BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Timbal 2.1.1. Sifat Fisika dan Kimia Timbal - Efektifitas Pemberian Soyghurt yang Mengandung Bakteri Asam Laktat dalam Memperbaiki Kerusakan Jaringan Hati Mencit (Mus musculus L.) yang Dipapar Timbal

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Timbal

2.1.1. Sifat Fisika dan Kimia Timbal

  Timbal sering juga disebut sebagai timah hitam atau plumbum, logam ini disimbolkan dengan Pb. Timbal pada tabel periodik unsur kimia termasuk dalam kelompok logam golongan IV-A. Timbal mempunyai nomor atom (NA) 82 dan berat atom (BA) 207,2 merupakan suatu logam berat berwarna kelabu kebiruan

  o o o

  dengan titik leleh 327 C dan titik didih 1.725

  C. Pada suhu 550-600 C timbal menguap dan membentuk oksigen dalam udara lalu membentuk timbal oksida. Merupakan logam yang tahan terhadap peristiwa korosi atau karat, mempunyai kerapatan yang lebih besar dibandingkan logam-logam biasa, kecuali emas dan merkuri, merupakan logam yang lunak sehingga dapat dipotong dengan menggunakan pisau atau dengan tangan dan dapat dibentuk dengan mudah. Walaupun bersifat lunak dan lentur, timbal sangat rapuh dan mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air panas, dan air asam. Timbal dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat, dan asam sulfat pekat (Palar, 2008).

  Timbal banyak digunakan pada pabrik baterai, pabrik pembuatan kaca, pabrik kabel listrik, pabrik cat pewarna karet, pewarna tinta, bahan peledak, bahan pembuatan tekstil, reagensia kimia, dan pewarna rambut (Sudarmaji et al., 2006). Timbal digunakan sebagai bahan solder untuk perekat atau pematri barang-barang elektronik. Merupakan salah satu bahan paduan yang mempunyai kemampuan sangat tinggi untuk menahan sinar-x dan sinar-y, sehingga lempengan timbal banyak dipakai sebagai pelindung bahan radioaktif. Timbal juga ditambahkan ke dalam bahan bakar kendaraan bermotor dalam bentuk senyawa tetraethyllead (TEL) yang berfungsi sebagai bahan anti letupan (anti knocking) karena sifatnya yang dapat menaikkan angka oktan bahan bakar minyak (bensin). Namun disisi lain ternyata TEL memberikan dampak polusi terhadap lingkungan hidup yaitu mencemari udara. Senyawa timbal yang dihasilkan dari pembakaran pada mesin kendaraan bermotor sangat berbahaya, dan jika masuk ke dalam tubuh manusia dapat menimbulkan gangguan pada sistem saraf dan sistem peredaran darah (Sugiyarto dan Suyanti, 2010).

2.1.2. Metabolisme Timbal

  Timbal adalah logam berat yang dapat menyebabkan keracunan dan terakumulasi dalam tubuh manusia (Gambar 2.1.2). Proses masuknya timbal ke dalam tubuh dapat melalui makanan dan minuman, udara, dan penetrasi pada kulit. Penyerapan lewat kulit ini dapat terjadi disebabkan karena senyawa ini dapat larut dalam minyak dan lemak (Palar, 2008). Timbal melalui udara masuk ke saluran pernafasan akan terserap dan berikatan dengan darah paru-paru kemudian diedarkan ke seluruh jaringan dan organ tubuh. Sekitar 90% timbal yang terserap oleh darah berikatan dengan sel-sel darah merah (Palar, 2008). WHO (2009) menetapkan kadar timbal pada darah anak 10 µg/l, dan dewasa 50 µg/l. Timbal yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman, masuk ke saluran pencernaan dan akan diikutkan dalam proses metabolisme tubuh (Naria, 2005).

Gambar 2.1.2 Akumulasi Timbal dalam Tubuh Manusia (Depkes RI, 2001 dalam Naria, 2005)

  Asap rokok juga merupakan sumber pemaparan timbal, dimana orang yang merokok dan menghirup asapnya akan terpapar timbal pada level yang lebih tinggi daripada orang yang tak terpapar asap rokok. Rokok mengandung 2,4 µg timbal dan 5% nya terdapat pada asap rokok (Gajawat et al., 2006). Timbal yang diabsorpsi oleh tubuh akan mengikat gugus aktif dari enzim ALAD (Amino

  

Levulinic Acid Dehidrase ), dimana enzim ini berfungsi pada sintesis sel darah merah. Adanya senyawa timbal akan mengganggu kerja enzim ini sehingga sintesa sel darah merah menjadi terganggu (Palar, 2008).

  Timbal masuk ke dalam tubuh akan didistribusikan ke darah, cairan ekstraseluler, dan beberapa tempat deposit. Tempat deposit timbal berada di jaringan lunak (hati, ginjal, dan saraf) dan jaringan keras (tulang dan gigi). Pada tulang sekitar (60%), hati (25%), ginjal (4%), saraf (3%), dan ke jaringan lainnya (Venugopal, 1978). Hal ini sejalan dengan penelitian Hariono (2005), setelah pemberian timbal peroral pada tikus akan terjadi akumulasi timbal tertinggi pada jaringan lunak terjadi berturut-turut pada ginjal, disusul hati, otak, paru, jantung, otot, dan testis. Kadar timbal tertinggi dalam jaringan keras ditemukan pada tulang rusuk, kepala, paha, dan gigi.

  Dampak paparan timbal pada orang dewasa berpengaruh pada tekanan darah tinggi, keguguran, pria yang kurang subur, gagal ginjal, kehilangan keseimbangan, gangguan pendengaran, ketulian, dan rusaknya saraf seperti lambat dalam beraksi. Pada wanita hamil timbal dapat melewati plasenta kemudian akan ikut masuk dalam sistem peredaran darah janin yang menyebabkan janin dalam kandungannya ikut terpapar, sehingga dapat menyebabkan kelahiran prematur, dan timbal akan dikeluarkan bersama dengan air susu ibu. Wanita hamil yang terpapar timbal berat badan bayinya rendah, mengalami toksisitas dan bahkan kematian. Adanya timbal yang berlebihan dalam tubuh anak akan mengakibatkan kejadian anemia yang terus menerus, dan akan berdampak pada penurunan intelegensia. Pada anak-anak tingkat penyerapan timbal mencapai 53% dan akan menjadi lebih tinggi lagi apabila si anak kekurangan kalsium, zat besi dan zinc dalam tubuhnya, sedangkan dewasa hanya menyerap 10-15%. Anak dapat menyerap tiga kali dosis lebih besar dibandingkan orang dewasa karena memiliki perbandingan permukaan penyerapan dan volume yang lebih besar (Nasution, 2007).

2.1.3. Toksisitas Timbal

  Ukuran keracunan suatu zat ditentukan oleh kadar dan lamanya pemaparan. Keracunan timbal dapat menyebabkan efek akut dan kronis. Keracunan akut yaitu akibat pemaparan yang terjadi dalam waktu yang relatif singkat (dapat terjadi dalam waktu 2-3 jam), dengan kadar yang relatif besar. Keracunan akut yang disebabkan oleh timbal biasanya terjadi karena kecelakaan misalnya, peledakan atau kebocoran yang tiba-tiba dari uap logam timbal, kerusakan sistem ventilasi di dalam ruangan. Keracunan akut ditandai oleh rasa terbakar pada mulut, terjadinya perangsangan dalam gastrointestinal, dan diikuti dengan diare. Keracunan kronis terjadi karena absorpsi timbal dalam jumlah kecil, tetapi dalam jangka waktu yang lama dan terakumulasi dalam tubuh. Durasi waktu dari permulaan terkontaminasi sampai terjadi gejala atau tanda-tanda keracunan dalam beberapa bulan bahkan sampai beberapa tahun. Gejala keracunan kronis ditandai oleh rasa mual, anemia, sakit di sekitar perut, dan dapat menyebabkan kelumpuhan. Keracunan yang disebabkan oleh timbal dapat mempengaruhi organ dan jaringan tubuh. Organ-organ tubuh yang menjadi sasaran dari keracunan timbal adalah sistem peredaran darah, sistem saraf, sistem urinaria, sistem reproduksi, sistem endokrin, dan jantung (Palar, 2008).

  Kadar timbal dalam darah merupakan indikator pemajanan yang sering dipakai dengan pajanan eksternal. Kadar timbal dalam darah merupakan petunjuk langsung jumlah timbal yang masuk ke dalam tubuh. Dengan demikian untuk mengetahui dan mengukur kadar timbal dalam tubuh manusia dapat dilihat melalui darah, sekret, jaringan lunak, dan tulang (Naria, 2005).

  Studi toksisitas timbal menunjukkan bahwa kandungan timbal dalam darah sebanyak 100 µg/l dianggap sebagai tingkat aktif (level action) berdampak pada gangguan perkembangan dan penyimpangan perilaku. Sedangkan kandungan timbal 450 µg/l membutuhkan perawatan segera dalam waktu 48 jam. Kandungan timbal lebih dari 700 µg/l menyebabkan kondisi gawat secara medis (medical

  

emergency ). Untuk kandungan timbal di atas 1.200 µg/l bersifat sangat toksik dan

  dapat menimbulkan kematian. Pada anak kadar timbal 68 µg/l dapat menyebabkan anak makin agresif, kurang konsentrasi, bahkan menyebabkan kanker. Keracunan timbal pada kadar yang tinggi, pada anak dapat menyebabkan anemia, kerusakan otak, hati, ginjal, saraf dan pencernaan, koma, kejang-kejang atau epilepsi, serta dapat menyebabkan kematian (Naria, 2005).

2.1.4. Efek Timbal terhadap Organ Hati

  Penggunaan timbal dalam jumlah besar atau penggunaan yang berulang- ulang menyebabkan sifat kumulatif pada organ hati, serta dapat mengakibatkan keracunan. Sekitar 90% timbal masuk ke dalam sirkulasi darah dan 25% terdeposit pada organ hati (Palar, 2008).

  Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk melihat efek yang di timbulkan timbal terhadap organ hati yaitu, penelitian Hariono (2005) pemberian timbal asetat 0,5 g/kgBB/oral/hari pada tikus ditemukan hati dan ginjal tikus secara makroskopis terjadi perubahan warna menjadi pucat, pada pemeriksaan histopatologi hati terlihat adanya degenerasi hidrofik. Penelitian Anggraini (2008) dengan memberikan timbal 100 mg/kgBB/oral/hari pada mencit selama 4 minggu terjadi kerusakan pada organ hati dan ginjal. Syahrizal (2008) juga melaporkan pemberian timbal 20 mg/kgBB selama 7 hari pada mencit terjadi nekrosis pada hepatosit hati. Begitu juga dengan penelitian Gajawat (2006) pemberian timbal 20 mg/kgBB secara intraperitoneal pada mencit menunjukkan kerusakan pada sel-sel hati.

2.2. Yoghurt dan Soyghurt

2.2.1. Yoghurt Yoghurt merupakan salah satu jenis produk susu fermentasi yang terkenal.

  Prinsip dasar fermentasi yoghurt adalah inokulasi bakteri kultur starter pada susu yang telah mengalami pemanasan dan pendinginan. Komponen karbohidrat utama pada susu adalah laktosa. Laktosa yang merupakan karbohidrat utama pada susu akan digunakan oleh kultur starter sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya. Laktosa akan dihidrolisis dengan produk akhir asam piruvat. Selanjutnya asam piruvat akan diubah menjadi asam laktat oleh enzim laktat dehidrogenase. Selain menghasilkan aroma yang khas, asam laktat juga berperan dalam pembentukan gel yoghurt. Secara sederhana, reaksi perubahan laktosa menjadi asam laktat adalah sebagai berikut (Tamime dan Robinson, 1999):

  C

  12 H

  22 O 11 + H

  2 O

  3 H

  6 O

  3

  → 4C Laktosa air asam laktat Berbagai jenis susu dapat digunakan untuk membuat yoghurt, seperti susu sapi, susu krim, dan susu skim (susu tanpa lemak) dengan bentuk menyerupai bubur atau es krim yang rasanya asam (Shurtleff dan Aoyagi, 2007). Yoghurt dibuat melalui proses fermentasi dengan menggunakan campuran bakteri asam laktat Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus yang dapat menguraikan laktosa menjadi asam laktat. Adanya asam laktat inilah yang menyebabkan yoghurt berasa asam (Heller, 2001). S. thermophilus dan L.

  

bulgaricus bekerjasama dalam memfermentasi susu segar untuk mengubahnya

  menjadi yoghurt. Selama fermentasi hanya kadar laktosa (gula susu) yang berubah banyak, yaitu menurun menjadi sekitar 20% sampai 50% dari jumlah semula. Kadar laktosa turun karena diubah menjadi asam laktat oleh bakteri S.

  

thermophilus dan L. bulgaricus, kedua bakteri ini merupakan spesies mikroba

yang esensial dan aktif dalam hubungan simbiotik (Herastuti et al., 1994).

  Akumulasi asam laktat menyebabkan penurunan nilai pH atau meningkatkan keasaman susu. Kasein adalah protein utama susu yang terpengaruh dengan perubahan pH atau keasaman. Jika pH susu lebih rendah dari 4.6 kasein tidak dapat stabil dan terkoagulasi membentuk gel yoghurt (Tamime dan Robinson, 1999). Saat susu difermentasi menjadi yoghurt, terjadi kenaikan kadar vitamin-vitamin sebagai kegiatan bakteri yaitu vitamin A, vitamin B kompleks diantaranya vitamin B1 (tiamin), vitamin B2 (riboflavin), vitamin B3 (niasin), vitamin B6 (piridoksin), asam folat, asam pantotenat, dan biotin. Kadar protein, lemak, dan mineral meski tidak bertambah banyak dari susu, tetapi menjadi lebih bermanfaat bagi tubuh karena lebih mudah diserap. Yoghurt memiliki dua kelebihan dibanding dengan susu segar. Pertama karena selama fermentasi kadar laktosa turun, sehingga yoghurt aman dikonsumsi oleh orang yang lanjut usia atau yang alergi terhadap laktosa/susu (Widodo, 2002). Kedua yoghurt lebih awet dibanding susu segar karena asam laktat pada yoghurt berfungsi sebagai pengawet alami. Dengan dikeluarkannya asam laktat oleh bakteri yoghurt, banyak bakteri lain yang tak tahan asam akan pertumbuhannya. Hal tersebut mengakibatkan yoghurt bisa bertahan dari serangan mikroba pembusuk (Soeharsono, 2010).

  Pembuatan yoghurt merupakan salah satu metode yang tertua dalam sejarah pengawetan susu. Yoghurt yang baik memiliki tekstur yang halus, lembut, konsisten dan tidak ada sineresis. Komposisi bahan baku dan formulasi yang tepat serta proses pengolahan yang benar dibutuhkan untuk menghasilkan yoghurt dengan tekstur dan konsistensi yang baik. Dewasa ini yoghurt telah mengalami perkembangan dalam proses pembuatannya sehingga menghasilkan yoghurt dengan aroma dan citarasa yang semakin baik dan bervariasi. Citarasa khas pada yoghurt disebabkan oleh terbentuknya asam laktat, asam asetat, karbonil, diasetil, dan asetaldehid (Widodo, 2002). Standar Nasional Indonesia untuk yoghurt disajikan pada Tabel 2.2.1.

Tabel 2.2.1. Standar Nasional Indonesia untuk Yoghurt 2981:2009 No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

  1 Keadaan penampakan Cairan kental semi padat Bau

  Normal/khas Rasa

  Khas/asam Konsistensi Homogen

  2 Kadar lemak (b/b) % Min 3,0

  3 Total padatan susu bukan % Min 8,2 lemak (b/b)

  4 Protein (b/b) % Min 2,7

  5 Kadar abu (b/b) % Maks 1,0

  6 Keasaman (dihitung sebagai % 0,5-2,0 laktat) (b/b)

  7 Cemaran logam Timbal (Pb) mg/kg Maks 0,3 Tembaga (Cu) mg/kg Maks 20 Timah (Sn) mg/kg Maks 40 Raksa (Hg) mg/kg Maks 0,03

  8 Arsen mg/kg Maks 0,1

  9 Cemaran mikroba Bakteri Coliform APM/g Maks 10 atau koloni/g

  Salmonella Negatif/25g -

  • Listeria monocytogenes Negatif/25g

  Sumber: Badan Standardisasi Nasional (BSN)

  Manfaat yoghurt bagi kesehatan tubuh telah banyak dibuktikan oleh para peneliti di dunia, karena kandungan nilai gizi yang baik dan mudah dicerna oleh tubuh. Selain untuk tujuan kesehatan, yoghurt juga sering dikonsumsi untuk menyeimbangkan mikroflora usus sehingga bakteri-bakteri yang merugikan dapat ditekan jumlahnya dan sebaliknya usus akan didominasi oleh bakteri yang menguntungkan. Manfaat yoghurt lainnya yaitu, dikenal sebagai minuman sehat anti diare karena dapat mencegah aktivitas dan pertumbuhan berbagai bakteri patogen penyebab gastroenteritis yang dapat menyebabkan diare dan radang usus. Hal ini dikarenakan L. bulgaricus mempunyai aktivitas anti enterotoksin terhadap

  

E. coli . Yoghurt yang mempunyai keasaman 1% dapat menyebabkan bakteri-

  bakteri patogen seperti Salmonella sp. dan Coliform tidak aktif, penghambatan tersebut diperkuat oleh adanya produksi senyawa-senyawa antibiotik yang dihasilkan oleh mikroba yoghurt (Tamime dan Robinson 1999).

  Konsumsi yoghurt juga dapat menurunkan kadar kolesterol darah, diduga yoghurt mengandung satu senyawa yang dapat menghambat terjadinya sintesis kolesterol. Konsumsi yoghurt pun berpengaruh baik pada pertumbuhan tulang dan gigi, karena dengan mengkonsumsi yoghurt kemampuan absorpsi kalsium, fosfor dan fluor akan meningkat (Widyaningsih, 1995). Yoghurt menghasilkan zat-zat gizi yang diperlukan oleh hati sehingga berguna untuk mencegah penyakit kanker (Yusmarini dan Efendi, 2004). Memiliki fungsi sebagai antimikroba dan dapat meningkatkan sistem imunitas atau ketahanan tubuh (Salji, 1991).

2.2.2. Soyghurt

  Soyghurt merupakan produk minuman dari bahan dasar susu kedelai yang difermentasi dengan bantuan kultur starter bakteri asam laktat S. thermophilus dan

  

L. bulgaricus . Bakteri S. thermophilus berperan dalam pembentukan citarasa dari

  soyghurt, sedangkan L. bulgaricus berperan dalam pembentukan aroma soyghurt (Herawati dan Wibawa, 2009). Dibandingkan dengan yoghurt, soyghurt mempunyai beberapa kelebihan yaitu, lebih sedikit memerlukan kultur bakteri dan lebih kaya akan citarasa. Dilihat dari segi gizinya soyghurt mengandung kadar protein lebih tinggi dari yoghurt (Yusmarini et al., 2009). Cara pembuatan yoghurt sama dengan cara pembuatan soyghurt, hanya bahan dasarnya yang berbeda, yoghurt berbahan dasar dari susu sapi atau susu skim, sedangkan soyghurt bahan dasarnya dari susu kedelai. Kultur bakteri yang digunakan juga sama yaitu bakteri Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus (bulgaricus atau acidophilus ).

  Proses fermentasi pada soyghurt sedikit mendapat kesulitan. Hal ini karena jenis karbohidrat yang terdapat pada susu kedelai sangat berbeda jauh dengan karbohidrat dari susu sapi. Karbohidrat pada susu kedelai terdiri dari golongan oligosakarida yang tidak dapat digunakan sebagai sumber energi maupun sumber karbon oleh kultur stater. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pembuatan soyghurt, jika susu kedelai langsung diinokulasikan dengan kultur dan diinkubasi

  o

  selama 4-6 jam pada suhu 40-45

  C, maka tidak akan dihasilkan perubahan pada pH maupun viskositasnya, dengan kata lain tidak terbentuk yoghurt kedelai. Agar proses fermentasi dapat berjalan dengan baik, perlu diberi penambahan sumber gula terlebih dahulu ke dalam susu kedelai sebelum diinokulasi. Sumber-sumber gula yang dapat ditambahkan adalah sukrosa (gula pasir), glukosa, fruktosa, atau dengan penambahan susu bubuk skim sebagai sumber laktosa (Herawati dan Wibawa, 2009). Soyghurt dengan penambahan susu skim sebelum fermentasi akan menghasilkan soyghurt dengan total asam dan kekentalan yang sesuai dengan standar yoghurt. Penambahan susu skim selain dapat meningkatkan kekentalan juga dapat memperbaiki citarasa soyghurt. Penambahan susu skim tersebut selain sebagai sumber protein juga sebagai sumber laktosa. Laktosa berfungsi sebagai sumber karbon dan energi bagi S. thermophilus dan L.

  

bulgaricus . Protein meningkatkan total padatan susu, sehingga mempengaruhi

kekentalan (Helferich dan Westhoff, 1980).

  Soyghurt yang berbahan dasar susu kedelai dilihat dari segi gizinya, mengandung kadar protein lebih tinggi dari susu sapi (Tabel 2.2.2), karenanya susu kedelai dapat digunakan sebagai pengganti susu sapi, terutama bagi orang yang alergi susu sapi, yaitu mereka yang tidak punya atau kurang enzim laktase dalam saluran pencernaannya, sehingga tidak mampu mencerna laktosa dalam susu sapi. Akibatnya, laktosa akan lolos ke dalam usus besar dan akan dicerna oleh jasad renik yang ada di sana. Efeknya orang tersebut akan menderita diare tiap kali minum susu sapi (Santoso, 2009). Susu kedelai mengandung protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, dan zat besi. Secara umum susu kedelai mempunyai kandungan vitamin A, B1, B2, B3, dan piridoksin. Vitamin lain yang terkandung dalam jumlah cukup banyak ialah vitamin A, D, dan E. Keunggulan lain dari susu kedelai adalah tidak mengandung kolesterol (Koswara, 2006).

Tabel 2.2.2. Perbandingan Komposisi Nutrien Susu Kedelai dan Susu Sapi

  Satuan Susu kedelai Susu sapi Jenis nutrisi

  Kadar air g 88,72 87,99 Kalori kkal

  50

  61 Protein g 3,6 2,29 Lemak g 1,84 3,34 Karbohidrat g 5,76 4,66 Kadar abu g 0,48 0,72 Mineral Kalsium (Ca) mg 3 119 Fosfor (P) mg

  56

  93 Zat besi (Fe) mg 0,8 0,1 Magnesium (Mg) mg

  28

  13 Kalium (K) mg 191 152 Natrium (Na) mg

  3

  49 Seng (Zn) mg 0,39 0,38

  • Tembaga (Cu) mg 0,1
  • Mangan (Mn) mg 0,2 Vitamin Tiamin mg 0,122 0,038 Riboflavin mg 0,042 0,162 Niasin mg 0,22 0,084 Vitamin B6 mg 0,062 0,042 Asam pantotenat mg 0,076 0,314

  Folasin µg

  1

  5 Asam lemak jenuh % 40-48 60-70 Asam lemak tak jenuh % 52-60 30-40 Kolesterol % 9,24-9,9

  Sumber: Direktorat Gizi, Depkes RI dalam Santoso (2009)

  Susu kedelai dikonsumsi karena manfaatnya, mengandung isoflavon (Sacks et al., 2006), antioksidan alami, tidak mengandung laktosa sehingga dapat dikonsumsi oleh orang yang tidak tahan terhadap susu sapi dan baik untuk penderita penyakit diabetes, kanker, penyakit ginjal (Chang et al., 2005) juga mengurangi risiko penyakit jantung (Cavalini et al., 2009). Susu kedelai yang difermentasi menjadi soyghurt berperan penting dalam menurunkan risiko terkena penyakit degeneratif. Hal tersebut salah satunya disebabkan karena adanya senyawa isoflavon yang terdapat pada kedelai. Isoflavon berfungsi melakukan regulasi untuk menghambat pertumbuhan kanker terutama kanker prostat, menurunkan risiko terkena penyakit jantung, diabetes, ginjal, dan osteoporosis (Koswara, 1992). Isoflavon merupakan faktor kunci dalam kedelai sehingga memiliki potensi memerangi penyakit tertentu (Ginting et al., 2009).

  Kandungan isoflavon pada kedelai berkisar 2-4 mg/kg kedelai. Senyawa isoflavon ini pada umumnya berupa senyawa kompleks atau konjugasi dengan senyawa gula melalui ikatan glukosida. Jenis senyawa isoflavon ini terutama adalah genistin, daidzin, dan glisitin. Bentuk seyawa demikian ini mempunyai aktivitas fisiologis kecil. Selama proses pengolahan, baik melalui proses fermentasi maupun proses non-fermentasi, senyawa isoflavon dapat mengalami transformasi, terutama melalui proses hidrolisa sehingga dapat diperoleh senyawa isoflavon bebas yang disebut aglikon yang lebih tinggi aktivitasnya. Senyawa aglikon tersebut adalah genistein, daidzein, dan glisitein. Isoflavon kedelai dapat menurunkan risiko penyakit jantung dengan membantu menurunkan kadar kolesterol darah juga dapat membantu menurunkan osteoporosis (Koswara, 2006). Kandungan senyawa isoflavon dalam susu kedelai juga berpotensi sebagai anti- inflamasi, anti-kanker, anti-virus, anti-alergi dan anti-kolesterol, serta dapat meningkatkan fungsi kekebalan sel (Vij et al., 2011).

  Susu kedelai jika proses pembuatannya kurang baik, maka susu kedelai masih mengandung senyawa anti-gizi dan senyawa penyebab off-flavor (penyimpangan citarasa dan aroma pada produk olahan kedelai). Senyawa anti- gizi yang mempengaruhi mutu olahan kedelai ialah antitripsin dan asam fitat. Sedangkan senyawa off-flavor pada kedelai ialah glukosida, saponin, dan estrogen. Dalam pengolahan, senyawa-senyawa tersebut harus dihilangkan atau diinaktifkan, sehingga akan dihasilkan produk olahan kedelai dengan mutu terbaik dan aman untuk dikonsumsi manusia (Koswara, 1992).

  Susu kedelai yang difermentasi memiliki banyak kelebihan daripada susu kedelai yang tidak difermentasi. Fermentasi menghancurkan bakteri patogen yang tidak diinginkan, meningkatkan citarasa, dan mengurangi aroma langu (Shurtleff dan Aoyagi, 2007). Apabila dibandingkan dengan kasein susu, kedelai memiliki kemampuan antioksidan yang lebih besar dalam mencegah oksidasi lemak. Hasil fermentasi susu kedelai tidak mengandung laktosa maupun kolesterol sehingga sangat baik untuk kesehatan. Selain itu pada fermentasi susu kedelai terdapat senyawa antikolesterolemia yang lebih tinggi dibandingkan dengan susu non fermentasi (Vij et al., 2011).

  Di Indonesia belakangan ini soyghurt menjadi semakin populer. Produk ini dengan mudah dapat dijumpai di berbagai pasar swalayan, dengan berbagai kemasan, warna, dan citarasanya yang khas. Beberapa jenis produk soyghurt dapat dilihat pada Gambar 2.2.2.

Gambar 2.2.2. Soyghurt (Anonim, 2011)

2.3. Bakteri Asam Laktat (BAL)

  Bakteri asam laktat secara luas digunakan sebagai starter untuk fermentasi minuman, daging, dan sayuran. BAL termasuk aman jika ditambahkan dalam pangan karena sifatnya tidak toksik, tidak menghasilkan toksin, dan umumnya memenuhi status GRAS (Generally Recognized As Safe), yaitu mikroorganisme yang tidak beresiko terhadap kesehatan, bahkan beberapa jenis bakteri tersebut berguna bagi kesehatan. BAL memetabolisme berbagai jenis karbohidrat secara fermentatif menjadi asam laktat sehingga disebut bakteri asam laktat (Fuller, 1992). BAL yang biasa digunakan untuk starter dalam pembuatan yoghurt adalah sekelompok bakteri yang dapat mengubah laktosa menjadi asam laktat. BAL ini dapat digolongkan menjadi dua grup, yaitu golongan bakteri homofermentatif dan golongan bakteri heterofermentatif. Klasifikasi ini berdasarkan hasil akhir dari fermentasi glukosa (Fardiaz, 1992). Skema pembentukan asam laktat oleh bakteri homofermentatif dan heterofermentatif dapat dilihat pada Gambar 2.3.

  Homofermentatif Heterofermentatif

Gambar 2.3. Skema Pembentukan Asam Laktat dari Glukosa oleh BAL Homofermentatif dan Heterofermentatif (Fardiaz, 1992)

  Bakteri asam laktat homofermentatif mengubah keseluruhan glukosa menjadi asam laktat melalui jalur glikolisis sedangkan heterofermentatif memfermentasi glukosa menjadi asam laktat melalui jalur fosfoketolase. Bakteri asam laktat yang tergolong homofermentatif dapat mengubah 95% dari glukosa menjadi asam laktat, CO

  2 dan asam-asam volatil lainnya juga dihasilkan tetapi

  dalam jumlah yang sangat kecil. Beberapa contoh BAL yang bersifat homofermentatif adalah Streptococcus, Pediococcus, dan beberapa spesies

  

Lactobacillus seperti L. bulgaricus, L. lactis, L. acidophilus, L. helveticus. BAL

  yang tergolong heterofermentatif mengubah glukosa menjadi asam laktat, etanol atau asam asetat, asam format, dan CO

  2 dalam jumlah yang hampir sama.

  Beberapa contoh BAL heterofermentatif adalah Leuconostoc dan beberapa spesies

Lactobacillus, misalnya L. fermentum, L. brevis, L. plantarum, L. rhamnosus, L.

  buchneri, L. pastorianus, dan L. hirgadii (Axelsson, 2004).

  Bakteri asam laktat homofermentatif digunakan dalam pengawetan makanan karena produksi asam laktat dalam jumlah besar serta mampu menghambat bakteri penyebab kebusukan makanan dan bakteri patogen lainnya. Golongan BAL heterofermentatif lebih ditujukan kepada pembentukan flavor dan komponen aroma, seperti asetaldehid, dan diasetil (Fardiaz, 1992). Jenis BAL yang biasa dipakai sebagai starter pada pembuatan yoghurt dan soyghurt adalah S.

  thermophilus dan L. bulgaricus (Kusmiati dan Malik, 2002).

  Bakteri asam laktat bermanfaat untuk peningkatan kualitas higiene dan keamanan pangan melalui penghambatan secara alami terhadap flora berbahaya yang bersifat patogen. BAL dapat berfungsi sebagai pengawet makanan karena mampu memproduksi asam organik, menurunkan pH lingkungannya, dan mengekskresikan senyawa yang mampu menghambat mikroorganisme patogen seperti H

2 O 2 , diasetil, CO 2 , asetaldehid, asam-asam amino, dan bakteriosin.

  Pertumbuhan dan metabolisme dari spesies bakteri pada usus tergantung dari substrat yang tersedia, yang umumnya berasal dari makanan yang dikonsumsinya. Wright dan Salminen (1999) menyatakan kelebihan BAL adalah kemampuannya untuk bertahan hidup mengkolonisasi usus, memproduksi asam laktat, bakteriosin, dan merangsang pembentukkan antibodi tubuh.

  Klasifikasi BAL menjadi beberapa genus didasarkan pada perbedaan sifat morfologi dan fisiologi. Secara morfologi BAL termasuk bakteri Gram positif berbentuk batang (basil) dan bulat (kokus) dalam bentuk berpasangan, membentuk rantai atau tetrad, tidak berspora, dan non motil. Secara fisiologi, katalase negatif, tidak mereduksi nitrat, dan mampu memproduksi asam laktat sebagai produk akhir metabolik selama fermentasi karbohidrat. Klasifikasi terbaru menggolongkan BAL ke dalam 20 genus, namun dari sudut pandang teknologi pangan hanya terdapat 12 genus BAL yang utama, yaitu Aerococcus,

  

Carnobacterium , Enterococcus, Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc,

Pediococcus , Streptococcus, Tetragenococcus, Oenococcus, Weisella, dan

Vagococcus ( Salminen et al ., 2004), namun hanya empat genus diantaranya yang

  berperan penting dalam fermentasi susu yaitu Lactobacillus, Streptococcus,

  

Pediococcus , dan Leuconostoc (Pato, 2003). Perbedaan karakteristik dari ke

empat genus bakteri asam laktat dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Karakterisasi Empat Genus Bakteri Asam Laktat (Santoso, 2008)

  Karakteristik Genus Bakteri Asam Laktat Lactobacillus Leuconostoc Pediococcus Streptococcus

  Bentuk sel Batang Bulat Bulat Bulat Pengaturan sel Tunggal/ berpasangan Berpasangan/ rantai Tetrad Berpasangan

  Produksi gas - + - - Pengecatan Gram + + + + Katalase - - - - Motilitas - - - - Dekstran - ± - - Tipe fermentasi Homo/Hetero Hetero Homo Homo Pertumbuhan pada 10 °C ± ± ± ± Pertumbuhan pada 45 °C ± - ± ± Pertumbuhan pada pH 3,5 ± ± - ± Pertumbuhan pada pH 9.0 - - - ± Tipe peptidoglikan DAP (+) DAP (-) DAP (+) DAP (+)

  Keterangan: (-) Negatif, (+) Positif, (±) Variasi Antara Spesies,

Homo= Homofermentatif, Hetero=Heterofermentatif,

DAP= Asam Diaminopimelat

2.3.1. Streptococcus thermophilus

  Streptococcus thermophilus termasuk ke dalam kingdom Prokariota,

  divisi Bacteria, filum Firmicutes, kelas Coccus, ordo Lactobacilles, famili

  

Streptococcaceae, genus Streptococcus, dan spesies S. thermophilus (Buchanan

  dan Gibbons, 1974). S. thermophilus merupakan bakteri asam laktat berbentuk bulat dengan diameter 0,7-0,9 µm, koloni berpasang-pasangan atau membentuk rantai panjang, Gram positif, anaerob fakultatif, katalase negatif, tidak berspora, bersifat termodurik, tidak toleran terhadap konsentrasi garam lebih besar dari 6,5%, menyukai suasana mendekati netral dengan pH optimum untuk pertumbuhannya adalah 6,5. Suhu optimum pertumbuhan S. thermophilus antara 40-45

  o

  C, suhu minimum 20-25

  o

  C, suhu maksimum 50-52

  o C (Erkus, 2007). S.

thermophilus bersifat homofermentatif, memfermentasi laktosa, sukrosa, glukosa,

  fruktosa, dan produksi utamanya adalah asam laktat (Tamime dan Deeth, 1980)

Gambar 2.3.1. Streptococcus thermophilus (Kunkel, 2008)

  S. thermophilus bersimbiosis secara mutualisme dengan L. bulgaricus,

  keberadaan ke duanya secara bersamaan di dalam susu dapat menyebabkan pertumbuhan keduanya menjadi lebih cepat (Helferich dan Westhoff, 1980). Komponen yang dihasilkan oleh S. thermophilus berupa asam format dan asam laktat yang dapat menurunkan pH sehingga menstimulir pertumbuhan L.

  

bulgaricus sedangkan L. bulgaricus menghasilkan asam amino seperti valin,

  histidin, dan glisin yang dibutuhkan oleh S. thermophilus (Tamime dan Robinson, 1999).

2.3.2. Lactobacillus bulgaricus

  Lactobacillus bulgaricus dikelompokkan ke dalam kingdom Prokariota,

  divisi Bacteria, filum Firmicutes, kelas Bacilli, ordo Lactobacilles, famili

  

Lactobacillaceae , genus Lactobacillus, dan spesies L. bulgaricus (Buchanan dan

  Gibbons, 1974). L. bulgaricus merupakan bakteri Gram positif, anaerob fakultatif, homofermentatif, berbentuk batang dengan diameter 0,5-0,8 μm panjangnya ± 2-9

  μm, tidak berspora, dan bersifat katalase negatif. L. bulgaricus termasuk jenis

  o

  bakteri termofilik karena hidup secara optimum pada suhu 45

  C, suhu minimum

  o o

  22 C, dan suhu maksimum 50-52 C (Erkus, 2007) (Gambar 2.3.2).

Gambar 2.3.2. Lactobacillus bulgaricus (Singer, 2008)

  Pada pembuatan yoghurt, L. bulgaricus berperan dalam penurunan pH sampai sekitar 4.0. Selain itu, L. bulgaricus juga memberi kontribusi terhadap flavor yoghurt melalui produksi asam laktat, asetaldehid, asam asetat, dan diasetil (Winarno et al., 1993). Bakteri L. bulgaricus ini lebih tahan terhadap asam dibanding Streptococcus dan Pediococcus. Oleh karena itu, lebih banyak terdapat pada tahapan terakhir dari tahapan fermentasi tipe asam laktat (Tserovska et al., 2000). Lactobacillus merupakan flora normal dalam usus dan vagina manusia, tidak patogen dan toksigenik, dan dapat mempertahankan viabilitas selama penyimpanan (Macfarlane dan Cummings, 1999). L. bulgaricus di dalam susu lebih bersifat proteolitik yang berkontribusi pada tekstur dan aroma produk susu fermentasi, yaitu dengan membebaskan valin, histidin, dan glisin yang diperlukan oleh S. thermophilus selama pertumbuhannya.

2.3.3. Bakteri Asam Laktat sebagai Probiotik

  Pemilihan BAL sebagai probiotik sangat berkaitan dengan sifatnya yang memenuhi kriteria aman untuk dikonsumsi (Generally Recognized As Safe, GRAS), dimana hal ini merupakan syarat utama untuk probiotik (Beasley, 2004) dan kemampuannya untuk menghasilkan zat yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme lain. Kedua sifat tersebut, dan beberapa sifat lainnya, menjadi alasan untuk memanfaatkannya sebagai probiotik.

  Bakteri probiotik merupakan mikroorganisme non patogen yang jika dikonsumsi akan memberikan pengaruh yang positif terhadap fisiologi dan mikroorganisme yang bila dikonsumsi, baik dalam bentuk sel kering maupun produk fermentasi memberikan efek menguntungkan dengan memperbaiki sifat mikroflora indigenous. Salminen et al. (1999) menyatakan bahwa probiotik adalah sediaan sel mikroba hidup atau komponen dari sel mikroba yang memiliki pengaruh menguntungkan terhadap kesehatan dan kehidupan inangnya. Menurut Sandholm et al. (1999) probiotik sangat penting bagi tubuh karena menunjukkan peranan fisiologis yang penting dalam menjaga keseimbangan mikroflora saluran pencernaan sehingga terbentuk suatu ekosistem yang unik, yaitu terjadi interaksi yang kompleks yang bekerja secara sinergis dan antagonistis tergantung dari strain yang terlibat, jumlah, dan aktivitas metaboliknya.

  Suatu bakteri dapat dikatakan bakteri probiotik apabila bersifat non patogen, menghasilkan asam dengan cepat, tahan terhadap garam empedu, mampu menempel pada epitel dinding saluran pencernaan, serta mampu memproduksi substansi antimikroba termasuk asam organik, hidrogen peroksida dan bakteriosin. Sejumlah peneliti juga mengungkapkan beberapa pengaruh positif bagi kesehatan dari probiotik yaitu: meningkatkan ketahanan terhadap penyakit infeksi terutama infeksi usus dan diare, menurunkan tekanan darah, menurunkan konsentrasi kolesterol serum darah, mengurangi resiko lactose intolerance, mempengaruhi respon imun, menurunkan resiko terjadinya tumor dan kanker, dan bersifat antimutagenik serta bersifat antikarsinogenik (Kusumawati, 2002).

  Efek probiotik dapat dipertahankan jika makanan pembawa mengandung

  6

  8

  8

  10

  minimal organisme probiotik 10 -10 cfu/ml, atau 10 -10 cfu/gr (preparat kering) (Vinderola et al., 2000). Konsumsi minimal per hari dianjurkan oleh

  6

9 Gilliland (1989) adalah 10 -10 sel. Konsumsi probiotik sebaiknya teratur karena

  waktu kolonisasi dari mikroorganisme probiotik bersifat terbatas, ditambah lagi adanya kompetisi dengan mikroorganisme intestinal patogen. Diantara genus dan spesies BAL yang mempunyai potensi untuk digunakan sebagai probiotik dapat dilihat pada Tabel 2.3.3.

Tabel 2.3.3. Bakteri Asam Laktat yang Digunakan sebagai Probiotik (Goldin, 1988; Ray, 2004 dalam Sudiarta, 2011)

  Genus Spesies Lactobacillus L . acidophilus, L. plantarum, L. casei, L. rhamnosus, L. bulgaricus , L. reuteri, L. fermentum, L. brevis, L. cellobiosus , L. lactis Streptococcus S. lactis , S. cremoris, S. thermophilus, S. intermedius

  Leuconostoc L . mesenteroides, L. paramesenteroides, L. lactis, L. carnosum , L. gelidum Pediococcus P . cerevisiae, P. acidilactici, P. halophilus, P. pentosaceus

  Penggunaan BAL sebagai probiotik bermanfaat untuk memperbaiki dan mempertahankan kesehatan (Reid, 2001). Beberapa jenis BAL diketahui efektif dalam menghambat pertumbuhan berbagai jenis mikroba patogen seperti S.

  aureus, E. coli, S. typhimurium, P. aeruginosa, K. pneumonia , dan L. monocytogenes (Beasley, 2004).

  Naidu dan Clemens (2000) menyatakan bahwa BAL dengan aktivitas probiotiknya berperan penting dalam mengatur ekosistem saluran pencernaan. Aktivitas probiotik terbagi atas tiga spektrum yaitu nutrisi, fisiologi, dan efek antimikroba. Aspek nutrisi berupa penyediaan enzim untuk membantu metabolisme komponen makanan (laktase), sintesis beberapa vitamin (K, folat, piridoksin, pantotenat, biotin, dan riboflavin) dan menghilangkan racun metabolit komponen makanan di dalam usus. Aspek fisiologi meliputi kemampuan menjaga keseimbangan komposisi mikroflora usus dan menstimulasi sistem kekebalan usus. Efek antimikroba yang dimiliki oleh probiotik yaitu kemampuannya untuk memperbaiki ketahanan terhadap bakteri patogen. Upaya untuk menghasilkan produk yoghurt/soyghurt yang berkualitas sebagai probiotik, dilakukan kombinasi dua jenis BAL sebagai starter yaitu bakteri S. thermophilus dan L. bulgaricus. Kombinasi kedua bakteri ini dalam yoghurt/soyghurt yang difermentasikan dapat mencapai kadar asam sebesar 0,8-1,0% oleh bakteri S. thermophilus dan 1,5-2% oleh bakteri L. bulgaricus (Soeharsono, 2010). Bakteri S. thermophilus dan L.

  bulgaricus memproduksi senyawa antimikroba yaitu bakteriosin, diacetil,

  asetaldehid, dan hidrogen peroksida (Beasley, 2004). BAL yang menghasilkan sejumlah komponen antimikrobial difokuskan pada bakteriosin dan pemanfaatannya. Bakteriosin adalah toksin yang menyerupai protein yang disekresikan oleh bakteri untuk menghambat pertumbuhan bakteri lain. Sejumlah bakteriosin dari BAL yang erat hubungannya dengan pangan telah diidentifikasi yaitu nisin, diplococcin, acidophilin, bulgarican, lactacin, dan plantaricin. Diasetil dan asetaldehid berfungsi menambah aroma dan flavor pada susu fermentasi, disamping memberi efek antimikrobial, sedangkan hidrogen peroksida (H

  2 O 2 )

  dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen disamping dapat memperpanjang daya simpan susu segar ataupun hasil prosesing susu (Adriani, 2010). Probiotik dari makanan belum banyak dibuktikan bisa melekat dimukosa usus. Untuk mendapatkan manfaat dari probiotik, dilakukan usaha mengkonsumsi secara terus menerus yang salah satunya adalah soyghurt yang mengandung probiotik handal (Adriani, 2010).

2.4. Hati (Hepar)

2.4.1. Morfologi Hati Mencit (Mus musculus L.)

  Mencit merupakan salah satu hewan laboratorium atau hewan percobaan yang umum digunakan dalam suatu penelitian. Hewan ini paling kecil diantara jenisnya dan memiliki galur mencit yang berwarna putih. Termasuk hewan pengerat (rodentia) yang dapat dengan cepat berkembang biak dan mudah beradaptasi dengan lingkungan. Pemeliharaan hewan ini pun relatif mudah, walaupun dalam jumlah yang banyak. Pemeliharaannya ekonomis dan efisien dalam hal tempat dan biaya. Mencit memiliki variasi genetik cukup besar serta sifat anatomis dan fisiologisnya terkarakterisasi dengan baik (Malole dan Pranomo, 1989). Hal-hal tersebut menjadi dasar pemilihan mencit sebagai hewan uji pada penelitian ini. Taksonomi mencit adalah kingdom Animal, filum

  

Chordata , kelas Mammalia, ordo Rodentia, famili Muridae, subfamili Murinae,

genus Mus, spesies musculus (Ballenger, 1999).

  Mencit (Mus musculus L.) memiliki empat lobus hati yaitu, lobus medial, dua lobus lateral (kiri dan kanan), dan satu lobus kaudatus (Gambar 2.4.1). Lobus hati mencit/tikus memperlihatkan dasar sistem vena hepatik, sistem portal dan segmen-segmen yang mirip dengan hati manusia (Kogure et al., 1999).

Gambar 2.4.1. Morfologi Hati Mencit (Mus musculus L.)

  

(University Animal Care Committee; McGill, 2009)

2.4.2. Morfologi dan Histologi Hati Manusia

  Hati merupakan organ intestinal terbesar dengan berat antara 1400-1600 g atau sekitar 2,5% berat badan orang dewasa, terletak di dalam rongga perut dengan permukaan atasnya cembung melekat pada diafragma, sedangkan bagian bawahnya cekung bersentuhan dengan lambung dan duedenum. Hati dibungkus oleh jaringan ikat yang disebut dengan kapsula Glissoni, yang terdiri dari empat lobus yaitu lobus kanan, lobus kiri, lobus kaudatus, dan lobus kuadratus (Gambar 2.4.2a). Lobus kanan merupakan lobus terbesar, organ ini diikat oleh ligamentum falsiform yaitu memisahkan antara lobus kanan dan lobus kiri (Robbins dan Cotran, 2010).

  

Gambar 2.4.2a. Morfologi Hati Manusia Normal

  Hati terdiri dari lobulus-lobulus hati, yang terdiri atas triad portal dan vena sentralis (Gambar 2.4.2b). Di dalam lobulus hati ini tersusun secara radier sel hati (hepatosit) yang berbentuk polihedral berdiameter 20-25 mikron, dengan inti bulat di tengah dan kadang dijumpai lebih dari satu inti. Diantara barisan hepatosit terdapat celah yang disebut dengan sinusoid. Sinusoid dibatasi oleh sel kupffer dan sel endotel. Sel kupffer merupakan sel retikuloendotel yang mampu memfagositosis bakteri dan benda asing lain dalam darah (Guyton, 2006).

  Lobulus hati Daerah portal Vena sentralis Arteri hepatika Duktus biliaris Vena porta Lempeng sel hati

Gambar 2.4.2b. Struktur Mikroskopis Lobulus Hati Manusia

  ul.ac.uk//smd/kb/microanatomy/.../index.htm) Sel kupffer adalah sel makrofag yang khas. Fungsi utamanya adalah memetabolisir eritrosit tua, hemoglobin hasil pencernaan, dan mensekresi protein yang berhubungan dengan proses imunologis (Junqueira et al., 1998). Sel endotel yang membatasi sinusoid mempunyai pori yang besar. Diantara sel endotel dan hepatosit terdapat celah sempit yang dinamakan celah disse (ruang perisinusoidal). Karena pori yang besar pada endotel, akibatnya cairan darah dengan mudah mengalir dan menapis melalui dinding endotel dan berkontak langsung dengan permukaan hepatosit, sehingga memungkinkan pertukaran makro molekul dengan mudah dari lumen sinusoid ke sel hati dan sebaliknya. Di dalam ruang disse terdapat fibril, sel ito (stellata), sel pit, dan cairan yang dikeluarkan ke dalam limfe (Junqueira et al., 1998).

  Sudut-sudut pertemuan antara lobulus-lobulus hati disebut dengan segitiga Kiernan (triad portal/daerah portal) yang terdiri dari vena porta, arteri hepatika, dan duktus biliaris. Hati memiliki 3-6 daerah portal perlobulus. Dikenal beberapa bentuk lobulus pada hati yaitu, lobulus klasik, lobulus porta, dan asinus hati. Rappaport (1954) mengemukakan asinus hati sebagai unit struktural dan fungsional dari hati yang merupakan massa sel parenkim yang berbentuk agak oval. Pada setiap ujung asinus terdapat vena sentralis yang disebut dengan

  

terminal hepatic venule . Asinus terbagi dalam 3 zona yaitu; zona 1 (periportal),

zona 2 (midzonal), dan zona 3 (sentrilobular) (Gambar 2.4.2c). Vena sentralis Daerah portal: Daerah portal: -Vena porta -Vena porta -Duktus biliaris Vena sentralis Vena sentralis -Duktus biliaris -Arteri hepatika -Arteri hepatika Daerah portal:Vena porta, Arteri hepatika, Duktus biliaris

Gambar 2.4.2c. Sistem Asinus Hati Manusia

(Underwood 1992 dalam Agustiyanti 2008)

  Zona 1 adalah yang terletak paling dekat dengan daerah portal, hepatosit pada daerah ini menerima darah yang mengandung oksigen dan nutrien paling banyak, akibatnya zona ini pertama kali dipengaruhi oleh perubahan darah yang masuk. Zona 2 adalah daerah yang terletak di tengah lobulus, sel-sel dalam daerah ini merupakan sel yang memberikan respon kedua terhadap darah. Zona 3 adalah daerah yang letaknya paling jauh dari daerah portal, dan menerima darah yang sedikit mengandung oksigen dan nutrien, daerah ini merupakan daerah yang paling sering mengalami kerusakan akibat zat kimia.

2.4.3. Fisiologi Hati

  Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam, fungsi utama hati adalah pembentukan dan ekskresi empedu. Hati mengekskresikan empedu sebanyak satu liter per hari ke dalam usus halus. Unsur utama empedu adalah air 97%, elektrolit, dan garam empedu. Pigmen empedu (bilirubin) merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak mempunyai peran aktif, tetapi dapat dijadikan indikator penyakit hati dan saluran empedu, karena bilirubin dapat memberi warna pada jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat Dalam Soyghurt Dan Efektifitas Pada Penyembuhan Gastritis Lambung Mencit (Mus musculus L) Yang Diinduksi Dengan Aspirin

9 90 130

Efektifitas Pemberian Soyghurt yang Mengandung Bakteri Asam Laktat dalam Memperbaiki Kerusakan Jaringan Hati Mencit (Mus musculus L.) yang Dipapar Timbal

10 86 123

Efektifitas Pemberian Soyghurt Terhadap Penurunan Kadar Kolesterol Dalam Darah Mencit (Mus musculus) Dengan Jumlah Bakteri Asam Laktat Dan Suhu Inkubasi Yang Optimum

0 28 119

Kejadian Hujan Asam di Kabupaten Bogor dan Retensi Timbal pada Domba Lokal yang Diberi Ransum Berkadar Timbal Tinggi

0 0 9

Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat Dalam Soyghurt Dan Efektifitas Pada Penyembuhan Gastritis Lambung Mencit (Mus musculus L) Yang Diinduksi Dengan Aspirin

0 0 20

Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat Dalam Soyghurt Dan Efektifitas Pada Penyembuhan Gastritis Lambung Mencit (Mus musculus L) Yang Diinduksi Dengan Aspirin

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspirin (Asam Asetil Salisilat) - Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat Dalam Soyghurt Dan Efektifitas Pada Penyembuhan Gastritis Lambung Mencit (Mus musculus L) Yang Diinduksi Dengan Aspirin

0 0 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Timbal (Pb) 2.1.1. Definisi dan Sifat- Sifat Timbal (Pb) - Analisa Kadar Timbal (Pb) Pada Hati Sapi Yang Diambil Dari Peternakan Sapi Potong di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

0 0 30

Efektifitas Pemberian Soyghurt yang Mengandung Bakteri Asam Laktat dalam Memperbaiki Kerusakan Jaringan Hati Mencit (Mus musculus L.) yang Dipapar Timbal

0 0 22

Efektifitas Pemberian Soyghurt yang Mengandung Bakteri Asam Laktat dalam Memperbaiki Kerusakan Jaringan Hati Mencit (Mus musculus L.) yang Dipapar Timbal

0 0 11