BAB II SEBUAH PENGALAMAN - Perancangan Museum Budaya dan Gereja sebagai Landmark Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata Idealand, Teluk Dalam, Nias Selatan
BAB II SEBUAH PENGALAMAN
BAB II SEBUAH PENGALAMAN
2.1. Pengertian dan Penjelasan Singkat Proyek
Dalam proyek ini, penulis mendapat isu proyek yaitu perancangan kawasan museum budaya Nias Selatan, dimana kondisi terkini lahan perancangan masih hanya digarap sekitar 1,86% dari total luas kawasan untuk dijadikan KEK. Berdasarkan hal tersebut perancangan ditugaskan untuk mengkaji dan merancang konsep kawasan museum budaya yang tepat dan kontekstual terhadap isu/ kebutuhan tersebut sehingga penulismengangkat judul proyek yaitu
“Perancangan Museum Budaya dan Gereja sebagai Landmark Kawasan Ekonomi Khusus Idealand, Teluk Dalam, Nias Selatan ”, dengan pengertian :
: Proses, cara atau perbuatan Perancangan
2 merancang, mengatur segala sesuatu .
: Daerah tertentu yang mempunyai ciri Kawasan tertentu, seperti tempat tinggal,
3 pertokoan, industri, dll .
: Gedung yang digunakan sebagai Museum tempat untuk pameran tetap benda- benda yang patut mendapat perhatian
2 3 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Hak Cipta Pusat Bahasa (Pusba), http://kbbi.web.id Kamus Besar Bahasa Indonesia, Hak Cipta Pusat Bahasa (Pusba), http://kbbi.web.id
4 seni dan ilmu .
: Suatu pola hidup menyeluruh. Budaya
5 Bersifat kompleks, abstrak dan luas .
: Ibukota Kabupaten Nias Selatan yang Teluk Dalam, Nias Selatan memiliki potensi warisan budaya dan kearifan lokal yang masih murni.
: Pembangunan sarana baru yang Kawasan Ekonomi Khusus ditujukan untuk industri tertentu (sesuai dengan keunggulan daerah) yang mampu menyediakan infrastruktur untuk mendukung pengembangan dan operasional industri, termasuk perumahan, sarana
6 komersil, dll.
Berdasarkan penelaahan pengertian dari tiap kata-kata pada Judul Proyek tersebut, penulis menetapkan bahwa Perancangan Kawasan Museum Budaya
di Kawasan Ekonomi Khusus Idealand, Teluk Dalam
adalah sebuah konsep
4 5 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Hak Cipta Pusat Bahasa (Pusba), http://kbbi.web.id Mulyana, Deddy (2006).Komunikasi Antarbudaya : Panduan Komunikasi dengan Orang-Orang 6 Berbeda Budaya:
25 Departemen Perindustrian, 2007, xxvii. Selatan.
Proyek ini memiliki fungsi yang beragam dengan fungsi komersil sesuai dengan visi yang telah dijelaskan sebelumnya, baik itu Museum Budaya, Gereja,
Hotel Resortdan Ruang Terbuka Hijau . Pada tugas ini, lokasi proyek dipilih
sesuai dengan lokasi yang diusulkan oleh pihak pemerintah Kabupaten Nias Selatan sebagai area yang akan dikembangkan, yaitu lahan sebesar 320 Ha di Teluk Dalam, Kab.Nias Selatan, Sumatera Utara. Namun untuk kawasan museum budaya ini sendiri hanya mengambil sekitar 56 Ha saja dari total keseluruhan lahan yang tersedia.
2.2. Tinjauan Umum Proyek
2.2.1. Museum Budaya
a. Pengertian Museum Budaya
Museum, seperti dijelaskan sebelumnya adalah ruang untuk pameran tetap benda-benda yang patut mendapat perhatian umum seperti peninggalan sejarah, seni dan ilmu.Budaya adalah sebuah pola hidup atau perilaku yang menyeluruh dan dapat dikatakan bersifat abstrak, kompleks dan luas.Dikatakan abstrak karena budaya bisa saja berbeda-beda di setiap daerah, suku, dan lokasi.Budaya bisa saja berbentuk ritual yang agamis, namun benda-benda fisik dapat dikategorikan sebagai budaya karena budaya yang abstrak tersebut tidak dapat dipungkiri merupakan sebagai sebuah hasil bentukan dari budaya tersebut. menghidupkan kembali „keagungan‟ budaya fisik dan non-fisik tersebut dalam kemasan yang baru dan kontekstual.Secara teknis beberapa artefak-artefak budaya dari beberapa desa budaya yang masih hidup di Kab. Nias Selatan akan dipindahkan untuk dipamerkan secara berkala di museum ini, sekaligus menyediakan fitur keliling museum ditemani guide yang direncanakan adalah masyarakat lokal Nias Selatan sebagai pemenuhan konsep empowering culture
village , yaitu menyediakan dan mengatur sebuah program pengabdian
masyarakat. Konsep ini sekaligus untuk menunjukkan keramahtamahan budaya Nias Selatan ke hadapan wisatawan.
2.2.2. Gereja
a. Pengertian Gereja
Vitruvius, dalam bukunya The Ten Book of Architecture mengatakan bahwa arsitektur mencakup Utilitas, Vernitas dan Venustas.Demikian juga pada arsitektur gereja yang sebagai wadah beribadah umat Kristen tidak terlepas dari fungsi yang diwadahinya.Gereja memiliki tuntutan fungsional yang mempengaruhi bentukan arsitekturnya, yaitu berupa tuntutan kemampuan sebuah bangunan untuk mewadahi berbagai kegiatan ritual atau liturgis beserta segala aktivitas pendukungnya sesuai kebutuhan kategorial. Pada sisi lain, konteks sosio- kultural, kondisi politik, ekonomi dan tuntutan zaman pada saat sebauah arsitektur
7 gereja .
Gereja, secara Teologis memiliki arti non- fisik, yaitu „Persekutuan antar Jemaat Allah‟.Sehingga dalam perancangan sebuah gereja, pertimbangan pertama yang perlu ditinjau adalah tujuan dari pembangunan gedung gereja tersebut, yaitu sebagai tempat beribadah.Karena gereja adalah perwujudan sejarah dari hidup Kristus, maka nlai-nilai di dalamnyajuga harus memiliki kesatuan dengan hati
8 Yesus .Sangat penting sebuah rancangan yang matang agar gereja benar-benar memperhitungkan aspek-aspek teologis, filosofis dan fisiknya.
2.2.3. Hotel Resort
Lorenzo, dalam Architectural Design : Design Hotels memaparkan makna dari hotel dalam pandangan pariwisata sebagai berikut, „Hotels are one of major
expressions of the magic essence of travel and the temporary and fleeting experience of visiting a place that is not one’s own’. Artinya sebuah hotel harus
mampu menjadi sebuah ekspresi besar dari sebuah perjalanan wisata menuju ke suatu tempat tertentu secara temporer.
Hotel resort sendiri lahir dengan dilatari kebutuhan manusia akan tempat liburan, yang dapat menjadi tempat pelarian dari kejenuhan kehidupan kota yang modern. Kebutuhan ini seperti jeda dari kejenuhan kehidupan kota yang modern.
7 8 Studi Komparasi Bentuk dan Makna Arsitektur Gereja WCP Schoemaker, 2012 Arsitektur Gereja, https://id.wikipedia.org/wiki/Arsitektur_Gereja kehidupan rutinitas sehari-hari. Oleh karena itu, hotel resort hadir sebagai sarana wisata hunian dengan menawarkan fasilitas-fasilitas yang mendukung terciptanya pengalaman jeda dari kehidupan kota bagi para tamunya.
Menurut SK No 241/H70 Menteri Perhubungan RI, Hotel Resort adalah hotel yang biasanya berlokasi di luar kota, pegunungan, tepi danau dan pantai atau daerah rekreasi yang memberika fasilitas penginapan kepada orang-orang yang dating bersama keluarga untuk jangka waktu yang relative lama. Definisi lain dari hotel resort juga dijelaskan dalam Architect’s Data, bahwa hotel resort didesain untuk melayani paket-paket liburan dimana daiaransir memenuhi kebutuhan besar terutaa pada akhir minggu dan musim-musim liburan.
Sehingga, pada umumnya yang dijual oleh hotel resort berupa (Sumarno, 1999, hal.20) :
Scene (potensi alam), yaitu potensi fisik kawasan resort, seperti kondisi alam yang berupa perbukitan, pegunungan, dataran tinggi, sungai, pantai dan laut, flora da fauna, iklim daerah yang berguna untuk menciptakan suasana yang baru dan berbeda dengan suasana kota.
Budaya yang merupakan cirri khas daearah setempat, adat istiadat yang dapat mendukung terciptanya kekhasan suasana lokasi hotel resort.
Event, adanya penyelenggaraan upacara adat dari daerah setempat, diadakannua turnamen olahraga atau pertunjukan lain yang terjadi pada saat tertentu yang dapat menarik pengunjung. menjadikan potensi alam dan budaya sebgai daya jualnya.Dalam menanggapi hal ini, keunikan dari lokasi perancangan hotel resort sangat ditonjolkan.Potensi alam diadaptasi dan dijadikan unsur utama dalam desain bangunan.Selain itu, desain bangunan juga harus mengadaptasi kebudayaan lokal sebagai usaha melestarikan kebudayaan local sebagai penghargaan terhadap lingkungan sekitar.Pemasukan unsur alam dan budaya ke dalam desain bangunan hotel resort disesuaikan dan dipadukan terhadap kebutuhan ruang sehingga menciptakan sebuah hunian sementara yang nyaman dan rekreatif sesuai dengan konsep dasar arsitektur bangunan hotel resort.
2.2.4. Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang /jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun secara sengaja
9
ditanam . Ruang Terbuka Hijau (RTH) ini memiliki beberapa aspek fungsi antara lain : Fungsi Ekologis, Fungsi Sosial Budaya, Fungsi Ekonomi,
9 PerMen PU No.05/PRT/M/2008
Fungsi Estetika. Berdasarkan aspek-aspek fungsi tersebut, dapat disimpulkan bahwa RTH memiliki manfaat yang bersifat tangible (langsung), yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan, juga yang bersifat intangible (tak langsung), yaitu sebagai pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isinya.
2.3. Lokasi Perancangan
2.3.1. Pengenalan Lokasi
Kabupaten Nias Selatan, dengan Teluk Dalam sebagai ibukota Kabupatennya, terletak di bagian barat pulau Sumatera dengan jarak sejauh ±92 mil laut dari kota Sibolga atau Kab. Tapanuli Tengah. Di dalam pulau Nias sendiri berjarak sekitar ±120 km dari pusat kota Gunung Sitoli. Kabupaten Nias Selatan
2 ini sendiri memiliki luas daerah sebesar 1825,2 km yang terdiri dari 104 pulau.
Kabupaten Nias Selatan ini terdiri dari 18 Kecamatan, 2 Kelurahan, dan masih memiliki 354 Desa yang ditinggali oleh ± 275.422 jiwa. Pada tahap ini, penulis mencoba mengidentifikasi lokasi perancangan melalui peta digital yang kemudian akan diidentifikasi luas lahannya, konteks lokalitas, aksesibilitas, dan data lainnya.
Gambar 2.1. Peta Udara Lokasi PerancanganSumber :Google Maps, 2015 tersedia hingga saat ini. Dari Medan, dapat menempuh jalur darat selama 8 jam menuju Sibolga, kemudian dari pelabuhan Sibolga naik kapal menuju pelabuhan di Gunungsitoli selama ±8 jam perjalanan. Alternatif terakhir adalah jalur udara, yaitu dengan pesawat terbang kecil selama 45 menit perjalanan dari Kualanamu (KNO) menuju bandara Binaka di GunungSitoli. Dari kota Gunungsitoli perjalanan selama ± 3 jam menempuh jalur darat menuju Teluk Dalam.
Gambar 2.2. View laut dari tepi jalan menuju Teluk DalamSumber :Penulis,2015
2.3.2. Survey : Lebih Dekat dengan Tapak
Untuk mencapai lokasi di Nias Selatan, dapat dimulai dari bandara Kualanamu Medan menuju Bandara Binaka di Kota Gunungsitoli, Nias sekitar 45 menit perjalanan. Dari bandara Binaka, penulis dan tim berangkat menuju Teluk Dalam dengan menempuh jalur darat selama kurang lebih 3 jam.Setibanya di tapak yang dipilih untuk perancangan kami mulai menapak tanah gambut dan karang yang dikelilingi oleh deretan hutan mangrove dan berbatasan dengan laut. Jika sebelumnya penulis telah menyebutkan ada sekitar 1,86% dari kawasan yang sedang digarap, itulah yang kami lihat sedang berjalan di lokasi. Beberapa alat struktur bangunan yang sedang dikerjakan.Selain itu ada bagian kanal yang sudah digali membelah bagian tengah site serta memanjang dari arah pintu masuk menuju kawasan tersebut.
Gambar 2.3. Kondisi lahan existing dan area yang sedang digarapSumber :Dok.Penulis,2015
Setelah melihat kondisi site secara langsung untuk melihat potensi dan restriksi, penulis mencoba meninjau kondisi tapak tersebut dengan membaginya menjadi 2 aspek, yaitu Aksesibilitas dan aspek Lingkungan.
Yang pertama adalah Aksesibilitas. Seperti telah dijelaskan secara deskriptif sebelumnya, akses menuju tapak dari pusat kota Gunungsitoli dapat diakses melalui jalur darat dan laut. Namun karena jalur laut akan sangat pilihan yang lebih efektif dan efisien. Kondisi jalan menuju site dapat dikatakan baik, yakni jalan beraspal mengitari tepi laut.
Yang kedua adalah kondisi Lingkungan. Setelah penulis dan tim tiba di lokasi, kami melihat sejumlah potensi alam yang luar biasa yang masih murni, belum terjamah. Tanah karang yang dikelilingi hutan mangrove, pohon-pohon kelapa, dan berbatasan langsung dengan laut. Cukup terkagum dengan keindahan alamnya, penulis pun diberitahu bahwa selain kekayaan alam, Nias Selatan juga kaya akan hasil lautnya, banyak jenis seafood yang dapat disajikan yang merupakan hasil tangkapan langsung dari lautan Nias.
Penulis secara subjektif menilai bahwa lokasi ini memang tepat untuk dikelola menjadi sebuah kawasan pariwisata dan pameran kebudayaan yang baru.
Namun sejujurnya alasan subjektif itu saja tentu tidak cukup kuat untuk menjadi sebuah dasar untuk mewujudkan visi kawasan pariwisata, masih banyak analisis dan studi yang perlu dilakukan untuk mengkaji kelayakan proyek ini. Seperti misalnya pola kehidupan sosial masyarakat lokal, ketersediaan material pendukung, rencana besar keseluruhan wilayah Kabupaten Nias Selatan, kesiapan penduduk menghadapi arus perubahan global baik secara psikologis maupun ekonomi, dan lain sebagainya.
2.4.1. Analisa Iklim Site
Posisi geografis Kab. Nias Selatan yang terletak di daerah khatulistiwa ang menyebabkan curah hujannya tinggi, dengan rata-rata curah hujan 3401,9 mm per tahun (data BPS Nias Selatan 2007). Akibatnya kondisi alamnya sangat lembab dan basah.Keadaan iklimnya dipengaruhi oleh Samudera Hindia. Suhu udaranya berkisar antara 22º-31ºC dengan kelembaban udara sekitar 86-92% dan kecepatan angin antara 5-16 knot/jam.Curah hujan tinggi dan relatif turun hujan sepanjang
10
tahun . Dengan tingkat curah hujan seperti demikian, maka kawasan ini perlu sebuah penanganan drainase yang mampu mengontrol pembuangan air hujan dari tapak. Hal ini dapat dimaksimalkan dengan kosep kanal buatan yang diciptakan mengaliri seluruh kawasan sebagai water-handling kawasan selain sebagai sarana transportasi sekunder dan nilai jual pariwisata. Selanjutnya tim membuat ilustrasi arah pergerakan matahari pada kawasan sesuai dengan data peta udara sebagai berikut.
10 Basis Data Kawasan Konservasi, Dirjen Kelautan, Kementrian Kelautan dan
Perikanan.http://kkji.kp3k.kkp.go.id/index.php/basisdata-kawasan-konservasi/details/1/46
Gambar 2.4. Ilustrasi Pergerakan Matahari terhadap SiteSumber :Dok.Penulis,2015
Dengan arah matahari seperti diilustrasikan, maka sangat disarankan untuk merancang bangunan dengan orientasi utara-selatan sebagai langkah sederhana menerapkan sustainable architecture. Beberapa contohnya adalah dengan mengekspos bangunan semaksimal mungkin kea rah utara-selatan, kemudian memberikan bukaan secukupnya pada arah timur-barat lalu memberikan perlindungan kedua berbentuk penyaring terhadap paparan sinar matahari yang berlebihan.Untuk lebih detailnya akan dibahas melalui konsep-konsep mikro pada fungsi yang akan dirancang.
2.4.2. Analisa View
a. View ke Dalam Site
Gambar 2.5. View ke dalam Siteb. View ke Luar Site
Gambar 2.6. View ke Luar Site2.4.3. Analisa Vegetasi Existing
Jenis-jenis vegetasi yang ada pada eksisting saat ini adalah tanaman umum daerah lepas pantai, seperti Hutan Bakau (Mangrove) dan pohon kelapa.Namun yang menjadi sangat penting dalam eksisting saat ini adalah hutan mangrove tersebut.Mangrove adalah salah satu tanaman yang mempunyai sistem akar pneumotor, yaitu tumbuhan yang mampu beradaptasi terhadap keadaan tanah sangat penting eksistensinya di tepi pantai atau daerah pasang surut air laut karena memiliki fungsi antara lain : Melindungi pantai dari erosi dan abrasi, Mencegah intrusi air laut,
2 dari udara,
Mitigasi perubahan iklim melalui penyerapan CO Memiliki potensi edukasi dan wisata, Menghasilkan bahan-bahan bernilai ekonomis seperti kayu untuk bahan
11 bangunan, dll .
Fungsi-fungsi tersebut menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan dalam perancangan lingkungan berkelanjutan, sehingga perancangan tidak berat sebelah pada aspek pariwisata maupun ekonomi yang tidak holistik.
2.5. Bawömataluo, Saksi Kebudayaan yang Bertahan Hidup
2.5.1. Tujuh Puluh Tujuh Anak Tangga
Setelah menikmati dan mengamati lokasi perancangan, penulis dan tim berangkat menuju sebuah perkampungan dengan warisan budaya yang masih bertahan hidup di tengah kerasnya arus perubahan postmodern yang menawarkan segala kenyamanan dan kemudahan. Ialah Bawömataluo, sebuah desa yang berada
11 Lembaga Perbaikan Keseimbangan,2013
berdiri pada ketinggian 324 m di atas permukaan laut.
Gambar 2.7. Peta Udara Desa Budaya Bawömataluo terhadap siteSumber :Google Maps,2015
Peninjauan Desa Bawömataluo ini bertujuan untuk melihat dan mengenal serta merasakan secara langsung warisan budaya Nias Selatan yang saat ini telah
12 diajukan sebagai salah satu World Heritage Centre oleh UNESCO .
12 Bawömataluo Site, WorldHeritag
e Convention, UNESCO. whc.unesco.org/en/tentativelist/5463/ penginapan yang berada di Pantai Sorake yang terletak di sebelah barat lokasi perancangan. Kali ini jalan yang dilalui menuju desa Bawömataluo adalah jalan yang menanjak mengingat posisi desa yang berada sangat tinggi dari permukaan laut dengan kondisi jalan 2 lajur yang tidak terlalu lebar dan pada beberapa titik masih ada hutan di kanan-kiri jalan. Sesampainya di gerbang masuk desa, tim terlebih dahulu disambut oleh Kepala Desa yang menjabat, yaitu Bapak Ariston Manaó di kediamannya di samping tangga masuk desa yang sekaligus sebagai museum kecil tempat beberapa artefak budaya dari desa Bawömataluo disimpan dan dipamerkan.
Gambar 2.8. Beberapa Warisan Artefak yang disimpan di Museum Desasumber :Dok. Penulis.,2015
Selain artefak, di museum ini juga tersimpan beberapa foto-foto yang menunjukkan kebudayaan desa tersebut sejak lama serta set pakaian adat/ tradisional Nias Selatan yang boleh digunakan pengunjung untuk berfoto sebentar. Dalam diskusi dan pembicaraan singkat dengan Bapak Kepala Desa kami dapat bahwa mereka menghargai setiap tamu yang datang ke desa mereka.
Gambar 2.9. Pakaian Adat/ Tradisional Nias Selatan di Museum DesaBawömataluo
sumber :Dok. Penulis, 2015
Setelah sambutan hangat sang Kepala Desa, tim menuju tangga masuk desa. Penulis cukup takjub dengan sambutan tujuh puluh tujuh anak tangga sebelum melewati batu baluse yang menjadi gerbang masuk desa. Tujuh puluh tujuh anak tanggayang terbuat dari batu ini dibagi menjadi 2 segmen, tujuh anak tangga di segmen pertama, dilanjut dengan sebuah bordes dan kemudian tujuh puluh anak tangga tanpa bordes hingga sampai ke puncak tangga dan melihat sebuah desa yang tertata rapi dan memiliki aura budaya yang kuat.
Gambar 2.10. Tangga menuju desa Bawömataluosumber :Dok. Penulis, 2015
Hal pertama yang menyentak pikiran penulis adalah adanya sebuah kesamaan pola susunan ruang di desa Bawömataluo dengan desa budaya di Batak Toba, yaitu susunan rumah-rumah rakyat
- –dalam bahasa setempat disebut Omo
Hada-
yang saling berhadap-hadapan dan masing-masing rumah terpisah sejauh 4 meter. Kemudian di bagian tengah ada sebuah rumah yang paling tinggi dan paling besar di antara semua rumah yang ada di desa ini. Rumah tersebut adalah rumah Raja
- –disebut Omo Sebua-, yang masih dihuni oleh generasi ke empat dari
13 keturunan Raja Laowo yang dulu menguasai desa Bawömataluo .
13 Description.Bawömataluo Site, WorldHeritag e Convention, UNESCO.
http://whc.unesco.org/en/tentativelist/5463
Gambar 2.11. Omo Sebua (atas) dan Omo Hada (bawah)sumber :Dok. Penulis, 2015
Rumah Raja (Omo Sebua) ini seakan menjadi core dari pola axis desa. Di depan rumah ini terhampar ruang terbuka yang luas dan dialasi susunan batu. Di lapangan ini terletak sebuah batu besar seperti dipan yang dahulu adalah sebuah meja untuk melakukan ritual-ritual kepercayaan leluhur.
Gambar 2.12. Ukiran pada batu besar di depan Omo Sebua sebagai tempat ritualsumber :Dok. Penulis, 2015
Tak kalah penting, yang menjadi sebuah kebanggaan dari warisan kebudayaan Nias, adalah susunan blok batu setebal 40 cm dengan tinggi kurang lebih 2 meter yang berdiri di bagian sebelah kanan depan Omo Sebua.Batu-batu ini disusun berbentuk seperti sebuah piramida dengan bagian atas yang datar. Batu, sebuah warisan budaya yang pada awalnya lahir pada zaman peperangan antar suku di pulau Nias. Ritual ini dibuat sebagai sebuah patokan untuk setiap orang (pria) dalam rangka persiapan untuk menjadi ksatria/ patriot untuk dikirim
14
ke medan perang . Bahkan pada masa peperangan tersebut, tidak jarang dinding batu itu dilapisi oleh benda-benda tajam seperti paku untuk membuktikan betapa serius dan sakralnya ritual tersebut dalam sejarah perjuangan suku Nias. Prajurit yang mampu melewati ritual ini mendapat sebuah kebanggaan dan kehormatan besar serta mendapatkan status sosial yang lebih tinggi di masyarakat.
Setelah periode perang berakhir, ritual ini menjadi sebuah budaya yang masih dipraktekkan dengan tujuan seperti olahraga dan sebuah daya tarik untuk
15 turis domestik maupun mancanegara yang berkunjung ke Desa Bawömataluo .
Gambar 2.13. Fahombo Batusumber :https://c2.staticflickr.com/
14 15 Tradisi Lompat Batu, http://kepulauannias.com Tradisi Lompat Batu, http://kepulauannias.com masih hidup di Nias Selatan, termasuk di desa Bawömataluo hingga saat ini. Sala satu contoh lainnya adalah tari perang atau dalam bahasa lokal disebut Tari
Fataele . Namun sangat disayangkan penulis tidak sempat melihat tarian tersebut.
Gambar 2.14. Tari Perang (Tari Fataele)sumber :https://sisteminformasipulaunias.files.wordpress.com/2014/10
2.5.2. Omo Sebua- Sebuah Warisan Arsitektur
Setelah menikmati ruang luar, saatnya merasakan pengalaman ruang dan kekokohan yang pernah dirasakan oleh para Raja di desa ini. Sebuah rumah yang sangat besar dengan konsep yang juga sama dengan beberapa konsep rumah tradisional suku lainnya di sumatera utara, yaitu segmentasi bangunan secara vertikal, membaginya atas 3 bagian, yaitu kaki, badan dan kepala. Disambut dengan kolom-kolom dari material kayu besi (ironwood) yangberbentuk tabung dengan diameter beragam mulai dari 70 cm dan lebih besar lagi. Struktur yang sangat kompleks dari bangunan ini terbukti tahan terhadap gempa bumi. Belajar dari kasus gempa Nias pada tahun 2005, dimana ±80% rumah modern rata dengan
16 tersebut .
Gambar 2.15. Tampak Depan Omo Sebuasumber :Dok.Penulis,2015
Akses masuk ke rumah ini hanyalah sebuah tangga kecil yang berada di
17
bagian tengah bawah rumah . Menurut penuturan penduduk desa, ini didesain secara sengaja untuk melindungi penghuninya dari serangan di masa perang suku.
Bahkan dahulu pintu ini juga dilengkapi dengan jebakan untuk menghalau musuh.
Secara visual rumah tradisional Nias Selatan ini sangat proporsional dan megah dalam skalanya. Dengan atap yang mencapai tinggi 16 meter dan aslinya ditutupi oleh gable roof
- –saat ini sudah direnovasi dan diganti menjadi seng- serta teritis yang sangat lebar di bagian depan dan belakang rumah menghasilkan shading yang maksimal serta menjadi shelter bagi penghuninya dari hujan.
16 17 https://en.wikipedia.org/wiki/Omo_sebua https://id.wikipedia.org/wiki/Omo_Sebua
Gambar 2.16. Desain Atap Omo Sebua, sebuah kearifan lokalsumber :Dok.Penulis, 2015
Interior rumah ini masih dipertahankan sedemikian rupa di ruang-ruang utamanya, sehingga masih terjaga keaslian kualitas ruangnya untuk dinikmati.
Susunan kursi raja dan ratu di atas panggung tahta yang sejajar dengan arah jendela di atap, susunan tengkorak rahang babi di bagian rangka atap, plat lantai dari papan kayu (hardwood) dan keaslian struktur ala sambung, tanpa penggunaan paku sama sekali, semuanya dipertahankan sebagai sebuah warisan budaya yang sangat layak untuk dijadikan sebuah studi arsitektur akan bangunan tahan gempa.
Gambar 2.17. Kondisi Ruang Dalam Omo Sebua Saat Inisumber :Dok.Penulis, 2015