HUKUM ISLAM MEMBACA DOA QUNUT MENURUT 4 (1)
1
HUKUM ISLAM MEMBACA DO’A QUNUT MENURUT 4 IMAM
MAZHAB
ABSTRAK
Sekarang ini, di zaman era modern banyaknya perdebatan antara umat
muslim yang mempermasalahkan konteks do’a qunut dalam shalat menurut 4
IMAM MAZHAB, mengenai konteks tersebut banyak pula kaum/umat muslimin
yang belum mengetahui hukum/pandangan do’a qunut menurut 4 IMAM
MAZHAB. Dengan adanya perbedaan 4 Mazhab tidak semata-mata mereka selalu
berdebat, karena meskipun adanya tentang perbedaan tersebut ke 4 Imam Mazhab
tersebut saling menghargai pendapat masing-masing. Oleh karena itu merujuk dari
sejarah 4 Imam Mazhab kita selaku umat muslim yang saling berbeda pandangan/
pendapat harus saling menghormati pendapat masing-masing, selagi pendapat itu
sesuai dengan ajaran islam yang benar.
Kaca kunci : 4 Imam Mazhab, hukum islam, Qunut
ABSTRACT
Today, in the era of the modern era of ongoing debate among Muslims
who are concerned about the context of prayer in the prayer according qunut 4
sect priest, The context of the many people / people of Muslims who do not
know the law / view prayer qunut by 4 sect priest. With the difference in 4
schools of not only their eyes are always arguing, because despite the existence
of these differences to the four Imams sect respect each other's opinions.
Therefore, referring to the history of the school of our fourth Imam Muslim as
mutually divergent views / opinions must respect each other's opinions, while
that opinion in accordance with the true teachings of Islam.
Glass key: 4 sect priest, Islamic law, Qunut
2
PENDAHULUAN
Seperti yang telah kita ketahui, banyak pandangan-pandangan umat
muslim mengenai hukum do’a qunut dalam shalat, namum ada pula pandangan
umat muslim yang mengacu pada 4 IMAM MAZHAB dalam mengenai hukum
do’a qunut dalam shalat dan banyak pula umat yang belum mengetahui atau
kurangnya ilmu agama.
Bagi umat muslim semestinya kita telah mengetahui bagi seseorang baik
yang membaca do’a qunut maupun yang tidak membaca baik dalam shalat subuh
maupun dalam shalat sunnah witir ataupun baik dalam shalat sunnah lainnya.
PEMBAHASAN
PENGERTIAN DAN HUKUM DO’A QUNUT
Qunut adalah do’a yang mengharap kepada Alloh SWT. Dalam menolak
bahaya atau mendatangkan kebaikan yang pelaksanaannya dalam rangkaian
pelaksanaan sebelum ruku’ maupun setelah ruku’.
Hukum dan sikap hukum :
Sikap hukum adalah dimana seseorang telah memilih atau menentukan
hukum mana yang telah ssesuai. Tetapi jika hukum saja maka semua turunan
hukum yang di pesankan dalam Al-Qur’an dan Hadist. Misalnya, hukum tentang
bismillah dapat dibaca dengan 4 cara dalam shalat seperti bisa di jaharkan,
syirkan, tidak dibaca sama sekali atau dibaca rakaat pertama lalu di rakaat
selanjutnya tidak tetapi sikap kita memilih salah satu hukumnya. Terkadang
hukumnya sudah ada pilihan tetapi sikap hukumnya berdeba sepanjang dalam
kerangka hukum itu kita perlu berselisih.
Ada kisah Nabi Muhammad SAW dalam fase dakwah, diawal islam
masuk mekah tiba-tiba keatangan tamu seorang Arab dari qabilah daerah Najd
bernama Abu Baraa’ ‘Amir bin Malik kepada Nabi SAW. Kemudian Abu Baraa’
menyampaikan kepada Nabi SAW, “Ya Muhammad, saya mengusulkan
3
kepadamu, alangkah baiknya kalau kamu mengutus beberapa orang utusan kepada
kaum ahli Najd untuk menyeru mereka kepada agamamu, aku berharap mereka
akan menyambut seruanmu”. Setelah mendengar usul Abu Baraa’ itu lalu Nabi
SAW berfikir, karena usul yang dikemukakan itu kelihatannya tidak akan
membahayakan, tetapi beliau masih ragu-ragu juga, karena khawatir kalau-kalau
terjadi seperti yang diperbuat oleh kaum Banu Hudzail pada peristiwa Ar-Raji’.
Maka Nabi SAW menjawab : ”Sesungguhnya aku mengkhawatirkan sikap
penduduk Najd terhadap shahabatku”. Kemudian Abu Baraa’ pun menyahut :
“Aku yang menjamin mereka, maka utuslah para shahabatmu untuk menyeru
mereka kepada agamamu”. Maka akhirnya Nabi SAW mengabulkan permintaan
tersebut.
Kemudian pada suatu hari, Nabi SAW mempersiapkan para shahabat
pilihan sebanyak 70 orang (menurut riwayat lain 40 orang), untuk pergi sebagai
mubaligh Islam ke qabilah daerah Najd itu. Mereka itu sebagian besar dari para
shahabat yang mengerti tentang hukum-hukum agama dan hafal Al-Qur'an di luar
kepala. Diantara nama-nama mereka itu ialah Al-Mundziir bin ‘Amr, ‘Urwah bin
Asma’ bin Shalt, Haram bin Milhan, Al-Harits bin Ash-Shimmah, ‘Amir bin
Fuhairah, Nafi’ bin Budail. Nabi SAW menetapkaan kepala rombongan mereka
ialah Al-Mundzir bin ‘Amr.
Singkat cerita, ketika beliau sedang menunaikan shalat (dalam riwayat
menyebutkan shalat subuh) tiba-tiba datanglah malaikat jibril menyampaikan
bahwa orang-orang yang tadi kepadamu Muhammad, mereka semua telah menipu.
Lalu Nabi pada saat itu dengan sifat kemanusiannya itu marah kemudian ia
berdo’a pada Alloh SWT (dalam riwayat ada yang mengatakan do’anya sebelum
ruku’ ada juga yang mengatakan do’anya bangkit ruku’). maka beliau sampai
sebulan lamanya setiap mengerjakan shalat lima waktu beliau selalu membaca doa
qunut memohonkan kecelakaan atas para kaum pengkhianat, yaitu kaum-kaum
dari suku ‘Ushayyah, Ri’il, Dzakwan dan Banu Lihyan. Riwayat-riwayat tersebut
antara lain :
ْ َ َدعَا َرسُوْ ُل اِ ص َعلَى الّ ِذ ْينَ قَتَلُوْ ا ا:ال
يََ ْد ُعوْ َعلَى،صَبَاحًا
ٍ َِس ب ِْن َمال
َ َاب بِ ْئ ِر َمعُوْ نََةَ ثَلَثِ ْين
َ صَ َح
َ َك ق
ِ ع َْن اَن
1:468 مسلم.ُت اَ َو َرسُوْ لَه
َ َع،َُصيّة
َ ِر ْع ٍل َو َذ ْك َوانَ َو لِحْ يَانَ َو ع
ِ ص
4
Dari Anas bin Malik ia berkata, “Rasulullah SAW mendoakan kecelakaan
pada orang-orang yang telah membantai para shahabat di Bi’ru Ma’unah selama
tiga puluh Shubuh, yaitu mendoakan kecelakaan pada suku Ri’il, Dzakwan,
Lihyan dan ‘Ushayyah, mereka itu makshiyat kepada Allah dan Rasul-Nya”. [HR.
Muslim 1 : 468]
ُ َما َرأَي:ُْت اَنَسًا يَقُوْ ل
َُ َس ِمع:ال
َْت َرسُوْ َل اِ ص َو َج َد َعلَى َس ِريّ ٍة َما َو َج َد َعلَى ال ّس ْب ِع ْينَ الّ ِذ ْين
َ َص ٍم ق
ِ ع َْن عَا
َ كَانُوْ ا يُ ْدعَوْ نَ ْالقُرّا َء فَ َمك.َص ْيبُوْ ا يَوْ َم بِ ْئ ِر َمعُوْ نَة
1:469 مسلم.َث َش ْهرًا يَ ْد ُعوْ َعلَى قَتَلَتِ ِه ْم
ِ ُا
Dari ‘Ashim ia berkata : Saya mendengar Anas mengatakan, “Saya tidak
pernah melihat Rasulullah SAW bersedih atas mushibah yang menimpa pasukan
beliau sebagaimana yang aku lihat ketika beliau menerima kenyataan yang
menimpa para shahabat pada peristiwa Bi’ru Ma’unah. Yaitu para shahabat
yang disebut sebagai orang-orang yang ahli membaca Al-Qur’an. Beliau selama
sebulan mendoakan kecelakaan pada orang-orang yang membunuh para
shahabat beliau”. [HR. Muslim 1 : 469]
اَللّهُ ّم ْال َع ْن بَنِى لِحْ يَانَ َو ِر ْعلً َو َذ ْك َوانَ َو:صلَ ٍة
ّ ار
َ قَا َل َرسُوْ ُل اِ ص فِى:ال
َ َي ق
ِ َع َْن ُخف
ِ َاف ب ِْن اِ ْي َما ِء ْا ِلغف
1:470 مسلم.ُ ِغفَا ٌر َغفَ َر اُ لَهَا َو اَ ْسلَ ُم َسالَ َمهَاَ ا.ُص ُوا اَ َو َرسُوْ لَه
َ ُصيّةَ َع
َ ع
Dari Khufaf bin Ima’ Al-Ghifariy ia berkata : Rasulullah SAW berdo’a di
dalam sholat, “Ya Allah, laknatlah Bani Lihyan, Ri’il, Dzakwan dan ‘Ushayyah,
mereka itu telah makshiyat kepada Allah dan Rasul-Nya. Adapun Bani Ghifar
semoga Allah mengampuninya dan terhadap suku Aslam semoga Allah
menyelamatkannya”. [HR Muslim 1 : 470]
Hingga kemudian turunlah Quran Surah Ke-3 Ali- Imran Ayat 128,
Kemudian sampailah berita kepada kami bahwasanya beliau meninggalkan hal itu
setelah diturunkan ayat “Laisa laka minal amri syai-un au yatuuba ‘alaihim au
yu’adzdzibahum fainnahum dhaalimuun” (Tak ada sedikitpun campur tanganmu
dalam urusan mereka itu, atau Allah menerima taubat mereka atau mengadzab
mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang dhalim). - Ali Imran
ayat 128. [HR Muslim 1: 466-467]
Kemudian setelah turunnya ayat tersebut, baru terjadilah peristiwa :
pertama Nabi SAW tidak membacakan do’a tersebut tetapi kemudian beliau
5
merubah do’a tersebut menjadi do’a yang baik. Dalam bahasa Arab sesuatu yang
baik yang dimohonkan kepada Alloh SWT singkatnya disebut dengan Qunut
(Permohonan yang baik-baik). Lalu Nabi SAW tidak membacakan do’a itu lagi
tetapi Nabi SAW mengajarkannya kepada cucunya yaitu Al Hasan, Sahabatnya
do’a yang terbaik sebagai do’a yang lalu. Do’anya adalah :
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajariku do’a-do’a yang
aku ucapkan dalam witir yaitu:
َار ْك لِي فِي َمََا أَ ْعطَيْتَ َوقِنِي َشَ ّر َمََا
ِ ََاللّهُ ّم ا ْه ِدنِي فِي َم ْن َه َديْتَ َو َعََافِنِي فِي َم ْن َعََافَيْتَ َوتََ َولّنِي فِي َم ْن تََ َولّيْتَ َوب
َك َوإِنّهُ لَ يَ ِذلّ َم ْن َوالَيْتَ تَبَا َر ْكتَ َربّنَا َوتَ َعالَيْت
َ ضى َعلَ ْي
َ ضي َولَ يُ ْق
َ َق
ِ ضيْتَ فَإِنّكَ تَ ْق
(HR at-Tirmidzi dan dishahîhkan al-Albâni dalam Shahîh at-Tirmidzî)
Maka kemudian ada yang meriwayatkan Nabi SAW tidak mempraktekan
do’a itu lagi, tapi ada Sahabat yang mempraktekan do’a tersebut dalam shalatnya,
ada yang menggunakan shalat witir, ada yang menggunakan shalat Ramadhan
dalam 10 hari terakhir, ada pula yang menggunakan dikesempatan shalat
subuhnya, itu didiamkan oleh Nabi Muhammad SAW.
HUKUM BACAAN DO’A QUNUT DALAM SHALAT MENURUT 4 IMAM
MAZHAB
Mazhab Abu Hanifah
Abu Hanifah merupakan seorang Tabi’in, generasi setelah Sahabat nabi,
karena dia pernah bertemu dengan salah seorang sahabat bernama Anas bin
Malik, dan meriwayatkan hadist darinya serta sahabat lainnya. Imam Hanafi
disebutkan sebagai tokoh yang pertama kali menyusun kitab fiqh berdasarkan
kelompok-kelompok yang berawal dari kesucian (taharah), salat dan seterusnya,
yang kemudian diikuti oleh ulama-ulama sesudahnya seperti Malik bin Anas,
Imam Syafi’i, Abu Dawud, Bukhari, Muslim dan lainnya.
Imam Abu Hanifah menyatakan karena Nabi SAW sebelumnya tidak
membaca do’a tersebut dan setelah turunnya Qur’an Surah Ali Imran Ayat 128,
maka Abu Hanifah menyimpulkan bahwa do’a qunut itu tidak ada dalam shalat.
Tetapi Abu Hanifah pernah berpendapat, tidak disyariatkan qunut pada shalat
lainnya kecuali pada saat Nazilah yaitu ketika kaum Muslimin tertimpa musibah,
6
namun qunut Nazilah ini hanya pada shalat subuh saja dan yang membaca qunut
adalah imam, dan diaminkan oleh jama’ah dan tidak ada qunut jika shalatnya
munfraid (sendirian).
Mazhab Al-Malikiyah
Mālik ibn Anas bin Malik bin ‘Āmr al-Asbahi atau Malik bin Anas
(lengkapnya: Malik bin Anas bin Malik bin `Amr, al-Imam, Abu `Abd Allah alHumyari al-Asbahi al-Madani), (Bahasa Arab: )مالك بن أنس, lahir di (Madinah pada
tahun 714 (93 H), dan meninggal pada tahun 800 (179 H)). Ia adalah pakar ilmu
fikih dan hadits, serta pendiri Mazhab Maliki.
Imam Malik menyimpulkan Nabi SAW membacakan do’a yang sebelum
datangnya Qur’an Surah Ali Imran Ayat 128, lalu setelah datangnya Ayat tersebut
maka Alloh SWT menggantikan dengan do’a yang baik-baik. Dan kemudian
diajarkan oleh Nabi SAW kepada para Sahabat dan Sahabat membacakan lalu
Nabi SAW pun tidak melarang, ini artinya itupun dibenarkan bila dibacakan.
Maka dari itu Imam Malik mempraktekan do’a tersebut sebelum ruku’ begitu
membaca surah di rakaat terakhir dalam shalat subuh itu Imam Malik
mempraktekan qunut.
Mazhab Syafi’i
Abū ʿAbdullāh Muhammad bin Idrīs al-Shafiʿī atau Muhammad bin Idris
asy-Syafi`i (bahasa Arab: )محمد بن إدريس الشافعيyang akrab dipanggil Imam Syafi’i
(Gaza, Palestina, 150 H / 767 – Fusthat, Mesir 204H / 819M) adalah seorang
mufti besar Sunni Islam dan juga pendiri mazhab Syafi’i. Imam Syafi’i juga
tergolong kerabat dari Rasulullah, ia termasuk dalam Bani Muththalib, yaitu
keturunan dari al-Muththalib, saudara dari Hasyim, yang merupakan kakek
Muhammad.
Menurut Imam Syafi’i menyatakan bahwa dalam do’a qunut, beliau
memilih riwayat yang setelah ruku’, lalu membacakan do’a qunut. Dan para
penganut Imam Syafi’i menyatakan bahwa dan tidak ada qunut dalam shalat lima
waktu yang lainnya selain pada shalat shubuh dalam setiap keadaan (baik kondisi
7
kaum muslimin tertimpa musibah ataupun tidak). Qunut juga berlaku pada selain
shubuh jika kaum muslimin tertimpa musibah (yaitu qunut nazilah).
Mazhab Al-Hanabilah
Ahmad bin Hanbal (780 - 855 M, 164 - 241 AH)[1] (Arab ) أحمد بن حنبل
adalah seorang ahli hadits dan teologi Islam. Ia lahir di Marw (saat ini bernama
Mary di Turkmenistan, utara Afganistan dan utara Iran) di kota Baghdad, Irak.
Kunyahnya Abu Abdillah lengkapnya: Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin
Hilal bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi/ Ahmad bin Muhammad bin Hanbal
dikenal juga sebagai Imam Hambali.
Menurut Imam Al-Hanabilah, beliau mengambil jalan tengah. Lalu beliau
mengemukakan pada saat itu sebelum Nabi SAW sebelum berdo’a, kemudian ada
peristiwa besar terjadi yang membutuhkan do’a kemudian Nabi SAW berdo’a
untuk itu, setelah itu Nabi SAW Tidak berdo’a lagi, ini artinya do’a ini bisa
dihadirkan dalam peristiwa-peristiwa yang menuntut disertakan oleh kita karena
ketidak mampuan kita berada disana ataupun adanya peristiwa besar terjadi. Yaitu
peristiwa dahsyat besar yang meminta kita untuk menghadirkan do’a itu dalam
bahasa Arab disebut dengan Nazilah, maka deikenal dengan istilah qunut Nazilah.
Do’a qunut yang dibacakan pada saat terjadinya peristiwa besar atau peristiwa
genting yang membutuhkan do’a.
PENUTUP
KESIMPULAN
Bacaan qunut seringkali banyaknya ada perdebatan diantara kaum
muslimin dikarenakan perbedaan Mazhab atau pendapat. Imam Abu Hanifah
mengatakan bahwa Qunut itu disunnahkan pada shalat witir yang dilakukan
sebelum ruku'. Sedangkan pada shalat subuh, beliau tidak menganggapnya
sebagai sunnah. Imam Malik mengatakan bahwa qunut itu merupakan ibadah
sunnah pada shalat subuh dan lebih afdhal dilakukan sebelum ruku'. Imam Syafi'i
mengatakan bahwa Qunut itu disunnahkan pada shalat subuh dan dilakukan
sesudah ruku' pada rakaat kedua. Sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal
8
mengatakan bahwa qunut itu merupakan amaliyah sunnah yang dikerjakan pada
shalat witir yaitu dikerjakan setelah ruku. Sedangkan qunut pada shalat subuh
tidak dianggap sunnah oleh beliau.
Dimasa Imam Abu Syafi’i, beliau pernah berkunjung ke tempat Imam Abu
Hanifah yang telah meninggal. Begitu sampainya beliau ketempat Imam Abu
Hanifah, beliau ditunjuk oleh murid Imam Syafi’i sebagai imam ditempat Imam
Abu Hanifah, lalu murid Imam Syafi’i mengira pendapat mereka tentang qunut
akan unggul, tapi ternyata ketika pada saat Imam Syafi’i shalat subuh, beliau tidak
membacakan qunut. lalu murid Imam Syafi’i bertanya kepada beliau, “kenapa
anda tidak qunut”, lalu beliau menjawab “saya menghormati Imam Abu Hanifah
Yang berlaku Di tempat ini”.
DAFTAR PUSTAKA
Admin. 11/2/2012. Mengenal Imam Abu Hanifah, Imam Al-Hanabilah, Imam Abu
Syafi’i, Imam Al-Hanabilah. https://kabarislamia.com/2012/02/11/mengenalimam-hanafi-imam-malik-imam-syafii-dan-imam-hambali/
Mustofa Ahmad. 2016. Dalil Shahih tentang membaca Do’a Qunut menurut 4
Mazhab Imam Abu Hanifah, Imam Al-Hanabilah, Imam Abu Syafi’i, Imam AlHanabilah.
https://aqidatu-na.blogspot.co.id/2016/11/dalil-shahih-tentang-
membaca-doa-qunut-menurut-empat-madzhab-malikiyah-syafiiyah-hanafiyahdan-hanabilah.html
Tri Novita Sari. 2014. Perbandingan antara 4 imam Mazhab tentang Do’a Qunut
dalam shalat subuh. http://catatankecilvie.blogspot.co.id/2014/12/perbandinganempat-imam-mazhab-tentang.html
Ustadz Adi Hidayat Lc MA. 10/2/2017. Hukum do’a qunut dalam Shalat subuh.
https://www.youtube.com/watch?v=nVvB3mDhoDA
HUKUM ISLAM MEMBACA DO’A QUNUT MENURUT 4 IMAM
MAZHAB
ABSTRAK
Sekarang ini, di zaman era modern banyaknya perdebatan antara umat
muslim yang mempermasalahkan konteks do’a qunut dalam shalat menurut 4
IMAM MAZHAB, mengenai konteks tersebut banyak pula kaum/umat muslimin
yang belum mengetahui hukum/pandangan do’a qunut menurut 4 IMAM
MAZHAB. Dengan adanya perbedaan 4 Mazhab tidak semata-mata mereka selalu
berdebat, karena meskipun adanya tentang perbedaan tersebut ke 4 Imam Mazhab
tersebut saling menghargai pendapat masing-masing. Oleh karena itu merujuk dari
sejarah 4 Imam Mazhab kita selaku umat muslim yang saling berbeda pandangan/
pendapat harus saling menghormati pendapat masing-masing, selagi pendapat itu
sesuai dengan ajaran islam yang benar.
Kaca kunci : 4 Imam Mazhab, hukum islam, Qunut
ABSTRACT
Today, in the era of the modern era of ongoing debate among Muslims
who are concerned about the context of prayer in the prayer according qunut 4
sect priest, The context of the many people / people of Muslims who do not
know the law / view prayer qunut by 4 sect priest. With the difference in 4
schools of not only their eyes are always arguing, because despite the existence
of these differences to the four Imams sect respect each other's opinions.
Therefore, referring to the history of the school of our fourth Imam Muslim as
mutually divergent views / opinions must respect each other's opinions, while
that opinion in accordance with the true teachings of Islam.
Glass key: 4 sect priest, Islamic law, Qunut
2
PENDAHULUAN
Seperti yang telah kita ketahui, banyak pandangan-pandangan umat
muslim mengenai hukum do’a qunut dalam shalat, namum ada pula pandangan
umat muslim yang mengacu pada 4 IMAM MAZHAB dalam mengenai hukum
do’a qunut dalam shalat dan banyak pula umat yang belum mengetahui atau
kurangnya ilmu agama.
Bagi umat muslim semestinya kita telah mengetahui bagi seseorang baik
yang membaca do’a qunut maupun yang tidak membaca baik dalam shalat subuh
maupun dalam shalat sunnah witir ataupun baik dalam shalat sunnah lainnya.
PEMBAHASAN
PENGERTIAN DAN HUKUM DO’A QUNUT
Qunut adalah do’a yang mengharap kepada Alloh SWT. Dalam menolak
bahaya atau mendatangkan kebaikan yang pelaksanaannya dalam rangkaian
pelaksanaan sebelum ruku’ maupun setelah ruku’.
Hukum dan sikap hukum :
Sikap hukum adalah dimana seseorang telah memilih atau menentukan
hukum mana yang telah ssesuai. Tetapi jika hukum saja maka semua turunan
hukum yang di pesankan dalam Al-Qur’an dan Hadist. Misalnya, hukum tentang
bismillah dapat dibaca dengan 4 cara dalam shalat seperti bisa di jaharkan,
syirkan, tidak dibaca sama sekali atau dibaca rakaat pertama lalu di rakaat
selanjutnya tidak tetapi sikap kita memilih salah satu hukumnya. Terkadang
hukumnya sudah ada pilihan tetapi sikap hukumnya berdeba sepanjang dalam
kerangka hukum itu kita perlu berselisih.
Ada kisah Nabi Muhammad SAW dalam fase dakwah, diawal islam
masuk mekah tiba-tiba keatangan tamu seorang Arab dari qabilah daerah Najd
bernama Abu Baraa’ ‘Amir bin Malik kepada Nabi SAW. Kemudian Abu Baraa’
menyampaikan kepada Nabi SAW, “Ya Muhammad, saya mengusulkan
3
kepadamu, alangkah baiknya kalau kamu mengutus beberapa orang utusan kepada
kaum ahli Najd untuk menyeru mereka kepada agamamu, aku berharap mereka
akan menyambut seruanmu”. Setelah mendengar usul Abu Baraa’ itu lalu Nabi
SAW berfikir, karena usul yang dikemukakan itu kelihatannya tidak akan
membahayakan, tetapi beliau masih ragu-ragu juga, karena khawatir kalau-kalau
terjadi seperti yang diperbuat oleh kaum Banu Hudzail pada peristiwa Ar-Raji’.
Maka Nabi SAW menjawab : ”Sesungguhnya aku mengkhawatirkan sikap
penduduk Najd terhadap shahabatku”. Kemudian Abu Baraa’ pun menyahut :
“Aku yang menjamin mereka, maka utuslah para shahabatmu untuk menyeru
mereka kepada agamamu”. Maka akhirnya Nabi SAW mengabulkan permintaan
tersebut.
Kemudian pada suatu hari, Nabi SAW mempersiapkan para shahabat
pilihan sebanyak 70 orang (menurut riwayat lain 40 orang), untuk pergi sebagai
mubaligh Islam ke qabilah daerah Najd itu. Mereka itu sebagian besar dari para
shahabat yang mengerti tentang hukum-hukum agama dan hafal Al-Qur'an di luar
kepala. Diantara nama-nama mereka itu ialah Al-Mundziir bin ‘Amr, ‘Urwah bin
Asma’ bin Shalt, Haram bin Milhan, Al-Harits bin Ash-Shimmah, ‘Amir bin
Fuhairah, Nafi’ bin Budail. Nabi SAW menetapkaan kepala rombongan mereka
ialah Al-Mundzir bin ‘Amr.
Singkat cerita, ketika beliau sedang menunaikan shalat (dalam riwayat
menyebutkan shalat subuh) tiba-tiba datanglah malaikat jibril menyampaikan
bahwa orang-orang yang tadi kepadamu Muhammad, mereka semua telah menipu.
Lalu Nabi pada saat itu dengan sifat kemanusiannya itu marah kemudian ia
berdo’a pada Alloh SWT (dalam riwayat ada yang mengatakan do’anya sebelum
ruku’ ada juga yang mengatakan do’anya bangkit ruku’). maka beliau sampai
sebulan lamanya setiap mengerjakan shalat lima waktu beliau selalu membaca doa
qunut memohonkan kecelakaan atas para kaum pengkhianat, yaitu kaum-kaum
dari suku ‘Ushayyah, Ri’il, Dzakwan dan Banu Lihyan. Riwayat-riwayat tersebut
antara lain :
ْ َ َدعَا َرسُوْ ُل اِ ص َعلَى الّ ِذ ْينَ قَتَلُوْ ا ا:ال
يََ ْد ُعوْ َعلَى،صَبَاحًا
ٍ َِس ب ِْن َمال
َ َاب بِ ْئ ِر َمعُوْ نََةَ ثَلَثِ ْين
َ صَ َح
َ َك ق
ِ ع َْن اَن
1:468 مسلم.ُت اَ َو َرسُوْ لَه
َ َع،َُصيّة
َ ِر ْع ٍل َو َذ ْك َوانَ َو لِحْ يَانَ َو ع
ِ ص
4
Dari Anas bin Malik ia berkata, “Rasulullah SAW mendoakan kecelakaan
pada orang-orang yang telah membantai para shahabat di Bi’ru Ma’unah selama
tiga puluh Shubuh, yaitu mendoakan kecelakaan pada suku Ri’il, Dzakwan,
Lihyan dan ‘Ushayyah, mereka itu makshiyat kepada Allah dan Rasul-Nya”. [HR.
Muslim 1 : 468]
ُ َما َرأَي:ُْت اَنَسًا يَقُوْ ل
َُ َس ِمع:ال
َْت َرسُوْ َل اِ ص َو َج َد َعلَى َس ِريّ ٍة َما َو َج َد َعلَى ال ّس ْب ِع ْينَ الّ ِذ ْين
َ َص ٍم ق
ِ ع َْن عَا
َ كَانُوْ ا يُ ْدعَوْ نَ ْالقُرّا َء فَ َمك.َص ْيبُوْ ا يَوْ َم بِ ْئ ِر َمعُوْ نَة
1:469 مسلم.َث َش ْهرًا يَ ْد ُعوْ َعلَى قَتَلَتِ ِه ْم
ِ ُا
Dari ‘Ashim ia berkata : Saya mendengar Anas mengatakan, “Saya tidak
pernah melihat Rasulullah SAW bersedih atas mushibah yang menimpa pasukan
beliau sebagaimana yang aku lihat ketika beliau menerima kenyataan yang
menimpa para shahabat pada peristiwa Bi’ru Ma’unah. Yaitu para shahabat
yang disebut sebagai orang-orang yang ahli membaca Al-Qur’an. Beliau selama
sebulan mendoakan kecelakaan pada orang-orang yang membunuh para
shahabat beliau”. [HR. Muslim 1 : 469]
اَللّهُ ّم ْال َع ْن بَنِى لِحْ يَانَ َو ِر ْعلً َو َذ ْك َوانَ َو:صلَ ٍة
ّ ار
َ قَا َل َرسُوْ ُل اِ ص فِى:ال
َ َي ق
ِ َع َْن ُخف
ِ َاف ب ِْن اِ ْي َما ِء ْا ِلغف
1:470 مسلم.ُ ِغفَا ٌر َغفَ َر اُ لَهَا َو اَ ْسلَ ُم َسالَ َمهَاَ ا.ُص ُوا اَ َو َرسُوْ لَه
َ ُصيّةَ َع
َ ع
Dari Khufaf bin Ima’ Al-Ghifariy ia berkata : Rasulullah SAW berdo’a di
dalam sholat, “Ya Allah, laknatlah Bani Lihyan, Ri’il, Dzakwan dan ‘Ushayyah,
mereka itu telah makshiyat kepada Allah dan Rasul-Nya. Adapun Bani Ghifar
semoga Allah mengampuninya dan terhadap suku Aslam semoga Allah
menyelamatkannya”. [HR Muslim 1 : 470]
Hingga kemudian turunlah Quran Surah Ke-3 Ali- Imran Ayat 128,
Kemudian sampailah berita kepada kami bahwasanya beliau meninggalkan hal itu
setelah diturunkan ayat “Laisa laka minal amri syai-un au yatuuba ‘alaihim au
yu’adzdzibahum fainnahum dhaalimuun” (Tak ada sedikitpun campur tanganmu
dalam urusan mereka itu, atau Allah menerima taubat mereka atau mengadzab
mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang dhalim). - Ali Imran
ayat 128. [HR Muslim 1: 466-467]
Kemudian setelah turunnya ayat tersebut, baru terjadilah peristiwa :
pertama Nabi SAW tidak membacakan do’a tersebut tetapi kemudian beliau
5
merubah do’a tersebut menjadi do’a yang baik. Dalam bahasa Arab sesuatu yang
baik yang dimohonkan kepada Alloh SWT singkatnya disebut dengan Qunut
(Permohonan yang baik-baik). Lalu Nabi SAW tidak membacakan do’a itu lagi
tetapi Nabi SAW mengajarkannya kepada cucunya yaitu Al Hasan, Sahabatnya
do’a yang terbaik sebagai do’a yang lalu. Do’anya adalah :
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajariku do’a-do’a yang
aku ucapkan dalam witir yaitu:
َار ْك لِي فِي َمََا أَ ْعطَيْتَ َوقِنِي َشَ ّر َمََا
ِ ََاللّهُ ّم ا ْه ِدنِي فِي َم ْن َه َديْتَ َو َعََافِنِي فِي َم ْن َعََافَيْتَ َوتََ َولّنِي فِي َم ْن تََ َولّيْتَ َوب
َك َوإِنّهُ لَ يَ ِذلّ َم ْن َوالَيْتَ تَبَا َر ْكتَ َربّنَا َوتَ َعالَيْت
َ ضى َعلَ ْي
َ ضي َولَ يُ ْق
َ َق
ِ ضيْتَ فَإِنّكَ تَ ْق
(HR at-Tirmidzi dan dishahîhkan al-Albâni dalam Shahîh at-Tirmidzî)
Maka kemudian ada yang meriwayatkan Nabi SAW tidak mempraktekan
do’a itu lagi, tapi ada Sahabat yang mempraktekan do’a tersebut dalam shalatnya,
ada yang menggunakan shalat witir, ada yang menggunakan shalat Ramadhan
dalam 10 hari terakhir, ada pula yang menggunakan dikesempatan shalat
subuhnya, itu didiamkan oleh Nabi Muhammad SAW.
HUKUM BACAAN DO’A QUNUT DALAM SHALAT MENURUT 4 IMAM
MAZHAB
Mazhab Abu Hanifah
Abu Hanifah merupakan seorang Tabi’in, generasi setelah Sahabat nabi,
karena dia pernah bertemu dengan salah seorang sahabat bernama Anas bin
Malik, dan meriwayatkan hadist darinya serta sahabat lainnya. Imam Hanafi
disebutkan sebagai tokoh yang pertama kali menyusun kitab fiqh berdasarkan
kelompok-kelompok yang berawal dari kesucian (taharah), salat dan seterusnya,
yang kemudian diikuti oleh ulama-ulama sesudahnya seperti Malik bin Anas,
Imam Syafi’i, Abu Dawud, Bukhari, Muslim dan lainnya.
Imam Abu Hanifah menyatakan karena Nabi SAW sebelumnya tidak
membaca do’a tersebut dan setelah turunnya Qur’an Surah Ali Imran Ayat 128,
maka Abu Hanifah menyimpulkan bahwa do’a qunut itu tidak ada dalam shalat.
Tetapi Abu Hanifah pernah berpendapat, tidak disyariatkan qunut pada shalat
lainnya kecuali pada saat Nazilah yaitu ketika kaum Muslimin tertimpa musibah,
6
namun qunut Nazilah ini hanya pada shalat subuh saja dan yang membaca qunut
adalah imam, dan diaminkan oleh jama’ah dan tidak ada qunut jika shalatnya
munfraid (sendirian).
Mazhab Al-Malikiyah
Mālik ibn Anas bin Malik bin ‘Āmr al-Asbahi atau Malik bin Anas
(lengkapnya: Malik bin Anas bin Malik bin `Amr, al-Imam, Abu `Abd Allah alHumyari al-Asbahi al-Madani), (Bahasa Arab: )مالك بن أنس, lahir di (Madinah pada
tahun 714 (93 H), dan meninggal pada tahun 800 (179 H)). Ia adalah pakar ilmu
fikih dan hadits, serta pendiri Mazhab Maliki.
Imam Malik menyimpulkan Nabi SAW membacakan do’a yang sebelum
datangnya Qur’an Surah Ali Imran Ayat 128, lalu setelah datangnya Ayat tersebut
maka Alloh SWT menggantikan dengan do’a yang baik-baik. Dan kemudian
diajarkan oleh Nabi SAW kepada para Sahabat dan Sahabat membacakan lalu
Nabi SAW pun tidak melarang, ini artinya itupun dibenarkan bila dibacakan.
Maka dari itu Imam Malik mempraktekan do’a tersebut sebelum ruku’ begitu
membaca surah di rakaat terakhir dalam shalat subuh itu Imam Malik
mempraktekan qunut.
Mazhab Syafi’i
Abū ʿAbdullāh Muhammad bin Idrīs al-Shafiʿī atau Muhammad bin Idris
asy-Syafi`i (bahasa Arab: )محمد بن إدريس الشافعيyang akrab dipanggil Imam Syafi’i
(Gaza, Palestina, 150 H / 767 – Fusthat, Mesir 204H / 819M) adalah seorang
mufti besar Sunni Islam dan juga pendiri mazhab Syafi’i. Imam Syafi’i juga
tergolong kerabat dari Rasulullah, ia termasuk dalam Bani Muththalib, yaitu
keturunan dari al-Muththalib, saudara dari Hasyim, yang merupakan kakek
Muhammad.
Menurut Imam Syafi’i menyatakan bahwa dalam do’a qunut, beliau
memilih riwayat yang setelah ruku’, lalu membacakan do’a qunut. Dan para
penganut Imam Syafi’i menyatakan bahwa dan tidak ada qunut dalam shalat lima
waktu yang lainnya selain pada shalat shubuh dalam setiap keadaan (baik kondisi
7
kaum muslimin tertimpa musibah ataupun tidak). Qunut juga berlaku pada selain
shubuh jika kaum muslimin tertimpa musibah (yaitu qunut nazilah).
Mazhab Al-Hanabilah
Ahmad bin Hanbal (780 - 855 M, 164 - 241 AH)[1] (Arab ) أحمد بن حنبل
adalah seorang ahli hadits dan teologi Islam. Ia lahir di Marw (saat ini bernama
Mary di Turkmenistan, utara Afganistan dan utara Iran) di kota Baghdad, Irak.
Kunyahnya Abu Abdillah lengkapnya: Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin
Hilal bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi/ Ahmad bin Muhammad bin Hanbal
dikenal juga sebagai Imam Hambali.
Menurut Imam Al-Hanabilah, beliau mengambil jalan tengah. Lalu beliau
mengemukakan pada saat itu sebelum Nabi SAW sebelum berdo’a, kemudian ada
peristiwa besar terjadi yang membutuhkan do’a kemudian Nabi SAW berdo’a
untuk itu, setelah itu Nabi SAW Tidak berdo’a lagi, ini artinya do’a ini bisa
dihadirkan dalam peristiwa-peristiwa yang menuntut disertakan oleh kita karena
ketidak mampuan kita berada disana ataupun adanya peristiwa besar terjadi. Yaitu
peristiwa dahsyat besar yang meminta kita untuk menghadirkan do’a itu dalam
bahasa Arab disebut dengan Nazilah, maka deikenal dengan istilah qunut Nazilah.
Do’a qunut yang dibacakan pada saat terjadinya peristiwa besar atau peristiwa
genting yang membutuhkan do’a.
PENUTUP
KESIMPULAN
Bacaan qunut seringkali banyaknya ada perdebatan diantara kaum
muslimin dikarenakan perbedaan Mazhab atau pendapat. Imam Abu Hanifah
mengatakan bahwa Qunut itu disunnahkan pada shalat witir yang dilakukan
sebelum ruku'. Sedangkan pada shalat subuh, beliau tidak menganggapnya
sebagai sunnah. Imam Malik mengatakan bahwa qunut itu merupakan ibadah
sunnah pada shalat subuh dan lebih afdhal dilakukan sebelum ruku'. Imam Syafi'i
mengatakan bahwa Qunut itu disunnahkan pada shalat subuh dan dilakukan
sesudah ruku' pada rakaat kedua. Sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal
8
mengatakan bahwa qunut itu merupakan amaliyah sunnah yang dikerjakan pada
shalat witir yaitu dikerjakan setelah ruku. Sedangkan qunut pada shalat subuh
tidak dianggap sunnah oleh beliau.
Dimasa Imam Abu Syafi’i, beliau pernah berkunjung ke tempat Imam Abu
Hanifah yang telah meninggal. Begitu sampainya beliau ketempat Imam Abu
Hanifah, beliau ditunjuk oleh murid Imam Syafi’i sebagai imam ditempat Imam
Abu Hanifah, lalu murid Imam Syafi’i mengira pendapat mereka tentang qunut
akan unggul, tapi ternyata ketika pada saat Imam Syafi’i shalat subuh, beliau tidak
membacakan qunut. lalu murid Imam Syafi’i bertanya kepada beliau, “kenapa
anda tidak qunut”, lalu beliau menjawab “saya menghormati Imam Abu Hanifah
Yang berlaku Di tempat ini”.
DAFTAR PUSTAKA
Admin. 11/2/2012. Mengenal Imam Abu Hanifah, Imam Al-Hanabilah, Imam Abu
Syafi’i, Imam Al-Hanabilah. https://kabarislamia.com/2012/02/11/mengenalimam-hanafi-imam-malik-imam-syafii-dan-imam-hambali/
Mustofa Ahmad. 2016. Dalil Shahih tentang membaca Do’a Qunut menurut 4
Mazhab Imam Abu Hanifah, Imam Al-Hanabilah, Imam Abu Syafi’i, Imam AlHanabilah.
https://aqidatu-na.blogspot.co.id/2016/11/dalil-shahih-tentang-
membaca-doa-qunut-menurut-empat-madzhab-malikiyah-syafiiyah-hanafiyahdan-hanabilah.html
Tri Novita Sari. 2014. Perbandingan antara 4 imam Mazhab tentang Do’a Qunut
dalam shalat subuh. http://catatankecilvie.blogspot.co.id/2014/12/perbandinganempat-imam-mazhab-tentang.html
Ustadz Adi Hidayat Lc MA. 10/2/2017. Hukum do’a qunut dalam Shalat subuh.
https://www.youtube.com/watch?v=nVvB3mDhoDA