BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Mengenai Hak Kebendaan Pembeli Efek Beragun Aset Pada Pembiayaan Sekunder Perumahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank adalah suatu lembaga keuangan yang sangat penting bagi suatu negara
mengingat fungsinya yang sangat vital bagi pemerataan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan di suatu negara. Fungsi utama dari bank adalah untuk menghimpun dana dari masyarakat yang mempunyai kelebihan dana dan menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan dana . Dalam rangka menjalankan fungsi utamanya tersebut maka bank harus menjunjung tinggi pelaksanaan prinsip kehati-hatian (prudential banking) karena apabila suatu bank melakukan tugasnya dengan mengabaikan prinsip kehati-hatian (prudential banking) maka akan menimbulkan dampak buruk bagi perekonomian negara dan menerbitkan kerugian bagi nasabah atau pihak-pihak lain yang berkaitan dengan kinerja suatu bank.
Bank yang tidak melaksanakan tugasnya berdasarkan prinsip kehati-hatian (prudential
banking ) dapat dituntut karena telah melakukan perbuatan melawan hukum
(onrechtmatigdaad) sebagaimana dimaksud di dalam ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata.
Hal ini sesuai dengan putusan Hoge Raad pada tahun 1919 mengenai perkara Lindebaum- Cohen yang menggeser paradigma mengenai perbuatan melawan hukum (onrechtmatigdaad) yang mana putusan Hoge Raad tersebut telah memberikan syarat alternatif suatu perbuatan
dikatakan perbuatan melawan hukum yakni apabila : Melanggar hak orang lain atau
2) bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku atau 3) 1 bertentangan dengan kesusilaan atau
Pasal 1365 KUHPerdata antara lain menyebutkan “ Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa
kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”4) bertentangan dengan kecermatan yang patut harus diperhatikan dalam lalu lintas masyarakat terhadap diri dan barang orang lain.”
Dalam hal ini suatu bank yang melalaikan ataupun mengabaikan prinsip kehati-hatian (prudential banking) dapat dituntut karena perbuatan melawan hukum (onrechmatigdaad) karena telah melanggar kewajibannya untuk melaksanakan dan menjunjung tinggi prinsip
kehati-hatian (prudential banking) . Penyaluran dana oleh bank kepada masyarakat yang membutuhkan dana dilakukan melalui suatu perjanjian kredit, dimana perjanjian kredit tersebut dapat ditujukan kepada berbagai macam hal yang dapat bersifat produktif ataupun bersifat konsumtif, termasuk di dalamnya perjanjian kredit antara bank dan masyarakat nasabah debitur bank tersebut untuk membeli atau pemilikan rumah bagi nasabah debitur bank tersebut. Masyarakat yang ingin membeli suatu rumah pada umumnya akan menggunakan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang dapat diberikan oleh suatu bank. Dalam hal ini bank dapat memberikan kredit kepada masyarakat yang hendak membeli rumah dengan balas jasa berupa bunga pada tingkatan tertentu.
Keberadaan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) ini sangat membantu masyarakat yang ingin membeli rumah mengingat harga suatu rumah tergolong mahal untuk dibeli secara tunai. Namun perlu diingat bahwa Kredit Pemilikan Rumah adalah suatu kredit jangka panjang, sedangkan dalam prakteknya, dana perbankan untuk penyediaan rumah secara kredit melalui penerbitan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang berjangka panjang pendek. Apabila bank menerbitkan KPR secara terus menerus dengan pembiayaan bersumber
3 Pasal 2 UU no 7 Tahun 1992 jo UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan “Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati- pada dana jangka pendek, maka bank akan mengalami kesenjangan antara sumber dan penggunaan dana (mismatch funding).
Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan mobilisasi dana jangka panjang guna memenuhi kebutuhan pembiayaan perumahan yang berjangka panjang pula.
Sejalan dengan program Pemerintah untuk meningkatkan kegiatan pembangunan di bidang perumahan sebagai salah satu upaya penyediaan perumahan yang layak dan terjangkau oleh masyarakat, perlu diupayakan tersedianya dana yang memadai melalui pembiayaan sekunder
perumahan . Untuk melakukan kegiatan pembiayaan yang dimaksud, didirikan perusahaan pembiayaan sekunder perumahan. Sumber pembiayaan sekunder perumahan di samping berasal dari modal sendiri, juga diperoleh dari penerbit Efek Beragun Aset dalam bentuk
5 Surat Utang dan Surat Partisipasi.
Pelaksanaan dari pada pembiayaan sekunder perumahan merupakan pengalihan piutang-piutang yang dimiliki oleh bank yakni berupa kredit-kredit KPR kepada masyarakat umum sebagai investor. Pengalihan piutang itu pun seseuai dengan prinsip demokrasi ekonomi sebagaimana termaktub dalam ketentuan Pasal 2 UU No. 7 Tahun 1992 jo UU No.
10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang antara lain menyebutkan bahwa bank dalam melaksanakan fungsinya berasaskan demokrasi ekonomi. Asas demokrasi ekonomi menggambarkan nilai-nilai demokrasi yang diturunkan pada pelaksanaan pembangunan sebagai pilar perekonomian nasional, yakni mengenai demokrasi prosedural dimana demokrasi prosedural diartikan sebagai suatu kajian demokrasi berkenaan dengan prosedur sebagaimana yang diungkapkan oleh Abraham Lincoln yang berbunyi “ from the people, by
the people and for the people ” dapat tercermin pada penyelenggaraan perekonomian nasional.
4 Menurut ketentuan Pasal 1 angka 11 Perpres no 19 Tahun 2005 menyebutkan bahwa “pembiayaan sekunder perumahan aalah penyelenggaraan kegiatan penyaluran dana jangka menengah dan/atau panjang kepada kreditor asal dengan melakukan sekuritisasi”.Proses memobilisasi dana kredit jangka panjang tersebut dilakukan dengan cara melakukan sekuritisasi aset yakni dengan menerbitkan suatu surat berharga (efek/sekuritas) yang mana surat berharga tersebut memiliki jaminan berupa tagihan-tagihan atau piutang- piutang yang dimiliki oleh kreditur asal. Dengan kata lain surat berharga yang diterbitkan tersebut akan dibayarkan melalui tagihan-tagihan atau piutang-piutang yang dimiliki oleh kreditur asal yakni tagihan-tagihan terhadap nasabah-nasabah pemohon Kredit Pemilikan Rumah ( KPR). Suatu surat berharga yang memiliki jaminan berupa aset keuangan tesebut
disebut sebagai efek beragun aset atau dalam tradisi Common Law surat berharga tersebut disebut sebagai (Asset Backed Security).
Penerbitan surat berharga tersebut oleh suatu perusahaan atau lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk itu dan pembelian surat berharga tersebut oleh masyarakat investor yang melalui mekanisme penawaran umum haruslah tunduk terhadap ketentuan-ketentuan di
dalam hukum pasar modal, termasuk di dalamnya ketentuan mengenai prinsip keterbukaan mengenai fakta materil yang berkaitan dengan kondisi yang berkenaan dengan efek beragun aset yang diterbitkan dalam rangka pembiayaan sekunder perumahan yang melalui mekanisme penawaran umum.
Pasar modal pada hakikatnya adalah jaringan tatanan yang memungkinkan pertukaran klaim jangka panjang, penambahan financial asset pada saat yang sama, memungkinkan investor untuk mengubah dan menyesuaikan portofolio investasi (melalui pasar sekunder). Berlangsungnya fungsi pasar modal adalah meningkatkan dan menghubungkan aliran dana 6 7 ibid
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 13 UU no 8 tahun 1995 menyebutkan bahwa “ pasar modal adalah
kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yangditerbitkannya serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek dengan memperoleh imbalan jasa” 8 Pasal 1 angka 25 UU No 8 Tahun 1995 menyebutkan “Prinsip Keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan emiten, perusahaan publik, dan pihak lain yang tunduk pada undang-undang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi materila mengenasi usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal efek dimaksud dan atau harga jangka panjang dengan ”kriteria pasarnya” secara efisien yang akan menunjang pertumbuhan
riil ekonomi secara keseluruhan .
Pasar modal diadakan untuk tujuan mempertemukan orang-orang yang membutuhkan dana dengan orang-orang yang mempunyai kelebihan dana untuk di investasikan kepada orang-orang yang membutuhkan dana tersebut, akan tetapi penjual dan pembeli pada pasar modal sebenarnya tidak pernah bertemu atau berpapasan muka pada suatu tempat tertentu, kehadiran kepentingan penjual dan pembeli di pasar modal diwakili oleh para pelaku pasar modal yang lain, yakni antara lain broker atau pialang, custodian, wali amanat dan lain-lain, ini merupakan perbedaan yang paling mencolok antara pasar modal dengan pasar pada umumnya.
Permasalahan yang sering terjadi sebagai akibat dari tidak bertemunya penjual dan pembeli pada pasar modal secara langsung adalah mengenai informasi dari pada surat berharga yang dijual di pasar modal, tentu para investor dalam hal ini tidak mau untuk membeli suatu surat berharga yang kualitasnya rendah, maka penilaian harga atas surat berharga tersebut seharusnya sesuai dengan nilai atau kualitas dari surat berharga itu sendiri.
Pasar modal sendiri memiliki fungsi antara lain sebagai berikut :
1) Sarana untuk menghimpun dana-dana masyarakat untuk disalurkan ke dalam kegiatan-kegiatan yang produktif ;
2) Sumber pembiayaan yang mudah, murah, dan cepat bagi dunia usaha dan pembangunan nasional ; Mendorong terciptanya kesempatan berusahan dan sekaligus menciptakan kesempatan kerja ;
4) Mempertinggi efisiensi alokasi sumber produksi
9 Pandji Anoraga, Piji Pakarti, 2001,Pengantar Pasar Modal,Semarang, Rineka Cipta, hal 5
5) Memperkokoh beroperasinya mekanisme pasar dalam menata sistem moneter, karena pasar modal dapat menjadi saran “open market operation” sewaktu- waktu oleh bank sentral ;
6) Menekan tingginya tingkat bunga menuju suatu “rate” yang reasonable dan
7) Sebagai alternatif investasi bagi para pemodal.
Nilai atau kualitas dari suatu surat berharga sangat bergantung pada tingkat kualitas dari pihak yang menerbitkan dan menjual surat berharga tersebut kepada masyarakat dimana dalam kajian pasar modal perusahaan tersebut disebut sebagai emiten. Ketika harga dari surat berharga yang diterbitkan oleh emiten tersebut benar-benar telah merepresentasikan kualitas dari surat berharga tersebut, maka keadaan inilah yang disebut sebagai suatu mekanisme pasar yang efisien yakni ketika harga surat berharga yang diterbitkan oleh emiten benar-benar sepenuhnya merupakan refleksi dari seluruh informasi mengenai kualitas dari surat berharga
yang tersedia.
Dalam hal ini jelaslah bahwa kepentingan pembeli surat berharga atau dalam hal ini masyarakat investor untuk mendapatkan barang dengan harga yang sesuai dengan kualitas dari surat berharga tersebut merupakan salah satu kebendaan hukum yang utama di dalam pengaturan hukum di pasar modal dimana hal tersebut hanya dapat terwujud ketika pihak
emiten dalam hal ini mau terbuka atas segala informasi-informasi yang berkenaan dengan
kualitas dari surat berharga yang diterbitkan olehnya. Pihak Otoritas pasar modal yang mana
di Indonesia dipegang oleh Bappepam harus dapat mewajibkan para emiten untuk dapat keterbukaan (disclosure principle). 11 Lynn A Stout, The Unimfortance of being efficient; An Economic Analysis of Stock Market Pricing and Securites Regulation, Michigan Law Review Vol,87, Desember 1988), hal 615. 12 Berdasarkan Pasal 6 huruf b UU No 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,yang mana antara lain
menyebutkan bahwa otoritas jasa keuangan memiliki tugas untuk mengatur dan mengawasi kegiatan jasa keuangan di pasar modal, dengan demikian pada sekarang ini pemegang otoritas pasar modal di Indonesia
Dalam kerangka penerbitan efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan fakta materil yang perlu diketahui oleh para calon investor bukanlah mengenai kualitas perusahaan yang menerbitkan efek beragun aset tersebut, karena dalam hal ini perusahaan yang menerbitkan dan yang menawarkan efek beragun aset berupa obligasi pada penawaran
umum tersebut adalah suatu perusahaan special pupose vehicle (SPV) dan perusahaan yang menerbitkan dan menawarkan efek beragun aset berupa saham/partisipasi adalah lembaga keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Perpres No.19 Tahun 2005. Tentu saja kualitas perusahaan SPV tersebut tidak memiliki hubungan dengan kualitas dari efek beragun aset berupa obligasi yang diterbitkan dan ditawarkan oleh perusahaan SPV tersebut begitu juga bahwa kualitas lembaga keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Perpres No.19 Tahun 2005 tidak terlalu bersifat dominan untuk memberikan pertimbangan kepada calon investor untuk membeli atau tidak efek yang ditawarkan tersebut dibandingkan kualitas dari pada aset yang dijadikan dasar penerbitan efek beragun aset tersebut, oleh karenanya tidak akan mempengaruhi para calon investor untuk membeli atau menjual efek beragun aset berupa obligasi atau saham, tersebut.
Dalam Pasar modal, masyarakat pemodal membeli suatu komoditi yang sangat abstrak dan oleh karenanya kualitas dari komoditi tersebut yaitu saham dan/atau obligasi ditentukan oleh kualitas informasi yang tersedia dari perusahaan emiten yang bersangkutan. Apabila informasi tidak tersedia berarti kualitas dari barang yang diperjual-belikan sama seperti apa yang ditawarkan pada rumah-rumah judi. akuntan publik, notaris, konsultan hukum, penjamin emisi, penilai dan wali amanat adalah amat diperlukan. Pada awal ketika calon emiten berniat go public akan sangat menentukan 13 Menurut Pasal 1 angka 15 Perpres no 19 Tahun 2005 tentang pembiayan sekunder perumahan, yang
dimaksud dengan perusahaan Special Purpose Vehicle adalah perseroan terbata yang ditunjuk oleh lembaga
keuangan yang melaksanakan kegiatan pembiayan sekunder perumahan yang khusus didirikan untuk membeli
kualitas akhir instrumen pasar modal yang akan dikeluarkan. Oleh karenanya untuk menentukan fakta materil adalah sesuatu yang penting dalam rangka pembiayaan sekunder
perumahan. . Jadi apabila fakta-fakta materil apa yang perlu diketahui tersebut dapat ditelisik maka dapat ditentukan sejauh mana perlindungan hukum dapat diberikan kepada pembeli efek beragun aset tersebut dan kepada siapa pertanggungjawaban hukum dapat dibebankan.
Permasalahan mengenai fakta materiil ini erat kaitannya dengan hukum jual-beli, karena memang kegiatan pembiayan sekunder perumahan yang ditawarkan melalui mekanisme penawaran umum yakni penawaran melalui proses pasar modal pada hakikatnya merupakan suatu proses jual-beli surat berharga yakni efek beragun aset berupa obligasi.
Selain dari pada itu di dalam proses penerbitan efek beragun aset maka bank sebagai
originator atau pihak yang aset keuangannya dijadikan dasar penerbitan efek beragun aset
pada pembiayaan sekunder perumahan pada dasarnya melakukan perbuatan hukum berupa jual beli piutang sebagaimana diatur di dalam Bagian 5 Buku Ke III KUHPerdata kepada perusahaan SPV ataupun kepada lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk itu sebagaimana dimaksud di dalam ketentuan Pasal 3 Perpres No.19 Tahun 2005, yang mana
jual beli tersebut harus merupakan suatu jual-beli putus .
Karena pembiayaan sekunder perumahan tersebut erat kaitannya dengan hukum jual beli maka kajian hukum jual-beli mengenai tanggung jawab penjual atas barang yang dijual oleh penjual terhadap pembeli adalah relevan untuk diterapkan dalam menentukan fakta diterbitkan oleh perusahaan SPV atau saham yang diterbikan oleh lembaga keuangan khusus 14 15 Pandji Anoraga, Piji Pakarti Opcit hal 6
Pasal 1 angka 7 UU no 8 Tahun 1995 tentang pasar modal menyebutkan “ informasi atau fakta material adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa , kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada bursa efek dan keputusan pemodal, calon pemodan, atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut”. didirikan untuk itu secara wajar dan efisien. Selain itu masalah pembiayan sekunder perumahan juga erat kaitannya dengan hukum kebendaan termasuk proses penyerahan benda yang dalam hal ini adalah surat berharga. Sehingga sangatlah relevan menerapkan kaidah- kaidah hukum yang terdapat di dalam Buku II dan Buku III KUHPerdata dan kaidah-kaidah hukum perdata yang bersifat doktrinal terhadap perkara pembiayaan sekunder perumahan.
Seperti yang telah digambarkan di atas bahwa pada dasarnya pembiayaan sekunder perumahan adalah proses pengalihan piutang yang terbit dari penerbitan KPR oleh bank sebagai pemilik piutang yang pada akhirnya berhilir kepada pembeli efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan melalui perbuatan jual-beli piutang dan penerbitan surat berharga atau efek. Oleh karenanya di setiap perbuatan pengalihan piutang baik yang dilakukan melalui jual-beli piutang maupun melalui penerbitan efek beragun aset maka akan ada juga proses pengalihan hak kebendaan juga yang mana hak kebendaan tersebut pada akhirnya akan beralih kepada pembeli efek beragun aset.
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa fakta materil pada pembiayaan sekunder perumahan pada dasarnya adalah suatu fakta atau informasi yang dapat mempengaruhi calon investor/pembeli efek beragun aset akan membeli atau tidak efek beragun aset yang diterbitkan pada pembiayaan sekunder perumahan. Informasi-informasi tersebut pada dasarnya adalah sesuatu yang melekat pada permasalahan apa-apa saja hak-hak kebendaan yang dimiliki oleh pembeli efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan dan bagaimana keadaan atau kondisi dari hak-hak kebendaan tersebut sehingga melakukan pembelian efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan.
Dengan sendirinya ketika calon investor pembeli efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan dapat mengetahui dan memahami apa-apa saja hak-hak kebendaan yang dimiliki olehnya dan bagaimana kondisi dari hak-hak kebendaan tersebut sebelum beralih kepadanya, maka calon investor pembeli efek beragun aset mengetahui dan memahami pula bagaimana dan apa-apa saja fakta materil yang perlu diketahui olehnya. Selain dari pada itu ketika mengenai hak-hak kebendaan pembeli efek beragun aset dapat dipahami maka dapat memudahkan untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum bagi pembeli efek beragun aset pada pembiayaan sekunder
Dalam penulisan kali ini maka akan dibahas mengenai bagaimana mekanisme penerbitan efek pada pembiayaan sekunder perumahan dilaksanakan, bagaimana mekanisme peralihan hak kebendaan yang dimiliki oleh pembeli efek beragun aset, bagaimana perlindungan hukum bagi pembeli efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan, dan bagaiaman pengaturan KUHPerdata yang berkenaan dengan pembiayaan sekunder perumahan dan hak-hak kebendaan pembeli efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan.
B. Permasalahan.
Dari latar belakang dan permasalahan-permasalahan yang muncul sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya maka dapatlah ditarik beberapa perumusan masalahnya antara lain sebagai berikut 1.
Bagaimanakah hak-hak kebendaan efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan ?
2. Bagaimanakah mekanisme peralihan hak kebendaan yang dimiliki oleh pembeli 3.
Bagaimanakah perlindungan hukum bagi pembeli efek beragun aset berkenaan dengan hak kebendaannya atas efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan ?
4. Apakah hukum nasional sudah seusuai dengan konsep pembiayaan sekunder perumahan di Indonesia ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembahasan penulisan ini adalah sebagai berikut : 1.
Untuk mengetahui bagaimanakah hak-hak kebendaan pada efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan.
2. Untuk mengetahui mekanisme peralihan hak kebendaan yang dimiliki oleh pembeli efek beragun aset
3. Untuk mengetahui bagaimanakah perlindungan hukum bagi pembeli efek beragun aset pada pembiayaan sekunder berkenaan dengan hak kebendaannya atas efek beragun aset.
4. Untuk mengetahui apakah perlu dilakukan penyesuaian pada hukum nasional berkenaan dengan konsep pembiayaan sekunder perumahan di Indonesia.
D. Manfaat Penulisan
Adapun penulisan skripsi ini mempunyai manfaat sebagai berikut : a.
Secara Teoretis Secara teoretis pembahasan yang dikemukakan dalam penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah kontribusi pemikiran dan khazanah keilmuan khusus dalam bidang kebendaan pembeli efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan.
b.
Secara Praktis Pembahasan di dalam skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada para pembeli efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan. Agar para pembeli efek beragun aset dapat mengetahui apa-apa saja dan bagaimana hak kebendaan yang dimiliki olehnya serta bagaimana perlindungan hukum bagi pembeli efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan, sehingga dapat membantu para pembeli efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan untuk membuat keputusan apakah akan membeli efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan atau tidak, dan membantu pula untuk menentukan keputusan apakah akan melepas atau tidak efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan yang dimilikinya kepada pihak lain atau tidak.
E. Metode Penelitian
Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hai, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia, maka metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi
dalam melakukan penelitiann . Menurut Sutrisno Hadi, Penelitian atau riset adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha
mana dilakukan dengan metode-metode ilmiah.
Untuk melengkapi tulisan ini dan agar penulisan skripsi ini lebih dapat
dipertanggungjawabkan maka akan dijelaskan mengenai metode penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini. Adapun metode penulisan skrispi ini adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian.
normatif. Metode penelitian bersifat normatif dalam artian bahwa dalam membahas tentang pembahasan skripsi objek yang dibahas adalah mengenai dan berkenaan 17 dengan norma-norma hukum dan menggunakan serta mengolah data sekunder untuk
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hal 6 menjawab mengenai rumusan masalah yang dirumuskan di dalam penulisan skripsi ini.
2. Sumber Data.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder, yakni data yang diperoleh dari sumber-sumber yang bersifat tidak langsung dan tertuang dalam dokumen, peraturan perundang-undangan, buku-buku yang relevan , dll. Adapun data sekunder tersebut antara lain sebagai berikut : a.
Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dan terdiri dari : Peraturan Perundang-undangan :
1) Undang-undang dan peraturan yang setaraf
2) Peraturan pemerintah dan peraturan yang setaraf
3) Keputusan Presiden dan keputusan yang setaraf
4) Keputusan Menteri dan keputusan yang setaraf b.
Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengnai bahan hukum primer, seperti buku-buku hukum, hasil-hasil penelitian, atau pendapat para pakar hukum.
c.
Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), dll.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun eletronik, dokumen-dokumen pemerintah termasuk peraturan perundang-undangan a. Analisis Data
Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisis dengan menggunakan metode pendekatan konseptual, pendekatan perundang-undang , serta pendekatan perbandingan hukum.
F. Keaslian Penulisan “ Tinjauan Yuridis Mengenai Hak Kebendaan Pembeli Efek Beragun Aset Pada
Pembiayaan Sekunder Perumahan” merupakan judul skripsi ini dan belum pernah ditulis sebelumnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Ditulis dengan menggunakan data-data yang diperoleh dari bahan kepustakaan berupa buku-buku, media cetak lainnya, dan media elektronik sehingga keaslian penulisan dari skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan.
G. Sistematika Penulisan
Dalam setiap penulisan karya ilmiah, maka penulisan tersebut perlu dilakukan secara sistematis untuk merangkai tiap-tiap pembahasan agar pembahasan tersebut mudah untuk dimengerti dan teratur. Penulisan ini dilakukan dengan kerangka penulisan yang tersistematis ke dalam bab yang masing-masing membahas tiap-tiap permasalahan yang mana tiap-tiap bab saling mendukung satu sama lain untuk menjawab pertanyaan yang tercantum di dalam perumusan masalah. Adapun karya ilmiah ini ditulis dengan sistematika sebagai berikut. :
BAB I : Pendahuluan Bab I ini berisi tentang, latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan dan sistematika penulisan BAB II : Tinjauan Umum Mengenai Hak Kebendaan,
Bab ini berisikan tentang, pengertian hak kebendaan, asas-asas dalam hukum benda, pembagian hak kebendaan menurut KUHPerdata, macam- macam hak kebendaan menurut KUHPerdata.
BAB III : Tinjauan Yuridis Mengenai Pembiayaan Sekunder Perumahan Bab ini berisikan tentang pengertian efek dan macam-macam efek, kajian mengenai efek beragun aset, pengertian pembiayaan sekunder perumahan, dan mekanisme pelaksanaan pembiayaan sekunder perumahan
BAB IV` :Tinjauan Yuridis Mengenai Hak Kebendaan Pembeli Efek Beragun Aset Pada Pembiayaan Sekunder Perumahan Bab ini berisikan tentang hak kebendaan pada efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan, mekanisme peralihan hak kebendaan pada efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan, perlindungan hukum bagi pembeli efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan, penyesuaian hukum nasional terhadap konsep pembiayaan sekuder perumahan
Bab V : Kesimpulan dan Saran Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran