BAB 1 PENDAHULUAN 1.6. Latar Belakang - Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Terhadap Kesiapsiagaan Masyarakat di Kawasan Rawan Banjir di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.6. Latar Belakang Bencana dalam UU No. 24 Tahun 2007 didefinisikan sebagai peristiwa atau

  rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam, maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Dep. Kes. R.I, 2007).

  Menurut Undang-Undang ini, bencana dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu bencana alam (misalnya gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor), bencana non-alam (misalnya gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit) dan bencana sosial (misalnya konflik sosial antara kelompok atau antar komunitas masyarakat dan terorisme) (Dep. Kes. R.I, 2007).

  Bencana banjir, merupakan bencana alam yang terjadi secara mendadak, mengakibatkan kerusakan lingkungan pemukiman,perubahan kualitas lingkungan oleh karena cemaran yang ditimbulkan dan kerawanan masalah kesehatan pada masyarakat yang terkena. Usia pasien yang berobat ke posko kesehatan, berkisar antara kurang dari 1 tahun hingga lebih dari 60 tahun. 12,5% adalah kelompok balita dan 4% lanjut usia. Tujuh puluh persen yang datang berobat ke posko berasal dari daerah banjir dengan kedalaman 2 meter. Insidens penyakit terbanyak yang di temukan adalah 47% penyakit ISPA, 23% penyakit kulit, dan 12% penyakit diare dan saluran cerna. Penyakit yang diderita balita terbanyak adalah ISPA dan diare, sedangkan lanjut usia adalah ISPA dan kulit (Kompas, 2012).

  Indonesia adalah negara yang rawan bencana dilihat dari aspek geografis, klimatologis dan demografis. Letak geografis Indonesia di antara dua benua dan dua samudera menyebabkan Indonesia mempunyai potensi yang cukup bagus dalam perekonomian sekaligus juga rawan dengan bencana. Secara geologis, Indonesia terletak pada 3 (tiga) lempeng yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik yang membuat Indonesia kaya dengan cadangan mineral sekaligus mempunyai dinamika geologis yang sangat dinamis yang mengakibatkan potensi bencana gempa, tsunami, gerakan tanah/longsor dan banjir (BNPB, 2012).

  Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada kuartal pertama tahun 2012 ini telah terjadi sekitar 91 kasus banjir di Indonesia, yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Sementara, jika dihitung dari pertengahan tahun 2011, telah terjadi sekitar 129 kasus banjir di Indonesia. Sebagian kasus juga diikuti oleh peristiwa longsor.

Gambar 1.1. Frekuensi Kasus Banjir di Indonesia Dari grafik diatas juga bisa dilihat, sejak tahun 1815-2012 sudah terjadi lebih dari 4000 kasus banjir di Indonesia .

  Berdasarkan Riset Tsunami dan Mitigasi Bencana atau Tsunami and Disaster

  

Mitigation Research Cente r (TDMRC) Unsyiah, melalui program Knowledge

Management (KM) Provinsi Aceh selama tahun 2010 dilanda 92 kasus bencana alam.

  Banjir menempati urutan pertama dengan 47 kasus, angin kencang 13 kasus, puting beliung 10 kasus, tanah longsor dan gelombang pasang masing-masing 7 kasus, abrasi 4 kasus, gempa 3 kasus, dan erosi 1 kasus. Secara umum, kejadian bencana di Aceh pada tahun 2010 ini hampir 95 persen didominasi oleh bencana hidrologis dan meteorologis, seperti banjir, gelombang pasang dan abrasi, tanah longsor, erosi, angin kencang dan puting beliung. bencana-bencana tersebut menyebabkan 11 jiwa meninggal; 8 jiwa akibat tanah longsor dan sisanya disebabkan banjir. Korban luka- luka 39 jiwa, yaitu 36 disebabkan gempa dan sisanya karena puting beliung dan angin kencang. Untuk kasus pengungsian, banjir penyebab utama warga mengungsi dengan jumlah 9438 jiwa dari total 9467 pengungsi (Harian Aceh, 2011).

  Letak geografis Kabupaten Aceh Tamiang yang sangat rawan akan berbagai bencana serta jumlah masyarakatnya yang cukup besar diberbagai tempat, baik di daerah sisi tebing, pinggir pantai, dan pinggir sungai mencerminkan suatu kehidupan masyarakat yang berada di bawah ancaman/bahaya besar yang mungkin diketahui atau tidak sama sekali diketahui oleh mereka, dan mungkin saja karena ketidak tahuan tentang bahaya yang dapat mengancam kehidupan dan harta bendanya.

  Sungai Tamiang adalah salah satu sungai yang mengalir melintasi kabupaten Aceh Timur hingga Aceh Tamiang, di Propinsi Aceh. Secara umum, sungai ini termasuk sungai dengan stadium dewasa dengan tipe Meander (berkelok-kelok).

  Sungai Tamiang ini mengalir dari dataran tinggi Gayo dan bermuara diselat Malaka. Dan diketahui berdasarkan sejarahnya, sungai Tamiang mengalami siklus banjir sekitar 10 tahun sekali, dapat dilihat dari banyaknya ditemukan endapan yang berukuran gravel (kerikil dan kerakal) pada hampir disetiap pointbar yang ada di sungai Tamiang ini.

  Pada tahun 2010 terjadi 2 kali banjir dalam setahun di Kabupaten Aceh Tamiang, begitu juga pada tahun 2011, tanpa disertai adanya korban jiwa. Sedangkan pada tahun 2012, terjadi 3 kali banjir dalam setahun yang mengakibatkan 180 penduduk di Desa Pengidam mengungsi. Dari 180 pengungsi tersebut 34 % mengidap penyakit ISPA, dan 28% mengidap penyakit diare pasca bencana banjir (Laporan Puskesmas Bandar Pusaka, 2012).

  Banjir bandang yang menerjang Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh pada tahun 2006, mengakibatkan sedikitnya 50 orang tewas dan 36 lainnya dinyatakan hilang. Selain itu, 87 ribu warga terpaksa mengungsi ke berbagai lokasi di 12 kecamatan di Aceh Tamiang.

  Banjir yang melanda wilayah Bandar Pusaka ini memberikan implikasi lanjutan seperti kesulitan memperoleh air bersih untuk minum dan mandi. Meski pihak pemerintah membantu dengan menyediakan truk pengangkut air PDAM, akan tetapi tidak mampu memenuhi kebutuhan setiap keluarga yang rumahnya terkena banjir. Demikian pula halnya dengan suplai makanann (Utomo, 2012).

  Kondisi ini diperburuk dengan keadaan cuaca yang dingin sehingga mengakibatkan warga mengalami penurunan daya tahan tubuh. Kondisi-kondisi ini mempermudah masuknya kuman dan bakteri ke dalam tubuh manusia dan salah satu dampaknya adalah menyebabkan Infeksi Pernapasan Atas/ Akut (ISPA) (Utomo, 2012).

  Suhu udara yang dingin mempermudah munculnya koloni kuman di dalam tubuh manusia. Hal ini merupakan salah satu penyebab adanya kemungkinan korban banjir yang meninggal akibat ISPA yang berujung pada pneumonia, yang merupakan proses infeksi akut yang merusak jaringan paru-paru atau alveoli. Oleh karena itu ISPA harus ditangani dengan baik dan cepat, disamping daya tahan tubuh tetap dijaga dengan suplai makanan yang cukup serta sanitasi yang optimal (Utomo, 2012)

  Penyakit ISPA yang diakibatkan oleh bencana alam banjir secara umum dapat dipahami sebagai aliran air yang relatif tinggi, hingga tidak tertampung lagi oleh alur sungai atau saluran air. Pada saat terjadi pengungsian besar - besaran akibat banjir, kondisi kebersihan baik lingkungan maupun makanan dan minuman yang dikonsumsi sangat tidak memadai. Keadaan ini memicu timbulnya penyakit (Utomo, 2012).

  Kekhawatiran munculnya wabah penyakit setelah bencana gempa dan tsunami sulitnya evakuasi dan pembersihan di lokasi bencana. Penyakit yang selalu menjadi langganan setelah bencana alam adalah infeksi saluran pernafasan akut yang bisa mematikan (Amirullah, 2009).

  Infeksi saluran pernafasan akut atau ISPA adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman yang masuk ke dalam tubuh melalui kulit, makanan atau udara.

  Gejalanya batuk, pilek, panas atau deman serta sakit dada. Secara teoritis, penularan melalui kulit dapat dicegah dengan cara menghindari sentuhan dengan penderita penyakit ini (Amirullah, 2009).

  Demikian juga penularan melalui makanan dapat dicegah dengan mengolah makanan secara bersih. Namun, penularan melalui udara tidak dapat dicegah karena udara yang dihirup tidak dapat dipilah-pilah. Dalam kondisi serba darurat pasca bencana alam seperti di Aceh saat ini, daya tahan tubuh warga setempat turun drastis.

  Akibatnya, muncullah penyakit lama maupun baru (Amirullah, 2009).

  Terdapat tiga faktor penting yang berperan dalam penularan penyakit seperti ISPA yaitu kuman penyakit, kondisi lingkungan dan daya tahan tubuh.

  Secara umum, proses perjalanan penyakit dapat dijabarkan atas beberapa tahapan. Tahap pre-patogenesis (Stage of Susceptibility) merupakan tahap dimana terjadi interaksi antara host, bibit penyakit dan lingkungan. Tahap inkubasi (Stage of Presymtomatic Disease) merupakan tahap dimana bibit penyakit sudah masuk ke dalam tubuh inang (host) dan gejala penyakit belum tampak.

  Semua keadaan ini memaksa kita untuk lebih memperhatikan aspek peningkatan kesiapsiagaan menghadapi berbagai bentuk kedaruratan dan bencana. Kebijakan dan strategi nasional penanganan krisis dan masalah kesehatan lain merupakan bagian integral pembangunan kesehatan yang berpijak pada visi “masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat”, peningkatan profesionalisme, berasaskan pola desentralisasi dan pengembangan peran serta masyarakat melalui dukungan sumber daya dan potensi yang ada (Depkes RI, 2007).

  Penanggulangan bencana sebagai rangkaian kegiatan baik sebelum maupun saat dan sesudah terjadi bencana dilakukan untuk mencegah, mengurangi, menghindari dan memulihkan diri dari dampak yang ditimbulkan oleh bencana. Secara umum kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam penanggulangan bencana adalah sebagai berikut: pencegahan, pengurangan dampak bahaya, kesiapsiagaan, tanggap darurat, pemulihan (rehabilitasi dan rekonstruksi), dan pembangunan berkelanjutan yang mengurangi resiko bencana (UNDP Indonesia, 2007).

  Menurut Bakornas PB (2008), paling tidak ada interaksi empat faktor utama yang dapat menimbulkan bencana-bencana tersebut menimbulkan banyak korban dan kerugian besar, yaitu: (a) kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya (hazards), (b) sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan sumberdaya alam (vulnerability), (c) kurangnya informasi/peringatan dini (early warning) yang menyebabkan ketidaksiapan, dan (d) ketidakberdayaan /ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya.

  Pengetahuan dan sikap terkait dengan persiapan menghadapi bencana pada bahwa kesiapan menghadapi bencana ini sering kali terabaikan pada masyarakat yang belum memiliki pengalaman langsung dengan bencana (Priyanto, 2006).

  Dari hasil survey awal yang dilakukan Penulis terhadap 30 kepala keluarga di Desa Pengidam, masih banyak kepala keluarga yang belum mengerti dan belum siap dalam menghadapi bencana banjir. Hal ini terlihat dari masih banyak responden 22 orang (73,33%) yang belum mengetahui hal – hal apa saja yang harus dilakukan dalam menghadapi banjir yang biasa terjadi dalam setahun sekali di daerah tersebut.

  Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Terhadap Kesiapsiagaan Masyarakat Di Kawasan Rawan Banjir Di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013.

  1.7. Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: Bagaimanakah Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Terhadap Kesiapsiagaan Masyarakat Di Kawasan Rawan Banjir Di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013.

  1.8. Tujuan Penelitian

  Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan masyarakat di kawasan rawan banjir di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013.

  1.9. Hipotesis

  Ada pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan masyarakat di kawasan rawan banjir di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013.

  1.10. Manfaat Penelitian 1.

  Menjadi masukan khususnya masyarakat untuk menambah wawasan dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap terhadap pencegahan dan penanggulangan banjir.

2. Menjadi masukan bagi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)

  Kabupaten Tamiang untuk meningkatkan perannya dalam perencanaan kesiapsiagaan bencana banjir dan penanggulangan bencana untuk meminimalisir dampak bencana.

  3. Untuk menambah ilmu pengetahuan, penelitian ini dapat menambah wawasan keilmuan yang berkaitan dengan pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap pencegahan dan penanggulangan bencana banjir.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Terhadap Kesiapsiagaan Masyarakat di Kawasan Rawan Banjir di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013

6 54 91

Pengaruh Pengetahuan dan Sikap terhadap Kesiapsiagaan Tenaga Kesehatan Puskesmas Kampung Baru Menghadapi Bencana Banjir di Kecamatan Medan Maimun

30 175 194

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. - Potensi Masyarakat Dalam Mengelola Koperasi Pertambangan Emas di Desa Keude Krueng Sabee, Kecamatan Krueng Sabee, Kabupaten Aceh Jaya

0 0 16

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Efektivitas Metode Simulasidan Media Leaflet Terhadap Pengetahuan dan Keterampilan Ibu-Ibu Rumah TanggaDalam PenanggulangandanPencegahan Diaredi Daerah Rawan Banjir di Kecamatan Matangkuli Kabupaten Aceh UtaraTahun

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN 1.1 - Pengaruh Tataguna Lahan dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Pengendalian Banjir di Kabupaten Aceh Utara

0 1 20

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Perbandingan Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang Kesehatan Reproduksi di Madrasah Aliyah Negeri Meulaboh 1 dan Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Perilaku Masyarakat dengan Pengelolaan Sanitasi Dasar di Desa Seuneubok Benteng Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur

0 0 7

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Fasilitas Kerja Terhadap Sikap Kerja dan Kelelahan pada Pekerja Bagian Penggorengan Industri Rumah Tangga Keripik Singkong di Kabupaten Aceh Besar

0 2 8

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Kompetensi terhadap Kinerja Perawat dalam Kesiapsiagaan Triase dan Kegawatdaruratan pada Korban Bencana Massal di Puskesmas Langsa Baro Tahun 2013

0 0 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4.1. Kesiapsiagaan - Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Terhadap Kesiapsiagaan Masyarakat di Kawasan Rawan Banjir di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013

0 0 29