Hierarki Dan UUD Dan 1945

1. Hierarki pertama dalam UU no. 12 Tahun 2011 ;UUD 1945
BAB XII
PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA 2)
Pasal 30
1.

Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan
dan keamanan negara. 2)
2.
Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Indonesia Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan
rakyat, sebagai kekuatan pendukung. 2)
3.
Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan
Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan
memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. 2)
4.
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga
kemanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani
masyarakat, serta menegakkan hukum. 2)


5.

Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara
Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syaratsyarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan diatur
dengan undang-undang.2)

Rangkuman :

UUD 1945 bab XII pasal 30 merupakan BAB yang mengatur tentang keamanan dan pertahanan
negara. Segala aturan baik tugas dan wewenang angkatan bersenjata diatur dalam BAB XII
Pasal 30 dari ayat 1 hingga 5. Ayat 1 menjelaskan mengenai kewajiban warga negara yang harus
mempertahankan keamanan negara tanpa terkecuali berdasarkan kemampuan dan keahlian
masing-masing warga negara. Ayat 2 menjelaskan mengenai pola system yang diterapkan
Negara Republik Indonesia sebagai system untuk mempertahankan negara yaitu system
pertahanan dan rakyat semesta, dimana seluruh rakyat Indonesia ikut terlibat dalam
menanggulangi segala ancaman dari dalam maupun luar negeri. Ayat 3 dan ayat 4 menjelaskan
fungsi dan wewenang serta tugas dari Tentara nasional Indonesia dan Kepolisian Republik


Indonesia. Dan ayat 5 menjelaskan dan menerangkan bahwa segala susunan dan kedudukan dua
instansi angkatan bersenjata diatur dalam undang-undang.
BAB VIIB3)
PEMILIHAN UMUM
Pasal 22E
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,
dan adil setiap lima tahun sekali.3)
Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.3)
Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.3)
Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah

adalah perseorangan. 3)
Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang
bersifat nasional, tetap, dan mandiri. 3)
Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang
undang.3)

Rangkuman :
UUD 1945 BAB VIIB pasal 22E mengatur segala aturan dalam pemilihan umum. Pasal 22E
terdiri dari 6 ayat yang masing-masing ayatnya menjabarkan segala fungsi dan ketentuan dari
Pemilihan Umum. Ayat 1 menjelaskan mengenai pelaksanaan pemilihan umum yang harus
dilaksanakan secara transparan, atau langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam 5
tahun sekali. Ayat 2 menjelaskan tentang siapa saja yang dapat dipilih dalam pemilihan umum
berdasarkan tingkatannya. Yaitu pada tingkat leglislatif memilih DPD,DPR,DPRD. Pada
tingkatan eksekutif yaitu memilih Wakil Presiden dan Presiden. Ayat 3 menjelaskan mengenai
partai politik yang berhak mengusung kandidat calon untuk maju pada pemilu leglislatif. Ayat 4
peserta pemilih harus perseorangan dan tidak boleh lebih dari satu kali dalam memilih. Ayat 5
menerangkan tentang KPU sebagai pelaksana pemilu yang bersifat nasional, tetap,dan mandiri.
Dan ayat 6 menjelakan tentang ketentuan Pemilu diatur dalam undang-undang.

BAB XV

BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN 2)
Pasal 35
Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.
Pasal 36
Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.
Pasal 36A
Lambang negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.2)
Pasal 36B
Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.2)
Pasal 36C
Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu
Kebangsaan diatur dengan undang-undang. 2)

Rangkuman :
BAB XV menjelaskan tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan.
Pada BAB XV terdiri dari 5 pasal yaitu pasal 35, 36, 36A, 36B, serta 36C. Yang masing-masing
menjelaskan mengenai ketentuan dan aturan. Pasal 35 menjelaskan bahwa warna bendera
Indonesia adalah merah dan putih yang memiliki arti dan maksud sesuai dengan nilai perjuangan
bangsa Indonesia. Pasal 36 mengatur tentang Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara,
Pasal 36A membahas mengenai tentang Burung Garuda dengan semboyang Bhineka Tunggal

Ika sebagai lambing resmi negara. Pasal 36B mengatur tentang Lagu Indonesia Raya sebagai
lagu kebangsaan dan Pasal 36 C mengatur tentang ketentuan dari pasal 35 hingga pasal 36B
diatur dalam undang-undang.

Hierarki kedua dalam UU no. 12 Tahun 2011 ; Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat (TAP MPR)
1. Ketetapan MPR No VI dan VII Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri
Ketetapan MPR ini menetapkan bahwa Tentara Nasional Indonesia serta Kepolisian Republik
Indonesia tidak lagi menjadi satu bagian dari Angkatan Bersenjata Repuiblik Indonesia. TNI dan
Kepolisian kemudian memiliki daerah wewenang, tugas, tanggung jawab serta kedudukan
masing-masing. Hal tersebut didasari bahwa seiring dengan proses demokratisasi dan globalisasi,
serta menghadapi tuntutan masa depan,perlu peningkatan kinerja dan profesionalisme aparat
pertahanan dan aparat keamanan melalui penataankembali Peran Tentara Nasional Indonesia dan
Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia. Berdasarkan pemisahan tersebut TNI memiliki jati
diri sebagai komponen utama dalam mempertahankan negara. TNI memiliki peran sebagai alat
pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bertugas pokok untuk menjaga kedaulatan
negara. TNI memiliki kedudukan dibawah komando Panglima TNI dimana TNI terdiri dari tiga
matra yaitu darat, laut, dan udara. Dan TNI berada dibawah perintah Presiden sebagai Panglima
Tertinggi. Tentara Nasional Indonesia memberikan bantuan kepada Kepolisian Negara Republik
Indonesia dalam rangka tugas keamanan atas permintaan yang diatur dalam undang-undang.

Tentara Nasional Indonesia membantu secara aktif tugas pemeliharaan perdamaian dunia (peace
keeping operation) di bawah bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dan dalam penyelenggaraan
negara Tentara Nasional Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan
diri pada kegiatan politik praktis.
Kemudian Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia setelah adanya pemisahaan yaitu
Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat. Kepolisian Negara Republik Indonesia dikepalai oleh Kepala
Polisi Republik Indonesia dan dibawah perintah presiden. Dalam keadaan darurat Kepolisian
Negara Republik Indonesia memberikan bantuan kepada Tentara Nasional Indonesia, yang diatur

dalam undang-undang. Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam kehidupan
politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.

2. Ketetapan MPR No. VII/MPR/1999 tentang Pengangkatan Presiden
Republik Indonesia.
TAP MPR No. VII tahun 1999 membahas tentang pengangkatan Presiden Republik Indonesia
pada tahun 1999 bahwa untuk memegang dan menyelenggarakan kekuasaan Pemerintahan
Negara menurut Undang -Undang Dasar 1945 dan menjalankan garis - garis besar daripada
haluan negara yang ditetapkan oleh Undang -Undang Dasar 1945 dan atau oleh Majelis

Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, perlu mengangkat seorang Presiden. Dan TAP
MPR no VII tahun 1999 menetapkan K.H. Abdurrahman Wahid telah memenuhi persyaratan dan
dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia untuk menjadi Presiden
Republik Indonesia.

Dalam ketetpan tersebut MPR memperhatikan Keputusan Majelis

Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 4/MPR/1999 tentang Jadwal Acara Sidang
Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tanggal 14 sampai dengan 21
Oktober 1999. Permusyawaratan dalam Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia tanggal 14 Oktober sampai dengan 21 Oktober 1999. Putusan Rapat
Paripurna ke -13 tanggal 20 Oktober 1999 Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia tanggal 14 sampai dengan 21 Oktober 1999.
Isi dari ketetpan tersebut adalah pengangkatan KH Abdurahman Wahid sebagai presiden
Indonesia ke- 4 dengan Masa jabatan Presiden Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 Ketetapan ini adalah lima tahun, terhitung sejak diucapkannya sumpah atau janji
dihadapan Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Presiden
Republik Indonesia melaporkan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan negara menurut
Undang-Undang Dasar 1945 dan garis-garis besar daripada haluan negara dalam Sidang
Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dan mempertanggungjawabkan

dalam Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada akhir masa
jabatannya. Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. 20 Oktober 1999

3. TAP MPR No. Xxv/Mprs/1966 Tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia,
Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang Diseluruh Wilayah Negara Republik
Indonesia Bagi Partai Komunis Indonesia Dan Larangan Setiap Kegiatan Untuk
Menyebarkan Atau Mengembangkan Faham Atau Ajaran Komunisme/MarxismeLeninisme
TAP MPR No. XXV tahun 1966 merupakan ketetapan yang intinya adalah pembubaran
partai komunis Indonesia. Yang menjadi pertimbangan adalah Bahwa faham atau ajaran
Komunisme / Marxisme-Leninisme pada inti hakekatnya bertentangan dengan Pancasila. Bahwa
orang-orang dan golongan-golongan di Indonesia yang menganut faham atau ajaran Komunisme/
Marxisme-Lenninisme, khususnya Partai Komunis Indonesia, dalam

sejarah Kemerdekaan

Republik Indonesia telah nyata-nyata terbukti beberapa kali berusaha merobohkan kekuasaan
Pemerintah Republik Indonesia yang sah dengan jalan kekerasan. Dan berdasarkan TAP MPR
No. XXV tahun 1966 memutuskan pembubaran partai komunis indonesia, pernyataan sebagai
organisasi terlarang diseluruh wilayah negara republik indonesia dan larangan setiap kegiatan
untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran komunisme/marxisme-leninisme.

Kemudian ketetapan MPR tersebut dijadikan sebagai dasar dan menghasilkan pasal pasal
dimana isi pasal tersebut yaitu Menerima baik dan menguatkan kebijaksanaan Presiden/Panglima
Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, berupa pembubaran Partai Komunis Indonesia,
termasuk semua bagian organisasinya dari tingkat pusat sampai kedaerah beserta semua
organisasi yang seazas/berlindung/bernaung dibawahnya dan pernyataan sebagai organisasi
terlarang diseluruh wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis
Indonesia, yang dituangkan dalam Keputusannya tanggal 12 Maret 1966 No. 1/3/1966, dan
meningkatkan kebijaksanaan tersebut diatas menjadi Ketetapan MPRS. Setiap kegiatan di
Indonesia untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran Komunisme/Marxisme
Leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, dan penggunaan segala macam aparatur

serta media bagi penyebaran atau pengembangan faham atau ajaran tersebut, dilarang.
Khususnya mengenai kegiatan mempelajari secara ilmiah, seperti pada Universitas-universitas,
faham Komunisme/Marxisme Leninisme dalam rangka mengamankan Pancasila, dapat
dilakukan secara terpimpin,dengan ketentuan,bahwa Pemerintah dan DPR-GR diharuskan
mengadakan perundang-undangan untuk pengamanan.

Hierarki ketiga dalam UU no. 12 Tahun 2011; Undang – Undang
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004tentang

Tentara Nasional Indonesia
UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia merupakan suatu Undang-Undang
yang berisi segala ketentuan yang mengatur tentang TNI. Yang melatar belakangi dan
pertimbangan dibentuknya UU No.34 tahun 2004 ini adalah bahwa tujuan nasional adalah untuk
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social seperti yang tercantum dalam
pembukaan UUD 1945. Kemudian Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara
Kesatuan Republik Indonesia,bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk
menegakkan kedaulatan negara,
mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi keselamatan bangsa, menjalankan operasi
militer
untuk perang dan operasi militer selain perang, serta ikut secara aktif dalam tugas pemeliharaan
perdamaian regional dan internasional. Dalam UU No. 34 tahun 2004 juga menjelaskan segala
hal dalam TNI. Dalam UU No. 34 TNI terbagi dalam tiga matra yaitu darat laut dan udara.
Masing-masing matra dipimpin oleh seorang kepala staf angkatan dengan pangkat jenderal
bintang empat. Pimpinan seluruh prajurit TNI adalah Panglima TNI, seluruh Kepala Staf
Angkatan bertanggung jawab terhadap Panglima TNI. Dan pemegang kekuasaan tertinggi
pasukan TNI adalah Presiden dalam kapasitasnya sebagai panglima tertinggi.
Dalam hal keprajuritan TNI, terdapat nilai luhur yang dijadikan sebagai pedoman dasar dalam

berprilaku sebagai prajurit TNI yaitu Sapta Marga dan terdapat sumpah yang harus dijadikan
panduan dalam melaksanakan kegiatan yaitu Sumpah Prajurit. Tingkatan dalam TNI yaitu

Tamtama, Bintara, dan Perwira. Tamtama dipilih langsung dari warga negara. Bintara dipilih
langsung dari warga negara dan pendidikan lanjutan Tamtama. Serta perwira dilantik langsung
oleh Presiden melalui saran panglima TNI. TNI dalam UU No. 34 memiliki kewajiban dan
larangan yaitu Prajurit berkewajiban menjunjung tinggi kepercayaan yang diberikan oleh bangsa
dan negara untuk melakukan usaha pembelaan negara sebagaimana termuat dalam Sumpah
Prajurit. Prajurit dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, berpedoman pada Kode Etik
Prajurit dan Kode Etik Perwira dan Prajurit memiliki beberapa larangan yang harus dipatuhi
yaitu kegiatan menjadi anggota partai politik, kegiatan politik praktis,kegiatan bisnis; dan
kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilihan umum dan jabatan politis
lainnya. Dan dalam UU No. 34 tahun 2004 juga menjelaskan kesejahteraan TNI dimana
mengatur tentang ketentuan gaji, tunjangan, kesejahteraan istri dan anak. Kesimpulan dari
rangkuman mengenai UU No. 34 ini adalah seagala kegiatan dan pekerjaan serta segala tentang
TNI diatur dalam UU ini.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan
Negara

Dalam UU No. 3 tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara merupakan UU yang mendasari
dibentuknya UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI. UU No. 3 Tahun 2002 terdiri dari IX BAB
serta 29 pasal yang mengatur ketentuan masing-masing. Pertimbangan dibentuknya UU No. 3
tahun 2002 ini adalah pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa
Indonesiauntuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. pertahanan negara sebagai salah
satu fungsi pemerintahan negara yang merupakan
usaha untuk mewujudkan satu kesatuan pertahanan negara guna mencapai tujuan nasional, yaitu
untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social. Dalam UU ini
pertahanan negara merupakan segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman
dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara sedangkan system pertahanan negara adalah
sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan
sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan
diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan
negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala
ancaman. Hakikat pertahanan negara adalah segala upaya pertahanan bersifat semesta yang
penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara serta
keyakinan pada kekuatan sendiri. Pertahanan negara disusun berdasarkan prinsip demokrasi, hak

asasi manusia, kesejahteraan umum, lingkungan hidup, ketentuan hukum nasional, hukum
internasional dan kebiasaan internasional, serta prinsip hidup berdampingan secara damai. Dan
dalam UU ini juga proses penyelenggaraan Pertahanan negara dimana Pertahanan negara
diselenggarakan melalui usaha membangun dan membina kemampuan, daya tangkal negara dan
bangsa, serta menanggulangi setiap ancaman. Kemudian juga membahas tentang komponen
cadangan. Komponen cadangan, terdiri atas warga negara, sumber daya alam, sumber daya
buatan,serta sarana dan prasarana nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui
mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat komponen utama. Dalam proses pengawasan,
Dewan Perwakilan Rakyat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan umum
pertahanan

negara.

Dewan

Perwakilan

Rakyat

dapat

meminta

keterangan

tentang

penyelenggaraan dan pengelolaan pertahanan negara dan dalam pembiayaan Pertahanan negara
dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pembiayaan pertahanan negara
ditujukan untuk membangun, memelihara, mengembangkan, dan menggunakan Tentara Nasional
Indonesia serta komponen pertahanan lainnya

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen
Negara
UU No. 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara merupakan UU dengan segala ketentuan
mengenai penyelenggaraan bidang Intelijen. Pertimbang UU No. 17 Tahun 2011, bahwa untuk
terwujudnya tujuan nasional negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa,
dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan
keadilan sosial sebagaimana diamanatkan di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
RepublikIndonesia Tahun 1945, penting dilakukan deteksi dini dan peringatan dini yang mampu
mendukung upaya menangkal segala bentuk ancaman yang membahayakan eksistensi dan
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. bahwa untuk melakukan deteksi dini dan
peringatan dini guna mencegah terjadinya pendadakan dari berbagai ancaman, diperlukan
Intelijen Negara yang tangguh dan profesional, serta penguatan kerja sama dan koordinasi
Intelijen Negara dengan menghormati hukum, nilai-nilai demokrasi, dan hak asasi manusia
sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.Intelijen menurut UU No. 17 tahun 2011 adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan
yang terkait dengan perumusan kebijakan, strategi nasional, dan pengambilan keputusan
berdasarkan analisis dari informasi dan fakta yang terkumpul melalui metode kerja untuk
pendeteksian dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan,dan penanggulangan
setiap ancaman terhadap keamanan nasional Intelijen negara adalah penyelenggara Intelijen
yang merupakan bagian integral dari sistem keamanan nasional yang memiliki wewenang untuk

menyelenggarakan fungsi dan kegiatan Intelijen Negara. Dalam penyelenggaraan Intelijen
memiliki asas profesionalitas, kerahasiaan, kompartementasi, koordinasi, integritas, netralitas,
akuntabilitas; dan objektivitas. Dalam UU No. 34 Tahun 2011 Intelijen Negara berperan
melakukan upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan untuk deteksi dini dan peringatan dini
dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap hakikat ancaman
yang mungkin timbul dan mengancam kepentingan dan keamanan nasional. Serta tujuan Intelijen
Negara adalah mendeteksi, mengidentifikasi, menilai, menganalisis, menafsirkan, dan
menyajikan Intelijen dalam rangka memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi berbagai
kemungkinan bentuk dan sifat ancaman yang potensial dan nyata terhadap keselamatan dan
eksistensi bangsa dan negara serta peluang yang ada bagi kepentingan dan keamanan nasional.
Serta UU No. 17 tahun 2011 juga mengatur ketentuan fungsi, kode etik, serta penyelenggaraan
dan seluruh personel Intelijen yang tergabung dalam Lembaga Badan Intelijen Nasional.

Hierarki Ke empat dalam UU no. 12 Tahun 2011 ; Peraturan Pemerintah (PP)
1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2014 Tentang Penataan
Wilayah Pertahanan Negara
Peraturan pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan di Indonesia yang ditetapkan oleh
Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Materi muatan Peraturan
Pemerintah adalah materi untuk menjalankan Undang-Undang. Di dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan dinyatakan bahwa Peraturan Pemerintah sebagai aturan "organik" daripada UndangUndang menurut hierarkinya tidak boleh tumpang tindih atau bertolak belakang. PP No. 68
Tahun 2014 tentang Penataan wilayah mengatur tentang segala ketentuan tentang penataan
wilayah pertahanan. Pertimbangan penetapan peraturan presiden No. 68 tahun 2011 adalah
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002
tentang Pertahanan Negara dan Pasal 17 ayat (7) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penataan Wilayah Pertahanan
Negara Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di
dalam
bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan
kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidupnya. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis
beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan/atau aspek fungsional. Wilayah Pertahanan Negara yang selanjutnya disebut

Wilayah Pertahanan adalah wilayah yang ditetapkan untuk mempertahankan kedaulatan negara,
keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan keselamatan segenap bangsa dari
ancaman dan gangguan keutuhan bangsa dan negara. Wilayah Pertahanan ditetapkan oleh
Pemerintah untuk memberi jaminan kepastian terhadap keberadaan
Wilayah Pertahanan.
(Wilayah Pertahanan ditetapkan dengan memperhatikan kepentingan daerah dan fungsi
pertahanan.
Wilayah Pertahanan sebagaimana dimaksud pada meliputi:
a. Wilayah Pertahanan darat;
b. Wilayah Pertahanan laut; dan
c. Wilayah Pertahanan udara
Dalam PP No. 68 tahun 2014 juga mengatur tentang rencana wilayah pertahanan (RWP) yaitu
digunakan sebagai salah satu acuan dalam menyusun rencana tata ruang wilayah provinsi dan
kabupaten/kota beserta rencana rinci atau rencana detail
RWP disusun dengan memperhatikan:
a. kebijakan dan strategi pertahanan negara;
b. sistem pertahanan negara;
c. ketersediaan sumber daya dan sarana prasarana nasional;
d. kesejahteraan dan kepentingan masyarakat; dan
e. rencana tata ruang wilayah beserta rencana rincinya.
Dalam pemanfaatan Wilayah Pertahanan, TNI dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam
kegiatan untuk menjaga kepentingan pertahanan. Pemanfaatan wilayah di sekitar instalasi militer
sebagaimana dimaksud dalam PP No. 68 harus mendukung dan menjaga fungsi instalasi militer.
PP No. 68 menetapkan segala wilayah pertahanan nasional baik untuk penanggulangan bencana
maupun mempertahankan kedaulatan.

2. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1950 tentang hubungan ekonomi luar negeri.
Berdasarkan pertimbangan bahwa perlu menetapkan peraturan tentang hubungan ekonomi antara
Pemerintah Republik Indonesia dan Negara-negara lain maka dibentuklah PP No. 30. Politik
perhubungan ekonomi Pemerintah Republik Indonesia dengan Negara-negara sahabatselanjutnya
disebut Hubungan Ekonomi Luar Negeri ditetapkan oleh Dewan Ekonomi dan Keuangan. Untuk
memberi nasehat kepada Dewan-Ekonomi dan Keuangan dan untuk pengawasan atas
pelaksanaan
politik yang ditetapkan oleh Dewan tersebut, dibentuk suatu Panitya Interdepartemental
Hubungan Ekonomi Luar Negeri, terdiri dari wakil Kementerian-kementerian Luar Negeri,
Pertanian, Perdagangan dan Perindustrian,Keuangan, Perhubungan dan Pekerjaan umum, yang
ditunjuk oleh masing-masing Menteri yang bersangkutan. Di Kedutaan-kedutaan Republik
Indonesia di Luar Negeri, ditempatkan pegawai-pegawai untuk urusan Hubungan Ekonomi Luar
Negeri. Pegawai-pegawai tersebut dalam PP No. 30 ini diangkat oleh Menteri Luar Negeri hanya
atas usul. Apabila kepada pegawai-pegawai tersebut perlu diberikan kedudukan diplomatik,
maka kedudukan itu ditetapkan setelah diadakan perundingan antara Menteri Luar Negeri dan
Menteri Perdagangan dan Perindustrian Menteri Perdagangan dan Perindustrian Untuk proses
pengiriman surat PP No. 30 ditetapkan Tiap-tiap kali perlu dibentuk suatu delegasi buat
mengadakan perundingan untuk Hubungan Ekonomi Luar Negeri, maka delegasi itu dibentuk
atas usul Panitia tersebut dalam Pasal 2 oleh Dewan Ekonomi dan Keuangan. Penetapan delegasi
dilakukan oleh Menteri Perdagangan dan Perindustrian, sedang pengangkatannya oleh Menteri

Luar Negeri. Kepada Ketua delegasi itu, jika dipandang perlu, dalam menjalankan hubungan
dengan Luar Negeri menurut tugas yang diberikan dalam penetapannya tersebut pada ayat (1)
pasal ini. dengan surat pengangkatan Menteri Luar Negeri dapat diberi kedudukan diplomatik
yang dipandang tepat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Peratutan Pemerintah ini merupakan
langkah awal kebijakan pemerintah dalam menangani masalah perekonomian nasional yang
berhubungan dengan politik luar negeri Indonesia.

3. Peraturan pemerintah No.34 tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan
Dari Pengalihan Hak AtasTanah Dan/Atau Bangunan, Dan Perjanjian Pengikatan
Jual Beli Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Beserta Perubahannya.
PP No. 34 tahun 2016 menetapkan tentang Pajak yang melingkupi hak tanah dan jual beli. Yang
menjadi pertimbangan dalam pembentukan PP No. 34 2016 adalah bahwa dalam rangka
percepatan pelaksanaan program pembangunan pemerintah untuk kepentingan umum,pemberian
kemudahan dalam berusaha, serta pemberian perlindungan kepada masyarakat berpenghasilan
rendah, perlu mengatur kembali kebijakan atas PajakPenghasilan atas penghasilan yang diterima
ataudiperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan, dan
perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/ atau bangunan beserta perubahannya. Penghasilan
dari pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan sebagaimana dimaksud pada PP No. 34
adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau
bangunan melalui penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah,
waris, atau cara lain yang disepakati antara para pihak. Besarnya Pajak Penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan sebagaimana dimaksud adalah sebesar 2,5% (dua
koma lima persen) dari jumlah bruto nilai
pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/ atau
bangunan berupa Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib
Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan. 1% (satu
persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah
Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya
melakukan pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan, dan 0% (nol persen) atas pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah, badan usaha milik negara yang mendapat

penugasan khusus dari Pemerintah, atau badan usaha milik daerah yang mendapat penugasan
khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur
mengenai pengadaan tanah bag, pembangunan untuk kepentingan umum. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa segala aturan mengenai pajak ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah
No. 34 tahun 2016

Hierarki ke lima dalam UU no. 12 Tahun 2011; Peraturan Presiden
1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 178 Tahun 2014 Tentang Badan
Keamanan Laut
Peraturan presiden disingkat Perpres adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh
Presiden. Materi muatan Peraturan Presiden adalah materi yang diperintahkan oleh UndangUndang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah. Dalam Perpres No. 178 tahun
2014 tentang badan keamanan laut merupakan peraturan presiden untuk buidang kemaritiman.
Pertimbang dibentuknya Perpres ini adalah bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 67
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, perlu menetapkan Peraturan Presiden
tentang Badan Keamanan Laut. Badan Keamanan Laut yang selanjutnya dalam Peraturan
Presiden ini disebut Bakamla dikoordinasikan
oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan. Dalam hal pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya laut, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan
berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman. Bakamla bertanggung jawab
kepada Presiden melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan. Bakamla
mempunyai tugas melakukan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia
dan wilayah yurisdiksi Indonesia.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Bakamla menyelenggarakan
fungsi:
a. menyusun kebijakan nasional di bidang keamanan dan keselamatan di wilayah perairan
Indonesia dan

wilayah yurisdiksi Indonesia;
b. menyelenggarakan sistem peringatan dini keamanan dan keselamatan di wilayah perairan
Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia;
c. melaksanakan penjagaan, pengawasan, pencegahan, dan penindakan pelanggaran hukum di
wilayah
perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia;
d. menyinergikan dan memonitor pelaksanaan patroli perairan oleh instansi terkait;
e. memberikan dukungan teknis dan operasional kepada instansi terkait;
f. memberikan bantuan pencarian dan pertolongan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah
yurisdiksi
Indonesia; dan
g. melaksanakan tugas lain dalam sistem pertahanan nasional.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi Bakamla berwenang:
a. melakukan pengejaran seketika;
b. memberhentikan, memeriksa, menangkap, membawa, dan menyerahkan kapal ke instansi
terkait
yang berwenang untuk pelaksanaan proses hukum lebih lanjut; dan
c. mengintegrasikan sistem informasi keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia
dan
wilayah yurisdiksi Indonesia
Dapat disimpulkan bahwa Perpres No. 178 tahun 2014 merupakan Peraturan penguat dari Pasal
67 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. Sehingga UU tersebut menjadi
lebih efektif dengan dibentuknya Badan keamanan laut.

2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2016 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Susunan Organisasi
Tentara Nasional Indonesia
Perpres No. 62 merupakan dibentuk dengan pertimbangan bahwa untuk mcningkatkan efekt vitas
pelaksanaan tugas dan fungsi Tentara Nasional Indonesia, dipandang perlu menetapkan Peraturan
Presiden tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2010 tentang Susunan
Organisasi Tentara Nasional Indonesia. Dalam Perpres ini berisi beberapa perubahan dari Perpres

No. 10 tahun 2010 yaitu Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga bcrbunyi sebagai berikut:
Pasal 12
(1) Markas Besar TNI terdiri atas :
a. unsur pimpinan: Panglima TNI.
b. unsur pembantu pimpinan:
1.. Staf Umum TNI;
2. Inspektorat Jenderal TNI;
3. Staf Ahli Panglima TNI;
4. Staf Kebijakan Strategis dan Perencanaan UmumTNI;
5. Staf Intelijen TNI;
6. Staf Operasi TNI;
7. Staf Personalia TNI;
8. Staf Logistik TNI;
9. Staf Teritorial TNI; dan
10. Staf Komunikasi dan Elektron ka TNI.
c. unsur pelayanan

1. Satuan Komunikasi dan Elcktronika TNI;
2. Pusat Pcngendalian Operasi TNI;
3. Sekretariat Umum TNI; dan
4. Detascmcn Markas Markas Besar TNI.
Ketentuan Pasal 30 ayat (3) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 30
(1) Akademi TNI bcrtugas mcnyclenggarakan pendidikan pertama Perwira TNI yang bersifat integratif
dalam rangka mcnyiapkan kader Pemimpin TNI.
(2) Akademi TNI dipimpin oleh Komandan Jenderal Akademi TNI discbut Danjen Akademi TNI yang
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Panglima TNI, dalam pelaksanaan tugas seharihari dikoordinasikan oleh KasumTNI.
(3) Danjen Akademi TNI dibantu oleh Wakil Danjen Akademi TNI disebut Wadanjen Akademi TNI dan
3 (tiga) orang Direktur Akademi TNI.

Di antara Pasal 35 dan Pasal 36 disisipkan 1 (satu) Pasal yaitu Pasal 35A sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 35A
(1) Polisi Militer TNI disebut POM TNI bertugas membantu Panglima TNI dalam merumuskan
kebijakan dan menyelenggarakan fungsi Kepolisian Militer guna mendukung pelaksanaan tugas
pokok TNI.
(2) POM TNI dipimpin oleh Komandan POM TNI disebut Dan POM TNI berkedudukan di bawah
dan bertanggung jawab kepada Panglima TNI, dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dikoordinasikan
oleh Kasum TNI.
(3) Dan POM TNI dibantu oleh Wakil Dan POM TNT disebut
Wadan POM TNI

Dan lain Sebagainya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa beberapa perubahan Perpres No. 10 tahun 2010 dengan
Perpres No. 62 tahun 2016 untuk meningkatkan ke efektifan dan pelaksanaan dilingkungan
organisasi TNI

3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2015 Tentang
Kementerian Pertahanan
Perpres No. 58 tahun 2015 tentang Kementrian pertahanan dibentuk berdasarkan pertimbangan,
bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan Kementerian Kabinet Kerja periode tahun
2014-2019 dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008
tentang Kementerian Negara, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Kementerian
Pertahanan. Perpres No. 58 tahun 2015 ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Dalam Perpres ini Kementrian pertahanan
bertanggung jawab kepada Presiden dan kementerian Pertahanan dipimpin oleh Menteri.
Kementerian Pertahanan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pertahanan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Kementerian Pertahanan
menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang strategi pertahanan, perencanaan
pertahanan, potensi pertahanan, dan kekuatan pertahanan;
b. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada
seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Pertahanan;
c. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi\tanggung jawab Kementerian
Pertahanan. Susunan organisasi kementrian pertahanan berdasarkan Pepres No. 58 tahun 2015
sebagai berikut:
a. Sekretariat Jenderal;
b. Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan;
c. Direktorat Jenderal Perencanaan Pertahanan;

d. Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan;
e. Direktorat Jenderal Kekuatan Pertahanan;
f. Inspektorat Jenderal;
g. Badan Sarana Pertahanan;
h. Badan Penelitian dan Pengembangan
i. Badan Pendidikan dan Pelatihan;
j. Badan Instalasi Strategis Pertahanan;
k. Staf Ahli Bidang Politik;
l. Staf Ahli Bidang Ekonomi;
m. Staf Ahli Bidang Sosial; dan
n. Staf Ahli Bidang Keamanan.
Yang dimana masing-masing bagian memiliki wewenang dan tanggung jawab masing-masing
sesuai dengan bidangnya sesuai dengan UU No. 39 tahun 2008 dan disempurnakan dalam
perpres No. 58 tahun 2015.

Hierarki ke enam dalam UU no. 12 Tahun 2011 ; Peraturan Daerah Provinsi (Perda
Provinsi)

1. Peraturan Daerah Istimewa Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2015
Tentang Kelembagaan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta
Perda Provinsi DIY Yogyakarta dibuat oleh Gubernur berdasarkan pertimbangan bahwa untuk
melaksanakan ketentuan dalam Pasal 33 Peraturan Daerah Istimewa Nomor 1 Tahun 2013
tentang Kewenangan Dalam Urusan Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Daerah Istimewa Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun
2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Istimewa Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1
Tahun 2013 tentang Kewenangan Dalam Urusan Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta
maka perlu menetapkan Peraturan Daerah Istimewa tentang Kelembagaan Pemerintah Daerah
Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam Perda Istimewa Yogyajarta atau yang disingkat sebagai
Perdais, berisi tentang kelembagaan daerah meliputi :
a. Sekretariat Daerah;
b. Sekretariat DPRD;
c. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah;
d. Inspektorat;
e. Satuan Polisi Pamong Praja;
f. Dinas Daerah, meliputi :
1. Dinas Kebudayaan;
2. Dinas Pertanahan dan Tata Ruang;

3. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga;
4. Dinas Kesehatan;
5. Dinas Sosial;
6. Dinas Perhubungan;
7. Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral;
8. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset;
9. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
10. Dinas Pariwisata;
11. Dinas Pertanian;
12. Dinas Kehutanan dan Perkebunan;
13. Dinas Kelautan dan Perikanan;
14. Dinas Perindustrian dan Perdagangan;
15. Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah; dan
16. Dinas Komunikasi dan Informatika.
g. Lembaga Teknis Daerah, meliputi :
1. Badan Kepegawaian Daerah;
2. Badan Pendidikan dan Pelatihan;
3. Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah;
4. Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat;
5. Badan Kerjasama dan Penanaman Modal;
6. Badan Lingkungan Hidup;
7. Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan;
8. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik;
9. Rumah Sakit Jiwa Grhasia; dan
10. Rumah Sakit Paru Respira.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Perda Istemewa No. 3 Tahun 2015 menjabarkan mengenai
tugas dan wewenang masing-masing kelembagaan sesuai dengan perundang-undangan serta
peraturan daerah.

2. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor -4 Tahun 2010tentang
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun
Anggaran 2011
Perda Provinsi Sumatera Utara No. 4 tahun 2011 dibentuk berdasarkan pertimbangan bahwa
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 181 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2005 Tentang Perubahan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah menjadi UndangUndang, Kepala Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) untuk memperoleh persetujuan bersama. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada hurut a dan hurut b,perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2010.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2011
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini, terdiri dari :
1. Ringkasan APBD;
2. Ringkasan APBD menurut Urusan Pemerintahan Daerah dan Organisasi SKPD;
3. Rincian APBD menurut Urusan Pemerintahan Daerah dan Organisasi SKPD,
4. Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan;
5. Rekapitulasi Belanja menurut Urusan Pemerintahan Daerah dan Organisasi SKPD,

6. Program dan Kegiatan;
7. Rekapitulasi Perubahan Belanja Daerah untuk Keselarasan dan Keterpaduan
8. Urusan Pemerintahan Daerah dan Fungsi Dalam Kerangka Pengelolaan Keuangan
9. Daerah;
10. Daftar Jumlah Pegawai Pergolongan dan Per Jabatan;
11. Daftar Piutang Daerah;
12. Daftar Penyertaan Modal (Investasi) Daerah;
13. Daftar Perkiraan Penambahan dan Pengurangan Aset Tetap Daerah;
14. Daftar Perkiraan Penambahan dan Pengurangan Aset Lainnya;
15. Daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan
16. dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;
17. Daftar Dana Cadangan Daerah
18. Daftar Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah.
Berdasarkan Perda Provinsi Sumatera Utara dapat disimpulkan bahwa pada Perda No.4 tahun
2011 menetapkan jumlah dari nilai dan besaran APBD yang ditentukan pada tahun 2011.

3. Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Pembentukan
Dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Lampung

Pembentukan Perda Provinsi Sumatera Utara No. 8 tahun 2016 berdasarkan pertimbangan,
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016
tentang Perangkat Daerah, perlu ditetapkannya dengan Peraturan Daerah. bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a tersebut di atas, maka untuk penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat di daerah dapat lebih
berdayaguna dan berhasil guna secara efektif dan efisien, perlu menetapkan Peraturan Daerah
Provinsi Lampung tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Lampung.
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Gubernur dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Provinsi;
2. Provinsi adalah Provinsi Lampung;
3. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Lampung;
4. Gubernur adalah Gubernur Lampung;
5. Wakil Gubernur adalah Wakil Gubernur Lampung;
6. Dewan Perwakilan Ralryat Daerah yang selanjutnya

disingkat DPRD adalah nlwan Peroyakilan Ralqyat Daerah
Provinsi Lampung.
Pembentukan Perangkat Daerah dilakukan dengan memperhatikan asas:
a. intensitas urusan pemerintahan dan potensi daerah;
b. efisi.ensi;
c. efektivitas;
d. pembagian habis tugas;
e. rentang kendali;
f. tata kerja yang jelas; dan
g. fleksibilitas.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa perda no. 8 tahun 2016 tentang pembentukan dan susunan
perangkat daerah provinsi lampung berisi mengenai bagaimana dalam membentuk perangkat
dengan asas-asas yang tercantum dalam perda tersebut sehingga dalam proses pembentukan dan
penyusunan sesuai dengan undang-undang.

Hierarki ke tujuh dalam UU no. 12 Tahun 2011; Peraturan Daerah
kota/kabupaten
1. Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Tengah
Nomor 15 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Pasar Kampung
Dalam pembentukan Peraturan daerah Kabupaten Lampung Tengah No. 15 tahun 2015 dengan
pertimbangan bahwa dalam rangka meningkatkan Pendapatan Masyarakat dan Kampung, perlu
sarana perekonomian Melalui Pasar Kampung sebagai Pusat Interaksi Sosial Masyarakat
Perdesaan. bahwa dalam rangka memberikan perlindungan dan mengoptimalkan fungsi Pasar
Kampung perlu dilakukan penataan Pasar Kampung. Pasar Kampung berdasarkan perda No. 15
tahun 2015 adalah kegiatan jual beli yang dapat berlangsung setiap hari.
Pembentukan Pasar Kampung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bertujuan untuk :
a. Memasarkan hasil produksi masyarakat.
b. Memenuhi kebutuhan masyarakat kampung.
c. Melakukan interaksi sosial dan pengembangan ekonomi masyarakat.
d. Menciptakan lapangan pekerjaan masyarakat,
e. Mengembangkan pendapatan Pemerintahan Kampung,

f. Memberi perlindungan terhadap pedagang kecil,
g. Mendahulukan masyarakat kampung sebagai pelaku ekonomi di pasar
kampung.
Pembangunan dan Pengembangan Pasar Kampung atas prinsip :
a. Mendahulukan keperluan/kebutuhan masyarakat setempat.
b. Mewadahi kepentingan/kebutuhan masyarakat setempat.
c. Memberikan perlindungan dan keadilan bagi masyarakat kampung.
d. Mengembangkan kekayaan dan aset kampung.
e. Menciptakan rancang bangun Pasar Kampung disesuaikan dengan nilai – nilai
masyarakat setempat.
Bupati atau SKPD yang ditunjuk melakukan pembinaan berupa :
a. Memberikan pedoman pengelolaan Pasar Kampung dan,
b. Melakukan langkah–langkah operasional upaya pengembangan Pasar
Kampung.
c. Melakukan pelatihan bagi pengelola Pasar Kampung dan
d. Melakukan fasilitasi Pasar Kampung dalam kerja sama dengan pihak ketiga
dan lain sebagainya berdasarkan diatur dalam perda.
Berdasarkan Perda No. 15 tahun 2015 dapat disimpulkan bahwa segala kegiatan dan ketentuan
pembentukan, pengawasan, dan pelaksanaan kegiatan dalam pasar kampung diatur dalam perda
serta Peraturan Perundang-undangan.

2. Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Retribusi Perizinan
Tertentu
Peraturan daerah kota Binjai No. 6 tahun 2016 dibuat berdasarkan pertimbangan bahwa retribusi
daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai
pelaksanaan pemerintahan daerah. Kebijakan retribusi daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip
demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat, dan
akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah. Dalam Perda Kota Binjai, No. 6 tahun 2011
Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Dae rah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Sehingga Jenis
Retribusi Jasa Perizinan Tertentu yang diatur dalam Peraturan Daerah ini adalah :
a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;
c. Retribusi Izin Gangguan; dan

d. Retribusi Izin Trayek.
Objek Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah pemberian izin untuk mendirikan suatu
bangunan. Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan peninjauan
desain dan pemantauan pelaksanaan pembangunannya agar tetap sesuai denga rencana teknis
bangunan dan rencana tata ruang, dengan tetap memperhatikan koefisien dasar bangunan (KDB),
koefisien luas bangunan (KLB), koefisien ketinggian bangunan (KKB), dan pengawasan
penggunaan bangunan yang meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat keselamatan
bagi yang menempati bangunan tersebut Tidak termasuk objek Retribusi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah pemberian izin untuk bangunan milik Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
sehingga dapat disimpulkan bahwa perda kota binjai No. 6 tahun 2011 mengatur segala
ketentuan retribusi yang diterapkan pada Kota Binjai sehingga semua dapat dilaksanakan dan
diawasi oleh pemerintah.

3. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor : 7 Tahun 2002 Tentang
Retibusi Pelayanan Parkir D Itepi Jalan Umum, Tempat
Khususparkir Dan Perizinan Pelataran Parkir
Berdasarkan pembentukan

perda No. 7 tahun 2002 tentang kota Medan tentang Retibusi

Pelayanan Parkir D Itepi Jalan Umum, Tempat Khusus parkir Dan Perizinan Pelataran Parkir
dengan pertimbangan bahwa dengan ditetapkan undang-undang nomor 34 Tahun 2000 tentang
perubahan atas undang-undang nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak Daerahdan retribusi Daerah
Peraturan Pemerintah no. 66 Tahun 2001 tentnag retribusi Daerah, maka perturan daerah Kota
madya Daerah tingkat II Medan no. 10 Tahun 1998 tentang retribusi parkir ditepi jalan umum
dan tempat khusus perlu disesuaikan. Dan untuk melaksnakan penyesuaian sebagaimana
dimaksud pada huruf a diatas, maka dipandang perlu diatur dan ditetapkan dalam satu peraturan
Daerah Pemerintah Kota mengatur, menata dan mengawasi parkir ditepi jalan umum, tempat

khusus parkir maupun pelataran parkir. Pemerintah Kota menyediakan parasarana umum untuk
terciptanya tertib parkir di Daerah. Dalam perda ini juga diatur mengenai Pengelolaan
perparkiran Daerah dilakukan oleh :
a. Pengelola peraprkiran pada tempat parkir tepi jaln umum dan tempat khusus parkir
b. Orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan pelataran parkir
Syarat-syarat untuk mendapatkan izin ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah, kemudian
Lokasi maupun tempat-tempat pelayanan parkir ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah.
Dalam Perda ini juga mengatur ketentuan Cara parkir seperti :
a.Cara parkir ditepi jalan umum disesuaikan dengan daya tampung dan volume frekwensi arus
lalu lintas yaitu sejajar (paralel), serong dengan kemiringan 60’’ 45’’ atau 30’’terhadap as jalan
b. Cara parkir ditempat khusus parkir dengan luas dan daya tampungserta letak gedung parkir
atau pelataran parkir yaitu sejajar (paralel), serong dengan kemiringan 90’’,60’’,45’’ atau
36’’terhadap bingkai tergantung atau dinding.

BAB IV
TENTANG TATA ATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BERDASARKAN
UU NO.12 TAHUN 2012