Asep Eka Nugraha STKIP Al Amin Indramayu Email: asepekanugrahagmail.com ABSTRAK - View of Relevansi Konsepsi Pendidikan Hamka dengan Konsep Pendidikan Nilai dalam Sistem Pendidikan Nasional (Studi Deskriptif Kualitatif Tela’ah Pada Buku Lembaga Hidup)

Relevansi Konsepsi Pendidikan Hamka dengan Konsep Pendidikan Nilai dalam Sistem Pendidikan Nasional

(Studi Deskriptif Kualitatif Tela’ah Pada Buku Lembaga

Hidup)

Asep Eka Nugraha

STKIP Al Amin Indramayu Email: asepekanugraha@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan konsep pendidikan Hamka dengan konsep pendidikan nilai dalam sistem pendidikan nasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hakikat pendidikan Hamka terdiri pendidikan jasmani dan pendidikan rohani. Pendidikan jasmani untuk pertumbuhan dan kesempurnaan jasmani serta kekuatan jiwa dan akal. Pendidikan rohani untuk kesempurnaan fitrah manusia dalam ilmu pengetahuan dan pengalaman yang didasari agama. Pendidikan didasari oleh tauhid merupakan prinsip pendidikan bagi Hamka sebagai pegangan hidup yang benar bagi manusia, untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Bagi Hamka, nilai merupakan ukuran dari kebaikan dan kebenaran dari sesuatu sikap pada diri manusia. Pendidikan nilai bertujuan membentuk insan kamil yaitu menjadikan peserta didik berbudi luhur, berakhlak mulia, serta bertakwa kepada Allah. Pendidikan nilai dalam sistem pendidikan nasional berlandaskan pancasila dan UUD 1945, dengan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa,

METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018 P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742 METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018 P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742

Kata Kunci: Relevansi, Konsepsi, Pendidikan Hamka, Pendidikan Nilai, Sistem Pendidikan Nasional

ABSTRACT

This study aims to describe the concept of education with educational value concept Hamka in national education systems. The results showed that the nature of education Hamka consists of physical education and spiritual education. Physical education for physical perfection and growth as well the strength of the soul and intellect. Spiritual education to the perfection of human nature in science and experience based on religion. Education based on the principles of unity of education for life as a handle that he was right for the people, to achieve the happiness of the world and the hereafter. Hamka, the value for a measure of goodness and rightness of stance on something man. Values education aims at forming the insan kamil make learners virtuous, noble character, and duty to God. Values education in the national education system based on Pancasila and the 1945 Constitution, with the aim of the intellectual life of the nation, make man of faith and righteous, noble character, and against the people responsible. Educational value of the shows both views on the formation of learners in imparting the lofty values in life, making the whole person, having a noble character, knowledge, as well as the duty to God Almighty.

Keywords: Relevance, Hamka Educational Conception, Values Education, The National Education System

14 METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018

P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742

A. PENDAHULUAN

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh berbagai persoalan, yaitu persolaan moral yang menimpa segenap manusia. Persoalan tersebut, tampak gejala di kalangan anak muda bahkan orang tua yang menunjukkan mereka mengabaikan nilai dan moral dalam pergaulan yang sangat diperlukan dalam suatu masyarakat yang beradab. Indriati Noor (2011), kegagalan yang paling fatal, ketika produk didik tidak lagi memiliki kepekaan hati nurani yang berlandaskan moralitas dan masalah kemerosotan moral yang semakin merebak. Hal ini cenderung diakibatkan oleh ketidaksesuaian antara ketiga lingkungan pendidikan yang mengakibatkan anak menjadi korban. Kemerosotan nilai-nilai moral, melanda masyarakat tidak lepas dari ketidakefektifan penanaman pendidikan nilai, baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiga lembaga pendidikan tersebut terlibat dalam proses pendidikan secara langsung serta dalam proses pembentukan pribadi manusia. Hal ini ditegaskan oleh, Sofyan Sauri (2006: 4-5), lemahnya pendidikan lebih diakibatkan karena adanya konflik di antara tri pusat pendidikan, yaitu keluarga, masyarakat dan pemerintah (sekolah). Dengan demikian, lingkungan pendidikan menjadi titik sentral dalam pelaksanaan pendidikan.

Dalam penyelenggaraan praktik pendidikan hendaknya terwujud sebuah pendidikan, dan proses pembelajaran yang mendidik, tetapi, menurut Sunaryo, (2010: 14) dalam praktek pendidikan kita saat ini, dengan regulasi dan standar yang ada, belum secara kuat menyentuh tujuan-tujuan kolektif yang mengarah pada kecerdasan kehidupan bangsa, apalagi tujuan yang sifatnya eksistensial yaitu membangun jati diri bangsa, karakter bangsa, dan kepribadian bangsa yang mantap.

Berkaitan dengan hal tersebut, begitu banyak krisis moral, yang diakibatkan, dalam proses pendidikan serta proses pembelajaran tidak bersifat mendidik. Seperti contoh yang dikemukakan oleh, Sulton ( 2016:

39) krisis moral dan budi pekerti melanda para pemimpin negeri ini berimbas pada moralitas masyarakat dan generasi muda kita. Fenomena maraknya korupsi, kebohongan dan pembodohan publik, serta tindak a-moral adalah contoh buruk bagi masyarakat dan generasi muda penerus bangsa Indonesia. Kemudian berkembang fenomena pemerkosaan, porno aksi dan pornografi, pembalakan liar, pembakaran hutan, perampokan, penggunaan dan pengedaran obat terlarang psikotropika di tengah-tengah

METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018 P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742 METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018 P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742

Di tengah perkembangan masyarakat di tengah era globalisasi begitu banyak persoalan moral yang menimpa bangsa ini, Hufad dan Sauri (2007:

41) kecenderungan manusia era global lebih mengutamakan kemampuan akal dan memarginalkan peranan nilai-nilai Ilahiyah (agama). Akibatnya manusia kehilangan roh kemanusiaan yang hampa dari nilai-nilai spiritual. Permasalahan utama yaitu, kecenderungan manusia lebih mengutamakan kemampuan akal dan mengesampingkan peranan nilai-nilai agama. Akibatnya manusia kehilangan roh kemanusiaan dari nilai-nilai spiritual. Permasalahan yang timbul di tengah masyarakat, perilaku masyarakat yang semakin mengalami kemerosotan nilai moral di tengah-tengah kehidupan serta menempatkan pendidikan sebagai ibadah, semakin tidak tersentuh. Kegagalan pendidikan, ketika hasil didikan tidak lagi memiliki kepekaan hati nurani yang berlandaskan moralitas, rasa kemanusiaan dan masalah kemerosotan moral. Dekadensi moral tercermin dalam sikap dan perilaku masyarakat yang tidak dapat menghargai orang lain, hidup dan peri kehidupan bangsa dengan menjunjung tinggi harkat dan martabatnya manusia. Padahal nilai-nilai moral menempatkan harkat dan martabatnya manusia sebagai ukuran pencegahan perbuatan yang melanggar norma.

Mengatasi persoalan nilai moral dalam pendidikan, pendidikan nilai berperan dalam upaya mewujudkan manusia secara utuh. Pembinaan nilai sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan serta dapat menjadi sarana untuk mencegah pengaruh-pengaruh negatif. Mulyana (2011: 105) nilai merupakan jantung semua ikhtiar pendidikan. Persoalan pendidikan menunjukkan lemah dalam menanamkan pendidikan nilai, Mulyana (2011: 146-147), rendahnya pendidikan tidak hanya disebabkan oleh lemahnya pendidikan dalam membekali kemampuan akademis kepada peserta didik, namun akibat dari kurangnya penyadaran nilai secara bermakna. Dengan demikian, makna pendidikan syarat dengan muatan nilai-nilai

16 METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018

P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742 P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742

Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, Said (dalam Ahmad Syamsu Rizal, 2013: 2), manusia adalah homo educandum et educabile, makhluk yang dapat dididik dan memerlukan pendidikan. Pendidikan sebagai kekuatan pembentuk manusia, untuk masa depan, sehingga pendidikan bertumpu pada internalisasi nilai-nilai luhur yang tertanam dalam diri peserta didik, serta pendidikan mampu memanusiakan manusia, menempatkan manusia pada derajat tertinggi. Ahmad Syamsu Rizal (2013: 1) tujuan pendidikan membentuk manusia sebagai insan kaffah yaitu manusia cerdas, terampil dan berahklak mulia. Pendidikan bertujuan untuk membentuk manusia memiliki eksistensinya yang bermartabat, memiliki ilmu pengetahuan, sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya., Hamka, (1984: 190), tujuan pendidikan adalah untuk mengenal dan mencari keridaan Allah, membangun budi pekerti untuk berakhlak mulia. Tujuan pendidikan menuju arah terwujudnya manusia yang dicita- citakan sesuai nilai-nilai dan norma-norma yang dianut serta membentuk manusia yang berilmu pengetahuan luas, beriman, berakhlak mulia serta bertakwa kepada Tuhan YME.

Dengan demikian, menjadi hal menarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai konsep pendidikan dan pendidikan nilai dalam pemikiran Hamka, menurut Abdurahman Wahid (dalam Sudin, 2011: 224) Hamka adalah seorang intelektual yang mempunyai pengetahuan yang banyak, baik pengetahuan agama maupun umum. Beliau sangat konsen dengan peningkatan pendidikan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan sosial dan dakwahnya. Hamka seorang tokoh yang memberikan ide-ide pemikiran tentang pendidikan, beliau juga seorang ulama ahli ilmu-ilmu agama, yang berkiprahnya dalam pendidikan. Azyumardi Azra (2012), Hamka banyak memberikan kepada ikhwal pendidikan.

Berdasarkan latar pemikiran tersebut, tulisan di bawah ini mencoba untuk mendeskripsikan tentang bagaimana (1) Konsepsi Pendidikan Dalam Pandangan Haji Abdul Malik Karim Amarullah (Hamka) dan (2) Pendidikan Nilai Dalam Pandangan Haji Abdul Malik Karim Amarullah (Hamka) dan (3) Konsepsi Pendidikan nilai Dalam Sistem Pendidikan Nasional Bagaimana Konsepsi Pendidikan Dalam Pandangan Haji Abdul Malik Karim Amarullah (Hamka) (4) Relevansi Pendidikan Nilai Haji

METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018 P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742

Abdul Malik Karim Amarullah (Hamka) Dengan Pendidikan Nilai Sistem Pendidikan Nasional. Kajian ini berfokus serta menguraikan unsur-unsur pendidikan yakni, tujuan pendidikan, peserta didik, pendidik, kurikulum dan lingkungan pendidikan.

B. METODE PENELITIAN

1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif non interaktif dengan teknik analisis konsep. menurut Cresswell (1994:162)penelitian kualitatif difokuskan pada proses yang terjadi dalam penelitian. Pendekatan non interaktif oleh Mc Millan dan Schumacher, dengan menggunakan suatu analisa dan investigasi terhadap konsep perjalanan sejarah melalui suatu analisis dokumen. Pendekatan non interaktif digunakan dalam penelitian ini, karena Haji Abdul Malik Karim Amarullah (Hamka) telah meninggal dunia.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif non interaktif, mengingat penelitian ini adalah pemikiran tokoh dengan menganalisis konsep-konsep melalui dokumen (buku) karya Hamka. Berkaitan dengan tokoh, menurut Cresswell (1998: 47) penelitian biografi adalah studi tentang individu dan pengalamannya yang dituliskan kembali dengan mengumpulkan dokumen dan arsip-arsip.

Metode penelitian ini menggunakan adalah metode analisis konsep, menurut Mc Millan dan Schumacher (dalam Dharma Kesuma, 2013), analisis konsep dapat dilakukan dengan tiga strategi yaitu: (1) Analisis Generik, berfungsi untuk mengidentifikasi makna esensial dari suatu konsep.(2)Analisis Diferensial, berfungsi untuk membedakan makna- makna dasar dari suatu konsep dan menyediakan suatu ide yang lebih terang tentang ranah logis yang dicakup oleh suatu konsep (3) Analisis Kondisional, berfungsi untuk mengidentifikasi kondisi-kondisi untuk penggunaan suatu konsep secara relevan.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini bersumber pada dokumen (buku) yang ditulis oleh Hamka. Proses pengumpulan data dilakukan melalui pencarian buku-buku, jurnal dan mencatat sumber data yang terkait dan relevan yang dapat digunakan dalam studi penelitian ini. Buku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku yang ditulis

18 METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018

P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742

Hamka. Buku yang dijadikan sumber utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku Lembaga Hidup, 1984, kemudian juga peneliti menggunakan buku penunjang lain yang ditulis langsung oleh Hamka dan Samsul Nizar yang menulis tentang pemikiran Hamka, buku penunjang yang dimaksud yaitu, (1) Pribadi Hebat, 2014, (2) Tasauf Modern 1990, (3) Lembaga Budi, 1984 (4) Memperbincangkan Dinamika Intelektual Dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam, 2008.

3. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian dilakukan dalam tiga tahap, Nasution (1992:

85) penelitian pada dasarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu (1) tahap orientasi, kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini peneliti melakukan orientasi atau pengenalan terhadap struktur masalah yang diteliti berserta aspek dan dimensinya (2) tahap eksplorasi, pada tahapan ini peneliti, mempersiapkan diri untuk melakukan penelitian secara fokus dengan berupaya memperoleh data dengan sikap yang lebih selektif , mencari informasi yang relevan. (3) tahap member-check , peneliti melakukan konfirmasi terhadap data yang diperoleh dengan mengecek kebenaran data oleh sumber data untuk memberikan tanggapan dan komentar, serta melakukan kegiatan yang bersifat triangulasi, yaitu menuntaskan kebenaran data dengan meminta tanggapan mengenai kebenaran data yang diperoleh kepada pihak pakar ahli (pembimbing) yang sesuai dan diyakini dapat memberikan informasi.

4. Pengolahan Data

Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan analisis induktif. Mc Millan (2001) analisis induktif merupakan proses yang terus menerus, membentuk siklus dan sistematik yang terdiri dari kegiatan seleksi, kategorisasi, komparasi, sintesis, dan interpretasi untuk menghasilkan eksplanasi mengenai satu fenomena yang diteliti. Yang dimaksud dengan fenomena pada penelitian ini adalah catatan- catatan karya Hamka yang terdokumentasikan dalam bentuk karya- karya (buku). Strategi analisis pengumpulan data, dilakukan berdasar langkah-langkah yang disarankan oleh Dharma Kesuma (2013), yaitu, (1), menulis komentar untuk mengidentifikasi tema, menginterpretasi dan membuat pertanyaan-pertanyaan. (2), mengembangkan gagasan

METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018 P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742 METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018 P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742

5. Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini, sebagai, penyusunan secara sistematis dan proses pencarian terhadap dokumen-dokumen yang telah dikumpulkan, sebagai catatan lapangan. Bogdan (dalam Sugiyono, 2007: 244) analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat di informasikan kepada orang lain. Analisis data yang dilakukan mengacu pada langkah-langkah yang digunakan oleh Miles dan Huberman (1992: 16-18) terdiri dari (1) reduction data, (2) display data, dan (3) penarikan kesimpulan.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Konsepsi Pendidikan Hamka

Hakikat pendidikan, menurut Hamka terdiri dari pendidikan jasmani dan rohani. Pertama, pendidikan jasmani, untuk pertumbuhan dan kesempurnaan jasmani serta kekuatan jiwa dan akal. Pendidikan rohani, untuk kesempurnaan fitrah manusia dalam ilmu pengetahuan dan pengalaman yang didasarkan kepada agama. Hamka (1984: 66), setiap anak memiliki fitrah yang dinamis. Fitrah setiap manusia pada dasarnya menuntun untuk senantiasa berbuat kebajikan dan tunduk mengabdi pada Khaliqnya. Kedua unsur jasmani dan rohani memiliki kecenderungan untuk berkembang, dan untuk menumbuhkan melalui pendidikan. Hamka (dalam Azyumardi Azra 2012: 1) pendidikan yang baik adalah yang dapat memadukan potensi fitrah manusia, akal pikiran, perasaan dan sifat-sifat kemanusiaan secara seimbang dan serasi. Kemudian hal ini ditegaskan tentang perpaduan unsur jasmani dan rohani pada diri manusia. Dengan pendidikan, manusia dapat mempertajam fitrah akal dan mengontrol nafsunya serta manusia akan memperoleh hikmat (keutamaan). Keutamaan pendidikan akan mampu mengembangkan potensi pada diri manusia.

A. Susanto, (2009: 100) perpaduan unsur tersebut membantu manusia memperoleh ilmu pengetahuan dan membangun peradabannya, memahami fungsi kekhalifahannya, serta menangkap tanda-tanda kebesaran Allah.

20 METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018

P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742

Pendidikan bertujuan untuk menghasilkan perubahan yang diharapkan ke dalam diri seseorang, baik secara jasmaniah maupun rohaniah yang berkelanjutan untuk menjaga dan memelihara manusia agar jasmani dan rohani mereka sempurna, dengan memiliki jasmani dan rohani yang sehat, manusia mampu menghayati dan memelihara nilai-nilai hidup yang baik, memiliki kekuatan jiwa dan akal serta memiliki kesempurnaan fitrah, serta memiliki kepribadian manusia yang luhur, berbudi pekerti berahklak mulia serta bertakwa kepada Allah SWT.

Konsep pendidikan dalam pandangan Hamka, menunjukkan istilah ta’lim, tarbi’yah dan ta’dib. Hamka (dalam Samsul Nizar, 2008: 106-108) pendidikan sebagai proses (ta’lim) dan menyampaikan sebuah misitarbiyah. Halipah, H (2006: 17) istilah tarbiyah ini mencakup pengertian pendidikan yang ditujukan kepada semua makhluk Allah SWT dengan arti mendidik, mengajar, memelihara dan membina. Pendidikan sebagai membentuk tabiat dan sikap seseorang manusia dalam berbagai aspek kehidupan yang sama dalam diri manusia di antaranya ada jasmani, rohani, akal, akhlak supaya dapat mengabdikan diri kepada Allah SWT. Dengan demikian makna tarbiyah, lebih komprehensif dalam memaknai pendidikan. Proses tarbiyah merujuk pada pemeliharaan dan pengembangan seluruh potensi peserta didik, baik jasmaniah maupun rohaniah. Pendidikan menitikberatkan pada tujuan penghambaan dan kekhalifahan manusia, yaitu pemeliharaan hubungan manusia terhadap makhluk Allah, sebagai wujud tanggung jawabnya sebagai khalifah, serta hubungan timbal balik antara manusia dengan alam sekitarnya secara harmonis. M. Nasihuddin (2016: 170) tugas kekhalifahan yang diberikan oleh Allah kepada manusia lebih disebabkan manusia dianugerahkan akal. Akal berfungsi untuk memahami, menggambarkan sebab akibat, membedakan antara yang baik dan yang buruk.

Prinsip pendidikan menurut Hamka didasari dengan prinsip tauhid. Tauhid sebagai kunci pokok Islam dengan menunjukkan, tidak ada penghambaan kepada Allah SWT. Berkaitan dengan pendidikan, tauhid berfungsi mengembangkan potensi keagamaan peserta didik sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Tauhid sebagai pembentukan tujuan hidup bagi manusia. Menurut Hamka (1990) tauhid akan memberikan cahaya sinar dalam hati pemeluknya dan

METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018 P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742 METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018 P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742

Tujuan Pendidikan menurut Hamka, yaitu untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, Hamka. (1990: 55) agama akan mengantarkan orang kepada kebahagiaan. Manusia diperintahkan menuju ke arah yang diperintahkan oleh agama serta menjauhi segala hal yang dilarang oleh agama, Hasan Langlungan (2004: 331) agama (Islam) membimbing manusia untuk mencapai kebahagiaan didunia dan akhirat. Kebahagiaan didunia terhindar dari segala yang mengancam dan mencelakakan hidup. Kebahagiaan di akhirat, terhindar dari bentuk siksaan kelak di akhirat. Oleh sebab itu, pendidikan bertujuan untuk melahirkan seorang individu yang baik. Pendidikan merupakan suatu usaha berkelanjutan untuk menyampaikan ilmu, keterampilan dan penghayatan berdasarkan kepada Al-Qur'an dan Al-Sunnah. Semua itu bertujuan untuk membentuk sikap dan kepribadian serta pandangan hidup sebagai seorang hamba Allah SWT yang telah dipertangungjawabkan kepadanya untuk membangunkan dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, alam sekitar dan negara ke arah mencapai kebaikan serta keridhaan Allah SWT di dunia dan juga di akhirat nanti. Hal tersebut ditegaskan oleh Hamka (1984: 13) tujuan pendidikan yaitu mengenal dan mencari keridhaan Allah, membangun budi pekerti untuk berakhlak mulia.

Dalam pelaksanaan pendidikan bagi Hamka (1984: 257) mengemukakan, pendidikan dan pengajaran tidak dapat dipisahkan. Pendidikan menitikberatkan pada upaya pendidik dalam membantu, membimbing, mengarahkan, membina, membentuk watak, budi, akhlak, dan kepribadian peserta didik. Pengajaran menitikberatkan pada upaya pada aspek intelektual peserta didik. Hamka (1984: 257) ahli-ahli pendidikan sepakat, bahwasanya pengajaran dan pendidikan adalah dua jalan yang menjadi satu. Satu prinsip tersebut dilaksanakan untuk menjadikan peserta didik sebagai abdi Allah. Proses pendidikan

22 METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018

P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742 P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742

Pendidik , Hamka (dalam Samsul Nizar 2008: 136) tugas pendidik, yaitu sosok yang membantu mempersiapkan dan mengantarkan peserta didik untuk memiliki ilmu pengetahuan yang luas, berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat secara luas. Pendidik yang paling berperan penting yaitu orang tua. Orang tua sebagai pembimbing dalam lingkungan keluarga disebabkan karena secara alami anak- anak pada masa awal kehidupannya berada ditengah-tengah kedua orang tuanya. Dalam pendidikan terdapat dua komponen manusia yang harus ada dalam sebuah proses pendidikan, yaitu pendidik yang berupaya mewujudkan proses pendidikan pada anak didik, dan anak didik sebagai subjek yang akan dibentuk dan melaksanakan pendidikan dalam proses perkembangannya. Pendidik Orang tua adalah pendidik di lingkungan keluarga, karena secara alami anak-anak pada masa awal kehidupannya berada di tengah-tengah ayah dan ibunya. Dari merekalah anak menerima pendidikan. Orang tua, pendidik pertama bagi anak-anak mereka, karena dari mereka anak mula-mula menerima pendidikan. Orang tua memiliki tanggung jawab pertama dalam mendidik anak, akan tetapi karena ketidakmampuan orang tua, baik dari segi kemampuan ilmu pengetahuan yang dimiliki maupun dari segi keterbatasan waktu dan tenaga yang dimiliki, mereka sering kali mengalihkan kewajiban mereka pada seorang atau beberapa orang guru dalam mendidik anak mereka.

Orang tua, guru dan masyarakat sebagai pendidik yang memiliki peran dalam pelaksanaan pendidikan secara langsung. Pendidik sebagai sosok yang memiliki kewenangan dan bertanggung jawab sepenuhnya di lingkungan pendidikan untuk mengembangkan segenap potensi peserta didik yang dimilikinya, serta membentuk, aspek rohani dan jasmani peserta didik dalam upaya mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik sesuai dengan nilai agama (Islam)

METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018 P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742 METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018 P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742

Pendidik yang bertanggung jawab menjadikan peserta didik menjadi manusia yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat, Hamka, (1984: 257) jangan sampai murid-murid itu hanya menjadi orang pintar, tetapi tidak berguna untuk masyarakat bangsanya. Hamka (1984: 249) menjadi guru, karena akan menciptakan orang-orang yang berguna kelak dalam masyarakat. Peserta didik merupakan generasi penerus bagi masyarakat kelak, pendidik dimasyarakat bertujuan untuk menumbuh kembangkan pola kepribadian peserta didik serta mendorong tercapainya kesempurnaan hidup dan tujuan akhir, yaitu merealisasikan sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah.

Bagi Hamka seorang pendidik sebagai sosok yang mulia yaitu mengemban tugas membersihkan, menyempurnakan, membentuk manusia, serta membawa hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah, karena pendidikan adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dengan demikian, pendidik merupakan pelaku utama dalam tujuan pendidikan yaitu membentuk insan kamil, sehingga mampu mengabdikan diri pada Allah.

Peserta didik bagi Hamka pada dasarnya merupakan manusia yang sedang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan, yang memerlukan bantuan dari orang lain (orang dewasa) untuk menjalani pertumbuhan dan perkembangannya tersebut. Peserta didik memiliki berbagai kebutuhan, yang dapat dikategorikan kepada kebutuhan fisik dan non fisik, di mana masing-masing kebutuhan harus terpenuhi dengan baik. Peserta didik adalah manusia ciptaan Allah, yang memiliki potensi untuk mengembangkan dirinya. Dengan demikian pendidikan berfungsi untuk mengembangkan potensi peserta didik untuk mempelajari ilmu, dan budi, agar menjadi insan yang baik, guna memiliki sejumlah ilmu pengetahuan serta mengenal Khaliknya, serta mampu hidup ditengah-tengah masyarakat dan merefleksikan ilmu yang dimiliki bagi kemakmuran alam semesta. Hamka, (1984: 117) melalui akalnya manusia dapat menciptakan peradabannya dengan lebih baik.

Pendidikan memiliki makna, menjaga dan memelihara 24 METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018

P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742 P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742

Atas ungkapan tersebut, peserta didik, sebagai makhluk Allah dengan segala potensinya yang sempurna sebagai khalifah fil ardh dan

terbaik di antara makhluk lainnya. Kelebihan manusia bukan hanya sekedar berbeda susunan fisik, tetapi manusia memiliki aspek psikisnya. Manusia tersebut memiliki potensinya yang sangat mendukung bagi

proses aktualisasi diri pada posisinya sebagai makhluk yang mulia. Dengan potensi tersebut menjadikan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang terbaik, karena, peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi untuk mengembangkan diri, untuk mengembangkan dirinya yaitu melalui proses pendidikan.

Kurikulum dalam pandangan Hamka, mencakup seluruh ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan menjadi dasar bagi kemajuan dan kejayaan hidup manusia. Hamka (1984: 112) seluruh ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan menjadi dasar bagi kemajuan dan kejayaan hidup manusia. Kurikulum dijabarkan dalam bentuk materi-materi pendidikan yang disajikan dalam membantu peserta didik untuk mempelajari ilmu agama agar dapat menumbuhkan sikap religius dalam kehidupannya. Hamka (1984: 94) materi pendidikan pada dasarnya berkisar antara ilmu, amal, akhlak dan keadilan. Ketiga konsep tersebut sangat mendasari proses pendidikan. Pertama, ilmu terbagi menjadi dua macam, yaitu ilmu yang bersumber dari wahyu yang mutlak kebenarannya, dan ilmu yang bersumber dari akal manusia yang relatif kebenarannya. Kedua, amal dan akhlak ilmu yang hanya dibarengi iman dan tidaklah cukup, namun harus pula diiringi dengan amal, dan kerja. Baginya, ilmu yang tidak dikuti dengan amal perbuatan tidak berguna bagi kehidupan. Ketiga, keadilan, keadilan dengan tegak di tengah, keadilan sebagai pertahanan yang memikat hati dan menyebabkan orang takluk dan

METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018 P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742 METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018 P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742

Hamka, (1984: 203) ada dua orientasi pemikiran tentang pembagian materi pendidikan. Pada satu sisi, materi pendidikan hendaknya berorientasi pada pengembangan akal. Sementara di sisi lain pada pengembangan rasa (agama). Kedua orientasi materi tersebut saling mengisi antar satu dengan yang lain. Pendidikan yang didasarkan agama akan menumbuhkan keyakinan pada ketentuan Allah dan menjadi nilai kontrol perilakunya, sedangkan pendidikan akal akan membantu peserta didik membangun peradaban umat secara dinamis, sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama yang diyakininya. Kemudian, konsep kurikulum Hamka berdasar pada ilmu pengetahuan umum dan ilmu agama (Islam), Kurikulum dipandang baik dalam mencapai tujuan pendidikan yaitu bersifat integrated dan komprehensif, yang mencakup ilmu agama dan umum.

Lingkungan Pendidikan berperan dalam proses pendidikan, sebab lingkungan pendidikan menunjang terjadinya proses secara berkelanjutan bagi peserta didik yaitu, lingkungan pendidikan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Hamka (1990: 294-295)pendidikan sekolah tidak sejalan dengan masyarakat atau putus hubungannya dengan rumah tangga. Ini menunjukkan, perlunya kerja sama, jika tidak menjalin kerja sama dengan baik, serta menjalin hubungan harmonis antara tiga lingkungan tersebut, akan mengakibatkan, dampak negatif, bagi peserta didik.

Lingkungan Pendidikan Keluarga sebagai pusat pendidikan bagi anak, Hamka (1984: 208) kekeluargaan, kerumahtanggaan, itulah pusat persatuan kita. Itulah yang menimbulkan minat untuk menyusunkan anak-anak di waktu kecilnya, mengasuh sampai besar, mendidiknya supaya menjadi manusia yang berguna. Hal ini menunjukkan, lingkungan pendidikan keluarga memiliki peran dan tanggung jawab mendidik anak. Hamka (1984: 252) jangan dibiarkan mereka jalan sendiri dengan tidak diberi batas. Peran orang tua selaku pendidik dilingkungan keluarga, harus mampu membimbing, membina serta mengawasi anak, sehingga anak terbina dari sejak kecil sampai dewasa. Dalam menanamkan nilai-nilai didikan serta berupaya membentuk,

26 METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018

P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742 P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742

Lingkungan Pendidikan Sekolah, sebagai sarana belajar, bersosialisasi peserta didik. Hamka (1984: 41) tiap-tiap seseorang mempunyai hak untuk belajar (menuntut ilmu), dengan segala tenaga dan usaha serta kecakapannya. Semua anak berhak mendapatkan layanan pendidikan di lingkungan sekolah. Di lingkungan pendidikan sekolah tidak lepas dari peran pendidik (guru). Seorang pendidik bertugas membimbing peserta didiknya untuk memiliki ilmu pengetahuan, berakhlak mulia. Lingkungan pendidikan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan dan membentuk potensi sehingga peserta didik memiliki kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual, serta mampu bersosialisasi dalam lingkungan yang beragam.

Lingkungan pendidikan masyarakat bertanggung jawab dalam proses pembentukan kepribadian peserta didik, dengan tujuan untuk menghadapi perubahan perkembangan zaman. Proses pembentukan kepribadian dilakukan melalui proses pendidikan. Hamka (1990: 24-25)untuk mencapai kebahagiaan dunia akhirat, seorang muslim tidak mungkin melepaskan diri dari rasa tanggung jawab sosial dan kemasyarakatan, bahkan tanggung jawab sosial tersebut merupakan tuntutan keyakinan dan keimanan bagi seorang muslim. Ini menunjukkan bahwa, kewajiban bagi umat muslim untuk memberikan kepedulian terhadap pendidikan di masyarakat, Hamka (1984: 202) anak-anak harus dididik dan diasuh menurut bakat dan kemampuan serta sesuai dengan perkembangan zaman. Lingkungan pendidikan masyarakat sebagai sarana pendidikan ketiga setelah keluarga dan sekolah yang berfungsi mendidik berdasarkan bakat dan kemampuan, sesuai dengan perkembangan zaman yang dihadapinya, sehingga peserta didik memiliki sejumlah kemampuan yang bermanfaat bagi lingkungan masyarakatnya.

Atas uraian tersebut dalam pandangan Hamka, lingkungan pendidikan mempersiapkan peserta didik untuk hidup secara layak dan berguna ditengah-tengah komunitas sosialnya. Semua itu hendaknya dilakukan sebagai upaya membentuk peserta didik berguna ditengah-

METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018 P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742 METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018 P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742

2. Pendidikan Nilai Dalam Pandangan Hamka

Secara umum, nilai bagi Hamka (dalam Nasution, 2012: 90) adalah ukuran dari kebaikan dan kebenaran dari sesuatu sikap, barang, atau apa saja, di mana sesuatu itu berpotensi semakin mendekatkan jiwa kepada Tuhan, sedangkan yang tidak bernilai adalah ukuran ketidakbaikan dan ketidakbenaran dari sesuatu di mana sesuatu itu berpotensi untuk menjauhkan jiwa dari Tuhan. Dalam hal ini nilai-nilai prinsip sangat melekat dalam pemikiran Hamka, di mana akal manusia tetap pada nilai prinsipnya, yaitu bernilai baik dan benar. Hamka, (1984: 24), salah satu nilai akal terletak pada fungsinya sebagai alat penjaga, penyeimbang, dan penguasa diri manusia untuk melakukan suatu perbuatan (karena diukurnya perbuatan itu baik dan layak dilakukan) atau meninggalkannya (karena menurut akalnya perbuatan itu tidak manusiawi dilakukan). Akal manusia sebagai penentu nilai dalam diri manusia. Jika akal sehatnya berkembang dengan baik, maka akan muncul darinya nilai-nilai baik dan pada akhirnya membuat sikap hidupnya menjadi bernilai. Jika tidak maka sikap dan perilaku hidupnya cenderung jauh dari bernilai baik. Maka akal seseorang bernilai karena telah dididik dengan benar, hal ini akan melahirkan manusia-manusia yang beretika, bermoral, dan berakhlak mulia sesuai dengan tuntunan akal, di mana akal juga selalu sejalan dengan tuntunan agama (Islam).

Berkaitan dengan hal tersebut Tujuan Pendidikan Hamka (1984: 204) yaitu membentuk manusia merdeka, manusia diberikan kebebasan dalam berpikir yang didasari oleh nilai agama. Agama berfungsi memotivasi umatnya untuk senantiasa mencari ilmu, dengan ilmu, manusia akan memahami agamanya, serta menata peradabannya sesuai dengan nilai-nilai agama dengan tujuan membentuk kepribadian manusia yang berakhlakul karimah. Dengan demikian tujuan pendidikan mengenal dan mencari keridhaan Allah, membangun budi pekerti untuk berakhlak mulia. Proses pendidikan bertujuan agar dapat menjadikan anak memiliki budi pekerti, berakhlak mulia didik, serta bertakwa kepada Allah. Hamka (1984: 224), pendidikan untuk membentuk watak, pribadi manusia yang telah lahir ke dunia supaya menjadi orang yang berguna dalam masyarakatnya. Tujuan akhir pendidikan bukan hanya membentuk peserta didik dalam kapasitas

28 METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018

P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742 P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742

Pendidik merupakan orang yang membimbing, melatih, mendidik dan berupaya untuk mengantarkan anak didik ke arah kedewasaannya, baik secara jasmani maupun rohani, M. Ramli (2015: 63) pada hakikatnya pendidik sebagai manusia yang memahami ilmu pengetahuan, dan menjadi sebuah kewajiban baginya untuk mentransferkan ilmu kepada orang lain demi kemaslahatan umat. Dalam pendidikan nilai sosok pendidik bagi Hamka yaitu harus mampu menanamkan nilai- nilai luhur serta harus mampu menjadi teladanan bagi peserta didik, Hamka (1984: 71) hendaklah seorang menjadi contoh yang baik bagi muridnya, perangi patut ditiru, menjadi ayah dan murid-muridnya, menjadi sahabat tempat menumpahkan perasaan hati dan mengadu di waktu pikiran tertumpuk. Bergaul dengan murid-murid itu dengan sikap lemah lembut, tetap merdeka dan bebas, terus terang dan tidak sembunyi-sembunyi. Keteladanan dalam diri pendidik harus tertanam dalam dirinya, bersikap sabar dalam mendidik, ketika bakat dan potensi anak berkembang maka kedekatan pendidik terhadap anak harus lebih dekat, untuk menciptakan suasana nyaman bagi anak. Hamka (1984: 2-3) pendidik adalah sosok yang bertanggung jawab dalam mempersiapkan dan mengantarkan peserta didik untuk memiliki ilmu pengetahuan yang luas, berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat secara luas. Yang bertanggung jawab dalam menanamkan pendidikan adalah orang tua, guru, dan masyarakat, itu adalah sosok yang terlibat dalam kegiatan pendidikan.

Pendidik di keluarga dalam pemikiran Hamka orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam membentuk dan mewarnai pola kepribadian seorang anak. Kedua orang memiliki tanggung jawab sepenuhnya dalam mendidik anak. Hamka (1984: 224) anak itu pertaruhan tuhan, maka ibu bapak yang diserahi, petaruh itu wajib memeliharanya, lahir batin. Lahirnya ialah memelihara kesehatannya,

METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018 P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742 METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018 P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742

Pendidik di sekolah, Hamka mengartikan sosok pendidik sebagai perpanjangan tangan antara orang tua dan masyarakat. Hal ini karena Hamka menganggap sekolah merupakan lembaga pendidikan yang tersusun secara sistematis, serta menjadi miniatur realitas sosial di mana pendidikan dilaksanakan. Mengenai hal ini, Hamka menempatkan pendidik sebagai komponen yang sangat mempengaruhi terlaksananya proses belajar mengajar secara efektif. Hamka (dalam Samsul Nizar, 2008: 149) Pendidik merupakan penanggung jawab terjadinya transformasi material dan nilai pendidikan, karenanya hubungan yang terjalin antara peserta didik dengan pendidik harus harmonis.

Hamka, (1984: 211) seorang pendidik dituntut terlebih dahulu mengetahui tugas dan tanggung jawabnya, yaitu berupaya membantu dalam rangka membimbing anak didiknya untuk memi liki ilmu pengetahuan yang luas, berakhlak mulia, dan menguasai keteram- pilan yang bermanfaat, baik bagi dirinya maupun masya rakat luas. Sosok pendidik harus menjadi teladan bagi peserta didik, sebagaimana diungkapkan Hamka (1984: 87) orang yang mem perbaiki orang lain, hendaklah sanggup memperbaiki diri sendiri. Seorang pendidik dalam mendidik harus sanggup mendidik dirinya sendiri. seorang pendidik menyuruh berbuat baik pada peserta didik, tetapi pendidiknya itu sendiri tidak pernah berbuat baik, hal demikian pendidik tidak dapat menjadi teladan bagi anak didiknya, sehingga akhirnya anak didiknya sendiri kehilangan kepercayaan dan tidak mau lagi menuruti apa yang diperintahnya. Di lingkungan pendidikan sekolah, keteladanan

30 METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018

P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742 P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742

Pendidik di masyarakat menurut Hamka (1984: 13) adalah keseluruhan budaya, komunitas sosial, dan segala unsur apa pun yang tercakup di dalamnya yang dapat membentuk dan mendukung kepribadian peserta didik. Akhlak peserta didik dapat dikatakan sebagai cerminan dari bentuk akhlak masyarakat di mana ia berada. Dengan demikian, pendidik dimasyarakat berperan penting dalam, pelaksanaan pendidikan, Hamka, (dalam Samsul Nizar, 2008: 38) menyebutkan anak didik sebagai bunga masyarakat yang kelak akan mekar atau akan menjadi tubuh dari masyarakat. Ini menunjukkan bahwa, tiap anggota masyarakat bertanggung jawab dalam menanamkan pendidikan agar menjadi anak yang berakhlakul karimah serta bermanfaat bagi lingkungannya, masyarakat, bangsa maupun agama. Hamka, (dalam Ramayulis, 2005: 274) akhlak anak didik dapat dikatakan sebagai cerminan dari bentuk akhlak masyarakat di mana ia berada. Pendidik dimasyarakat berperan dalam pendidikan, karena peserta didik sebagai komponen untuk membangun masyarakat dimasa, yang akan datang. Setiap pendidik harus bertanggung jawab, dalam menanamkan pendidikan nilai bagi peserta didik, begitu pula orang tua dan masyarakat perlu memposisikan diri sebagai teladan, cermin dan rujukan nyata bagi proses aktualisasi nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari. Hal inilah yang menjadi penguatan pendidikan nilai, agar tujuan pendidikan untuk memanusiakan manusia dapat terwujud secara hakiki serta sesuai dengan hakikat pendidikan yaitu mengembangkan potensi yang dianugerahkan Allah kepada manusia.

Peserta Didik, sebagai makhluk ciptaan Allah. Bagi Hamka, pendidikan nilai ditujukan sebagai upaya pembentukan dan pembinaan akhlak pada jiwa peserta didik, menanamkan nilai-nilai akhlak Islami, untuk senantiasa berbuat kebaikan dan berperilaku sesuai dengan

METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018 P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742 METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018 P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742

Dalam proses pendidikan, Hamka (dalam Samsul Nizar, 2008: 154) mengharapkan peserta didik mampu (1) memiliki akhlak mulia, (2) selalu berupaya mengembangkan ilmu yang sudah dimiliki, (3) sabar dan tabah dalam menuntut ilmu, (4) mengamalkan ilmu pengetahuan agar beroleh keberkatan, (5) dapat mengendalikan diri, (6) membersihkan hati dan tidak merasa sombong, (7) selalu merendahkan diri di hadapan pendidiknya dan santun kepada mereka, (8) berbakti kepada orang tua. Harapan tersebut merupakan penting ditanamkan melalui pendidikan, hasilnya harus tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, penanaman nilai peserta didik mampu mengendalikan diri, membersihkan hati, memiliki wawasan yang luas, dan meraih kesempurnaan melalui ilmu yang dimiliki untuk mengenal Khaliqnya. Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus (2011: 229), agar peserta didik mempunyai mempunyai jiwa spiritual sebagai makhluk yang mempunyai fitrah yang pada dasarnya menuntun untuk senantiasa berbuat kebajikan dan tunduk mengabdi pada khaliqnya, dan hal inilah yang mengantarkan bahwa pendidikan agama sangat penting untuk kehidupan.

Kurikulum mencakup seluruh ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan menjadi dasar bagi kemajuan hidup manusia didunia. Secara implisit bentuk kurikulum Hamka berbentuk, kurikulum Islam. Kurikulum Islam menurut Hamka (dalam Samsul Nizar, 2008: 168-169) pertama,

32 METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018

P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742 P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742

Dalam pemikiran Hamka, pendidikan bertujuan mengaitkan antara manusia dengan Allah sebagai pencipta alam semesta. Prinsipnya, kurikulum pendidikan dikaitkan dengan tauhid. Sebab konsep tauhid inilah yang harus dikuatkan dalam kurikulum pendidikan. Oleh karena itu, kurikulum mencerminkan keterka itan antara tujuan pendidikan dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengem bangan manusia seutuhnya.

Penekanan secara substansi pada kurikulum menurut Hamka mengacu pada perkembangan zaman, nilai-nilai ajaran Islam, dengan tumbuhnya dinamika rasional, dan berkembangnya seluruh potensi yang dimiliki, peserta didik secara maksimal fisik maupun psikis dengan didasari dengan agama (Islami). Oleh karena itu, kurikulum dikembangkan untuk mendukung peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia. Pendidikan sangat prinsipil dan mendasar, semua proses pendidikan yang dilaksanakan melalui pengajaran harus sarat dengan nilai-nilai Islami yang bersumber dari al-Qur’an dan hadits untuk mempengaruhi pola kepribadian peserta didik, sehingga dapat nampak dalam perilaku sehari-hari.

Beberapa bagian materi kurikulum dikembangkan sesuai dengan tuntunan zaman dan lingkungan hidup manusia, tetapi keterkaitannya dengan hakikat diciptakannya manusia sebagai khalifah di muka bumi dan sebagai abdi Allah. Tujuan yang dicapai oleh pendidikan adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai yang terbaik dalam pribadi yang diinginkan. Nilai-nilai tersebut mempengaruhi pola pendidikan manusia, sehingga tertanam dalam perilaku lahiriah. Perilaku lahiriah adalah cermin -nilai ideal yang mengacu di dalam jiwa manusia sebagai hasil dari proses pendidikan.

Lingkungan pendidikan, berperan penting dalam penanaman pendidikan nilai bagi peserta didik yaitu lingkungan pendidikan

METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018 P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742 METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018 P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742

Lingkungan pendidikan keluarga, Hamka (1984: 259) bagi anak- anak yang masih kecil, didikan agamalah yang perlu, belum ilmu agama. Karena pelajaran agama mudah masuk asal dasar iman sudah ada lebih dulu. Jika didikan agama dapat ditanamkan terhadap anak, maka keluarga akan memiliki kedewasaan dengan pengakuan pada suatu sistem dan ketentuan norma beragama yang direalisasikan dilingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan nilai ditanamkan di keluarga, untuk mewujudkan anak berakhlak mulia dan bermoral baik sehingga kelangsungan hidup dan perkembangan manusia dapat dijaga dan dipelihara untuk memberikan bimbingan dan arahan sesuai dengan potensi fitrahnya. Hamka (1984: 201) kalau anak itu rusak dan menjadi anak yang tak beragama, orang tua akan menanggung sesal beberapa lama masanya. Ajaran agama sebagai dasar untuk menanamkan nilai- nilai luhur bagi anak, agar anak memiliki kesadaran dalam jiwanya, dan mampu menjadi diri sendiri serta menjadi manusia yang berguna, bermanfaat bagi kehidupannya. Hamka, (dalam Samsul Nizar. 2008: 143) tugas kedua orang tua (pendidik) adalah memberikan contoh yang baik, menasehati, membimbing, serta mengontrol, sehingga anak berkembang sesuai dengan ajaran agama. Pendidikan nilai dan dalam keluarga, dengan demikian didasarkan pada dua alasan, pertama, karena keluarga menjadi lingkungan pertama dan utama bagi anak- anak; Kedua, ditinjau dari lamanya waktu anak-anak lebih banyak tinggal dan menghabiskan waktunya bersama keluarga. Posisi keluarga, memang memiliki peran yang strategis dalam meletakkan landasan nilai dan moralitas anak. Melalui orang tua sebagai anggota inti keluarga, anak menemukan panutan pertama dan utama, terutama dari sosok orang tua (ayah dan ibu) sebagai individu yang bertanggung jawab atas pendidikan nilai dan moralitas anak. Ini berarti lingkungan keluarga memiliki andil yang cukup besar dalam membentuk kepribadian seorang anak pada awal kehidupannya.

34 METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018

P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742

Lingkungan Pendidikan Sekolah berfungsi, membina, membimbing serta mendidik, peserta didik. Lingkungan sekolah sebagai sarana untuk melatih, akhlak, budi pekerti, sehingga peserta didik menjadi manusia yang taat pada norma dan nilai agama di dalam kehidupannya. Hamka (1984: 245) halaman dan pekarangan sekolah adalah tempat melatih budi. Lingkungan pendidikan di sekolah sebagai sarana belajar, mengembangkan seluruh potensi peserta didik, serta tempat menuntut ilmu. Hamka (1984: 259) tuntutan dari kalangan agama agar diadakan didikan agama di sekolah. Kalau boleh hendaklah sekolah yang memakai asrama, menyediakan seorang pemimpin yang khusus mendidik rohani murid muridnya. Yang bernama agama ialah keutamaannya, adab budi pekerti yang disatukannya. Sekolah lebih tepat ketika peserta didik diasramakan, dengan tujuan untuk menerapkan pendidikan agama, serta mendidik rohani peserta didik. Lingkungan sekolah sebagai, tempat untuk menumbuh kembangkan kepribadian peserta didik untuk mencapai kesempurnaan hidup yaitu taat pada ketentuan agama (Islam). Secara konseptual bagi Hamka pendidikan nilai di sekolah memberikan perspektif positif dan harapan akan terjadinya transformasi nilai-nilai kepada anak didik serta membina dan mendidik rohani peserta didik. Akan tetapi implementasi pendidikan nilai di sekolah, keadaan yang kurang lebih sama dengan kondisi pelaksanaan pendidikan nilai di keluarga. Bagi Hamka dalam menanamkan pendidikan nilai bagi peserta didik tetap harus didasari oleh nilai-nilai agama.

Lingkungan pendidikan masyarakat dalam penanaman pendidikan nilai sama halnya dengan lingkungan keluarga dan sekolah memiliki peran langsung dalam proses pembentukan nilai terhadap kepribadian anak didik, Hamka (1984: 202) anak-anak harus dididik dan diasuh menurut bakat dan kemampuan serta sesuai dengan perkembangan zaman. Anak memiliki potensi yang dapat ditumbuh kembangkan melalui lingkungan pendidikan masyarakat, Samsul Nizar, (2008: 155), keikutsertaan seluruh anggota masyarakat akan membantu upaya pendidikan, terutama dalam memperhalus akhlak dan merespon dinamika fitrah anak didik secara optimal. Hamka (1984: 13), akhlak anak didik dapat dikatakan sebagai cerminan dari bentuk akhlak masyarakat di mana ia berada. Hamka (1984: 258) fungsi pendidikan di masyarakat yaitu untuk membentuk watak pribadi. Manusia yang lahir

35

METODIK: Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1, Nomor 1 Januari 2018 P-ISSN: xxx-xxx, E-ISSN: 2615-3742

ke dunia supaya menjadi orang yang berguna dalam masyarakatnya. Dengan demikian, peran pendidikan dimasyarakat menjadi hal penting dalam menanamkan nilai pada diri peserta didik. Hamka (dalam Azyumardi Azra, 2012: 5) pendidikan hendaknya membentuk anak supaya menjadi anggota yang berfaedah di dalam pergaulan hidup, penuh dirinya dengan rasa kemanusiaan, cinta kepada persaudaraan dan kemerdekaan. Hal tersebut merupakan nilai yang hendaknya tertanam pada diri peserta didik di lingkungan masyarakat. Masyarakat memang memiliki peran untuk ikut serta menciptakan lingkungan dan kondisi tata pergaulan yang baik, sebagai acuan kehidupan bersama warganya termasuk generasi muda. Masyarakat dalam hal ini adalah berbagai komponen masyarakat (individu anggotanya, para tokohnya, dan unit-unit kelembagaan yang ada di dalamnya) dan pranata sosial yang dimilikinya (kelembagaan nilai, sistem nilai, nilai-nilai dasar). Optimalisasi peran masyarakat dalam pendidikan nilai dimaksud sangat membantu proses pendidikan nilai dan penanaman moral (akhlak) baik yang berlangsung di lingkungan keluarga maupun sekolah.

Atas uraian tersebut, lingkungan pendidikan harus ditujukan ke arah pengembangan potensi yang dimiliki manusia secara maksimal, sehingga dapat diwujudkan dalam bentuk nyata dalam kehidupan sehari-hari. Bagi Hamka, lingkungan pendidikan dalam menanamkan pendidikan nilai harus berdasarkan pada nilai-nilai agama, sehingga peserta didik dapat mendekatkan diri kepada Allah, Dengan didasari oleh nilai-nilai agama, diharapkan peserta didik mampu mewujudkan tujuan hidupnya baik sebagai khalifah fil ard maupun sebagai abd Allah.

3. Nilai Dalam Sistem Pendidikan Nasional

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25