PM TUGAS AKHIR FIX PRINT.docx

KOMUNITAS KOMPETEN YANG MAMPU MENDUKUNG
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

MEIDHA DEWI MAHARDIONO
L1C015007
ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
ILMU KELAUTAN
PURWOKERTO
2016

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya
dengan rahmat-Nyalah makalah ini dapat terselesaikan dengan baik untuk
memenuhi tugas mata kuliah pemberdayaan masyarakat. Makalah ini disajikan
sesederhana mungkin untuk memudahkan pembaca dalam memahami isi makalah
ini.

Tak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu Mata
kuliah Pemberdayaan Masyarakat sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu. Dengan adanya makalah ini mahasiswa diharapkan dapat
menerapkan aspek-aspek pemberdayaan masyarakat kota untuk memajukan
Negara Indonesia dengan terciptanya masyarakat yang berkompeten.

Penulis

Meidha Dewi Mahardiono
L1C015007

DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................

i

Daftar Isi.............................................................................................

ii


I. PENDAHULUAN.........................................................................

1

I.1.

Latar Belakang..........................................................................

1

I.2. Tujuan Karya Tulis....................................................................

2

II. PEMBERDAYAAN ASYARAKAT............................................

3

II.1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat.....................................


3

II.2. Komunitas Yang Baik...............................................................

4

III. PEMBANGUNAN MASYARAKAT KOTA.............................

5

III.1. Model Dunia Ketiga..................................................................

5

III.2. Model Keseimbangan................................................................

6

III.3. Model Negara Maju..................................................................


7

III.4. Model Kelompok Sasaran.........................................................

8

IV. KOMUNITAS KOMPETEN......................................................

9

IV.1. Komponen Komunitas Kompeten.............................................

9

IV.2. Empat Unsur Komunitas Menurut Dunham.............................

14

V.


KESIMPULAN.........................................................................

17

VI.

DAFTAR PUSTAKA...............................................................

1

ii

ii

I.

I.1.

PENDAHULUAN


Latar Belakang
Suatu negara dapat dikatakan negara maju apabila negara tersebut dapat

memenuhi kebutuhan masyarakatnya, serta menjamin kehidupan masyarakatnya.
Keberhasilan negara maju sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakatnya yang
mandiri dan mampu memberdayakan dirinya sendiri sehingga tidak lagi
tergantung sepenuhnya pada pemerintah. Namun pada negara berkembang
masyarakatnya sebagian besar belum mampu untuk memberdayakan kemampuan
individunya sehinngga perlu dilakukan pemberdayaan.
Pemberdayaan masyarakat muncul karena adanya suatu kondisi-kondisi
sosial ekonomi masyarakat yang rendah mengakibatkan mereka tidak mampu dan
tidak tahu. Ketidakmampuan dan ketidaktahuan masyarakat mengakibatkan
produktivitas mereka rendah. Pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai suatu
proses membangun manusia atau sekelompok orang dengan cara pengembangan
kemampuan masyarakat, perubahan perilaku masyarakat, dan pengorganisasian
masyarakat.
Pengorganisasian masyarakat atau biasa disebut komunitas merupakan
suatu upaya masyarakat untuk saling mengatur dalam mengelola kegiatan atau
program yang mereka kembangkan. Adanya komunitas ini sangat bermanfaat,

mereka bisa melakukan pembagian tugas, saling mengawasi, merencanakan

1

kegiatan, dan lain-lain. Dengan adanya kegiatan atau informasi tentang
pemberdayaan masyarakat ini

diharapkan masyarakat dapat pengembangkan kemampuan sehingga dapat
menjadi masyarakat yang mandiri dan tidak tergantung pada pemerintah serta
mewujudkan

masyarakat yang mandiri

dan berpotensi sehingga dapat

menumbuhkan kesejahteraan sosial yang berakhirnya pada kesejahteraan negara.

I.2.

Tujuan


I.2.1. Tujuan penulisan ini adalah untuk membahas yang berkaitan tentang
pemberdayaan masyarakat.
I.2.2. Untuk membahas model pembangunan masyarakat kota.
I.2.3. Untuk membahas komponen komunitas kompeten.

2

II.

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

II.1. PENGERTIAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai upaya untuk
memulihkan atau meningkatkan kemampuan suatu komunitas untuk
mampu berbuat sesuai dengan harkat dan martabat sebagai anggota
masyarakat (Mubarak, 2010). Pemberdayaan masyarakat ditandai adanya
kemandirian yang dapat dicapai melalui proses pemberdayaan masyarakat.
(Sumodiningrat, 2007). Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi
yang dialami oleh masyarakat yang ditandai dengan kemampuan

memikirkan,

memutuskan

serta

melakukan

sesuatu

yang

dapat

memecahkan masalah-masalah yang dihadapi (Widjajanti, 2011).
Pemberdayaan masyarakat memiliki tujuan utama yang tidak
terbatas pada terciptanya better-farming, better business, dan better living,
tetapi juga untuk memfasilitasi masyarakat untuk mengadopsi strategi yan
ada agar mempercepat terjadinya perubahan-perubahan kondisi sehingga
mereka dapat meningkatkan taraf hidup pribadi dan masyarakatnya dalam

jangka panjang (Sulistiyani, 2006).
Konsep pemberdayaan masyarakat mencakup pengertian community
development dan community based development dan tahap selanjutnya
muncul istilah pembangunan yang digerakkan masyarakat. Bidang

3

pembangunan biasanya meliputi 3 (tiga) sektor utama, yaitu ekonomi,
sosial dan bidang lingkungan (Sukandarrumidi, 2007).

2.2. KOMUNITAS YANG BAIK
2.2.1. kelompok primer
Pentingnya kelompok bagi kehidupan manusia bertumpu pada kenyataan
bahwa manusia adalah mahluk sosial. Artinya, secara alamiah manusia tidak dapat
hidup sendirian (Carolina, 2009). Kelompok sosial merupakan kumpulan individu
yang hidup bersamaan dengan mengadakan hubungan timbal balik yang cukup
intensif dan teratur, sehingga diharapkan adanya pembagian tugas, sturktur, serta
norma-norma tertentu yang berlaku bagi mereka. Kelompok juga dapat
mempengaruhi lingkungan sosial dimana anggotanya yang saling tergantung satu
sama lain (J. Dwi Narwoko, 2006).

Karakteristik kelompok sosial, yaitu: ada dorongan atau motif yang sama
antara individu diantara mereka sendiri adalah konsekuensi dari interaksi yang
berbeda dari individu satu dengan yang lain berdasarkan selera dan kemampuan
bervariasi antara individu yang terlibat. Adanya penegasan dan pembentukan
struktur atau organisasi kelompok yang jelas dan terdiri dari peran dan posisi
(Zubaidah, 2013).
Kelompok primer adalah kelompok-kelompok yang ditandai dengan ciriciri saling mengenal antara anggotanya serta kerja sama yang erat yang bersifat
pribadi. Sebagai salah satu hasil hubungan yang erat dan bersifat pribadi tadi
adalah adanya peleburan individu-individu ke dalam kelompok sehingga tujuan
individu menjadi tujuan kelompok juga. Oleh karena itu hubungan sosial di dalam
kelompok primer bersifat informal, akrab, personal, dan total yang mencakup
berbagai aspek pengalaman hidup seseorang (Pratiwi, 2013).

4

2.2.2. Komunitas memiliki otonomi
Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari autos berarti sendiri dan namos
berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat diartikan sebagai kewenangan
untuk mengatur diri sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan untuk
mengurus rumah tangganya sendiri (Sarundajang, 2011).
Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan. Sedangkan daerah
otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas daerah tertentu,
berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam negara kesatuan republik
Indonesia

(Suragih,

2011).

Pemberdayaan

masyarakat

dalam

deskripsi

dimaksudkan sebagai upaya untuk melindungi dan memperjuangkan nilai-nilai
dan kepentingan di dalam arena segenap aspek kehidupan (Sanit 2008).
Komunitas yang baik salah satunya juga harus memiliki otonomi. Konsep
otonomi desa adalah sebagai adanya kemampuan serta prakarsa masyarakat desa
untuk dapat mengatur dan melaksanakan dinamika kehidupannya dengan sedapat
mungkin didasarkan pada kemampuannya sendiri dengan mengurangi intervensi
pihak luar, berdasarkan wewenang yang dimilikinya dengan bersandar pada
peraturan yang berlaku. Pemberlakuan kebijakan otonomi desa juga mengundang
berbagai tanggapan serta pandangan baik itu dari pemerintah maupun masyarakat,
tentang dampak ataupun hal-hal yang ingin dicapai dari pemberlakuannya (Nadir,
2013).

5

2.2.3. Komunitas memiliki viabilitas
Viabilitas atau problem solving merupakan salah satu indikator dalam
menentukan komunitas yang baik. Problem solving adalah suatu proses mental
dan intelektual dalam menemukan masalah dan memecahkan berdasarkan data
dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan
cermat (Aldous, 2007).
Kurangnya komunikasi yang terjadi antara para penentu kebijakan dengan
rakyat kebanyakan, menyebabkan model atau bentuk pembangunan yang
diterapkan lebih memperlihatkan suatu model ‘top-down planning’ yang menurut
satu kondisi dianggap lebih baik, namun dari sisi yang lain memberikan dampak
yang kurang diharapkan, sejauh perkembangan masyarakat yang ada, ternyata sisi
ke dua inilah yang dirasakan lebih memperlihatkan substansinya dalam
masyarakat Indonesia ini (Sanit, 2008).
Dalam perkembangan lebih lanjut, suatu proses pembangunan dapat
dijadikan sebagai suatu ukuran untuk menilai sejauh mana nilai-nilai dasar
masyarakat yang terlibat dalam proses ini bisa memenuhi seperangkat kebutuhan
hidup dan mengatasi berbagai masalah dari dinamika masyarakatnya (Suryahadi
dan Sumarto, 2011). Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa metode problem solving merupakan suatu metode pemecahan masalah
yang menuntun peserta didik untuk dapat memecahkan berbagai masalah yang
ada baik secara perorangan maupun secara kelompok (Sanjaya, 2009).

6

2.2.4. Distribusi kemampuan yang rata
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau
kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan
yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang
diperoleh. Dalam suatu kelompok organisasi maupun komunitas pasti ada salah
satu yang berkuasa atau menjabat peranan penting. Dalam hal ini “distribusi
kekuasan yang merata” yaitu dimana dalam suatu kelompok organisasi maupun
komunitas alangkah baiknya apabila individu yang memegang peranan penting
tidak mempergunakan kekusaanya dengan semena-mena. Pemegang kuasa
haruslah mendengarkan aspirasi atau pendapat dari anggotanya (Sitepu, 2010).
Setiap orang berkesempatan yang sama dan bebas menyatakan
kehendaknya (Roesmidi dan Risyanti, 2006). Kekuasaan seseorang dalam suatu
masyarakat berhubungan dengan besarnya pengaruh orang tersebut terhadap
orang-orang yang ada di sekitarnya. Sumber-sumber kekuasaan tidak pernah
terdistribusikan secara merata dalam setiap masyarakat atau sistem politik. Hal ini
bertolak belakang dengan paham demokrasi yang memostulatkan kekuasaan
berada di setiap diri individu. Akibatnya, tidak hanya semakin tidak kreatif dia
dalam melaksanakan fungsi dan perannya dalam bertugas tetapi juga semakin
cenderung mungkin dalam menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi
atau kelompoknya. Karena itu, peralihan kewenangan dari seseorang atau
kelompok orang kepada orang atau kelompok lain merupakan suatu keharusan
(Wrahatnala, 2012).

7

2.2.5. Kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam kepentingan bersama
Keberdayaan masyarakat dapat diwujudkan melalui partisipasi aktif
masyarakat yang difasilitasi dengan adanya pelaku pemberdayaan. Partisipasi
adalah keterlibatan mental dan emosional dari orang dalam situasi kelompok. Dan
mendorong mereka untuk berkontribusi pada tujuan kelompok, dan juga berbagai
tanggung jawab dalam mencapai tujuan (Newstrom, 2010). Secara garis besar
partisipasi adalah suatu wujud dari peran serta masyarakat dalam aktivitas berupa
perencanaan dan pelaksanaan untuk mencapai tujuan pembangunan masyarakat.
Wujud dari partisipasi dapat berupa saran, jasa, ataupun dalam bentuk materi baik
secara langsung maupun tidak langsung dalam suasana demokratis (Willie, 2007).
Partisipasi masyarakat merupakan proses yang menyediakan kesempatan
bagi individu untuk mempengaruhi keputusan publik dan telah lama menjadi
komponen dari proses pengambilan keputusan yang demokratis (Aswanah, 2013).
Partisipasi aktif yaitu kegiatan warga negara dalam ikut serta menentukan
kebijakan dan pemilihan pejabat pemerintahan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara demi kepentingan bersama. Bentuk partisipasi aktif antara lain
mengajukan usulan tentang suatu kebijakan, mengajukan saran dan kritik tentang
suatu kebijakan tertentu, dan ikut partai politik. Partisipasi berarti ”The taking
part in one or more phases of the process” atau mengambil bagian dalam suatu
tahap atau lebih dari suatu proses, dalam hal ini proses pembangunan (Hadi,
2009).

2.2.6. Komunitas yang memberi makna pada anggotanya
Kelompok sosial adalah kesatuan yang hidup bersama dan saling
mempengaruhi. Setiap anggota kelompok harus sadar bahwa dia merupakan
sebagian dari kelompok yang bersangkutan. Ada suatu faktor yang dimiliki
bersama, sehingga hubungan antara mereka bertambah erat, misalnya: nasib yang
sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi politik yang sama, dan
lain-lain (Soekanto, 2007).
Pemberian makna kepada orang lain lebih dikenal dengan istilah presepsi.
Presepsi adalah suatu proses memberikan makna yang sebenarnya merupakan
akar dari opini yang dipengaruhi oleh pendirian yang juga dibentuk oleh tiga
factor penentu yaitu affect, behavior dan cognition. Presepsi yang sudah
dipengaruhi dapat membentuk opini, latar belakang budaya, pengalaman masa
lalu, nilai-nilai yang dianut dan berita yang berkembang dapat dipengaruhi
seseorang dalam proses pembentukan presepsi (Asariansyah, 2013).
Dalam perjalanan suatu komunitas atau organisasi ada banyak hal yang
dilakukan dan diterapkan sehingga terkadang selalu memberikan dampak atau
efek tersendiri bagi setiap anggotanya. Pemberikan makna dalam perencanaan
suatu pembangunan tidak dilakukan oleh sepihak, dan masyarakat mempunyai
hak dan wewenang untuk ikut serta di dalamnya (Hikmat, 2014). Menilik pada
konsep Ife (2005) dimana pemberdayaan sebagai suatu proses untuk
meningkatkan kekuatan pihak-pihak yang kurang beruntung, hanya dapat
dilakukan melalui pendekatan-pendekatan yang mampu melibatkan mereka dalam

proses pengembangan kebijakan, perencanaan, aksi sosial politik, dan proses
pendidikan.
2.2.7. Adanya heterogenitas dan perbedaan pendapat
Heterogenitas adalah permasalahan yang memang selalu ada dalam
kehidupan ini. Masyarakat terbentuk karena adanya perbedaan, sementara
perbedaan sendiri menjadikan kehidupan dalam bermasyarakat menjadi lebih
hidup, lebih menarik dan layak untuk diperbincangkan. Dalam suatu kelompok
organisasi ataupun komunitas heterogenitas dapat dikaitkan kedalam suatu
perbedaan pendapat (Soetomo, 2006). Perbedaan pendapat inilah yang terkadang
menjadi momok yang selalu dihindari dalam suatu kelompok organisasi atau
komunitas. Tapi hal itu tidak akan mungkin bisa untuk dihindari, karena hal
tersebut yang sebenarnya membuat setiap anggota memiliki pemikiran yang kritis,
dengan maksud dan tujuan yang sebenarnya bukan untuk kepentingan pribadi
melainkan kepentingan bersama dengan suatu capaian yang diinginkan bersama.
Tidak menepis kemungkinan suatu heterogenitas atau perbedaan dapat
menjadikan suatu hubungan menjadi lebih erat, hal tersebut tergantung masingmasing pihak memandang makna dari “Heterogenitas” itu sendiri, ada yang
memandang heterogenenitas adalah awal suatu perpecahan adapula yang
beranggapan bahwa heterogenitas itu awal dari suatu persatuan yang sangat kuat
(Cholisin, 2011).
Dalam

proses

Pemberdayaan

masyarakat,

adanya

heterogenitas

menyebabkan tingkat pendapatan pada suatu komonitas masyarakat tidak lagi

menjadi tolak ukur utama dalam menghitung tingkat keberhasilan pembangunan
(Elmubarok,

2008).

Seringkali

kepercayaan

yang

dianut

dapat

bertentangan dengan konsep-konsep yang ada karena adanya beda pendapat
antara mesyarakatnya (Astra, 2007).
2.2.8. Pelayanan masyarakat ditempatkan sedekat dan secepat mungkin pada yang
berkepentingan
Permintaan pelayanan publik terus meningkat baik kuantitas maupun
kualitasnya. Pelayanan publik bukan hanya merupakan persoalan administratif
saja tetapi lebih tinggi dari itu yaitu pemenuhan keinginan dari publik. Oleh
karena itu diperlukan kesiapan bagi adminitator pelayan publik agar dapat dicapai
kualitas pelayanan yang baik. (Sumartono, 2007).
Pelayanan Publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan keperluan
masyarakat yang mepunyai kepentingan pada organisasi tersebut sesuai dengan
aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan (Widodo Joko, 2009). Alasan
penting kehadiran pelayanan pemerintah, termasuk pelayanan publik yaitu
diperlukan untuk melindungi kepentingan masyarakat, jika layanan yang
dibutuhkan itu ternyata tidak dapat dijangkau masyarakat atau disediakan oleh
mekanisme pasar. Meluasnya peran pemerintah dalam menyelenggarakan fungsi
pelayanan (public) berkembnag dengan munculnya paham atau pandangan
tentang filsafat negara. Adanya perluasan fungsi tersebut tidak lain adalah untuk
kesejahteraan rakyat (karmani, 2011).
Salah satu contoh dari pelayanan public adalah pelayanan public dari
pemerintah yang cepat dan tepat, yaitu E-government. E-government merupakan

penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi. Secara ringkas tujuan Egovernment adalah untuk membentuk jaringan komunikasi diantara masyarakat,
swasta dan pemerintah lainnya yang dapat memperlancar interaksi, transaksi dan
layanan (Hasibuan, 2006)
2.2.9. Komunitaas harus mempunyai kemampuan untuk managing konflik
Manajemen konflik merupakan langkah yang dapat digunakan individu
atau kelompok untuk menghadapi pertentangan atau perselisihan yang terjadi di
dalam kehidupan. Manajemen konflik menjadi suatu kajian yang penting untuk
dipelajari dalam menyelesaikan potensi konflik sehingga menghasilkan kesamaan
sudut pandang dan kepentingan (Karimah, 2014).
Konflik memegang peranan yang sangat penting dalam budaya organisasi.
Konfilk pada dasarnya merupakan ketidaksepakatan dari berbagai ide dan
kepentingan yang terjadi dalam dir seseorang, antara individu, atau antara
beberapa individu dalam organisasi. Konflik juga dapat diartikan sebagai proses
yang dimlai ketika seseorang merasa bahwa kepentingannya terganggu oleh pihak
lain, sehingga banyak pimpinan organisasi merasa perlu menghindari konflik dan
menganggapnya sebagai bagian dari masalah dan biaya dalam organisasi. Namun
apabila konflik tersebut diatasi dan dikelola dengan cara efektif , maka konflik
akan memberikan manfaat positif dan akan sangat diperlukan bagi perkembangan
organisasi (Nur, 2007).

Konflik sebenarnya sesuatu yang tidak bisa dihindarkan terjadi, untuk itu
perlu dikelola dengan baik dan bernilai positif yang pada akhirnya mampu
membawa kemajuan bagi pengembangan organisasi (Wirawan, 2010).
Manajemen konflik merupakan proses pihak yang terlibat konflik dalam
menyusun strategi konflik dan menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar
menghasilkan penyelesaian konflik yang diinginkan (Usman, 2009).
III.

MODEL PEMBANGUNAN MASYARAKAT DI PERKOTAN

III.1. Model Dunia Ketiga
Teori pembangunan dunia ketiga adalah teori-teori pembangunan yang
berusaha menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh negera-negara miskin atau
negara-negara yang sedang berkembang dalam sebuah dunia yang didominasi
oleh kekuatan ekonomi, ilmu pengetahuan dan militer negara-negara adikuasa
atau negara-negara industri maju (Suwarsono, 2006).
Model pembangunan yang diterapkan dari model pembangunan negara
maju tidak sepenuhnya cocok diterapkan di negara negara dunia ketiga (Martono,
2012). Perencanaan dengan sistem Top Down Planning artinya perencanaan yang
dilakukan oleh lembaga pemerintahan sebagai pemberi gagasan awal serta
pemerintah berperan lebih dominan dalam mengatur jalannya program yang
berawal dari perencanan hingga proses evaluasi, di mana peran masyarakat tidak
begitu

berpengaruh

(Hidayat,

2014).

Pembangunan

seimbang

adalah

pembangunan berbagai jenis industri secara bebarengan sehingga industri tersebut
saling menciptakan pasar bagi yang lain (arsyad, 2010).
Secara umum model pengembangan wilayah di negara-negara berkembang
lebih menitikberatkan pada sektor agraris, yaitu sektor-sektor yang berhubungan
dengan upaya-upaya pengolahan sumber daya alam secara langsung (Haryono,
2009).
III.2. Model Keseimbangan
Pembangunan seimbang adalah pembangunan berbagai jenis industri atau
keseimbangan pembangunan di berbagai sektor secara bebarengan sehingga
industri tersebut saling menciptakan peluang. Misalnya antara sektor industri dan
sektor pertanian, antara industri barang konsumen dan industri barang modal,
antara sektor luar negeri dan sektor domestik, dan antara sektor produktif dan
sektor dan sektor prasarana. Singkatnya, strategi pembangunan seimbang ini
mengharuskan adanya pembangunan yang serentak dan harmonis di berbagai
sektor ekonomi sehingga keseluruhan sektor akan tumbuh bersama (Arsyad,
2010).
Agroindustri adalah industri yang memberi nilai tambah pada produk
pertanian termasuk hasil laut, hasil hutan dan peternakan (Masyhuri, 2009).
Agroindustri mencakup penanganan pasca panen, industri pengolahan makanan
dan minuman, industri biofarma, industri bioenergi, industri pengolahan hasil
ikutan (by-product) serta industri agrowisata (Soetrisno, 2010).
Jadi pembangunan itu sendiri bisa ditarik garis besar adalah proses untuk
melaksanakan perubahan ke arah yang lebih, bila dihubungkan dengan

administrasi maka bisa diartikan suatu upaya untuk meningkatkan, memperbaiki
teknik, proses, dan sistem untuk menaikkan atau meningkatkan kapasitas
administrasi suatu negara berkembang (Agustine, 2010). Pengembangan pada
Kelautan dan Perikanan termasuk dalam teori Pengembangan Kapasitas (Capacity
Building), yaitu sebagai proses agar individu, organisasi, dan masyarakat
mengembangkan kemampuannya untuk meningkatkan fungsi untuk memecahkan
masalah dan adanya pelatihan meningkatkan pengetahuan dan kecakapan secara
umum (Milen, 2006).
III.3. Model Negara Maju
Negara maju merupakan negara yang mempunyai ciri utama antara lain
tingkat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi serta aktivitas
perekonomiannya berbasis industri pengolahan (manufaktur) dan jasa. Orientasi
model pengembangan di negara maju yang paling utama adalah pemberdayaan
sumber daya manusia secara optimal melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi (Haryono, 2009). Melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi,
negara maju mampu mengolah kekayaan sumber daya alam yang terdapat di
wilayahnya ataupun di wilayah negara lain melalui kerja sama antarnegara secara
efektif dan efisien. Melalui industrialisasi negara-negara maju mampu memacu
pertumbuhan ekonominya, dengan demikian, pendapatan per kapita penduduknya
menjadi meningkat, dalam arti lain tingkat kesejahteraan penduduk di negara maju
secara ekonomi menjadi tinggi (Aisyah, 2010).
Teknologi pasca panen pada harus dikembangkan secara bersama-sama
sebagai teknologi pemberdayaan bagi kemampuan produktivitas rakyat, yang bisa

mendorong ekspor pertanian rakyat sebagai sumber devisa negara, dan merupakan
salah satu langkah strategis menyelesaikan pengangguran (Supriyadi, 2009).
Kemiskinan juga dianggap sebagai bentuk permasalahan pembangunan
yang diakibatkan adanya dampak negatif dari pertumbuhan ekonomi yang tidak
seimbang sehingga memperlebar kesenjangan pendapatan antar masyarakat
maupun kesenjangan pendapatan antar daerah

(Harahap, 2006). Kemiskinan

struktural adalah bentuk kemiskinan yang disebabkan karena rendahnya akses
terhadap sumber daya (Suryawati, 2011).
III.4. Model Kelompok Sasaran
Orientasi pemberdayaan haruslah membantu sasaran agar mampu
mengembangkan diri atas dasar inovasi-inovasi yang ada, ditetapkan secara
partisipatoris, yang pendekatan metodenya berorientasi pada kebutuhan
masyarakat. Peran petugas pemberdayaan masyarakat adalah sebagai konsultan,
peran pembimbingan dan peran penyampai informasi. Dengan demikian peran
serta kelompok sasaran menjadi sangat dominan (Asngari, 2008).
Pertambahan penduduk daerah perkotaan mengakibatkan kebutuhan
sarana dan pasarana perkotaan semakin meningkat terutama kebutuhan
perumahan. Masalah pemenuhan kebutuhan perumahan sampai saat ini masih
sulit dipecahkan, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (Panudju,
2009).
Kelompok kapitalis Adalah golongan yang memimpin produksi (Martono
2008). Kelompok kapitalis berpendapat bahwa industri merupakan hal yang

esensial bagi suatu negara untuk dapat berkembang. Kelompok kapitalis juga
mempercayai teori modernisme, dimana untuk mencapai pertumbuhan suatu
negara harus mengikuti alur modernitas dengan menggunakan metode yang sama
dengan negara-negara maju (Thomas, 2008).
Kelompok minoritas adalah kelompok individu yang tidak dominan
dengan ciri khas bangsa, suku bangsa, agama, atau bahasa tertentu yang berbeda
dari mayoritas penduduk. Dari sudut pandang ilmu sosial pengertian minoritas
tidak selalu terkait dengan jumlah anggota. Adapun istilah “dominasi mayoritas”,
dimana pihak mayoritas mendominasi sehingga pihak minoritas terkalahkan
kepentingannya (Huang, 2012).

III.5.Model Lembaga Swadaya
Model lembaga swadaya merupakan prinsip ideal pembangunan
masyarakat yang meliputi swadaya prakarsa dan swadaya kerjasama. Prakarsa
atau inisiatif adalah salah satu pilar utama dari proaktivitas (Wati, 2012). Gagasan
pembentukan kelompok dibedakan menjadi dua bagian yaitu prakarsa pemerintah
dan non pemerintah. Pada kelompok yang diprakarsai oleh pemerintah, kelompok
terbentuk dengan cepat dan selalu berdasarkan program yang diturunkan melalui
kebijakan pemerintah. Pola pembentukan seperti ini dapat membuat kelompok
bergantung pada pemerintah sehingga kelompok cenderung menjadi lemah dalam
menggunakan potensi yang ada (Thamrin, 2006).
Kerjasama Program pengembangan masyarakat (community development)
menekankan bahwa struktur masyarakat yang menekankan pada kerjasama, bukan
menekankan pada kompetisi, yang harus dibangun. Persaingan adalah nilai yang

banyak dianut dalam sistem pendidikan di masyarakat dan di sekolah, yang
mendorong manusia untuk bersifat individualistik dan mengejar kemajuan tanpa
solidaritas social (Linda, 2012).
Model kerjasama dapat diatur sedemikian rupa untuk : Mempermudah
pencapaian dan keberhasilan yang disepakati, masing-masing pihak memberikan
kontribusi teknis tertentu sesuai kesepakan pembagian tugas, peran dan tanggung
jawab, mengatur kebijakan yang dapat mendukung pencapaian dan keberhasilan
yang diinginkan, masing-masing pihak memberikan kontribusi dan dukungan
yang terukur, proses dan hasil terdokumentasi untuk tujuan pelaporan masingmasing pihak yang bekerjasama (Tarigan, 2007).
IV.

KOMUNITAS KOMPETEN

IV.1. Komponen Komunitas Kompeten
IV.1.1. Mampu Megidentifikasi Masalah Masalah
Identifikasi masalah itu merupakan suatu cara bagaimana kita melihat,
menduga, memperkirakan, dan menguraikan serta menjelaskan apa yang menjadi
masalah. Salah satu cara untuk memudahkan seseorang mengungkapkan atau
menyatakan identifikasi masalah dengan baik adalah dengan mengetahui secara
jelas masalah yang dihadapi (Suminar, 2011).
Beberapa problem yang dihadapi nelayan kecil saat ini antara lain: alat dan
kapal penangkapan yang berkapasitas rendah regulasi dan penerapan hukum

peraturan wilayah atau daerah penangkapan belum berpihak pada nelayan kecil
tradisional, ketidakmampuan biaya operasional untuk melaut, sarana dan prasana
pendukung hasil tangkapan yang tersedia sangat terbatas kebiasaan dan pola hidup
nelayan yang konsumtif. Kebiasaan dan pola hidup nelayan yang konsumtif yang
kurang memikirkan masa depan (Kusnaidi, 2007).
Hampir 80% nelayan kita masuk katagori nelayan kecil dan tradisional
dengan kapal berkapasitas kurang dari 30 GT (Nikijuluw, 2011). Selain kapal,
keterbatasan alat dan teknologi penangkapan. Sebagian besar masih sederhana dan
tradisional sehingga jumlah tangkapan yang dihasilkan pun relatif rendah
(Mayaut, 2012).
IV.1.2. Program Jangka Panjang Dan Jangka Pendek Untuk Kesejahteraan
Nelayan
Perlunya sebuah kebijakan sosial dari pemerintah yang berisikan program
yang memihak nelayan. Kebijakan yang lahir berdasarkan partisipasi atau
keterlibatan masyarakat nelayan, bukan lagi menjadikan nelayan sebagai objek
program, melainkan sebagai subjek. (Sulistiyani, 2009). Peningkatan produksi
perikanan melalui kontrak produksi berupa program Minapolitan dan Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Program Minapolitan ini
berorientasi pasar, mengandaikan adanya komoditas utama, dan pembentukan
klaster-klaster industri, program ini membuat pemerintah mengindustrialisasikan
perikanan guna memenuhi kebutuhan pasar eksport. Produksi pangan yang terlalu
berbasis korporasi berpotensi menghapuskan kedaulatan pangan suatu negara dan

menggerus

kemandirian

masyarakatnya.

Pada

gilirannya

menyebabkan

kemiskinan struktural masyarakat pesisir (Sudianto, 2016).
Sasaran dari program-program yang ada ialah terwujudnya kemudahan
akses terhadap faktor (input) produksi dan pemasaran hasil bagi usaha perikanan
tangkap skala kecil termasuk dalam hal manajemen, penguatan modal maupun
peningkatan fasilitas pendukung usaha (Budiharsono, 2008).
Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil merupakan upaya
pemberdayaan nelayan yang mencakup usaha perikanan tangkap secara
terintergrasi, baik itu usaha penangkapan, pengolahan, maupun pemasaran,
termasuk di dalamnya perkuatan manajemen usaha serta penangkapan kualitas
SDM, serta fasilitasi permodalan (Allison, 2011).

IV.1.3. Mampu Menemukan Dan Menyepakati Cara Dan Alat Mencapai Sasaran
Upaya peningkatan hasil produksi melalui program pemberdayaan
ditentukan oleh berbagai informasi yang tersedia dilingkungan sekitar nelayan.
Keterhubungan antara nelayan dan sumber informasi tidak hanya untuk bekerja
sama dan bertukar informasi tetapi juga memanfaatkan jaringan yang ada untuk
membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan (Setiawan, 2009).
Masyarakat nelayan memiliki budaya dan perilaku yang mengedepankan
ikatan sosial yang memberi pengaruh dalam penyebaran informasi dan akses
informasi terhadap berbagai program pemberdayaan yang ada (Satria, 2006).
Interaksi sosial yang terjadi menentukan bagaimana informasi dapat sampai
kepada masyarakat dan menjadi bagian yang mendukung pemberdayaan pada

masyarakat. Interaksi sosial pada kelompok nelayan terjadi karena adanya
hubungan pertemanan, kekeluargaaan, dan adanya suatu kepentingan-kepentingan
tertentu dalam pertukaran informasi. Dengan demikian terbentuklah jaringan
komunikasi (communication network) pada kelompok nelayan melalui interaksi
sosial yang ada (Mardikanto, 2010).
Ada berbagai faktor yang membentuk pola jaringan komunikasi dan
informasi pada kelompok nelayan, diantaranya akses terhadap sumber informasi,
jarak anggota kelompok terhadap sumber informasi, intensitas mengikuti
pertemuan kelompok, kepercayaan mereka terhadap informasi, kesehatan, dan
intervensi pihak lain (Paramita, 2011).

IV.1.4. Mampu Bekerjasama Rasional Untuk Bertindak Mencapai Tujuan
Didalam pemberdayaan masyarakat, faktor yang paling penting adalah
bagaimana mendudukkan masyarkat pada posisi pelaku (subjek) pembangunan
yang aktif, bukan hanya penerima yang pasif. Oleh karena itu, untuk memperkuat
posisi masyarakat, mereka haruslah terhimpun dalam suatu kelembagaan yang
kokoh, sehingga segala aspirasi dan tuntutan mereka dapat disalurkan secara baik.
Kelembagaan ini juga dapat menjadi penghubung (intermediate) antara
pemerintah dan swasta. Selain itu kelembagaan ini juga dapat menjadi suatu
forum untuk menjamin terjadinya perguliran dana produktif diantara kelompok
lainnya (Dino, 2013).

Nelayan merupakan bagian dari masyarakat yang hidup di pedesaan pesisir
dan memiliki kekhasan tersendiri yang berbeda dengan kondisi masyarakat diluar
komunitasnya, baik dari

sudut pandang geoekologi,

ekonomi dan sosial

(Soetomo, 2013). Untuk menjawab permasalahan yang dihadapi oleh nelayan,
maka harus adanya kerja sama antar lembaga pemerintah maupun swasta
(stakeholder) dalam rangka mencari solusi, dukungan dan masukan demi
kesejahteraan nelayan. (Suharto, 2010).
Sebagai contoh Badan Kemamanan Laut (Bakamla) Republik Indonesia
lakukan penandatangan kerjasama dengan beberapa lembaga non pemerintahan.
Kerjasama ini dilakukan dengan 10 (sepuluh) lembaga tersebut seperti Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Masyarakat (Ormas), Asosiasi, pihak
Universitas dan pihak swasta. Kerjasama ini dilakukan dalam rangka mendukung
pengembangan hak demokrasi nelayan (DJPT, 2013).
4.2.

Empat Unsur Dasar Pembangunan Komunitas Menurut Dunham

4.2.1. Program Berencana
Perencanaan

adalah

pekerjaan

mental

untuk

memilih

sasaran,

kebijaksanaan, prosedur, program yang di perlukan untuk mencapai apa yang
diinginkan pada masa yang akan dating. Masyarakat harus dilatih merumuskan
rencana-rencananya serta melaksanakan pembangunan mandiri dan swadaya
(Bryson, 2007).
Langkah langkah dalam menyusun perencanaan :
a). Merumuskan misi dan tujuan : usaha sistematis formal untuk menggariskan
wujud utama dari perusahaan, sasaran-sasaran, kebijakan kebijakan dan strategi

untuk mencapai sasaran-sasaran dan wujud utama perusahaan yang bersangkutan
(Morrisey, 2008).
b). Memahami keadaan saat ini : perencanaan menyangkut jangkauan masa depan
dari keputusan-keputusan yang dibuat sekarang, untuk mengenal sistematis
peluang dan ancaman dimasa mendatang.
c). Mempertimbangkan faktor pendukung dan penghambat tercapainya tujuan
(Adam, 2009).
d). Menyusun rencana kegiatan untuk mencapai tujuan : menyusun berbagai
alternatif kebijaksanaan dan tindakan-tindakan yang mungkin dapat dipilih
diantara alternatif-alternatif lain (Lind, 2007).

4.2.2. Pembangkitan Tekad Masyarakat Untuk Menolong Diri Sendiri dan Tidak
Bergantung Pada Pihak Lain.
Kemandirian adalah perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi
hambatan atau masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan
sesuatu mandiri tanpa bantuan orang lain (Enung, 2008).
Terkait dengan program pembangunan, bahwa tujuan yang ingin dicapai
adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian
tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang
mereka lakukan, yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan
serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan

masalah-masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya kemampuan yang
dimiliki (Sumudiningrat, 2010).
Dengan kemampuan warga komunitas berpartisipasi diharapkan komunitas
mencapai kemandirian yang dapat dikategorikan sebagai kemandirian material,
kemandirian intelektual, dan kemandirian manajemen (Nuryanto, 2014).
Kemandirian yang menjadi tumpuan bersama hadir untuk mewujudkan
harapan masyarakat. Hubungan sosial, toleransi, kesediaan untuk mendengarkan,
kebersamaan, dan kesetiaan merupakan bagian penting bagi terciptanya
kemandirian. Hubungan sosial yang telah terbina sejak lama dalam lembaga
kekeluargaan dan ketetanggaan membuahkan solidaritas (Debby, 2008)

4.2.3.Bantuan Teknis (Dari Pihak Lain) Termasuk Personil Peralatan Dan Dana
Hakekat manusia sebagai makhluk sosial dan politik akan membentuk
hukum, mendirikan kaidah perilaku, serta bekerjasama dalam kelompok yang
lebih besar dan saling membantu (Hans, 2006). Dibentuknya komunitas pada
suatu masyarakat juga tidak lepas dari saling keterkaitan untuk saling membantu.
Bantuan ini dapat berupa bantuan personal, bantuan dana dan bantuan peralatan
(Metro, 2008).
Keberadaan Kelompok-Kelompok Pelaku Usaha Mikro (KPUM) di
masyarakat selama ini sangat besar manfaatnya bagi anggota, khususnya dalam
rangka membantu mengembangkan kegiatan usaha. KPUM juga menjadi sarana

alternatif yang positif dalam mendapatkan mitra usaha, bantuan modal usaha dan
bantuan alat produksi sehingga kegiatan usaha anggota KPUM menjadi lebih
terarah, dapat saling bersinergi, kuat, kokoh dan mandiri (Ahmad, 2009).
Dalam memulai suatu usaha, modal merupakan salah satu faktor penting
disamping faktor lainnya, sehingga suatu usaha bisa tidak berjalan apabila tidak
tersedia modal. Artinya, bahwa suatu usaha tidak akan pernah ada atau tidak dapat
berjalan tanpa adanya modal. Hal ini menggambarkan bahwa modal menjadi
faktor utama dan penentu dari suatu kegiatan usaha. Karenanya setiap orang yang
akan melakukan kegiatan usaha, maka langkah utama yang dilakukannya adalah
memikirkan dan mencari modal untuk usahanya (Neti, 2009).

4.2.4. Pemanduan Berbagai Keahlian Untuk Membantu Komunitas
Peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM) merupakan salah satu
factor utama untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja. Dengan demikian SDM
harus dipersiapkan secara maksimal agar memiliki kemampuan, keahlian, dan
keterampilan (Ketteni, 2011).
Maksud kualitas SDM menurut Robbins dapat diukur dari keberhasilan: (1)
peningkatan kemampuan teoritis adalah suatu kapasitas individu untuk
mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan; (2) peningkatan kemampuan
teknis adalah metode atau sistem mengerjakan sesuatu pekerjaan; (3) peningkatan
kemampuan konseptual adalah mampu memprediksi segala sesuatu yang

memprediksi segala sesuatu yang ada kaitannya sasaran yang akan dituju; (4)
peningkatan moral adalah mampu melaksanakan koordinasi, mampu bekerjasama,
selalu

berusaha

menghindari

perbuatan

tercela

dan

mampu

bersedia

mengembangkan diri; (5) peningkatan ketrampilan teknis (Kuat, 2009).
Sumber daya manusia memiliki potensi sangat strategis dalam organisasi,
artinya unsur manusia memegang peranan penting dalam melakukan aktivitas
untuk pencapaian tujuan. Untuk mencapai kondisi yang lebih baik maka perlu
adanya manajemen terhadap SDM secara memadai sehingga terciptalah SDM
yang berkualitas, loyal dan berprestasi (Ambar, 2010).
Pemanduan terbaik untuk membantu komunitas adalah dengan membagi
pengetahuan dengan orang lain. Misalnya, orang dewasa dalam komunitas yang
susah membaca dan menulis, kemudian dalam suatu pemanduan memiliki
kapasitas yang membangun yang bermacam-macam (Sudewo, 2011).
KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah :
1.

Pemberdayaan merupakan usaha untuk memandirikan masyarakat agar
dapat memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi
tanpa campur tangan pihal lain.

2.

Terdapat dua tipe pembangunan, salah satunya adalah pembangunan
komunitas. Dalam pembangunan komunitas sangat memegang peranna

penting, untuk itu komunitas harus memiliki syarat untuk dapat disebut
komunitas yang baik seperti komunitas harus mampu memberikan makna
yang baik pada setiap anggotanya, mampu mendorong sesetiap anggota
untuk aktif berpartisipasi, serta mampu mendorong setiap anggotanya untuk
memiliki kemampuan individu yang kompeten sehingga mampu bersaing
dengan yang lain.
3.

Model pembangunan pada setiap wilayah sangat berbeda tergantung pada
permasalahan yang dihadapi setiap wilayah tersebut.

4.

Model pengembangan di negara maju yang paling utama adalah pemberdayaan
sumber daya manusia secara optimal melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Sedangkan pada negara berkembang lebih menitikberatkan pada

sektor agraris, yaitu sektor-sektor yang berhubungan dengan upaya-upaya
pengolahan sumber daya alam secara langsung.
5.

Dalam pemberdayaan masyarakat sangat diperlukan kerjasama antara
individu dengan individu, individu dengan komunitas juga komunitas
dengan pemerintah.

6.

Dalam program-program pembangunan masyarakat diperlukan pengelolaan
strategi yang baik yang mampu bermanfaat dalam jangka pendek maupun
panjang, tepat sasaran dan juga hars menggunakan perencanaan yang
matang.

DAFTAR PUSTAKA

Adam I, Indrawijaya. 2009. Perubahan dan Pengembangan Organisasi. Bandung:
Penerbit Sinar Baru.
Agustine A.d., Noor I., dan Said A. 2010. Pengembangan Sektor Kelautan Dan
Perikanan Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Jurnal
Administrasi Publik. Fakultas Ilmu Administrasi. Universitas Brawijaya
Malang. 2(2).
Aisyah, Sinta. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Bagi Hasil Pada Bank
Syariah Mandiri. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
Aldous, C. R. (2007). Creativity, problem solving and innovative science insights
from history, cognitive psychology and neuroscience. International
Education Journal. (2). 176 –186.
Allison, Edward H and Ellis F. 2011. The livelihoods Approach and Management
of Small-Scale Fisheries. Marine Policy Journal. (25) : 377-388.
Ambar T.S., dan Rosidah. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia: Konsep,
Teori, dan Pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan Edisi 5. Yogyakarta: UPP STIM
YKPN Yogyakarta.
Asariansyah M F, Choirul S, Stefanus P R. 2013. Partisipasi Masyarakat Dalam
Pemerataan Pembangunan Infrastruktur Jalan (Studi Kasus Di Kecamatan
Lawang Kabupaten Malang). Jurnal Administrasi Publik (Jap). 1(6): 11411150.
Asngari, P.S. 2008. “Peranan Agen Pembaruan/Penyuluh Dalam Usaha
Memberdayakan Sumberdaya Manusia”. Pengelola Agribisnis. Institut
Pertanian Bogor.
Aswanah, Y.K., Efani, A., Tjahjono, A. 2013. Evaluasi Terhadap Implementasi
Progam Pengembangan Kawasan Minapolitan Perikanan Tangkap Di
Pelabuhan Perikanan Nusantara (Ppn) Brondong Kabupaten Lamongan
Jawa Timur. Jurnal Escofim. 1(1): 97-108.

Bryson, Jhon M. 2007. Perencanaan Strategis Bagi Organisasi Sosial.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Budiharsono, S. 2008. Analisis dan formulasi kebijakan pembangunan wilayah
pesisir dan lautan. Bahan kuliah program studi pengelolaan sumberdaya
pesisir dan lautan (PS SPL) .Bogor: IPB.
Carolina N. dan Jusman I. 2009. Dinamika Kelompok. Bandung: Sekolah Tinggi
Kesejahteraan Sosial.
Cholisin. 2011. Pemberdayaan Masyarakat. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas
Negeri Yogyakarta.
Debby, Pranungsari. 2008. Kemandirian Masyarakat Korban Bencana. SkripsiS1. Yogyakarta: UGM.
Dino, khhoirunnas. 2013. Bentuk-bentuk kerjasama. Yogyakarta: Universitas
gunadharma.
DJPT. 2013. Kebijakan Dan Program Pembangunan Perikanan Tangkap.
www.djpt.kkp.go.id. diakses pada tanggal 30 semptembaer 2016.
Elmubarok, Z. 2007. Membumikan Pendidikan Nilai. Alfabeta. Bandung.
Faludi, Andreas. 2011. Planning Theory. Oxford: Pergamon Press.
Hadi, Agus Purbathin. 2009. Tinjauan Terhadap Berbagai Program Pemberdayaan
Masyarakat di Indonesia. Pusat Pengembangan Masyarakat Agrikarya
(PMMA).
Hans, J.Daeng. 2006. Manusia Kebudayaan Dan Lingkungan. Jakarta: Pt Pustaka
Pelajar.
Harahap, Y. 2006. Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaintannya dengan
Kemiskinan di Perkotaan. Laporan Penelitian Hukum Lingkungan
Mahasiswa S-2 Ilmu Hukum. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Haryono, 2009, Geografi 3 Jelajah Bumi dan Alam. Jakarta : Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional. 144 – 149.
Hasibuan. 2006. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Bumi Aksara :
Jakarta.
Hidayat, akbar. 2014. Perencanaan pembangunan di kecamatan langgam tahun
2012. Jom FISIP. 1(2). Jurusan Ilmu Pemerintahan . Fakultas Ilmu Sosial
dam Ilmu Politik.

Hikmat, H. 2014. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Penerbit
Humoniora
Huang, G. H. & Gove, M. (2012). Confucianism and Chinese families: Values
and pratices in education. International Journal of Humanities and Social
Science. 2 (3). 10-14.
Ife, J.W. 2005. Community Development: Creating Community AlternativesVision, Analysiis And Practice. Melbourne : Longman.
J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto. 2006. Sosiologi Teks Pengantar dan
Terapan. Jakarta: Kencana Media Group.
Karimah. 2014. Manajemen Konflik. STIE Ukaitas Bandung. Bandung.
Karmani, Neng. 2011. “Analisis Pelayanan Publik Terhadap Masyarakat (Kasus
Pelayanan Kesehatan Di Kabupaten Agam)”. Jurnal Manajemen dan
Kewirausahaan. 3 (2): 84-85.
Ketteni, Mamuneas,& Stengos. 2011. The Effect Of Information Technology and
Human Capital on Economic Growth. Article of Macroeconomic Dynamic:
Cambridge University Press.
Kuat, Ismanto. 2009. Asuransi Syari’ah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kusnadi. 2007. Konflik Sosial Nelayan: Kemiskinan dan Perebutan Sumber Daya
Perikanan. Yogyakarta: Pelangi Aksara.
Lind, DA., WG Marchal dan SA, Wethen. 2007. Teknik-Teknik Statistika dalam
Bisnis dan Ekonomi Menggunakan kelompok Data Global. Edisi ke-13.
Jakarta: Salemba Empat.
Linda, 2012. Analisis Dampak Kredit Mikro Terhadap Perkembangan Usaha
Mikro Di Kota Semarang. Skripsi S1. Program Sarjana Fakultas Ekonomika
dan Bisnis Universitas Diponegoro Tahun 2012.
Mardikanto, Totok. 2010. Komunikasi Pembangunan. Jawa Tengah : UNS Press.
Martono, Nanang. 2012. Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern,
Posmodern, dan Poskolonial. Jakarta: Rajawali Press.
Martono, trisno. 2008. Ekonomi Pembangunan. Surakarta: UNS Press.
Masyhuri. 2009. Pengembangan Agroindustri Melalui Penelitian dan
Pengembangan Produk Yang Intensif dan Berkesinambungan. Jurnal
Agroekonomi. 1 (7). Yogyakarta.

Mayaut, Flores G. 2012. Identifikasi Masalah Dan Upaya Pemberdayaan Nelayan:
Telaah Pada Nelayan Di RW 01 Kelurahan Kamal Muara, Kecamatan
Penjaringan, Jakarta Utara. Jurnal INSANI, ISSN. 0216-0552.
Metro, siwan. 2008. Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat sebagai
Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
Milen, Anneli. 2006. Capacity Building Meningkatkan Kinerja Sektor Publik.
Yogyakarta: Pembaharuan.
Morrisey, Georgey L. 2008. Pedoman Pemikiran Strategis Membangun Landasan
Perencanaan Anda. Jakarta: Prenhallindo.
Mubarak, Z. 2010. Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat Ditinjau Dari Proses
Pengembangan Kapasitas Pada Kegiatan Pnpm Mandiri Perkotaan Di Desa
Sastrodirjan Kabupaten Pekalongan. Tesis. Universitas Diponegoro:
Semarang.
Nadir, S. 2013. Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Desa: Menuju Pemberdayaan
Masyarakat Desa. Jurnal Politik Profetik. 1(1): 89.
Newstorm. 2010. Perilaku Dalam Organisasi. Edisi Tujuh. Jakarta: Erlangga.
Nikijuluw, PHV. 2011. Populasi dan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir serta
Strategi Pemberdayaan Mereka dalam Konteks Pengelolaan Sumberdaya
pesisir Secara Terpadu. Makalah pada Pelatihan pengelolaan Pesisir
Terpadu. Proyek Pesisir. Bogor. Jurnal Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir
dan Lautan PKSPL: 16 hlm.
Nur Imelda M. 2007. Managing Conflicts Within The Organizations. Jurnal
Ekonomi Dan Bisnis. 1(2): 12.
Nurani TW. 2010. Proses Hierarki Analitik (analytical Hierachy Process) Suatu
Metoda untuk Analisis Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan dan
Kelautan Dalam Darmawan dan Novita, Editor Konsep Pengembangan
Sektor Perikanan dan Kelautan di Indonesia. Bogor: Departemen.
Panudju, B. 2009. Pengadaan Perumahan Kota dengan Peran Serta masyarakat
Berpenghasilan Rendah. Bandung: Penerbit Alumni.
Paramita, Eka Putri. 2011. Pola Jaringan Komunikasi pada Kelompok Tani
(Analisis Jaringan pada Kelompok Tani Wiresinger, Kab.Lombok Barat).
Tesis Pasca Sarjana FISIP: Universitas Gadjah Mada.
Pratiwi, Tiara C.O., Suhadi dan Yasnita Yasin. 2013. Pengaruh Solidaritas
Kelompok Sosial Terhadap Perilaku Agresi Siswa Kelas XI SMA Negeri 85
Jakarta. Jurnal Ppkn. 1(2): 1-2.

Sanit, Arbi. 2008. Reformasi Politik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sanjaya, W. 2009. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi.Kencana Prenada Media: Jakarta.
Saragih, Juli Panglima. 2011. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam
Otonomi. Cetakan Pertama. Penerbit Ghalia Indonesia: Jakarta.
Sarundajang S. H. 2011. Birokrasi dalam Otonomi Daerah (Upaya Mengatasi
Kegagalan). Jakarta: Penerbit Kata Hasta Pustaka.
Satria, Arif. 2006. Sosiologi Masyarakat Pesisir . JakartaSelatan : PT. Pustaka
Cidesindo.
Setiawan, Bambang. 2009. Pelapisan Sosial dan Jaringan Komunikasi
(Penelitian di Desa Senik, Kel.Bumirejo, Kec. Lendah, Kab. Kulon Progo
DIY). Tesis Pasca Sarjana FISIP : Universitas Gadjah Mada.
Soekanto, S. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Pt Raja Grafindo Persada. Jakarta
Soetomo. 2006. Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Soetomo. 2013. Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Soetrisno. 2010. Pradigma Baru Pembangunan Pertanian Sebuah Tinjauan
Sosiologis. Yogyakarta : kanisius.
Sudewo, E. 2011. Character Building. Republika penerbit : Jakarta.
Sudianto. 2016. Dampak Progam Pengembangan Usaha Mina Perdesaan (Pump)
Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Di Desa Mekar
Utama Kecamatan Kendawangan Kabupaten Ketapang. Jurnal S-1
Pembangunan Sosial/Ilmu Sosiatri. 1(5).
Suharto, Edi. 2010. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung :
PT. Refika Aditama.
Sulistiyani, A.T. 2006. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. Yogyakarta:
Gaya Media.
Sulistiyani, Ambar Teguh. 2009. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan.
Yogyakarta: Gava Media.
Suminar , S., Christine S. W. dan Hartono. 2011. Strategi Penyusunan Pola Tata
Komunitas Berbasis Partisipasi Masyarakat Bantaran Sungai Winingo.
Jurnal Penelitian. 6 (2):16-27.

Sumodiningrat, G. 2007. Visi dan Misi Pembangunan Pertanian Berbasis
Pemberdayaan. Yogyakarta: IDEA.
Sumudiningrat, G. 2010. Visi dan Misi pembangunan Pertanian Berbasis
Pemberdayaan. Yogyakarta : IDEA.
Supriadi, H. 2009. Strategi dan Kebijakan Pembangunan Pertanian Di Papua
Barat. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
Suryawati, C. 2011. Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional
Understanding Multidimension Of Poverty. Jurnal manajemen pelayanan
kesehatan. 8(2)
Suwarsono & Alvin Y.SO. 2006. Perubahan Sosial dan Pembangunan: Teoriteori Modernisasi, Depende