6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar IPA Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Siswa Kelas 4 SD Negeri Lemahireng 02 Kecamatan Bawen

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori
Berikut ini akan dijelaskan beberapa landasan teori tentang hakikat IPA,
model pembelajaran kooperatif, metode Make A Match dan, hasil belajar.
2.1.1

Hakikat IPA

2.1.1.1 IPA dan Pembelajarannya
Ilmu pengetahuan alam adalah penyelidikan yang terorganisir untuk
mencari pola atau keteraturan dalam alam. Mata pelajaran IPA berfungsi untuk
memberikan pengetahuan tentang lingkungan alam, mengembangkan ketrampilan,
wawasan, dan kesadaran teknologi dalam kaitan dengan pemanfaatannya bagi
kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran IPA di sekolah dasar mulai diajarkan di
kelas rendah dengan lebih bersifat memberi pengetahuan melalui pengamatan
terhadap berbagai jenis dan peran lingkungan alam serta lingkungan buatan.
Menurut Surjani Wonorahardjo (2010: 11) sains mempunyai makna
merujuk ke pengetahuan yang berada dalam sistem berpikir dan konsep teoritis
dalam sistem tersebut, yang mencakup segala macam pengetahuan, mengenai apa

saja.
Menurut Abdullah Aly dan Eni Rahma (2008: 18) IPA adalah suatu
pendekatan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau
khusus yaitu melakukan observasi eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan
teori, eksperimentasi, observasi, dan demikian seterusnya kait mengait antara cara
yang satu dengan yang lain.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa IPA
adalah suatu pengetahuan yang mengacu pada sistem konsep dimana teori
penyusunannya diperoleh dengan cara yang selalu berkaitan (eksperimen,
observasi dan penyimpulan)
Tujuan pembelajaran IPA menurut Asep Herry Hernawan, dkk (2008: 8.28)
bahwa “mata pelajaran IPA berfungsi untuk memberikan pengetahuan tentang
lingkungan alam, mengembangkan ketrampilan, wawasan, dan kesadaran

6

7

teknologi dalam kaitan dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari”.
Prinsipnya pembelajaran sains di Sekolah Dasar membekali siswa kemampuan

berbagai cara untuk mengetahui dan cara mengerjakan yang dapat membantu
siswa dalam memahami alam sekitar.
Menurut Standar Isi tujuan IPA adalah agar siswa memiliki kemampuan
sebagai berikut:
a.

Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

b.

Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

c.

Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, tekologi dan
masyarakat.


d.

Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.

e.

Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan.

f.

Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

g.

Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya.
Sedangkan menurut Maslichah Asy’ari, (2006: 23) yakni sebagai berikut:


a.

Menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains, teknologi,
masyarakat.

b.

Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.

c.

Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep sains yang
akan bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

d.

Ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.


8

e.

Menghargai alam sekitar dan segala keteraturannya sebagai salah satu
ciptaanNya.
Ruang lingkup mata pelajaran IPA untuk SD meliputi aspek-aspek sebagai

berikut:
a.

Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan
interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.

b.

Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya, meliputi : cair, padat dan gas.

c.


Energi dan perubahannya meliputi : gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana.

d.

Bumi dan alam semesta meliputi : tanah, bumi, tata surya dan benda-benda
langit lainnya.
Berdasarkan uraian diatas, dalam penelitian ini pembelajaran IPA yang akan

diajarkan untuk peningkatan hasil belajar yaitu dengan KD 10.2 Menjelaskan
pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, banjir, abrasi, dan
longsor)
2.1.2

Model Pembelajaran Kooperatif

2.1.2.1 Definisi Pembelajaran Kooperatif
Menurut Davison & Kroll (dalam Asma, 2006:11) pembelajaran
kooperatif adalah kegiatan yang berlangsung di lingkungan belajar berbentuk
kelompok kecil, sehingga siswa dapat saling berbagi ide dan bekerja secara

kolaboratif untuk menyelesaikan tugas akademik mereka.Slavin (2009:11)
mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran
dimana sistem pembelajaran dan bekerja dalam kelompok – kelompok kecil yang
berjumlah empat – enam orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang
siswa lebih bergairah dalam belajar.
Berdasarkan definisi – definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan cara berkelompok
untuk bekerjasama dalam menyelesaikan suatu masalah dengan cara berbagi ide
atau pengetahuan yang dimiliki setiapa anggota kelompok.

9

2.1.2.2 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Menurut Lie (2008:53), memaparkan keunggulan cooperative learning
dibandingkan dengan model pembelajaran lain (metode ceramah) adalah sebagai
berikut:
1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa dan prestasi akademiknya.
2. Meningkatkan daya ingatan siswa.
3. Meningkatkan kepuasan siswa dengan pengalaman belajar.
4. Membantu siswa dalam mengembangkan ketrampilan berkomunikasi secara

lisan.
5. Mengembangkan ketrampilan sosial siswa.
6. Meningkatkan rasa percaya diri siswa.
7. Membantu meningkatkan hubungan positif antar siswa.
Pembelajaran Kooperatif memiliki banyak kelebihan, namun pembelajaran
kooperatif juga memiliki kekurangan antara lain:
1. Memerlukan alokasi waktu yang relatif lebih banyak, terutama jika belum
terbiasa.
2. Membutuhkan kesiapan yang lebih terprogram dan sistematik.
3. Jika peserta didik belum terbiasa dan menguasai belajar kooperatif,
pencapaian hasil belajar tidak akan maksimal.
Pembelajaran kooperatif memberikan efek yang posistif bagi siswa
sehingga model ini efektif diterapkan dalam proses pembelajaran. Dalam
pelaksanaan pembelajaran kooperatif perlu adanya perencanaan yang di dalamnya
meliputi pemilihan pendekatan, pemilihan materi yang sesuai, pembentukan
kelompok siswa, mengenalkan siswa pada tugas dan peran, serta merencanakan
waktu dan tempat.
Berdasarkan kelebihan dan kekurangan pembelajaran kooperatif, peneliti
memilih pembelajaran kooperatif tipe make a match untuk meningkatka hasil
belajar siswa. Pembelajaran kooperatif tipe make a match merupakan model

belajar mengajar mencari pasangan (make a match) dikembangkan oleh Lorna
Current (Lie, 2008:55).

10

2.1.3

Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match
Tipe atau teknik mengajar merupakan cara-cara yang digunakan dalam

proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan (Winayarti, 2010: 3). Tipe make a
match, atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (Lie, 2008: 55).
Tipe make a match merupakan suatu teknik pembelajaran yang memberikan tugas
terstruktur kepada siswa melalui media kartu-kartu yang berisi konsep yang
berbeda dengan tema-tema atau topik-topik yang sama, sehingga melalui kartu
yang siswa dapatkan, maka dengan sendirinya siswa membentuk kelompokkelompok kerja berdasarkan kecocokan konsep yang terdapat dalam kartu masingmasing, untuk menyelesaikan satu masalah dalam tema atau topik yang sama.
Sehingga, melalui teknik ini, siswa mampu aktif dan bekerjsama dengan rekannya
dalam menyelesaikan tugas yang diberikan.
Menurut Hasan Fauzi Maufur (2009), Metode make a match (mencari
pasangan) pertama kali dikembangkan oleh Lorna Curran (1995) dalam mencari

variasi mode berpasangan. Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari
pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang
menyenangkan. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk
semua tingkatan usia. Metode ini cukup menyenangkan yang digunakan untuk
mengulang materi yang telah diberikan sebelumnya. Namun demikian, materi
baru pun tetap bisa diajarkan dengan metode ini.
Menurut Miftahul Huda (2011:135), dalam teknik make a match siswa
mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana
yang menyenangkan. Teknik ini juga bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran
dan tingkatan kelas. Teknik pembelajaran make a match dilakukan di dalam kelas
dengan

suasana yang menyenangkan karena dalam pembelajarannya siswa

dituntut untuk berkompetisi mencari pasangan dari kartu yang sedang dibawanya
dengan waktu yang cepat. Guru menyiapkan kartu yang berisi persoalan atau
permasalahan dan kartu yang berisi jawabannya, setiap siswa mencari dan

11


mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap siswa mencari
kartu jawaban yang cocok dengan persoalannya siswa yang benar mendapat nilaireward, kartu dikumpul lagi dan dikocok, untuk babak berikutnya pembelajaran
seperti babak pertama, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
Tipe make a match mengutamakan ketelitian dan kerjasama dalam
menyelesaikan masalah, serta memberikan kenyamanan dalam menyelesaikan
masalahnya, karena siswa mencari pasangan kelompoknya sendiri. Seperti
dikatakan oleh Lie (2008: 55), bahwa salah satu keunggulan teknik make a match
adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik
dalam suasana yang menyenangkan.
Jadi make a match merupakan suatu pembelajaran dimana siswa dibentuk
menjadi dua kelompok, satu kelompok persoalan/pernyataan dan yang satu berupa
kelompok jawaban. Tugas siswa yaitu mencari pasangan kartu yang cocok dari
setiap kartu yang mereka dapat. Make a match juga mengajarkan siswa untuk
berpikir tepat dan cepat karena make a match mengacu pada persaingan antar
kelompok siswa. Pembelajaran dengan menggunakan make a match secara tidak
langsung dapat melatih kerjasama antar siswa dan juga ketelitian dimana siswa
harus mencari pasangan dalam waktu yang singkat. Serangkaian pembelajaran
make a match akan mempengaruhi siswa dalam berkompetisi untuk menjadi yang
terbaik. Make a match merupakan salah satu tipe pembelajaran yang bisa
dijadikan acuan oleh guru untuk menciptakan pembelajaran yang aktif dimana
siswa saling berkompetisi untuk menjadi yang terbaik. Tipe make a match bisa
digunakan pada semua mata pelajaran dan pada semua tingkatan umur siswa.

2.1.3.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match
Make-A Match Lorna Curran 1994 (dalam Lie, 2002: 58)adalah salah satu
permainan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik
yang cocok sesi review, satu bagian kartu soaldan bagian lainnya kartu
jawaban
2. Setiap peseta didik mendapatkan satu kartu.

12

3. Tiap peserta didik memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4. Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok
dengan kartunya (soal jawaban).
5. Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas
waktu akan diberi point.
6. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap peserta didik mendapat
kartu yang berbeda dari sebelumnya.
7. Demikian untuk permainan selanjutnya seperti tersebut diatas.
8. Kesimpulan/penutup.

Adapun langkah-langkah penerapan teknik pembelajaran make a match
sebagai berikut: (Miftahul Huda, 2011:135)
1. Guru menyiapkan beberapa kartu sejumlah siswa
Pada langkah ini guru menyiapkan beberapa kartu sejumlah siswa.
Kemudian separuh dari jumlah kartu dibuat sebagai pertanyaan dan
separuh lagi untuk jawaban dari pertanyaan. Soal disesuaikan dengan
konsep yang diajarkan
2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang berisikan soal/jawaban
Tugas guru adalah membagikan kartu-kartu tersebut. Baik kartu soal
maupun kartu jawaban. Kartu tersebut dibuka bersama-sama.
3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang
Guru memberikan batas waktu untuk siswa memikirkan jawaban atau hal
lain yang berkaitan dengan kartu yang sedang dibawa siswa.
4. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya
Siswa diberi kesempatan untuk bertanya-tanya dengan temannya kartu apa
yang sedang mereka bawa.
5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu
diberi poin atau reward.
6. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya
(tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan
hukuman, yang telah disepakati bersama.

13

7. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang
berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
8. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang
kartu yang cocok.
9. Guru bersama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi
pelajaran.
Pada penerapan metode Make A Match, diperoleh beberapa temuan bahwa
metode Make A Match dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab
pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang yang ada di tangan mereka, proses
pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias
mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat
siswa mencari pasangan kartunya masing-masing. Hal ini merupakan suatu ciri
dari pembelajaran kooperatif seperti yang dikemukan oleh Lie (2002: 30) bahwa,
“Pembelajaran kooperatif ialah pembelajaran yang menitikberatkan pada gotong
royong dan kerja sama.”
Sintaks Pembelajaran Model Make A Match
Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran Make A Match yang telah
dipaparkan diatas maka dapat diambil kesimpulan sintaks dari model
pembelajaran kooperatif tipe Make A Match adalah sebagai berikut : (Miftahul
Huda, 2011:136)
Tabel 2.1
Langkah – Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match
TAHAP

SINTAKS GURU

Tahap 1

- Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin

Menyampaikan
tujuan dan motivasi

dicapai pada pembelajaran
- Memberikan motivasi kepada siswa berkaitan
dengan materi yang dipelajari

Tahap 2
Menyiapkan kartu

- Menyiapkan

kartu

yang

berisi

beberapa

konsep/topik (satu kartu berisi soal dan berisi
jawaban)

14

Tahap 3

- Guru membagikan kartu kepada setiap siswa,

Membagikan kartu

masing-masing dapat satu kartu
- Menjelaskan

cara

penggunaan

kartu

dalam

pembelajaran tersebut
Tahap 4

- Guru memberikan waktu kepada siswa untuk

Belajar “ mencari

mencari

pasangan”

dipeganngnya.

pasangan

berdasarkan

kartu

yang

- Mengamati, memberi motivasi dan dorongan
kepada siswa untuk mendapatkan pasangannya.
- Memberikan poin kepada siswa yang berhasil
mendapatkan pasangannya.
- Guru membimbing siswa dalam presentasi.
- Mengumpulkan

kartu,

mengocoknya

dan

membagikan kembali kepada siswa.
Tahap 5

- Guru menghitung poin yang diperoleh siswa

Kesimpulan

- Guru memberikan penghargaan kepada upaya
siswa dalam pembelajaran dan yang memperoleh
poin.
- Guru

membimbing

siswa

untuk

membuat

kesimpulan pembelajaran

2.1.3.2 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A
Match
Kelebihan teknik make a match adalah sebagai berikut: (Sri Rejeki, 2010)
a. dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun
fisik
b. karena ada unsur permainan sehingga menyenangkan
c. meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari
d. dapat meningkatkan motivasi belajar siswa
e. efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi

15

f. efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar
Kekurangan teknik make a match adalah
a. Jika guru tidak merancangnya dengan baik, maka banyak waktu terbuang
b. Pada awal-awal penerapan teknik ini, banyak siswa yang malu bisa
berpasangan dengan lawan jenisnya
c. Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, saat presentasi banyak
siswa yang kurang memperhatikan
d. Guru harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada siswa yang
tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu.
Meskipun dalam metode pembelajaran make a match ada kekurangan
namun metode make a match lebih efektif dan menyenangkan dibandingkan
dengan menggunakan metode ceramah yang dipakai sebelumnya. Karena dalam
metode make a match siswa lebih aktif dan metode make a match juga
menggugah minat siswa dalam mengikuti pembelajaran dikarenakan metode make
a match juga mengandung unsur permainan. Kelemahan dari metode make a
match bisa diatasi melalui persiapan yang matang dalam pengaturan waktu dan
pengarahan tentang permainan pada siswa sebelum permainan dimulai.
2.1.4

Keaktifan

2.1.4.1 Pengertian Keaktifan Belajar
Keaktifan berasal dari kata aktif yang berarti giat atau sibuk. Kata keaktifan
juga bisa berarti dengan kegiatan dan kesibukan. Yang dimaksud dengan
keaktifan disni adalah bahwa pada waktu guru mengajar ia harus mengusahakan
agar murid-muridnya aktif jasmani maupun rohani.
Sardiman (2001: 98) menyatakan, bahwa belajar adalah kegiatan yang
bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat dan berpikir sebagai suatu rangkaian
yang tidak dapat dipisahkan.
Rachman Natawijaya (dalam Depdiknas, 2005:31) menyatakan, bahwa
belajar aktif adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan
siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil
belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

16

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan keaktifan belajar
adalah mengaktifkan siswa secara fisik, namun dalam hal tersebut tidak hanya
fisiknya saja tetapi juga merujuk pada kemampuan berpikir siswa, mental dan
emosional peserta didik dalam proses pembelajaran.
2.1.4.2 Pentingnya Keaktifan Belajar
Keaktifan siswa merupakan salah satu prinsip utama dalam proses
pembelajaran. Belajar adalah berbuat, oleh karena itu tidak ada belajar tanpa
aktifitas. Pengalaman belajar hanya dapat di peroleh jika siswa aktif berinteraksi
dengan lingkungannya. Seorang guru dapat menyajikan dan menyediakan bahan
pelajaran, tapi siswalah yang mengolah dan mencernanya sendiri sesuai dengan
kemauan, kemampuan, bakat dan latar belakangnya. Keaktifan siswa penting
dalam dalam proses pembelajaran sebab pengetahuan, keterampilan dan sikap
tidak dapat ditranfer begitu saja tetapi harus siswa sendiri yang mengolahnya
terlebih dahulu.
Menurut E. Mulyasa (2002:32), pembelajaran dikatakan berhasil dan
berkualitas apabila seluruhnya atau setidaknya sebagian peserta didik terlibat
secara aktif, baik fisik maupun sosial dalam proses pembelajaran.
Sardiman A.M (2005: 44) menyatakan, bahwa belajar mengacu pada
kegiatan siswa dan menagjar mengacu pada kegiatan guru. Mengajar pada
dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem
lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses
belajar.
Berdasarkan pernyataan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa dalam
proses pembelajaran keaktifan di dalam kelas tidak hanya di dominasi oleh guru
akan tetapi siswa diajak untuk aktif dalam proses pembelajaran dengan materi
yang telah disiapka dan di sajikan oleh guru.
2.1.4.3 Pengukuran Keaktifan
Dalam menganalisis tentang keaktifan terdapat beberapa indikator yang
dapat menjadi pedoman dalam pengukuran keaktifan. Indikator keaktifan siswa
dapat dilihat dari kriteria berikut ini:

17

Menurut Sudjana (2010 :61) keaktifan siswa dapat dilihat dalam
hal:
1. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya
2. Terlibat dalam pemecahan masalah
3. Bertanya kepada siswa lain/ kepada guru apabila tidak memahami
persoalan yang dihadapinya
4. Berusaha mencari berbagai informasi yang diperoleh untuk pemecahan
masalah
5. Melaksanakan diskusi kelompok
6. Menilai kemampuan dirinya dan hasil yang diperolehnya
7. Kesempatan menggunakan/menerapkan apa yang diperolehnya dalam
menyelesaikan tugas / persoalan yang dihadapinya
8. Kesempatan menggunakan/menerapkan apa yang diperolehnya dalam
menyelesaikan tugas / persoalan yang dihadapinya
Dari ciri –ciri keaktifan menurut Sudjana di atas, maka dapat diambil delapan
indikator :
1. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya
Maksud dari indikator ini adalah siswa ikut serta dalam proses
pembelajaran misalnya siswa mendengarkan, memperhatikan, mencatat
dan mengerjakan soal dan sebagainya.
2. Terlibat dalam pemecahan masalah
Maksud dari indikator tersebut adalah ikut aktif dalam menyelesaikan
masalah yang sedang dibahas dalam kelas, misalnya ketika guru memberi
masalah/ soal siswa ikut membahas
3. Bertanya kepada siswa lain/ kepada guru apabila tidak memahami
persoalan yang dihadapinya
Maksud dari indikator tersebut adalah jika tidak memahami materi/
penjelasan dari guru hendaknya siswa melontarkan pertanyaan, baik pada
guru/siswa lain.
4. Berusaha mencari berbagai informasi yang diperoleh untuk pemecahan
masalah.

18

Maksud indikator tersebut adalah berusaha mencari informasi /cara yang
bisa digunakan dalam menyelesaikan suatu masalah /soal.Yaitu siswa
mencari informasidari buku.
5. Melaksanakan diskusi kelompok
Maksud dari indikator tersebut adalah melakukan kerja sama dengan
teman diskusi untuk menyelesaikan masalah/ soal.
6. Menilai kemampuan dirinya dan hasil yang diperolehnya
Maksud dari indikator tersebut adalah menilaikemampuan dirinya yaitu
dengan mencoba mengerjakan soal setelah guru
menerangkan materi
7. Melatih diri dalam memecahkan soal/ masalah, yaitu siswa dapat
mengerjakan soal/ permasalahan, dengan mengerjakan LKS.
Maksud dari indikator tersebut adalah dapat menyelesaikan soal/ masalah
yang pernah diajarkan/ dibahas bersama. Yaitu siswa mengerjakan LKS.
8. Kesempatan menggunakan/menerapkan apa yang diperolehnya dalam
menyelesaikan tugas / persoalan yang dihadapinya.
Maksud dari indikator tersebut adalah menggunakan/ menerapkan rumus/
langkah –langkah yang telah diberikan dalam soal yang dihadapi dalam
kelas.
2.1.5 Hasil belajar
2.1.5.1 Definisi Hasil belajar
Menurut Woordworth dalam Dimyati dan Mudjiono (2009: 41), “Hasil
belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar”.
Menurut Winkel (dalam Purwanto 2009: 45), “hasil belajar adalah
perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah
lakunya, perubahan itu mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik”.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2010:22).
Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai
melalui tiga kategori ranah, diantaranya adalah sebagai berikut :

19

1.

Ranah Kognitif, merupakan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek
yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.

2.

Ranah Afektif, merupakan sikap dan nilai yang terdiri dari 5 jenjang
kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan
karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.

3.

Ranah Psikomotor, merupakan keaktifan siswa dalam melakukan kegiatan
yang melibatkan anggota badan/gerak fisik selama pembelajaran berlangsung.
Berdasarkan teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah

kemampuan yang dimiliki siswa setelah melalui proses pembelajaran, baik
kemampuan secara kognitif, kemampuan secara afektif maupun kemampuan
secara psikomotor.
Siswa dapat dikatakan memenuhi atau mencapai hasil belajar apabila telah
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan oleh suatu
lembaga tertentu. Hal ini dapat diambil dari nilai tes maupun nontes yang
dilakukan selama pembelajaran berlangsung.
Hasil belajar dalam penelitioan ini merupakan hasil belajar kognitif yang
dapat diketahui hasilnya melalui tes tertulis setelah proses pembelajaran selesai
sedangkan kemampuan afektif dan psikomotor dapat diketahui hasilnya melalui
penskoran pengamatan keaktifan siswa pada saat pembelajaran.
2.1.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Diakui bahwa sukses atau gagalnya seorang siswa dalam mencapai
prestasi belajar sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut
dapat saja berasal dari dalam diri siswa, dan dapat pula berasal dari luar diri siswa.
slameto (2003), menyebutkan ada dua faktor yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Sementara itu Syah (2006) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar siswa terdiri atas tiga, yaitu faktor internal eksternl
dan pendeketan belajar. Detailnya, pemikiran kedua ahli ini diuraikan berikut di
bawah ini:
Pertama, menurut Slameto (2003), secara garis besarnya faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi prestasi belajar dapat dikelompokkan atas :

20

1. Faktor Internal
Faktor internal ini sering disebut faktor instrinsik yang meliputi kondisi
fisiologi dan kondisi psikologis yang mencakup minat, kecerdasan, bakat,
motivasi, dan lain-lain.
a.

Kondisi Fisiologis Secara Umum
Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan belajar seseorang. Contoh: Orang yang ada dalam keadaan segar
jasmaninya akan berlainan belajarnya dari orang yang ada dalam keadaan
lelah.

b.

Kondisi Psikologis
Belajar pada hakikatnya adalah proses psikologi. Oleh karena itu
semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar
seseorang. Itu berarti belajar bukanlah berdiri sendiri, terlepas dari faktor lain
seperti faktor dari luar dan faktor dari dalam. Faktor psikologis sebagai faktor
dari dalam tentu saja merupakan hal yang utama dalam menentukan intensitas
belajar seorang anak.

c.

Kondisi Panca Indera
Sebagian besar yang dipelajari manusia dipelari menggunakan
penglihatan dan pendengaran. Orang belajar dengan membaca, melihat contoh
atau

model,

melakukan

observasi,

mengamati

hasil

eksperimen,

mendengarkan keterangan guru dan orang lain, mendengarkan ceramah, dan
lain sebagainya.
d.

Intelegensi/Kecerdasan
Intelegensi adalah suatu kemampuan umum dari seseorang untuk
belajar dan memecahkan suatu permasalahan. Jika intelegensi seseorang
rendah bagaimanapun usaha yang dilakukan dalam kegiatan belajar, jika tidak
ada bantuan orang tua atau pendidik niscaya usaha belajar tidak akan berhasil.

e.

Bakat
Bakat merupakan kemampuan yang menonjol disuatu bidang tertentu
misalnya bidang studi matematika atau bahasa asing. Bakat adalah suatu yang

21

dibentuk dalam kurun waktu, sejumlah lahan dan merupakan perpaduan taraf
intelegensi.
f.

Motivasi
Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi
keberhasilan belajar. Karena itu motivasi belajar perlu diusahakan terutama
yang berasal dari dalam diri (motivasi intrinsik) dengan cara senantiasa
memikirkan masa depan yang penuh tantangan dan harus untuk mencapai citacita.

2. Faktor Eksternal
Faktor yang bersumber dari luar diri individu yang bersangkutan. Faktor
ini sering disebut dengan faktor ekstrinsik yang meliputi segala sesuatu yang
berasal dari luar diri individu yang dapat mempengaruhi prestasi belajarnya baik
itu di lingkungan sosial maupun lingkungan lain.
a. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu:
1) Lingkungan Alami
Belajar pada keadaan udara yang segar akan lebih baik hasilnya
daripada belajar pada suhu udara yang lebih panas dan pengap.
2) Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial, baik yang berwujud manusia dan representasinya
(wakilnya), walaupun yang berwujud hal yang lain langsung berpengaruh
terhadap proses dan hasil belajar. Seseorang yang sedang belajar
memecahkan soal akan terganggu bila ada orang lain yang mondar-mandir di
dekatnya atau keluar masuk kamar.
Kedua, menurut Syah (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
dibedakan menjadi tiga yaitu:
1. Faktor internal (faktor-faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik), di
antaranya:
a. Aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah) diantaranya kondisi kesehatan,
daya pendengaran dan penglihatan, dan sebagainya.

22

b. Aspek psikologis yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan
pembelajaran peserta didik, diantaranya yaitu kondisi rohani peserta didik,
tingkat kecerdasan/intelegensi, sikap, bakat, minat, dan motivasi peserta
didik.
2. Faktor Eksternal (faktor-faktor yang berasal dari luar diri peserta didik),
diantaranya:
a. Lingkungan sosial, seperti para guru, staff administrasi, dan teman-teman
sekelas, masyarakat, tetangga, teman bermain, orangtua dan keluarga
peserta didik itu sendiri.
b. Lingkungan non sosial, seperti gedung sekolah dan letaknya, rumah
tempat keluarga peserta didik dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan
cuaca dan waktu belajar yang digunakan peserta didik.
3. Faktor pendekatan belajar, dapat dipahami sebagai cara atau strategi yang
digunakan peserta didik dalam menunjang efektivitas belajar dan efisiensi
proses pembelajaran materi tertentu.
Mengacu pada kedua ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah faktor internal dan faktor
eksternal. Namun demikian, agar penelitian ini lebih terarah, penulis hanya
memilih salah satu dalam faktor eksternal yaitu faktor sosial seperti yang
dipaparkan oleh Slameto. Agar lebih spesifik dan sesuai dengan penelitian ini,
penulis mengambil kondisi sekolah yaitu metode pembelajaran yang diterapkan
sekolah. Sesuai dengan pendapat kedua ahli di atas, dimana mereka bersepakat
bahwa faktor sosial yaitu metode pembelajaran. Karena itu, dalam penelitian ini,
terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, penulis
mengambil metode pembelajaran sebagai fokus kajian.

Kata lainnya adalah

bahwa penulis memutuskan untuk melihat metode pembelajaran sebagai faktor
yang mempengaruhi prestasi belajar siswa.

23

2.1.6

Hubungan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match dengan
Hasil Belajar
Menurut Lorna Curran (dalam Miftahul Huda, 2011:135) “dalam teknik

Make A Match siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep
atau topik dalam suasana yang menyenangkan”.
Hubungan pembelajaran kooperatif tipe make a match dalam pembelajaran
IPA, guru berusaha untuk menciptakan iklim pembelajaran yang mempermudah
siswa dalam mempelajari materi IPA.Tugas guru adalah dapat menciptakan
program pembelajaran yang menarik sehingga siswa mau dan senang untuk
belajar IPA. Pembelajaran yang menarik dapat dilakukan dengan menerapkan
pembelajaran kooperatif tipe Make A Match. Make A Match adalah pembelajaran
yang dilakukan di dalam kelas dengan suasana yang menyenangkan karena dalam
pembelajarannya siswa dituntut untuk berkompetisi mencari pasangan dari kartu
yang sedang dibawanya dengan waktu yang cepat. Guru menyiapkan kartu yang
berisi persoalan atau permasalahan dan kartu yang berisi jawabannya, setiap siswa
mencari dan mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap
siswa mencari kartu jawaban yang cocok dengan persoalannya siswa yang benar
mendapat nilai-reward, kartu dikumpul lagi dan dikocok, untuk babak berikutnya
pembelajaran seperti babak pertama, penyimpulan dan evaluasi, refleksi. Dengan
metode Make A Match yang menyenangkan akan membuat siswa termotivasi
dalam belajar dan dapat berpikir cepat serta lebih mudah memahami materi yang
dipelajari.
2.2

Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dalam penelitian ini adalah penelitian yang

dilakukan oleh Iriana Novianti (2012). Penerapan Metode Pembelajaran Make-A
Match (Mencari Pasangan) untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas V Semester 2 SD Negeri 05 Mulyoharjo Jepara. Hasil
yang diperoleh dalam penelitian ini adalah terjadi peningkatan keaktifan dan
untuk mata pelajaran Matematika Kelas V Semester 2 Tahun Pelajaran
20011/2012. Melalui metode pembelajaran kooperatif teknik Make A Match yang
akan dilanjutkan oleh peningkatan hasil belajar yang mecapai KKM 65 yang

24

dapat dilihat pada kondisi awal dengan sekor rata-rata nilai siswa 57,5, siklus I
dengan rata-rata nilai 66,2, siklus II 78,5. Peningkatan hasil belajar pada kondisi
awal ke siklus I sebesar 61,5% dan dari siklus I ke siklus II 88,5%. Dengan nilai
maksimal siklus I 100 dan nilai minimalnya 70, dan pada siklus II dengan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui Metode Pembelajaran
Kooperatif teknik Make A Match dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar
siswa matematika semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012 kelas V SD Negeri 05
Mulyoharjo Jepara Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara
Rahayu Sukarti (2013), dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan
Model Pembelajaran Make A Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA pada
Siswa Kelas 4 SD Negeri Bandar 02 Kecamatan Bandar Kabupaten Batang
Semester I Tahun Pelajaran 2013/2014” menyimpulkan bahwa sebelum diadakan
Penelitian Tindakan Kelas ini hasil belajar yang diperoleh siswa yang mengalami
ketuntasan belajara dalah 17 siswa atau 37 % dari 47 siswa, kemudian setelah
diadakan penelitian ini pada siklus I hasil belajar siswa meningkat menjadi 33
siswa atau 70% dan pada siklus II hasil belajar siswa mengalami peningkatan
yaitu 41 siswa atau 85% dengan nilai KKM yaitu 63. Dari penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan, siswa mulai aktif
dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Make A Match
serta berani mengutarakan pendapatnya dalam diskusi.
Berdasarkan hasil penelitiantersebut diharapkan dapat dijadikan bahan
pertimbangan atau rujukan dalam pembelajaran IPA di SD, khususnya bagi guru
yang mengajarkan IPA di kelas 4 SD. Dari hasil penelitian tersebut siswa menjadi
lebih aktif dalam bekerja sama dan berinteraksi dengan teman-temannya. Oleh
karena itu, peneliti menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Make A Match
untuk meningkatkan hasil belajar di SD Negeri Lemahireng Kecamatan Bawen
kelas 4 pada mata pelajaran IPA tahun pelajaran 2014/2015.
2.3

Kerangka Berikir
Pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh

siswa dan guru dengan berbagai fasilitas dan materi untuk mencapai tujuan yang

25

sudah ditetapkan. Metode pembelajaran make a match akan membuat suasana
pembelajran lebih aktif dan menyenangkan.
Menggunakan metode pembelajaran make a match, diharapkan siswa
dapat berperan aktif , reaksi siswa cukup baik terhadap lingkungan belajar di kelas
maupun di luar kelas, dan guru lebih mudah merencanakan pengajaran. Setelah itu
barulah dilihat perbedaan pengaruh yang signifikan pada penggunaan metode
pembelajaran make a match terhadap hasil belajar IPA siswa kelas 4 di SD Negeri
Lemahireng 02 Kecamatan Bawen.

26

-

KONDISI
AWAL

-

Hasil belajar belum mencapaik KKM
≥ 70

Pembelajaran
monoton
Ceramah
Berpusat pada
guru
Siswa pasif

Belum terjalin kerjasama antar siswa

Penerapan Model pembelajaran
kooperatif tipe make a match:
1. Menyanpaikan tujuan dan motivasi

Siklus I
TINDAKAN
Siklus II

KONDISI
AKHIR

-

2.

Menyiapkan kartu

3.

Membagikan kartu

4.

Belajar mencari pasangan

5.

Kesipulan

Hasil belajar meningkat (mencapai KKM ≥ 70)
Indikator ketuntasan 80%
Siswa aktif
Kemampuan guru dalam penggunaan model
pembelajaran meningkat model pembelajaran
meningkat

Gambar 2.1
Kerangka Berpikir

27

2.4

Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir tersebut, hipotesis tindakan

dalam penelitian ini adalah:
1. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Make A Match diduga dapat
meningkatkan keaktifan belajar IPA siswa kelas 4 SD Negeri Lemahireng
02 Kecamatan Bawen tahun pelajaran 2014/2015.
2. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Make A Match diduga dapat
meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 4 SD Negeri Lemahireng 02
Kecamatan Bawen tahun pelajaran 2014/2015.

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24