BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH - BAB II_GAMBARAN UMUM DAERAH_DRAFT PERUBAHAN RPJMD 2016-2021

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH

Kabupaten Tasikmalaya mulai berdiri sejak abad ke VII sampai abad ke XII di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Kabupaten Tasikmalaya, diketahui adanya suatu bentuk Pemerintahan Kebataraan dengan pusat pemerintahannya di sekitar Galunggung, dengan kekuasaan mengabisheka raja-raja (dari Kerajaan Galuh) atau dengan kata lain raja baru dianggap syah bila mendapat persetujuan Batara yang bertahta di Galunggung. Batara atau sesepuh yang memerintah pada masa abad tersebut adalah Sang Batara Semplak Waja, Batara Kuncung Putih, Batara Kawindu, Batara

yang pada masa pemerintahannya mengalami perubahan bentuk dari kebataraan menjadi kerajaan.

Wastuhayu, danBatari

Hyang

Kerajaan ini bernama Kerajaan Galunggung yang berdiri pada tanggal 13 Bhadra pada 1033 Saka atau 21 Agustus 1111 dengan penguasa pertamanya yaitu Batari Hyang, berdasarkan Prasasti Geger Hanjuang yang ditemukan di bukit Geger Hanjuang, Desa Linggawangi, Kecamatan Leuwisari, Tasikmalaya. Dari Sang Batari inilah mengemuka ajarannya yang dikenal sebagai Sang Hyang Siksakandang Karesian. Ajarannya ini masih dijadikan ajaran resmi pada jaman Prabu Siliwangi (1482-1521 M) yang bertahta di Pakuan Pajajaran. Kerajaan Galunggung ini bertahan sampai 6 raja berikutnya yang masih keturunan Batari Hyang.

Periode selanjutnya adalahperiode pemerintahan di Sukakerta dengan Ibukota di Dayeuh Tengah (sekarang termasuk dalam Kecamatan Salopa, Tasikmalaya), yang merupakan salah satu daerah bawahan dari Kerajaan Pajajaran. Penguasa pertama adalah Sri Gading Anteg yang masa hidupnya sejaman dengan Prabu Siliwangi. Dalem Sukakerta sebagai penerus tahta diperkirakan sejaman dengan Prabu Surawisesa (1521-1535 M) Raja Pajajaran yang menggantikan Prabu Siliwangi.

Pada masa pemerintahan Prabu Surawisesa kedudukan Pajajaran sudah mulai terdesak oleh gerakan Kerajaan Islam yang dipelopori oleh Cirebon dan Demak. Sunan Gunung Jati sejak Tahun 1528 berkeliling keseluruh wilayah tanah Sunda untuk mengajarkan Agama Islam. Ketika Pajajaran mulai lemah, daerah-daerah kekuasaannya terutama yang terletak di bagian timur berusaha melepaskan diri. Mungkin sekali Dalem Sukakerta atau Dalem Sentawoan sudah menjadi penguasa Sukakerta yang merdeka, lepas dari Pajajaran. Tidak mustahil pula kedua penguasa itu sudah masuk Islam.

Periode selanjutnya adalah pemerintahan di Sukapura yang didahului oleh masa pergolakan di wilayah Priangan yang berlangsung lebih kurang 10 tahun. Munculnya pergolakan ini sebagai akibat persaingan tiga kekuatan besar di Pulau Jawa pada awal abad XVII Masehi: Mataram, Banten, dan VOC yang berkedudukan di Batavia. Wirawangsa sebagai penguasa Sukakerta kemudian diangkat menjadi Bupati Daerah Sukapura, dengan gelar Wiradadaha I, sebagai hadiah dari Sultan Agung Mataram atas jasa- jasanya membasmi pemberontakan Dipati Ukur. Ibu kota negeri yang awalnya di Dayeuh Tengah, kemudian dipindah ke Leuwiloa Sukaraja

dan “negara” disebut “Sukapura”. Pada masa pemerintahan R.T. Surialaga (1813-1814) Ibu Kota

Kabupaten Sukapura dipindahkan ke Tasikmalaya. Kemudian pada masa pemerintahan Wiradadaha VIII ibu kota dipindahkan ke Manonjaya (1832). Perpindahan ibukota ini dengan alasan untuk memperkuat

Belanda dalam menghadapi Diponegoro. Pada tanggal 1 Oktober 1901 Ibu Kota Sukapura dipindahkan kembali ke Tasikmalaya. Latar belakang pemindahan ini cenderung berdasarkan alasan ekonomis bagi kepentingan Belanda. Pada waktu itu Daerah Galunggung yang subur menjadi penghasil kopi dan nila. Sebelum diekspor melalui Batavia terlebih dahulu dikumpulkan di suatu tempat, biasanya di ibu kota daerah. Tetapi ibu kota yang terletak di Manonjaya pada

benteng-benteng

pertahanan

waktu itu, tidak dapat dijadikan tempat sebagai penampungan untuk mengumpulkan hasil-hasil perkebunan yang ada di Galunggung.

Nama Kabupaten Sukapura pada Tahun 1913 diganti namanya menjadi Kabupaten Tasikmalaya dengan R.A.A Wiratanuningrat (1908-1937) sebagai Bupatinya. Tanggal 21 Agustus 1111 Masehi dijadikan Hari Jadi Tasikmalaya berdasarkan Prasasti Geger Hanjuang yang dibuat sebagai tanda upacara pentasbihan atau penobatan Batari Hyang sebagai Penguasa di Galunggung selanjutnya Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya pembentukannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Tasikmalaya terdiri dari 39 kecamatan yang memiliki jumlah desa sebanyak 351 desa. Pada tahun 2001 Pemerintah

dimekarkan melalui Pembentukan Pemerintah Kota Tasikmalaya berdasarkan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Tasikmalaya yang disyahkan pada tanggal 21 Juni 2001. Ibukota Kabupaten Tasikmalaya yang semula berada di wilayah Kota Tasikmalaya dengan terbentuknya Pemerintah Kota Tasikmalaya, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2004 dipindahkan ke Singaparna di wilayah Kabupaten Tasikmalaya yang disyahkan pada tanggal 5 Oktober 2004.

Kabupaten

Tasikmalaya

Gambaran umum daerah memperlihatkan kondisi terkini perkembangan pencapaian tujuan pembangunan daerah. Sesuai paradigma pembangunan manusia, maka pencapaian tujuan pembangunan daerah seringkali direpresentasikan dengan indikator pembangunan manusia, meskipun bukan satu-satunya patokan. Aspek penting dalam pembangunan daerah yang meliputi aspek geografi dan demografi; aspek kesejahteraan masyarakat; aspek pelayanan umum; dan aspek daya saing daerah pada dasarnya diarahkan untuk dapat meningkatkan pembangunan manusia itu sendiri. Berikut disajikan sistematika gambaran umum capaian pembangunan Kabupaten Tasikmalaya.

Aspek Geografi dan Demografi

Aspek Kesejahteraan

Umum Daerah Urusan Wajib

Aspek Daya

Dasar

Saing Daerah

Layanan Urusan Wajib

Aspek

Non Dasar

Urusan Pilihan

Penunjang Urusan

Gambar 2.1

Sistematika Gambaran Umum Daerah

2.1 Aspek Geografi dan Demografi

2.1.1 Karakteristik Lokasi dan Wilayah

a. Letak Geografis dan Batas Administrasi

Ruang lingkup wilayah dalam Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak antara 7 0 2’29”-7 0 49’08” Lintang Selatan dan

107 0 54’10”- 107 0 26’42” Bujur Timur. Secara Administratif Kabupaten Tasikmalaya memiliki batas sebagai berikut:

1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Majalengka;

2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia;

3) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Garut; dan

4) Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Pangandaran. Kabupaten Tasikmalaya mempunyai luas wilayah sebesar 270.871,776 ha terdiri dari 39 kecamatan dan 351 desa. Kecamatan Cipatujah merupakan kecamatan yang paling luas di Kabupaten Tasikmalaya, memiliki luas wilayah 23.885,560 ha dan Kecamatan Rajapolah merupakan wilayah yang memiliki luasan paling kecil dengan luas wilayah yaitu 1.521,813 ha.

Tabel 2.1 Luas Wilayah Administrasi per Kecamatan Kabupaten Tasikmalaya

NO. KECAMATAN

KECAMATAN LUAS (HA) 1 Cipatujah

LUAS (HA)

16.046,64 23 Gunung Tanjung 4.776,65 4 Pancatengah

Sumber: RTRW Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2011-2031

b. Kondisi Topografi

Wilayah Kabupaten Tasikmalaya memiliki ketinggian berkisar antara 0-2.000 meter di atas permukaan laut (dpl). Secara umum wilayah tersebut dapat dibedakan menurut ketinggiannya, yaitu bagian utara merupakan wilayah dataran tinggi, bagian selatan merupakan wilayah dataran rendah dengan ketinggian berkisar antara 0 –100 meter di atas permukaan laut (dpl). Dilihat dari ketinggiannya maka Kecamatan Bojonggambir dan Taraju merupakan wilayah paling tinggi dibandingkan wilayah lainnya dengan ketinggian rata-rata 800 meter di atas permukaan laut dan wilayah terendah adalah Kecamatan Cikalong dengan tinggi hanya 25 m dari muka laut.

Tabel 2.2 Sebaran Ketinggian Perkecamatan di Kabupaten Tasikmalaya

KETINGGIAN NO

SEBARAN (KECAMATAN) (M DPL)

Bantarkalong, Bojongasih, Bojonggambir, Ciawi, Cibalong,

Cigalontang,

Cikalong, Cikatomas,

Cineam,

Cisayong, Culamega, Gunungtanjung, Jamanis, Jatiwaras. Kadipaten, Karangjaya,

Cipatujah,

Karangnunggal, Leuwisari, 1 0 – 500

Parungpoteng, Pancatengah, Puspahiang, Rajapolah, Salawu, Salopa, Sariwangi, Singaparna, Sodonghilir, Sukahening, Sukaraja, Sukarame, Sukaratu, Sukaresik, Tanjungjaya, dan Taraju Bantarkalong, Bojongasih, Bojonggambir, Ciawi, Cibalong,

Cineam, Cipatujah, Cisayong, Culamega, Gunungtanjung, Jamanis, Jatiwaras. Kadipaten, Karangjaya, Leuwisari,

Padakembang, Pagerageung, Parungpoteng, Puspahiang, Rajapolah, Salawu, Salopa,

Sodonghilir, Sukahening, Sukaraja, Sukaratu, Sukaresik, Tanjungjaya, dan Taraju Ciawi, Cigalontang, Cineam, Cisayong, Kadipaten, Leuwisari, Pagerageung, Puspahiang, Salawu,

Sariwangi,

3 1.000 – .500 Salopa, Sariwangi, Sukahening, Sukaratu, dan

Taraju Ciawi,

Cisayong, Kadipaten, 4 1.500 – 2.000

Cigalontang,

Leuwisari, Pagerageung, Sariwangi, Sukahening, dan Sukaratu

Cigalontang, Cisayong, Sariwangi, Sukahening, dan 5 2.000 -2.500

Sukaratu

Sumber: Draft Revisi RTRW Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2011-203

Gambar 2.2 Peta Topografi Kabupaten Tasikmalaya

c. Kelerengan (Kemiringan Lereng)

Kemiringan di Kabupaten Tasikmalaya dominan pada ketinggian landai antara 0-2 % dengan luas wilayah 89.049,241 ha tersebar di Kecamatan Bantarkalong, Bojongasih, Bojonggambir, Ciawi, Cibalong, Cigalontang, Cikalong, Cikatomas, Cineam, Cipatujah, Cisayong,

Culamega, Gunungtanjung, Jamanis, Kadipaten, Karangjaya, Karangnunggal, Leuwsari, Mangunreja, Manonjaya, Padakembang,

Parungponteng, Puspahiang, Rajapolah, Salawu, Salopa, Sariwangi, Singgaparna, Sodonghilir, Sukahening, Sukaraja, Sukarame, Sukaratu, Sukaresik,

Pagerageung,

Pancatengah,

Tanjungjaya, dan Taraju, untuk ketinggian > 40% dengan luas wilayah 3.766,328 Ha.

Gambar 2.3 Peta Kelerengan Kabupaten Tasikmalaya

d. Klimatologi

Temperatur Kabupaten Tasikmalaya pada daerah dataran rendah adalah 34°C dengan kelembaban 50%. Sedangkan pada daerah dataran tinggi mempunyai temperatur 18º-22ºC dengan kelembaban berkisar antara 61%-73%. Curah hujan rata-rata per tahun 2.171,95 mm dengan jumlah hari hujan efektif selama satu tahun sebanyak 84 hari. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November, dengan musim hujan terjadi antara bulan Oktober dan musim kemarau terjadi antara bulan Juni-September.

1) Wilayah dengan curah hujan antara 2500-3000 mm/tahun meliputi Kecamatan Sukaraja, Cibalong, Salopa, Pagerageung, Ciawi, dan Jamanis.

2) Wilayah dengan curah hujan antara 3000-3500 mm/thn meliputi: Kecamatan Cipatujah, Bantarkalong, Karangnunggal, Salopa, Sodonghilir, Cineam, dan Manonjaya.

3) Wilayah dengan curah hujan 3500-4000 mm/thn meliputi Bojonggambir, Sodonghilir, Singaparna, Cisayong, Rajapolah, Cikalong, Pancatengah, Cikatomas, sebagian Pagerageung.

4) Wilayah dengan curah hujan diatas 4000 mm/thn adalah Kecamatan Taraju, Salawu, Cigalontang, Leuwisari, dan Cisayong.

Gambar 2.4 Peta Klimatologi Kabupaten Tasikmalaya Gambar 2.4 Peta Klimatologi Kabupaten Tasikmalaya

Luas Kabupaten Tasikmalaya sebesar 270.871,783 ha dengan terdiri dari beberapa fungsi lahan antara lain hutan, perumahan, persawahan, perkebunan dan lain sebagainya. Berikut tabel tata guna lahan di Kabupaten Tasikmalaya berdasarkan hasil analisis pemetaan.

Tabel 2.3 Tata Guna Lahan di Kabupaten Tasikmalaya

NO PENGGUNAAN LAHAN LUAS (HA)

1 Hutan 58.354,39

2 Kebun 31.687,88

3 Ladang/Tegalan 44.983,16

4 Pasir Pantai 240,38

5 Pemukiman 19.860,75

6 Sawah 47.285,41

7 Semak / Belukar 65.677,39

8 Tambak / Empang 873,07

9 Tubuh Air 1.909,36

Sumber: RTRW Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2011-2031

f. Potensi Bencana Alam

Kawasan rawan bencana alam di Kabupaten Tasikmalaya terbagi menjadi bencana gempa bumi, gerakan tanah, gunung berapi dan tsunami. Untuk bencana gempa bumi terbagi menjadi 3 tingkat kerawanan yaitu tingkat kerawanan sangat tinggi, tingkat kerawanan tinggi dan tingkat kerawanan sedang. Bencana gerakan tanah terbagi menjadi 4 tingkat kerawanan yaitu gerakan tanah tinggi, gerakan tanah menengah, gerakan tanah rendah dan gerakan tanah sangat rendah, sedangkan untuk kawasan gunung berapi terbagi menjadi 2 kawasan yaitu kawasan gunung berapi terlarang dan kawasan gunung berapi berbahaya, dan bencana alam tsunami.

1) Bencana Gempa Bumi Kawasan rawan bencana gempa bumi di Kabupaten Tasikmalaya

seluas 270.871,78 ha yang tersebar di 39 Kecamatan, tingkat kerawanan sangat tinggi seluas 3.648,98 ha, tingkat kerawanan tinggi seluas 892,45, dan ha tingkat kerawanan sedang seluas 27.347,62 ha.

Tabel 2.4 Sebaran Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi

di Kabupaten Tasikmalaya

TINGKAT NO KERAWANAN

LUAS (HA) 1 Sangat Tinggi

Total Luas

Total Luas

Cigalontang

Sukaratu

Cisayong

Sukahening

Rajapolah

Jamanis

Ciawi

Kadipaten

TINGKAT NO

LUAS (HA) KERAWANAN

27.347,62 Sumber: BPBD Kabupaten Tasikmalaya, 2016

Total Luas

Gambar 2.5 Peta Sebaran Bencana Gempa Bumi Kabupaten Tasikmalaya

2) Bencana Letusan Gunung Berapi Kawasan bencana letusan gunung berapi di Kabupaten Tasikmalaya yaitu seluas 15.521,21 ha yang terbagi menjadi kawasan gunung berapi daerah terlarang dengan luas 4.114,44 ha dan kawasan gunung berapi daerah berbahaya dengan luas 11.406,76 ha yang tersebar di 14 Kecamatan.

Tabel 2.5 Kawasan Bencana Letusan Gunung Berapi di Kabupaten Tasikmalaya

TINGKAT NO KERAWANAN

KECAMATAN

LUAS (HA)

106,12 Total Luas

41,43 Total Luas

Sukahening

5.544,13 Sumber : Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Tasikmalaya, 2016

Gambar 2.6 Peta Sebaran Bencana Letusan Gunung Berapi Kabupaten Tasikmalaya

3) Bencana Gerakan Tanah Kawasan bencana gerakan tanah di Kabupaten Tasikmalaya seluas 270.871,8 ha, yang terbagimenjadi gerakan tanah tinggi dengan luas 31.442,94 ha, menengah dengan luas 123.524,49 ha, rendah dengan luas 92.650,52 ha, dan sangat rendah 23.253,83 ha.

Tabel 2.6 Kawasan Rawan Bencana Gerakan Tanah Di Kabupaten Tasikmalaya

TINGKAT NO KERAWANAN

LUAS (HA) 1 Tinggi

KECAMATAN

Cipatujah

Karangnunggal

Pancatengah

Cikatomas

Cibalong

Parungpoteng

Bantarkalong

Bojongasih

Culamega

Bojonggambir

Sodonghilir

Taraju

Salawu

Puspahiang

Tanjungjaya

Sukaraja

Salopa

Jatiwaras

Cineam

Karangjaya

Manonjaya

Gunungtanjung

Mangunreja

Cigalontang

Leuwisari

Sariwangi

Sukaratu

190,14 Total

Sukahening

31.442,94 2 Menengah

Cipatujah

Karangnunggal

Ciklong

Pancatengah

Cikatomas

Cibalong

Parungpoteng

Bantarkalong

Bojongasih

Culamega

Bojonggambir

Sodonghilir

Taraju

Salawu

TINGKAT NO

LUAS (HA) KERAWANAN

KECAMATAN

Puspahiang

Tanjungjaya

Sukaraja

Salopa

Jatiwaras

Cineam

Karangjaya

Manonjaya

Gunungtanjung

Mangunreja

Cigalontang

Leuwisari

Sariwangi

Padakembang

Sukaratu

Cisayong

Sukahening

Ciawi

Kadipaten

3.147,47 Total

Pagerageung

242.527,91 3 Rendah

Cipatujah

Karangnunggal

Ciklong

Pancatengah

Cikatomas

Cibalong

Parungpoteng

Bantarkalong

Bojongasih

Culamega

Bojonggambir

Sodonghilir

Taraju

Salawu

Puspahiang

Tanjungjaya

Sukaraja

Salopa

Jatiwaras

Cineam

Manonjaya

Gunungtanjung

Singaparna

Sukarame

Mangunreja

TINGKAT NO

LUAS (HA) KERAWANAN

92.650,52 4 Sangat Rendah

1.639,31 Total Luas

Sukaresik

23.253,83 Sumber : Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Tasikmalaya, 2016

Gambar 2.7 Peta Sebaran Bencana Gerakan Tanah Kabupaten Tasikmalaya

4) Bencana Tsunami Kawasan yang berpotensi terhadap bencana tsunami di

Kabupaten Tasikmalaya seluas 996,59 ha yang terbagi menjadi tiga kriteria yaitu kawasan berpotensi tinggi terhadap bencana tsunami dengan luas kawasan 317,59 ha yang tersebar di Kecamatan Cipatujah dengan luas 154,52 ha, Kecamatan Karangnunggal dengan luas 56,23 ha dan Kecamatan Cikalong dengan luas 106,83 ha. Kawasan rawan tsunami berpotensi sedang denganluas 302,74 ha yang tersebar di Kecamatan Cipatujah dengan luas 161,69 ha, Kecamatan Karangnunggal dengan luas 60,79 ha dan Kecamatan

Cikalong dengan luas 80,26 ha dan kawasan tsunami dengan potensi rendah dengan luas 376,25 ha yang tersebar di Kecamatan Cipatujah dengan luas 231,78 ha, Kecamatan Karangunggal dengan luas 47,01

ha dan Kecamatan Cikalong dengan luas 97,46 ha.

Gambar 2.8 Peta Sebaran Bencana Tsunami Kabupaten Tasikmalaya

g. Kawasan Strategis Nasional (KSN) di Wilayah Kabupaten

Kawasan strategis nasional di Kabupaten Tasikmalaya adalah kawasan pada wilayah Kabupaten Tasikmalaya yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam lingkup provinsi dari sudut Pertahanan dan Keamanan. Kawasan strategis ditetapkan dengan kriteria:

1) Diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara berdasarkan geostrategis nasional;

2) Diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer, daerah pembuangan amunisi dan peralatan pertahanan lainnya, gudang amunisi, daerah uji coba sistem persenjataan, dan/atau kawasan industri sistem pertahanan;

3) Merupakan wilayah kedaulatan negara termasuk pulau-pulau kecil terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau laut lepas.

Kawasan Strategis Nasional (KSN) yang ada di Kabupaten Tasikmalaya adalah kawasan strategis dari sudut pertahanan dan keamanan yang berada di Pulau Nusa Manuk Kecamatan Cikalong.

h. Kawasan Strategis Kabupaten (KSK)

Kawasan strategis yang ada di kabupaten memiliki peluang sebagai kawasan strategis nasional dan provinsi. Kawasan strategis di Kabupaten Tasikmalaya terdiri atas :

1) Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) merupakan hasil perumusan

pemangku kepentingan (stakeholder) penataan ruang wilayah Kabupaten Tasikmalaya. KSK di Kabupaten Tasikmalaya, meliputi:

dan

kesepakatan

a) KSK dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi, meliputi: (1) KSK Perkotaan Singaparna; (2) KSK Perkotaan Ciawi; (3) KSK Perkotaan Manonjaya; (4) KSK Perkotaan Karangnunggal; (5) KSK Industri dan Perdagangan Kerajinan Rajapolah; (6) KSK Industri Manufaktur Cisayong dan Sukaratu; (7) KSK Wisata Pantai Karangtawulan; dan (8) KSK Wisata Alam Gunung Galunggung; (9) KSK Agrobisnis Pasir Batang.

b) KSK dari sudut kepentingan sosial budaya, meliputi: (1) KSK Kampung Naga; (2) KSK Wisata Ziarah Pamijahan; (3) KSK Pesantren Suryalaya; (4) KSK Pesantren Miftahul Huda; (5) KSK Pesantren Cipasung; dan (6) KSK Pesantren Sukamanah.

c) KSK dari sudut kepentingan pendayagunaan sumberdaya alam dan/teknologi tinggi, meliputi: (1) KSK Geothermal Karaha Bodas berada di Kecamatan

Kadipaten; (2) KSK Batu Mulia Jasper berada di Desa Buni Asih Kecamatan Pancatengah; (3) KSK Plasma Nutfah Sirah Cimunjul berada di Kecamatan Cipatujah; (4) KSK kawasan pertambangan yang berada di Kecamatan Cipatujah, Kecamatan Cikalong; dan Kecamatan Karangnunggal.

(5) KSK Kawasan Pesisir berada di Kecamatan Cipatujah, Kecamatan Karangnunggal, dan Kecamatan Cikalong.

Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupatenterhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan (UU No. 26/2007).

Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis dan pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten menjadi wewenang pemerintah daerah kabupaten dalam penyelenggaraan penataan ruang. Penentuan kawasan strategis kabupaten lebih bersifat indikatif. Batasan fisik kawasan strategis kabupaten akan ditetapkan lebih lanjut di dalam rencana tata ruang kawasan strategis.

2.1.2 Demografi

Perkembangan demografi berperan penting dalam pembangunan karena merupakan modal dasar keberhasilan pembangunan suatu wilayah. Besaran, komposisi, dan distribusi penduduk akan mempengaruhi struktur ruang dan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat. Seluruh aspek pembangunan memiliki korelasi dan interaksi dengan kondisi kependudukan. Perkembangan jumlah dan pertumbuhan penduduk Kabupaten Tasikmalaya dalam kurun waktu tahun 2011 sampai dengan 2017 disajikan dalam gambar berikut.

Gambar 2.9 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Sumber: BPS Pusat dan BPS Kabupaten Tasikmalaya (berbagai tahun)

Pada tabel berikut disajikan perkembangan rata-rata kepadatan penduduk per kilometer persegi dari tahun 2011-2017, dimana di Kabupaten Tasikmalaya kepadatan penduduk tidak merata. Kondisi ini penting diwaspadai karena berpotensi negatif dalam pembangunan. Pada daerah-daerah jarang penduduk, akan terjadi inefisiensi pembangunan terutama pembangunan fisik dan pemanfaatan sumberdaya alam. Sebaliknya pada daerah-daerah dengan tingkat kepadatan tinggi, tekanan penduduk terhadap sumberdaya alam juga akan tinggi, yang dapat mengancam kelestarian dan keberlanjutan sumber daya alam yang ada.

Tabel 2.7 Rata-Rata Kepadatan Penduduk Per Kilometer Persegi Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2011-2016

NO. KECAMATAN

2015 2016 1 Cipatujah

264 265 2 Karangnunggal

615 617 3 Cikalong

454 455 4 Pancatengah

229 230 5 Cikatomas

373 374 6 Cibalong

539 541 7 Parungponteng

734 736 8 Bantarkalong

593 595 9 Bojongasih

515 517 10 Culamega

347 349 11 Bojonggambir

235 235 12 Sodonghilir

NO. KECAMATAN

Sumber : BPS Kabupaten Tasikmalaya (berbagai tahun)

Rasio jenis kelamin atau sex ratio adalah perbandingan jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan per 100 penduduk perempuan. Data mengenai rasio jenis kelamin berguna untuk pengembangan perencanaan pembangunan yang berwawasan gender, terutama yang berkaitan dengan perimbangan pembangunan laki-laki dan perempuan secara adil. Terjadi penurunan sex ratio Kabupaten Tasikmalaya hingga mencapai 98,14 pada tahun 2017 yang artinya tiap 100 orang penduduk perempuan terdapat 98 orang penduduk laki-laki.

Gambar 2.10 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2011-2017 Sumber: BPS Pusat (berbagai tahun)

2.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat

Tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat yang tinggi merupakan salah satu tujuan pembangunan. Manfaat tersebut harus dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Pada bagian ini diuraikan beberapa indikator yang menggambarkan tingkat kesejahteraan dan pemerataan ekonomi.

2.2.1 Produk Domestik Regional Brutto (PDRB)

PDRB ADHB (Atas Dasar Harga Berlaku) menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun berjalan, sedangkan PDRB ADHK (Atas Dasar Harga Konstan) menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar. PDRB ADHB digunakan untuk mengetahui kemampuan sumber daya ekonomi, pergeseran, dan struktur ekonomi suatu daerah. Sementara itu, PDRB ADHK digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun atau pertumbuhan ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh faktor harga.

Pertumbuhan ekonomi diperoleh dari perhitungan PDRB ADHK, dengan cara mengurangi nilai PDRB pada tahun ke-n terhadap nilai pada tahun ke n-1, dibagi dengan nilai pada tahun ke n-1, kemudian Pertumbuhan ekonomi diperoleh dari perhitungan PDRB ADHK, dengan cara mengurangi nilai PDRB pada tahun ke-n terhadap nilai pada tahun ke n-1, dibagi dengan nilai pada tahun ke n-1, kemudian

Gambar 2.11 PDRB ADHB dan ADHK (Trilyun) dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2012-2016

Sumber: BPS Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2017

2.2.2. Struktur Ekonomi

Struktur perekonomian Kabupaten Tasikmalaya adalah berbasis pertanian, terutama pertanian tanaman pangan Hal ini terlihat dari kontribusi pertanian terhadap PDRB Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016 sebesar 38,32%. Meskipun kontribusinya dari tahun ke tahun mengalami penurunan namun masih tetap rangking pertama dibanding kategori lainnya. Kategori lain yang tidak kalah pentingnya dalam penyusunan adalah kategori Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Motor yang menduduki rangking kedua dengan kontribusi 20,26%. Share perdagangan pada tahun ini lebih kecil 0,23% dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 20,49%.

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang adalah kategori yang paling kecil berkontribusi pada PDRB yaitu hanya sebesar 0,02%.

Tabel 2.8 Peranan PDRB Menurut Lapangan Usaha (%) Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2012-2016

LAPANGAN USAHA 2012 2013 2014 2015* 2016**

A. Pertanian, Kehutanan &

40,26 39,79 39,00 38,34 38,32 Perikanan

B. Pertambangan 0,32 0,31 0,30 0,29 0,27 dan Penggalian

C. Industri 6,94 6,95 7,28 7,35 7,44 Pengolahan

D. Pengadaan 0,06 0,05 0,05 0,06 0,07 Listrik & Gas

E. Pengadaan Air, 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 Pengelolaan Sampah, Limbah

F. Bangunan 7,95 7,76 7,78 7,84 7,74

G. Perdagangan Besar dan

20,47 20,97 20,74 20,49 20,26 Eceran

H. H. Transportasi dan

3,09 3,73 3,83 4,30 4,30 Pergudangan

I. Penyediaan 1,39 1,35 1,30 1,27 1,25 Akomodasi dan Makan Minum J. Informasi dan

3,05 2,68 2,91 3,08 3,24 Komunikasi K. Jasa Keuangan

2,86 2,93 2,93 3,03 3,08 dan Asuransi L. Real Estate 1,53 1,36 1,33 1,30 1,24 M,N. Jasa

0,36 0,37 0,38 0,40 0,41 Perusahaan O. Administrasi

5,38 5,11 4,91 4,83 4,70 Pemerintahan

P. Jasa Pendidikan 4,39 4,78 5,30 5,42 5,61 Q. Jasa Kesehatan

0,48 0,48 0,54 0,56 0,58 & Kegiatan Sosial

R,S,T,U. Jasa Lainnya 1,43 1,38 1,38 1,44 1,47 PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Keterangan : *Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Kabupaten Tasikmalaya (berbagai tahun)

Nilai tambah bruto (NTB) Kabupaten Tasikmalaya dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu primer, sekunder dan tersier. Kelompok primer terdiri dari Pertanian, Kehutanan dan Perikanan dan

Pertambangan dan Penggalian. Kelompok sekunder terdiri dari Industri Pengolahan, Pengadaan Listrik dan Gas, Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bangunan, sedangkan kelompok tersier terdiri dari Perdagangan Besar dan Eceran, Transportasi dan Pergudangan, Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, Informasi dan Komunikasi, Jasa Keuangan dan Asuransi, Real Estate, Jasa Perusahaan, Administrasi Pemerintahan, Jasa Pendidikan, Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial, dan Jasa Lainnya. Pada Tahun 2016 NTB kelompok primer mencapai Rp 10,81 triliun atau meningkat 9,03% dibanding tahun 2015, dan peningkatan ini jauh lebih besar bila dibandingkan tahun 2015 dengan tahun 2014 yang hanya meningkat 8,59%. Kelompok sekunder dan tersier masing- masing menghasilkan NTB sebesar Rp 4,28 triliun dan Rp 12,93 triliun, atau mengalami kenaikan masing-masing sebesar 9,08 % dan 9,22% dibanding tahun sebelumnya. Pada NTB ADHK, dimana faktor inflasi harga sudah ditiadakan, NTB kelompok primer mencapai Rp 7,46 triliun atau mengalami kenaikan sebesar 4,51% dari tahun 2015, sedangkan kelompok sekunder dan tersier masing- masing sebesar Rp 3,35 trilliun dan Rp 10,2 trilliun atau mengalami kenaikan masing-masing sebesar 6,02% dan 6,94% dibanding tahun sebelumnya.

Tabel 2.9. PDRB Kabupaten TasikmalayaAtas Dasar Harga Berlaku dan Harga KonstanTahun 2015-2016 (Trillun Rupiah)

Harga Berlaku Harga Konstan LAPANGAN USAHA 2015* 2016** 2015* 2016**

I. Primer 9,92 10,81 7,13 7,46

A. Pertanian, 9,84 10,74 7,07 7,40 Kehutanan & Perikanan

B. Pertambangan dan 0,07 0,08 0,06 0,06 Penggalian

II. Sekunder 3,92 4,28 3,16 3,35

C. Industri 1,89 2,09 1,46 1,55 Pengolahan

D. Pengadaan Listrik 0,02 0,02 0,01 0,02 & Gas

E. Pengadaan Air, 0,00 0,00 0,00 0,00 Pengelolaan Sampah, Limbah

F. Bangunan 2,01 2,17 1,68 1,78

III. Tersier 11,84 12,93 9,37 10,02

Harga Berlaku Harga Konstan LAPANGAN USAHA 2015* 2016** 2015* 2016**

G. Perdagangan Besar 5,26 5,68 4,10 4,33 dan Eceran

H. H. Transportasi 1,10 1,20 0,64 0,68 dan Pergudangan

I. Penyediaan 0,32 0,35 0,28 0,29 Akomodasi dan Makan Minum J. Informasi dan

0,79 0,91 0,80 0,92 Komunikasi K. Jasa Keuangan dan

0,78 0,86 0,61 0,66 Asuransi L. Real Estate 0,33 0,35 0,29 0,29 M,N. Jasa Perusahaan 0,10 0,12 0,08 0,09

O. Administrasi 1,24 1,32 0,93 0,95 Pemerintahan P. Jasa Pendidikan 1,39 1,57 1,19 1,32 Q. Jasa Kesehatan &

0,14 0,16 0,13 0,14 Kegiatan Sosial

R,S,T,U. Jasa Lainnya 0,37 0,41 0,32 0,34 Kabupaten Tasikmalaya 25,68 28,02 19,66 20,82 Catatan : *Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara

Sumber : BPS Kabupaten Tasikmalaya (2017)

1. PDRB per Kapita

Bila PDRB suatu daerah dibagi dengan jumlah penduduk yang tinggal di daerah itu, maka akan dihasilkan indikator PDRB per kapita. PDRB per kapita ADHB menunjukkan nilai PDRB per kepala atau per satu orang penduduk. Pada tahun 2016, secara agregat PDRB per kapita Kabupaten Tasikmalaya mencapai Rp 16,08 juta rupiah dengan pertumbuhan sebesar 8,73% bila dibandingkan dengan tahun 2015 yang tercatat sebesar Rp 14,79 juta. PDRB per kapita merupakan proxy ukuran pendapatan per kapita atau dengan kata lain, PDRB per kapita diasumsikan sebagai pendapatan per kapita. Kemampuan masyarakat untuk mengonsumsi produk barang/jasa sangat dipengaruhi oleh pendapatan per kapita.

Gambar 2.12 PDRB / Kapita ADHB (Juta), Indeks Perkembangan, dan Pertumbuhan Kabupaten TasikmalayaTahun 2012-2016 Sumber : BPS Kabupaten Tasikmalaya (berbagai tahun)

2. Inflasi

Inflasi adalah kecenderungan meningkatnya harga secara umum dan terus menerus. Angka inflasi Kabupaten Tasikmalaya mengikuti inflasi Kota Tasikmalaya, karena berada dalam satu radar perhitungan. Secara umum inflasi di Kabupaten Tasikmalaya termasuk kriteria ringan atau creeping inflation karena kurang dari 10% setahun. Inflasi seperti ini wajar terjadi pada negara atau daerah berkembang yang selalu berada dalam proses pembangunan. Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif, tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu.

Gambar 2.13 Inflasi Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2011-November 2017

Sumber : Bank Indonesia (berbagai tahun)

3. Gini Ratio

Gini Ratio merupakan indikator yang menunjukkan tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh. Nilai Gini Ratio berkisar antara 0 (nol) hingga 1 (satu). Gini Ratio bernilai 0 (nol) menunjukkan adanya pemerataan pendapatan yang sempurna, atau setiap orang memiliki pendapatan yang sama. Sedangkan, Gini Ratiobernilai 1 (satu) menunjukkan ketimpangan yang sempurna, atau satu orang memiliki segalanya sementara orang-orang lainnya tidak memiliki apa-apa. Gini Ratiodiupayakan agar mendekati 0 (nol) untuk menunjukkan adanya pemerataan distribusi pendapatan antar penduduk.Kategori Gini Ratio adalah:

a. G < 0,3 = ketimpangan rendah,

b. 0,3 ≤ G ≤ 0,5 = ketimpangan sedang, dan

c. G > 0,5 = ketimpangan tinggi. Kabupaten Tasikmalaya berada pada kategori ketimpangan

sedang karena dalam kurun 6 tahun terakhir selalu berada pada kisaran 0,3 kecuali tahun 2014 yang sempat menyentuh 0,29 atau kategori rendah.

Gambar 2.14 Gini Ratio Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2011-2016

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat (berbagai tahun)

4. Kemiskinan

Dalam pengukuran kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.

Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi- umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan

47 jenis komoditi di pedesaan.

Pendekatan BPS ini dapat dikategorikan penghitungan kemiskinan absolut yaitu derajat kepemilikan materi atau standar kelayakan hidup orang-orang atau keluarga yang berada di garis atau di bawah garis subsisten. Indikatornya sangat terukur, di mana ada standar kehidupan yang dikategorikan secara berjenjang, yakni di bawah garis kemiskinan. Dengan kata lain, kemiskinan absolut adalah suatu kondisi di mana tingkat pendapatan seseorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan (Sayogya, 1988). Rendahnya tingkat pendapatan ini terutama disebabkan oleh keterbatasan sarana dan prasarana fisik dan kelangkaan modal atau miskin karena sebab alami (Sayogyo, 1988).

Kemiskinan absolut diukur dengan menggunakan garis kemiskinan yang konstan sepanjang waktu yang biasanya berupa jumlah atau nilai pendapatan dan unit uang. Namun ukuran bisa pula berbentuk jumlah konsumsi kalori, atau lainnya, yang memungkinkan adanya perbedaan jumlah atau nilai perbedaan pendapatan dalam unit uang. Parameter ini merupakan ukuran yang tetap dan kriteria pengukuran seperti itu diperoleh dari pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan biologis dan pendekatan kebutuhan dasar.

Gambar 2.15 Garis Kemiskinan Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2011-2017

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat (berbagai tahun)

Garis kemiskinan dalam kurun 7 tahun terakhir terus mengalami peningkatan dari Rp209.238,00 pada tahun 2011 menjadi Rp284.462,00 pada tahun 2017. Namun demikian persentase penduduk miskin (sekaligus jumlah penduduk miskin) mengalami perbaikan atau menurun meskipun pada tahun 2015 sempat naik menjadi 11,99% dibanding tahun 2014 sebesar 11,26%. Persentase jumlah penduduk miskin sebesar 10,84% pada tahun 2016 merupakan capaian terendah dalam kurun 7 tahun terakhir. Hal ini menunjukkan pelaku pembangunan ekonomi baik pemerintah, swasta, dan masyarakat itu sendiri telah berhasil menekan jumlah kemiskinan.

Gambar 2.16 Jumlah Penduduk Miskin (ribu orang) dan Proporsi terhadap Jumlah Penduduk Total Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2011-2017

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat (berbagai tahun)

Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1), merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing- masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran pesuduk dari garis kemiskinan. Nilai agregat dari poverty gap index menunjukkan biaya mengentaskan kemiskinan dengan membuat target transfer yang sempurna terhadap penduduk miskin dalam hal tidak adanya biaya transaksi dan faktor penghambat. Semakin kecil nilai poverty gap index, semakin besar potensi ekonomi untuk dana pengentasan kemiskinan berdasarkan identifikasi karakteristik penduduk miskin Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1), merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing- masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran pesuduk dari garis kemiskinan. Nilai agregat dari poverty gap index menunjukkan biaya mengentaskan kemiskinan dengan membuat target transfer yang sempurna terhadap penduduk miskin dalam hal tidak adanya biaya transaksi dan faktor penghambat. Semakin kecil nilai poverty gap index, semakin besar potensi ekonomi untuk dana pengentasan kemiskinan berdasarkan identifikasi karakteristik penduduk miskin

Indeks Keparahan Kemiskinan (Proverty Severity Index-P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Indikator ini memberikan informasi yang saling melengkapi pada insiden kemiskinan. Sebagai contoh, mungkin terdapat kasus bahwa beberapa kelompok penduduk miskin memiliki insiden kemiskinan yang tinggi tetapi jurang kemiskinannya (poverty gap) rendah, sementara kelompok penduduk lain mempunyai insiden kemiskinan yang rendah tetapi memiliki jurang kemiskinan yang tinggi bagi penduduk yang miskin.

Indeks kedalaman kemiskinan (P1) kemiskinan Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2017 termasuk kedalam 13 (tiga belas) Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat dengan capaian terendah. P2 berhasil diredam signifikan dari 1,78 pada tahun 2016 menjadi 1,36 pada tahun 2017.

Indeks keparahan kemiskinan (P2) kemiskinan Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2017 termasuk kedalam 11 (sebelas) Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat dengan capaian terendah. P2 berhasil diredam signifikan dari 0,42 pada tahun 2016 menjadi 0,29 pada tahun 2017.

Gambar 2.17 Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2011-2017

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat (berbagai tahun)

Ishartono dan Raharjo (2016) menjelaskan isu kemiskinan tetap menjadi isu penting bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia. Penanganan persoalan kemiskinan harus dimengerti dan dipahami sebagai persoalan dunia, sehingga harus ditangani dalam konteks global pula. Sehingga setiap program penanganan kemiskinan harus dipahami secara menyeluruh dan saling interdependen dengan beberapa program kegiatan lainnya. Dalam SDGs dinyatakan no poverty (tanpa kemiskinan) sebagai poin pertama prioritas. Hal ini berarti dunia bersepakat untuk meniadakan kemiskinan dalam bentuk apapun di seluruh penjuru dunia, tidak terkecuali Indonesia. Pengentasan kemiskinan akan sangat terkait dengan tujuan global lainnya, yaitu lainnya, dunia tanpa kelaparan, kesehatan yang baik dan kesejahteraan, pendidikan berkualitas, kesetaraan gender, air bersih dan sanitasi, energi bersih dan terjangkau; dan seterusnya hingga pentingnya kemitraan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kesejahteraan pada dasarnya memiliki dimensi yang luas dan beragam. Salah satu indikator yang dapat merepresentasikan adalah IPM yang mengukur pencapaian kemajuan pembangunan sosial 5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kesejahteraan pada dasarnya memiliki dimensi yang luas dan beragam. Salah satu indikator yang dapat merepresentasikan adalah IPM yang mengukur pencapaian kemajuan pembangunan sosial

Gambar 2.18 Angka Harapan Hidup Saat Lahir Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2010-2017

meluncurkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dihitung dengan menggunakan metode terbaru dengan mengadopsi teknik perhitungan IPM yang telah digunakan oleh United Nations Development Programme (UNDP) dalam penyusunan laporan tahunan pembangunan manusia (Human Development Report) sejak tahun 2010. IPM Kabupaten Tasikmalaya tergambarkan sebagai berikut. Perkembangan IPM Kabupaten Tasikmalaya mengalami kenaikan dari 63,57 pada tahun 2016 menjadi 63,96pada tahun 2017.

Badan Pusat

Statistik

(BPS)

Gambar 2.19 Angka Harapan Hidup Saat Lahir Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2010-2017

Angka Harapan Hidup Saat Lahir-AHH (Life Expectancy-e 0 )yang didefinisikan sebagai rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang sejak lahir. AHH mencerminkan derajat kesehatan suatu masyarakat. AHH dihitung dari hasil sensus dan survei kependudukan. Perkembangan angka harapan hidup Kabupaten Tasikmalaya mengalami kenaikan dari 68,54 tahun pada tahun 2016 menjadi 68,66 tahun pada tahun 2017.

Gambar 2.20 Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2010-2017

Rata-rata Lama Sekolah-RLS (Mean Years of Schooling-MYS)yaitu jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan formal. Diasumsikan dalam kondisi normal rata-rata lama sekolah suatu wilayah tidak akan turun. Cakupan penduduk yang dihitung dalam penghitungan adalah penduduk berusia 25 tahun ke atas. Perkembangan RLS mengalami kenaikan dari 6,94 tahun pada 2016 menjadi 7,02 tahun pada 2017.

Gambar 2.21 Angka Harapan Lama Sekolah Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2010-2017

Angka Harapan Lama Sekolah – HLS (Expected Years of Schooling - EYS) didefinisikan lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. Diasumsikan bahwa peluang anak tersebut akan tetap bersekolah pada umur-umur berikutnya sama dengan peluang penduduk yang bersekolah per jumlah penduduk untuk umur yang sama saat ini. AHLS dihitung untuk penduduk berusia 7 tahun ke atas. HLS dapat digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang yang ditunjukkan dalam bentuk lamanya pendidikan (dalam tahun) yang diharapkan dapat dicapai oleh setiap anak. Perkembangan AHLS mengalami kenaikan signifikan dari 12,46 pada tahun pada 2016 menjadi 12,86 tahun pada 2017.

Gambar 2.22 Pengeluaran per Kapita Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2010-2017

Pengeluaran per kapita yang disesuaikan ditentukan dari nilai pengeluaran per kapita dan paritas daya beli. Rata-rata pengeluaran per kapita setahun diperoleh dari Susenas, dihitung dari level provinsi hingga level kab/kota. Rata-rata pengeluaran per kapita dibuat konstan/riil dengan tahun dasar 2012=100. Perhitungan pada metode baru menggunakan 96 komoditas dimana 66 komoditas merupakan makanan dan sisanya komoditas nonmakanan. Pengeluaran per kapita mengalami penurunan dari Rp7.081 pada tahun 2016 menjadi Rp7.031 pada tahun 2017.

6. Employment to Population Ratio

Jumlah penduduk bekerja dalam kurun tahun 2015 sampai dengan 2016 meningkat sebesar 151.288 jiwa. Employment to Population Ratio-EPR merupakan proporsi penduduk usia kerja yang berstatus bekerja terhadap penduduk usia kerja. Rasio yang tinggi berarti sebagian besar penduduk adalah bekerja, sementara rasio rendah berarti sebagian besar penduduk tidak terlibat langsung dalam kegiatan yang berhubungan dengan pasar, karena menganggur atau tidak termasuk dalam angkatan kerja. Perkembangan EPR dalam kurun waktu tahun 2016 sampai dengan 2017 mengalami kenaikan sebesar 4,21%.

Gambar 2.23 Proporsi Jumlah Penduduk Bekerja Terhadap Jumlah Penduduk Total Kabupaten Tasikmalaya tahun 2011-2017

7. Tingkat Pengangguran

pengangguran menggambarkan proporsi angkatan kerja yang tidak memiliki pekerjaan dan secara aktif mencari dan bersedia untuk bekerja. Definisi baku penganggur adalah mereka yang tidak mempunyai pekerjaan, sedang mencari pekerjaan, dan bersedia untuk bekerja. Bersama dengan EPR, tingkat pengangguran menyediakan indikator situasi pasar tenaga kerja di negara-negara atau daerah yang mengumpulkan

kerja. Tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Tasikmalaya dalam kurun waktu tahun 2016 sampai dengan 2017 mengalami penurunan sebesar 1,35%. Penting untuk menjadi perhatian bahwa angka pengangguran terbuka sempat mengalami kenaikan menjadi 7,96% pada tahun 2016. Kenaikan angka pengangguran ini setidaknya dapat dijelaskan oleh beberapa penyebab:

a. Penduduk yang relatif banyak sedangkan lapangan kerja hanya sedikit.

b. Pendidikan dan keterampilan rendah sehingga tidak mampu bersaing dan tersisih.

c. Angkatan kerja tidak memenuhi syarat yang diminta oleh dunia kerja.

d. Teknologi yang semakin modern belum berimbang dengan kompetensi dan kualifikasi.

e. Adanya lapangan kerja yang dipengaruhi musim.

f. Adanya ketidakstabilan perekonomian.

Gambar 2.24 Pengangguran Terbuka Kabupaten Tasikmalaya tahun 2011-2016

2.3. Aspek Daya Saing Daerah

Daya saing daerah merupakan salah satu aspek tujuan penyelenggaraan otonomi daerah sesuai dengan potensi, kekhasan, dan unggulan daerah. Suatu daya saing (competitiveness) merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan pembangunan ekonomi yang berhubungan dengan tujuan pembangunan daerah dalam mencapai tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan.

1. Iklim Investasi

Iklim investasi daerah yang baik mencerminkan sejumlah kondisi yang berkaitan dengan wilayah tertentu yang membentuk kesempatan dan insentif bagi investor untuk membuka usaha yang layak dari segi bisnis. Daya saing investasi daerah tidak terjadi dengan serta merta. Pembentukan daya saing investasi, berlangsung terus-menerus dari waktu ke waktu dan dipengaruhi oleh banyak faktor.

Tabel 2.10

Hasil Kinerja Penanaman Modal (Investasi)

INDIKATOR CAPAIAN NO

TAHUN 2017 KINERJA

SATUAN

TAHUN 2016

Jumlah Promosi 1 Investasi

6 2 Jumlah investor

Promosi

Penanaman Modal 2 Dalam Negeri (PMDN) /

408 Penanaman Modal Asing (PMA) Realisasi investasi Penanaman Modal 3 Dalam Negeri (PMDN) /

Investor

647

253.681.288.000 1.092.482.800.000 Penanaman Modal Asing (PMA) 4 Realisasi Investasi

Rp.

83.801.512.000 Sumber : LKPJ Bupati Tasikmalaya

Incremental Capital Output Ratio (ICOR) merupakan parameter ekonomi makro yang menggambarkan rasio investasi kapital/modal terhadap hasil yang diperoleh (output) dengan menggunakan investasi tersebut. ICOR juga bisa diartikan sebagai dampak penambahan kapital terhadap penambahan sejumlah output. Kapital diartikan sebagai barang modal fisik yang dibuat oleh manusia dari sumber daya alam, untuk digunakan secara terus menerus dan berulang dalam proses produksi. Sedangkan output adalah besarnya nilai keluaran dari suatu proses ekonomi (produksi) yang dalam hal ini digambarkan melalui parameter Nilai Tambah. ICOR mampu menjelaskan perbandingan antara penambahan kapital terhadap output atau yang diartikan juga bahwa setiap pertambahan satu unit nilai output (keluaran) akan membutuhkan penambahan kapital

sebanyak ”K” unit.

Gambar 2.25. Incremental Capital Output Ratio Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2011-2016

3. Prasarana Wilayah/Infrastruktur

Prasarana wilayah atau infrastruktur menunjang daya saing daerah dalam hubungannya dengan ketersediaannya dalam mendukung aktivitas daerah di berbagai sektor di daerah dan antar- wilayah. Kondisi infrastruktur dapat dijelaskan secara rinci berdasarkan pembangunan beberapa prasarana berikut yang disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 2.11 Prasarana Wilayah/Infrastruktur Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2011-2017

INDIKATOR TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN NO CAPAIAN KINERJA

2016 2017 Rasio Ruas Jalan

Rasio Jembatan 83.80 84.37 94,05 94,30 2 dalam Kondisi Baik

% % Rasio Ketersediaan

64,79 65,10 3 Air Irigasi Untuk

Rasio Ketersediaan 9,50

12,60 4 Bangunan Fasilitas

Persentase Penyediaan

8,33 8,33 5 Informasi Rencana

% % Tata Ruang Sumber : LKPJ Bupati Tasikmalaya

Ketersediaan penginapan/hotel merupakan salah satu aspek yang penting dalam meningkatkan daya saing daerah, terutama dalam menerima dan melayani jumlah kunjungan dari luar daerah. Semakin

berkembangnya investasi ekonomi daerah akan

meningkatkan daya tarik kunjungan ke daerah tersebut. Dengan semakin banyaknya jumlah kunjungan orang dan wisatawan ke suatu daerah perlu didukung oleh ketersediaan penginapan/hotel.

Ketersediaan restoran pada suatu daerah menunjukan tingkat daya tarik investasi suatu daerah. Banyaknya restoran dan rumah makan menunjukkan perkembangan kegiatan ekonomi suatu daerah dan peluang-peluang yang ditimbulkannya.