Pengawasan, Direktorat Penanganan Pelanggaran.

  Adapun yang termasuk Pengawas Perikanan ialah : Personel Pengawas Perikanan direkrut dari PNS (Pegawai Negeri Sipil) di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (Pasal 66 A ayat 1 Undang-Undang Perikanan), dengan dasar Pemikiran selaku Pegawai di lembaga tersebut mempunyai latar belakang Pengetahuan Perikanan.

  Dalam Pasal 66 ayat 3, Petugas Peikanan dapat ditetapkan sebagai Pejabat fungsional. Pengawas Perikanan memang merupakan jabatan fungsional sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 1994 jo Surat Edaran MENPAN Nomor SE/07/M.PAN/2004. Jabatan fungsional adalah jabatan yang menunjukkan tugas dan tanggungjawab, wewenang dan hak seorang Pegawai engeri sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam

  Pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri. Pada hakikatnya, jabatan fungsional sebagai jabatan teknis yang tidak tercantum dalam struktur organisasi, namun sangat diPerlukan dalam tugas-tugas pokok dalam organisasi Pemerintah.

  Jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil terdiri atas jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan. Penetapan jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut : a.

  Mempunyai metodologi, teknik analisis, teknik dan prosedur kerja yang didasarkan atas disiplin ilmu Pengertahuan dan atau Pelatihan teknis tertentu serta sertifikasi b. Memiliki etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi c. Dapat disusun dalam suatu jenjang jabatan berdasarkan :

  (1) Tingkat keahlian, bagi jabatan fungsional keahlian,

  (2) Tingkat keterampilan, bagi jabatan fungsional keterampilan d.

  Pelaksanaantugas bersifat mandiri e. Jabatan fungsioanl tersebut diPerlukan dalam Pelaksanaan tugas

  

  pokok dan fungsi organisasi 2. Diarahkan sebagai Penyidik

  Sebagai Pengawas Perikanan yang melakukan tugas mengawasi Pelaksanaan Pengelolaan Perikanan di lapangan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan di bidang Perikanan. Dulunya, Pengawas Perikanan terdiri atas Penyidik PNS Perikanan dan non Penyidik (Pasal 66 ayat 3 UU no. 2004). Dengan diubahnya UU Perikanan, Pengawas Perikanan sekarang hanyalah Pejabat PN non Penyidik saja (Pasal 66 A ayat 1 UU No. 45 tahun 2009). Dengan menjalankan tugas sebagai Pengawas Perikanan dan memiliki Pengalaman dan kemampuan serta keterampilan yang cukup dalam Pengawasan di lapangan. Dengan bekal demikian tersebut diarahkan Personel Pengawas Perikanan untuk dapat dididik dan diangkat menjadi Penyidik PNS Perikanan. Pengawas Perikanan yang awalnya melakukan Pengawasan di bidang teknis dan administratif di bidang Perikanan, ketika diangkat menjadi Penyidik PNS Perikanan harus sudah siap menjalankan tugas Pengawasan di bidan gteknis yuridis untuk memproses suatu kejadian atau Peristiwa pidana di bidang Perikanan menjadi suatu Perkara utnuk dilimpahkan ke kejaksaan. Untuk mengukur tingkat keberhasilan suatu kegiatan, salah satu tolak ukurnya adalah kemampuan Pengawasan dan Pemantauan yans sangat efektif. Dengan melakukan Pengawasan yang baik dan meamnfaatkan sarana dengan efektif serta ditopang oleh maanusia yang handal diharapkan akan memberikan hasil yang maksimal pula, hal ini berlaku pula pada Pengawasan kapal Perikanan. Dalam Pasal 5 Kepdirjeb Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Nomor 19/DJ-P2SDKP/2008 dinyatakan bahwa Pengawas Perikanan bertugas untuk mengawasi tertib Pelaksanaan Peraturan Perundang-

undangan di bidangPerikanan. Pengawas Perikanan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, dalam melaksakan tugasnya memiliki wewenang: (a)

  Memasuki tempat-tempat yang akan dilakukan Pemeriksaan (b)

  Meminta dokumen untuk diPeriksa (c)

  Mengambil contoh ikan atau bahan yang diPerlukan untuk Pengujian laboratorium (d)

  Memeriksa kapal Perikanan (e)

  Memeriksa dokumen Perizinan dan dokumen kapal Pendukung lainnya (f)

  Memeriksa alat tangkap dan alat bantu Penangkapan (g)

  Menyetujuo/membongkar muat hasil tangkapan (h)

  Menunda keberangkatan kapal Perikanan dalam hal tidak terPenuhi Persyaratan administrasi Perizinan dan teknis kelaikan oprasional

  (i) Menurunkan alat tangkap yang tidak sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan

  (j) Menerbitkan surat layak oprasi kapal Perikanan

  (k) Merekomendasikan sanksi administrasi bagi kapal Perikanan yang melakukan Pelanggaran kepada Direktur Jendral

  Mengenai wewenang Pengawas Perikanan dalam melaksanakan tugas juga terdapat dalam Pasal 66 C Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, yakni : a. memasuki dan memeriksa tempat kegiatan usaha Perikanan; b. memeriksa kelengkapan dan keabsahan dokumen usaha Perikanan; c. d. memeriksa sarana dan prasarana yang digunakan untuk kegiatan

  Perikanan; e. memverifikasi kelengkapan dan keabsahan SIPI dan SIKPI; f. mendokumentasikan hasil Pemeriksaan; g. mengambil contoh ikan dan/atau bahan yang diPerlukan untuk keperluan Pengujian laboratorium; h. memeriksa Peralatan dan keaktifan sistem Pemantauan kapal

  Perikanan; i. menghentikan, memeriksa, membawa,menahan, dan menangkap kapal dan/atau orang yang diduga atau patut diduga melakukan tindak pidana

  Perikanan di wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia sampai dengan diserahkannya kapal dan/atau orang tersebut di Pelabuhan tempat Perkara tersebut dapat diproses lebih lanjut oleh Penyidik; j. menyampaikan rekomendasi kepada Pemberi izin untuk memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; k. melakukan tindakan khusus terhadap kapal Perikanan yang berusaha melarikan diri dan/atau melawan dan/atau membahayakan keselamatan kapal Pengawas Perikanan dan/atau awak kapal Perikanan; dan/atau l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab

  Pengawas Perikanan dalam melaksanakan tugasnya dapat dilengkapi dengan beberapa hal, ini terdapat dalam Pasal 66Cayat 2 UU Perikanan, yakni dapat dilengkapi dengan kapal Pengawas Perikanan, senjata api dan/atau alat Pengaman diri. Pengawas Perikanan yakni PNS dari Menteri Kelautan dan Perikanan, daalam menajalnkan tugasnya di lapangan juga dapat dilengkapi dengan senjata api. Ketentuan mengenai Perlengkapan senjata api dalam ketentuan tersebut sifatnya hanyalah “dapat”, bukan suatu keharussan, karena Petugas Pengawas Perikanan adalah orang sipil dan Pengawasannya lebih bersifat teknis dan administratif di bidang Perikanan. Oleh karena itu tidak semua bidang Pengawasan Perikanan selalu dibekali dengan senjata api. Senjata api dipertimbangkan sebagai alat Pengawasan Perlengkapan apabila tempat atau sasaran Pengawasan merupakan daerah rawan keributan atau sering terjadi kejahatan. Senjata api tersebut diperlukan hanya untuk menjaga diri atau membela diri. Penguasaan senjata api untuk kepentingan Pengawasan Perikanan juga harus sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, yaitu Undang-undang Nomor 8 tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian izin Kepemilikian Senjata Api. Setiap orang yang bukan anggota tentara atau polisi yang memakai dan memiliki senjata api harus mempunyai izin Pemakaian senjata api menurut contoh yang ditetapkan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri). Ketentuan dapat dibekali dengan senjata api juga diberikan kepada kapal Pengawas Perikanan. Perlengkapan senjata api yang dimaksud ialah Perlengkapan senjata api yang lebih melekat kepada kapalnya daripada pada Petugasnya karena kepentingan keamanan di Perairan wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia. Pemasangan kelengkapan senjata api pada kapal Perikanan harus mengikuti Peraturan tentang kepemilikan senjata api yang berlaku.

  Selain dilengkapi dengan senjata api, pengawas perikanan juga dilengkapi dengan Kapal Pengawas Perikanan dalam melaksanakan tugasnya. Kapal Pengawas Perikanan adalyang digunakan untuk melindungi sumber daya kelautan dan Perikanan. Dalam Peraturan Mentreri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 05/MEN/2007 yang dimaksud dengan Kapal Pengawas Perikanan adalah kapal Pemerintah yang diberi tanda-tanda tertentu untuk melaksanakan Pengawasan dan Penegakan hukum di bidang Perikanan. Dalam melakukan Pengawasan berkoordinasi dengan TNI Angkatan Laut, Polair dan Bakorkamla..Kapal Pengawas Perikanan merupakan Satuan Unit Kerja di bawah Direktorat Kapal Pengawas Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kapal Pengawas Perikanan diawaki oleh beberapa awak kapal Pengawas Perikanan. Kapal Pengawas Perikanan mempunyai tugas dan fungsi untuk melaksanakan gelar

  

  oPerasi Pengawasan Perikanan di laut. Kapal Pengawas Perikanan (fishery

  

patrol ship ) dalam dunia Pelayaran sering disebut "Kapal Putih", Hal ini karena

  kapal Pengawas Perikanan berwarna dominan putih mengingat warna abu-abu

  

  maupun kamuflase hanya boleh untuk kapal militer. Dalam Pasal 69 UU Perikanan Nomor 45 tahun 2009 juga dijelaskan bahwa fungsi dari kapal Perikanan adalah untuk melaksanakan Pengawasan dan Penegakan hukum di bidang Perikanan dalam wilayah Pengelolaan Perikanan negara Republik Indonesia. Kapal Pengawas Perikanan dapat menghentikan, memeriksa, 35 Heru Triharyanto, 2014. “Pengaruh Pelatihan dan Motivasi Kerja Terhadap

  

Pengembangan Karir Awak Kapal Pengawas Perikanan pada Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP)”. Universitas Terbuka, Vol. 1 No. 1 2014. membawa, dan menahan kapal yang diduga atau patut diduga melakukan Pelanggaran di wilayah Pengelolan Perikanan negara Republik Indonesia ke Pelabuhan terdekat untuk Pemrosesan lebih lanjut. Penahanan kapal ini dapat dilakukan dalam rangka tindakan membawa kapal ke Pelabuhan terdekat dan/atau menunggu proses selanjutnya yang bersifat sementara. Dalam melaksanakan fungsinya, kapal Perikanan juga dapat melakukan tindakan khusus berupa Pemabakaran dan atau Penenggelaman kapal Perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti Permulaan yang cukup.

  Untuk kepentingan Pengawasan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan sekarang ini telah memiliki kapal Pengawas Perikanan sebanyak 40 unit. Dari jumlah tersebut sebanyak 17 unit yang dilengkapi senajta api. Dengan data itu tampak bahwa tidak semua kapal Perikanan dilengkapi dengan senjata api, hanya sekitar 40% kapal yang dilengkapi dan pihak kementerian kelautan dan Perikanan juga sudah memPertimbangkan daerah-daerah Pengawasan mana yang

   rawan dan memerlukan senjata api.

C. HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL PERIKANAN DALAM MELAKUKAN PENANGKAPAN IKAN

  Kapal Perikanan adalah kapal atau Perahu atau alat apung lainnya yang digunakan untuk melakukan kegiatan Penangkapan ikan termasuk melakukan survei atau eksplorasi Perikanan atau Pengertian sempit yang menyatakan bahwa kapal Perikanan adalah kapal yang secara khusus diPergunakan untuk menangkap ikan termasuk menampung, menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan. Berdasarkan beberapa defeinisi yang telah disebutkan diatas, maka dapat diketahui bahwa kapal ikan sangat beragam dari kekhususan Penggunaannya hingga ukurannya. Kapal-kapal ikan tersebut dapat terdiri dari Perahu berukuran kecil berupa Perahu sampan (Perahu tanpa motor) yang digerakkan dengan tenaga dayung atau layar, perahu motor tempel yang terbuat dari kayu hingga pada kapal ikan berukuran besar yang terbuat dari kayu, fibre glass maupun besi baja dengan tenaga Penggerak mesin diesel. Jenis dan bentuk kapal ikan ini berbeda sesuai dengan tujuan usaha, keadaan Perairan, daerah Penangkapan ikan (fishing ground)

   dan lain-lain, sehingga menyebabkan ukuran kapal yang berbeda pula.

  Menurut Setianto, Kapal Perikanan sebagaimana layaknya kapal Penumpang dan kapal niaga lainnya maupun kapal barang, harus memenuhi syarat umum sebagai kapal. Berkaiatan dengan fungsinya yang sebagian besar untuk kegiatan Penangkapan ikan, maka harus juga memenuhi syarat khusus untuk mendukung keberhasilan kegiatan tersebut yang meliputi: kecepatan, olah gerak/mneuver, ketahanan stabilitas, kemamapuan jelajah, konstruksi, mesin Penggerak, fasilitas Pengawetan dan prosesing serta Peralatan Penangkapan.

1. Kecepatan

  Kapal Penangkap ikan biasanya membutuhkan kecepatan yang tinggi, karena untuk mencari dan mengejar gerombolan ikan. Disamping iitu juga

38 Purbayanto et al. 2004. Kajian Teknis Kemungkinan Pengalihan Pengaturan Perijinan

  dari GT menjadi Volume Palka pada Kapal Ikan. Makalah tentang “Paradigma baru Pengelolaan Perikanan yang bertanggungjawab dalam rangka mewujudkan kelestarian sumberdaya dan untuk mengangkut hasil tangkapan dalam keadaan segar sehingga dibutuhkan waktu relatif singkat.

  2. Olah Gerak Kapal Perikanan memerlukan olah gerak/manuver kapal yang baik terutama pada waktu operasi Penangkapan dilakukan. Misalnya pada waktu mencari, mengejar gerombolan ikan, Pengoperasian alat tangkap dan sebagainya.

  3. Ketahanan Stabilitas Kapal Perikanan harus mempunyai ketahanan stabilitas yang baik terutama pada waktu operasi Penangkapan ikan dilakukan. Ketahanan terhadap hempasan angin, gelombang dan sebagainya. Dalam hal ini kapal Perikanan sering mengalami oleng yang cukup tinggi.

  4. Jarak Pelayaran/Kemampuan jelajah Kapal Perikanan harus mempunyai kemampuan jelajah, untuk menempuh jarak yang sangat tergantung pada kondisi lingkungan Perikanan, seperti: Pergerakan gerombolan ikan, fishing ground dan musim ikan. Sehingga jarak Pelayaran bisa jauh, sebagai contoh Tuna Long Line.

  5. Konstruksi Konstruksi kapal Perikanan harus kuat terhadap getaran mesin utama yang biasanya mempunyai ukuran PK lebih besar dibanding kapal niaga lainnya yang seukuran, benturan gelombang dan angin akan lebih besar karena kapal Perikanan sering memotong gelombang pada saat mengejar gerombolan ikan.

  6. Mesin Penggerak Mesin Penggerak utama kapal (mesin engine) kapal Perikanan, ukurannya harus kecil tetapi mempunyai kekuatan yang besar dan ketahanan harus tetap hidup dalam kondisi olengan maupun trim dalam waktu yang lama, mudah dioPerasikan maju dan mundur dimatikan maupun dihidupkan.

  7. Fasilitas Pengawetan dan Pengolahan Kapal Perikanan biasanya digunakan juga untuk mengangkut hasil tangkapan sampai ke Pelabuhan. Dalam Pengangkutan diharapkan hasil tangkapan tetap dalam keadaan segar, untuk itu kapal Perikanan harus dilengkapi dengan tempat Penyimpanan ikan/palka yang berinsulasi dan biasanya untuk menyimpan es tetapi ada yang dilengkapi dengan mesin Pendingin tempat Pembekuan ikan, bahkan ada juga yang dilengkapi dengan sarana Pengolahan.

  8. Perlengkapan Penangkapan Kapal Perikanan biasanya membutuhkan Perlengkapan Penangkapan, seperti: Line hauler, net hauler, trawl winch, purse winch, power block dan sebagainya.Perlengkapan Penangkapan, tergantung pada alattangkap yang

  

  digunakan dalam operasional Klasifikasi kapal Perikanan baik ukuran, bentuk, kecepatan maupun konstruksinya sangat ditentukan oleh Peruntukkan kapal Perikanan tersebut.

  Demikian pula dengan kapal Penangkap, masing-masing memiliki ciri khas, ukuran, bentuk, kecepatan dan perlengkapan yang berbeda. Kapal Perikanan secara umum terdiri dari: 1)

  Kapal Penangkap ikan Kapal Penangkap Ikan adalah kapal yang dikonstruksi dan digunakan khusus untuk menangkap ikan sesuai dengan alat Penangkap dan teknik Penangkapan ikan yang digunakan termasuk manampung, menyimpan dan mengawetkan.

  2) Kapal Pengangkut hasil tangkapan

  Kapal Pengangkut hasil tangkapan adalah kapal yang dikonstruksi khusus dan dilengkapi dengan palka khusus yang digunakan untuk menampung, menyimpan, mengawetkan dan mengangkut ikan hasil tangkapan. 3)

  Kapal survey Kapal survey adalah kapal yang dikonstruksi khusus untuk melakukan kegiatan survey Perikanan dan Kelautan.

  4) Kapal latih

  Kapal latih adalah kapal yang dikonstruksi untuk Pelatihan Penangkapan ikan.

  5) Kapal Pengawas Perikanan

  Kapal Pengawas Perikanan adalah Kegiatan-kegiatan Pengawasan kapal-

   kapal Perikanan.

  Dalam Undang-Undang Perikanan juga disebutkan fungsi daripada kapal perikanan yakni terdapat dalam Pasal 34 :

  (1) Kapal Perikanan berdasarkan fungsinya meliputi: a. kapal Penangkap ikan; b. kapal Pengangkut ikan; c. kapal Pengolah ikan; d. kapal latih Perikanan; e. kapal Penelitian/eksplorasi Perikanan; dan f. kapal Pendukung operasi Penangkapan ikan dan/atau Pembudidayaan ikan.

  Secara spesifik lagi dijelaskan defenisi Kapal Perikanan Menurut Undang- Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan adalah kapal, Perahu, atau alat apung lain yang digunakan untuk melakukan Penangkapan ikan, mendukung oPerasi Penangkapan ikan, Pembudidayaan ikan, Pengangkutan ikan, Pengolahan ikan, Pelatihan Perikanan, dan Penelitian/eksplorasi Perikanan. Dari defenisi diatas memang terlihat bahwa kapal Perikanan memang selalu identik dengan Penangkapan ikan. selain mengatur tentang defenisi dari kapal perikanan itu sendiri, Undang-Undang Perikanan juga mengatur mengenai apa yang wajib dilakukan oleh kapal Perikanan baik nasional maupun asing terutama dalam hal Penangkapan ikan. Adapun yang menjadi kewajiban orang atau pihak dan kapal negara Republik Indonesia maupun asing dalam melakukan pengelolaan dan penangkapan perikan adalah : 1.

  Wajib memiliki Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat menyangkut pemberian izin usaha perikanan, Departemen Eksplorasi Laut dan

  Perikanan melakukan perbaikan dan penyempurnaan atas peraturan perizinan di bidang perikanan. Untuk itu Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan mengawali dengan Kepmen Eksplorasi Laut dan Perikanan Nomor 45 tahun 2000 tentang Perizinan Usaha Perikanan yang terdiri dari 32 pasal. Untuk melakukan usaha penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan (WPP), setiap perusahaan perikanan wajib memiliki izin usaha perikanan (IUP). WPP meliputi Sembilan wilayah perairan seperti tercantum dalam Pasal 3, yakni : a.

  Perairan Selat Malaka b.

  Perairan Laut Natuna dan Laut Cinta Selatan c. Perairan Laut Jawa dan Selat Sunda d.

  Perairan Laut Flores dan Selat Makassar e. Perairan Laut Banda f. Laut Mluku, perairan Teluk Tomini, dan Selat Seram g.

  Perairan Laut Sulawesi dan Samudra Pasifik h. Perairan Laut Arafura i. Perairan Samudra Hindia

  SIUP berlaku selama perusahaan perikanan masih melakukan usahanya dan dilakukan evakuasi pelaksanaan usaha setiap tiga tahun. Apabila perusahaan perikanan melakukan perubahan rencana usaha, wajib mengajukan perubahan SIUP kepada direktur Jendral Perikanan.

2. Wajib memiliki persetujuan penggunaan kapal asing (PPKA)

  Perusahaan perikanan yang memperoleh Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) kemudian akan menggunakan kapal berbendera asing untuk mengangkut ikan, wajib memiliki persetujuan penggunaan kapal asing.

  Permohonan PPKA ini disampaikan kepada Direktur Jendral Perikanan menggunakan formulir model Phn-1 yang dilengkapi dengan persyaratan : a.

  Salinan SIUP yang dilegalisasi b. Rencana usaha pengoprasian kapal asing c. Kontrak perjanjian kerjasama/sewa ; 3. Wajib memiliki Surat Penangkapan Ikan (SPI)

  Sebelum melakukan usaha penangkapan ikan, perusahaan perikanan yang telah memiliki IUP wajib memiliki SPI bagi setiap kapal perikanan yang dipergunakan. Dalam SPI yang diberikan tercantum didalamnya beberapa ketetapan yang meliputi : a.

  Koordinat daerah penangkapan b. Alat penangkapan c. Pelabuhan pangkalan d. Jalur penangkapan ikan yang terlarang e. Identitas kapal f. Jumlah dan daftar penempatan ABK (Indonesia dan asing) g.

  Identitas kapal perikanan yang menjadi anggota satuan armada penangkapan ikan h.

  SPI yang telah diberikan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama dengan bagi jenis-jenis ikan pelagis besar/kecil dan demersal apabila memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemberi izin. Perubahan SPI dapat dilakukan oleh perusahaan perikanan dengan mengajukan kepada Direktur Jendral Perikanan dan perubahan ini dapat dilakukan sekurang-kurangnya dalam jangka waktu enam bulan sejak SPI diperoleh dan/atau sejak perubahan SPI diberikan oleh yang berwenang.

4. Wajib memiliki Surat izin Kapal Penangkapan dan pengangkutan ikan

  (SIKPPI) Perusahaan perikanan yang telah memiliki IUP dan akan melakukanusaha penangkapan dan pengangkutan ikan, wajib memiliki SIKPPI bagisetiap kapal yang dipergunakan apabila operasinya dalam satuan armada penangkapan ikan. permohonan SIKPPI dapat diajukan kepada Direktur Jendral Perikanan menggunakan formulir yang telah ditentukan. Masa berlaku SIKPPI beragam, tergantung pada jenis ikan yang akan ditangkap, yaitu untuk jenis ikan pelagis bersar selama 3 tahun, sedangkan jenis pelagis kecil 2 tahun. SIKPPI ini bias diperpanjang untuk jangka waktu yang sama apabila memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dan memberikan laporan kegiatan penangkapan dan pengangkutan. Apabila perusahaanyang telah memiliki SIKPPI tersebut akaan mengadakan perubahan, dapat mengajukan kepada Direktur Jendral Perikanan dan dilakukan sekurang-kurangnya dalam jangka waktu enam bulan sejak

  SIKPPI diperoleh atau sejak perubahan SIKPPI diberikan oleh yang berwenang. Untuk kapal pengangkut ikan asing, perusahaan perikanan yang telah memiliki SIUP dan PPKA, kemudian aan mengoprasikan kapal pengangkut ikan asing yang disewa, wajib memiliki Surat izin SIKPPI juga bagi seiap kapal yang digunakan. Sama dengan kapal Indonesia, permohonan ini juga dimohonkan kepad Direktur Jendral Perikanan.

  SIKPPI untuk kapal asing diberikan untuk jangka waktu 1 tahun dan dapat diperpanjang selama jangka waktu yang sama jika memenuhi syarat.

  5. Setiap kapal perikanan dan pihak-pihak yang berada dalam kapal tersebut wajib melestarikan plasma nutfah demi keberlangsungan sumberdaya ikan dan wajib menaati aturan konservasi sumberdaya perikanan sebagai bentuk kepedulian dan tanggungjawab terhadap pelestarian sumberdaya ikan di Wilayah laut Indonesia.

  6. Setiap kapal perikanan asing juga wajib menyimpan alat tangkap perikanannya di dalam tempat penyimpanan yakni palka. Hal ini dilakukan agar mencegahnya pencemaran dan penangkapan ikan di wilayah-wilayah laut yang tidak boleh dilakukan penangkapan ikan.

  7. Kapal perikaanan yang ingin berlayar wajib mendapatkan izin terlebih dahulu dari Pemerintah Republik Indonesia sebelum memulai melakukan pelayarannya.

  8. Kapal perikanan juga wajib memiliki surat layak oprasi perikanan dalam melakukan kegiataannya, baik sebgai kapal penangkapan ikan ataupun kapal pengawas perikanan

  Selain memiliki kewajiban, kapal perikanan juga memiliki beberapa hak atau hal yang boleh dilakukan oleh kapal perikanan setelah memenuhi kewajiban yang tertulis diatas. Adapun beberapa yang menjadi haknya ialah : 1.

  Kapal perikanan Indonesia atau kapal perikanan asing memiliki hak untuk melakukan penangkapan ikan di wilayah laut Indonesia yang diperbolehkan setelah mendapat izin dari pemerintah Indonesia dan setelah memenuhi kewajiban mengurus segala surat izin yang diwajibkan kepada kapal perikanan 2. Hak lintas damai dalam perairan Indonesia.

  Dalam UU Prp. Tahun 1960 menyatakan bahwa lalu lintas laut damai dalam perairan Indonesia terbuka bagi kapal asing. Lalu lintas laut damai bagi kapal asing di perairan pedalaman merupakan suatu kelonggaran yang dengan sengaja diberikan oleh Indonesia, sedangkan di laut wilayah merupakan hak yang diakui oleh hukum internasional. Akibat dari beberapa perbedaan tersebut maka Indonesia dapat mencabut kembali kelonggaran-kelonggaran yang diberikan, sedangkan lalu lintas laut damai di laut wilayah pada dasarnya tidak boleh diganggu gugat oleh Negara pantai, termasuk Indonesia. Oleh karena itu dikeluarkanlah PP No. 8 tahun 1960 tentang Lalu Lintas Laut Damai Kendaraan Air Asing dalam Perairan Indonesia. Yang dimaksud dengan lalu lintas laut damai kendaraana air asing dalam peraturan pemerintah tersebut adalah pelayaran untuk maksud damai yang melintas di wilayah laut dan perairan pedalaman Indonesia. Nelayan-nelayan asing dilarang untuk melakukan tindakan yang mencurigakan, mereka boleh melintasi tetapi tidak boleh mengambil sumber-sumber kekayaan (ikan) perairan Indonesia. Untuk menjaga mereka menaati ketentuan ini maka selama mereka melintas diharuskan menyimpan alat-alat penangkapan ikan dalam kedaan terbungkus. Apabila kendaraan air penangkap ikan asing tersebut melakukan tindakan yang mencurigakan dapat dianggap tidak melaksanakan perdamaian dan bias ditindak berdasarkan peraturan

   perundang-undangan yang berlaku.