BAB II GAMBARAN UMUM PENELITIAN - Dampak Kepariwisataan Terhadap Kehidupan Masyarakat Sembahe (1980-1999)

  

BAB II

GAMBARAN UMUM PENELITIAN II.1. Topografi Desa Sembahe Kabupaten Deli Serdang dikenal sebagai salah satu daerah dari 25 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.Kabupaten yang memiliki

  keanekaragaman sumber daya alamnya yang besar sehingga merupakan daerah yang memiliki peluang investasi cukup menjanjikan.

  Dulu wilayah ini disebut Kabupaten Deli dan Serdang, dan pemerintahannya berpusat di Kota Medan. Memang dalam sejarahnya, sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, wilayah ini terdiri dari dua pemerintahan yang berbentuk kerajaan (kesultanan) yaitu Kesultanan Deli berpusat di Kota Medan, dan Kesultanan Serdang berpusat di Perbaungan.

  Dulu daerah ini mengelilingi tiga “daerah kota madya” yaitu kota Medan yang menjadi ibukota Provinsi Sumatera Utara, kota Binjai dan kota Tebing Tinggi disamping berbatasan dengan beberapa Kabupaten yaitu Langkat, Karo, dan Simalungun, dengan total luas daerah 6.400 KM2 terdiri dari 33 Kecamatan dan 902 Kampung.

  Daerah ini, sejak terbentuk sebagai kabupaten sampai dengan tahun tujuh puluhan mengalami beberapa kali perubahan luas wilayahnya, karena kota Medan, Tebing Tinggi dan Binjai yang berada didaerah perbatasan pada beberapa waktu yang lalu meminta/mengadakan perluasan daerah, sehingga luasnya berkurang menjadi 4.397,94 KM2.

  Diawal pemerintahannya Kota Medan menjadi pusat pemerintahannya, karena memang dalam sejarahnya sebagian besar wilayah kota Medan adalah “tanah Deli” yang merupakan daerah Kabupaten Deli Serdang. Sekitar tahun 1980-an, pemerintahan daerah ini pindah ke Lubuk Pakam, sebuah kota kecil yang terletak di pinggir jalan lintas Sumatera lebih kurang 30 kilometer dari Kota Medan yang telah ditetapkan menjadi ibukota Kabupaten Deli Serdang.

  Tahun 2004 Kabupaten ini kembali mengalami perubahan baik secara Geografi maupun Administrasi Pemerintahan, setelah adanya pemekaran daerah dengan lahirnya Kabupaten baru Serdang Bedagai sesuai dengan U.U. No. 36 Tahun 2003, sehingga berbagai potensi daerah yang dimiliki ikut berpengaruh.

  Dengan terjadinya pemekaran daerah, maka Luas wilayahnya sekarang menjadi 2.497,72 KM2 terdiri dari 22 kecamatan dan 403 desa/kelurahan, yang terhampar mencapai 3.34 persen dari luas Sumatera Utara.

  Kabupaten Deli Serdang dihuni penduduk yang terdiri dari berbagai suku bangsa seperti Melayu, Karo, Simalungun, Jawa, Batak, Minang, Cina, Aceh dan pemeluk berbagai agama seperti Islam, Kristen, Hindu dan Budha, dengan total jumlah penduduk berjumlah 1.686.366 jiwa dengan Laju Pertumbuhan Penduduknya (LPP) sebesar 2,74 persen dengan kepadatan rata-rata 616 jiwa perkilometer persegi.

  Dalam gerak pembangunannya, motto Kabupaten Deli Serdang yang tercantum dalam Lambang Daerahnya adalah “Bhinneka Perkasa Jaya” yang memberi pengertian; dengan masyarakatnya yang beraneka ragam suku, agama, ras dan golongan bersatu dalam kebhinnekaan secara kekeluargaan dan gotong royong membangun semangat kebersamaan, menggali dan mengembangkan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusianya sehingga menjadi kekuatan dan keperkasaan untuk mengantarkan masyarakat kepada kesejahteraan dan kejayaan sepanjang masa.

  Kabupaten Deli Serdang secara geografis, terletak diantara 2°57’ - 3°16’ Lintang Utara dan antara 98°33’ - 99°27’ Bujur Timur, merupakan bagian dari wilayah pada posisi silang di kawasan Palung Pasifik Barat dengan luas wilayah 2.497,72 Km2 Dari luas Propinsi Sumatera Utara, dengan batas sebagai berikut : - Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Sumatera.- Sebelah Selatan berbatasan dergan Kabupaten Karo. - Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Langkat.

  Desa Sembahe terletak ± 800 meter diatas permukaan laut (DPL), desa ini juga mempunyai luas sekitar 300 hektar.Daerah ini dapat ditempuh dengan perjalanan

  

  sekitar satu jam dari Medan (Ibu Kota Sumatera Utara) aerah ini juga mempunyai sungai sebagai objek wisata utama yaitu, aliran yang berasal dari sekitar gunung sibayak ini mempunyai air yang sangat sejuk. Desa Sembahe terdapat di kecamatan Sibolangit yang termasuk kedalam wilayah kabupaten Deli Serdang dengan batas – batas sebagai berikut : 7 Kecamatan Sembahe, 1985. Gambaran Daerah Sembahe.

  Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Bingkawan

  • Sebelah Selatan berbatasan dengan Buah Nabar -

  Sebelah Timur berbatasan dengan Batu Mbelin

  • Sebelah Barat berbatasan dengan Buah Nabar -

  II.2. Kondisi Masyarakat

  Masyarakat di sekitar kawasan objek wisata Sembahe adalah mayoritas karo, yang terdiri dari beberapa marga yaitu :ketaren, Tarigan, Sembiring, Karo-Karo, Parangin-angin dan Ginting. Pembuka desa sembahe pertama kali adalah orang yang bermarga ketaren dan tarigan.Orang yang pertama membuka lahan ialah Raja Ketaren.

  Masyarakat Sembahe juga mempunyai kekerabatan yang sangat erat dengan sesama warga Sembahe.Dan beberapa informan menyatakan masyarakat disembahe mempunyai isme yang sangat kental (isme di Sembahe masih sangat tinggi).

  II.2.1. Kondisi Masyarakat Berdasarkan Kelompok Umur

  Wilayah sembahe dengan luas 280 km2, pada tahun 1985 sudah berpenduduk 1210 jiwa yg terdiri dari 149 kepala keluarga dengan perincian sebagai berikut : jumlah laki – laki 649 jiwa dan jumlah perempuan 561 jiwa. Berikut adalah tabel jumlah penduduk menurut umur :

  

TABEL I

JUMLAH PENDUDUK MENURUT UMUR

  NO Kelompok Umur Jumlah ( Dalam Jiwa ) 1 0 – 5 49 2 5 – 10 89 3 11 – 15 77 4 16 – 20 91 5 21 – 25 95 6 25 – 30 181

  7 30 – 35 149 8 36 – 40 199 9 41 – Keatas 280

  

Jumlah 1210

  Sumber : kantor kepala Desa Sembahe 1985 Berdasarkan tabel di atas, jelas tergambar tentang kelompok masyarakat dengan usia produktif atau masyarakat yang seharusnya mempunyai pekerjaan.

  Antara umur 20 tahun ke atas sekitar 624 jiwa, artinya adalah bahwa hampir 624 jiwa masyarakat Sembahe seharusnya sudah bekerja, tetapi angka ini belum memisahkan antara laki – laki dengan perempuan berdasarkan kelompok umur.

  

II.2.2 Kondisi Masyarakat Berdasarkan Kelompok Mata

Pencaharian

  Mayoritas masyarakat Sembahe adalah bermata pencaharian sebagai petani. Petani yang dimaksud adalah kelompok masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari lahan pertanian dengan cara bercocok tanam yang jenis tanamannya padi.

  Disamping padi mereka juag berladang dengan jenis tanamannya tanaman plawija yaitu Durian, pinang dan tanaman lainnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

  TABEL II MASYARAKAT BERDASARKAN MATA PENCAHARIAN

  NO Jenis Pekerjaan Jumlah ( jiwa )

  1 PNS

  9

  2 Pedagang / Wiraswasta

  20

  3 Petani 398

  4 Supir

  5

  5 Pegawai Swasta

  44

  6 Dan Lain – lain 142 Jumlah

  618 Sumber : kantor Kepala Desa Sembahe 1985

II.2.3. Kondisi Masyarakat BerdasarkanTingkat Pendidikan

  Pengembangan Sumber Daya Manusia masyarakat merupakan kegiatan yang harus dilaksanakan agar pengetahuan (knowledge), kemampuan (ability) dan keterampilan (skill) mereka sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang mereka lakukan.Dengan pengembangan ini diharapkan dapat memperbaiki dan mengatasi kekurangan dalam melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik dan sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi khususnya dibidang kepariwisataan.

  Pembangunan sarana dan prasarana pendidikan seperti sekolah dan pendidikan dan pelatihan masyarakat perlu dilakukan untuk menciptakan daya saing khususnya di daerah tujuan wisata agar dapat memanfaatkan sektor pariwisata sebagai sumber pendapatan yang utama.Kualitas sarana dan prasarana sosial tersebut perlu dibangun lebih baik, sehingga masyarakat termotivasi untuk bersekolah dan menambah pengetahuan masyarakat khususnya dibidang pariwisata.

  Sembahe memiliki sarana dan prasarana pendidikanyang terdiri dari beberapa gedung sekolah.2 unit Sekolah Dasar ( SD ), 1 unit SMP. Aktivitas para pelajar setelah pulang sekolah biasanya membantu orang tua. Mereka belum ada mengikuti kursus – kyrsus diluar sekolah, sebagaimana aktivitas pelajar di kota – kota besar.

  Akibat adanya fasilitas pendidikan diluar sekolah, maka kualitas sekolah – sekolah di daerah ini bila ditinjau dari prestasi pelajarannya kurang sejajar bila dibandingkan dengan kualitas sekolah lain yang berada di kota Medan.

  

TABEL III

MASYARAKAT BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN

  NO Tingkat pendidikan Jumlah ( Dalam Jiwa )

  1 Tidak / belum sekolah 216

  2 Tidak Tamat SD / Sederajat 152

  3 Tamat SD 546

  4 SMP 180

  5 SMA 109

  6 Akademi / perguruan Tinggi

  7 Jumlah 1210 Sumber :Kantor kepala Desa Sembahe 1985

  Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah tamatan SD merupakan jumlah yang paling besar.Mereka tidak mau melanjutkan sekolahnya karena berbagai alasan.

  Alasan mereka adalah masalah ekonomi.

II.2.4. Kondisi Masyarakat Berdasarkan Kepercayaan

  Masyarakat Sembahe dikenal sebagai masyarakat yang mempunyai sikap toleransi yang tinggi terhadap pemeluk agama yang lain. Adanya rasa kesadaran yang tinggi akan penghormatan terhadap kepercayaan yang berbeda membuat tidak adanya hambatan di dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Agama yang dianut oleh masyarakat adalah Kristen Protestan, Kristen Katolik, Islam, Budha.

  Dilihat dari rumah ibadah, maka daerah ini terdapat rumah ibadah seperti Gereja sebagai tempat beribadah agama Kristen ada 2 buah, Mesjid sebagai tempat ibadah agama Islam ada 1 buah.Bagi pemeluk agama Budha didirikan sebuah kuil untuk beribadah sekaligus sebagai tempat upacara keagamaan.

  

TABEL IV

MASYARAKAT BERDASARKAN AGAMA

  NO Agama / Kepercayaan Jumlah ( Dalam Jiwa )

  1 Islam 235

  2 Katholik 157

  3 Kristen Protestan 622

  4 Hindu

  18

  5 Kepercayaan Lain 178

  Jumlah 1210

  Sumber : Kantor kepala Desa Sembahe 1985

  

II.3. Sejarah Desa Sembahe Sebelum Terbentuknya Pemandian

Sembahe

  Cerita yang berkembang dalam masyarakat terutama para orang tua tentang sembahe adalah dahulu kala ada sebuah Sebongkah batu besar berdiri kokoh di atas sebidang tanah. Ada yang istimewa dari batu ini, ada pintu dan ruangan di dalamnya.Masyarakat setempat meyakininya sebagai rumah Umang, orang Bunian di Tanah Karo.Dahulu kala, terdapatlah sebuah kampung kecil di salah satu daerah di Tanah Karo. Kampung Uruk Rambuten, begitu masyarakat setempat menyebutnya.

  Hanya beberapa keluarga saja yang tinggal di sana. Rumah-rumah mereka mengelilingi sebuah pohon beringin besar.Kampung tersebut memang perkampungan

   kecil yang hanya dihuni marga Ketaren.

  Alkisah, hiduplah seorang peladang di kampung tersebut.Dia biasa dipanggil Opung (kakek) Ketaren.Sebagai seorang peladang, Opung mau membuka hutan yang masih berada tidak jauh dari kawasan perkampungan untuk dijadikan lahan bercocok tanam.Dalam perjalanan menuju lokasi tersebut, Opung bertemu dengan sesosok mahkluk bertubuh kecil dengan kakinya terbalik. Tumitnya menghadap ke depan dan jari kakinya ke belakang. Orang-orang menyebutnya Umang.“Mau kemana?”Umang bertanya pada Opung.Opung menjelaskan bahwa dia mau membuka hutan untuk berladang padi.Umang pun menawarkan bantuan kepada Opung, dengan syarat Opung tidak boleh membawa perempuan dan anak kecil ke ladangnya.Opung menyanggupinya, walaupun dia sendiri punya seorang istri yang baru saja melahirkan.Akhir kata, Umang dan kawan-kawannya membantu Opung membuka hutan.

  Dalam satu hari, lahan seluas tiga hektar selesai dibersihkan dan siap untuk ditanam.Sebelum senja, Opung kembali ke rumahnya. Di rumah, dia mengatakan kepada istrinya, bahwa lahan untuk ladang sudah selesai dibuka, dan besok dia akan 8 Wawancara dengan T. P. Tarigan tanggal 26 Oktober 2012 mulai menanam padi. Dia juga meminta istrinya untuk menyiapkan benih padi yang akan ditanam besok. Sang istri pun heran, bagaimana bisa lahan seluas tiga hektar dapat diselesaikan suaminya dalam waktu hanya satu hari. Dengan hati bertanya- tanya, dia tetap menyiapkan benih padi yang akan ditanam. Keesokan harinya, Opung sudah berada kembali di ladangnya dengan membawa benih padi yang akan ditanam. Namun tak disangka, Umang marah padanya karena dia telah mengingkari janji. Opung sama sekali tidak mengerti kenapa Umang bisa menuduhnya seperti itu. Padahal dia tidak pernah membawa perempuan atau anak kecil ke ladangnya.Tiba- tiba saja, istri dan anak Opung sudah berada di belakangnya.Ternyata, istri Opung diam-diam mengikutinya karena rasa penasaran yang tak tertahankan.Perjanjian Opung dengan Umang pun batal.Semuanya berubah menjadi hutan kembali seperti sedia kala.Mendapati itu, Opung marah besar. Namun apa daya, nasi sudah jadi bubur.

  Besoknya, Opung kembali membuka hutan tersebut untuk dijadikan ladang padi.Selama berhari-hari akhirnya Opung pun berhasil membersihkannya.Ketika itulah ditemukan batu besar yang disebut Gua Kemang.Hingga saat ini, batu besar tersebut diyakini oleh masyarakat setempat sebagai rumah Umang yang pernah membantu Opung.

  “Umang” merupakan bahasa Karo yang berarti jin atau roh. Seperti diceritakan oleh Tolen Ketaren, fisik dari Umang seperti manusia, tapi lebih kecil.

  Bedanya lagi, kalau berjalan, kakinya terbalik, tumitnya menghadap ke depan sedangkan jari-jari kakinya ke arah belakang. Dulunya, Gua Kemang yang diyakini sebagai rumah Umang ini dikenal juga dengan nama Gua Umang. Karena mistis, banyak orang yang bertapa dan membawa sesajen ke sana. Bahkan dulu, setiap orang yang lewat di daerah Sembahe, selalu singgah dan menyembah batu ini.“Makanya dibilang Sembahe.Asal kata dari ‘semba e’, sembah ini. Sembahe dulu di kampung itu,” dari sini asal usul kata sembahe.

  Dulu gua batu ini juga bisa tiba-tiba menghilang, raib entah kemana. Menurut keyakinan masyarakat di sana, hal itu berarti ada Umang yang menempatinya.

  “Kadang nampak batunya, kadang tidak.Kata orang, kalau umangnya sudah pergi, baru nampak batunya,” ujar Tolen. Seperti dikisahkan Tolen lagi, menurut cerita dari orang-orang tua di sana, terdapat jalan bawah tanah dari Gua Kemang menuju sebuah batu besar lainnya. “Secara magis, ada jalan bawah tanah dari gua batu itu ke Batu Penjemuren, tempat jemuran padi si Umang,” cerita bapak berusia 46 tahun tersebut.Batu Penjemuren sendiri merupakan batu besar dengan bagian atasnya yang datar.Batu ini berada di pinggir Sungai Sembahe, sekitar satu kilometer dari Gua

   Kemang.Namun jalan bawah tanah tersebut tidak pernah ditemui oleh Tolen.

  Gua batu yang ditemukan oleh masyarakat setempat pada zaman penjajahan Belanda ini, pernah hendak diangkat untuk dipindahkan ke Belanda.Tetapi tidak bisa dipindahkan.Tolen sendiri pun tidak tahu kenapa gua batu ini tidak bisa diangkat.Mungkin ada kaitannya juga dengan kekuatan magisnya.Sebagian masyarakat meyakini bahwa hingga saat ini kadang-kadang masih ada yang menghuni gua batu tersebut.“Konon, sekarang masih ada penghuninya,” kata Hendri, 9 Wawancara Dengan Tolen Kataren, Tanggal 13 Oktober 2012 pemuda setempat yang menemani saya menuju lokasi Gua Kemang.Kampung Uruk Rambuten yang dianggap sebagai awal Desa Sembahe, sampai saat ini masih dikenali.Namun tak ada lagi penduduk yang menghuni kampung tersebut.Kampung Uruk Rambuten berada di dekat lokasi jatuhnya pesawat Garuda Indonesia pada 26 September 1997 lalu. Menurut Tolen, ada kemungkinan pesawat tersebut jatuh karena tersangkut pohon beringin besar yang tumbuh di tengah-tengah kampung Uruk Rambuten.

II.3.1 Potensi Wisata

  Potensi wisata adalah segala bentuk kekayaan alam, budaya dan antraksi –

   antraksinya yang dapat digali dan dikembangkan menjadi suatu produk wisata.

  Suatu produk wisata yang menarik akan banyak dikunjungi manusia dalam tujuan mencari suasana baru dalam hidupnya yang dapat mereka nikmati dari hasil karya ciptaan Tuhan dan juga karya buatan manusia.

  Suatu tempat kunjungan wisata harus memiliki sejumlah antraksi wisata tertentu, yang dianggap sabagai bahan mentah yang perlu dikembangkan dan dibentuk untuk memenuhi selera bermacam – macam wisatawan.Bahan mentah ini mencakup 2 komponen utama, yakni komponen yang bersifat alamiah yaitu tata letak tahan, pemandangan yang indah, yang sejuk.Komponen berikutnya adalah tata nilai budaya yaitu peninggalan sejarah dan purba kala, bentuk – bentuk budaya, pola hidup

   masyarakat, bangunan dan sebagainya. 10 11 Nyoman S Pedit, pengantar Ilmu Pariwisata, Jakarta : PT. Pradya Paramita, 1990. Hal.32.

  

Salah Wahab, 1989. Tourism Marketing ( Pemasaran Pariwisata ), Terjemahan Frans Gromang. Jakarta: PT Paradnya Paramida. hal 24. Berdasarkan potensi wilayah, Sembahe mengandalkan keindahan alam dan udara yang sejuk sebagai potensi wisatanya.Sembahe memounyai fenomena alam yang cukup indah, yaitu sungai yang dikelilinginoleh perbukitan.Di daerah ini terdapat cukup banyak tempat yang dijadikan dan dikembangkan menjadi objek wisata sebagai daya tarik.

  Desa sembahe adalah salah satu tujuan wisata yang sangat menarik yang terdapat di Kabupaten Deli Serdang, walaupun mempunyai pemandangan yang indah objek wisata ini belumlah sempurna, bahkan masih banyak yang perlu dibenahi dari objek wisata ini. Hal – hal yang harus di benahi dalam objek Wisata di Desa Sembahe

  1. Kurangnya Penataan : kurangnya penataan disini maksudnya ialah kurangnya penataan terhadap pondok-pondok dan tempat-tempat jualan. Solusinya, masyarakat hendaknya memperbaiki pondok-pondok dan tempat-tempat jualan mereka supaya pengunjung lebih banyak yang berdatangan ke objek wisata tersebut. Faktor penghambatnya adalah modal yang dimiliki oleh masyarakat terbatas, pemerintah hendaknya berperan dalam perbaikan ini.

  2. Lampu-lampu masih kurang (standart) : objek wisata ini perlu menambah lampu-lampu/pencahayaan didaerah wisata Sembahe. Solusinya : masyarakat atau orang yang mengontrak sembahe perlu menambah pencahayaan di sembahe.

  3. Infrastruktur di daerah wisata sudah tua : salah satu contoh infrastruktur yang sudah tua di objek Wisata Sembahe adalah jembatan penghubung yang terdapat diatas sungai. Solusinya : buat suatu tim peninjau, untuk meninjau infrastruktur apa saja yang sudah rusak dan harus di benahi.

4. Toilet yang kurang memadai : pemandangan ketika masuk ke salah satu toilet disembahe sangat tidak sebanding pemandangan alamnya yang mempesona.

  Dengan kata lain toilet di sembahe masih kurang memadai untuk ukuran sebuah objek wisata. Solusinya : toilet dibenahi supaya pengunjung mau menggunakan toilet untuk membuang air (kecil/besar) dan tidak mengotori objek wisata dengan membuang air dikawasan yang tidak sepantasnya.

  5. Bayaknya sampah : maksud banyaknya sampah disini adalah banyaknya samapah yang dibuang disungai dan di jalan-jalan sekitar objek wisata.objek wisata menjadi terkesan kotor karena banyaknya sampah. Solusinya : buat beberapa papan reklame yang menganjurkan pengunjung supaya tidak membuang sampah sembarangan, karena dapat merugikan sesama. Dan perbanyak tempat-tempat sampah umum di lokasi objek wisata.

  6. Kurangnya perhatian dari Pemerintah Daerah Deli Serdang. Salah satu sebabnya mungkin karena letak Sembahe yang jauh dari Ibu Kota Deli Serdang. Solusinya : Para petinggi di Sembahe harus lebih banyak melakukan lobi dengan Dinas Pariwisata dan Pemerintah Daerah Deli Serdang.